Karakterisasi Serta Uji Tlc Ekstrak Etanol Nano Partikel Dan Serbuk Simplisia Daun Alpukat (Persea Americana Mill.)
KARAKTERISASI SERTA UJI TLC EKSTRAK ETANOL
NANO PARTIKEL DAN SERBUK SIMPLISIA DAUN
ALPUKAT (
Persea americana
Mill.)
SKRIPSI
OLEH:
YANDI SOFYAN
NIM 081501067
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
KARAKTERISASI SERTA UJI TLC EKSTRAK ETANOL
NANO PARTIKEL DAN SERBUK SIMPLISIA DAUN
ALPUKAT (
Persea americana
Mill.)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
YANDI SOFYAN
NIM 081501067
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
PENGESAHAN SKRIPSI
KARAKTERISASI SERTA UJI TLC EKSTRAK ETANOL
NANO PARTIKEL DAN SERBUK SIMPLISIA DAUN
ALPUKAT (
Persea americana
Mill.)
OLEH: YANDI SOFYAN
NIM 081501067
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 05 Februari 2015
Medan, Maret 2015 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara a. n. Dekan
Wakil Dekan I,
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001
Pembimbing I
Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt.
NIP 195404121987012001
Pembimbing II
Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195409091982011001
Panitia Penguji,
Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. NIP 195709091985112001
Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001 Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001
Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. NIP 195304031983032001
(4)
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan berkat, rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah
satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara, dengan judul Karakterisasi serta Uji TLC Ekstrak Etanol Nano
Partikel dan Serbuk Simplisia Daun Alpukat (Persea americana Mill.).
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio
Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Medan, yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan. Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., dan Bapak Prof. Dr. Karsono,
Apt., yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama
penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt.,
dan Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., serta Bapak Drs. Suryanto, M.Si.,
Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Fakultas
Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan dan Bapak Drs.
Nahitma Ginting, M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang selalu
memberikan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada
terhingga kepada Ayahanda Sofyan So dan Ibunda Wimi Tjiawi, serta Kakak
(5)
v
kasih yang tidak ternilai dengan apapun, doa yang tulus serta pengorbanan baik
materi maupun non materi. Terima kasih saya ucapkan kepada semua pihak yang
telah ikut membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2015 Penulis,
Yandi Sofyan NIM 081501067
(6)
vi
Karakterisasi serta Uji TLC Ekstrak Etanol Nano Partikel dan
Serbuk Simpilsia Daun Alpukat (
Persea americana
Mill.)
ABSTRAK
Latar belakang: Nano teknologi adalah salah satu teknologi tinggi dan baru, serta berkembang di dunia saat ini. Teknologi ini sangat mendorong perkembangan obat-obatan biologik dan peningkatan ketersediaan biologik obat herbal. Tanaman alpukat (Persea americana Mill.)merupakan salah satu tanaman yang memiliki manfaat dan hampir semua bagian dari tanaman ini memiliki khasiat terutama bagian daun digunakan untuk ramuan obat penyakit ginjal, hipertensi, memiliki aktifitas antioksidan dalam membantu mencegah atau memperlambat kemajuan berbagai oksidatif stres yang berhubungan dengan penyakit. Hal ini dapat dipahami karena banyaknya kandungan kimia yang terdapat pada daun alpukat.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk karakterisasi serta uji TLC nano partikel dan serbuk simplisia daun alpukat (Persea americana Mill.).
Metode: Serbuk simplisia dibuat menjadi ukuran nano. Nano dan serbuk simplisia daun alpukat dikarakterisasi serta diskrining kemudian diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut etanol yang dilanjutkan pengujian jumlah komponen ekstrak etanol nano dan serbuk simplisia daun alpukat menggunakan metode TLC dengan fase pengembangnya tolune-aseton = 9:1.
Hasil: Hasil pemeriksaan karakterisasi nano dan serbuk simplisia diperoleh kadar air masing 6,65% dan 4,99%, kadar sari yang larut dalam air masing-masing 24,80% dan 20,21%, kadar sari yang larut dalam etanol masing-masing-masing-masing 25,35% dan 20,75%, kadar abu total masing-masing 4,30% dan 4,31%, kadar abu yang tidak larut dalam asam masing-masing 1,62% dan 1,63%. Hasil skrining fitokimia mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid. Hasil pemeriksaan jumlah komponen pada ekstrak nano dan ekstrak serbuk simplisia dari daun alpukat menunjukkan bahwa Ekstrak nano partikel mengandung 25 komponen sedangkan ekstrak serbuk simplisia mengandung 18 komponen.
Kesimpulan: Ekstrak nano partikel mengandung komponen lebih banyak daripada ekstrak serbuk simplisia.
Kata kunci: Ekstrak etanol, Daun alpukat (Persea americana), Nano partikel, Karakterisasi, TLC.
(7)
vii
Characterization and Test TLC Ethanol Extract Nano Particles
and Powder Crude Avocado Leaves (
Persea americana
Mill.)
ABSTRACT
Background: Nano technology is one of the high and new technology, and it’s now growing in the world. This technology greatly promote the development of biologic drugs and increased the availability of biological herbal medicine. Avocado Plant (Persea americana Mill.) Is one of the plants that has benefits and virtually all parts of this plant has a property, especially the leaves are used for medicinal herb kidney disease, hypertension, has antioxidant activity in helping to prevent or slow the progress of various oxidative stress-related with the disease. This is understandable because of the chemical constituents present in avocado leaves.
Objective: This study aimed to Characterization and test TLC ethanol extract nanoparticles and powder simplicia avocado leaves (Persea americana Mill.)
Methods: The powder is made into nano-sized bulbs. Nano and avocado leaf powder simplicia characterized and screened then extracted by maceration using ethanol which continued testing of the amount of ethanol extract nano components and powder simplicia avocado leaves using TLC method with phase-developers tolune acetone = 9: 1.
Results: The results of the examination and characterization of nano and simplicia powder obtained water levels respectively 6.65% and 4.99%, levels of water-soluble extract of respectively 24.80% and 20.21%, levels of ethanol-water-soluble extract each 25.35% and 20.75%, total ash respectively 4.30% and 4.31%, ash content that does not dissolve in acid respectively 1.62% and 1.63%. Phytochemical screening results contain alkaloids, flavonoids, glycosides, saponins, tannins and steroids / triterpenoids. The results of the examination the number of components in the nano extract powders and extracts of the simplicia powder of avocado leaves showed that nano particles containing 25 components while the simplicia extract powder containing 18 components
Conclusion: Extract nano particles contain more components than crude drug extract powder.
Keywords:Ethanol extract, Leaves avocado (Persea americana), Nano particles, Characterization, TLC.
(8)
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Uraian Tumbuhan ... 5
2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 5
2.1.2 Nama daerah ... 5
2.1.3 Morfologi tumbuhan alpukat ... 5
2.1.4 Kandungan kimia ... 6
(9)
ix
2.2 Ekstraksi ... 6
2.3 Nano Partikel ... 9
2.3.1 Ukuran nano partikel ... 9
2.3.2 Keuntungan nano partikel ... 10
2.1.3 Permukaan nano partikel ... 11
2.4 Kromatografi ... 13
2.4.1 Pengertian kromatografi ... 13
2.4.2 Kromatografi lapis tipis ... 15
2.4.3 Keuntungan kromatografi ... 16
BAB III METODE PENELITIAN ... 18
3.1 Alat dan Bahan ... 18
3.1.1 Alat-alat ... 18
3.1.2 Bahan-bahan ... 18
3.2 Penyiapan Bahan Tumbuhan ... 19
3.2.1 Pengumpulan bahan tumbuhan ... 19
3.2.2 Identifikasi bahan tumbuhan ... 19
3.2.3 Pembuatan simplisia daun alpukat ... 19
3.3 Pembuatan Nano Partikel Daun Alpukat ... 20
3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Nano Partikel Daun Alpukat ... 20
3.4.1 Mikroskop elektron payaran ... 21
3.4.2 Pengukuran ukuran partikel ... 21
3.5 Pembuatan Pereaksi ... 21
3.5.1 Pereaksi bouchardat ... 21
3.5.2 Pereaksi dragendorff ... 22
(10)
x
3.5.4 Pereaksi molish ... 22
3.5.5.Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M ... 22
3.5.6 Pereaksi asam sulfat 2 N ... 22
3.5.7 Pereaksi asam klorida 2 N ... 22
3.5.8 Pereaksi natrium hidroksida 2 N ... 23
3.5.9 Pereaksi liebermann-burchard ... 23
3.5.10 Pereaksi besi (III) klorida 1% ... 23
3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 23
3.6.1 Pemeriksaan makroskopik ... 23
3.6.2 Penetapan kadar air ... 23
3.6.3 Penetapan kadar sari yang larut dalam air ... 24
3.6.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 25
3.6.5 Penetapan kadar abu total ... 25
3.6.6 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ... 25
3.7 Skrining Fitokimia ... 26
3.7.1 Alkaloid ... 26
3.7.2 Flavonoid ... 27
3.7.3 Glikosida ... 27
3.7.4 Glikosida antrakuinon ... 27
3.7.5 Saponin ... 28
3.7.6 Tanin ... 28
3.7.7 Triterpenoid/steroid ... 28
3.8 Pembuatan Ekstrak Daun Alpukat ... 29
(11)
xi
3.8.2Pembuatan ekstrak etanol serbuk simplisia daun alpukat 29
3.9 Pemisahan Komponen dengan Kromatrografi Lapis Tipis ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 31
4.2 Hasil Karakterisasi Nano Partikel dan Simplisia Daun Alpukat 31 4.2.1 Mikroskop elektron payaran ... 31
4.2.2 Pengukur ukuran partikel ... 32
4.3 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 33
4.4 Hasil Skrining Fitokimia Daun Alpukat ... 34
4.5 Analisis Ekstrak Daun Alpukat dengan Metode TLC ... 36
4.5.1 Analisis ekstrak serbuk nano partikel ... 36
4.5.2 Analisis ekstrak serbuk simplisia ... 37
4.5.3 Nilai Rf ... 38
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
4.1 Kesimpulan ... 41
4.2 Saran ... 41
(12)
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Ukuran tipikal dari berbagi objek ... 9
2.2 Permukaan molekul pada partikel ... 11
2.3 Kecepatan pengendapan partikel... 12
4.1 Hasil karakterisasi ... 33
4.2 Hasil skrining fitokimia ... 35
4.3 Hasil TLC ekstrak etanol nano partikel ... 37
4.4 Hasil TLC ekstrak etanol serbuk simplisia ... 38
4.5 Komponen-komponen dan Nilai Rf nya pada ekstrak nano dan simplisia daun alpukat ... 39
(13)
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1 Hasil SEM nano partikel daun alpukat ... 31
4.2 Hasil SEM serbuk simplisia daun alpukat ... 32
4.3 Grafik analisis KLT ekstrak nano daun alpukat ... 36
4.4 Grafik yang menunjukkan komponen analisis KLT nano daun
alpukat ... 36
4.5 Grafik analisis KLT ekstrak serbuk simplisia daun alpukat ... 37
4.6 Grafik yang menunjukkan komponen analisis KLT nano daun
(14)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat hasil identifikasi tumbuhan ... 44
2. Hasil makroskopik daun alpukat ... 45
3. Simplisia daun alpukat ... 47
4. Hasil karakterisasi PSA daun alpukat ... 48
5. Bagan kerja penelitian ... 49
6. Bagan ekstraksi simplisia ... 50
7. Perhitungan pemeriksaan karakterisasi ... 52
8. Gambar hasil TLC ... 62
(15)
vi
Karakterisasi serta Uji TLC Ekstrak Etanol Nano Partikel dan
Serbuk Simpilsia Daun Alpukat (
Persea americana
Mill.)
