Syarat Sah Perjanjian dan Asas-Asas Perjanjian 1. Syarat Sah Perjanjian

c. Keinginan atau tujuan para pihak untuk timbulnya akibat hukum Suatu janji atau pernyataan kehendak tidak selamanya menimbulkan akibat hukum. Terkadang suatu pernyataan kehendak hanya menimbulkan kewajiban sosail atau kesusilaan. Misalnya janji di antara para pihak. d. Akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas beban yang lain atau timbal balik Akibat hukum yang terjadi adalah untuk kepentingan pihak yang satu dan atas beban terhadap pihak lainnya atau bersifat timbal balik. Yang perlu diperhatikan adalah akibat hukum dari suatu perjanjian hanya berlaku bagi para pihak dan tidak boleh merugikan pihak ketiga. e. Dibuat dengan mengindahkan ketentuan perundang-undangan Pada umumnya para pihak bebas menentukan bentuk perjanjian. Namun dalam beberapa perjanjian tertentu undang-undang telah menentukan bentuk yang harus dipenuhi. Misalnya untuk pendirian perseroan terbatas harus dibuat dengan akta notaries. 33

B. Syarat Sah Perjanjian dan Asas-Asas Perjanjian 1. Syarat Sah Perjanjian

Suatu perjanjian baru sah dan karenanya akan menimbulkan akibat hukum jika dibuat secara sah sesuai dengan hukum yang berlaku. Perjanjian tersebut harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan dipenuhinya empat syarat yang disebutkan dalam Pasal tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya. Dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, syarat-syarat tersebut dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Dua syarat pertama dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyek yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. 33 http:www.jurnalhukum.comunsur-unsur-perjanjian Universitas Sumatera Utara Tidak terpenuhinya salah satu syarat dari keempat syarat sahnya perjanjian tersebut, dapat mengakibatkan cacat dalam perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan apabila terdapat pelanggaran terhadap syarat subjektif, maupun batal demi hukum dalam hal tidak terpenuhinya syarat objektif, dalam pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya. Persyaratan-persyaratan hukum yang harus dipenuhi agar sebuah perjanjian ini sah dan mengikat adalah sebagai berikut: a. Syarat Umum Sahnya Perjanjian Syarat umum terhadap sahnya suatu perjanjian adalah seperti yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berlaku untuk semua bentuk dan jenis perjanjian, yang meliputi dua hal, yaitu: 1 Syarat subjektif Syarat subjektif adalah syarat yang berkaitan dengan subjek perjanjian, meliputi: a Adanya kesepakatan kedua belah pihak. Dalam suatu perjanjian harus ada kesepakatan antara para pihak tidak ada paksaan dan lainnya. Dengan diberlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya „cacat‟ bagi perwujudan kehendak tersebut. b Kedua belah pihak harus cakap bertindak. Cakap bertindak, yaitu kecakapan atau kemampuan kedua belah pihak untuk melakukan perbuatan hukum. Orang yang cakap atau berwenang adalah orang dewasa berumur 21 tahun atau sudah menikah. Sedangkan orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum menurut Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, meliputi: a anak di bawah umur minderjarigheid, b orang dalam pengampuan curandus, c orang-orang perempuan. 2 Syarat Objektif Syarat objektif adalah syarat yang berkaitan dengan objek perjanjian, meliputi: a Adanya objek perjanjian Universitas Sumatera Utara Benda yang dijadikan objek perjanjian harus memenuhi beberapa ketentuan, yaitu: 1 Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan; 2 Barang-barang yang digunakan untuk kepentingan umum antara lain, jalan umum, pelabuhan umum, gedung-gedung umum, dan sebagainya tidaklah dapat dijadikan objek perjanjian; 3 Dapat ditentukan jenisnya; 4 Barang yang akan datang. b Adanya sebab yang halal Dalam suatu perjanjian diperlukan adanya sebab yang halal, artinya ada sebab-sebab hukum yang menjadi dasar perjanjian yang tidak dilarang oleh peraturan, keamanan dan ketertiban umum dan sebagainya. Undang-undang tidak memberikan pengertian mengenai „sebab‟ oorzaak, causa. Menurut Abdulkadir Muhammad, sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud causa yang halal dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti „isi perjanjian itu sendiri‟, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak. 