Analisis Pembiayaan Murabahah Pengaruhnya Terhadap Tingkat Likuiditas Pada Pt.Bank Muamalat Indonesia Tbk

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Potensi ekonomi dapat terwujud dengan melalui pendanaan yang kuat, adapun sumbernya didapatkan dari dalam negeri dan luar negeri. Dana yang diperoleh dari sumber tersebut harus dikelola secara profesional agar distribusinya dapat dimanfaatkan oleh semua pihak yang memerlukan. Berkaitan dengan pernyataan tersebut, salah satu sektor penting yang berperan dalam pengelolaan dana dan turut mendorong perekonomian adalah sektor perbankan. Sektor ini merupakan salah satu potensi ekonomi yang sangat penting dalam gerak dan langkah pelaksanaan pembangunan ekonomi, bahkan kemajuan di sektor perbankan dianggap sebagai kemajuan perekonomian suatu bangsa.

Sementara itu, keterpurukan ekonomi yang melanda negara kita diawali dengan gejolak moneter di negara-negara tetangga, sehingga nilai tukar rupiah pun terdepresiasi cukup besar. Ketika krisis moneter melanda Indonesia (1997-1999) tingginya angka persentase kredit macet di satu sisi (aktiva), dan bunga deposito di sisi lain (pasiva) telah menimbulkan negative spread, dan satu-persatu bank-bank di Indonesia banyak yang mengalami likuidasi. (infobank.com/ Sumber : republika).

Dalam kondisi seperti yang disebut di atas, di mana banyak bank yang dilikuidasi, terdapat hal menarik yaitu salah satu bank yang dapat bertahan dalam kondisi menghadapi kebijakan dan krisis keuangan yang ketat yaitu Bank


(2)

Muamalat, ketika itu masih satu-satunya bank umum yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah Islam. Bank syariah dalam pengoperasiannya menggunakan sistem bagi hasil, maka bank ini tidak terpengaruh oleh bunga yang tinggi.

Melihat keadaan seperti yang disebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa betapa penting menjaga tingkat kesehatan bank bila ingin operasional bank tersebut dapat terus berlangsung (survive). Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesehatan bank adalah dengan melakukan penilaian terhadap kinerja keuangan yang dapat dilihat dan dihitung dari laporan keuangan bank yang bersangkutan secara berkelanjutan seperti yang seharusnya dilakukan oleh Bank Indonesia. Setiap bank (dan cabangnya) harus memberikan laporan keuangannya, sebagai bagian dari pengawasan Bank Indonesia terhadap operasional bank-bank yang ada di Indonesia. Untuk itulah Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah yang berlaku mulai 24 Januari 2007.

Menyatakan bahwa perkembangan metodologi penilaian kondisi bank yang bersifat dinamis, mendorong pengaturan kembali sistem penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan prinsip syariah, agar dapat memberikan gambaran yang lebih tepat mengenai kondisi saat ini dan mendatang, demikian dinyatakan Deputi Gubernur, Siti Chalimah Fadjrijah dalam menyikapi terbitnya aturan baru. Dalam penilaian tingkat kesehatan, bank syariah telah memasukkan risiko yang melekat pada aktivitas bank (inherent risk) yang merupakan bagian dari proses penilaian manajemen risiko. Bank Umum Syariah wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank secara triwulanan, yang meliputi faktor-faktor:


(3)

(i) Permodalan (Capital); (ii) Kualitas aset (Asset quality); (iii) Rentabilitas (Earning); (iv) Likuiditas (Liquidity); (v) Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to market risk), dan (vi) Manajemen (Management). (humasbi@bi.go.id).

Salah satu untuk menilai kesehatan bank yaitu dengan melihat tingkat Likuiditas bank, antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. Bank memiliki dua sumber utama bagi likuiditasnya, yaitu aset dan liabilitas. Apabila bank menahan aset seperti surat-surat berharga yang dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan dananya, maka resiko likuiditasnya bisa lebih rendah. Sementara menahan aset dalam bentuk surat- surat berharga membatasi pendapatan, karena tidak dapat memperoleh tingkat penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan pembiayaan.

Untuk menjaga likuiditas setiap bank harus melihat perbandingan tertentu menurut BI. Melalui ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) BI, setiap bank harus memiliki persentase tertentu sekurang – kurangnya 5%, (Republika, 2004:2). Batas minimum itu untuk mendeteksi kesehatan bank yang dihitung berdasarkan pembagian jumlah alat likuid dengan kewajiban yang dapat dibayar dalam suatu laporan masa.

Menurut Edwar yang mengutip dari Amrizal (1995:44) suatu bank dapat dikatakan likuid apabila :

1. Memiliki likuiditas yang sama dengan jumlah kebutuhan likuiditasnya.


(4)

2. Memiliki likuiditas yang kurang dari kebutuhan tetapi bank mempunyai surat – surat berharga yang segera dapat dialihkan menjadi kas.

3. Memiliki kemampuan untuk memperoleh likuiditas dengan cara menciptakan utang.

Mempertahankan likuiditas yang tinggi akan memperlancar customer relationship tetapi profitabilitas / imbalan hasil akan menurun karena banyaknya dana yanga menganggur. Di lain pihak likuiditas yang rendah menggambarkan kurang baiknya posisi likuiditas suatu bank.

Kahn (2001 : 36) mengutarakan bahwa keinginan bank syariah untuk tingkat keuntungan yang tinggi harus bersinggungan dengan manajemen likuiditas. Esensi dari manajemen likuiditas muncul karena adanya kenyataan bahwa adanya trade off antara likuiditas dan profitabilitas (ketika bank syariah ingin mencapai profitabilitas yang tinggi melalui ekspansi pembiayaan yang maksimal, di sisi lain bank syariah harus memiliki likuiditas yang cukup untuk memenuhi kewajibannya, sehingga akan mengurangi kemungkinan profitabilitas maksimum). Adanya mismatch antara kebutuhan pembiayaan dan penyediaan asset yang likuidi. Adanya opportunity cost (cost adanya dana yang idle karena di jadikan cadangan) pada dana likuiditas, bank harus membuat semua investasi/pembiayaan menguntungkan setelah mempunyai likuiditas yang cukup.

Pada dasarnya, produk perbankan syariah sama seperti bank konvensional yakni penghimpunan dana, pembiayaan dana, dan jasa perbankan se-perti ATM, giro, atau kartu debit. Umumnya, produk pembiayaan bank syariah beroperasi


(5)

dengan prinsip jual beli (murabahah), prinsip sewa (ijarah), serta bagi hasil (mudarabah). Nasabah bisa memilih prinsip terbaik dan menegosisasikannya dengan bank. Untuk murabahah dan ijarah, bank berhak mengajukan margin keuntungan (seperti dalam jual-beli), yang harus dinegosiasikan dengan nasabah dan disepakati ketika akad.

Perbedaan bank konvensional dengan bank yang berprinsip syariah yang paling pokok adalah prinsip operasi bank tersebut. Bank konvensional menggunakan sistem bunga yang rentan terhadap kondisi ekonomi Negara bersangkutan, sedangkan bank yang berprinsip syariah tidak membebankan bunga melainkan mengajak partisipasi dan menjalin kemitraan dalam bidang usaha yang didanai. Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik dasar perbankan syariah, prinsip syariah terbukti mampu bertahan dan memiliki kinerja yang lebih baik serta konsisten dalam menjalankan fungsi intermediasinya. Bank syariah memiliki tujuan umum menyediakan pelayanan jasa keuangan sesuai dengan prinsip syariah dan sekaligus mempromosikan, mendorong, dan mengembangkan penerapan prinsip dan nilai-nilai syariah dalam transaksi keuangan, perbankan, dan kegiatan ekonomi pada umumnya, sehingga diharapkan kehadiran bank syariah sebagai salah satu solusi alternatif (bank alternatif) dapat lebih adil dan dapat memberikan perlindungan bagi keadaan perekonomian nasional, serta dapat berupaya untuk mendorong meningkatkan penyaluran pembiayaan pada sektor riil.

Berdasarkan Undang-undang No.10 Tahun 1998 mengenai perbankan, penyediaan dana tidak hanya dalam bentuk kredit, tapi dapat pula berbentuk


(6)

pembiayaan syariah. Pada sistem pembiayaan Bank Syariah ada suatu hal yang sangat penting yang membedakan antara sistem perbankan syariah dengan sistem perbankan konvensional yaitu adanya suatu kepercayaan yang sangat tinggi dalam sistem pembiayaan Bank Syariah. Adapun dalam pembiayaan bank syariah yaitu pembiayaan murabahah. Berdasarkan pembiyaan tersebut bank syariah akan berfungsi sebagai penjual yang menyediakan asset yang dibutuhkan oleh nasabah sebagai pembeli, transaksi murabahah tidak harus dalam bentuk pembayaran tangguh (kredit), melaikan dapat juga dalam bentuk tunai setelah menerima barang, ditangguhkan dengan mencicil setelah menerima barang, ataupun ditangguhkan dengan membayar sekaligus dikemudian hari. (PSAK 102 paragraf:8).

Pembiayaan murabahah saat ini masih merupakan pembiayaan yang dominan bagi perbankan syariah di Indonesia. Dalam Statistik Perbankan Indonesia (SPI) tahun 2009 pembiayaan yang disalurkan bank syariah masih didominasi oleh akad murabahah yang mencapai Rp. 24,2 triliun atau 58% dari total pmbiayaan sebesar Rp. 42.1 triliun, terhitung sampai dengan Juni 2009. Kontribusi terbesar kedua di sumbang oleh akad musyarakah yaitu sebesar Rp. 9.1 triliun, atau sekitar 22% dari total pembiayaan perbankan syariah sampai dengan Juni 2009. Akad mudharabah mencapai Rp. 6,1 triliun atau sekitar 15% dari total pembiayaan. Sisanya, meliputi pembiayaan dengan akad Qardh.

Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa total pembiayaan perbankan syariah pada 2009 mencapai Rp 46,886 triliun. Dalam publikasi Statistik Perbankan Syariah, BI menjelaskan bahwa pembiayaan yang disalurkan oleh bank


(7)

umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) seluruhnya untuk usaha kecil dan menengah (UKM). Jika dilihat dari jenis pembiayaan, sebagian besar untuk modal kerja senilai Rp22,873 triliun (48,8 persen), diikuti oleh konsumsi Rp14,058 triliun (30 persen) dan pembiayaan investasi Rp9,955 triliun (21,2 persen).

Sistem pembiayaan bank syariah masih didominasi akad murabahah sebesar 56 persen atau Rp26,321 persen dan akad mudharabah sebesar 22 persen (Rp10,412 triliun). Sementara untuk sistem pembiayaan lainnya belum banyak diminati, dimana akad musyarakah hanya menyalurkan pembiayaan Rp6,587 triliun, akad ijarah Rp1,305 triliun, akad qardh Rp1,829 triliun dan akad salam tidak diminati masyarakat. (www.bi.go.id).

Fenomena dari dominasi pembiayaan murabahah sebenarnya tidak hanya terjadi pada perbankan syariah di Indonesia saja, umum terjadi pada keseluruhan bank syariah di dunia. Sejak awal tahun 1984 pembiayaan model murabahah di Pakistan mencapai sekitar 87 persen dari total pembiayaan dalam investasi deposito profit and loss sharing. Di Dubai Islamic Bank, bank terawal disektor swasta, pembiayaan murabahah mencapai 82 persen dari total pembiayaan selama tahun 1989. Bahkan di Islamic Development Bank (IDB), selama kurang lebih 10 tahun periode pembiayaan 73 persen dari seluruh pembiayaan adalah akad murabahah, yaitu dalam bentuk pembiayaan dagang luar negeri.

Ada sejumlah alasan kenapa murabahah begitu populer dalam operasi investasi perbankan syariah. Menurut Usmani (2003), pertama, murabahah adalah suatu mekanisme investasi jangka pendek, dan dibandingkan dengan profit and


(8)

loss sharing cukup memudahkan; kedua, mark-up dalam murabahah dapat ditetapkan demikian rupa sehingga memastikan bahwa bank dapat memperoleh keuntungan yang sebanding dengan keuntungan bank-bank berbasis bunga yang menjadi saingan bank-bank Islam; ketiga, murabahah menjauhkan dari ketidakpastian yang ada pada pendapatan bisnis-bisnis dengan sistem profit and loss sharing; keempat, murabahah tidak memungkinkan bank-bank Islam untuk mencampuri manajemen bisnis, karena bukanlah mitra si nasabah, sebab hubungan mereka dalam murabahah adalah hubungan hutang-piutang dagang.

Dengan fenomena yang tergambar diatas maka dapat dikatakan proyeksi trend pembiayaan masih di dominasi skim murabahah, bahwa sebagian besar penduduk Indonesia bersifat konsumtif. Kebutuhan yang paling mendesak adalah kebutuhan perumahan dan kendaraan.

Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga atau financing to deposit ratio (FDR) terus meningkat dalam setahun terakhir. Perbankan syariah sebaiknya berhati-hati, mengingat kondisi likuiditas pada industri perbankan masih ketat. Perbankan syariah diminta untuk memperhatikan dan menekan laju rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga (financing to deposit ratio/FDR) yang terlampau tinggi untuk mengantisipasi kesulitan likuiditas akibat dampak krisis keuangan global.

FDR perbankan syariah per Oktober 2008 mencapai 112 persen. Berdasarkan data Bank Indonesia, FDR perbankan syariah per Oktober 2008 meningkat dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 103 persen. FDR meningkat karena laju pembiayaan lebih cepat dibandingkan dana pihak ketiga.


(9)

Dalam setahun terakhir, pembiayaan tumbuh 44,2 persen, sementara DPK tumbuh 34 persen. FDR di atas 100 persen berarti seluruh DPK disalurkan sebagai pembiayaan, bahkan masih ditambah dengan modal dan cadangan bank. Kondisi ini berbeda dengan perbankan konvensional yang rasio kreditnya hanya sekitar 78 persen. (KOMPAS:2008)

Statistik perbankan syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) per April menunjukkan FDR perbankan syariah masih berada di level 101 persen dengan total pembiayaan mencapai Rp39,726 triliun dan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp39,193 triliun. “Posisi FDR perbankan syariah saat ini sudah terlalu tinggi dan menjadi ancaman serius bagi likuiditas bank. Dampak krisis keuangan global masih terasa dan belum bisa dipastikan akan cepat membaik. Idealnya, FDR berada di posisi 80-90 persen," kata Ketua Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) Ahmad Riawan Amin, di Jakarta, Selasa (23/6/2009). Menurut Riawan, perbankan harus memperhatikan rasio FDR yang sudah terlampau tinggi dan harus diturunkan dari 101 persen menjadi 80-90 persen.

Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga (FDR) perbankan syariah yang bergerak di sekitar angka 100 persen membuat mereka rawan krisis ketika terjadi penarikan simpanan secara serentak dan dalam jumlah besar. Berikut table yang menunjukan perbandingan pembiayaan dan Dana Pihak Ketiga (FDR) pada Bank Muamalt Indonesia (BMI).


(10)

Tabel 1.1

Perhitungan Persentase Tingkat FDR Bank Muamalat Indonesia (BMI)

Tahun 1999 s/d 2009

(dalam miliar rupiah) Tahun Total

Pembiayaan

DPK Tingkat FDR Kenaikan dan penurunan (Dana Pihak

Ketiga)

(financing to deposit rasio) %

tingkat FDR

1999 432.1 528.1 81.82

2000 914.85 825.3 110.85 29.03

2001 1,215.25 1,196.29 98.44 (12.41)

2002 1,747.87 1,695.78 97.02 (1.42)

2003 2,373.04 2,244.66 94.59 (2.43)

2004 4,184.70 4,043.68 96.63 2.04

2005 5,887.74 5,910.70 100.39 3.76

2006 6,628.09 6,425.27 96.94 (3.45)

2007 8,618.05 8,545.66 99.16 2.22

2008 10,157.86 10,605.82 104.41 5.25

2009 11,428.01 13,316.90 85.82 (18.89)

Sumber : BI Statistik laporan keuanga perbankan syariah, yang diolah

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat risiko Likuiditas setiap tahunnya mengalami fluktuasi, hal ini disebabkan pada periode tahun 1999 – 2000 likuiditas mengalami kenaikan karena perbandingan total pembiayaan terhadap Dana Pihak Ketiga pun mengalami kenaikan, tetapi kenaikan tersebut membuat likuiditas bank tidak likuid, Sedangkan, pada periode 2002, 2003, 2006, dan 2009 likuiditas mengalami penurunan, meskipun total pembiayaan dan total DKP terus meningkat dari tahun sebelumnya dan kondisi bank likuid. Melihat hal diatas fenomena terjadi pada tahun 2000, 2005 dan 2008 dari tahun tersebut tingkat likuiditas bank syariah sangat rawan terhadap krisis ketika terjadi penarikan


(11)

simpanan secara serentak dan dalam jumlah besar oleh para nasabah. Seperti diktakan Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI) Ramzi Zuhri, rasio pembiayaan terhadap simpanan (finance to deposit ratio/FDR) mencapai 100 persen dianggap melebihi kewajaran. Sebab, perbankan syariah harus memenuhi ketentuan giro wajib minimum (GWM) sebesar tiga persen dari DPK. Perbankan juga harus menyiapkan kebutuhan sehari-hari untuk penarikan dana nasabah dengan kisaran sekitar tujuh persen. (KOMPAS.COM:2009)

Melihat hal tersebut, pembiayaan yang dilakukan bank akan berdampak pada penyediaan likuiditas, maka penulis tertarik untuk memberikan judul pada penelitian ini yaitu:

“Analisis Pembiayaan Murabahah Pengaruhnya Terhadap Tingkat Likuiditas Pada PT Bank Muamalat Indonesia (BMI)”.

1.2 Identifikasi Masalah Dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan dengan uraian latar belakang penelitian yang dikemukakan diatas, maka penulis mencoba mengidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Rasio tingkat Likuiditas perbankan syariah yang bergerak di sekitar angka 100 persen pada tahun 2000, 2005 dan 2008 membuat mereka rawan krisis ketika terjadi penarikan simpanan secara serentak dan dalam jumlah besar, sedangkan Idealnya, FDR berada di posisi 80-90 persen.


(12)

2. Dengan naiknya total pembiayaan yang masih di dominasi skim murabahah pada tiap tahunnya membuat tingkat likuiditas menjadi semakin tinggi pada Bank Muamalat Indonesia.

1.2.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang penelitian yang dikemukakan di atas, maka penulis mencoba mengidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pembiayaan murabahah pada Bank Muamalat Indonesia (BMI).

2. Bagaimana tingkat Likuiditas pada Bank Muamalat Indonesia (BMI). 3. Bagaimana pengaruh pembiayaan murabahah terhadap tingkat Likuiditas

pada Bank Muamalat Indonesia (BMI).

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pembiayaan murabahah terhadap tingkat Likuiditas pada Bank Muamalat Indonesia (BMI).

1.3.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pembiayaan murabahah pada Bank Muamalat Indonesia (BMI)


(13)

2. Untuk mengetahui tingkat Likuiditas pada Bank Muamalat Indonesia (BMI)

3. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pembiayaan murabahah terhadap tingkat Likuiditas pada Bank Muamalat Indonesia (BMI)

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut :

1. Bagi Peneliti

Memberikan informasi dan kontribusi yang berguna untuk pengembangan penelitian perbankan terutama dalam hal pembiayaan murabahah dan tingkat likuiditas pada bank dengan prinsip syariah dalam hal ini adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI).

2. Bagi Perusahaan

Dapat dijadikan masukan untuk membantu pihak manajemen terutama untuk melihat pengaruh pembiayaan murabahah dalam meningkatkan likuiditas dan memberitahukan posisi mereka dalam mengukur keberhasilan operasional bank.

3. Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan, umumnya mengenai dunia perbankan, khususnya mengenai pembiayaan murabahah dan tingkat likuiditas pada Bank Muamalat Indonesia serta sebagai bahan referensi untuk penelitian dalam bidang yang sama.


