Tatacara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK

PRATAMA MEDAN POLONIA O

L E H

NAMA : NORMAN ERICK TARIGAN NIM : 102600064

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kesempatan dan berkat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.

Adapun penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Diploma pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan judul “Tatacara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia”.

Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis. Ucapan terimakasih disampaikan

kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertai dan memberkati penulis serta telah memberikan hidup yang terbaik kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si. selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(3)

4. Ibu Arlina, SH, M.Hum. selaku Sekretaris Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Indra Efendi Rangkuti, S.Sos. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dan membimbing serta memberikan arahan selama proses penulisan Laporan Tugas Akhir ini.

6. Bapak Ramot Mulia Jekson, S.ST, MA. yang telah memberikan bimbingan selama masa penyelesaian Tugas Akhir ini dan berkenaan sebagai supervisor bagi penulis.

7. Bapak Oding Rifaldi, S.T, M.Ec. selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

8. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Kepada Bang Afrizal Pasaribu, S.Sos. dan Ibu Korbi yang telah membantu segala administrasi penulis selama masa perkuliahan.

9. Penghargaan tertinggi dan tidak ternilai penulis persembahkan kepada orang tua penulis Andreas Tarigan, SE dan Maria Barus yang telah memberikan banyak hal dalam hidup penulis baik dari segi material, moral, motivasi, serta doa dan kasih sayangnya yang tidak henti – hentinya kepada penulis.

10. Kakak dan Abang penulis Nova Lina Tarigan, A.md dan Leonardo Tarigan, SE, Ak. Yang memberikan semangat dan doanya kepada penulis.


(4)

11. Sahabat – sahabat yang selalu ada buat penulis yakni Hot Saputra Sirait, Josua Valentino Simanjuntak, Nova Veronica Rajagukguk, Naomi Sembiring yang selalu memberikan motivasi, hiburan dan doa kepada penulis.

12. Teman – teman seperjuangan Administrasi Perpajakan Stambuk 2010 yakni eko prastiadi, emir nurfajar, reja abdilah, ilham, edok, alex, berman, marisi, devi, boas, candra dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, “Sampai Jumpa di Gerbang Kesuksesan”.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih belum sempurna dan berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini. Kiranya Tugas Ahkir ini dapat bermanfaat dalam prakarya ilmu pendidikan.

Medan, Juli 2013 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PKLM...1

B. Tujuan Dan Manfaat PKLM...4

C. Uraian Teoritis...7

D. Ruang Lingkup PKLM...14

E. Metode PKLM...14

F. Metode Pengumpulan Data...16

G. Sistematika Penulisan PKLM...17

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK/LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A.Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia...20

B. Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia...24

C. Bidang – Bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia...25

D. Tingkat Pendidikan Dan Jumlah Pegawai...29

BAB III GAMBARAN DATA TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) A. Pengertian Pajak...31


(6)

C. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai...33

D. Kelebihan dan Kekurangan Pajak Pertambahan Nilai...36

E. Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai...37

F. Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak Pertambahan Nilai...40

G. Restitusi...43

H. Restitusi Pajak Pertambahan Nilai...44

I. Dasar Hukum Restitusi Pajak Pertambahan Nilai...46

J. Sebab – Sebab Terjadinya Restitusi Pajak Pertambahan Nilai...47

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI A. Prosedur Pelaksanaan Pengajuan Permohonan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai...49

B. Penyebab Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Tidak Diterima/Ditolak...63

C. Hambatan – Hambatan Yang Dihadapai Dalam Pelaksanaan Restitusi Pajak Pertambahan Nilai...64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...71

B. Saran...72

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN – LAMPIRAN


(7)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang masih terus berusaha mengadakan pembangunan disegala bidang dan untuk mewujudkan cita – cita tersebut tidaklah muda, maka pemerintah membutuhkan biaya yang cukup besar untuk pembangunan disegala bidang tersebut. Untuk itulah pemerintah menggali sumber dana dari kekayaan alam dan berbagai potensi lainnya yang dimiliki Indonesia. Hasil dari kekayaan alam dan potensi lainnya itulah yang digunakan untuk membiayai pembangunan.

Untuk mewujudkan pembangunan, dibutuhkan segala potensi yang ada pada suatu bangsa, berupa sumber daya manusia, sumber daya alam, teknologi, manajeme dan finansial untuk melaksanakannya. Salah satu upaya menggerakan sumber daya dari pemerintah itu dapat dilihat dari segi finansialnya, yaitu bagaimana pemerintah dapat mencari sumber-sumber keuangan guna membiayai pelaksanaan roda pemerintahan.

Sumber – sumber pendapatan keuangan dalam rangka menyelenggarakan tugas pemerintah untuk pembangunan diantaranya adalah berasal dari sektor non migas. Sumber pendapatan dari sektor non migas yang menjadi primadona saat ini adalah berasal dari penerimaan pajak. Karena itu dibidang perpajakan sering diadakan pembaharuan sistem perpajakan sehingga kemampuan negara dan


(8)

masyarakat untuk membiayai pembangunan dari sumber – sumber dalam negeri semakin meningkat.

Penerimaan pajak dan pengenaan pajak berhubungan erat dengan mentalitas suatu bangsa, maka usaha untuk meningkatkan penerimaan pajak secarfa drastis tidak dapat dilakukan dalam jangka penek, namun merupakan proses perombakan struktural yang memerlukan waktu yang relatif panjang. Dalam hal penerimaan pajak yang terus menerus meningkat, penerimaan pajak juga dapat berkurang, beberapa diantaranya adalah dikarenakan kesalahan hitung fiscus dan wajib pajak yang dijadikan keberatan dalam hal pembayaran pajak, penyeludupan pajak oleh wajib pajak, dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau yang sering disebut restitusi.

Pengembalian pajak atau restitusi dapat mengakibatkan pengurangan penerimaan pajak, karena itu perlu penindaklajutan prosedur maupun usaha dari Direktur Jenderal Pajak tentang penghitungan ataupun pemberian restisusi secara tepat. Selain itu, Direktur Jenderal Pajak juga perlu menindak wajib pajak (eksportir) yang “nakal”, misalnya melakukan ekpor fiktif dan memanipulasi faktur pajak dengan membawanya ke pengadilan. Di samping itu, Direktur Jenderal Pajak juga diinstruksikan untuk menindak tegas aparat pajak yang “nakal”, yaitu yang mencoba menghambat proses permohonan restitusi para wajib pajak (eksportir).


(9)

Pemberian restitusi sangat berpengaruh terhadap penerimaan pajak, unuk itu sebelum mengeluarkan persetujuan restitusi, pemerintahan perlu melakukan penelitian dan pemeriksaan lebih seksama untuk menghindari kerugian yang lebih besar, karena tidak sedikit wajib pajak yang bermasalah, seperti tidak memenuhi persyaratan, menggunakan data fiktif atau mempunyai tunggakan pajak lain tetapi meminta restitusi.

Dalam rangka untuk mencegah restitusi yang salah maka diperlukan aparatur pajak yang relatif dan bertanggung jawab dalam melaksanakan penatausahaan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Masih banyaknya wajib pajak yang belum mengetahui tata cara mengajukan permohonan restitusi juga menyebabkan terhambatnya kinerja fiskus didalam melaksanakan pemeriksaan karena masih ada wajib pajak yang belum melengkapi persyaratan didalam mengajukan permohonan restitusi serta masih banyaknya permohonan restitusi yang belum diperiksa dan ditanggapi adalah kenyataan yang mengharuskan aparatur pajak dapat lebih meningkatkan pelayanannya. Sehinga bagi wajib pajak yang memang benar membayar pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang supaya diberikan pelayanan yang baik dan tidak menghalangi – halangi atas permohonan restitusi. Oleh karena itu seharusnya aparatur pajak memberikan pelayanan yang baik untuk terciptanya keseimbangan antara hak dan kewajiban wajib pajak serta untuk menjamin ketertiban administrasi, karena


(10)

apabila petugas terlambat dalam mengembalikan kelebihan pajak tersebut maka atas keterlambatan itu diberikan bunga 2% setiap bulannya.

Bertitik tolak dari uraian diatas maka penulis ingin menyajikan mekanisme pelaksanaan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, khususnya pengembalian atas Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar. Atas dasar inilah maka penulisan Laporan Tugas Akhir ini diberi judul “Tatacara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia’’.

