Penutup LOODK 00 HG ´HUDNDQ 7UDQVIRUPDVL 6RVLDO 8QWXN 0HQHJDNNDQ

Irigasi : Usaha Manusia Mempertahankan Hidup Potret Pengelolaan Irigasi Oleh: Makinuddin A. Kearifan Yang Hilang Pra-Wacana

1. Irigasi Sebagai Nilai

Irigasi merupakan aktualisasi nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat petani. Bagi petani irigasi bukan saja sebagai sarana teknis yang berfungsi untuk mendukung proses produksi pertanian, tapi lebih dari itu. Irigasi merupakan sistem fisik, sistem teknologi, sistem sosial dan sistem budaya. Nilai-nilai yang mendasari pembangunan irigasi adalah prinsip keselarasan harmoni dengan alam lingkungan. Bagi masyarakat petani menjaga alam beserta isinya bukan saja tuntutan yang bersifat komersial, tapi merupakan keyakinan spiritual. Di mata petani bekerja lebih dari sekedar untuk memenuhi tuntutan hidup, tapi sebuah pengabdian kepada Yang Maha Agung. Dalam konteks kepercayaan ini pembangunan dan pengeloaan irigasi diletakkan. Sistem pertanian bagi petani bukan sesuatu yang berdiri sendiri, tapi berkait erat dengan keyakinan spiritual. Dalam irigasi Subak Bali dikenal filosofi Tri Hita Karana, alam semesta beserta isinya merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa Yang Whidi sekaligus menjadi karunia untuk umat manusia. Sastra agama Hindu mengajarkan agar alam semesta senantiasa dijaga kelestarian dan keharmonisannya. Tri Hita Karana merupakan tiga perangkat untuk mencapai kesempurnaan hidup yaitu: Pertama KXEXQJDQ PDQXVLD GHQJDQ 7XKDQ VHEDJDL ³ Atma-MLZD´ GLWXDQJNDQ GDODP EHQWXN DMDUDQ DJDPD yang menata pola komunikasi spiritual lewat berbagai bentuk persembahan kepada Tuhan. Kedua, hubungan PDQXVLDGHQJDQDODPOLQJNXQJDQ\DVHEDJDL³ Angga-EDGDQ´WHrgambar dalam wilayah hunian dan wilayah pendukung pertanian yang dalam suatu wilayah Desa Adat disebut Desa Pekraman. Ketiga, hubungan PDQXVLDGHQJDQVHVDPDQ\DVHEDJDL³ Khaya-WHQDJD´\DQJGDODPVDWXZLOD\DKHVDGDWGLVHEXW.UDPD Desa. Krama Desa atau warga masyarakat ini yang menjadi tenaga penggerak untuk memadukan Atma dan Angga 1 . Falsafah yang menghubungkan antara manusia dan alam dikenal dengan sebutan falsafah segara-gunung laut-gunung. Falsafah ini menggambarkan siklus kehidupan yang harus dijaga. Gunung dan hutan harus dijaga, sebab gunung memberikan air dan hutan merupakan sistem reservoir alami yang mengatur suply sumber-sumber air di bagian lereng. Kesadaran terhadap pentingnya harmoni antara upaya manusia mengelola alam dan hukum alam merupakan sebab-akibat yang bersifat tetap. Dalam kesadaran harmoni WHUVHEXWLULJDVL³WUDGLVLRQDO´GLSHOLKDUDGDQGLNHOROD Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa upacara-upacara yang berkaitan dengan musim tanam di masyarakat petani bukan sekedar praktek klenik baca: tahayul yang tidak punya makna. Ritual musim tanam dan musim panen yang dilakukan petani merupakan usaha untuk memelihara hubungan manusia dengan alam dan Tuhan. Petani Jawa mengenal upacara mapak banyu atau menjemput air, dalam tradisi Jawa ritual tersebut dimaknai sebagai upaya untuk memintah perlindungan dan kemakmuran atas usaha manusia petani terhadap Tuhan. Makna penting ritual yang berkaitan dengan pengelolaan irigasi adalah usaha untuk 1 . Diambil dari situs Yayasan Garuda Wisnu Kancana dengan judul : Hijau di Sana Sini, Tri Hita Karana. 2 mengingatkan manusia bahwa kemakmuran tanah, air, dan udara merupakan pemberian Tuhan yang harus dilestarikan dan dimanfaatkan secara adil. Prinsip pelestarian dan adil ini menjadi kunci dalam pengelolaan dan pemeliharaan irigasi. Pengelolaan irigasi diyakini sebagai usaha multidimensi yang meliputi pengendalian banjir, pengendalian erosi, membersikan udara dan air, pelestarian keanekaragaman hayati, pelestarian budaya dan nilai-nilai tradisional, lebih penting dari itu semua irigasi menjaga kedaulatan pangan petani. Pengelolaan irigasi merupakan kompleksitas pengelolaan sumberdaya alam terutama hutan dan sumber air, karena itu prinsip harmoni menjadi signifikan dalam pengelolaan irigasi. 3ULQVLSKDUPRQLGDODPSHQJHORODDQLULJDVL³WUDGLVLRQDO´LQLVHULQJGLYRQLVVHEDJDLNHOHPDKDQVHEDESULQVLSLQL tidak memungkinkan untuk melakukan pencetakan sawah secara besar-besaran ekstensifikasi. Prinsip harmoni hanya dalam rangka memfasilitasi kebutuhan menusia food sovereignty bukan memenuhi kebutuhan pasar komersial. Pencetakan sawah secara besar-besaran hanya mungkin difasilitasi dengan LULJDVL ³PRGHUQ´. Jenis irigasi yang disebut terakhir ini mengklaim diletakkan di atas prinsip efesiensi, efektifitas, sistematis, dan terukur secara ekonomis. Prinsip pengelolaan irigasi ini yang memungkinkan ekploitasi terhadap alam, tanpa mempertimbangkan kelestarianya. Tuntutan modernitas yang ditandai dengan target-target pertumbuhan dalam rangka pembangunan menjadi instrumen efektif untuk menggerus nilai-QLODL EXGD\D PDV\DUDNDW SHWDQL ,ULJDVL ³PRGHUQ´ DWDX \DQJ OHELK dikenal dengan irigasi teknis secara sistematis mengalienasi petani dari tradisi yang selama ini diyakini. Petani bekerja bukan lagi berdasarkan kebutuhan untuk hidup, tapi sekedar untuk memenuhi target pembangunan yang konon mensejahterakan mereka 2 .

