PERJANJIAN KERJASAMA PENGELOLAAN DAN

61

BAB IV PERJANJIAN KERJASAMA PENGELOLAAN DAN

PENGOPERASIAN SHIP TRANSIT ANCHORAGE DI PERAIRAN NIPAH A. Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage Di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I Persero Dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KP. 255 Tahun 2007, tanggal 12 Juni 2007 tentang Penetapan Lokasi Kegiatan Anchorage PT. Pelabuhan Indonesia I Persero di Perairan Nipah Selat Singapura maka PT. Pelabuhan Indonesia I Persero menjalin kerjasama dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana dan kerjasama tersebut dituangkan ke dalam sebuah Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di perairan Nipah Nomor : B.VIII-121TPI-US.12 Jo. Nomor : 046MDP-Pelindo IPKSXI2012. Dan berdasarkan perjanjian tersebut maka para pihak dalam perjanjian memiliki tugas dan kewajiban yang berbeda. Di mana pihak pertama atau PT. Pelabuhan Indonesia I Persero berkewajiban sebagai pengawas operasi dan administrasi kerjasama sedangkan pihak kedua atau PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana berkewajiban sebagai pengelola atau pelaksana kegiatan operasi dan administrasi pelayanan jasa kepelabuhanan di area perairan NTAA. Berdasarkan hasil wawancara penulis, pelaksanaan perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage di perairan Nipah pada awalnya merupakan suatu kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh PT. Maxsteer Universitas Sumatera Utara Dyrynusa Perdana. Selanjutnya PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana menjalin kerjasama dengan PT. Pelabuhan Indonesia I Persero yang kemudian disebut sebagai Nipah Transit Anchorage Area NTAA. Dengan terjalinnya kerjasama ini, kegiatan pemasaran beralih menjadi pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchoarge .66 Prosedur operasi pelaksanaan kerjasama mengacu kepada Standard Operation Procedure berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor : PU.60119DJPL-08 tanggal 02 Juni 2008 tentang Prosedur Operasional Tetap Standard Operation Procedure Pengelolaan dan Pengoperasian Nipah Transit Anchorage Area NTAA di Perairan Nipah Selat Singapura. Pembagian hasil dari kerjasama ini diatur di dalam Pasal 9 ayat 1 perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage. Pembagian hasil tersebut dibagi berdasarkan prestasi yang dilakukan oleh para pihak. Berdasarkan Pasal 9 ayat 1 tersebut pembagian hasilnya dibagi berdasarkan komposisi sebagai berikut : Bagan 1. Besaran bagi hasil berdasarkan pendapatan operasi kerjasama. No. Jasa Pelayanan Pelaksana Bagi Hasil Pihak Pertama Pihak Kedua 1. Pemasaran Pihak Kedua 20 80 Pihak Pertama 90 10 66 Wawancara dengan Bapak Fadillah Haryono S.H., M.H selaku Legal Staff PMO PT. Pelabuhan Indonesia I Persero. Universitas Sumatera Utara 2. Peningkatan Stabilitas Operasi Pihak Kedua 20 80 3. Pemanduan Pihak Pertama 90 10 4. Penundaan Pihak Pertama 100 - Pihak Kedua 20 80 5. Peralatan dan Lainnya Pihak Pertama 100 - Pihak Kedua 20 80 Bagan 1 di atas di terdapat dalam Pasal 9 ayat 1 Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah antara PT. Pelabuhan Indonesia dan PT. Maxsteer Dyrinusa Perdana. Berdasarkan pembagian tersebut dapat dilihat bahwa di dalam pelaksanaan kerjasama tersebut, kedua belah pihak mendapatkan besaran bagi hasil yang berbeda. Di mana pihak yang melaksanakan kegiatan operasi mendapatkan komisi yang lebih besar. Agar kedua belah pihak mendapatkan keuntungan yang seimbang, maka kedua belah pihak menyetujui pembagian berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan suatu kegiatan operasi dan hasilnya akan dibagi berdasarkan kesepakatan yang telah disetujui. Sebagai contoh penerapan besaran bagi hasil pendapatan operasi kerjasama berdasarkan Pasal 9 ayat 1 Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah antara PT. Pelabuhan Indonesia dan PT. Maxsteer Dyrinusa Perdana adalah jika PT. Pelabuhan Indonesia I Persero yang melakukan sebuah pemasaran kepada sebuah kapal asing dan kapal tersebut setuju untuk menggunakan jasa kepelabuhanan di perairan NTAA dan biaya penggunaan jasa kepelabuhanan di perairan NTAA Universitas Sumatera Utara adalah sebesar 10.000. Berdasarkan komposisi sebagaimana terdapat dalam bagan 1 di atas, besaran pembagian hasil yang diperoleh oleh PT. Pelabuhan Indonesia I Persero adalah sebesar 9.000 selaku pihak pertama yang mendapatkan bagian 90 dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana mendapatkan bagian sebesar 1.000 selaku pihak kedua yang mendapatkan bagian 10. Jika PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana yang melakukan penundaan terhadap sebuah kapal asing di perairan NTAA dan biaya dari kegiatan penundaan di perairan NTAA misalnya sebesar 20.000. Berdasarkan komposisi sebagaimana terdapat dalam bagan 1 di atas, besaran pembagian hasil yang diperoleh oleh PT. Pelabuhan Indonesia I Persero adalah sebesar 16.000 selaku pihak pertama yang mendapatkan bagian 80 dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana mendapatkan bagian sebesar 4.000 selaku pihak kedua yang mendapatkan bagian 20. Tarif yang diberlakukan atas jasa kepelabuhanan, peralatan dan jasa lainnya adalah tarif sebagaimana yang berlaku oleh pihak pertama dan untuk tarif jasa lainnya yang belum diatur dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan pengguna jasa. Penyesuaian tarif juga dapat dilakukan berdasarkan usulan oleh pihak kedua. Pembayaran biaya disesuaikan dengan bentuk pelayanan kapal dengan ketentuan kapal luar negeri membayar dengan mata uang dollar sedangkan kapal dalam negeri membayar dengan mata uang rupiah Rp. 67 Pada kegiatan tersebut terdapat kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh salah satu pihak saja yang tidak dapat dilakukan oleh pihak lain, yaitu : 1. Kegiatan pemanduan, kegiatan pemanduan hanya dapat dilakukan oleh pihak pertama atau oleh PT. Pelabuhan Indonesia I Persero sebagaimana 67 Ibid. Universitas Sumatera Utara diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran yang dituangkan dalam Pasal 84 butir c yang menyebutkan bahwa untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab, otoritas pelabuhan mempunyai wewenang mengatur lalu lintas kapal ke luar masuk pelabuhan melalui pemanduan kapal. 2. Kegiatan peningkatan stabilitas operasi, kegiatan peningkatan stabilitas operasi dilakukan oleh pihak kedua atau oleh PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana sebagaimana diatur dalam perjanjian kerjasama yang terdapat dalam Pasal 7 ayat 3 butir d yang mengatakan bahwa pihak kedua berkewajiban melaksanakan pemasaran dan mengembangkan pasar untuk meningkatkan kegiatan jasa kepelabuhanan. Pembayaran bagi hasil atas kegiatan usaha yang dilakukan, dibayar oleh pengguna jasa melalui bank yang ditunjuk oleh para pihak dengan membuka rekening bersama escrow account. Uang yang masuk di dalam rekening tersebut akan dibagi oleh pihak bank berdasarkan komposisi yang diatur di dalam Pasal 9 ayat 1 Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage sebagaimana tertera pada bagan 1 dan uang tersebut akan di transfer ke rekening masing-masing pihak pada akhir bulan. Untuk menentukan pihak yang melakukan prestasi agar pembagian komposisi tersebut akurat, maka setiap transaksi yang dilakukan di perairan NTAA harus dilaporkan dan diketahui oleh pihak bank yang ditunjuk, agar pihak bank nantinya memiliki data akurat dalam membagi hasil yang akan dibagikan pada akhir bulan. Berdasarkan hal tersebut untuk menghindari adanya kekeliruan, nota tagihan dibuat oleh pihak kedua PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana yang Universitas Sumatera Utara kemudian di paraf oleh pihak pertama PT. Pelabuhan Indonesia I Persero yang selanjutnya diteruskan ke pengguna jasa untuk melakukan pembayaran ke rekening bank yang ditunjuk. Berdasarkan hasil wawacara dengan Bapak Fadillah Haryono selaku Legal Staff PMO PT. Pelabuhan Indonesia I Persero. Adapun skema dari kegiatan yang dilakukan di perairan NTAA, adalah : Bagan 2. Skema kegiatan di perairan NTAA Sumber : Hasil wawancara dengan Bapak Fadillah Haryono S.H.,M.H selaku Legal Staff PMO PT.Pelabuhan Indonesia I Persero. Penjelasan skema berdasarkan skema di atas: 1. Pihak Agen Kapal menghubungi salah satu pihak antara PT. Pelabuhan Indonesia I Persero atau PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana. Dalam hal ini agen tersebut akan menghubungi pihak yang telah melakukan penawaran. Dalam tahap ini agen tersebut akan mendaftarkan kapal yang akan menggunakan jasa kepelabuhanan di perairan NTAA dan melakukan pembayaran atas jasa yang akan digunakan nantinya. 2. Kapal yang telah didaftarkan akan berlabuh pada jadwal yang telah di tetapkan. Pada tahap ini, kapal tersebut akan melakukan kegiatan yang telah didaftarkan mulai dari kegiatan pemanduan, penundaan dan kegiatan lain sesuai dengan keperluan dari kapal tersebut. 