(14)

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Bank Muamalat Indonesia Cabang Cianjur yang bertempat di Jl. Siti Jenab No. 39 Cianjur telp: (0263) 280950, (0263) 280951, fax: (0263) 280 451. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan April – Juli 2010.

Tabel 1.2 Jadwal Penelitian

N

o Kegiatan

Bulan

Februari Maret April Mei Juni Juli

Agustus s/d oktober 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Prasurvei:

a. Persiapan judul skripsi b. Persiapan

teori pendukung judul skripsi

c. Pengajuan judul skripsi

d. Cari perusahaan 2

Proses Usulan (UP) Penelitan:

a. Penulisan UP b. Bimbingan

UP

c. Sidang UP


(15)

d. Revisi UP

3 Pengumpulan

Data 4 Pengolahan

dan Analisis

Data 5 Proses

Penyusunan Skripsi

a. Bimbingan

&Penulisan Skripsi

b. Sidang

skripsi c. Revisi

skripsi d. Pengumpul

an draft

skrisi 6 Sidang

Yudisium


(16)

16 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Bank Syariah

2.1.1.1 Pengertian Bank Syariah

Bank merupakan lembaga/badan usaha yang mengelola dana yang dihimpun dari masyarakat, juga berperan sebagai lembaga intermediasi/perantara bagi masyarakat yang surplus dana dan masyarakat yang kekurangan dana. Hal ini sesuai dengan pendapat Kasmir (2003 : 24) pengertian bank dan bank syariah, sebagai berikut :

“Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam bentuk lalu lintas pembayaran”.

Perbedaan antara bank konvesional dan bank syariah secara umum diuraikan sebagai berikut :

Tabel 2.1

Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

Bank Konvensional Bank Syariah

1. Investasi yang halal dan haram 2. Memakai perangkat bunga 3. Profit oriented

4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitur-kreditur 5. Tidak terdapat Dewan Pengawas

1. Melakukan investasi-investasi yang halal saja

2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa

3. Profit dan falah oriented (kemakmuran dan kebahagiaan


(17)

Syariah akhirat)

4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan

5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syairah (DPS)

Sumber :Bank Syariah: dari teori ke praktek, Syafi’i Antonio,M, 2001.

Perbedaan antara imbalan yang diberikan oleh kedua bank tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.2

Perbedaan Imbalan Bank Konvensional dan Bank Syariah

Bunga Bagi Hasil

1. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad tanpa berpedoman pada untung/rugi

2. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan

3. Jumlah pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi

4. Eksistensi bunga diragukan oleh semua agama, termasuk agama Islam

1. Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada untung/rugi

2. besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh

3. Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak

4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan

5. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.


(18)

Dalam operasionalnya, bank konvensional memberikan kredit kepada peminjam atau debitur, sedangkan bank dengan prinsip syariah memberikan pembiayaan. Dalam pembiayaan yang dilakukan bank akan mengandung risiko kredit/pembiayaan seperti risiko likuiditas, risiko kredit, risiko tingkat bunga, dan lain-lain. Untuk dapat menentukan tingkat risiko tersebut, bank dapat melihat laporan keuangannya. Menurut Warren Reeve Fess (2005:24) pengertian laporan keuangan adalah sebagai berikut :

“Laporan akuntansi yang menghasilkan informasi. Laporan utama bagi perusahaan perorangan adalah lapora laba rugi, laporan ekuitas pemilik, neraca, dan laporan keuangan”.

2.1.1.2 Fungsi dan Peranan Bank Syariah

Menurut Rizal Yahya, Aji Erlangga, dan Ahim Abdurahim (2009:54), bank syariah mempunyai fungsi secara umum meliputi sebagai berikut :

“1. Menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat . 2. Menjalankan fungsi social dalam bentuk lembaga baitulmal.

3. Penyedia transaksi keuangan.

4. Pengelola pemberian wakaf berupa uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir).”

Agar berhasil menjadi pendorong terwujudnya pembangunan ekonomi nasional maka bank syariah memiliki peranan sebagai perekat nasionalisme yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, beroperasi secara transparan, berfungsi sebagai pendorong penurunan investasi spekulatif, pendorong peningkatan


(19)

efisiensi, mobilisasi dana masyarakat serta menjadi uswatun hasanah bagi praktek usaha berlandaskan moral dan etika Islam.

2.1.1.3 Karakteristik Bank Syariah

Karakteristik bank syariah dapat bersifat fleksibel, yang meliputi : a Keadilan, melarang riba tetapi menggunakan bagi hasil.

Pengertian riba menurut Rizal Yahya, Aji Erlangga, dan Ahim Abdurahim (2009:107), dijelaskan sebagai berikut :

“Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan (iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut”

b Kemitraan, yaitu saling memberi manfaat.

Posisi nasabah, investor, pengguna dana dan bank berada dalam hubungan sejajar sebagai mitra usaha yang saling menguntungkan dan bertanggung jawab di mana tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

c Universal, melarang transaksi yang bersifat tidak transparan (gharar). Menghindari penggunaan sumber daya yang tidak efisien, dan terbuka seluas-luasnya bagi masyarakat tanpa membedakan agama, suku, dan ras

2.1.2. Pembiayaan

2.1.2.1 Pengertian Pembiayaan

Penyaluran dana pada bank syariah disebut dengan pembiayaan, pembiayaan berdasrkan prisnsip syariah terbagi menjadi beberapa prinsip yaitu


(20)

berdasarkan prinsip jual beli, bagi hasil dan sewa. Pembiayaan pada bank syariah sangat penting karena kegiatan pembiayaan ini merupakan salah satu sarana untuk memperoleh keuntungan juga untuk menjaga keamanan dana nasabah.

Menurut Dahlan Siamat (2004:192) menjelaskan bahwa penyaluran dana disebut dengan pembiayaan;

“Dalam penyaluran dana bank syariah harus berpedoman pada prinsip kehati-hatian. Sehubungan dengan hal itu bank diwajibkan untuk meneliti secara seksama calon nasabah penerima dana berdasarkan azas pembiayaan yang sehat agar pendapatan yang diterima dapat optimal.”

Dari perngertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyaluran dana dan pembiayaan pada bank syariah pada dasarnya sama, hanya berbeda pada istilahnya saja.

Dalam kegiatan operasionalnya bank konvensional memberikan kredit kepada peminjam atau debitur, sedangkan bank syariah memberikan pembiayaan kepada nasabah yang akan dibiayainya. Pengertian pembiayaan menurut Kasmir (2003:92-93), dijelaskan sebagai berikut:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Dalam buku yang sama dijelaskan pembiayaan sebagai berikut :

“Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.


(21)

Dari pengertian diatas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa kredit dan pembiayaan merupakan pemberian pinjaman atau penyediaan dana yang diberikan kepada peminjam atau yang di biayainya, dan yang di biayai tersebut wajib untuk membayar atau mengembalikan tagihan tersebut pada jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan dan dengan imbalan yang telah disepakati.

2.1.2.2 Fungsi Pembiayaan

Fungsi pembiayaan menurut Muhammad (2005 : 263) adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh profit yang optimal;

2. Menyediakan aktiva cair dan kas yang memadai; 3. Menyimpan cadangan;

4. Mengelola kegiatan-kegiatan lembaga ekonomi dengan kebijakan yang pantas bagi seseorang yang bertindak sebagai pemelihara dana-dana orang lain;

5. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan.”

Dari fungsi pembiayaan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembiayaan memiliki berbagai macam fungsi selain untuk memperoleh laba yang optimal, bank juga menyediakan aktiva cair dan kas yang memadai untuk keperluan bank itu sendiri atau untuk kepentingan nasabah yang bisa diambil kapan saja. Fungsi lainnya yaitu untuk menyimpan cadangan yang maksudnya adalah dana yang diberikan kepada nasabah dalam bentuk pembiayaan sewaktu-waktu dapat diambil dengan cepat, karena nasabah yang diberi pembiayaan oleh bank harus mengembalikannya sesuai dengan perjanjian. Apabila dana yang diperoleh dari pihak ketiga tidak disalurkan lagi maka dana tersebut akan mengendap dan tidak dapat menghasilkan apa-apa, sehingga akan timbul kelebihan dana di bank dan


(22)

bank tidak dapat memberikan imbalan kepada nasabah yang telah menyimpan dananya. Sesuai dengan pengertian bank yaitu sebagai intermediasi antara pihak-pihak yang kelebihan dana dan pihak-pihak yang membutuhkan dana. Oleh karena itu, fungsi bank selanjutnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan, baik itu berupa barang maupun modal.

2.1.2.3 Pembiayaan Murabahah

Produk penyaluran dana kepada masyarakat atau pada Bank Syariah disebut juga dengan pembiayaan. Pembiayaan pada bank Syariah dapat terbagi menjadi beberapa jenis, yang salah satunya adalah pembiayaan jual beli. Pembiayaan jual beli terdiri dari pembiayaan murabahah, salam dan istishna. Namun pembiayaan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah pembiayaan murabahah.

Menurut Ascarya (2007: 164) mendefinisikan pengertian pembiayaan murabahah sebagai berikut;

”Pembiayaan murabahah adalah penjualan barang oleh seseorang kepada pihak lain dengan pengaturan bahwa penjual berkewajiban untuk mengungkapkan kepada pembeli harga pokok dari barang dan marjin keuntungan yang dimasukkan ke dalam harga jual barang tersebut. Pembayaran dapat dilakukan secara tunai ataupun tangguh.”

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli dengan mengungkapkan harga pokok pembelian dan menambah tingkat marjin yang telah ditetapkan oleh bank.


(23)

Menurut PSAK 102 paragraf 5, pengertian Murabahah sebagai berikut :

“Akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang telah disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli”.

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa Murabahah merupakan akad jual beli suatu barang dimana pihak bank / penjual menyebutkan harga jual terdiri dari harga pokok dan tingkat keuntungan tertentu atas barang tersebut, dimana harga jual tersebut disetujui oleh pembeli / nasabah.

Ulama Hanafiyah mendefinisikan dengan mengatakan, pemindahahn sesuatu yang dimiliki dengan akad awal dan harga awal disertai harga tambahan keuntungan.