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Secara teoritis Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) merupakan kegiatan intrakurikuler yang dilakukan mahasiswa secara mandiri dengan cara praktis dilapangan yang lansung berhubungan dengan teori – teori keahlian yang diterima dari para Dosen Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini adalah :

1.1 Untuk mengetahui tatacara pengembalian restitusi atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih bayar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.


(11)

1.2 Untuk mengetahui hambatan – hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 2.1 Bagi Mahasiswa

a. Memahami Tatacara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diperoleh di bangku perkuliahan.

b. Mengetahui lebih dalam tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

c. Meningkatkan interaksi baik dengan petugas ataupun pegawai pajak maupun dengan Wajib Pajak mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). d. Menambah ilmu dan wawasan dalam hal Pajak Pertambahan Nilai (PPN). e. Sebagai wadah untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja dengan

dibekali keahlian ketrampilan dan pengalaman yang diperoleh sewaktu melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

2.2 Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

a. Sebagai sarana untuk mempererat hubungan yang positif antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dengan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

b. Dengan dilaksanakannya Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini, mahasiswa dituntut memberikan sumbangsihnya baik berupa saran maupun kritikan


(12)

yang bersifat membangun yang menjadi sumber masukan untuk meningkatkan kinerja pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

2.3 Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

a. Meningkatan hubungan kerjasama bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia. b. Membuka interaksi antar mahasiswa, dosen dan instansi pemerintah di

bangku perkulihan.

c. Guna meningkatkan profesionalisme, memperluas wawasan serta menetapkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menerapkan ilmu, khususnya dibidang perpajakan.

d. Membangun image yang baik terhadap sumber daya manusia yang dihasilkan dari lembaga pendidikan nasional, khusunya Universitas Sumatera Utara.

e. Mendapat masukan dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan kurikulum yang berlaku di Program Studi Diploma III Administrasi Peprajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(13)

C. Uraian Teoritis 1. Definisi Pajak

Beberapa definisi pajak menurut para ahli : 1.1 Prof Dr. Rochmat Soemitro S.H

Menurut Prof Dr. Rochmat Soemitro S.H Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan Undang – Undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang lansung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Resmi, 2008 : 1)

1.2 Prof Dr. P. J. A. Adriani

Menurut Prof Dr. P. J. A. Adriani Pajak adalah iuran wajib masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan umum dengan tidak mendapat prestasi kembali yang lansung dapat ditunjukan dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelengarakan pemerintahan. (Waluyo, 2006 : 4)

1.3 Dr. N. J. Feldman

Menurut Dr. N. J. Feldman Pajak adalah prestasi yang dipaksakan oleh sepihak dan terutang kepada pengusaha oleh pihak yang terutang kepada pengusaha (menurut norma – norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontrapertasi dan semata – mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum. (Resmi, 2008 : 2)


(14)

2. Pengertian Wajib Pajak

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Pasal 1 angka 2 UU KUP).

3. Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari Pajak Pertambahan Niali (PPN). Sesuai dengan namanya, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas nilai tambah (added value) yang timbul pada barang atau jasa tertentu yang dikonsumsi, sehingga kekhawatiran timbul efek pengenaan pajak berganda dapat dihindarkan.

4. Karekteristik Pajak Pertambahan Nilai

4.1 Pajak Tidak Lansung

Beban pajak dipikul oleh konsumen ahkir, pengusaha akan menggeser beban pajak kepada Pembeli, sesuai dengan mata rantai produksi dan distribusi hingga ke konsumen akhir melalui pengenaan pajak secara betingkat. Pengusaha menggeser beban pajaknya melalui pengkreditan pajak.


(15)

4.2 Pajak Konsumsi

Pemikul beban pajak berahkir pada konsumen ahkir. 4.3 PPN bersifat Netral

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) didasarkan pada “destination principle” dan hanya dikenakan atas nilai tambahnya saja.

4.4 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipungut di tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi.

4.5 Pajak Objektif

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hanya dikenakan bila terdapat faktor objektif, yaitu : kedaaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenai pajak.

4.6 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan mendahulukan Objek, lalu kemudian mencari Subjeknya.

4.7 Sistem Faktur

Setiap penyerahan Barang Kenak Pajak dan/atau Jasa Kenak Pajak yang dilakukan olehPengusaha Kenak Pajak (PKP) harus dibuatkan Faktur Pajak.

5. Restitusi

Direktorat Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu harus menerbitkan surat keterangan paling lambat 12 (dua belas) bulan


(16)

sejak surat permohonan diterima, kecuali untuk kegiatan tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Dirjen Pajak (Pasal 17B Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan). Apabila setelah lewat jangka waktu 12 bulan Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan dalam jangka waktu 1 bulan setelah 12 bulan tersebut (jangka waktu berahkir ) (Pasal 17B ayat 2).

Pengajuan restitusi dapat dilakukan dengan cara mengisi SPT Lebih Bayar dan memilih kolom atau kotak restitusi (Pasal 17B) atau mengajukan restitusi secara tertulis (setelah menerima SKPLB), KPP akan menerbitkan SPMKP (Surat Perintah Membayar Kelebihan Pembayaran Pajak) dan SKPKPP (Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak ) dalam jangka waktu 1 bulan sejak diterimanya permohonan Wajib Pajak atau sejak diterbitkannya SKPLB berdasarkan Pasal 17B (Bila Wajib Pajak mempunyai utang pajak maka akan dilakukan kompensasi terlebih dahulu.)

Tatacara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak diatur dalam Nomor 72/PMK.03/2010 Tanggal 31 Maret 2010, Nomor Per-63/Pj/2010 Tanggal 22 Desember 2010, Nomor 76/PMK.03/2010 Tanggal 31 Maret, yang mengatur tentang kelebihan pembayaran pajak


(17)

6. Dasar Hukum Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Menurut Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada pasal 9 ayat (4), ayat (4a), ayat (4b), ayat (4c), ayat (4d), dan ayat (4f), pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Pajak masukan yang dikreditkan harus menggunakan faktur pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) Undang – Undang.

Berdasarkan hal tersebut, apabila dalam suatu masa pajak, pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus disetor oleh pengusaha kenak pajak. Apabila dalam suatu masa pajak, pajak masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada pajak keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke masa pajak berikutnya, hal ini yang mendasari restitusi.

Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan wajib pajak tidak punya hutang pajak lain. Ketentuan restitusi diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tatacara Pengembalian Kelebihan PPN.


(18)

7. Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-122/PJ/2006 Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah kelebihan pajak masukan terhadap pajak keluran dalam suatu masa pajak tertentu yang atas kelebihan tersebut diminta kembali (restitusi) sebagimana dimaksud Pasal 9 ayat (4) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Restitusi atau pengembalian kelebihan kelebihan pajak adalah hak bagi Wajib Pajak manakala berdasarkan hasil pemeriksaan pajak terbukti ada kelebihan pembayaran pajak. Keputusan yang menetapkan adanya kelebihan pembayaran pajak adalah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) yang diterbitkan setelah melalui proses pemeriksaan. Pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan Masa adalah wajib dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum atas status pembayaran pajak dari Pengusaha Kena Pajak.

Dalam rangka pengembalian kelebihan pajak Direktorat Jenderal Pajak telah memberikan fasilitas pembayaran pendahuluan kelebihan pajak bagi Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dilaksanakan tanpa melalui proses pemeriksaan. Sehingga dalam rangka pengembalian kelebihan pajak, Pengusaha Kena Pajak dapat dibedakan menjadi :

1. Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang – Undang PPN.


(19)

2. Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 C Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.

3. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.

Terhadap Pengusaha Kena Pajak pada nomor 1, 2 dan 3 pemerintah memberikan fasiltas pengembalian pendahuluan kelebihan pajak tanpa melalui proses pemeriksaan, cukup melalui proses penelitian. Setelah proses penelitian selesai Direktorat Jenderal Pajak akan mengeluarkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak yaitu surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan Pajak untuk Wajib Pajak Tertentu. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010, proses pengembalian kelebihan pajak harus selesai dalam jangka waktu 1 bulan sejak permohonan diterima lengkap.

Kepada Pengusaha Kena Pajak selain termasuk dalam tiga kriteria pertama, pengembalian kelebihan pajak diberikan setelah melalui proses pemeriksaan. Setelah proses pemeriksaan selesai Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Proses pemeriksaan harus sudah selesai dalam jangka waktu paling lambat 12 bulan sejak permohonan diterima.