34 b. Syarat Tambahan Sahnya Perjanjian Syarat tambahan terhadap sahnya suatu perjanjian yang juga berlaku terhadap seluruh bentuk dan jenis perjanjian adalah sebagaimana yang disebut antara lain dalam Pasal 1338 ayat 3 dan 1339 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yaitu sebagai berikut: 1 Perjanjian dilaksanakan dengan itikad baik; 2 Perjanjian mengikat sesuai kepatutan; 3 Perjanjian mengikat sesuai kebiasaan; 4 Perjanjian harus sesuai dengan undang-undang hanya terhadap yang bersifat hukum memaksa; 5 Perjanjian harus sesuai ketertiban umum. 35 Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan 34 Titik Triwulan Tutik, Op.Cit, hlm. 225-226. 35 Munir Fuady II, Konsep Hukum Perdata, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014. hlm. 185-186. Universitas Sumatera Utara siapa yang harus melaksanakan. 36 Para pihak yang mengadakan perjanjian harus bersepakat dan setuju mengenai hal-hal pokok yang diadakan dalam perjanjian itu. 37 Sepakat dan setuju itu sifatnya bebas, artinya benar-benar atas kemauan sukarela diantara para pihak, tidak ada paksaan sama sekali dari pihak manapun. Dikatakan tidak ada paksaan, apabila orang yang melakukan perbuatan itu tidak berada di bawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan upaya bersifat menakut-nakuti. Menurut ketentuan yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata secara a contrario dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kesepakatan bebas dianggap terjadi pada saat perjanjian dibuat oleh para pihak kecuali dapat dibuktikan bahwa kesepakatan tersebut terjadi karena adanya kekhilafan, paksaan, maupun penipuan sebagaimana dituliskan dalam Pasal 1321 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. a. Tentang kekhilafan dalam perjanjian Masalah kekhilafan diatur dalam Pasal 1322 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ada dua hal pokok dan prinsipil dari rumusan Pasal 1322 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu : 1 Kekhilafan bukanlah alasan untuk membatalkan perjanjian; 2 Ada dua hal yang dapat menyebabkan alasan pembatalan perjanjian karena kekhilafan yaitu, mengenai : a Hakikat kebendaan yang menjadi pokok perjanjian tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya error in substantia. Misalnya seseorang menganggap bahwa ia membeli lukisan yang asli, 36 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja II, Op.Cit., hlm. 95. 37 R. Subekti, Op.Cit.,hlm. 17. Universitas Sumatera Utara ternyata kemudian mengetahui bahwa lukisan yang dibelinya adalah tiruan. b Terhadap orang yang dibuatnya suatu perjanjian error in persona. Misalnya, seorang penyelenggara konser menandatangi perjanjian dengan seorang penyanyi sebagai salah satu pengisi acara. Namun setelah penandatanganan perjanjian tersebut, baru diketahui bahwa orang yang menandatangani perjanjian bukanlah orang yang dimaksud hanya saja karena namanya sama. b. Tentang Paksaan dalam perjanjian Paksaan sebagai alasan pembatalan perjanjian diatur dalam lima Pasal, yaitu dari Pasal 1323 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hingga Pasal 1327 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ketentuan dalam Pasal 1323 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merujuk pada subjek yang melakukan pemaksaan yang dilakukan oleh pihak di dalam perjanjian, orang yang bukan pihak dalam perjanjan tetapi memiliki kepentingan terhadap perjanjian yang dibuat tersebut. Selanjutnya berdasarkan rumusan Pasal 1325 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat diketahui bahwa subjek terhadap siapa paksaan dilakukan ternyata tidak hanya meliputi orang yang merupakan pihak dalam perjanjian, melainkan juga termasuk didalamnya suami atau isteri dan keluarga dalam garis keturunan ke atas maupun ke bawah. Pasal 1324 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 1326 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbicara mengenai akibat paksaan atau ancaman yang dilakukan, yang dapat dijadikan sebagai Universitas Sumatera Utara alasan pembatalan perjanjian yang telah dibuat di bawah paksaan atau ancaman tersebut. Jika merujuk pada rumusan Pasal 1324 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 1326 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat diketahui bahwa paksaan yang dimaksud dapat terwujud dalam dua bentuk kegiatan atau perbuatan. Perbuatan yang dimaksud berupa : 1 Paksaan fisik, dalam pengertian kekerasan. 