2.1.2.4 Landasan Hukum

Murabahah merupaka suatu akad yang diperbolehkan secara syar’i, serta didukung mayoritas ulama dari kalangan sahahabai. Tabi’in serta ulama – ulama dari berbagai mazhab dan aliran.

a. Al – Quran

Ayat – ayat Al – Quran yang secara umum membolehkan jual beli. Diantaranya adalah firman Allah :


(24)

Artinya : “…dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-baqarah :275).

Ayat ini munujukan bolehnya melakukan transaksi jual beli dan Murabahah merupakan salah satu bentuk dari jual beli.

Dan firman Allah :

Artinya : “Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harata sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali denga

jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu”. (QS. An-Nisaa:29)

Dan firman Allah :

Artinya : “Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Rabbmu”. (QS. Al-baqarah :198)

Berdasarkan ayat diatas, maka Murabahah merupakan upaya mencari rezki melalui jual beli.

Dari ayat Al – quran diatas dapat diketahui bahwa jual beli /Murabahah bukan merupakan yang diharamkan dalam agama, melaikan riba yang diharamkan oleh agama, jual beli tidak sama dengan riba.


(25)

b. Hadis / Assunah

1. Sabda Rasulullah Shallallahu „Allaihi Wassallam : “Pendapatan yang paling afdhal (utama) adalah hasil karya tangan seseorang dan jual beli yang mabrur”. (HR. Ahmad Al Bazzar Ath Thabrani).

2. Hadits dari riwayat Ibnu Majah, dari Syuaib:

“Tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkahan : menjual dengan pembayaran secara tangguh, muqaradhah (nama lain dari mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak untuk dijual”.(HR. Ibnu Majah)

3. Ketika Rasulullah Shallallahu „Allaihi Wassallam akan hijrah, Abu Bakar

Radhiyallahu „Ahnu, membeli dua ekor keledai, lalu Rasulullah

Shallalahu „Alaihi Wassallamberkata kepadanya, “jual kepada saya salah satunya”, Abu Bakar Radhiyallahu „Ahnu menjawab, “salah satunya jadi milik anda tanpa ada kompensasi apapun”. Rasulullah Shallallahu „Allaihi Wassallam bersabda, ” kalau tanpa ada harga saya tidak mau”

4. Sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu „Ahnu, menyebutka bahwa boleh melakuka jual beli dengan mengambil keuntungan satu dirham atau dua dirham untuk sepuluh dirham harga pokok (Azzuhadi, 1997:3766).


(26)

5. Selain itu, transaksi dengan menggunakan akad jual beli Murabahah ini sudah menjadi kebutuhan yang mendesak dalam kehidupan. Banyak manfaat yang dihasilkan, baik yang berprofesi sebagai pedagang maupun bukan.

c. Al-Ijma

Transaksi ini sudah diperaktekan di berbagai kurun dan tempat tanpa ada yang mengingkarinya, ini berarti para ulama menyetujuinya. (Ash-Shawy, 1990 :2000)

d. Kaidah Fiqh, yang menyatakan :

“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.

e. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.04/DSN-MUI/IV/2000, tetang MURABAHAH

“Tentang ketentuan umum Murabahah dalam bank syariah, ketentuan Murabahah kepada nasabah, jaminan, utang dalam Murabahah, penundaan pembayaran, dan kindisi bangkrut pada nasabah Murabahah.”

Dalam fatwa diatas bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan ketentuaun Murabahah kepada nasabah telah dirangkum dalam fatwa DSN.


(27)

2.1.2.2 Rukun dan Syarat Sahnya Jual Beli Murabahah

Rukun Murabahah adalah :

a. Adanya pihak-pihak yang melakukan akad (Penjual dan Pembeli) b. Obyek yang diadakan, yang mencakup (Barang yang diperjual

belikan)

c. Akad / sighat (Ijab dan Qabul)

Masing-masing rukun diatas harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Pihak yang berakad, harus :

 Cakap hukum

 Sukarela (ridha), tidak dalam keadaan terpaksa atau berada dibawah tekanan atau ancaman.

b. Obyek yang diperjualbelikan harus :

 Tidak teermasuk yang diharamkan atau yang dilarang.

 Memberikan manfaat atau sesuatu yang bermanfaat.

 Penyerahan obyek Murabahah dari penjual kepada pembeli dapat dilakukan.

 Merupakan hak milik penuh pihak yang berakad

 Sesuai spesifikasinya anatara yang diserahkan penjual dan yang diterima pembeli.

c. Akad / sighat

 Harus jelas dan disebutkan secara sepesifik dengan siapa berakad.

 Antara ijab dan qabul (serah terima) harus selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang disepakati.


(28)

 Tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang.

Selain itu ada beberapa syarat-syarat sahnya jual beli Murabahah adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui Harga Pokok

Harga beli awal (harga pokok) harus diketahui oleh pembeli kedua. Karena mengetahui harga merupakan salah satu syarat sahnya jual beli yang menggunakan prinsip Murabahah. Mengetahui harga merupakan syarat sahnya akad jual beli, dan mayoritas ahli fiqh menekankan pentingnya syarat ini. Pada prakteknya bank dapat menunjukan bukti pembelian obyek jual beli Murabahah kepada nasabah, sehingga dengan bukti pembelian tersebut nasabah mengetahui harga pokok bank.

2. Mengetahui keuntungan

Keuntungan seharusnya diketahui karena ia merupakanbagian dari harga. Keuntungan atau dalam peraktek perbankan syariah sering disebut dengan margin Murabahah dapat dimusyawarahkan antara bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, sehingga kedua belah pihak terutama nasabah dapat mengetahui keuntungan bank.

3. Harga pokok dapat dihitung dan diukur

Harag pokok dapat diukur, baik menggunakan ta bisakaran, timbangan ataupun hitungan. Ini merupakan syarat Murabahah. Harga bisa menggunakan ukuran awal, ataupun dengan ukuran yang berbeda, yang penting biasa diukur dan diketahui.


(29)

4. Jual beli Murabahah tidak bercampur dengan transaksi yang mengandung riba.

5. Akad jual beli pertama harus sah, bila akad pertama tidak sah maka jual beli Murabahah tidak boleh dilaksanakan. Karena Murabahah adalah jual beli dengan harga pokok ditambah keuntungan.

2.1.2.5 Karakteristik Pembiayaan Murabahah

Karakteristik pembiayaa Murabahah meliputi :

a. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam Murabahah berdasarkan pesanan, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli.

b. Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam Murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset Murabahah yang telah dibeli oleh penjual, dalam Murabahah pesanan mengikat, mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad.

c. Pembayaran Murabahah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh. Pembayaran tangguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada saat barang diserahkan kepada pembeli tetapi pembayaran dilakukan dalam bentuk angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu.


(30)

d. Akad Murabahah memperkenankan penawaran harga yang berbeda untuk cara pembayaran yang berbeda sebelum akad Murabahah dilakukan. Namun jika akad tersebut telah disepakati maka hanya ada satu harga (harga dalam akad) yang digunakan.

e. Harga yang disepakati dalam Murabahah adalah harga jual, sedangkan biaya perolehan harus diberitahukan. Jika penjual mendapatkan diskon sebelum akad Murabahah maka potongan itu merupakan hak pembeli. Sedangkan diskon yang diterima setelah akad Murabahah disepakati maka sesuai dengan yang diatur dalam akad, dan jika tidak diatur dalam akad maka potongan tersebut adalah hak penjual.

2.1.2.6 Jenis-jenis Murabahah

Murabahah pada perinsipnya adalah jual beli dengan keuntungan. Hal ini bersifat dan berlaku umum pada jual beli barang-barang memenuhi syarat jual beli murabahah. Dalam prakteknya pembiayaan murabahah yang diterapkan bank sayriah terbagi kepada tiga jenis, sesuai dengan peruntukannya, yaitu :

1. Murabahah Modal Kerja (MMK), yang diperuntukan untuk pembelian barang-barang yang akan digunakan sebagai modal kerja. Modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasi sehari-hari. Penerapan murabahah untuk modal kerja membutuhkan kehati-hatian. Terutama obyek yang akan diperjulbelikan terdiri dari banyak jenis, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kesulitan terutama dalam menentukan harga pokok masing-masing barang.


(31)

2. Murabahah investasi (MI), adalah pembiayaan jangka menengah atau perjanjian yang tujuannya untuk pembelian barang modal yang diperlukan untuk rehabilitasi, perluasan, atau pembuatan proyek baru.

3. Murabahah Konsumsi (MK), adalah pembiayaan perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk pembiayaan pemilikan rumah, mobil. Pembiayaan konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai pembelian barang konsumsi dan barang tahan lama lainnya. Jaminan yang digunakan biasanya berwujud obyek yang dibiayai, tanah dan bangunan tempat tinggal.

Perbedaan peruntukan pembiayaan murabahah yang ditetapkan biasanya dibedakan berdasarkan obyek akad, tujuan penggunaan obyek dan nasabah yang mengajukannya. Pembeda penentuan ini dimulai saat nasabah mengajukan pembiayaan dan disesuaikakn dengan kebutuhan nasabah, kemampuan keuangan nasabah dan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan oleh bank, smpai terealisasinya pembiayan tersebut. Perbedaan jenis-jenis pembiayaan murabahah dapat dijelaskan melalui tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.3 Perbedaan Jenis-jenis Murabahah

Jenis Pembiayaan Modal Kerja Investasi Konsumsi

Contoh Obyek Jual beli

Mobil Mobil Mobil

Penggunaan Digunakan

untuk menambah aktiva lancer (persediaan)

Digunakan sebagai

aktiva tetap

Digunakan untuk

memenuhi kebutuhan

peribadi

Nasabah Perusahaan

yang melakuka jual beli mobil

Peusahaan yang

bergerak di bidang transfortasi/ekspedisi

Dipakai sendiri

Jangka Waktu Pendek Menengah Panjang

Nominal Besar Menengah Kecil


(32)

Berdasarkan tabel 2.3 diatas, penggunaan obyek murabahah untuk masing-masing jenis murabahah berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dan hal ini merupakan langkah awal untuk membedakan jenis murabahah mana yang akan digunakan. Bila obyek akan digunakan untuk nasabah persediaan atau aktiva lancer, maka murabahah yang digunakan adalah murabahah modal kerja. Bila obyek akan digunakan sebagai aktiva tetap, maka murabahah yang digunakan adalah murabaha investasi. Dan bila obyek digunakan untuk memenuhi kebutuhan peribadi nasabah, maka murabahah yang digunakan adalah murabahah konsumsi. Jenis Murabahah menurut Wiroso (2005:37) dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu;

1) Murabahah tanpa pesanan

2) Murabahah berdasarkan pesanan.”