(20)

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Penulis ingin mengetahui beberapa masalah sebagai berikut :

1. Proses pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2. Tatacara perhitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

3. Masalah – masalah dalam proses pelaksanaan pengembalian kelebihan pembayaran (restitusi) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

4. Jumlah Wajib Pajak yang mengajukan permohonan restitusi dari Tahun 2010 sampai Tahun 2012.

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data sesuai dengan metode yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Tahapan Persiapan

Pada tahapan ini penulis melakukan berbagai persiapan mulai dari pengajuan judul kepada Ketua Program Studi, penentuan judul oleh Ketua Program Studi, pembuatan proposal, pelaksanaan seminar proposal, perbaikan proposal, persetujuan terhadap proposal, penunjukan dosen pembimbing, bimbingan dan konsultasi dengan dosen pembimbing, dan pembuatan surat izin PKLM ke instansi yang dituju.


(21)

2. Studi Literatur

Yaitu kegiatan studi mencari data informasi dengan membaca landasan teori. Buku – buku literatur, peraturan perundang – undangan dibidang perpajakan, majalah, surat kabar, catatan – catatan maupun bahasa tertulis yang ada hubungannya dengan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

3. Observasi Lapangan

Penulis melakukan peninjauan atau pengamatan secara lansung terhadap masalah yang di bahas dan meninjau secara lansung terhadap kondisi pelaksanaan kegiatan untuk mengetahui sistem kerja yang berlaku pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

4. Pengumpulan Data

Pada tahap ini penulis melakukan pengumpulan data yaitu :

a) Data primer yaitu data – data yang diperoleh dari pihak – pihak yang terkait dengan cara melakukan wawancara dengan pegawai yang dianggap mampu memberikan data dan informasi sesuai dengan penulisan laporan tugas akhir.

b) Data sekunder yaitu data – data yang diperoleh dari referensi ilmiah yang mendukung laporan PKLM.


(22)

5. Analisis dan Evaluasi Data

Setelah penulis memperoleh data yang diperlukan. Penulis akan menganalisa dan mengevaluasi data, dan kemudian akan dipresentasikan secara objektif, jelas dan sistematis.

F. Metode Pengumpulan Data

Dalam melakukan Pengumpulan Data digunakan tiga metode yaitu :

1. Metode Wawancara (Interview)

Yaitu dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan yang ditujukan kepada pegawai yang dianggap mampu memberikan data dan informasi tentang Tatacara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

2. Metode Observasi (Observation Guide)

Yaitu kegiatan mengumpulkan dan mencari data dengan cara lansung maupun tidak lansung terjun ke lapangan untuk melakukan peninjauan dengan mengamati, mendengar dan bila perlu membantu mengerjakan tugas yang diberikan oleh pihak instansi dengan mematuhi petunjuk atau arahan terlebih dahulu dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku pada instansi dan tidak boleh melakukan pekerjaan yang menjadi rahasia, memiliki rahasia dan memiliki resiko yang tinggi.


(23)

3. Dokumentasi

Pengumpulan data dengan melakukan studi dokumentasi misalnya dengan mengumpulkan daftar dokumentasi yang diperlukan seperti Peraturan Pemerintah yang berlaku, Undang – Undang Perpajakan, data mengenai kepegawaian dan dokumen – dokumen resmi lainnya mengenai Tatacara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Untuk mempermudah pemahaman dalam pembahasan laporan praktik kerja lapangan mandiri ini, maka penulis membaginya dala lima bab pembahasan yang terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diberikan gambaran mengenai keseluruhan isi laporan ini. Bab ini terdiri dari latar belakang PKLM, tujuan dan manfaat PKLM, Uraian Teoritiss, Ruang Lingkup PKLM, Metode PKLM, Metode Pengumpulan Data dan Sistematika Penulisan Laporan PKLM.


(24)

BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA

Pada bab ini penulis akan menjelaskan sejarah singkat lokasi dimana Praktik Kerja Lapangan Mandiri dilakukan. Dalam hal ini sejarah singkat lokasi yang akan diuraikan penulis adalah KPP Medan Polonia, Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi Pegawai di Instansi tersebut serta gambaran lain jika dibutuhkan.

BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN

MANDIRI

Pada bab ini penulis mencoba menjabarkan mengenai apa itu Pajak Pertambahan Nilai (PPN), subjek dan objek PPN, pajak masukan dan pajak keluaran serta pengertian dari restitusi dan hal – hal lain yang menyangkut proses pengembalian pajak yang lebih bayar.

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI

Dalam bab ini penulis akan menganalisis data yang diperoleh, kemudian mengadakan evaluasi serta memberikan interprestasi untuk menjawab perumusan masalah yang diajukan.


(25)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan kesimpulan dari uraian – uraian dalam bab – bab sebelumnya serta saran – saran dari penulis yang merupakan sumbangan pemikiran yang diharapkan dapat memberikan manfaat pada pihak – pihak yang memerlukan.


(26)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK / LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia

1. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia

Pada Tahun 1976, Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi Pajak. Pada saat itu masih ada dua Kantor Inspeksi Pajak yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Medan Utara.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 276/KMK/01/1989 tanggal 25 Maret 1989 tentang Organisasi dan Tata Usaha Direktorat Jenderal Pajak, maka Kantor Inspeksi Pajak diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak sehingga sejak April 1989 Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara diganti namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara.

Untuk menetapkan pelayanan yang akan diberikan pemerintah kepada masyarakat umum khususnya kepada Wajib Pajak, kemudian pada tanggal 29 Maret 1994 dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 94/KMK/1994 terhitung mulai 1 April 1994 Kantor Pelayanan Pajak Medan diubah menjadi 4 kantor yaitu :


(27)

1) Kantor Pelayan Pajak Medan Barat, Jl Asrama No. 7 Medan

2) Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur, Jl Diponegoro No. 30 Medan 3) Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara, Jl Sukamulia No. 17A Medan 4) Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai, Jl Binjai No. 7 Medan

Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia sendiri berdiri pada awal Tahun 2002 yang merupakan pemisahan dari Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara yang terletak di Jl. Sukamulia Medan.

Pada tanggal 19 Mei 2008 Menteri Keuangan mengeluarkan Keputusan dengan Nomor Kep.95/PJ/2008 tentang Kantor Pelayanan Pajak yang mengubah Kantor Pelayanan Pajak menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri dari :

1) KPP Pratama Binjai 2) KPP Pratama Medan Barat 3) KPP Pratama Medan Belawan 4) KPP Pratama Medan Kota 5) KPP Pratama Medan Petisah 6) KPP Pratama Medan Polonia 7) KPP Pratama Medan Timur 8) KPP Pratama Lubuk Pakam


(28)

Berdasarakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia mencakup wilayah kerja :

1) Kecamatan Medan Maimun 2) Kecamatan Medan Polonia 3) Kecamatan Medan Baru 4) Kecamatan Medan Selayang 5) Kecamatan Medan Tuntungan 6) Kecamatan Medan Johor

2. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia

Struktur organisasi merupakan wadah bagi sekelompok yang bekerja sama dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Struktur organisasi menyediakan pengadaan personil yang memegang jabatan tertentu dimana masing – masing diberi tugas,wewenang,dan tanggungjawab sesuai jabatannya. Hubungan kerja dalam organisasi dituangkan dalam struktur organisasi dimana merupakan gambaran sistematis tentang hubungan kerja dari orang – orang yang menggerakan organisasi dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Struktur organisai diharapkan akan dapat memberikan gambaran tentang pembagian tugas,wewenang,dan tanggungjawab serta hubungan antar bagian


(29)

berdasarkan susunan tingkat hirarki. Struktur organisasi juga diharapkan akan dapat menetapkan sistem hubungan dalam organisasi yang menghasilkan tercapainya komunikasi, koordinasi, dan integrasi secara efisien dan efektif dari segenap kegiatan organisasi baik vertikal maupun horizontal.

Setiap instansi atau perusahaan menggunakan struktur organisasi dalam fungsi dan tugas masing – masing. Sedangkan definisi struktur organisasi itu sendiri adalah kerangka yang menyeluruh menghubungkan suatu organisasi dan menerapkan hubungan yang ditetapkan. KPP Pratama Medan Polonia sendiri menerapkan Struktur Organisasi Lini dan Staf.

KPP Pratama Medan Polonia dipimpin oleh seorang Kepala KPP yang secara operasional bertanggungjawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I.