3. Proses pembayaran akhir merupakan tahap akhir dari kegiatan di perairan NTAA. Walaupun pada saat pendaftaran kapal sudah dilakukan Pendaftaran Pembayaran Awal Pengoperasian Pembayaran Akhir Universitas Sumatera Utara pembayaran, namun pada saat itu belum dapat dipastikan jumlah jasa yang akan digunakan secara pasti, maka dilakukan pembayaran akhir pada saat kapal tersebut sudah siap melakukan kegiatan di perairan NTAA. Adapun pembayaran akhir tersebut dilakukan oleh agen kapal melalui pembayaran ke bank yang telah ditentukan. 68 Bagi kapal-kapal yang tidak mengikuti aturan yang telah ditentukan pada saat pengoperasian dan atau tidak melunasi pembayaran akhir, maka kapal tersebut akan di black list atau dilarang untuk berlabuh di perairan Nipah. 69 B. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Menurut Hukum Para pihak yang sehari-hari mengurus kegiatan dalam penyelenggaraan pelabuhan dapat mencapai suatu prestasi yang terbesar, mereka harus diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan sesuatu tugas tertentu yang telah diberikan. Hal ini berarti dalam membicarakan tugas pihak pelaksana kegiatan penyelenggaraan pelabuhan diperlukan pemahaman tentang tanggung jawabnya. 70 Tanggung jawab sudah menjadi bagian kehidupan dari manusia dimana setiap manusia pasti memiliki tanggung jawab, walaupun tanggung jawab setiap orang berbeda-beda. Tanggung jawab dapat diartikan sebagai perwujudan akan kesadaran tentang kewajibannya dalam berbuat sesuatu. Tanggung jawab berarti kewajiban seorang individu untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang ditugaskan sebaik mungkin, sesuai dengan kemampuannya. Tanggung jawab dapat berlangsung terus atau dapat terhenti apabila telah selesai melaksanakan tugas tertentu. 68 Ibid. 69 Ibid. 70 Elfrida Gultom II, Refungsionalisasi Pengaturan Pelabuhan untuk Meningkatkan Ekonomi Nasional, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 120. Universitas Sumatera Utara Wewenang dan tanggung jawab mempunyai tingkat yang sama. Wewenang seseorang memberikan kekuasaan untuk membuat dan menjalankan keputusan yang telah ditetapkan dan tanggung jawab menimbulkan kewajiban untuk melaksanakan tugas dengan jalan menggunakan wewenang yang ada. 71 Perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage di perairan Nipah antara PT. Pelabuhan Indonesia I Persero dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana merupakan suatu perikatan tanggung renteng di mana segala permasalahan yang timbul ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. Hal ini dikarenakan di dalam pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage PT. Pelabuhan Indonesia I Persero dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana bekerja sebagai satu kesatuan. Bekerja dengan cara saling membantu antara pihak pertama dengan pihak kedua untuk pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage. Namun para pihak yang terlibat dalam perjanjian kerjasama operasi ini dapat bebas dari tanggung jawab apabila terjadi suatu keadaan memaksa atau kahar atau force majeur. Force majeur adalah suatu keadaan di mana seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam keadaan beritikad buruk. Kalau halangan itu sudah bisa diduga atau sepatutnya sudah diperhitungkan oleh debitur, semua itu harus ditanggung oleh debitur. 72 71 Ibid., hlm. 120-121. 72 J. Satrio, Wanprestasi menurut KUH Perdata, Doktrin dan Yurisprudensi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hlm. 102. Universitas Sumatera Utara Adanya peristiwa yang dikategorikan sebagai force majure membawa konsekuensi akibat hukum, sebagai berikut : 1. Kreditur tidak dapat menuntut pemenuhan prestasi; 2. Debitur tidak dapat lagi dinyatakan lalai; 3. Debitur tidak wajib membayar ganti rugi; 4. Risiko tidak beralih kepada debitur; 5. Kreditur tidak dapat menuntut pembatalan dalam perjanjian timbal balik; 6. Perikatan dianggap gugur. 