Penerapan Sunset Policy Dalam Meningkatkan Kepatuhan Formal Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cilandak

(1)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Pembangunan di Indonesia sangatlah penting untuk mensejahterakan masyarakat. Dalam pembangunan, tidak akan tercapai apabila tidak ada kerja sama antara pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan sesuai dengan keinginan masyarakat dan bangsa Indonesia. Disamping itu ada hal yang sangat berpengaruh terhadap pembangunan yaitu dana atau biaya untuk pembangunan itu sendiri. Salah satu sumber dana yang paling besar adalah dari pajak.

Pajak adalah suatu sumber penerimaan dalam negeri yang sangat dominan, artinya jika pajak tidak berjalan secara optimal maka akan mengganggu pembangunan di Indonesia. Oleh karena itu diadakanlah langkah-langkah pengupayaan peningkatannya itu diantaranya adalah melalui pembaharuan sikap dan perilaku petugas yang harus profesional dan transparan, pengabdian yang tinggi dan penyempurnaan peraturan/perundang-undangan pajak. Pembaharuan perundang-undangan pajak antara lain diberlakukannya Undang-Undang tahun 1984 yang menganut sistem Self Assessment. Sistem Self Assessment memberikan peran yang lebih positif kepada masyarakat khususnya Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak dipercaya penuh untuk menghitung, menyetor dan melaporkan kewajibannya.


(2)

Agar kepercayaan kepada masyarakat (Wajib Pajak) yang telah diberikan secara luas oleh pemerintah tersebut dapat berjalan dengan baik, maka disamping perlu diberikan adanya pembinaan dan pelayanan yang sebaik-baiknya juga perlu dilakukan pengawasan yang memadai agar kepercayaan tersebut tidak disalahgunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang berlaku. Pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah merupakan bagian penegakan hukum (Law Enforcement) agar proses dan pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan tetap berada pada aturannya baik menurut undang-undang maupun peraturan pelaksanaannya. Karena keberhasilan sistem Self Assessment sangat bergantung pada kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak.

Sebagaimana lazimnya perundang-undangan, dalam Undang-Undang perpajakan pun diatur ketentuan pengenaan sanksi. Ketentuan pengenaan sanksi bermaksud adanya pencegahan terhadap wajib pajak yang lalai, tidak sadar dan tidak konsisten terhadap kewajiban perpajakan. Pengenaan sanksi paling tidak akan membuat sadar bagi Wajib Pajak yang telah melakukan kelalaian atau kesengajaan dan juga bagi Wajib Pajak yang lain merupakan peringatan dini. Diharapkan dengan diterapkannya sanksi administrasi dalam perpajakan ini Wajib Pajak menjadi lebih termotivasi untuk memenuhi kewajiban perpajakannya Meskipun dalam Self Assessment System Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, melaporkan dan membayarkan jumlah yang terhutang, ia tetap harus jujur dan selalu berpegang teguh kepada ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Ini berarti apabila ada Wajib Pajak yang menyimpang


(3)

dari ketentuan kewajiban perpajakannya, kepadanya dapat dikenai sanksi yang bersifat administratif sampai dengan sanksi pidana. Sanksi administratif tindak pidana perpajakan berupa denda, bunga dan kenaikan. Sedangkan sanksi pidananya berupa: denda pidana, kurungan dan penjara. Penerapan sanksi disini dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak terutama Wajib Pajak orang pribadi.

Namun ternyata penerapan sanksi administrasi masih kurang mampu untuk membuat Wajib Pajak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik. Oleh karena pajak merupakan sumber pendapatan negara yang utama, maka pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang penghapusan sanksi administrasi agar penerimaan negara dapat dimaksimalkan. Kebijakan tersebut adalah kebijakan soft tax amnesty atau dikenal dengan sunset policy.

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2009:333), pada hakikatnya kebijakan soft tax amnesty diberikan kepada Wajib Pajak yang telah terdaftar dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang belum terdaftar untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar yang melakukan dan menyampaikan pembetulan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak sebelum 2007 yang mengakibatkan timbulnya PPh yang masih harus dibayar maka kepadanya diberikan insentif pajak berupa penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak.


(4)

Menurut Prijohandojo Kristanto (Inside Tax:2008), seorang ahli perpajakan mengungkapkan bahwa dalam prakteknya di lapangan masih banyak petugas pajak yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak menyenangkan. Hal ini membuat Wajib Pajak ragu untuk memanfaatkan sunset policy karena mereka menganggap bahwa kebijakan ini sebagai suatu jebakan dan banyak wajib pajak yang menganggap waktu yang diberikan terlalu singkat.