KPP Pratama Medan Polonia terdiri dari 1 kelompok jabatan fungsional ,1 Sub Bagian Umum,dan 9 seksi yang masing – masing seksi dipimpin Kepala Seksi dan Pelaksana Khusus untuk Seksi Pengawasan dan Konsultasi, selain Kepala Seksi dan Pelaksana, seksi ini juga memiliki Account Representative atau yang biasa disingkat dengan AR.

Adapun struktur organisasi yang berlaku pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dapat dilihat pada bagan berikut (Terlampir).


(30)

B. Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Medan Polonia

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Keuangan, tugas KPP Pratama yang termasuk didalamnya KPP Pratama Medan Polonia yaitu melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib pajak di bidang Pajak Penghasilan (PPH), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak tidak lansung lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugas diatas, KPP Pratama termasuk KPP Pratama Medan Polonia menyelenggarakan fungsi yaitu :

1) Pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan subjek dan objek pajak.

2) Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.

3) Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya.

4) Penyuluhan Perpajakan.

5) Pelaksanaan regristasi Wajib pajak. 6) Pelaksanaan ekstensifikasi.


(31)

8) Pelaksanaan pemeriksaan pajak.

9) Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib pajak. 10)Pelaksanaan konsultasi perpajakan.

11)Pelaksanaan intensifikasi. 12)Pembetulan ketetapan pajak. 13)Pelaksanaan administrasi kantor.

C. Bidang – Bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Medan Polonia

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dipegang oleh seorang Kepala Kantor yang mempunyai tugas mengkoordinasikan penyusunan rencana kerja KPP Pratama, mengkoordinasikan penyusunan rencana penerimaan pajak berdasarkan potensi yang ada dan mengkoordinasikan segala hal yang bersangkutan dengan rencana kerja yang telah ditargetkan oleh Kanwil yang bersangkutan.

Kepala Kantor tersebut membawahi 9 seksi,1 Sub Bagian Umum,dan 1 kelompok jabatan fungsional, yang gambaran tugas dari masing – masing bagian kerja tersebut adalah sebagai berikut :

1) Sub. Bagian Umum yang bertugas :

a. Melakukan urusan tata usaha b. Melakukan urusan kepegawaian c. Melakukan urusan keuangan


(32)

d. Melakukan urusan dan perlengkapan rumah tangga

2) Seksi Pelayanan yang bertugas :

a. Melakukan penetapan dan penertiban produk hukum perpajakan b. Menerima dan meneliti, serta merekam surat permohonan dari

Wajib Pajak dan surat – surat lainnya

c. Melakukan penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuaan Wajib Pajak dan surat lainnya

d. Melakukan penatausahaan pendaftaran, pemindahan data, dan pencabutan identitas Wajib Pajak

e. Melakukan urusan kearsipan Wajib Pajak

3) Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang bertugas :

a. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak

b. Membimbing/menghimbau kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan

c. Melakukan penyusunan profil Wajib Pajak d. Menganalisis kinerja Wajib Pajak

e. Memberikan konsultasi kepada Wajib Pajak tentang ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan

f. Melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi.


(33)

g. Melakukan evaluasi hasil banding

4) Seksi Pengolahan Data dan Informasi yang bertugas :

a. Melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian, informasi perpajakan

b. Perekaman dokumen perpajakan c. Merekam SSP lembar 3

d. Merekam SPT Masa PPN e. Merekam PPh Pasal 21 f. Merekam PPh Pasal 23/26

g. Merekam PPh Final Pasal 4 ayat 2

h. Melakukan urusan tata usaha penerimaan perpajakan i. Memberikan pelayanan dukungan teknis computer j. Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling

5) Seksi Penagihan yang bertugas :

a. Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak b. Penundaan dan angsuran tunggakan pajak c. Penagihan aktif

d. Memberikan usulan penghapusan piutang pajak e. Penyimapanan dokumen – dokumen


(34)

6) Seksi Ekstensifikasi yang bertugas :

a. Melakukan pengamatan potensi perpajakan b. Pendataan objek dan subjek pajak

c. Pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi

7) Seksi Pemeriksaan yang bertugas :

a. Melakukan penyusunan rencana pemeriksaan b. Pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan

c. Penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya

8) Kelompok Jabatan Fungsional yang bertugas :

Kelompok fungsional yang terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara lansung kepada Kepala KPP Pratama Medan Polonia. Dalam melaksanakan tugasnya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan berkoordinasi dengan Seksi Pemeriksaan, sedangkan Pejabat Fungsional Penilai berkoordinasi dengan Seksi Ekstensifikasi.


(35)

D. TINGKAT PENDIDIKAN DAN JUMLAH PEGAWAI

1. Jumlah pegawai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

Adapun jumlah pegawai yang terdapat di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia adalah berjumlah 97 orang yang terdiri dari :

TABEL 1

JUMLAH PEGAWAI KPP PRATAMA MEDAN POLONIA

Kepala Kantor 1 orang

Kepala Seksi 10 orang

Supervisor 2 orang

Account Representative 22 orang

Pemeriksa Pajak 15 orang

Pelaksana 50 orang

Jumlah Keseluruhan Pegawai 100 orang


(36)

2. Penggolongan Pegawai menurut Tingkat Pendidikan

Menurut tingkat pendidikan, pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia digolongkan sebagai berikut.

TABEL 2

TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH PEGAWAI KPP PRATAMA MEDAN POLONIA

Tabel 2 : Data dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, 2013

Tingkat Pendidikan S2 5 orang

Tingkat Pendidikan S1 31 orang

Tingkat Pendidikan D4 1 orang

Tingkat Pendidikan D3 28 orang

Tingkat Pendidikan D1 24 orang

Tingkat Pendidikan SMA 11 orang


(37)

BAB III

GAMBARAN DATA TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) A. Pengertian Pajak

1. Definisi Pajak

Pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP), Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara lansung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.

Beberapa definisi pajak menurut para ahli : 1.1 Prof Dr. Rochmat Soemitro S.H

Menurut Prof Dr. Rochmat Soemitro S.H Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan Undang – Undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang lansung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Resmi, 2008 : 1)

1.2 Prof Dr. P. J. A. Adriani

Menurut Prof Dr. P. J. A. Adriani Pajak adalah iuran wajib masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan umum dengan tidak mendapat


(38)

prestasi kembali yang lansung dapat ditunjukan dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelengarakan pemerintahan. (Waluyo, 2006 : 4)

1.3 Dr. N. J. Feldman

Menurut Dr. N. J. Feldman Pajak adalah prestasi yang dipaksakan oleh sepihak dan terutang kepada pengusaha oleh pihak yang terutang kepada pengusaha (menurut norma – norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontrapertasi dan semata – mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum. (Resmi, 2008 : 2)

2. Pengertian Wajib Pajak

Wajib Pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP), Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.

3. Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditetapkan dengan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1983 berbeda dengan Pajak Penjualan (PPn) yang digantikannya. Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang timbul akibat dipakainya faktor – faktor produksi disetiap


(39)

jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. Sedangkan Pajak Penjualan dikenakan terhadap nilai jual setiap perpindahan / pertukaran barang dan jasa, sehingga menimbulkan adanya pajak berganda. Untuk Barang yang Tergolong Mewah, pajak berganda ini masih diberlakukan dengan adanya Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Baik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) akhirnya dibebankan pada konsumen. Pengusaha Kenak Pajak (PKP) hanya Memungut dan kemudian menyetor ke Kantor Kas Negara.

B. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai

Undang – Undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2009.

C. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai

a. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Lansung.

Pemikul beban pajak dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak pada Kas Negara berada pada pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak adalah pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak. Sedangkan penanggung jawab atas pembayaran pajak pada Kas Negara


(40)

adalah Pengusaha Kena Pajak yang bertindak selaku penjual Barang Kena Pajak atau pengusaha Jasa Kena Pajak.

b. Pajak Objektif.

Yang dimaksud dengan Pajak Objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor objektif, yaitu adanya keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak yang juga disebut dengan nama objek pajak.

c. Multi Stage Tax.

Multi Stage Tax adalah karakteristik Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Setiap penyerahan barang yang menjadi objek Pajak Pertambahan Nilai mulai dari tingkat pabrikan (manufactured) kemudian ditingkat pedagang besar (wholesaler) dalam berbagai bentuk atau nama sampai dengan tingkat pedagang pengecer (retailer) dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. ( Sukardji, 2010 : 5)

d. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Menggunaka Faktur Pajak.