ABSTRAK
Latar belakang: Nano teknologi adalah salah satu teknologi tinggi dan baru, serta berkembang di dunia saat ini. Teknologi ini sangat mendorong perkembangan obat-obatan biologik dan peningkatan ketersediaan biologik obat herbal. Tanaman alpukat (Persea americana Mill.)merupakan salah satu tanaman yang memiliki manfaat dan hampir semua bagian dari tanaman ini memiliki khasiat terutama bagian daun digunakan untuk ramuan obat penyakit ginjal, hipertensi, memiliki aktifitas antioksidan dalam membantu mencegah atau memperlambat kemajuan berbagai oksidatif stres yang berhubungan dengan penyakit. Hal ini dapat dipahami karena banyaknya kandungan kimia yang terdapat pada daun alpukat.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk karakterisasi serta uji TLC nano partikel dan serbuk simplisia daun alpukat (Persea americana Mill.).
Metode: Serbuk simplisia dibuat menjadi ukuran nano. Nano dan serbuk simplisia daun alpukat dikarakterisasi serta diskrining kemudian diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut etanol yang dilanjutkan pengujian jumlah komponen ekstrak etanol nano dan serbuk simplisia daun alpukat menggunakan metode TLC dengan fase pengembangnya tolune-aseton = 9:1.
Hasil: Hasil pemeriksaan karakterisasi nano dan serbuk simplisia diperoleh kadar air masing 6,65% dan 4,99%, kadar sari yang larut dalam air masing-masing 24,80% dan 20,21%, kadar sari yang larut dalam etanol masing-masing-masing-masing 25,35% dan 20,75%, kadar abu total masing-masing 4,30% dan 4,31%, kadar abu yang tidak larut dalam asam masing-masing 1,62% dan 1,63%. Hasil skrining fitokimia mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid. Hasil pemeriksaan jumlah komponen pada ekstrak nano dan ekstrak serbuk simplisia dari daun alpukat menunjukkan bahwa Ekstrak nano partikel mengandung 25 komponen sedangkan ekstrak serbuk simplisia mengandung 18 komponen.
Kesimpulan: Ekstrak nano partikel mengandung komponen lebih banyak daripada ekstrak serbuk simplisia.
Kata kunci: Ekstrak etanol, Daun alpukat (Persea americana), Nano partikel, Karakterisasi, TLC.
(16)
vii
Characterization and Test TLC Ethanol Extract Nano Particles
and Powder Crude Avocado Leaves (
Persea americana
Mill.)
ABSTRACT
Background: Nano technology is one of the high and new technology, and it’s now growing in the world. This technology greatly promote the development of biologic drugs and increased the availability of biological herbal medicine. Avocado Plant (Persea americana Mill.) Is one of the plants that has benefits and virtually all parts of this plant has a property, especially the leaves are used for medicinal herb kidney disease, hypertension, has antioxidant activity in helping to prevent or slow the progress of various oxidative stress-related with the disease. This is understandable because of the chemical constituents present in avocado leaves.
Objective: This study aimed to Characterization and test TLC ethanol extract nanoparticles and powder simplicia avocado leaves (Persea americana Mill.)
Methods: The powder is made into nano-sized bulbs. Nano and avocado leaf powder simplicia characterized and screened then extracted by maceration using ethanol which continued testing of the amount of ethanol extract nano components and powder simplicia avocado leaves using TLC method with phase-developers tolune acetone = 9: 1.
Results: The results of the examination and characterization of nano and simplicia powder obtained water levels respectively 6.65% and 4.99%, levels of water-soluble extract of respectively 24.80% and 20.21%, levels of ethanol-water-soluble extract each 25.35% and 20.75%, total ash respectively 4.30% and 4.31%, ash content that does not dissolve in acid respectively 1.62% and 1.63%. Phytochemical screening results contain alkaloids, flavonoids, glycosides, saponins, tannins and steroids / triterpenoids. The results of the examination the number of components in the nano extract powders and extracts of the simplicia powder of avocado leaves showed that nano particles containing 25 components while the simplicia extract powder containing 18 components
Conclusion: Extract nano particles contain more components than crude drug extract powder.
Keywords:Ethanol extract, Leaves avocado (Persea americana), Nano particles, Characterization, TLC.
(17)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bidang farmasi hampir 90% obat-obatan memiliki unsur aktif dalam
bentuk partikel padat. Perkembangan teknologi nano akan dimungkinkan untuk
menghasilkan nanopartikel obat yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai cara
yang inovatif dengan ukuran kecilnya, nanopartikel memperlihatkan sifat-sifat
yang menarik, menjadikannya sesuai dengan berbagai aplikasi pemberian obat
(Gupta dan Kompella, 2006).
Nano teknologi adalah salah satu teknologi tinggi dan baru paling serta
potensial, berkembang paling cepat di dunia saat ini. Teknologi ini sangat
mendorong perkembangan obat-obatan biologik dan peningkatan ketersediaan
biologik obat herbal (Bhadoriya, 2010).
Indonesia memiliki kekayaan hayati yang beraneka ragam dan memiliki
manfaat bagi kehidupan. Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia
memungkinkan dapat ditemukannya berbagai jenis senyawa kimia. Beberapa
diantara senyawa kimia telah banyak ditemukan dapat membantu perkembangan
kimia organik bahan alam (Supratman, 2008). Kandungan senyawa kimia dalam
bahan alam tertentu dapat digunakan dalam bidang kesehatan. Pemanfaatan
tumbuhan sebagai sumber obat-obatan perlu dilakukan penelitian terhadap
kandungan zat berkhasiat. Berbagai tumbuhan dapat dijadikan sebagai sumber
obat dalam bidang kesehatan seperti kelompok sayur-sayuran, buah-buahan,
(18)
2
Tanaman alpukat (Persea americana Mill) merupakan salah satu tanaman
yang memiliki manfaat sebagai obat tradisional. Hampir semua bagian dari
tanaman ini memiliki khasiat sebagai sumber obat-obatan. Bagian buah famili
Lauraceae ini memiliki kandungan gizi yang tinggi, bagian daun digunakan untuk
ramuan obat penyakit ginjal, hipertensi. Daun merupakan bagian tanaman alpukat
yang memiliki manfaat sebagai obat tradisional. Daun Persea americana Mill
memiliki aktifitas antioksidan dan membantu dalam mencegah atau
memperlambat kemajuan berbagai oksidatif stres yang berhubungan dengan
penyakit. Hal ini dapat dipahami karena banyaknya kandungan kimia yang
terdapat pada daun alpukat (Owalabi,dkk., 2010).
Upaya pemanfaatan tumbuhan sebagai sumber obat-obatan perlu
dilakukan penelitian terhadap kandungan zat berkhasiat. Penelitian terhadap
senyawa kimia yang terdapat pada suatu tumbuhan mempunyai aspek yang sangat
luas antara lain pemisahan senyawa kimia, biosintesis, penentuan kadar zat
berkhasiat dan pemeriksaan efek farmakologinya (Ketaren, 1985).
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk
bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fase
gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fase diam yang juga bisa berupa
cairan ataupun suatu padatan. Penemu kromatografi adalah Tswett yang pada
tahun 1903, mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan
menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO4). lstilah kromatografi
diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah-daerah yang berwarna yang
bergerak kebawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan, D.T. Day juga
(19)
3
Tswett yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang proses
kromatografi (Day dan Undwerwood, 1980).