Adapun penjelasan dari kedua jenis murabahah diatas adalah sebagai berikut;

1. Murabahah tanpa pesanan

Murabahah tanpa pesanan maksudnya, ada yang pesan atau tidak,ada yang beli atau tidak, bank syariah menyediakan barang dagangannya. Penyediaan barang tidak terpengaruh atau terkait langung dengan ada tidaknya pembeli.

2. Murabahah berdasarkan pesanan

Murabahah berdasarkan pesanan, maksudnya bank syariah baru akan melakukan transaksi murabahah atau jual beli apabila ada nasabah yang


(33)

memesan barang sehingga penyediaan barang baru dilakukan jika ada pesanan. Pada murabahah ini, pengadaan barang sangat tergantung pada atau terkait langsung atau pembelian barang tersebut. Dasar hukum penjualan murabahah berdasarkan pesanan adalah jenis penjualan ini dan aturan-aturannya sah berdasarkan dasar-dasar umum penjualan secara syariah Islam yang tercantum dalam Al-Quran, Al-Hadits dan bermu’amalah dengan orang. Janji pemesanan di dalam Murabahah berdasarkan pesanan, bisa bersifat mengikat dan bisa bersifat tidak mengikat. Para Fuqaha salaf menyepakati mengenai bolehnya penjualan ini, dan mengatakan bahwa pemesanan tidak mesti terikat untuk memenuhi janjinya.

Murabahah berdasarkan pesanan dapat dibedakan menjadi dua yaitu; a. Bersifat mengikat, maksudnya apabila telah pesan maka harus dibeli. b. Bersifat tidak mengikat, maksudnya walaupun nasabah telah memesan

barang, tetapi nasabah tidak terikat, nasabah dapat menerima atau membatalkan barang tersebut.

Produk pembiayaan murabahah pada bank syariah tidak hanya berdasarkan jenis tetapi juga produk dalam bentuk rupiah dan valuta asing. Berdasarkan keterangan Laporan keuangan dan Buku panduan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk (2004:59) produk pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut;

1. Pembiayaan murabahah dalam rupiah

i. Pembiayaan murabahah terkait dengan bank ii. Pembiayaan murabahah tidak terkait dengan bank 2. Pembiayaan murabahah dalam valuta asing


(34)

i. Pembiayaan murabahah terkait dengan bank ii. Pembiayaan murabahah tidak terkait dengan bank.”

Adapun penjelasan dari produk pembiayaan murabahah diatas adalah sebagai berikut;

1. Pembiayaan murabahah dalam rupiah

Pembiayaan murabahah dalam rupiah yaitu pembiayaan yang dalam transaksi jual belinya menggunakan satuan rupiah. Adapun penyaluran pembiayaan murabahah dalam rupiah terbagi menjadi 2;

a. Pembiayaan murabahah terkait dengan bank

Pembelinya adalah pihak yang berkaitan secara langsung dengan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk baik direktur, pemilik modal, karyawan maupun pihak lain yang berkaitan dengan bank, misalnya perusahaan yang menjadi penyedia barang dalam kegiatan pembiayaan.

b. Pembiayaan murabahah tidak terkait dengan bank

Pembeli atau nasabahnya adalah pihak ketiga dan dalam transaksinya menggunakan satuan rupiah. Dilihat dari laporan keuangan neraca PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk pembiayaan murabahah tidak terkait dengan bank ini merupakan pembiayaan terbesar jumlahnya dibandingkan dengan pembiayaan yang lainnya.

2. Pembiayaan murabahah dalam valuta asing

Pembiayaan murabahah dalam valuta asing yaitu pembiayaan yang transaksi jual belinya menggunakan valuta asing karena produknya


(35)

hanya tersedia di luar negri. Adapun penyaluran pembiayaan murabahah dalam valuta asing terbagi menjadi 2;

a. Pembiayaan murabahah terkait dengan bank

Pembelinya adalah pihak yang berkaitan secara langsung dengan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk baik direktur, pemilik modal, karyawan maupun pihak lain yang berkaitan dengan bank, misalnya perusahaan yang menjadi penyedia barang dalam kegiatan pembiayaan. Yang membedakan dengan rupiah adalah transaksi dalam hal pembelian atau penjualan barangnya menggunakan valuta asing.

b. Pembiayaan murabahah tidak terkait dengan bank

Pembiayaan murabahah tidak terkait dengan bank yaitu pembeli atau nasabahnya tidak berkaitan dengan bank dan dalam transaksinya menggunakan valuta asing. Namun pembiayaan murabahah ini belum terdapat pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.

2.1.2.7 Pengakuan Dan Pengukuran

Pada saat perolehan, aset Murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan. Pengukuran aset Murabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut:

(a) jika Murabahah pesanan mengikat:


(36)

(ii) jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahka ke nasabah, penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset:

(b) jika Murabahah tanpa pesanan atau Murabahah pesanan tidak mengikat: (i) dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat

direalisasi, mana yang lebih rendah; dan

(ii) jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.

Potongan pembelian aset Murabahah diakui sebagai berikut:

(a) jika terjadi sebelum akad Murabahah maka sebagai pengurang biaya perolehan aset Murabahah;

(b) jika terjadi setelah akad Murabahah dan sesuai akad a. Pembebanan Biaya

Para ulama mazhab berbeda pendapat tentang biaya apa saja yang dapat dibebankan kepada harga jual barang tersebut. Misalnya, ulama mazhab Maliki membolehkan biaya – biaya yang langsung terkait dengan transaksi jual – beli itu dan biaya – biaya yang tidak langsung terkait dengan transaksi tersebut, namun memberikan nilai tambah pada barang itu.

Ulama mazhab Syafi’I membolehkan membebankan biaya – biaya yang secara umum timbul dalam suatu transaksi jual beli kecuali biaya tenaga kerjanya sendiri karena komponen ini termasuk dalam keuntungannya. Begitu pula biaya – biaya yang tidak menambah nilai barang tidak boleh dimasukan sebagai komponen biaya.


(37)

Ulama mazhab Hanafi membolehkan membebankan biaya – biaya yang secara umum timbul dalam suatu transaksi jual beli, namun mereka tidak membolehkan biaya – biaya yang memang semestinya dikerjakan oleh si penjual.

Ulama Mazhab Hambali berpendapat bahwa semua biaya langsung maupun tidak langsung dapat dibebankan pada harga jual selama biaya – biaya itu harus dibayarkan kepada pihak ketiga dan akan menambah nilai barang yang dijual.

Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa keempat mazhab membolehkan pembebanan biaya langsung yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga. Keempat mazhab tersebut sepakat tidak membolehkan pembebanan biaya langsung yang berkaitan dengan perkerjaan yang memang semestinya dilakukan oleh penjual maupun biaya langsung yang berkaitan dengan hal – hal yang berguna. Keempat mazhab juga membolehkan pembebanan biaya tidak langsung yang dibayarkan kepada pihak ketiga dan pekerjaan itu harus dilakukan oleh pihak ketiga. Bila perkerjaan itu harus dilakukan oleh si penjual, mazhab Maliki tidak membolehkan pembebanannya, sedangkan ketiga mazhab lainnya membolehkannya. Mazhab yang empat sepakat tidak membolehkan pembebanan biaya tidak langsung bila tidak menambah nilai barang atau tidak berkaitan dengan hal – hal yang berguna.


(38)

b. Murabahah Dengan Pesanan

Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam Murabahah berdasarkan persanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah, dan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya ( bank dapat meminta uang muka pembelian kepada nasabah).

Dalam kasus jual beli biasa, misalnya seseorang ingin membeli barang tertentu dengan spesifikasi tertentu, sedangkan barang tersebut belum ada pada saat pemesanan, maka si penjual akan mencari dan membeli barang yang sesuai dengan spesifikasinya, kemudian menjualnya kepada si pemesan. Contoh mudahnya si Fulan ingin membeli mobil dengan perlengkapan tertentu yang harus dicari, dibeli, dan dipasang pada mobil pesanannya oleh dealer mobil. Transaksi Murabahah melalui pesanan ini adalah sah dalam fiqih islam, antara lain dikatakan oleh Imam Muhammad ibnul-Hasan Al Syaibani, imam Syafi’i dan Imam Ja’far Al-Shiddiq.

Dalam Murabahah berdasarkan pesanan ini, si penjual boleh meminta pembayaran Hamish ghadiyah, yakni uang tanda jadi ketika ijab – Kabul. Hal ini sekadar untuk menunjukan bukti keseriusan si pembeli. Bila kemudian si penjual telah membeli dan memasang berbagai perlengkapan di mobil pesanannya, sedangkan si pembeli membatalkannya, Hamish ghadiya ini dapat digunakan untuk menutup kerugian si dealer mobil. Bila jumlah Hamish ghadiyah-nya lebih kecil dibandingkan jumlah kerusakan yang harus


(39)

ditanggung oleh si penjual, penjual dapat meminta kekurangannya. Sebaliknya bila berlebih si pembeli berhak atas kelebihan itu.

Dalam Murabahah berdasarkan pesanan yang bersifat mengikat, pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya.

c. Tunai atau Cicilan

Pembayaran Murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Dalam Murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga barang untuk cara pembayaran yang berbeda. Murabahah Muajjal dicirikan dengan adanya penyerahan barang di awal akad dan pembayaran kemudian (setelah awal akad), baik dalam bentuk angsuran maupun dalam bentuk lump sum (sekaligus).