Sebagai konsekuensi penggunaan metode kredit untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang maka pada setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak yang


(41)

bersangkutan diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan pajak.

e. Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri.

Pajak Pertambahan Nilai hanya dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan / atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan dalam Negeri. f. Pajak Pertambahan Nilai Bersifat Netral.

Netralitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dibentuk oleh 2 (dua) fakor, yaitu :

1. PPN dikenakan baik atas konsumsi barang atau jasa.

2. Dalam pemungutannya, PPN menganut prinsip tempat tujuan (destination principle).

Dalam mekanisme pemungutannya, PPN mengenal 2 (dua) prinsip pemungutan, yaitu :

1. Prinsip tempat asal (origin principle).

2. Prinsip tempat tujuan (destination principle). g. Tidak Menimbulkan Dampak Pengenaan Pajak Berganda.


(42)

D. Kelebihan dan Kekurangan Pajak Pertambahan Nilai

Dari beberapa karakteristik Pajak Pertambahan Nilai tersebut diatas, dapat dikemukakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh Pajak Penjualan. Meskipun demikian, sebagai suatu sistem ternyata Pajak Pertambahan Nilai juga tidak bebas sama sekali dari beberapa kekurangan.

a. Beberapa kelebihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah sebagai berikut :

1. Mencegah terjadinya pajak berganda.

2. Netral dalam perdagangan dalam dan luar Negeri.

3. Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan barang model dapat diperoleh kembali pada bulan perolehan sesuai dengan tipe konsumsi dan metode pengurangan tidak lansung. Dengan demikian dapat membantu likuiditas perusahaan.

4. Ditinjau dari sumber pendapatan negara, Pajak Pertambahan Nilai mendapat predikat sebagai “Money Changer” karena konsumen selaku pemikul beban pajak tidak merasa dibebani oleh pajak tersebut sehingga memudahkan fiscus untuk memungutnya.


(43)

b. Beberapa kelemahan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah sebagai berikut :

1. Biaya administrasi relatif tinggi bila dibandingkan dengan Pajak Tidak Lansung lainnya, baik dipihak administrasi pajak maupun dipihak Wajib Pajak.

2. Menimbulkan dampak regresif, yaitu semakin tinggi tingkat kemampuan konsumen, semakin ringan beban pajak yang dipikul, dan sebaliknya semakin rendah tingkat kemampuan konsumen, semakin berat beban pajak yang dipikul.

3. PPN sangat rawan dalam upaya penyeludupan pajak.

4. PPN menuntut tingkat pengawasan yang lebih cermat oleh administrasi pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. (Untung sukardji, 2009 : 27)

E. Subjek Dan Objek Pajak Pertambahan Nilai 1. Subjek Pajak Pertambahan Nilai

Dalam buku “Perpajakan Indonesiasecara garis besar Subjek Pajak adalah pihak – pihak (orang atau badan) yang menerima penghasilan dari suatu atau lebih pemberi kerja. (Waluyo, 2006:57-68)

Yang menjadi subjek pajak pertambahan nilai adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya


(44)

menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usah jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

2. Objek Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :

1. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak.

Penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :

a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kenak Pajak b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak

Tidak Berwujud

c. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean

d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya 2. Impor Barang Kena Pajak

a. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. b. Tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha

atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenai pajak.

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak


(45)

Dengan syarat – syarat sebagai berikut :

a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak. b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean.

c. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

Untuk dapat memberikan perlakuan yang sama dengan impor Barang Kena Pajak

5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean dikenai Pajak Pertambahan Nilai. 6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak. 7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud / Barang Kena Pajak Tidak Berwujud hanya Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

8. Eskpor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Termasuk dalam pengertian ekspor Jasa Kena Pajak adalah penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang


(46)

Kena Pajak Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean.

9. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.

10.Penyerahan Barang Kena Pajak berupah aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak.

F. Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang, diperlukan adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pajak yang terutang dihitung dengan cara “mengalikan tarif pajak dengan DPP”.

Berdasarkan Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 2000 merumuskan bahwa : “ Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang “

Selanjutnya yang dimaksud dengan harga jual, penggantian, nilai ekspor, dan nilai impor adalah sebagai berikut :


(47)

a. Harga Jual

Harga Jual ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang – Undang Pajak Pertambahan Nila (PPN) dan Undang - Undang Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.

Apabila PKP, selain menerbitkan faktur pajak juga menerbitkan faktur penjualan, maka potongan harga yang tercantum dalam faktur pajak tersebut juga tercantum dalam faktur penjualan. Tidak termasuk dalam pengertian potongan harga adalah bonus, premi, komisi, atau balas jasa lainnya, yang diberikan dalam rangka menjualkan BKP.

b. Penggantian

Penggantian ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena menyerahkan JKP, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang – Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.

c. Nilai Ekspor

Nilai Ekspor ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).


(48)

d. Nilai Impor

Nilai Impor ialah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambha pungutan laiinnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang – undangan pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Undang – Undang Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diatur dalam pasal 7 ayat (1) Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1984 diubah dengan Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2009 sebagai penyesuaian dengan perluasan objek PPN yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) sehingga menjadi sebagai berikut :

1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (Sepuluh persen)

2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas :

a. Ekspor BKP Berwujud b. Ekspor BKP Tidak Berwujud c. Ekspor JKP

Adapun Pasal 7 ayat (2) tetap menentukan bahwa dengan Peraturan Pemerintah tarif PPN tersebut dapat dinaikan paling tinggi 15% ( lima belas persen) atau diturunkan paling rendah 5% ( lima persen ).


(49)

G. Restitusi

Direktorat Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu harus menerbitkan surat keterangan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima, kecuali untuk kegiatan tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Dirjen Pajak (Pasal 17B Undang - Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan). Apabila setelah lewat jangka waktu 12 bulan Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan dalam jangka waktu 1 bulan setelah 12 bulan tersebut (jangka waktu berakhir ) (Pasal 17B ayat 2).

Pengajuan restitusi dapat dilakukan dengan cara mengisi SPT Lebih Bayar dan memilih kolom atau kotak restitusi (Pasal 17B) atau mengajukan restitusi secara tertulis (setelah menerima SKPLB), KPP akan menerbitkan SPMKP (Surat Perintah Membayar Kelebihan Pembayaran Pajak) dan SKPKPP (Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak ) dalam jangka waktu 1 bulan sejak diterimanya permohonan Wajib Pajak atau sejak diterbitkannya SKPLB berdasarkan Pasal 17B (Bila Wajib Pajak mempunyai utang pajak maka akan dilakukan kompensasi terlebih dahulu.)

Tatacara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak diatur dalam Nomor 72/PMK.03/2010 Tanggal 31 Maret 2010, Nomor


(50)

Per-63/Pj/2010 Tanggal 22 Desember 2010, Nomor 76/PMK.03/2010 Tanggal 31 Maret, yang mengatur tentang kelebihan pembayaran pajak.

H. Restitusi Pajak Pertambahan Nilai.

Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-122/PJ/2006 Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah kelebihan pajak masukan terhadap pajak keluran dalam suatu masa pajak tertentu yang atas kelebihan tersebut diminta kembali (restitusi) sebagimana dimaksud Pasal 9 ayat (4) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Restitusi atau pengembalian kelebihan kelebihan pajak adalah hak bagi Wajib Pajak manakala berdasarkan hasil pemeriksaan pajak terbukti ada kelebihan pembayaran pajak. Keputusan yang menetapkan adanya kelebihan pembayaran pajak adalah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) yang diterbitkan setelah melalui proses pemeriksaan. Pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan Masa adalah wajib dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum atas status pembayaran pajak dari Pengusaha Kena Pajak.

Dalam rangka pengembalian kelebihan pajak Direktorat Jenderal Pajak telah memberikan fasilitas pembayaran pendahuluan kelebihan pajak bagi Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dilaksanakan tanpa melalui proses pemeriksaan. Sehingga dalam rangka pengembalian kelebihan pajak, Pengusaha Kena Pajak dapat dibedakan menjadi :


(51)

4. Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

5. Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 C Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP). 6. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17D Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP).