Atas dasar inilah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian karakterisasi
simplisia, kandungan golongan senyawa kimia dan uji perbandingan komponen
dengan metode kromatografi lapis tipis terhadap ekstrak etanol nano partikel dan
ekstrak etanol serbuk simplisia dari daun alpukat.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dari penelitian ini adalah:
a. Bagaimana karakterisasi nano partikel dan serbuk simplisia dari daun
alpukat?
b. Apa golongan senyawa kimia dari serbuk simplisia dan ekstrak daun
alpukat?
c. Apakah terdapat perbedaan jumlah komponen pada ekstrak etanol nano
partikel dan ekstrak etanol serbuk simplisia daun alpukat yang diuji
dengan KLT?
1.3 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
a. Karakterisasi nano partikel dan serbuk simplisia daun alpukat dilakukan
dengan menggunakan prosedur karakterisasi simplisia pada Materia
(20)
4
b. Golongan senyawa kimia dari serbuk simplisia dan ekstrak daun alpukat
dapat ditentukan dengan menggunakan prosedur skrining fitokimia pada
Materia Medika Indonesia dan Fansworth.
c. Terdapat perbedaan jumlah komponen pada ekstrak nano partikel dan
ekstrak serbuk simplisia daun alpukat yang diuji dengan KLT.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui karakterisasi nano partikel dan serbuk simplisia daun
alpukat.
b. Untuk mengetahui golongan senyawa kimia dari serbuk simplisia dan
ekstrak daun alpukat.
c. Untuk mengetahui perbedaan jumlah komponen pada ekstrak nano
partikel dan ekstrak serbuk simplisia daun alpukat yang diuji dengan
KLT
1.5 Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi kepada masyarakat
tentang karakteristik simplisia, golongan senyawa kimia dan diuji dengan KLT
(21)
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Sistematika tumbuhan
Sistematika tumbuhan alpukat sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranuculales
Suku : Lauraceae
Marga : Persea
Jenis : Persea americana Mill.
2.1.2 Nama daerah
Apuket, alpuket, jambu wolanda (Sunda), apokat, avokat, alpokat (Jawa),
apokat, alopkat, avokat, advokat (Sumatra) (Yuniarti, 2008).
2.1.3 Morfologi tumbuhan alpukat
Pohon buah ini berasal dari Amerika tengah, tumbuh liar di hutan-hutan,
banyak juga ditanam di kebun, dan di pekarangan yang lapisan tanahnya gembur
dan subur serta tidak tergenang air. Pohon kecil, berakar tunggang, batang
berkayu, bulat, warnanya coklat kotor, banyak bercabang, ranting berambut halus.
Daun tunggal, letaknya berdesakan di ujung ranting, bentuknya jorong sampai
bundar telur memanjang, tebal seperti kulit ujung dan pangkal yang runcing. Tepi
rata kadang agak menggulung keatas, betulang menyirip, daun muda warnanya
(22)
6
majemuk, buahnya buah buni, bentuk bola dan bulat telur, warnanya hijau atau
hijau kekuningan, daging buah jika sudah masak lunak, warnaya hijau
kekuningan. Biji bulat seperti bola, keping biji putih kemerahan. Buah alpukat
yang masak dagingnya lunak, berlemak biasanya dimakan sebagai es campur atau
dibuat jus. Minyaknya digunakan antara lain untuk keperluan kosmetik (Yuniarti,
2008).
2.1.4 Kandungan kimia
Buah dan daun buah alpukat mengandung saponin, alkaloida, flavonoida
dan tanin. daun alpukat mengandung polifenol, quersetin, dan gula alkohol persiit
(Yuniarti, 2008).
2.1.5 Manfaat tumbuhan
Pemanfaatan daging buah untuk mengatasi sariawan dan melembabkan
kulit kering. Daun alpukat berkhasiat untuk kencing batu, darah tinggi dan sakit
kepala, nyeri saraf, nyeri lambung, saluran nafas membengkak dan menstrusasi
tidak teratur. Biji alpukat berkhasiat untuk sakit gigi dan kencing manis (DM)
(Yuniarti, 2008).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut menggunakan suatu pelarut.
Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke
dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Senyawa aktif
yang terkandung pada simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
(23)
7
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Ditjen POM RI, 1995).
Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara:
A. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia yang menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
penyarian sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan,
tahap maserasi antara dan tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan
ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya
1-5 kali bahan.
B. Cara panas
1. Refluks
Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses residu
(24)
8 2. Sokhletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi yang
berkelanjutan dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar) yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50oC.
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC)
selama waktu tertentu (15-20 menit).
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dengan
temperatur sampai titik didih air.
6. Destilasi uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak
atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa
tekanan parsial. Senyawa menguap akan terikut dengan fase uap air dari ketel
secara kontinu dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa
kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa
kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian (Ditjen POM RI,
(25)
9
2.3 Nano Partikel
Nano partikel didefinisikan sebagai dispersi partikulat atau
partikel-partikel padat dengan ukuran dalam rentang 10-1000 nm. Tujuan utama dalam
merancang nano partikel sebagai sistem pemberian adalah untuk mengontrol
ukuran partikel, sifat-sifat permukaan dan pelepasan bahan aktif secara
farmakologik untuk mencapai tempat tindakan spesifik obat pada laju dan aturan
dosis optimal secara terapeutik (Mohanraj dan Chen, 2006).
2.3.1 Ukuran nano partikel
Menentukan ukuran nano partikel dalam sudut pandang yang ada, tabel 1
membandingkan ukuran dari berbagai objek, karena ukuran yang dapat
dibandingkan dari komponen pada sel manusia, maka nano partikel adalah hal
yang menarik dalam pemberian obat. Alam dalam membuat sistem biologi
menggunakan skala nanometer secara luas. Terlihat bahwa alam dalam membuat
sistem biologi menggunakan skala nanometer secara luas.
Tabel 2.1 Ukuran tipikal dari berbagai objek
Seseorang berpindah-pindah tangan dengan sifat dalam penanganan
penyakit, maka seseorang membutuhkan skala yang sama, apakah itu dengan
memperbaiki gen yang salah, menghambat perkembangan genome virus,
Objek Ukuran nm
Atom karbon 0,1
Atom karbon DNA heliks ganda 3
Ribosom 10
Virus 100
Bakteri 1.000
Sel darah merah 5.000 Rambut manusia 50.000 Resolusi mata tanpa alat bantu 100.000
(26)
10
membunuh sel kanker, memperbaiki metabolisme selular, atau mencegah keriput
atau tanda-tanda penuaan yang lain. Seseorang tidak dapat menggunakan lengan
manusia untuk memijat kaki semut yang terluka. Kesesuaian ukuran sangat
penting dalam mempengaruhi biokimia tubuh (Gupta dan Kompella, 2006).
Satuan dasar dari proses biologi ini adalah sel dan reaksi biokimia yang
ada di dalamnya. Kemajuan nano partikel maka sekarang ini dimungkinkan untuk
secara selektif mempengaruhi proses selular tertentu pada skala alamiahnya
(Gupta dan Kompella, 2006).
2.3.2 Keuntungan nano partikel
Keuntungan menggunakan nano partikel sebagai sistem pemberian obat
adalah sebagai berikut:
1. Ukuran partikel dan sifat-sifat permukaan dari nano partikel bisa dengan mudah
dimanipulasi untuk mencapai target obat pasif dan aktif setelah pemberian
parenteral.
2. Sistem mengontrol dan mempertahankan pelepasan obat selama transportasi
dan lokasi, mengubah distribusi organ obat dan pembersihan obat selanjutnya
untuk mencapai peningkatan efikasi terapi obat dan penurunan efek samping.
3. Pelepasan terkontrol dan sifat-sifat degradasi partikel bisa dengan mudah
dimodulasikan dengan pemilihan unsur-unsur matriks. Pemuatan obat relatif
tinggi dan obat bisa dimasukkan ke dalam sistem tanpa adanya reaksi kimia.
4. Sistem ini bisa digunakan untuk berbagai rute pemberian yang meliputi oral,
nasal, parenteral, intra-okuler dan lain-lain.
Keuntungan ini, nano partikel mempunyai keterbatasan. Ukurannya yang
(27)
11
partikel-partikel, yang menjadikan penanganan fisik nano partikel sulit dalam
bentuk cair dan kering. Ukuran partikel kecil dan luas permukaan yang besar
mudah menghasilkan pemuatan obat terbatas. Nano partikel juga dapat
menawarkan sifat magnetik dan optik yang unik dengan relevansi dalam
pengobatan traget, diagnostik misalnya, bahan feromagnetik kehilangan ada
magnetisasi pada partikel ukuran kurang dari 20 nm karena kehilangan domain
magnetik, tapi masih merespon medan magnet. Partikel tersebut dapat diarahkan
ke tumor dan lokal dipanaskan oleh radiasi elektromagnetik berdenyut, sehingga
perforasi membran sel tumor dan pemberian obat ditingkatkan karena permukaan
plasmon resonansi, warna nanopartikel perubahan dengan ukuran partikel yang
dapat berguna dalam aplikasi diagnostik dan pencitraan (Gupta dan Kompella,
2006).
2.3.3 Permukaan nano partikel
Pelepasan obat dipengaruhi oleh ukuran partikel. Partikel yang lebih kecil
mempunyai luas permukaan yang lebih besar, karenanya sebagian besar obat
terkait akan berada di dekat permukaan partikel, yang menghasilkan pelepasan
obat dengan cepat (Mohanraj dan Chen, 2006).
Tabel 2.2 Permukaan molekul pada partikel
No. Ukuran partikel (nm) Molekul permukaan (%)
1 1 100.00
2 10 27.10
3 100 2.97
4 1.000 0.30
5 10.000 0.03
Ukuran kecil, nano partikel memperlihatkan sifat-sifat yang menarik,
(28)
12
yang ada pada permukaan partikel meningkat seiring dengan berkurangnya ukuran
partikel.