2.1.2.8 Penerapan Murabahah dalam Perbankan Syariah

Perinsip murabahah umumnya diterapkan dalam pembiayaan pengadaan barang investasi. Skim ini paling banyak digunakan karena sederhana dan menyerupai kredit investasi pada bank konvensional. Karakteristiknya sebagaimana ditulis oleh tim pengembangan perbankan syariah Institut Bankir Indonesia (2003:66) adalah penjual harus memberitahukan harga pokok yang ia beli dan menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahannya.

Skim murabahah sangat berguna bagi seseorang yang membutuhkan barang secara mendesak tetapi kekurangan dana. Kita bisa meminta kepada bank agar membiayai pembelian barang tersebut dan bersedia menebusnya saat barang diterima. Harga jual pada pemesanan adalah harga pokok ditambah keuntungan


(40)

yang disepakati. Kesepakatan harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan tidak dapat berubah menjadi lebih mahal selama berlakunya akad.

Secara umum skema aplikasi Murabahah dalam perbankan sebagai berikut

Gambar 2.1 Skema Aplikasi Murabahah

Dari gambar 2.1 diatas dapat dijelaskan proses pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut :

1) Negosiasi dan persyaratan, pada tahap ini melakukan dengan pihak bank yang bersangkutan dengan spesifikasi produk yang diinginkan oleh nasabah, harga beli dan harga jual, jangka waktu pembayaran atau pelunasan, serta persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi oleh nasabah sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada bank syariah. 2) Bank membeli produk/barang yang sudah disepakati dengan nasabah

tersebut bank biasanya membeli ke supplier. Bank

Syariah

Nasabah

Suplier/Penjual

Kirim Barang & Dokumen Bayar

Akad Jual Beli

Beli barang

4 5

2

3

Negosiasi & Persyaratan 1


(41)

3) Akad jual beli, setelah bank memberikan produk sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan nasabah, maka selanjutnya bank menjualnya kepada nasabah. Disertai dengan penandatanganan akad jual beli antara bank dan nasabah. Pada akad tersebut dijelaskan hal-hal yang berhubungan dengan jual beli murabahah. Rukun dan syarat-syarat harus dipenuhi.

4) Supplier mengirim produk/barang yang dibeli oleh bank ke alamat nasabah atau sesuai dengan akad perjanjian yang telah disepakati antara bank dan nasabah sebelumnya. Tanda terima barang dan dokumen, ketika barang sudah sampai ke alamat nasabah, maka nasabah harus menandatangani surat tanda terima barang dan mengecek kembali kelegkapan dukomen-dokumen produk/barang tersebut.

5) Proses selanjutnya adalah nasabah membayar harga produk/barang yang dibeli dari bank, biasanya pembayaran dilakukan secara angsuran/cicilan dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati sebelumnya.

2.1.3 Likuiditas

2.1.3.1 Pengertian Likuiditas

Tingkat likuiditas bagi Bank adalah sangat penting, karena tingkat likuiditas Bank ini dapat mencerminkan Bank untuk memenuhi kewajiban– kewajibannya yang segera harus dipenuhi. Agar lebih jelas memahami lebih lanjut tentang pengertian likuiditas, maka menurut Lukman Syamsuddin (2000:42) sebagai berikut :


(42)

“Likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia.”

Menurut G. Sugiyarso dan F. Winarni (2005:114) adalah sebagai berikut :

“Likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek.”

Sedangkan menurut Munawir (2002:31) mengemukakan :

“Likuiditas adalah Kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih .”

Menurut Ikatan Akuntansi Keuangan (2004:5), likuiditas adalah sebagai berikut : “Likuiditas merupakan ketersediaan kas jangka pendek di masa depan setelah memperhitungkan komitmen yang ada.”

Masalah likuiditas adalah kemampuan bank untuk mampu memenuhi kewajibannya atau komitmennya saat jatuh tempo, pada saat yang sama bank mentranspormasi sisi liabilitas mereka untuk mendapatkan berbagai macam materiaties pada sisi asset. Suatu bank dapat dikatakan likuid apabila bank yang bersangkutan dapat membayar kewajiban utang – utangnya dapat membayar kembali semua deposanya serta dapat memenuhi semua permintaan pembiayaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan.unutk meminimalkan risiko liquiditas, pengelolaan likuiditas bank merupakan masalah yang cukup komplek


(43)

dalam kegiatan oprasional bank. Sulitnya pengelolaan tersebut disebabkan dana yang dikelola bank sebagian besar adalah dana masyarakat yang sifatnya berfluktuasi. Oleh karena itu harus memperhatikan sekuat mungkin kebutuhan likuiditas untuk jangka waktu tertentu. Perkiraan kebutuhan likuiditas tersebut sngat dipengaruhi oleh perilaku penarikan nasabah, sifat dan sumber dana yang dikelola bank.

Berhubungan dengan masalah kemampuan suatu bank untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran (alat-alat likuid) yang dimiliki oleh suatu bank pada satu saat tertentu merupakan “kekuatan membayar” dari bank yang bersangkutan. Suatu bank yang memiliki kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi.

Suatu bank yang mempunyai “kekuatan membayar” sedemikian besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera dipenuhi, dikatakan bahwa bank tersebut adalah “likuid”, dan sebaliknya yang tidak mempunyai “kekuatan membayar” adalah “illikuid”.

2.1.3.2 Sumber Kebutuhan Likuiditas Bank

Sumber – sumber utama likuiditas dapat digolongkan sebagai berikut : a. Untuk memenuhi kebutuhan wajib minimum

b. Untuk menjaga agar saldo rekening yang ada pada bankkoresponden selalu berada pada jumlah yang ditentukan.


(44)

Dari uraian diatas dapat di simpulkan bahwa likuiditas digunakan untuk memenuhi sumber kebutuhan wajib minimum agar saldo rekening pada bank berada pada jumlah yang ditentukan untuk memenuhi penrikan dana yang sewktu-waktu dilakukan oleh nasabah.

2.1.3.3 Indikator Likuiditas

Menurut Van Greuning (2002:164) bahwa likuiditas bank dapat diatur melalui indikator :

“1.Loan to Deposit Ratio (LDR) 2. Loan to Capital Ratio (LCR).”

Salah satu untuk menghitung likuiditas bank adalah dengan menggunakan loan to deposit ratio (LDR). LDR yaitu seberapa besar dana bank dilepaskan sebagai perkereditan . Pemeliharaan kesehatan bank antara lain dilakukan dengan tetap menjaga likuiditasnya sehingga bank memenuhi kewajiban kepada semua pihak yang menarik atau mencairkan uangnya.

Hal ini menurut Ali (2004:346) dihitung dengan :

Sedangkan BI menggunakan FDR sebagai salah satu alat untuk mengukur kesehatan bank syariah. FDR dipakai untuk melihat kemampuan bank syariah untuk memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi dari dana yang telah dihimpun.

Loan yang disalurkan

LDR= x 100% Total dana ketiga


(45)

Dalam dunia perbankan syariah tidak mengenal kredit (loan) dalam penyaluran dana yang dihimpunnya. Oleh karena itu aktifitas penyaluran dana yang dilakukan bank syariah lebih mengarah kepada pembiayaan (financing). Rumus LDR kedalam dunia syariah menjadi financing to deposit rstio (FDR). Sehingga FDR dapat dirumuskan :

2.1.4 Hubungan Pembiayaan Murabahah Dengan Tingkat Likuiditas

Pembiayaan merupakan salah satu fungsi yang dilakukan oleh bank (Bank Muamalat Indonesia) untuk mendapatkan keuntungan dari bagi hasil yang digunakan untuk memenuni kewajiban jangka pendek yang disebut likuiditas bank, Menurut G. Sugiyarso (2005:47) adalah sebagai berikut:

“Komposisi pembiayaan akan mempengaruhi risiko yang berkaitan dengan likuiditas.”

Risiko pembiayaan akan terjadi apabila pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada nasabah tidak dapat dikembalikan sebesar pembiayaan yang diberikan ditambah dengan imbalan atau bagi hasil dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Hal ini akan menimbulkan kerugian bagi bank, karena jumlah dana yang terhimpun dari masyarakat tidak dapat disalurkan kembali kepada masyarakat, keadaan tersebut akan mempengaruhi tingkat likuiditas bank karena pembiayaan tersebut.

Pembiayaan yang disalurkan

FDR= x 100% Total dana pihak ketiga


(46)

Adapun teori lain yang dikutip oleh Siamat (2001:157) menyatakan bahwa :

“Kredit (pembiayaan) yang di khususkan bank terutama pembiayaan jangka pendek (dalam kondisi normal) pada saat pembayaran cicilan oleh nasabah banknya dapat menambah likuiditas bank yang bersangkutan. Berati pembiayaan yang diberikan dapat mempegaruhi jumlah likuiditas.”

2.2 Kerangka Pemikiran

Strategi pembangunan harus dilakukan dengan pijakan yang kuat, dimulai dengan memaksimalkan bidang-bidang ekonomi yang dijalankan baik di bidang keuangan perbankan, ekspor-impor, koperasi pembinaan usaha kecil maupun di bidang perdagangan umum dan industri. Semua potensi ekonomi tersebut perwujudannya dilakukan melalui pendanaan yang kuat, adapun sumbernya didapatkan dari dalam negeri dan luar negeri. Dana yang diperoleh dari sumber tersebut harus dikelola secara profesional agar distribusinya dapat dimanfaatkan oleh semua pihak yang memerlukan. Berkaitan dengan pernyataan tersebut, salah satu sektor penting yang berperan dalam pengelolaan dana dan turut mendorong perekonomian adalah sektor perbankan.

Dalam pasal 1 Undang – undang No.2 tahun 2008 pengertian bank adalah sebagai berikut :

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk – bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan tarap hidup rakyat banyak”.


(47)

“Lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya”.

