Keuangan Inklusif pada dasarnya bagi perekonomian dibentuk agar segala sumber daya masyarakat yang produktif terfasilitasi dengan akses layanan
keuangan yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Keuangan inklusif juga dapat membantu sistem pembiayaan yang bersumber dari pihak yang formal.
B. Sejarah Singkat Keuangan Inklusif
Istilahfinancial inclusion atau keuangan inklusif menjadi tren paska krisis 2008 terutama didasari dampak krisis kepada kelompok in the bottom of the
pyramid pendapatan rendah dan tidak teratur, tinggal di daerah terpencil, orang cacat, buruh yang tidak mempunyai dokumen identitas legal, dan masyarakat
pinggiran yang umumnya unbanked yang tercatat sangat tinggi di luar negara maju.
Pada G20 Pittsbugh Summit 2009, anggota G20 sepakat perlunya peningkatan akses keuangan bagi kelompok ini yang dipertegas pada
Toronto Summit tahun 2010, dengan dikeluarkannya 9 Principles for Innovative Financial Inclusion sebagai pedoman pengembangan keuangan inklusif. Prinsip
tersebut adalahleadership
,diversity,innovation,protection,empowerment, cooperation,knowledge,proportionalitydan framework.
Sejak itu banyak fora-fora internasional yang memfokuskan kegiatannya pada keuangan inklusif seperti CGAP, World Bank, APEC, Asian Development
Bank ADB, Alliance for Financial Inclusion AFI, termasuk standard body seperti BIS dan Financial Action Task Force FATF, termasuk negara
berkembang dan Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia berperan aktif dalam pembahasan keuangan inklusif dalam
forum internasional. Sebagai anggota G-20, Indonesia memastikan 9 Prinsip
Inovasi Keuangan Inklusif diimplementasikan di tingkat nasional. Indonesia juga
telah berkomitmen dalam forum OECD untuk mengembangkan edukasi keuangan
termasuk didalamnya penyusunan Strategi Nasional Keuangan Inklusif dan kegiatan survei literasi keuangan. Selain itu, Indonesia turut berperan aktif dalam
forum APEC untuk memberikan knowledge sharing berbagai isu dan topik
keuangan inklusif. Di tingkat regional, Indonesia turut aktif menekankan pentingnya keuangan inklusif salah satunya melalui penyelenggaraan The 1st
ASEAN Conference on Financial Inclusion untuk menjajaki pembentukan forum
financial inclusion tingkat ASEAN. Dalam Alliance for Financial Inclusion AFI, Indonesia berkomitmen dalam Maya Declaration yang bertujuan
mendukung pengembangan, inovasi dan implementasi program keuangan inklusif, serta peran aktif sebagai anggota steering committee AFI
Landasan Hukum Financial Inclusion ialah Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 32 Tahun 2011 yang berisi tentang Masterplan Percepatan Dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Pemerintah Indonesia menyadari betul akan pentingnya “proteksi” kebijakan kepada kelompok
masyarakat miskin, agar konflik antara kelompok 1 dengan kelompok 99, dapat diminimalisir, hal ini dilakukan melalui berbagai strategi,
pertumbuhan ekonomi dilakukan melalui strategi MP3EI guna menciptakan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi, sedangkan percepatan
penanggulangan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan, dilakukan melalui
Universitas Sumatera Utara
strategi MP3KI sebagai social protection, kepada kelompok masyakarakat miskin dan percepatan pengentasan kemiskinannya.
Tujuan utamanya adalah bagaimana menciptakan kemandirian pada diri mereka dan tidak semata tujuan ekonomi belaka. Tapi dalam tujuan kemandirian
ini mereka bisa tersadar bagi menghadapi kehidupan masa depan yang lebih baik yang kemudian berkembang dan disambut oleh lembaga keuangan. Dalam
pelaksanaannya fungsi sosial tersebut harus terpisah dan merupakan bagian tersendiri dari lembaga keuangan agar fungsi ekonomibisnis yang berjalan pada
lembaga keuangan tidak terganggu. Selama ini baik masyarakat maupun pemerintah dan lembaga keuangan
selalu mengambil pukul rata terhadap diri mereka. Seolah mereka adalah kelompok pinggiran yang pasif dan kelompok yang selalu meminta pertolongan
belaka. Sehingga yang selalu terpikirkan adalah membagi sejumlah uang bagi kehidupan mereka. Pandangan pukul rata seperti ini justru merugikan bangsa dan
tidak tepat karena banyak daripada mereka yang berpikiran “maju” sebagaimana masyarakat yang telah berhasil terlebih dahulu. Sayangnya mereka mempunyai
keterbatasan pengetahuan untuk menggapai kemajuan itu dan kurang mendapatkan informasi bagaimana upaya memberdayakan diri
.
Universitas Sumatera Utara
C. Visi dan Misi Program Keuangan Inklusif