perusahaan. Ada yang mengukur efek tersebut dalam tahun yang sama seperti Cochran dan Wood, 1984, ada juga yang menganggap bahwa untuk dapat dirasakan, efeknya memiliki time
lag setidaknya satu tahun, seperti penelitian Waddock dan Graves 1997. Sehingga dalam penelitian ini akan digunakan time lag satu tahun.
Dari kerangka pemikiran tersebut, hipotesa yang akan diuji adalah: H1: Leaders dalam EVA juga merupakan leaders dalam CSP.
H2: Corporate Social Performance mempengaruhi Economic Value Added secara positif di tahun yang sama.
H3: Dengan memperhatikan time lag, Corporate Social Performance mempengaruhi Economic Value Added secara positif di tahun berikutnya.
H4: EVA mempengaruhi Corporate Social Performance secara positif di tahun yang sama. H5: Dengan memperhatikan time lag, EVA mempengaruhi Corporate Social Performance
secara positif di tahun berikutnya.
2. Model Statistik
Penelitian kali ini menggunakan beberapa model statistik, yaitu: Untuk menguji Hipotesa 2, digunakan model:
DEVA
it
= α + β
1
CSP
it
+ β
2
DSIZE
i
+ β
3
DIND
i
+ ε
i
1
Untuk menguji Hipotesa 3, digunakan model:
DEVA
it
= α + β
1
CSP
it-1
+ β
2
DSIZE
i
+ β
3
DIND
i
+ ε
i
2
Untuk menguji Hipotesa 4 digunakan model:
CSP
it
= α + β
1
DEVA
it
+ β
2
DSIZE
i
+ β
3
DIND
i
+ ε
i
3
Untuk menguji Hipotesa 5 digunakan model:
CSP
it+1
= α + β
1
DEVA
it
+ β
2
DSIZE
i
+ β
3
DIND
i
+ ε
i
4
Keterangan:
10
CSP
it
= Corporate Social Performance tahun t 2005, merupakan jumlah pengungkapan tanggung jawab sosial per tema pada Laporan Tahunan masing-
masing perusahaan. CSP
it+1
= Corporate Social Performance tahun t+1 2006, merupakan jumlah pengungkapan tanggung jawab sosial per tema pada Laporan Tahunan masing-
masing perusahaan. DEVA
it
= Variabel dummy Adjusted EVA tahun t 2005 masing-masing perusahaan. Dummy 1 jika EVA bernilai positif, 0 jika EVA bernilai negatif.
DSIZE
i
= variabel dummy, 1 jika total aset Rp 1 triliun, 0 jika total aset Rp 1 triliun. DIND
i
= variabel dummy, 1 jika industri high profile, 0 jika industri low profile.
3. Variabel dan Operasionalisasi Variabel
Variabel Corporate Social Performance
Variabel Corporate Social Performance CSP diperoleh dari penjumlahan pengungkapan tanggung jawab sosial pada Laporan Tahunan 2004, 2005, dan 2006 perusahaan sampel. Jika
ada pengungkapan tema sosial, diberi nilai 1, jika tidak ada diberi nilai 0. Variabel
Economic Value Added
Perhitungan EVA oleh MarkPlus, Inc. dilakukan dengan cara: EVA = Net Operating Profit after Tax NOPAT – capital charges. Variabel EVA yang
digunakan merupakan variabel dummy, dimana 1 jika EVA bernilai positif, dan 0 jika EVA
bernilai negatif. Variabel Kontrol
Ukuran Perusahaan size. Ukuran perusahaan dimasukkan dalam persamaan model sebagai variabel dummy, 1 untuk
perusahaan dengan aset lebih dari Rp 1 triliun, dan 0 untuk perusahaan dengan aset di bawah Rp 1 triliun.
11
Industri Perusahaan. Industri perusahaan dimasukkan dalam persamaan model sebagai variabel dummy, 1
untuk industri high profile, dan 0 untuk industri low profile. Klasifikasi tipe industri oleh banyak peneliti sifatnya sangat subyektif dan berbeda-beda Roberts, 1992, Hackston
Milne, 1996, Diekers Perston, 1977, Patten, 1991. Kami mengelompokkan industri pertanian, pertambangan, industri dasar dan kimia, aneka industri, barang konsumsi,
infrastruktur, utilitas, dan transportasi sebagai industri high profile. Sementara industri properti dan real estate serta perdagangan, jasa dan investasi dikeompokkan menjadi industri
low profile.