Nano partikel dapat memperlihatkan adhesi yang kuat karena luas kontak
yang terus meningkat untuk gaya tarik van der Waals. Misalnya, Lamprecht
mengamati perbedaan asupan/adhesi dari partikel polystyrene terhadap mukosa
kolonik yang meradang dengan deposisi 5.2%, 9.1% dan 14.5% masing-masing
untuk partikel 10 µm, 10000 – nm dan 100-nm (Gupta dan Kompella, 2006).
Tabel 2.3 Kecepatan pengendapan partikel
No. Ukuran partikel (nm) Kecepatan pengendapan (nm/detik)
1 1 0.00043
2 10 0.043
3 100 4.30
4 1.000 430
5 10.000 43.005
Partikel yang berukuran di bawah 1000 nm tidak akan mengendap semata
hanya karena gerakan brownian. Ini menekankan sifat yang penting bagi nano
partikel yang dapat dengan mudah disimpan dan dipertahankan meskipun
memiliki kepadatan yang tinggi. Mikropartikel yang lebih besar mudah
mengendap dari suspensi karena gravitasi, maka suspensi tersebut harus diberi
label “kocok dahulu sebelum digunakan”. Suspensi mikropartikel tidak dapat
digunakan untuk injeksi. Untuk nano partikel, gaya tarik gravitasi tidak terlalu
kuat dibandingkan dengan gerakan termal acak dari partikel. Oleh karena itu,
suspensi nano partikel tidak mengendap yang kemudian memberikan waktu yang
lebih lama karena nano partikel dapat memperlihatkan adhesi yang kuat karena
luas kontak yang terus meningkat untuk gaya tarik van der Waals (Gupta dan
(29)
13
2.4 Kromatografi
2.4.1 Pengertian kromatografi
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk
bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu rasa
gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan rasa diam yang juga bisa berupa
cairan ataupun suatu padatan. Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada
tahun 1903, mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan
menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO4). lstilah kromatografi
diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah-daerah yang berwarna yang
bergerak kebawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan, D.T. Day juga
menggunakan kromatografi untuk memisahkan fraksi-fraksi petroleum, namun
Tswett lah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang
proses kromatografi (Gritter, dkk., 1991).
Dewasa ini kromatografi merupakan metode pemisahan yang paling
banyak digunakan untuk tujuan kualitatif, kuantitatif dan preparatif. Pemisahan
dengan kromatografi dilakukan dengan memodifikasi langsung beberapa sifat
umum molekul seperti kelarutan, adsorptibilitas dan volatilitas (Gritter, dkk.,
1991).
Penyelidikan tentang kromatografi, kendor untuk beberapa tahun sampai
digunakan suatu teknik dalam bentuk kromatografi padatan cair (LSC). Kemudian
pada akhir tahun 1930an dan permulaan tahun 1940an, kromatografi mulai
berkembang. Dasar kromatografi lapisan tipis (TLC) diletakkan pada tahun 1938
oleh Izmailov dan Schreiber, dan kemudian diperhalus oleh Stahl pada tahun
(30)
14
ini mereka memenangkan Nobel) tidak hanya mengubah dengan cepat
kromatografi cair tetapi seperangkat umum langkah untuk pengembangan
kromatografi gas dan kromatografi kertas (Day dan Underwood, 1980).
Kromatografi komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase yaitu fase
gerak dan fase diam. Transfer massa antara fase bergerak dan fase diam terjadi
bila molekul-molekul campuran serap pada permukaan partikel-partikel atau
terserap. Pada kromatografi kertas naik, kertasnya digantungkan dari ujung atas
lemari sehingga tercelup di dalam solven didasar dan solven merangkak ke atas
kertas oleh daya kapilaritas. Pada bentuk turun, kertas dipasang dengan erat dalam
sebuah baki solven di bagian atas lemari dan solven bergerak ke bawah oleh daya
kapiler dibantu dengan gaya gravitasi. Setelah bagian muka solven selesai
bergerak hampir sepanjang kertas, maka pita diambil, dikeringkan dan diteliti.
Dalam suatu hal yang berhasil, solut-solut dari campuran semula akan berpindah
tempat sepanjang kertas dengan kecepatan yang berbeda, untuk membentuk
sederet noda yang terpisah. Apabila senyawa berwarna, tentu saja
noda-nodanya dapat terlihat (Day dan Underwood, 1980).
Harga Rf dapat mengukur kecepatan bergeraknya zona realtif terhadap
garis depan pengembang. Kromatogram yang dihasilkan diuraikan dan zona-zona
dicirikan oleh nilai-nilai Rf. Nilai Rf didefinisikan oleh hubungan:
Rf = Jarak (cm) dari garis awal ke pusat zona Jarak (cm) dari garis awal ke garis depan pelarut
Pengukuran itu dilakukan dengan mengukur jarak dari titik
pemberangkatan (pusat zona campuran awal) ke garis depan pengembang dan
pusat rapatan tiap zona. Nilai Rf harus sama baik pada descending maupun
(31)
15
asam amino dan intensitas zona itu dapat digunakan sebagai ukuran konsentrasi
dengan membandingkan dengan noda-noda standar (Khopkar, 1990).
Kromatografi bergantung pada pembagian ulang molekul-molekul
campuran antara dua fase atau lebih. Tipe-tipe kromatografi absorpsi,
kromatografi partisi cairan dan pertukaran ion. Sistem utama yang digunakan
dalam kromatografi partisi adalah partisi gas, partisi cairan yang menggunakan
alas tak bergerak (misalnya komatografi kolom), kromatografi kertas dan lapisan
tipis (Svehla, 1979).
Distribusi dapat terjadi antara fase cair yang terserap secara stasioner dan
zat alir bergerak yang kontak secara karib dengan fase cair itu. Kromatografi
partisi cairan, fase cair yang bergerak mengalir melewati fase cair stasioner yang
diserap pada suatu pendukung, sedangkan dalam kromatografi lapisan tipis
adsorbennya disalutkan pada lempeng kaca atau lembaran plastik (Basset, dkk.,
1994).
2.4.2 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan campuran analit
dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng kromatografi lalu melihat
komponen/analit yang terpisah dengan penyemprotan atau pengecatan (Abdul dan
Gholib, 2012).
Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa
cara, untuk senyawa tak berwarna cara yang paling sederhana adalah dilakukan
pengamatan dengan sinar ultraviolet. Beberapa senyawa organik bersinar atau
berfluorosensi jika disinari dengan sinar ultraviolet gelombang pendek (254 nm)
(32)
16
dideteksi maka harus dicoba disemprot dengan pereaksi yang membuat bercak
tersebut tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian bila perlu dengan
pemanasan (Gritter, dkk., 1991).
a. Fase diam (Lapisan penyerap)
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran
kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata
partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam maka semakin
baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling sering
digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang
utama pada KLT adalah partisi dan adsorpsi. Lapisan tipis yang digunakan
sebagai penjerap juga dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin
penukar ion, gel ekslusi dan siklodekstrin (Rohman, 2009).
b. Fase gerak (Pelarut pengembang)
Fase gerak yang digunakan pada KLT dapat dipilih dari pustaka-pustaka,
tetapi lebih sering dengan mencoba-coba. Biasanya fase gerak yang digunakan
berisi dua campuran pelarut organik dan pelarut yag digunakan harus memiliki
tingkat kemurnian yang tinggi sehingga dapat memberikan pemisahan yang baik.
Biasanya untuk memisahkan sterol digunakan campuran pelarut Kloroform-aseton
(Abdul dan Gholib, 2012).
2.4.3 Keuntungan kromatografi
Keuntungan penggunaan kromatografi antara lain waktunya singkat,
cukup efektif dan dapat melakukan pemisahan yang tidak mungkin dilakukan
dengan metode lain (Nur, dkk., 1987). Disamping itu pengoperasiannya mudah
(33)
17
dkk. (1991), beberapa metode kromatografi yang banyak digunakan adalah
Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Kolom (KK), Kromatografi
Cairan Kinerja Tinggi (KCKT) dan Kromatografi Gas (KG).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pertama kali diperkenalkan oleh Stahl
pada tahun 1956 dengan cara menambahkan 2-5% perekat Paris (CaSO4) kedalam
silika gel dan kemudian merekatkan silika gel tersebut pada suatu plat gelas
(Pomeranz dan Meloan, 1994).
Pomeranz dan Meloan (1994), menyatakan beberapa keuntungan KLT
antara lain cepat digunakan, peralatan sederhana dan mudah disiapkan, tidak
memerlukan keahlian khusus dan banyak parameter percobaan yang mudah
divariasikan untuk mendapatkan efek-efek pemisahan. Prinsip-prinsip KLT yang
utama adalah adsorben, pengembangan dan deteksi (Heftman, 1976). Sedangkan
menurut Ault (1976) teknik-teknik KLT yang penting meliputi persiapan plat,
pengembangan dan visualisasi. Christie (1982) menyatakan bahwa silika gel
adalah adsorben yang paling umum biasanya mengandung kalsium sulfat yang
berfungsi sebagai pengikat untuk meningkatkan daya adhesi lapisan pada plat.
