Penyerahan Pengelolaan Irigasi Negara Vs Petani

5 yuridis terhadap penyerahan pengelolaan irigasi. Prinsip pembaharuan kebijaksanaan pengelolaan irigasi yang terdapat dalam Inspres memberikan peran yang lebih besar kepada masyarakat petani 10 .

1. Kelembagaan

Dalam rangka pelaksanaan pembaharuan kebijaksanaan pengelolaan irigasi PKPI selain telah menerbitkan telah Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1999, pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2001 Tentang Irigasi. Perubahan fundamental yang berhubungan dengan Penyerahan Pengelolaan Irigasi PPI mencakup: 1. Pengembangan lembaga P3A sebagai organisasi yang otonom, mengakar kepada masyarakat dan bersifat sosial-ekonomi. 2. PPI dari pemerintah kepada P3A secara demokratis dengan prinsip satu sistem satu pengelola, bila P3A belum mampu akan dilaksanakan joint management pemerintah bersama P3A. 3. Pendanaan operasi dan pemeliharaan OP dikumpulkan dari, oleh dan untuk petani yang tergabung dalam P3A. 4. Keberlanjutan sistem irigasi agar tidak berubah fungsi untuk dapat dilestarikan penggunaanya 11 . Perubahan tersebut dimaksudkan untuk memberikan dasar pemeberdayaan P3A sebagai organisasi yang akan menerimah pengelolaan irigasi. P3A selama ini mempunyai struktur organisasi yang tidak mungkin melakukan pengelolaan irigasi secara mandiri, sehingga perlu restrukturisasi organisasi P3A secara signifikan. Kelayakan lembaga P3A merupakan persoalan mendesak dalam rangka penyerahan pengelolaan. Dalam Pedoman Umum Penyerahan Pengelolaan Irigasi PPI yang dikeluarkan oleh BPPN Departemen Dalam Negeri dan Departemen Pekerjaan Umum terdapat kriteria kelayakan kelembagaan. Pertama, P3A dan Gabungan P3A dengan status hukum yang jelas. Kedua, P3A dan Gabungan P3A bersedia secara demokratis untuk menerima penyerahan pengelolaan irigasi. Ketiga, P3A dan Gabungan P3A telah mempunyai keterampilan di bidang organisasi, teknis, dan finansial. Keempat, P3A dan Gabungan P3A dibentuk secara demokratis, mandiri, dan mengakar kepada masyarakat 12 . Kelayakan organisasi dalam konteks ini adalah memberi kesempatan kepada petani dalam rangka ikut serta menentukan kebijakan pengelolaan pengairan. P3A sebagai lembaga petani pengguna air dalam rezim pengelolaan lama tidak mempunyai peran signifikan dalam pengambilan keputusan yang berakaitan dengan kepentingannya sendiri. Sebagai organisasi petani, P3A merupakan bagian dari unsur pengelola irigasi yang tidak mempunyai kekuatan untuk menawar unsur lain, terutama unsur dari pemerintah. Lembaga tertinggi pengelola irigasi bukan P3A, tapi Badan Musyawarah Bamus yang terdiri dari: Kadin Praswil, Kadin Pertanian, Dispenda, Ranting Dinas Pengairan, Ranting Dinas Pertanian, Camat, dan Gabungan P3A 13 . Gabungan P3A dalam Bamus ini mewakili 33 Bendung Wilayah Sungai BWS yang berada di tujuh Kecamatan. Dalam mekanisme keterwakilan ini sangat sulit untuk mengakomodasi kepentingan yang besar dari P3A Desa, apalagi kepentingan kelompok tani. Masing-masing tingkatan lembaga ini secara informal bertanggung jawab terhadap saluran irigasi pada setiap tingkatan. Gabungan P3A bertanggung jawab atas 10 . Lihat point instruksi Kedua dalam Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1999 Tentang Pembaharuan Kebijaksnaan Pengelolaan Irigasi. 11 . Lihat Metode Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air P3A Dirjen Bina Sarana Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta 2001. 12 . Lihat Pedoman PPI di Indonesia oleh BPPN, Departemen Dalam Negeri, dan Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta 1999. 13 . Persolaan keterwakilan petani di Bamus ini berakibat pada penjadualan jatah air dan pengangkatan lumpur yang tidak pada tempatnya, untuk tidak dikatakan sengaja dialihkan pengangkatannya. 6 saluran irigasi skunder, P3A Desa bertanggung jawab atas saluran irigasi tersier, dan kelompok tani di setiap desa bertanggung jawab atas saluran irigasi kuarter. Kelembagaan pengelolaan irigasi ini dianggap menjadi salah satu persolaan dalam penyerahan pengelolaan,