1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ribuan tahun yang lalu pelabuhan-pelabuhan yang ada pada awalnya dibangun di sungai-sungai dan perairan pedalaman, kemudian berkembang secara
bertahap, pelabuhan dibangun di tepi laut terbuka seiring dengan perkembangan peradaban manusia.
Wilayah Indonesia sering disebut dengan kepulauan nusantara, dari tiga matra wilayah Indonesia maka wilayah perairan merupakan bahagian yang terluas
dibanding dengan wilayah daratannya. Hal ini membuat sejak zaman nenek moyang bangsa Indonesia dikenal sebagai negara maritim.
1
Peran dan fungsi pelabuhan pada masa tersebut hanya sebagai tempat aktivitas perdagangan sehingga fasilitas dan pengelolaannya belum merupakan
kelembagaan yang dikelola secara terstruktur dan terencana seperti pelabuhan yang ada dewasa ini.
2
Kondisi wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil yang memiliki perairan yang besar jika dibandingkan
dengan daratan merupakan faktor yang menentukan betapa pentingnya peranan jasa transportasi angkutan laut dalam rangka menghubungkan daerah yang secara
geografis terpisah-pisah. Melihat keadaan geografis Indonesia, wajar apabila pembangunan dan
pengaturan transportasi laut perlu mendapat perhatian yang lebih. Sehingga
1
Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hlm. 1.
2
Referensi Kepelabuhanan Seri 4, Perencanaan dan Pembangunan Pelabuhan, Pelabuhan Indonesia, 2000, hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
mampu menggerakkan pembangunan nasional dan pembangunan daerah, dengan meningkatkan perdagangan dan kegiatan pembangunan transportasi laut.
Pelabuhan merupakan pertemuan lalu lintas internasional dan lalu lintas nasional, seperti pelayaran samudera dan pelayaran dalam negeri. Pelabuhan
sebagai prasarana ekonomi merupakan penunjang bagi perkembangan industri perdagangan maupun pelayanan, oleh karena itu pengelolaannya perlu
disesuaikan. Dalam bahasa Indonesia, pelabuhan secara umum dapat didefinisikan
sebagai wilayah perairan yang terlindung, baik secara alamiah maupun secara buatan, yang dapat digunakan untuk tempat berlindung kapal dan melakukan
aktivitas bongkar muat barang, manusia ataupun hewan serta dilengkapi dengan fasilitas terminal yang terdiri dari tambatan, gudang dan tempat penumpukan
lainnya, di mana kapal melakukan transfer muatannya.
3
Mengenai pengusahaan pelabuhan ini dalam PP No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, dinyatakan bahwa masalah kepelabuhanan merupakan
faktor yang tidak terpisahkan dalam sistem ekonomi negara secara keseluruhan, institut kepelabuhanan perlu disesuaikan dengan landasan baru.
4
Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyelanggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi
pelabuhan untuk menunjang kelancaran keamanan dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan atau barang, keselamatan berlayar, serta tempat
perpindahan intra dan atau antarmoda. Bila ditinjau dari jenisnya, jenis pelabuhan sangatlah beragam tergantung
dari sudut pandangnya. Menurut sudut pandang orang awam, dikenal pelabuhan
3
Referensi Kepelabuhanan Seri 5, Sumber Daya Manusia Pelabuhan,Pelabuhan Indonesia, 2000, hlm. 1.
4
Elfrida Gultom I, Refungsionalisasi Pengaturan Pelabuhan untuk Meningkatkan Ekonomi Nasional, Rajawali Pers, Jakarta,2006, hlm. 194.
Universitas Sumatera Utara
laut sea port, pelabuhan udara air port, dan pelabuhan darat dry port yang dibagi berdasarkan jenis moda transportasi utama yang dilayani.