73 Berdasarkan Pasal 16 ayat 1 Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Nomor: B.VIII- 121TPI-US.12 jo. Nomor: 046MDP-Pelindo IPKSXI2012 yang dimaksud dengan keadaan daruratforce majure dalam perjanjian ini adalah : 1. Bencana alam, termasuk tetapi tidak terbatas pada gempa bumi, banjir, tsunami, badai, tornado, kilat, tanah longsor, dan kondisi yang merugikan; 2. Perang, perseteruan apakah dinyatakan atau tidak, serangan oleh suatu negara asing, pemberontakan, revolusi, konflik bersenjata atau tindakan militer, perang saudara, terorisme atau kerusakan pada masyarakat madani dan sabotase; 3. Pemberontakan, pemogokan umum, kerusuhan yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian; 4. Kebakaran yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan perjanjian dan membahayakan jiwa orang banyak ; 5. Kontaminasi, Radioaktif, Radiasi, Ioniasi yang dihasilkan dari sampah B3, pembuangan bahan-bahan B3, ledakan atau peristiwa-peristiwa sejenisnya yang membahayakan harta benda orang lain, massa atau komponen nuklir; 6. Penyakit menular, Kelaparan yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan perjanjian dan membahayakan jiwa orang banyak; 7. Peraturan atau kebijakan pemerintah yang merubah, melarang atau menghapuskan perjanjian ini di mana peristiwa tersebut adalah di luar kemampuan pihak yang terkena untuk mengatasi sehingga mengakibatkan tertundanya dan atau terhambatnya dan atau terhalangnya pihak yang terkena untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban pada waktunya berdasarkan perjanjian ini. 73 Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 272. Universitas Sumatera Utara Pembebasan tanggung jawab karena terjadinya keadaan kahar atau force majeur, tidak akan mengurangi dan atau membebaskan pihak yang terkena keadaan kahar atau force majeur tersebut dari kewajiban-kewajibannya melainkan hanya membebaskan pihak yang terkena keadaan kahar tersebut dari segala sanksi, denda, ataupun ganti rugi yang timbul akibat keadaan kahar tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban dari pihak yang terikat dalam perjanjian. Sesuai dengan yang tertulis dalam Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu, “Bahwa debitur tidak harus mengganti biaya, bunga, kerugian.” Sehingga dalam hal force majeur, para pihak yang terikat dalam perjanjian tidak mempunyai tanggung jawab apapun untuk mengganti kerugian. C. Penyelesaian Sengketa Perjanjian Kerjasama Antara PT. Pelabuhan Indonesia I Persero dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana Sebuah sengketa dapat timbul jika salah satu pihak merasa haknya telah dilanggar oleh pihak lain dan pihak yang dirasa melanggar haknya tidak mau melakukan ganti rugi atau mengakuinya. Secara garis besar terdapat 2 cara penyelesaian sengketa, yaitu : 1. Penyelesaian sengketa non litigasi di luar Peradilan Penyelesaian sengketa di luar peradilan merupakan penyelesaian sengketa yang ditawarkan untuk pertama kalinya. Jalur non litigasi ialah jalur penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh para pihak yang didasarkan pada itikad baik dengan mengenyampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri Pasal 6 angka 1 UU No. 3 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Adapun penyelesaian sengketa non litigasi dapat berupa: Universitas Sumatera Utara a. Mediasi : suatu proses negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak luar yang tidak memihak dan netral yang akan bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu menemukan solusi dalam menyelesaikan sengketa tersebut secara memuaskan bagi kedua belah pihak 74 b. Konsiliasi : penyelesaian sengketa para pihak, melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak. Perbedaannya pada mediasi, mediator berwenang menyarankan jalan keluar atau proposal penyelesaiana sengketa yang bersengkutan, sedangkan pihak konsiliator tidak ada kewenangan untuk itu. 75 c. Negosiasi : sebagai suatu proses tawar meenawar atau pembicaraan untuk mencapai suatu kesepakatan terhadap masalah terjadi diantara para pihak. 76 d. Arbitrase : merupakan suatu badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu. Orang yang ditunjuk dan dipilih oleh para pihak atau oleh Pengadilan Negeri atau lembaga arbitrase untuk menyelesaikan sengketa dinamakan arbiter. Arbiter ini dapat memberikan keputusan yang mengikat para pihak. Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat Pasal 60 UU No.30 Tahun 1999 77 2. Penyelesaian sengketa litigasi melalui jalur Peradilan Apabila salah satu pihak merasa di rugian oleh pihak lain, sedangkan telah dilakukan penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi di luar pengadilan namun tidak menemukan titik damai antara kedua belah pihak, maka salah satu pihak yang merasa dirugikan dapat mengambil langkah pengajuan gugatan ke peradilan. Langkah ini merupakan langkah terakhir yang diambil ketika sebelumnya telah mengadakan negosiasi, mediasi, konsiliasi maupun arbitrase. Dalam hal ini, keputusan hakim adalah keputusan yang sangat mengikat dan 74 Munir Fuady III, Perbuatan Melawan Hukum, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2002, hlm. 47. 