2 Paksaan psikis, yang dilakukan dalam bentuk ancaman psikologis atau kejiwaan. Selain itu, paksaan tersebut juga mencakup dua hal yaitu : 1 Jiwa dari subyek hukum sebagaimana disebut dalam Pasal 1325 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2 Harta kekayaan dari pihak-pihak yang disebut dalam Pasal 1325 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Paksaan terjadi, jika seseorang memberikan persetujuannya karena ia takut pada suatu ancaman. Paksaan yang dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak hanya berarti tindakan kekerasan saja tetapi paksaan dalam arti yang lebih luas yaitu meliputi ancaman terhadap kerugian kepentingan hukum seseorang. Intinya, bukan kekerasan itu sendiri tetapi rasa takut yang ditimbulkan oleh adanya kekerasan tersebut. c. Tentang penipuan dalam perjanjian Penipuan sebagai alasan pembatalan suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang terdiri dari dua Universitas Sumatera Utara ayat. Dari rumusan pasal ini dapat dilihat, bahwa penipuan mempunyai unsur kesengajaan dari salah satu pihak dalam perjanjian untuk mengelabui pihak lawannya sehingga pihak yang satunya memberikan kesepakatannya untuk tunduk pada perjanjian yang dibuat antara mereka. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa masalah penipuan yang berkaitan dengan kesengajaan ini harus dapat dibuktikan dan tidak diperbolehkan hanya dengan adanya persangkaan saja. Suatu perjanjian haruslah memiliki obyek tertentu sekurang-kurangnya dapat ditentukan jenisnya. 38 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan maksud hal tertentu dengan memberikan rumusannya dalam Pasal 1333 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jika melihat kepada rumusan pasal tersebut, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya menekankan pada perikatan untuk menyerahkan sesuatu. Namun jika diperhatikan lebih lanjut, rumusan dari pasal tersebut hendak menegaskan bahwa apapun jenis perikatannya baik itu perikatan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hendak menjelaskan bahwa semua jenis perikatan tersebut pasti melibatkan keberadaan dari suatu kebendaan yang tertentu. Kebendaan yang diperjanjikan tersebut harus cukup jelas, ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan. Syarat bahwa kebendaan itu harus dapat ditentukan jenisnya, gunanya untuk 38 Ibid., hlm. 154. Universitas Sumatera Utara menetapkan apa yang menjadi hak dan kewajiban dari kedua belah pihak itu apabila timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, atau yang mendorong orang untuk membuat suatu perjanjian. Tetapi di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dijelaskan pengertian orzaak causa yang halal. Hukum pada dasarnya tidak menghiraukan apa yang ada dalam gagasan atau pemikiran seseorang, yang diperhatikan adalah tindakan yang nyata dan dilakukan dalam masyarakat. Dalam Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dijelaskan bahwa yang disebut dengan sebab yang halal adalah : 1 Bukan tanpa sebab; 2 Bukan sebab yang palsu; 3 Bukan sebab yang terlarang. Di dalam Pasal 1336 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat dilihat bahwa yang diperhatikan oleh undang- undang adalah “isi perjanjian” yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai, apakah bertentangan dengan undang- undang atau tidak, apakah bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak dalam pelaksanaan suatu perjanjian. Sementara di dalam Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya disebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebab yang halal adalah prestasi yang wajib dilakukan oleh para pihak sebagaimana yang telah diperjanjikan, tanpa adanya prestasi yang telah diperjanjikan untuk dilakukan maka perjanjian tidak akan ada diantara para pihak. Universitas Sumatera Utara Akibat hukum dari perjanjian yang berisi sebab yang tidak halal adalah perjanjian itu batal demi hukum. Dengan demikian tidak ada yang menjadi dasar untuk menuntut pemenuhan prestasi karena sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian. Dan begitu pula sebaliknya apabila perjanjian itu tanpa sebab maka perjanjian itu dianggap tidak pernah ada.