Menurut pandangan Widi Widodo (Indonesia Tax Review:2008), kebijakan sunset policy dapat meningkatkan pendapatan pajak negara dengan meningkatnya kepatuhan wajib pajak. Sunset policy dapat mendorong wajib pajak untuk memenuhi aspek-aspek formal kewajiban perpajakannya.

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2009:340), kepatuhan Wajib Pajak dalam hal penyetoran pajak belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik. Kondisi yang menunjukkan bahwa pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam hal penyetoran pajak belum sepenuhnya baik adalah masih banyaknya Wajib Pajak yang belum melunasi tunggakan pajak. Dari seluruh jumlah tunggakan Wajib Pajak setiap tahunnya rata-rata dilunasi dibawah 50% pertahun dari jumlah pajak yang tertunggak.

Kepatuhan Subjek Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cilandak pun masih sangat rendah. Menurut Latief, selaku Kepala KPP Pratama Jakarta Cilandak mengungkapkan bahwa Subjek Pajak masih kurang kesadaran untuk mendaftarkan diri guna mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan alasan proses yang rumit.


(5)

Menurut Banu, selaku kepala bagian PDI KPP Jakarta Cilandak bahwa pelaksanaan sunset policy di KPP ini lebih diminati oleh masyarakat yang ingin mendaftarkan diri guna mendapatkan NPWP daripada Wajb Pajak yang ingin membetulkan SPT-nya. Wajib Pajak yang melakukan pembetulan SPT kurang dari jumlah Subjek Pajak yang ingin mendapatkan NPWP. Pelaksanaan sunset policy di KPP ini hanya diikuti oleh 2.017 Wajib Pajak dari total 10.002 Wajib Pajak. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan Wajib Pajak tentang kebijakan sunset policy.

Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk memberikan judul pada penelitian ini yaitu:

“Penerapan Sunset Policy Dalam Meningkatkan Kepatuhan Formal Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Cilandak”

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

1. Kepatuhan Subjek Pajak mendaftarkan diri ke KPP masih rendah.

2. Kepatuhan Wajib Pajak dalam melakukan pembetulan SPT masih rendah. 3. Pelunasan tunggakan pajak oleh Wajib Pajak belum sepenuhnya

dilaksanakan dengan baik.

4. Pengetahuan Wajib Pajak seputar sunset policy masih kurang, sehingga menganggap waktu yang diberikan kurang.


(6)

1.2.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang penelitian yang dikemukakan di atas, maka penulis mencoba merumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan sunset policy terhadap Wajib Pajak orang pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cilandak.

2. Bagaimana tingkat kepatuhan formal Wajib Pajak orang pribadi dalam mengikuti program sunset policy pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cilandak.

3. Seberapa besar penerapan sunset policy dalam meningkatkan tingkat kepatuhan formal Wajib Pajak orang pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cilandak.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan sunset policy mampu meningkatkan kepatuhan formal Wajib Pajak orang pribadi pada KPP Jakarta Cilandak.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui penerapan sunset policy terhadap Wajib Pajak orang pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cilandak.


(7)

2. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan formal Wajib Pajak orang pribadi dalam mengikuti program sunset policy pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cilandak.

3. Untuk mengetahui penerapan sunset policy dalam meningkatkan kepatuhan formal Wajib Pajak orang pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cilandak.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis

1. Bagi Pengembangan Ilmu Akuntansi

Dari segi keilmuan, memberikan referensi tentang penerapan sunset policy dalam meningkatkan kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi, khususnya mengenai pengembangan ilmu akuntansi pajak.

2. Bagi Peneliti

Dengan hasil penelitian ini, peneliti dapat memperoleh pengalaman dan pengetahuan mengenai bagaimana menganalisis penerapan sunset policy dalam meningkatkan kepatuhan formal WPOP pada KPP Jakarta Cilandak.

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan bahan perbandingan bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama.


(8)

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Bagi KPP Jakarta Cilandak

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan informasi yang dapat membantu instansi untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penerapan sunset policy dalam meningkatkan kepatuhan formal Wajib Pajak orang pribadi di KPP Jakarta Cilandak.

2. Bagi Wajib Pajak

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi wajib pajak untuk memanfaatkan program sunset policy agar tidak terkena sanksi administrasi berupa bunga.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cilandak yang berlokasi di Jl. TB. Simatupang Kav.39 Jakarta.