Pengembangan dilakukan dalam suatu bejana yang telah dijenuhkan
dengan pelarut dan kejenuhan dipertahankan selama pengembangan. Larutan
pengembang dapat berupa satu atau lebih campuran pelarut yang ditentukan lewat
percobaan. Menurut Ault (1976) jika senyawa yang terdapat didalam sampel
sudah berwarna maka dapat diamati secara langsung, tetapi jika tidak berwarna
maka pengamatan dapat dilakukan menggunakan sinar ultraviolet, uap iodium
atau penyemprotan dengan pereaksi khusus yang bereaksi akan dengan komponen
(34)
18
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental, meliputi
pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, pembuatan simplisia,
pembuatan dan karakterisasi nano partikel, karakterisasi sampel, skrining
fitokimia, pembuatan ekstrak dan pengujian analisis komponen daun alpukat
secara KLT.
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas
laboratorium, alumunium foil, blender (Philip), botol bersumbat, cawan berdasar
rata, chamber, desikator, kertas saring, krus porselen, krus tang, lemari pengering,
neraca kasar, neraca listrik (Mettler Toledo), oven listrik (Memmert), penangas
air, rotary evaporator (Stuart), spatula, lampu uv, seperangkat alat pembuatan
nanopartikel, alat pengukur partikel, seperangkat alat penetapan kadar air, tanur
pengabuan (Nabertherm), termometer, pelat KLT (Merck).
3.1.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk simplisia
daun alpukat dan serbuk nano partikel daun alpukat yang dibuat di LIPI Bogor.
Bahan-bahan kimia kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas pro analisa, yaitu
alfa naftol, amilalkohol, ammonium hidroksida, asam asetat anhidrida, asam
(35)
19
klorida, bismuth (III) nitrat, etanol, eter, etil asetat, n-heksan, iodium, isopropanol,
kalium iodida, kloroform, metanol, natrium hidroksida, raksa (II) klorida, serbuk
magnesium, serbuk zinkum, timbal (II) asetat, toluen dan air suling.
3.2 Penyiapan Bahan Tumbuhan
Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengumpulan bahan tumbuhan,
identifikasi bahan tumbuhan dan pembuatan simplisia.
3.2.1 Pengumpulan bahan tumbuhan
Pengumpulan bahan dilakukan secara purposif yaitu tanpa
membandingkan dengan bahan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan
tumbuhan yang digunakan adalah daun alpukat yang diambil dari jalan KL.Yos
Surdarso, kelurahan Titipapan, kecamatan Medan Deli, Provinsi Sumatera Utara.
3.2.2 Identifikasi bahan tumbuhan
Identifikasi bahan tumbuhan dilakukan Herbarium Bogoriense, Bidang
Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Bogor, Jl. Raya Jakarta Bogor, Indonesia.
3.2.3 Pembuatan simplisia daun alpukat
Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun alpukat. Daun
dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan ditimbang sebagai berat basah,
selanjutnya dikeringkan dalam lemari pengering hingga kering (ditandai bila
diremas rapuh) kemudian ditimbang sebagai berat kering. Simplisia yang telah
kering diblender menjadi serbuk, dimasukkan ke dalam wadah plastik bertutup,
dan di simpan pada suhu kamar. Diperoleh berat basah sebesar 11 kg dan berat
(36)
20
3.3 Pembuatan Nano Partikel Daun Alpukat
Pembuatan nano partikel daun alpukat dilakukan di Pusat Penelitian
Biologi-LIPI Bogor. Prosedur pembuatan sebagai berikut:
1. Masukkan bola‐bola yang akan digunakan sebagai media penghancur ke
dalam jar/vial HEM.
2. Bola‐bola dengan ukuran diameter lebih besar dimasukkan terlebih dahulu,
kemudian bola‐bola dengan ukuran diameter lebih kecil, dan terakhir sampel
dimasukkan.
3. Volume total dari Bola‐bola dan Sampel yang bisa dimasukkan dalam jar/vial
tidak boleh melebihi 2/3 volume jar/vial.
4. Sampel yang bisa dimilling adalah material logam, keramik dan mineral alam,
dan ukuran pada hasil milling tergantung pada material yang dimilling.
5. BPR (Ball to Powder Ratio) yang biasa digunakan adalah 20:1, 10:1, dan
8:1,contoh BPR 20:1 dimana setiap 20 gr berat bola yang digunakan maka 1
gr sampel dapat dimilling.
6. Tutup jar/vial yang telah berisi bola dan sampel dengan rapat.
7. Pasangkan jar/vial pada dudukan jar/vial yang terdapat dalam HEM. Nyalakan HEM dengan mengoperasikan tombol‐tombol elektronik.
3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Nano Partikel Daun Alpukat
Pemeriksaan karakterisasi nano partikel daun alpukat menggunakan
metode mikroskop elektron payaran atau scanning electron microscope SEM) dan
(37)
21
3.4.1 Mikroskop elektron payaran
Mikroskop elektron payaran (SEM) terdiri dari sebuah senapan elektron
yang memproduksi berkas elektron pada tegangan dipercepat sebesar 2 – 30 kV.
Berkas elektron tersebut dilewatkan pada beberapa lensa elektromagnetik untuk
menghasilkan gambar berukuran kecil dari 10 nm pada sampel yang ditampilkan
dalam bentuk film fotografi atau ke dalam tabung layar (Anggraeni, 2008).
Pemeriksaan karakteristik nano partikel daun alpukat dengan alat SEM
dilakukan di Universitas Negeri Padang Jl. Prof. Dr. Hamka Air Tawar Padang.
3.4.2 Pengukur ukuran partikel
Pengukur ukuran partikel (PSA) merupakan pengujian ukuran partikel
dengan range 2-1000 nm menggunakan prinsip dynamic ligh scattering dan gerak
brown. Ukuran partikel dihitung berdasarkan fungsi korelasi Stokes-Einstein dan
gerak Brown ditetapkan sebagai koefisien difusi translasi. Kecepatan gerak Brown
dipengaruhi oleh size, viscosity dan temperature. Keluaran yang dihasilkan
merupakan sistem dari statistical, commulant dan laplace methods, dimana
masing-masing sistem menghasilkan size distribution dalam intensity, number dan
volume (Anonim, 2013).
Pemeriksaan karakteristik nano partikel daun alpukat dengan alat PSA
dilakukan di Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor.
3.5 Pembuatan Pereaksi 3.5.1 Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 gram kalium iodida dilarutkan dalam air suling secukupnya,
(38)
22 POM RI, 1995).
3.5.2 Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 0.8 gram bismuth (III) nitrat dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat
pekat. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 gram kalium iodida lalu
dilarutkan dalam 50 ml air suling. Kemudian kedua larutan dicampurkan dan
diamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan
dengan air suling hingga volume larutan 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.5.3 Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,4 gram raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60
ml. pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam
10 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga
diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.5.4 Pereaksi Molish
Sebanyak 3 gram alfa naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N
hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.5.5 Larutan timbal (II) asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 gram timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan
dalam air suling bebas karbon dioksida hingga 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.5.6 Larutan asam sulfat 2 N
Sebanyak 5.5 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling sampai
100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.5.7 Larutan asam klorida 2 N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga
(39)
23
3.5.8 Larutan natrium hidroksida 2 N
Sebanyak 8 gram kristal natrium hidroksida dilarutkan dengan air suling
sebanyak 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.5.9 Pereaksi Liebermann-burchard
Sebanyak 5 bagian volum asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50
bagian volume etanol 95%. Kemudian ditambahkan dengan hati-hati 5 bagian
volume asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut dan dinginkan (Ditjen
POM RI, 1995).
3.5.10 Larutan besi (III) klorida 1%
Sebanyak 1 gram besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam
air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,
penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar
sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu
yang tidak larut dalam asam.
3.6.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari
simplisia daun alpukat meliputi pemeriksaan bentuk, bau, rasa dan warna.
3.6.2 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).
Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung
(40)
24
a. Penjenuhan toluen
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu
alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2
jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume
air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0.05 ml.
b. Penetapan kadar air simplisia
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama
dimasukkan ke dalam labu yang berisi toluen yang telah dijenuhkan, kemudian
labu dipanasakan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan
tetesan diatur, kurang lebih 2 tetes tiap detik, sampai sebagian besar air
terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik.
Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen.
Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan
mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume
air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai
dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air
dihitung dalam persen (WHO, 1998). Perhitungan kadar air dapat dilihat pada
Lampiran 7.
3.6.3 Penetapan kadar sari larut dalam air
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml
air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu
bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan
selama 18 jam, kemudian disaring. Sebanyak 20 ml filtrat diuapkan sampai kering
(41)
25
dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang
larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM RI,
1995). Perhitungan kadar sari yang larut dalam air dapat dilihat pada Lampiran 7.
3.6.4 Penetapan kadar sari larut dalam etanol
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml
etanol 96% memakai labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam
pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring cepat untuk menghindari
penguapan etanol. Sebanyak 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan
penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan
pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam
etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM RI, 1995).
Perhitungan kadar sari yang larut dalam etanol dapat dilihat pada Lampiran 7.
3.6.5 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada
suhu 600°C selama 3 jam kemudian didinginkan, dan ditimbang sampai diperoleh
bobot tetap. Kadar abu dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah
dikeringkan (Ditjen POM RI, 1995). Perhitungan kadar abu total dapat dilihat
pada Lampiran 7.
3.6.6 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25
ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
(42)
26
tetap, didinginkan, dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM RI,
1995). Perhitungan kadar abu yang tidak larut dalam asam dapat dilihat pada
Lampiran 7.
3.7 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa
golongan alkaloid, flavonoida, glikosida, glikosida antrakuinon, saponin, tannin,
dan steroid/triterpenoid.
3.7.1 Pemeriksaan alkaloid
Sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia, EENDA dan EESSDA
masing-masing ditimbang, ditambah 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling,
dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan, dan disaring. Filtrat
dipakai untuk uji alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing
tabung reaksi dimasukkan 0.5 ml filtrat.