4.
Sampel dan Data
Populasi penelitian adalah semua perusahaan publik yang terdapat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Kami menggunakan purposive sampling, dengan mengambil 100
perusahaan publik yang masuk dalam peringkat SWA100 tahun 2006. Dari tabel 1, terlihat bagaimana komposisi perusahaan dalam daftar SWA 100 tahun 2006.
Masukkan Tabel 1 Disini
HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 1. Deskripsi Data Secara Statistik
Tabel 2 menunjukan statistik deskriptif dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian, dengan jumlah sampel sebanyak 100 perusahaan. Tampak bahwa selama 3 tahun,
nilai CSP perusahaan sampel terus mengalami peningkatan secara rata-rata, dan rata-rata CSP tertinggi terjadi di tahun 2006. Tetapi jika dianalisa lebih lanjut rata-rata perusahaan sampel
hanya memiliki nilai CSP sebesar 26,87 - 30,87 dari nilai maksimum yang seharusnya dapat dicapai. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan publik di Indonesia masih memiliki
12
kinerja sosial relatif rendah dibandingkan yang seharusnya. Pada tabel 3 terlihat bahwa perusahaan besar memiliki nilai rata-rata kinerja sosial CSP yang lebih tinggi daripada
perusahaan yang berukuran lebih kecil. Untuk masing-masing ukuran perusahaan, nilai rata-rata CSP paling tinggi terjadi di tahun 2006. Perusahaan yang memiliki asset kurang dari Rp 1 triliun
terus mengalami peningkatan rata-rata CSP dari tahun 2004 sampai tahun 2006. Begitu juga dengan perusahaan beraset lebih dari Rp 1 triliun.
Pada tabel 4, kecenderungan tema dapat terlihat. Dari tahun 2004 - 2006 sumber daya manusia human resources merupakan tema yang paling banyak diungkapkan perusahaan untuk
menunjukkan kinerja tanggung jawab sosial mereka. Di sisi lain, energi merupakan tema sosial yang paling sedikit diungkapkan oleh perusahaan-perusahaan sampel.
Pada tabel 5 terlihat bahwa selama tiga tahun, perusahaan yang bergerak dalam industri pertambangan memiliki nilai rata-rata CSP yang paling tinggi. Menyusul di urutan berikutnya
adalah industri barang konsumsi, pertanian serta infrastruktur, utilitas, dan transportasi. Tingkat CSP yang tinggi terjadi karena perusahaan-perusahaan tersebut berada dalam industri yang
sangat high profile. Industri ini memiliki ciri visibilitas konsumen, risiko politis yang tinggi, persaingan yang ketat, serta memiliki aktivitas ekonomi yang memodifikasi lingkungan.
Sementara itu, nilai rata-rata CSP yang paling rendah terjadi pada perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri aneka industri, industri dasar dan kimia, properti dan real estate serta
perdagangan, jasa, dan investasi. Tingkat CSP yang rendah tersebut disebabkan karena perusahaan properti dan real estate serta perdagangan, jasa, dan investasi merupakan perusahaan
dalam industri yang low profile. Anggraini 2006 menyatakan bahwa perusahaan dalam industri low profile cenderung memiliki CSP yang lebih rendah dibandingkan industri high profile.
Pada tabel 6, dapat dilihat bahwa empat peringkat teratas diduduki oleh industri infrastruktur, utilitas, dan transportasi; aneka industri; barang konsumsi; dan industri pertanian.
Sementara industri yang lainnya, memiliki nilai EVA yang jauh lebih rendah daripada EVA
13
empat industri teratas. Bahkan industri dasar dan kimia serta industri properti dan real estate memiliki nilai rata-rata EVA 2005 negatif.
Masukkan tabel 2, 3, 4, 5, dan 6 Disini
2. Korelasi Antar Variabel