5
Kegiatan usaha yang terdapat di pelabuhan juga beragam seperti usaha bongkar muat, usaha tally mandiri, usaha jasa pengurusan transportasi, usaha depo
peti kemas, usaha angkutan perairan pelabuhan, usaha penyewaan peralatan angkutan laut peralatan jasa terkait dengan angkutan laut, usaha pengelolaan
kapal, usaha perantara jual beli dan atau sewa kapal, usaha keagenan awak kapal, usaha keagenan kapal, dan usaha perawatan dan perbaikan kapal.
Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari
zaman kehidupan manusia yang paling sederhana tradisional sampai kepada taraf kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh kegiatan
pengangkutan. Bahkan salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan
maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan.
6
Selain berbagai usaha tersebut, terdapat kegiatan usaha lain yang dapat menunjang kegiatan di pelabuhan seperti jasa pelayanan alih muat dari kapal ke
kapal Ship to Ship Transfer. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 1999 Tentang Angkutan Di Perairan, Pasal 44 ayat 1
Ship to Ship Transfer adalah kegiatan pemindahan langsung muatan, gas, cair, ataupun padat dari suatu kapal ke kapal lainnya. Kegiatan jasa pelayanan alih
muat dari kapal ke kapal Ship to Ship adalah bagian dari kegiatan bongkar muat barang atau pemindahan suatu barang yang dilakukan dari suatu kapal ke kapal
lain. Kegiatan bongkar muat barang tersebut dilakukan oleh Badan Hukum
5
R.P Suyono, Shipping: Pengangkutan International Ekspor Impor melalui Laut, Seri Bisnis International keenam, Jakarta, 2001, hlm. 1.
6
Hasim Purba, Op.Cit., hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah atau Koperasi, yang didirikan untuk usaha itu.
Di Indonesia, sesuai Pasal 26 UU No. 17 Tahun 2008 jo. PP No. 69 Tahun 2001, untuk pelabuhan umum dianut tiga macam bentuk pengelolaan, yaitu
sebagai berikut: 1. Perpanjangan tangan dari Pemerintah Pusat.
Dalam hal ini, yang dimaksud adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang disebut unit pelaksana teknis atau satuan kerja pelabuhan yang
mengelola pelabuhan-pelabuhan kecil yang tidak komersial, tetapi penting sebagai prasarana transportasi di pulau-pulau dan daerah terpencil. Semua
biaya yang diperlukan dalam menjalankan fungsi pelabuhan tersebut disetorkan ke kas negara.
2. Badan Usaha Milik Negara dengan status Perseroan Terbatas Persero. Badan ini mengelola pelabuhan-pelabuhan besar yang bersifat
komersial dan termasuk sebagian pelabuhan-pelabuhan kecil yang masih mampu membiayai diri sendiri atau yang menerima saham dari perseroan
ini dimiliki oleh negara, namun tidak menutup kemungkinan untuk dimiliki sebagian oleh pihak swasta, baik dengan go public melalui pasar
saham maupun dengan cara penempatan langsung direct placement.
3. Pihak swasta melalui kerjasama dengan pihak BUMN yang bersangkutan. Kerjasama ini dapat diwujudkan dalam bentuk joint venture atau
dimungkinkan juga dalam bentuk perjanjian pemberian konsesi untuk membangun pelabuhan baru.
7
Dengan berlakunya UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang menggantikan UU Nomor 21 Tahun 1992, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
Badan Usaha Milik Negara yang menyelanggarakan pelabuhan tetap menyelanggarakan kegiatan pengusahaan yang disesuaikan dengan ketentuan baru
Undang-Undang tersebut.
7
Syahrial Bosse, Pengelolaan Pelabuhan di Indonesia, Corporate Secretary, Jakarta, 2001, hlm. 32.
Universitas Sumatera Utara
PT. Persero Pelabuhan Indonesia adalah Suatu Badan Usaha Milik Negara BUMN yang diberikan tugas untuk mengoperasikan dan pengelolaan
pelabuhan-pelabuhan yang diusahakan di seluruh Indonesia.