Pada tabung I : ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, maka akan terbentuk
endapan menggumpal berwarna putih atau putih kekuningan.
Pada tabung II : ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, maka akan terbentuk
endapan berwarna coklat sampai hitam.
Pada tabung III : ditambahkan dua tetes pereaksi Dragendorff, maka akan
terbentuk endapan merah atau jingga.
Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau tiga dari
(43)
27
3.7.2 Pemeriksaan flavonoid
Sebanyak 10 gram serbuk simplisia, EENDA dan EESSDA
masing-masing ditimbang, ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan
saring dalam keadaan panas. Filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu
ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil
alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna
merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).
3.7.3 Pemeriksaan glikosida
Sebanyak 3 gram serbuk simplisia, EENDA dan EESSDA masing-masing
ditimbang, disari dengan 30 ml campuran etanol 96%-air suling (7:3) dan 10 ml
asam klorida 2 N, kemudian direfluks selama 10 menit, didinginkan, dan disaring.
Diambil 20 ml filtrat, ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat
0,4 M; dikocok, didiamkan selama 5 menit, dan disaring. Filtrat disari dengan 20
ml campuran kloroform-isopropanol (3:2), dilakukan pengulangan sebanyak 3
kali. Lapisan air dikumpulkan, diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C.
Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol, dimasukkan kedalam tabung reaksi,
selanjutnya diuapkan diatas penangas air, pada sisanya ditambahkan 2 ml air
suling dan lima tetes pereaksi Molish, lalu ditambahkan secara hati-hati 2 ml asam
sulfat pekat melalui dinding tabung. Apabila terbentuk cincin ungu pada batas
kedua cairan, menunjukkan adanya glikosida (Ditjen POM RI, 1995).
3.7.4 Pemeriksaan glikosida antrakuinon
Sebanyak 0,2 gram serbuk simplisia, EENDA dan EESSDA
masing-masing ditimbang, ditambahkan 5 ml asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar,
(44)
28
benzen dipisahkan dan disaring. Di kocok lapisan benzen dengan 2 ml NaOH 2 N,
didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzen tidak berwarna
menunjukkan adanya antrakuinon (Ditjen POM RI, 1995).
3.7.5 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia, EENDA dan EESSDA
masing-masing ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air
panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk
busa yang stabil setinggi 1-10 cm selama tidak kurang dari 10 menit dan tidak
hilang dengan penambahan asam klorida 2 N maka menunjukkan adanya saponin
(Ditjen POM RI, 1995).
3.7.6 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia, EENDA dan EESSDA
masing-masing ditimbang, disari dengan 10 ml air suling, lalu disaring. Filtratnya
diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2
ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna
biru atau hijau kehitaman, menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).
3.7.7 Pemeriksaan triterpenoid/steroid
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia, EENDA dan EESSDA masing-masing
ditimbang, dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam. Kemudian maserat
yang diperoleh disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap, dan pada sisanya
ditambahkan beberapa tetes pereaksi Liebermann-Burchard. Apabila terbentuk
warna biru kehijauan atau merah ungu menunjukkan adanya triterpenoid/steroid
(45)
29
3.8 Pembuatan Ekstrak Daun Alpukat
3.8.1 Pembuatan ekstrak etanol nano partikel daun alpukat
Pembuatan ekstrak etanol nano partikel daun alpukat (EENDA) dilakukan
secara maserasi. Prosedur pembuatan ekstrak: Sebanyak 300 g serbuk nano
dimasukkan ke dalam sebuah bejana, dituangi dengan cairan penyari etanol 96%
sebanyak 2250 ml, ditutup, dibiarkan selama 5 hari pada tempat yang terlindung
dari cahaya sambil sering diaduk, lalu disaring dan cuci ampas dengan cairan
penyari etanol 96% secukupnya hingga diperoleh 3 L, kemudian pindahkan ke
bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari, lalu
disaring (Ditjen POM RI, 1979). Maserat yang diperoleh kemudian dipekatkan
dengan alat rotary evaporator. Bagan ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 6.
3.8.2 Pembuatan ekstrak etanol serbuk simplisia daun alpukat
Pembuatan ekstrak etanol serbuk simplisia daun alpukat (EESSDA)
dilakukan secara maserasi. Prosedur pembuatan ekstrak: Sebanyak 300 g serbuk
simplisia dimasukkan ke dalam sebuah bejana, dituangi dengan cairan penyari
etanol 96% sebanyak 2250 ml, ditutup, dibiarkan selama 5 hari pada tempat yang
terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, lalu disaring dan cuci ampas dengan
cairan penyari etanol 96% secukupnya hingga diperoleh 3 L, kemudian pindahkan
ke bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari,
lalu disaring (Ditjen POM RI, 1979). Maserat yang diperoleh kemudian
dipekatkan dengan alat rotary evaporator. Bagan ekstraksi dapat dilihat pada
(46)
30
3.9 Pemisahan Komponen dengan Kromatografi Lapis Tipis
Ekstrak serbuk nano partikel dan ekstrak serbuk simplisia daun alpukat
ditotolkan dengan menggunakan pipa kapiler pada plat pra lapis silika gel 60 F254
yang sebelumnya telah diaktifkan, sehingga ada dua noda di plat plat pra lapis
silika gel 60 F254, kemudian dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh
dengan uap pengembang tolune : aseton = 90 : 10 dan ditutup rapat, kemudian
plat dikeluarkan dari chamber.
Setelah dielusi, diangin-anginkan sampai tidak tercium aroma eluennya.
Kemudian dimasukan kedalam eksikator selama 12 jam. Kemudian dilakukan
pengujian menggunakan TLC scanner untuk mengetahui jumlah komponen dari
(47)
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Daun Alpukat
Hasil identifikasi tumbuhan yang tersebut dilakukan di Herbarium
Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Bogor menunjukan bahwa tumbuhan tersebut adalah daun
alpukat (Persea americana Mill.) dari suku Lauraceae. Hasil identifikasi
tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.2 Hasil Karakterisasi Nano Partikel dan Simplisia Daun Alpukat 4.2.1 Mikroskop elektron payaran
Hasil pengujian mikrokop elektron payaran atau scanning electron
microscopy (SEM) dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan 3.2.
(48)
32
Morfologi permukaan nano partikel daun alpukat berbentuk bola. Hasil
nanopartikel sampel 1 memiliki permukaan yang halus dan bulat. Sampel 2
memiliki permukaan yang rata dan oval.Hasil karakteristik ukuran nano partikel
daun alpukat menggunakan alat SEM adalah 953 nm dengan perbesaran 10.000
kali, sedangkan hasil karakteristik ukuran serbuk simplisia (mikro) daun alpukat
diperoleh 179 µm dengan perbesaran 450 kali. Dapat dilihat pada Gambar.
.
Gambar 3.2 Hasil SEM serbuk simplisia daun alpukat
4.2.2 Pengukur ukuran partikel
Keberhasilan suatu sampel menjadi nano partikel diketahui dengan melihat
distribusi ukuran sampel tersebut. Hasil pengukur ukuran partikel atau particles
size analyzer (PSA) sampel 1 menunjukkan rerata distribusi ukuran 428.6 ± 120.7
nm. Sampel 2 menunjukkan rerata distribusi ukuran 307.1 ± 88.8 nm. Sampel 3
menunjukkan rerata distribusi ukuran 897.9 ± 203.8 nm dan rata-ratanya 544.5 ±
137.7 nm. Hal ini sesuai dengan menggunakan alat SEM (Scanning electron
(49)
33
4.3 Hasil Karakterisasi Simplisia
Pemeriksaan makroskopik meliputi pemeriksaan bentuk, bau dan rasa, Hasil
pemeriksaan makroskopik daun alpukat memiliki bentuk lojong sampai bundar
telur memanjang, ujung dan pangkal runcing, berwarna hijau muda dan rasanya
pahit dan diikuti rasa manis.
Hasil pemeriksaan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol,
kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam pada serbuk simplisia nano partikel
dan biasa daun alpukat dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia
No Parameter
Hasil (%)
Nano Simplisia
1. 2. 3 4 5
Penetapan kadar air
Penetapan kadar sari larut dalam air Penetapan kadar sari larut dalam etanol Penetapan kadar abu total
Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam
6,65 24,80 25,35 4,30 1,62 4,99 20,21 20,75 4,31 1,63
Hasil penetapan kadar air nano dan simplisia dari daun alpukat memenuhi
persyaratan dari buku Materia Medika Indonesia yaitu tidak melebihi 10%. Kadar
air yang melebihi persyaratan memungkinkan terjadinya pertumbuhan jamur dan
mikroorganisme.
Penetapan kadar sari yang larut dalam air untuk mengetahui kadar
senyawa yang bersifat polar dalam simplisia. Senyawa-senyawa yang dapat larut
dalam air adalah garam alkaloid, glikosida, tanin, gula, gom, pati, protein, lendir,
enzim, pektin, zat warna, dan asam organik (Depkes RI,1986).
Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol untuk mengetahui senyawa
(50)
34
larut dalam etanol adalah alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin,
kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar, klorofil, dan dalam jumlah sedikit
yang larut lemak, tanin dan saponin (Depkes RI, 1986).
Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral
internal yang terdapat di dalam simplisia yang diteliti serta senyawa organik yang
tersisa selama pembakaran. Abu total terbagi dua yang pertama abu fisiologis
adalah abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan abu non fisiologis
adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan dari luar yang
terdapat pada permukaan simplisia. Kadar abu tidak larut asam untuk menentukan
jumlah silika, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan
abu total dalam asam klorida. Hasil penetapan kadar air, penetapan kadar sari
larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total,
penetapan kadar abu tidak larut dalam asam memenuhi persyaratan yang ada
(WHO, 1998).