Dari pengertian tersebut di atas mencerminkan dua peran bank baik sebagai financial intermediate maupun institute of economic development. Sebagai perantara keuangan (financial intermediate), bank melakukan penghimpunan dana dari masyarakat yang surplus dana dalam berbagai bentuk simpanan. Melalui penghimpunan dana, bank membayar bunga kepada masyarakat atau nasabah penyimpan. Selanjutnya bank menyalurkan dana tersebut (sebagian besar) dalam bentuk kredit/pembiayaan kepada masyarakat yang defisit dana. Melalui penyaluran dana (pembiayaan) bank memperoleh pendapatan bunga/bagi hasil. Penilaian aspek penghimpunan dan penyaluran dana merupakan kinerja keuangan yang berkaitan dengan peran bank sebagai lembaga intermedasi. Berdasarkan uraian di atas, kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, rentabilitas, profitablitas, serta likuiditas.

Menurut Habib Nazir dan Hassanudin (2004:56), menjelaskan bank umum sebagai berikut :

“Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.


(48)

Berdasarkan pengertian di atas, bank umum memiliki dua sistem yaitu: 1. Sistem konvensional (berdasarkan bunga : kredit). 2. Prinsip Syariah (tanpa bunga/bagi hasil : pembiayaan).

Dalam operasionalnya, bank konvensional memberikan kredit kepada peminjam atau debitur, sedangkan bank dengan prinsip syariah memberikan pembiayaan. Dalam pembiayaan yang dilakukan bank akan mengandung risiko kredit/pembiayaan seperti risiko likuiditas, risiko kredit, risiko tingkat bunga, dan lain-lain. Untuk dapat menentukan tingkat risiko tersebut, bank dapat melihat laporan keuangannya. Definisi laporan keuangan menurut Henry Simamor (2000:21), adalah :

“Laporan keuangan adalah laporan yang mencakup neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti, laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan”.

Laporan akan memberikan informasi yang dibutuhkan untuk menentukan tingkat risiko kredit/pembiayaan. Untuk menentukan tingkat risiko kredit perusahaan harus menganalisis laporan keuangannya. Analisis laporan keuangan dijelaskan oleh Hanafi dan Abdul Halim (2003:5), sebagai berikut :

“Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan untuk mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat risiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan”.


(49)

Analisis laporan keuangan dilakukan untuk mengetahui tingkat likuiditas dan tingkat risiko atau tingkat kesehatan perusahaan. Tingkat kesehatan bank merupakan unsur terpenting dalam penilaian kualitas suatu bank.

Menurut Y. Sri Susilo, S. Triondani, A. Budi Santoso (2000:22), mendefinisikan tingkat kesehatan bank sebagai berikut :

“Kesehatan bank sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku”.

Dalam buku yang sama dijelaskan alat ukur atau indikator dalam menilai tingkat kesehatan bank sebagai berikut :

“Alat ukur atau indikator dalam menilai tingkat kesehatan bank meliputi permodalan, likuiditas, profitabilitas, manajemen dan aspek lainnya”.

Begitu luasnya cakupan kesehatan suatu bank dalam melaksanakan aktivitas usahanya, maka ada beberapa indikator yang digunakan dalam menilai tingkat kesehatan bank yaitu meliputi permodalan, likuiditas, rentabilitas/profitabilitas, manajemen bank, dan aspek lainnya. Ketentuan mengenai kesehatan bank lebih jelasnya diatur dalam Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, di mana aturan mengenai kesehatan bank tersebut mencakup dana sampai dengan penggunaan dan penyaluran dana.

Kualitas aset (aktiva) merupakan salah satu hal terpenting di dalam menentukan tingkat kesehatan bank. Aset bank terbagi menjadi dua jenis yaitu aktiva produktif dan aktiva non produktif.


(50)

Menurut Habib Nazir dan Hassanuddin (2004:33), aset adalah :

“Aset merupakan salah satu faktor dari komponen penilaian tingkat kesehatan bank yaitu menilai kualitas aktiva produktif”.

Menurut M. Syafi’i Antonio (2001:37), aset adalah :

“Aset adalah sesuatu yang mampu menimbulkan aliran kas positif atau manfaat ekonomi lainnya, baik dengan dirinya sendiri ataupun dengan aset yang lain, yang haknya didapat oleh bank Islam sebagai hasil dari transaksi atau peristiwa di masa lalu”.

Aset digunakan sebagai alat untuk penilaian kualitas aktiva produktif. Salah satu aktiva produktif dalam bank adalah kredit atau pembiayaan. Pembiayaan digunakan sebagai indikator dalam menilai tingkat kesehatan bank. Menurut Lukman Dendawijaya (2005:61) dijelaskan bahwa:

“Aktiva produktif atau earning assets adalah semua aktiva dalam rupiah maupun valuta asing yang dimiliki bank dengan maksud untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya”.

Menurut Malayu Hasibuan (2005:162), dijelaskan bahwa:

“Aktiva produktif adalah semua aktiva dalam rupiah maupun valuta asing yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya”.

Aktiva produktif merupakan aktiva yang dimiliki bank yang digunakan untuk memperoleh penghasilan, salah satu aktiva produktif diantaranya adalah kredit atau pembiayaan. Di dalam bank dengan prinsip syariah jenis pembiayaan salah satunya adalah pembiayaan Murabahah.


(51)

Menurut Syarif Hidayat (2008:7), pengertian Murabahah sebagai berikut:

Murabahah adalah akad jual beli suatu barang dimana penjual menyebutkan harga jual yang terdiri dari harga pokok barang dan tingkat keuntungan tertentu atas barang, dimana harga jual tersebut di setujui oleh pembeli”.

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Syariah No.102 paragraf 6, Murabahah adalah:

Murabahah adalah Akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang telah disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli”.

Dalam pembiayaan Murabahah, bank sebagai penjual atau yang menyediakan aset yang dibutuhkan untuk nasabah, sedangkan nasabah sebagai pembeli yang mengajukan pembiayaan untuk eset tersebut.

Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa kredit atau pembiayaan dapat mempengaruhi kemampuan bank untuk memperoleh penghasilan. Artinya tingkat likuiditas akan tergantung pada tingkat kredit atau pembiayaan yang diberikan oleh bank. likuiditas didefinisikan oleh Ali (2003:99), sebagai berikut :

“Likuiditas adalah kemampuan perusahaan atau badan usaha untuk memenuhi kewajiban finansiilnya yang harus segera dipenuhi”.

Likuiditas juga sering disebut dengan pemenuhan kewajiban finansial. Pengukuran tingkat likuiditas dapat digunakan untuk mengetahui apakah bank dapat menjalankan aktivitas manajerial secara efektif dan efisien. Selain itu, likuiditas juga merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam penilaian tingkat kesehatan bank.


(52)

Oleh karena itu, tingkat kredit atau pembiayaan harus dikelola dengan baik agar dapat menjaga tingkat likuiditas bank. Penjelasan-penjelasan tersebut di atas dapat dituangkan dalam suatu skema kerangka pemikiran sebagai berikut :

No Judul Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

1 Pengaruh Tingkat Risiko Pembiayaan

Musyarakah Terhadap Tingkat Profitabilitas

Dengan adanya reiko pembiayaan ternyata dapat mempengaruhi tingkat profitabilitas

Persamaan obyek yang di teliti yaitu risiko pembiayaan

Perbedaan terletak dimana variabel Y Muhamad.Iqbal yaitu Penerapan Tingkat

Profitabilitas

2 Faktor – factor yang mempengaruhi

Likuiditas Bank Syariah

Hasil penelitan ini menjunjukan terdapat dua factor yang mempengaruhi likuiditas bank syariah yaitu voltabilitas dana simpanan nasabah dan factor pembiaayaan atau investasi yang dilakukan bank syariah

Persamaan obyek yang diteliti yaitu

Likuiditas Bank Syariah

Perbedaan terletak pada variable X Ali Norman yaitu factor

– factor yang yang mempengaruhi likiditasnya.

3 Pengaruh Pembiayaan

Murabahah Terhadap Pendapatan Margin Murabahah Pada PT Bank Muamalat Indonesia. Tbk

Membahas tentang pembiayaan

Murabahah

dibandingkan dengan margin murabaha

Persamaan obyek yaitu pembiayaan

Murabahah (Jual Beli)

Perbedaan terletak pada variable Y Puji Astuti yaitu Pendapatan Margin Murabahah


(53)

Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran

2.3 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran tersebut, dapat diambil hipotesis yaitu :

“Pembiayaan Murabahah berpengaruh terhadap tingkat likuiditas pada Bank Muamalat Indonesia (BMI)”.


(54)

54

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Menurut Husein Umar (2005:303) dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, menerangkan bahwa :

“Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi obyek penelitian. Juga di mana dan kapan penelitian dilakukan. Bisa juga ditambahkan hal-hal lain jika dianggap perlu”.

Objek dari penelitian ini adalah pembiayaan murabahah dan Likuiditas pada Bank Muamalat Indonesia (BMI). Penelitian ini dilaksanakan pada PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang bertempat di Jl. Siti Jenab No. 39 Cianjur telp: (0263) 280950, (0263) 280951, fax: (0263) 280 451. Dipilihnya PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) ini didasarkan pada pertimbangan bahwa BMI memiliki data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.

Dalam penelitian ini penulis hanya fokus pada pembiayaan murabahah.

Murabahah merupakan akad jual beli suatu barang dimana pihak bank / penjual menyebutkan harga jual terdiri dari harga pokok dan tingkat keuntungan tertentu atas barang tersebut, dimana harga jual tersebut disetujui oleh pembeli / nasabah. Dalam praktek perbankan, pembiayaan murabahah diaplikasikan dalam pembiayaan jual beli. Teorinya setiap pembiayaan yang dilakukan oleh bank memiliki risiko relatif tinggi, akan tetapi faktanya pembiayaan atau kredit mampu


(55)

memberikan porsi penghasilan yang besar bagi bank, hal ini dapat dilihat dari laporan keuangan tahunan bank yang selalu meningkat. Akan tetapi, tidak semua kredit atau pembiayaan dapat dikembalikan sesuai jadwal yang telah disepakati,. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pembiayaan murabahah terhadap tingkat likuiditas pada Bank Muamalat Indonesia.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis tidak lepas dari ilmu tentang penelitian yang sudah dicoba dan diatur menurut aturan serta urutan secara menyeluruh dan sistematis.

Adapun pengertian penelitian menurut I Made Wiratha (2006: 76) adalah sebagai berikut:

“Penelitian didefinisikan sebagai kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum.”