8
Dengan beragamnya kegiatan usaha yang dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia Persero dan juga
mengingat biaya dan kemampuan serta fasilitas untuk mengoperasikan usaha yang beragam tersebut maka PT. Pelabuhan Indonesia Persero membuka peluang
kerja sama dengan pihak swasta untuk mengoperasikan salah satu bentuk usaha yang dimiliki. Salah satunya adalah kerjasama dengan PT. Maxsteer Dyrynusa
Perdana dalam pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage di perairan Nipah.
Ada banyak faktor yang menjadi penyebab terjalinnya perjanjian kerjasama, antara lain karena keterbatasan sarana dan juga prasarana, keterbatasan
skill kemampuan. Ataupun karena tuntutan perkembangan usahanya yang semakin maju. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, berkembanglah apa yang
dinamakan dengan hubungan kerjasama. Kerjasama tersebut lahir karena adanya kepentingan dari masing-masing
pihak yang saling membutuhkan. Dimana PT. Pelabuhan Indonesia I Persero membutuhkan pihak luar untuk membantu dalam pengelolaan dan pengoperasian
pelayanan jasa di bidang Ship Transit Anchorage di perairan Nipah. Sebagai dasar yang mengikat dari hubungan kerjasama tersebut dibutuhkan apa yang disebut
dengan perjanjian kerjasama. Perjanjian kerjasama merupakan suatu perjanjian yang saling mengikatkan diri dalam suatu perjanjian yang merupakan kerangka
8
Hasim Purba, Op.Cit., hlm. 187.
Universitas Sumatera Utara
dasar yang dipakai sebagai bingkai hubungan kerjasama sehingga kepastian hak dan kewajiban para pihak menjadi jelas dan rinci.
Sebagai dasar dari hubungan kerjasama tersebut dibutuhkan apa yang dinamakan dengan perjanjian kerjasama. Perjanjian kerjasama merupakan suatu
kesepakatan bersama antara kedua belah pihak yang merupakan dasar untuk membuat perjanjian pelaksanaan lebih lanjut sesuai dengan kepentingan dan
kebutuhan para pihak sebagaimana yang telah diperjanjikan sebelumnya. Pada dasarnya perjanjian kerjasama ini berawal dari suatu perbedaan atau
ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak yang bersangkutan. Perumusan hubungan kontraktual tersebut pada umumnya senantiasa
diawali dengan proses negosiasi diantara para pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan
sesuatu yang diinginkan melalui proses tawar-menawar.
9
Pada prinsipnya perjanjian kerjasama dibedakan dalam 3 pola yaitu Usaha Bersama Joint Venture, Kerjasama Operasi Joint Operational dan Operasi
Sepihak Single Operational. Hubungan kerjasama antara PT. Pelabuhan Indonesia I Persero dengan
PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana merupakan perjanjian kerjasama dalam bentuk kerjasama operasi atau joint operation dan menganut sistem sharing pendapatan
operasi. PT. Pelabuhan Indonesia I Persero dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana telah mengikatkan diri dalam perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian
Ship Transit Anchorage di perairan Nipah. Perjanjian tersebut telah disepakati oleh kedua belah pihak dan menjadi undang-undang yang berlaku bagi para pihak
9
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2010, hlm.1.
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1338 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dan perjanjian tersebut telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan demikian terlihat jelas bahwa suatu perjanjian diperlukan untuk
menjaga para pihak dalam melaksanakan kegiatan kerjasama dapat terjaga atau adanya suatu kepastian hukum. Untuk menjadikan kegiatan kerjasama aman dan
tentram maka diperlukan suatu perangkat hukum yaitu perjanjian kerjasama.
10
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka sangat menarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang perjanjian, khususnya
perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage antara PT. Pelabuhan Indonesia I Persero dengan PT. Maxsteer Dyrynusa
Perdana, mengenai pelaksanaan perjanjian, dan bagaimana bentuk penyelesaian apabila terjadi sengketa yang akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul :
“Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I Persero
dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana.”
B. Permasalahan