2. Asas-Asas Perjanjian

Asas-asas dalam perjanjian merupakan sebuah aturan dasar atau merupakan prinsip hukum yang masih bersifat abstrak atau dapat dikatakan bahwa asas dalam perjanjian merupakan dasar yang melatarbelakangi suatu peraturan yang bersifat konkret dan bagaimana perjanjian itu dilaksanakan. Adapun asas- asas dalam perjanjian yang terdapat di dalam hukum perdata terdiri dari : a. Asas Konsensualisme Konsensualisme berasal dari kata “consensus” yang berarti kesepakatan. Asas konsensualisme dapat disimpulkan terdapat dalam Pasal 1320 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas konsensualisme diartikan bahwa lahirnya perjanjian ialah pada saat terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, lahirlah perjanjian, walaupun perjanjian itu belum dilaksanakan pada saat itu juga. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa perjanjian tersebut sudah bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk Universitas Sumatera Utara memenuhi perjanjian tersebut. Dengan kata lain asas konsensualisme menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat dua orang atau lebih telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau konsensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. b. Asas Kebebasan Berkontrak Yang dimaksud dengan asas kebebasan berkontrak adalah adanya kebebasan seluas-luasnya yang oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum. Asas kebebasan berkontrak dapat di lihat dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ya ng berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa syarat yang berkaitan dengan perjanjian, di antaranya: 1 Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak. 2 Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian. 3 Bebas menentukan isi klausul perjanjian. 4 Bebas menentukan bentuk perjanjian. 5 Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Universitas Sumatera Utara c. Asas Kepastian Hukum Pacta Sunt Servanda Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya Undang-Undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Setiap orang yang membuat perjanjian terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut karena perjanjian tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. d. Asas Itikad Baik Ketentuan tentang asas itikad baik diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan dan keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni asas itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Itikad baik nisbi berarti seseorang Universitas Sumatera Utara memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek, sedangkan itikad baik mutlak penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan menurut norma-norma yang obyektif penilaian tidak memihak. Di Belanda dan Jerman, itikad baik menguasai para pihak pada periode praperjanjian, yaitu dengan memperhatikan kepentingan- kepentingan yang wajar dari pihak lain. Walaupun itikad baik para pihak dalam perjanjian sangat ditekankan pada tahap praperjanjian, secara umum itikad baik harus selalu ada pada setiap tahap perjanjian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat diperhatikan oleh pihak lainnya. e. Asas Kepribadian Asas kepribadian merupakan asas yang menetukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Asas ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1315 menyatakan bahwa, “pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. ” Inti ketentuan tersebut sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentigan dirinya sendiri. Pasal 1340 menyatakanbahwa, “perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Isi perjanjian hanya mengikat para pihak secara personal, tidak mengikat Universitas Sumatera Utara pihak-pihak lain yang tidak memberikan kesepakatannya. Seseorang hanya dapat mewakili dirinya sendiri dan tidak dapat mewakili orang lain dalam membuat perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan ini memiliki pengecualian sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1317 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa, “dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain mengandung suatu syarat.” Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian atau kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang di tentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Dalam pembuatan suatu perjanjian, kesepakatan memiliki peran yang penting. Dimana dengan sepakat maka suatu perjanjian dapat dibuat. Namun ada kalanya tidak terdapat penyesuaian kehendak. Ada beberapa teori yang menjawab ketidak sesuian antara kehendak dan pernyataan, yaitu: a. Teori Penawaran dan penerimaan offer and acceptance Yang merupakan teori dasar dari adanya kesepakatan kehendak adalah teori “penawaran dan penerimaan”. Yang dimaksudkan adalah bahwa pada prinsipnya suatu kesepakatan kehendak baru terjadi setelah adanya penawaran offer dari salah satu pihak dan diikuti dengan penerimaan lamaran acceptance oleh pihak lain dalam kontrak tersebut. Teori ini diakui secara umum di setiap sistem hukum, sungguhpun pengembangan dari teori ini banyak Universitas Sumatera Utara dilakukan di negara-negara yang menganut sistem hukum common law. b. Teori Kehendak wilstheorie Teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat. c. Teori Pengiriman verzend theorie Menurut teori pengiriman ini, suatu kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran. Dengan kata lain suatu kata sepakat terbentuk pada saat dikirimnya surat jawaban oleh pihak yang kepadanya telah ditawarkan suatu kontrak, karena sejak saat pengiriman tersebut, si pengirim jawaban telah kehilangan kekuasaan atas surat yang dikirimnya itu. d. Teori pengetahuan vernemings theorie Yang dimaksud dengan pengetahuan dalam teori ini adalah pengetahuan dari pihak yang menawarkan. Jadi menurut teori ini suatu kata sepakat dianggap telag terbentuk pada saat orang yang menawarkan tersebut mengetahui bahwa penawarannya itu telah disetujui oleh pihak lainnya. Jadi teori ini pada hakikatnya mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui banhwa tawarannya diterima. e. Teori kepercayaan vertrouwens theorie Mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak secara objektif diterima oleh pihak yang menawarkan. f. Teori kotak pos mail box theorie Menurut teori ini suatu penerimaan tawaran dari suatu kontrak sehingga kontrak dianggap mulai terjadi, adalah pada saat surat jawaban yang berisikan penerimaan tersebut dimasukkan dalam kotak pos. g. Teori ucapan uiting theorie Menurut teori ini bahwa suatu kesepakatan kehendak terjadi manakala pihak yang menerima penawaran telah menyiapkan surat jawaban yang menyatakan bahwa dia telah menerima tawaran tersebut. h. Teori Dugaan Teori dugaan yang bersifat subjektif ini antara lain dianut oleh Pitlo. Menurut teori ini saat tercapainya kata sepakat sehingga saat itu juga dianggao sebagai saat terjadinya suatu kontrak adalah pada saat pihak yangmenerima tawaran telah mengirim surat jawaban Universitas Sumatera Utara dan dia secara patut dapat menduga bahwa pihak lainnya pihak yang menawarkan telah mengetahui isi surat itu. 39

C. Jenis-Jenis Perjanjian dan Perjanjian Kerjasama

Dokumen yang terkait

Perjanjian Kerjasama Operasi Pengusahaan Air Minum Di Pelabuhan Belawan Antara Pt. Pelindo I Dengan Pt. Metito Indonesia

39 400 94

Pelaksanaan Perjanjian Pinjaman Dana Program Kemitraan Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan Dengan Mitra Binaannya

5 56 146

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

7 132 95

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

0 0 9

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

0 0 1

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

0 0 15

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

0 0 31

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

0 0 4

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

1 7 6

Perjanjian Kerjasama Operasi Pengusahaan Air Minum Di Pelabuhan Belawan Antara Pt. Pelindo I Dengan Pt. Metito Indonesia

0 0 28