75 Sunarto Adiwibowo, Hukum Kontrak Terapeutik di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2009, hlm. 149. 76 Munir Fuady IV, Arbitrase, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 42. 77 Sunarto Adiwibowo, Op.Cit., hlm. 150-152. Universitas Sumatera Utara menentukan kedudukan yang benar dan salah antara pihak yang menggugat dan tergugat. Mengenai penyelesaian sengketa atau perselisihan dalam perjanjian kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Nomor : B.VIII-121TPI-US.12 jo. Nomor : 046MDP-Pelindo IPKSXI2012, Pasal 17 berbunyi : a. Seluruh perselisihan yang timbul karena perjanjian ini seperti keabsahan, interpretasi atau pelaksanaan atau pelanggaran atas setiap ketentuan, akan ditafsirkan dan diinterpretasikan berdasarkan hukum Negara Republik Indonesia; b. Segala perselisihan yang timbul karena perjanjian ini akan diselesaikan para pihak secara musyawarah untuk mufakat dan apabila dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari sejak tanggal di mana gagalnya penyelesaian melalui musyawarah maka masing-masing pihak dapat mengajukan penyelesaian perselisihan secara pasti melalui Pengadilan Negeri Batam; Dengan kata lain, bahwa jika terjadi sengketa atau perselisihan yang sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian kerjasama maka antara PT. Pelabuhan Indonesia I Persero dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana memilih penyelesaian dengan cara, yaitu : 1. Penyelesaian sengketa di Luar Pengadilan Segala perselisihan atau permasalahan akan dibahas secara bersama dengan musyawarah atau dengan diskusi terlebih dahulu melalui arbitrase agar menemukan jalan keluar untuk kemudian mencapai mufakat. 2. Penyelesaian melalui Pengadilan Universitas Sumatera Utara Berdasarkan waktu yang telah diperjanjikan selama 30 tiga puluh hari, apabila para pihak tidak ditemukan persesuaian pendapat atau mufakat atau dengan kata lain, upaya penyelesaian di luar pengadilan tidak berjalan dengan lancar, misalnya ketika salah satu pihak tidak ada yang mau mengakui kesalahan atau kelalaiannya sehingga tidak mau membayar ganti rugi barulah digunakan jalan penyelesaian melalui proses hukum. Di mana para pihak sepakat untuk menyelesaikan permasalahannya dan diteruskan ke pengadilan negeri, dan kedudukan hukum yang telah disepakati oleh para pihak adalah di Pengadilan Negeri Batam. Berdasarkan hasil wawancara penulis, selama berlangsungnya perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah sejauh ini tidak pernah terjadi sengketa di antara para pihak, sebaliknya dalam pelaksanaan kerjasama ini memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak baik bagi PT. Pelabuhan Indonesia I Persero maupun PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana dikarenakan kondisi market atau pasar yang memadai, di samping itu dengan tersedianya pelayanan prima baik dari segi operasi maupun keuangan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I Persero dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana juga turut mendukung kelancaran pelaksanaan perjanjian kerjasama tersebut. 78 78 Wawancara dengan Bapak Fadillah Haryono S.H, M.H selaku Legal Staff PMO PT. Pelabuhan Indonesia I Persero. Universitas Sumatera Utara 74

BAB V PENUTUP

Dokumen yang terkait

Perjanjian Kerjasama Operasi Pengusahaan Air Minum Di Pelabuhan Belawan Antara Pt. Pelindo I Dengan Pt. Metito Indonesia

39 400 94

Pelaksanaan Perjanjian Pinjaman Dana Program Kemitraan Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan Dengan Mitra Binaannya

5 56 146

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

7 132 95

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

0 0 9

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

0 0 1

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

0 0 15

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

0 0 31

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

0 0 4

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

1 7 6

Perjanjian Kerjasama Operasi Pengusahaan Air Minum Di Pelabuhan Belawan Antara Pt. Pelindo I Dengan Pt. Metito Indonesia

0 0 28