Untuk menerapkan suatu teori terhadap suatu permasalahan, diperlukan metode yang dianggap relevan dan membantu memecahkan permasalahan. Adapun pengertian dari metode menurut I Made Wiratha (2006: 77) adalah sebagai berikut:

“Metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang diperlukan bagi penggunanya, sehingga dapat memahami obyek sasaran yang dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau tujuan pemecahan permasalahan.”


(56)

Sedangkan pengertian metode penelitian menurut I Made Wiratha (2006: 77) adalah sebagai berikut:

“Metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan.”

Berdasakan dari pengertian diatas, maka metode peneltian adalah teknik atau cara mencari, memperoleh, mengumpulkan dan mencatat data, baik data primer maupun data sekunder yang dapat digunakan untuk keperluan menyusun karya ilmiah yang kemudian menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan sehingga akan didapat suatu kebenaran atau data yang diinginkan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif, yaitu hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya, artinya penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numeric (Angka), dengan menggunakan metode penelitian ini akan diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti, sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.

Menurut Sugiyono (2005:21) mendefinisikan bahwa :

“Metode Deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas”


(1)

4.2.2.2.2 Koefisien Korelasi Pearson

Untuk memastikan kuat atau lemahnya hubungan antara pembiayaan

murabahah dengan tingkat likuiditas, maka nilai r maka penulis menggunakan rumus koefisien korelasi pearson sebagai berikut :

r =

226.456.678

188.411.956 r = 0,832

Sedangkan koefisien korelasi yang diperoleh dari pengolahan data dengan program SPSS versi 14.0 for windows adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6

Tabel Statistik SPSS Correlations

PEMBIAYAAN MURABAHAH TINGKAT LIKUIDITAS PEMBIAYAAN MURABAHAH

Pearson Correlation 1 ,832

Sig. (2-tailed) . ,020

N 7 7

TINGKAT LIKUIDITAS Pearson Correlation ,832 1

Sig. (2-tailed) ,020 .

N 7 7

* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). 35.499.065.199.921.000 226.456.678

 

}{

 

} {n y) ( x) ( -) ( 2 2 2

2     

    n X X xy n (164.847.211.780.888)(215) 226.456.678

√{(753.115.903.351.889 -588.268.691.571.001)(475.349-474.721)}

.

7(2.419.662.231)-[( 24.254.251 )( 689 )]

{7(107.587.986.193.127)–( 24.254.251)2}{7(67.907)-( 689 )2}

r = r = r = r = r = (16.937.635.617)-( 16.711.178.939)


(2)

Berdasarkan hasil perhitungan manual dan output dari pengolahan data menggunakan program SPSS versi 14.0 for windows tersebut maka di dapat hasil nilai korelasi untuk pengaruh pembiayaan murabahah terhadap tingkat likuiditas adalah 0,832, artinya hubungan variabel pembiayaan murabahah dan tingkat likuiditas sangat kuat. Korelasi positif menunjukkan bahwa hubungan antara pembiayaan murabahah dan tingkat likuiditas searah, artinya jika pembiayaan

murabahah besar maka tingkat likuiditas akan meningkat. Sedangkan berdasarkan

hasil dari tabel 4.6 dengan menggunakan program SPSS versi 14.0 for windows

maka dapat diambil keputusan dengan ketentuan :

 Jika probabilitas value < 0,05 maka Ho ditolak dan pengujian signifikan.

 Jika probabilitas value > 0,05 maka Ho diterima, maka pengujian tidak signifikan.

Cat : Diambil probabilitas < 0,05 , lihat tanda * di bawah tabel 4.6. Pada tabel 4.6 tersebut, ternyata probabilitasnya adalah 0,020 maka Ho ditolak dan pengujian signifikan. Dari kedua hasil koefisien korelasi pearson baik dengan cara manual atau dengan menggunakan program SPSS versi 14.0 for windows, ternyata hasilnya adalah signifikan, artinya pembiayaan murabahah mempunyai hubungan sangat erat terhadap tingkat likuditas pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.


(3)

4.2.2.2.3 Koefisien Determinasi

Untuk mengetahui berapa persentase pembiayaan murabahah mempunyai pengaruh terhadap tingkat likuiditas, digunakan koefisien determinasi. Hasil koefisien determinasi berdasarkan program SPSS versi 14,0 for windows adalah sebagai berikut :

KD = r2 x 100% = (0,832)2 x 100% = 0,692 x 100% KD = 69,2%

Sedangkan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan program SPSS versi 14.0 for windows hasilnya adalah;

Tabel 4.7

Tabel Statistik SPSSModel Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,832(a) ,692 ,630 1,960

a Predictors: (Constant), PEMBIAYAAN MURABAHAH b Dependent Variable: TINGKAT LIKUIDITAS

Dengan demikian berdasarkan perhitungan manual dan menggunakan program SPSS versi 14.0 for windows diperoleh koefisien determinasi, yaitu (0,832)2 = 0,692 = 69,2%. Dengan demikian, pengaruh pembiayaan murabahah

terhadap tingkat likuditas pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk adalah sebesar 69,2% dan sisanya sebesar 30,8% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diantaranya adalah dana pihak ketiga, jenis pembiayaan lain selain murabahah.


(4)

4.2.2.2.4 Penetapan Tingkat Signifikansi

Untuk menguji generalisasi (signifikan hasil penelitian) dalam penelitian ini dilakukan tahapan-tahapan uji hipotesis sebagai berikut :

a Menentukan t hitung

Untuk mengetahui tingkat signifikansi dari koefisien korelasi, maka penulis menggunakan statistik uji t student sebagai berikut :

t hitung =

= t hitung = 3,670

b Menentukan tingkat kepercayaan

Dalam penelitian ini digunakan tingkat kepercayaan dengan taraf nyata

α = 0,05 dimana df = n-2, dan t (α/2; n-2) tabel distribusi t dengan uji dua pihak .

α/2 = 0,05/2 = 0,025 df = n – 2 = 7 – 2 = 5

Sedangkan untuk t (0,025;5)= + 2,571

308 , 0 24 , 2 832 , 0 2 1 2 r n r   692 , 0 1 5 832 , 0 

2 832 , 0 1 2 7 832 , 0   = = = 1,864 0.508


(5)

Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui thitung > ttabel (3,670 >

2,571). Artinya Ha berada di daerah penerimaan dan Ho ditolak, menjelaskan bahwa koefisien regresi signifikan.

2,571(ttabel) 2,571 (ttabel) 3,670(thitung)

Gambar 4.4

Uji Dua Pihak Daerah Penerimaan dan Penolakan Hipotesis

4.2.2.2.5 Kesimpulan

Dari hasil pengolahan data baik pengujian hipotesis secara manual maupun dengan menggunakan SPSS versi 14.0 for windows dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh antara pembiayaan murabahah terhadap tingkat likuditas sebesar 0,832 dimana tabel interpretasi korelasi (Sugiyono:2007) termasuk hubungan keeratan (korelasi) yang sangat erat. Karena thitung > ttabel (3,670 > 2,571) pada tingkat

signifikansi 0,05% maka H0 ditolak dan H1 diterima berarti pembiayaan

murabahah mempunyai pengaruh terhadap tingkat likuiditasatau adanya korelasi

searah antara variable-variabel yang di uji. Sementara pengaruh pembiayaan

murabahah terhadap tingkat likuiditas sebesar 69,2% yang artinya tingkat

likuiditas dipengaruhi oleh besarnya pembiayaan murabahah yang diberikan dan sisanya sebesar 30,8% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Faktor lain di sini yaitu


(6)

jumlah dana pihak ketiga dan pembiayaan akad lainnya selain pembiayaan

murabahah yang diberikan. Hal ini dapat diterima mengingat besarnya

pembiayaan murabahah yang dikeluarkan diikuti dengan peningkatan tingkat likuiditas yang ada pada bank BMI. Maka hubungan pembiayaan murabahah

terhadap likuiditas tersebut adalah linier yang berarti semakin besar pembiayaan

murabahah, maka semakin tinggi pula tingkat likiditas, atau sebaliknya semakin kecil pembiayaan murabahah, semakin rendah pula tingkat likuiditas. Seperti teori yang dikutip oleh Siamat (2001:157) menyatakan bahwa pembiayaan yang di khususkan bank terutama pembiayaan jangka pendek (dalam kondisi normal) pada saat pembayaran cicilan oleh nasabah banknya dapat menambah likuiditas bank yang bersangkutan. Berarti pembiayaan yang diberikan dapat mempengaruhi jumlah likuiditas.


Dokumen yang terkait

Analisis Penerapan Dan Perlakuan Akuntasi Murabahah Untuk Pembiayaan Konsumtif Pada PT.Bank Muamalat Indonesia,Tbk. Cabang Medan

1 50 73

Analisis aplikasi produk murabahah pada pembiayaan hunian syariah PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.

0 3 136

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan murabahah pada Pt Bank Muamalat Indonesia TBK

3 27 111

Analisis perlakuan akuntansi istishna pada PT.Bank Muamalat Indonesia,TBK

15 94 120

“Analisis Kelayakan Pembiayaan Murabahah Dan Penanganan Risiko Kredit Pada Kendaraan Bermotor” (Studi Pada Bank Muamalat Cabang Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur)

2 9 106

Analisis Cash Ratio Dan Pembiayaan Murabahah Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Margin Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk

3 15 149

Analisis manajemen risiko pembiayaan dan pengaruhnya terhadap laba: studi kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk

0 12 134

PENGARUH PEMBIAYAAN MURABAHAH, PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH Pengaruh Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Musyarakah Dan Pembiayaan Mudharabah Terhadap Profitabilitas Bank Syariah (Studi Kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.).

0 3 15

PENGARUH PEMBIAYAAN MURABAHAH, PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH Pengaruh Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Musyarakah Dan Pembiayaan Mudharabah Terhadap Profitabilitas Bank Syariah (Studi Kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.).

0 2 15

PENGARUH TINGKAT RISIKO PEMBIAYAAN MUDHARABAH TERHADAP RENTABILITAS PADA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, TBK.

0 2 32