2. Irigasi dan Proyek Pertumbuhan

Proyek pembangunan yang bertumpuh pada pertumbuhan ekonomi memaksa petani untuk kehilangan banyak hal, tidak terkecuali nilai-nilai yang selama ini mengikat mereka dengan alam linkungannya. Pasca runtuhnya Rezim Soekarno yang ditandai dengan peristiwa berdarah telah merubah orientasi politik pertanian negara. Rezim Soekarno telah menerima kebangkrutan ekonomi dari pemerintahan kolonial, sehingga di awal kemerdekaan sampai menjelang kejatuhanya rezim ini Indonesia masih mengimpor beras. Kelangkaan beras yang diwariskan oleh Rezim Soekarno ini memaksa pemerintahan baru untuk melakukan perbaikan kesejahteraan rakyat. Sebagai rezim baru yang mengklaim anti tesis dari rezim sebelumnya, orde baru meperkenalkan proyek besar yang bernama Revolusi Hijau 3 . Revolusi hijau di tangan orde baru bukan hanya intensifikasi, tapi juga ekstensifikasi 4 . Komitmen untuk tidak merubah tatanan sosial masyarakat desa dalam Revolusi Hijau yang diperkenalkan oleh Rezim Soekarno dilanggar secara sistematis oleh Orde Baru. Swasembada pangan menjadi mitos baru mengalahkan mitos ideolagi politik yang menjadi maintream Rezim Soekarno. 2 . Lihat : Petani dan Penguasa, Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia oleh Noer Fauzi. 3 . Revolusi Hijau adalah istilah yang telah dikenal di Indonesia sejak tahun 1960-an. Pengertian istilah ini adalah suatu program intensifikasi pertanian tanaman pangan. Program ini mengenalkan dan meluaskan penggunaan teknolagi baru dalam teknik pertanian tanpa mengubah bangunan sosial pedesaan. Lihat Noer Fauzi. Hal 164. 4 . Ekstensifikasi merupakan program pertanian yang berusaha untuk membuka lahan baru dalam rangka meningkatkan swasembada pangan pertumbuhan ekonomi. Oleh Rezim Soeharto proyek ini diterjemahkan lewat program transmigrasi. Transmigrasi bukan lagi proyek untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, tapi menjadi tumpuhan target pembangunan. Proyek transmigrasi ini menempati 10 hutan hujan dunia yang ada di Indonesia dan proyek Perkebunan Inti Rakyat nucleus astate project sebagai bagian transmigrasi juga mengancam hutan tropis Indonesia. Lihat : Menggadaikan Bumi oleh Bruce Rich. Hal 45.