Terhadap Pengusaha Kena Pajak pada nomor 1, 2 dan 3 pemerintah memberikan fasiltas pengembalian pendahuluan kelebihan pajak tanpa melalui proses pemeriksaan, cukup melalui proses penelitian. Setelah proses penelitian selesai Direktorat Jenderal Pajak akan mengeluarkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak yaitu surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan Pajak untuk Wajib Pajak Tertentu. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010, proses pengembalian kelebihan pajak harus selesai dalam jangka waktu 1 bulan sejak permohonan diterima lengkap.

Kepada Pengusaha Kena Pajak selain termasuk dalam tiga kriteria pertama, pengembalian kelebihan pajak diberikan setelah melalui proses pemeriksaan. Setelah proses pemeriksaan selesai Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Proses pemeriksaan harus sudah selesai dalam jangka waktu paling lambat 12 bulan sejak permohonan diterima.


(52)

I. Dasar Hukum Restitusi Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada pasal 9 ayat (4), ayat (4a), ayat (4b), ayat (4c), ayat (4d), dan ayat (4f), pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Pajak masukan yang dikreditkan harus menggunakan faktur pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) Undang – Undang.

Berdasarkan hal tersebut, apabila dalam suatu masa pajak, pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus disetor oleh pengusaha kenak pajak. Apabila dalam suatu masa pajak, pajak masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada pajak keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke masa pajak berikutnya, hal ini yang mendasari restitusi.

Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan wajib pajak tidak punya hutang pajak lain. Ketentuan restitusi diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tatacara Pengembalian Kelebihan PPN.


(53)

J. Sebab – Sebab Terjadinya Restitusi Pajak Pertambahan Nilai

Adapun yang menjadi sebab – sebab terjadinya restitusi PPN adalah sebagia berikut :

1. Jumlah Pajak Masukan yang dibayar lebih besar daripada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak yang disebabkan oleh :

a. Pembelian barang modal dan bahan baku atau bahan pembantu yang dilakukan sebelum usaha dimulai atau pada awal usaha dimulai atau dalam Tahun berjalan.

b. Pengusaha Kena Pajak melakukan kegiatan ekspor Barang Kena Pajak yang Pajak Keluaran dikenakan tarif PPN sebesar 0% (nol persen)

c. Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

d. Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Jasa Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan proyek milik pemerintah yang dananya berasal dari hibah atau bantuan luar negri.

2. Disamping itu kemungkinan terjadi kelebihan pembayaran pajak bukan disebabkan adanya selisih lebih pajak masukan dibandingkan dengan pajak keluaran, melainkan semata – mata disebabkan oleh


(54)

kekeliruan pemungutan pajak yang dilakukan oleh PKP. Peristiwa ini dinamkan kelebihan pembayaran pajak disebabkan oleh pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.


(55)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI

A. Prosedur Pelaksanaan Pengajuan Permohonan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Mulai 16 Desember 2008, mekanisme penyelesaian permohonan restitusi PPN atau PPN dan PPnBM yang diajukan oleh PKP atau diterima oleh KPP Pratama pada atau sesudah 16 Desember 2008 dilakukan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008 tanggal 16 Desember 2008 sebagai berikut :

A. Permohonan restitusi dapat diajukan kepada Kepala KPP Pratama pada setiap akhir Masa Pajak dengan cara mengisi kolom yang

tersedia pada formulir SPT Masa PPN atau dengan surat tersendiri dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Satu surat permohonan untuk satu Masa Pajak. 2) Kelengkapan surat permohonan restitusi :

a. Faktur Pajak dan/atau dokumen tertentu yang diperlukan sebagai Faktur Pajak, kecuali bagi PKP tertentu.

b. Kelengkapan dokumen dapat diajukan bersamaan dengan surat permohonan atau diusulkan paling lambat satu bulan sejak surat permohonan diterima oleh Kepala KPP Pratama.


(56)

c. Dalam hal diusulkan Kepala KPP Pratama dapat menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan pengembalian kepada PKP yang bersangkutan dengan memperhatikan jangka waktu melengkapi kelengkapan permohoan tersebut. d. Apabila sampai batas waktu yang ditentukan tersebut ternyata

PKP belum melengkapi surat permohonan, maka surat permohonan restitusi diproses sebatas kelengkapan dokumen yang sudah diterima di KPP Pratama.

Setelah melakukan pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak (dalam hal ini Kepala KPP Pratama) wajib menerbitkan surat ketetapan pajak dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima. Dalam hal jangka waktu ini telah terlampaui ternyata tidak ada surat ketetapan pajak yang diterbitkan, berarti permohonan PKP dikabulkan, maka dalam waktu 1 (satu) bulan setelah jangka waktu ini terlampaui, Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

B. Dalam hal yang mengajukan permohonan adalah PKP Tertentu, maka berlaku mekanisme sabagai berikut :

1) PKP Tertentu yang mengajukan permohonan restitusi tidak diwajibkan melengkapi surat permohonannya dengan kelengkapan surat permohonan pengembalian berupa Faktur Pajak dan dokumen yang diperlukan sebagai Faktur Pajak.


(57)

2) Setelah melakukan penelitian atas permohonan restitusi yang diajukan oleh PKP tertentu, harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP), satu bulan sejak surat permohonan diterima. Apabila setelah lewat jangka waktu dimaksud, Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan SKPPKP, berarti permohonan PKP Tertentu ini dikabulkan, maka dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak jangka waktu terlampaui, wajib menerbitkan SKPPKP.

3) Dalam hal permohonan restitusi diajukan oleh PKP Tertentu meliputi Masa Pajak sebelum PKP menjadi PKP Tertentu, pemeriksaan wajib dilakukan terhadap SPT Masa PPN yang menyatakan kelebihan pembayarannya dikompensasi, dan PKP Tertentu ini wajib melengkapi Faktur Pajak yang terkait. 4) Setelah menerbitkan SKPPKP, Direktur Jenderal Pajak dapat

melakukan pemeriksaan yang meliputi semua jenis pajak. Apabila dari hasil pemeriksaan ini menghasilkan SKPKB, PKP Tertentu wajib membayar jumlah kekurangan pajak ditambah sanksi kenaikan sebesar 100% dari pajak yang kurang dibayar.


(58)

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 17 C Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebelum 1 Januari 2008 yang memberikan kemudahan di bidang penyelesaian permohonan restitusi kepada Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu, telah dijabarkan dalam :

1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 jo. Nomor 235/KM 04/2003 tanggal 3 Juni 2003.

2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-550/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000.

Sebagai petunjuk pelaksanaannya telah diterbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.33/2001 tanggal 25 Januari 2001.

Wajib Pajak (PKP) yang memenuhi syarat Kriteria Tertentu berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000 jo Nomor 235/KMK.03/2003 sehingga berhak memperoleh Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP).

Sebagaimana diketahui pada tanggal 1 Januari 2008 mulai berlaku perubahan Ketiga Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan yang dilakukan dengan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007. Pasal 17 C Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan menglami perubahan sehingga menjadi sebagai berikut :


(59)

1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertmbahan Nilai. 2) Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan.

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengansur atau menunda pembayaran pajak.

c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau Lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengucualian selama 3 (tiga) tahun berturut – turut.

d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. 3) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

4) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sebagimana dimaksud pada ayat (1), dan menerbitkan surat


(60)

ketetapan pajak, setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.

5) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.

6) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, apabila :

a. Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

b. Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 2 (dua) Masa Pajak berturut – turut.

c. Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 3 (tiga) Masa Pajak dalam 1 (satu) tahun kalender

d. Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahun Tahunan.

7) Tatacara penetapan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Sebagai pelaksanaan Pasal 17 C ayat (7) Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan tersebut, pada tanggal 28 Desember 2007


(61)

ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang, Tatacara Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2008. Sebagai tindak lanjut pada tanggal 18 Januari 2008 ditetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ./2008 mulai berlaku tanggal 1 Januari 2008. Adapun petunjuk pelaksanaanya disampaikan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-2/PJ./2008 tanggal 18 Januari 2008.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan kriteria Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang untuk selanjutnya disebut “Wajib Pajak Patuh” adalah Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Menyampaikan SPT tepat waktu.

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau Lembaga Pengawasan Keuangan Pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut – turut.

d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.


(62)

Dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2008 ditentukan bahwa paling lambat tanggal 20 Januari tahun berikutnya Direktur Jenderal Pajak menetapkan “Penetapan Wajib Pajak Patuh” setelah dilakukan penelitian terhadap pemenuhan persyartan dimaksud, yang berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun kalender.

Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-2/PJ./2008 tanggal 18 Januari 2008 tersebut ditegaskan bahwa untuk pertama kali penetapan Wajib Pajak Patuh dilakukan paling lambat tanggal 31 Januari 2008. Kemudian berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ./2008 ditentukan bahwa penetapan Wajib Pajak Patuh dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak.

Baik dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 maupun Pasal 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ./2008 ditetapkan bahwa terhadap Wajib Pajak Patuh yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, dilakukan penelitian atas berikut :

a. Kelengkapan Surat Pemberitahuan dan kelengkapannya. b. Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak.

c. Kebenaran Kredit Pajak atau Pajak Masukan berdasarkan hasil konfirmasi dalam sistem aplikasi Direktorat Jenderal Pajak atau konfirmasi dengan menggunakan surat.


(63)

d. Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak.

e. Kebenaran alamat yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan tersebut atau dalam surat pemberitahuaan perubahan alamat.

Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut ditentukan lebih lanjut sebagai berikut :

a. Setelah dilakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak Patuh, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan setelah permohonan diterima 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.

b. Apabila setelah jangka waktu tersebut, surat keputusan belum diterbitkan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah jangka waktu tersebut berakhir.

c. Dalam hal Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak dapat diterbitkan kepada Wajib Pajak diberitahukan secara tertulis.


(64)

Dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 ditetapkan bahwa meskipun sejak 1 Januari 2008 telah dicabut kekuatan berlaku Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/.2003, “Penetapan Wajib Pajak Patuh” berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ini masih berlaku sesuai dengan jangka waktu penetapan paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2008.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehubungan dengan pelaksanaan kebijaksanaan – kebijaksanaan baru dibidang PPN, pelayanan pemberian restitusi perlu dipercepat. Namun demikian, peningkat pelayanan tersebut hendaknya jangan meninggalkan kewaspadaan untuk mengamankan pemberian restitusi. Sehubungan dengan itu konfirmasi atas faktur pajak masukan yang diminta kembali dianggap perlu dilakukan. Konfirmasi tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan kepastian bahwa Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan faktur pajak yang bersangkutan benar – benar ada dan telah dikukuhkan serta telah mempertanggungjawabkan PPN yang tercantum dalam faktur pajak tersebut sebagai pajak keluaran.

Hendaknya diteliti dalam administrasi/berkas Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan mengenai kapan pengukuhan dilakukan, apa jenis usahanya, bagaimana kepatuhan Pengusaha Kena Pajak tersebut, sehingga dapat menjadi


(65)

bahan pertimbangan dalam menyelesaikan permohonana restitusi tersebut. Dalam hal Ekspor Barang Kena Pajak, yang perlu dibuktikan oleh Pengusaha Kena Pajak adalah bahwa Barang Kena Pajak yang bersangkutan memang untuk diekspor baik seluruhnya maupun sebagian atau PKP tersebut tergolong pada eksportir baik eksportir pabrikan maupun untuk bukti barang yang telah diekspor yang diperlukan adalah PEB yang telah ada “fiat muat” serta B/L yang bersangkutan. Dalam hal restitusi diminta oleh Pengusaha Kena Pajak masih dalam tahap awal usaha, hendaknya diperhatikan apakah Pengusaha Kena Pajak tersebut benar – benar ada dan telah menjalankan usahanya.

Dalam hal restitusi atas pajak masukan dari bahan baku, bahan pembantu atau barang dagangan, hendaknya diperhatikan apakah jumlah pajak masukan yang diperhitungkan cukup wajar dibandingkan dengan rata – rata pajak keluaran dari masa – masa pajak sebelumnya. Apabila menurut hasil penelitian dan analisa diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada yang perlu diragukan dari permintaan restitusi yang bersangkutan, restitusi dapat diberikan setelah melakukan konfirmasi seperlunya yang menurut keyakinan perlu dilakukan konfirmasi.


(66)

TABEL III

Jumlah PKP yang Mengajukan Restitusi PPN Pada KPP Pratama Medan Polonia Periode Januari – Desember 2010, 2011, dan 2012

BULAN

TAHUN 2010

TAHUN 2011

TAHUN 2012

Januari 5 6 8

Februari 3 3 3

Maret - 5 5

April 1 3 11

Mei 5 - 9

Juni 3 6 6

Juli 5 11 2

Agustus 4 9 -

September 3 3 1

Oktober 1 2 5

November 2 1 2

Desember 1 2 3

Total 33 PKP 51 PKP 56 PKP


(67)

TABEL IV

Jumlah Restitusi PPN yang diterima Pada KPP Pratama Medan Polonia Periode Januari – Desember 2010, 2011, dan 2012

BULAN

TAHUN 2010

TAHUN 2011

TAHUN 2012

Januari 5 6 8

Februari 3 3 3

Maret - 5 5

April 1 3 11

Mei 4 - 8

Juni 3 6 6

Juli 4 11 2

Agustus 4 9 -

September 3 3 1

Oktober 1 2 5

November 2 1 2

Desember 1 2 3

Total 31 PKP 51 PKP 55 PKP


(68)

TABEL V

Jumlah Restitusi PPN yang ditolak Pada KPP Pratama Medan Polonia Periode Januari – Desember 2010, 2011, dan 2012

BULAN

TAHUN 2010

TAHUN 2011

TAHUN 2012

Januari - - -

Februari - - -

Maret - - -

April - - -

Mei 1 - 1

Juni - - -

Juli 1 - -

Agustus - - -

September - - -

Oktober - - -

November - - -

Desember - - -

Total 2 PKP 0 PKP 1 PKP


(69)

B. Penyebab Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Tidak Diterima/Ditolak.

1. Wajib Pajak (WP) dalam hal ini Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak melihat keterkaitan lansung dokumen lain dengan proses restitusi PPN. 2. Petugas Pajak sering menjumpai dokumen – dokumen Wajib Pajak (WP)

tidak lengkap atau tidak sesuai dengan standar Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai dalam mengajukan restitusi Pajak Pertambahan Nilai. 3. Berdasarkan hasil penelitian oleh KPP Pratama diterbitkannya Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) sehingga Wajib Pajak (WP) harus membayar jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.

4. Terhadap Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) tidak diterbitkan apabila :

a. Hasil penelitian menyatakan Pengusaha Kena Pajak tidak memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

b. Hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar. c. Lampiran Surat Pemberitahuan tidak lengkap.


(70)

5. Kesalahan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam menyampaikan permohonan pengembalian kepada Kepala KPP Pratama di tempat Pengusaha Kena Pajak (PKP) dikukuhkan.

6. Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak melengkapi seluruh bukti – bukti atau dokumen – dokumen yang dipersyaratkan dalam permohonan pengembalian dalam jangka waktu satu (1) bulan sejak saat permohonan diterima.

C. Hambatan – hambatan Yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Dalam pelaksanaan tata usaha restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Petugas sering mengalami hambatan – hambatan. Hambatan – hambtan yang timbul dalam pelaksanaan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tersebut adalah sebagai berikut :

1. Data (dokumen) yang seharusnya dilampirkan tidak lengkap, ini dapat terjadi dikarenakan Wajib Pajak lupa untuk melampirkannya.

2. Sistem konfirmasi dengan PM – PK sering tidak lancar, misalnya komputer hang, atau komputer tidak dapat digunakan karena hal – hal tertentu seperti rusaknya komputer.

3. Jawaban klarifikasi dari KPP PKP penjual sering dari 1 (satu) bulan. 4. Wajib Pajak tidak segera merespon peminjaman dokumen.


(71)

5. Faktur Pajak Keluaran mengalami cacat atau tidak sesuai dengan ketentuan, misalnya terdapat perbedaaan antara faktur pajak keluaran yang dilaporkan oleh PKP penjual dengan faktur pajak masukan yang dilaporkan oleh PKP pembeli.

6. PKP cenderung tidak memberikan keterangan data yang dibutuhkan oleh KPP, menyembunyikan data yang diperlukan KPP, dan memberikan data fiktif pada saat dilakukan pemeriksaan.