4.4 Hasil Skrining Fitokimia Daun Alpukat
Hasil skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia, EESSDA ,dan EENDA
menunjukkan adanya golongan senyawa-senyawa kimia. Skrining fitokimia
dilakukan terhadap serbuk simplisia, ekstrak etanol nano partikel dan ekstrak
etanol serbuk simplisia daun alpukat, dimana golongan senyawa kimia yang
terdapat pada serbuk simplisia dan ekstrak etanol adalah senyawa golongan
alkaloida, flavonoida, glikosida, tanin, steroida/triterpenoida, dan saponin. Hasil
skrining fitokimia serbuk simplisia, ekstrak etanol nano partikel dan ekstrak
(51)
35
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan skrining fitokimia daun alpukat.
No Pemeriksaan Simplisia Ekstrak nano Ekstrak simplisia
1 Alka loid + + +
2 Flavonoid + + +
3 Glikos ida + + +
4 Glikosida Antrakuinon - -
-5 Saponin + + +
6 Tanin + + +
7 Steroid/Triterpenoid + + +
Keterangan: (+) positif : mengandung golongan senyawa (-) negatif : tidak mengandung golongan senyawa
Pemeriksaan golongan senyawa kimia terhadap daun alpukat dilakukan
untuk memperoleh informasi tentang golongan senyawa metabolit sekunder yang
terdapat di dalamnya. daun alpukat yang ditambahkan pereaksi Dragendorff
terbentuk endapan warna jingga kecoklatan, dengan pereaksi Bouchardat
terbentuk endapan warna kuning kecoklatan dan dengan pereaksi Mayer terbentuk
endapan putih dan kekeruhan, ini menunjukkan adanya alkaloid. Alkaloid
dianggap positif jika terbentuk endapan pada paling sedikit dua atau tiga dari
pereaksi yang ditambahkan (Depkes, 1995). Flavonoid dengan penambahan
serbuk Mg, HCl 2 N dan amil alkohol memberikan warna jingga pada lapisan
amil alkohol. Ini dianggap bahwa flavonoid positif pada daun alpukat
(Farnsworth, 1966).
Penambahan Liebermann-Burchard memberikan warna biru kehijauan
menunjukkan adanya senyawa steroid (Harborne, 1987). Skrining pada tanin
dengan penambahan FeCl3 memberikan warna biru kehitaman yang menunjukkan
adanya tanin (Farnsworlh, 1966).
Skrining glikosida ditunjukkan dengan penambahan pereaksi Molish dan
(52)
36
pereaksi umum yang digunakan untuk identifikasi gula, dalam hal ini bagian gula
dari glikosida jika terbentuk cincin ungu adalah positif. Skrining saponin
menghasilkan busa yang stabil dengan tinggi busa 3 cm dan tidak hilang dengan
penambahan HCl 2 N artinya positif mengandung saponin (Depkes, 1995).
4.5 Analisis Ekstrak Serbuk Daun Alpukat dengan Metode TLC 4.5.1 Analisis ekstrak nano partikel
Gambar 4.3 Grafik analisis KLT ekstrak nano daun alpukat
Hasil kurva diatas menunjukkan terdapat 25 puncak yang menunjukkan
terdapat 25 komponen yang terdapat pada ekstrak nano partikel daun alpukat.
Berikut gambar untuk lebih memperjelas kurva diatas:
Gambar 4.4 Grafik yang menunjukkan komponen analisis KLT ekstrak nano daun alpukat
(53)
37
Tabel 4.3 Komponen yang terdapat diekstrak nano daun alpukat
4.5.2 Analisis ekstrak serbuk simplisia
Gambar 4.5 Grafik analisis KLT ekstrak serbuk simplisia daun alpukat Dari kurva diatas diperoleh 18 puncak yang menunjukkan terdapat 18
komponen terdapat pada ekstrak serbuk simplisia dari daun alpukat. Berikut
(54)
38
Gambar 4.6 Grafik yang menunjukan komponen analisis KLT ekstrak serbuk simplisia daun alpukat
Tabel 4.4 Komponen yang terdapat diekstrak serbuk simplisia
3.5.3 Nilai rf
Nilai Rf dari masing-masing komponen pada ekstrak nano dan simplisia
(55)
39
Tabel 4.5 Komponen-komponen dan nilai Rf nya pada ekstrak nano dan simplisia daun alpukat.
Dari hasil TLC scanner diperoleh 25 puncak dari ekstrak nano partikel,
menunjukkan ada 25 komponen yang terdapat diekstrak nano partikel. Pada
ekstrak serbuk simplisia terdapat 18 puncak yang menunjukkan bahwa pada
ekstrak serbuk simplisia dari daun alpukat terdapat 18 komponen.
Dari hasil diatas, diperoleh jumlah komponen pada ekstrak serbuk nano
partikel lebih banyak dibandingkan dengan serbuk simplisia, yaitu 25 komponen.
Hal tersebut dikarenakan ukuran partikel yang sangat kecil dari serbuk nano No Rf nano Rf simplisia
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 0.01 0.04 0.07 0.10 0.12 0.14 0.17 0.22 0.28 0.30 0.35 0.43 0.50 0.54 0.57 0.59 0.61 0.61 0.66 0.67 0.68 0.69 0.70 0.73 0.77 0.01 0.02 0.03 0.08 0.10 0.14 0.18 0.22 0.29 0.31 0.37 0.41 0.49 0.53 0.59 0.60 0.75 0.79
(56)
40
partikel memungkinkan jumlah komponen yang tersari semakin banyak bila di
bandingkan dengan serbuk simplisia.
Semakin kecil ukuran partikel, maka luas permukaannya akan semakin
besar. Sehingga jumlah komponen yang akan disarinya akan semakin banyak
pula. Nano partikel memiliki luas permukaan yang luas, sehingga pelarut lebih
mudah menyari senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan (winaryo dan
(57)
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Hasil pemeriksaan karakterisasi nano partikel dan simplisia daun alpukat
diperoleh kadar air 6,65% dan 4,99%, kadar sari yang larut dalam air sebesar
24,80% dan 20,21%, kadar sari yang larut dalam etanol 25,35% dan 20,75%,
kadar abu total 4,30% dan 4,31%, kadar abu yang tidak larut dalam asam
1,62% dan 1,63%.
2. Hasil skrining fitokimia diperoleh bahwa simplisia daun alpukat mengandung
senyawa kimia golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan
steroid/triterpenoid. EENDA mengandung alkaloid, flavonoid, glikosida,
saponin, tanin dan steroid/triterpenoid serta EESSDA mengandung alkaloid,
flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid.
3. Hasil pemeriksaan jumlah komponen pada ekstrak nano partikel dan ekstrak
serbuk simplisia dari daun alpukat menunjukkan Ekstrak nano partikel
mengandung 25 komponen sedangkan ekstrak serbuk simplisia mengandung
18 komponen.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian ini, diharapkan untuk penelitian selanjutnya meneliti
apa saja komponen yang terdapat pada ekstrak-ekstrak tersebut dan meneliti
komponen apa saja yang berbeda dari masing-masing ekstrak tersebut dengan
(58)
42
DAFTAR PUSTAKA
Abdul dan Gholib. (2012). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Halaman 353, 359.
Anggraeni, N.D. (2008). Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) dalam Pemantauan Proses Oksidasi Magnetite Menjadi Hematite. Seminar Nasional ke-VII. Artikel. Halaman 52.
Ault, A. (1976). Techniques and Experiments for Organic Chemistry. Holbrook Press. Inc., Boston.
Anonim. (2013). Lab Analisis Bahan. Diakses tanggal 15 Maret 2014.
http:// physics.ipb.ac.id/2014/03/15/laboratoium.pdf.lab analisis bahan/
Basset, J., Denney, G.H., dan Jeffery, J. M. (1994). Buku Ajar Vogel; Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
Bhadoriya, S. S. (2010). Bioavaibility And Bioactivity Enhancement Of Herbal Dugs By “Nanotechnology”: A Review. Journal Of Pharmaceutical Research. India: Vikrant Institute Of Pharmacy. Halaman 1-2.
Day dan Underwood. (1980). Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.
Depkes RI. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 6-7.
Ditjen POM RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 33-34.
Ditjen POM RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 297-326, 333-340.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 7.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 10-11.
Glitter, R. J., Bobbitt, 1.M., dan Schwarting, A. E. (1991). Pengantar Kromatografi Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh Padmawinata. Bandung: K Penerbit ITB.
Gupta, R.B. dan Kompella, U.B. (2006). Nanoparticle Technology For Drug Delivery. Volume 159. New York: Taylor & Francis. Halaman 1-14.
(59)
43
Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of pharmaceutical. 55(3): 263-264.
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Terbitan Kedua. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 147.
Isa, E.P. (2008). Ekstraksi dan identifikasi senyawa terpenoid pada tumbuhan meniran (Phyllanthus niruri Linnn) dengan metode kromatografi lapis tipis. Skripsi Jurusan Pendidikan Kimia. Gorontalo: UNG
Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Halaman 220 - 228.
Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Mohanraj dan Chen (2006). Nanoparticles A Review. Australia: Curtin University Of Technology. Halaman 1-12
Nur, M. A. dan Adijuana, H. (1987). Teknik Separasi Dalam Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas IPB.
Owolabi, M.A., Coker dan Jaja, S.I. (2010). Bioactivity of the phytoconstituents of the leaves of Persea americana. Journal of Medicinal Plants Research. 4(12): 1130-1135.