Adapun pembahasan dari hambatan – hambatan yang dihadapi oleh Petugas pajak tersebut adalah sebagai berikut :

1. Dalam hal pengajuan permohonan restitusi, Wajib Pajak harus memberikan data – data yang lengkap kepada KPP. Karena data – data Wajib Pajak tersebut merupakan salah satu unsur yang dapat digunakan Petugas KPP dalam melakukan pemeriksaan sehubungan dengan pemberian restitusi yang diminta oleh Wajib Pajak. Akan tetapi data – data Wajib Pajak yang diperlukan KPP pada saat Wajib Pajak mengajukan permohonan restitusi sering tidak lengkap. Sehubungan dengan tidak lengkapnya data yang dimiliki oleh Wajib Pajak tersebut, maka Petugas pajak perlu segera memeriksa SPT Wajib Pajak yang bersangkutan. Dengan Pemeriksaan yang dilakukan oleh Petugas, maka petugas dapat menemukan data – data Wajib Pajak yang kurang atau tidak lengkap. Setelah Petugas menemukan data – data Wajib Pajak


(72)

yang tidak lengkap, Petugas akan segera memberitahukan kepada Wajib Pajak yang bersangkutan, agar Wajib Pajak dapat segera memperbaiki atau melengkapi data – data yang diperlukan KPP sehubungan dengan permohonan restitusi. Tetapi apabila Wajib Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan tidak juga melengkapi atau memperbaiki data – datanya, maka pihak KPP dapat menolak atau tidak mengabulkan permohonan restitusi Wajib Pajak tersebut.

2. Dalam sistem konfirmasi dengan PM – PK komputer menjadi alat yang paling penting. Semua data Wajib Pajak sehubungan dengan kewajiban perpajakan yang sudah dipenuhinya ada pada komputer KPP. Tetapi komputer yang sangat dibutuhkan dan merupakan alat yang mendukung dalam konfirmasi sering mengalami gangguan, seperti hang dan bahkan tidak dapat digunakan karena mengalami kerusakan. Hal seperti ini dapat memperlambat kerja KPP dalam melakukan konfirmasi, sehingga pemberian restitusi akan terlambat. Apabila kejadian seperti ini terus menerus terjadi, maka pelayanan KPP dapat dikatakan sangat kurang. Untuk mengatasi masalah seperti ini, maka KPP perlu menunjuk seorang teknisi yang benar – benar ahli dalam hal komputerisasi, dan mempunyai tanggungjawab yang besar sehubungan dengan pekerjaannya. Selain itu petugas juga sebaiknya berhati – hati dalam menggunakan komputer tersebut, agar dapat mencegah kerusakan.


(73)

3. Klarifikasi dari KPP tempat PKP penjual sangat diperlukan dalam hal pemberian restitusi. Klarifikasi dilakukan apabila daftar PK – PM tidak sesuai dan/atau tidak ada data pembanding. Akan tetapi jawaban klarifikasi dari KPP tempat PKP penjual sering diterima labih dari 1 (satu) bulan. Dalam hal ini keterlambatan pemberian jawaban klarifikasi dapat sisebabkan oleh beberapa hal, seperti rusaknya sistem komputer pada KPP tempat PKP penjual ataupun banyaknya pekerjaan yang harus ditangani oleh KPP tempat PKP penjual. Apabila petugas KPP tempat PKP penjual memiliki banyak pekerjaan tidak mungkin Petugas Pajak tersebut lebih memprioritaskan untuk melakukan klarifikasi daripada menyelesaikan pekerjaannya. Dengan demikian Petugas KPP tempat PKP penjual sering menunda dalam melakukan klarifikasi yang diminta, sehingga jawaban klarifikasipun sering terlambat dikirim. Untuk mengatasi masalah ini, KPP dapat mengambil tindakan dengan menunjuk salah seorang Petugas atau lebih untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan pemberian jawaban klarifikasi tersebut. Dengan adanya petugas khusus untuk melakukan klarifikasi, maka pemberian jawaban klarifikasi dapat dilakukan dengan cepat, tidak melebihi 1 (satu) bulan, tanpa melalaikan tugas – tugas lain yang berkenaan dengan KPP tersebut.


(1)

5. Faktur Pajak merupakan salah satu lampiran yang disertakan pada saat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN. Faktur Pajak masukan dan Faktur Pajak keluaran yang berkaitan dengan kelebihan pembayaran PPN yang dimintakan pengembalian harus dilampirkan pada saat pengajuan permintaan pengembalian pembayaran PPN. Petugas sering menemukan adanya ketidaksesuaian Faktur Pajak keluaran yang dilaporkan oleh PKP penjual dengan Faktur Pajak masukan yang dilaporkan oleh PKP pembeli. Kejadian sperti ini dapat mengakibtakan Faktur Pajak tidak dapat diperhitungkan sebagai pajak masukan yang dapat dikreditkan. Apabila terjadi demikian, diharapkan Petugas segera melakukan koreksi terhadap faktur pajak tersebut.

6. Sebelum memberikan restitusi, KPP terlebih dahulu harus melakukan pemeriksaan terhadap PKP yang bersangkutan. Pada saat KPP melakukan pemeriksaan terhadap PKP, sehubungan dengan permohonan restitusinya, PKP cenderung tidak memberikan data yang dibutuhkan KPP, dan juga memberikan data fiktif. Keterangan dan data – data dari PKP sangat dibutuhkan KPP dalam hal pemberian restitusi, karena keterangan dan data – data yang ditemukan dari PKP merupakan salah satu pegangan bagi KPP sehingga KPP dapat menganalisa apakah permohonan restitusi PKP tersebut dapat dikabulkan atau ditolak. Akan


(2)

KPP, dan bahkan menyembunyikan data yang diperlukan KPP, atau memberikan data fiktif kepada KPP, maka sebaiknya KPP mengambil 7. tindakan tegas, atau KPP dapat menerapkan pemberian sanksi secara


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian bab yang ada maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah proses pembayaran kembali pajak karena adanya kelebihan pembayaran pajak setelah diperhitungkan dengan hutang pajak lainnya. Kelebihan pembayaran pajak ini terjadi karena jumlah Pajak Masukan yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) lebih besar dari pada Pajak Keluarannya, setelah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan.

Pengajuan permohonan Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak dengan cara mengisi kolom yang tersedia dalam Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ataupun dengan surat tersendiri dan disertai dokumen (lampiran) yang terkait dengan Restitusi kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.

2. Mekanisme dan tatacara pengkreditan Pajak Masukan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan besarnya Pajak


(4)

ini dapat diketahui apakah Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar atau kurang bayar. Apabila pajak lebih bayar dapat dikompensasikan atau direstitusi,dan apabila pajak kurang bayar harus segera disetor oleh Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak pada Kas Negara.

Pemberian Restitusi sering terlambat dilakukan, ini diakibatkan oleh beberapa hal, seperti Wajib Pajak tidak segera melakukan apa yang disarankan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama, dokumen (lampiran) permohonan Restitusi kurang memenuhi syarat, komputer di Kantor Pelayanan Pajak Pratama mengalami kerusakan sehingga tidak dapat dilakukan konfirmasi Faktur Pajak dengan menggunakan Sistem Informasi Perpajakan, dan banyaknya pekerjaan yang ditangani oleh petugas selain menyelesaikan pengajuan permohonan Restitusi Wajib Pajak.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan – pembahasan dan kesimpulan sebelumnya, maka dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang akan mengajukan permohonan Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama, harus meneliti dengan seksama jumlah pajak yang diajukan permohonan restitusi. Dan harus menyertakan bukti – bukti


(5)

yang lengkap dan jelas yang mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak.

Wajib Pajak diharapkan agar selalu mengikuti perkembangan terbaru peraturan perpajakan yang berlaku sehingga Wajib Pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar. 2. Bagi pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama sebaiknya mengambil

sikap tegas untuk menolak permohonan Pengusaha Kena Pajak yang mengajukan Restitusi Pajak Pertambahan Nilai, karena Pengusaha Kena Pajak tersebut tidak bersikap kooperatif (tidak mau bekerja sama) dan menolak meminjamkan dokumen – dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan.

3. Bagi pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama diharapkan agar selalu memberikan pelayanan (services) yang terbaik dan memuaskan kepada Wajib Pajak yang akan mengajukan Restitusi Pajak Pertambahan Nilai. Dengan pelayanan yang baik, maka akan meningkatkan kesadaran dan kepedulian Wajib Pajak dalam membayar pajak kepada Negara demi pembangunan dan kesejahteraan bangsa.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

S.R, Soemarso. 2007 , Perpajakan , Salemba Empat, Jakarta

Sukardji, Untung. 2010 , Pokok Pajak Pertambahan Nilai , Edisi Revisi. PT . Raja Grafindo Persada, Jakarta

Waluyo, 2010 , Perpajakan Indonesia , Salemba Empat, Jakarta Peraturan Perundang – undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)