Pomeranz, Y. dan Meloan, C. E. (1994). Food Analysis, Theory and Practice 3th Ed. International Thomson Publ. Co., New York.
Rohman, A. (2009). Kromatografi Untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 51.
Supratman, U. (2008). Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung: Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Padjajaran Bandung.
Svehla, G. (1979). Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro. Jilid 1 Edisi Kelima. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.
WHO. (1998). Quality Control Methods For Medicinal Plant Material. Switzerland: WHO. Halaman 35-39.
Winaryo, F.G., dan Fernandes, I.E. (2010). Nanoteknologi bagi Industri Pangan dan Kemasan. Bogor: M-Brio Press.
Yuniarti, T.(2008). Ensiklopedia Tananman Obat Tradisional. Cetakan Pertama. Yogyakarta: MedPress
(60)
44
(61)
45
Lampiran 2. Gambar tanaman alpukat dan daun alpukat
A.
(62)
46
Lampiran 2. (Lanjutan)
C. Keterangan:
A. Gambar tanaman alpukat B. Gambar daun dan buah alpukat C. Gambar daun alpukat
(63)
47
Lampiran 3. Gambarserbuk nano dan simplisia daun alpukat
A.
B. Kerterangan:
A. Gambar serbuk simplisia daun alpukat B. Gambar serbuk nano daun alpukat
(64)
48
Lampiran 4. Hasil karakterisasi PSA nano partikel daun alpukat
(65)
49
Lampiran 5. Bagan kerja penelitian
S.simplisia Nano
Karakteristik simplisia :
− Makroskopik
− Penetapan:
•Kadar air
•Kadar sari yang larut dalam etanol
•Kadar sari yang larut dalam air
•Kadar abu total
•Kadar abu yang tidak larut dalam asam
11 kg Daun alpukat
Dicuci hingga bersih
Ditiriskan hingga tidak ada air lagi Dilakukan pemeriksaan makroskopik Ditimbang sebagai berat basah Dikeringkan di lemari pengering 2 Kg Simplisia kering
Ekstrak etanol
Skrining fitokimia :
−Alkaloid
−Flavonoid
−Glikosida
−Glikosida antrakuinon
−Saponin
−Tanin
−Steroid/ Triterpenoida Uji TLC
(66)
50
Lampiran 6. Bagan ekstraksi nano dan simplisia daun alpukat secara maserasi 1. Pembuatan ekstrak etanol nano daun alpukat (EENDA)
Dicuci dengan etanol 96% secukupnya hingga diperoleh 3000 ml
Maserat Ampas
300 g Serbuk nano
Dimasukkan ke dalam bejana kaca Dituangi dengan 2250 ml etanol 96% Ditutup
Dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk
Disaring
Dipindahkan ke dalam bejana tertutup
Dibiarkan di tempat terlindung dari cahaya selama 2 hari Diendaptuang
Dipekatkan dengan alat rotary evaporator
Dikeringkan dengan freeze dryer
Ditimbang beratnya
39.89 g Ekstrak etanol Maserat
(67)
51
Lampiran 6. (Lanjutan)
2. Pembuatan ekstrak etanol serbuk simplisia daun alpukat (EESSDA)
Dicuci dengan etanol 96% secukupnya hingga diperoleh 3000 ml
Maserat Ampas
300 g Serbuk simplisia
Dimasukkan ke dalam bejana kaca Dituangi dengan 2250 ml etanol 96% Ditutup
Dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk
Disaring
Dipindahkan ke dalam bejana tertutup
Dibiarkan di tempat terlindung dari cahaya selama 2 hari Diendaptuang
Dipekatkan dengan alat rotary evaporator
Dikeringkan dengan freeze dryer
Ditimbang beratnya
31,78 g Ekstrak etanol Maserat
(68)
52
Lampiran 7. Perhitungan pemeriksaan karakteristik serbuk nano dan serbuk simplisia daun alpukat
a. Perhitungan pemeriksaan karakteristik nano daun alpukat
1. Perhitungan kadar air.
a. Berat sampel = 5,015 g
Volume air = 0,35 ml
% Kadar air = 0,35 ml
5,015 g
×
100%= 6,97%
b. Berat sampel = 5,006 g
Volume air = 0,35 ml
% Kadar air = 0,5 ml
5,006 g
×
100%= 6,99%
c. Berat sampel = 5,000 g
Volume air = 0,3 ml
% Kadar air = 0,3 ml
5,000 g
×
100%= 6%
% Kadar air rata-rata = 6,97%+6,99%+6% 3
= 6,65% % Kadar air = Volume air (ml )
(69)
53
Lampiran 7. (Lanjutan)
2. Perhitungan kadar sari yang larut dalam air
a. Berat simplisia = 5,0036 g
Berat sari = 0,2464 g
% Kadar sari larut dalam air =0,2464 g
5,0036 g
×
100
20 × 100%
= 24,62%
b. Berat simplisia = 5,0066 g
Berat sari = 0,2516 g
% Kadar sari larut dalam air = 0,2516 g
5,0066 g
×
100
20 × 100%
= 25,12%
c. Berat simplisia = 5,0024 g
Berat sari = 0,2470 g
% Kadar sari larut dalam air = 0,2470 g
5,0024 g
×
100
20 × 100%
= 24,68%
% Kadar sari larut dalam air rata-rata = 24,62%+25,12%+24,68%
3
= 24,80% % Kadar sari larut dalam air = Berat sari (g)
Berat simplisia (g)
×
100
(70)
54
Lampiran 7. (Lanjutan)
3. Perhitungan kadar sari yang larut dalam etanol
a. Berat simplisia = 5,0040 g
Berat sari = 0,2518 g
% Kadar sari larut dalam etanol = 0,2518 g
5,0040 g
×
100
20 × 100%
= 25,15%
b. Berat simplisia = 5,0054 g
Berat sari = 0,2552 g
% Kadar sari larut dalam etanol = 0,2552 g
5,0054 g
×
100
20 × 100%
= 25,49%
c. Berat simplisia = 5,0048 g
Berat sari = 0,2545 g
% Kadar sari larut dalam etanol = 0,2545 g
5,0048 g
×
100
20 × 100%
= 25,42%
% Kadar sari larut dalam etanol rata-rata = 25,15%+25,49%+25,42% 3
=
25,35% % Kadar sari larut dalam etanol = Berat sari (g)Berat simplisia (g)
×
100
(71)
55
Lampiran 7. (Lanjutan)
4. Perhitungan kadar abu total
a. Berat simplisia = 2,0001 g
Berat abu = 0,0859 g
% Kadar abu total = 0,0859 g
2,0001 g × 100%
= 4,29%
b. Berat simplisia = 2,0002 g
Berat abu = 0,0860 g
% Kadar abu total = 0,0860 g
2,0002 g × 100%
= 4,29%
c. Berat simplisia = 2,0002 g
Berat abu = 0,0863 g
% Kadar abu total = 0,0863 g
2,0002 g × 100%
= 4,31%
% Kadar abu total rata-rata = 4,29%+4,29%+4,31% 3
= 4,30% % Kadar abu total = Berat abu (g)
(1)
60 4. Perhitungan kadar abu total
a. Berat simplisia = 2,0000 g Berat abu = 0,0861 g % Kadar abu total = 0,0861 g
2,0000 g × 100% = 4,30%
b. Berat simplisia = 2,0002 g Berat abu = 0,0868 g % Kadar abu total = 0,0868 g
2,0002 g × 100% = 4,33%
c. Berat simplisia = 2,0002 g Berat abu = 0,0862 g % Kadar abu total = 0,0862 g
2,0002 g × 100% = 4,30%
% Kadar abu total rata-rata = 4,30%+4,33%+4,30% 3
= 4,31% % Kadar abu total = Berat abu (g)
(2)
61 Lampiran 7. (Lanjutan)
5. Perhitungan kadar abu yang tidak larut dalam asam
a. Berat simplisia = 2,0000 g Berat abu = 0,0323g
% Kadar abu tidak larut asam = 0,0323 g
2,0000 g × 100% = 1,61%
b. Berat simplisia = 2,0002 g Berat abu = 0,0328 g
% Kadar abu tidak larut asam = 0,0328 g
2,0002 g × 100% = 1,63%
c. Berat simplisia = 2,0002 g Berat abu = 0,0332 g
% Kadar abu tidak larut asam = 0,0332 g
2,0002 g × 100% = 1,65%
% Kadar abu tidak larut asam rata-rata = 1,61%+1,63%+1,65% 3
= 1,63% % Kadar abu tidak larut asam = Berat abu (g)
(3)
62
Batas penotol (BP)
A
Titik penotol (TP)
B
dielusi, dibawah lampu uv 254 dan dibawah lampu uv 366
Keterangan:
A. KLT ekstrak etanol nano partikel setelah dielusi, fase gerak tolune : aseton = 90 :10
B. KLT ekstrak etanol serbuk simplisia setelah dielusi, fase gerak tolune : aseton = 90 :10
(4)
63
Batas penotol (BP)
Titik penotol (TP) Lampiran 8. (Lanjutan)
Keterangan:
A. KLT ekstrak etanol nanopartikel dibawah lampu uv 254, fase gerak tolune : aseton = 90 :10
B. KLT ekstrak etanol serbuk simplisia dibawah lampu uv 254, fase gerak tolune : aseton = 90 :10
(5)
64
Titik penotol (TP) Batas penotol (BP)
Keterangan:
A. KLT ekstrak etanol nanopartikel dibawah lampu uv 366, fase gerak tolune : aseton = 90 :10
B. KLT ekstrak etanol serbuk simplisia dibawah lampu uv 366, fase gerak tolune : aseton = 90 :10
(6)
65 Lampiran 9. TLC scanner dan visualizer