1.5.2 Waktu Penelitian

Adapun waktu penelitian mulai dari tahap persiapan sampai dengan tahap pelaporan skripsi, dimulai pada bulan Februari sampai dengan Juli 2010. Jadwal penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.


(9)

Tabel 1.1 Waktu Penelitian

Tahap Prosedur

Bulan Feb

2010

Mar 2010

Apr 2010

Mei 2010

Jun 2010

Jul 2010

I Tahap Persiapan:

1. Persiapan judul

2. Persiapan teori

II Tahapan Pelaksanaan:

1. Pengajuan judul skripsi

2. Menentukan tempat penelitian

3. Penelitian

4. Penyusunan skripsi

III Tahap Pelaporan:

1. Menyiapkan draft skripsi

2. Sidang akhir skripsi

3. Penyempurnaan laporan skripsi


(10)

10 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pajak

Untuk membiayai semua kepentingan negara yang nantinya akan menjadi kepentingan umum juga, dibutuhkan suatu peran serta yang cukup aktif dari masyarakat untuk memberikan iuran kepada negaranya dalam bentuk pajak. Pajak ini nantinya akan digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi masyarakat.

2.1.1.1 Pengertian Pajak

Pengertian pajak menurut Andriani dalam Mohammad Zain (2003:13) adalah:

“Pajak adalah Iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”

Sedangkan menurut Erly Suandy (2006:1) definisi pajak adalah sebagai berikut :

“Pajak merupakan pungutan berdasarkan Undang-Undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk penyediaan barang dan jasa publik.”


(11)

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak adalah pungutan berdasarkan Undang-Undang dengan menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan jasa timbal secara langsung yang digunakan untuk memelihara kesejahteraan umum.

2.1.1.2 Ciri-Ciri Pajak

Setelah mengetahui definisi tentang pajak, maka perlu juga mengetahui ciri-ciri pajak yang melekat pada definisi tersebut. Berikut ini penulis akan memberikan pendapat dari beberapa ahli perpajakan tentang ciri-ciri pajak.

Menurut Mohammad Zain (2005:12) ciri-ciri pajak adalah sebagai berikut “1. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah berdasarkan atas Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya.

2. (Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak/administrasi pajak).

3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keprluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.

4. Tidak dapat ditunjukan adanya imbalan (kontraprestasi) individu oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.

5. Selain fungsi budgetair (anggaran) yaitu fungsi mengisi kas negara/anggaran negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur/regulatif).”

Sedangkan ciri-ciri pajak menurut Mardiasmo (2003:11) adalah sebagai berikut :

“ 1. Iuran rakyat kepada negara. 2. Berdasarkan Undang-Undang.


(12)

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjukan.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.” Dari penjelasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa definisi pajak tidak terlepas dari karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut :

1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang yang sifatnya dapat dipaksakan.

2. Tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

4. Pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.

2.1.1.3 Fungsi Pajak

Fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan pajak, sementara tujuan pajak tidak terlepas dari tujuan negara. Dengan demikian, tujuan pajak itu harus diselaraskan dengan tujuan negara yang menjadi landasan tujuan pemerintah.

Tujuan pemerintah, baik tujuan pajak maupun tujuan negara semuanya berakar pada tujuan masyarakat. Tujuan masyarakat inilah yang menjadi falsafah bangsa dan negara. Oleh karena itu, tujuan dan fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan dan fungsi negara yang mendasarinya.

Berdasarkan definisi-definisi dan ciri-ciri pajak yang telah dijelaskan diatas, terlihat seolah-olah pemerintah memungut pajak semata-mata hanya untuk mengisi kas negara. Namun tidak demikian, karena pemungutan pajak mempunyai fungsi sebagai berikut :


(13)

Menurut Mardiasmo (2003:11) menyebutkan bahwa :

“Ada dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair dan fungsi mengatur (regulerend).”

Sedangkan Siti Resmi (2003:12) menyatakan bahwa :

“Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend (mengatur).”

Berdasarkan pengertian diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pajak mempunyai dua fungsi yaitu fungsi budgetair dan fungsi mengatur (regulerend). Uraian mengenai fungsi pajak tersebut adalah sebagai berikut : 1. Fungsi budgetair atau Fungsi Penerimaan

Penerimaan pajak yang bersumber dari masyarakat digunakan oleh pemerintah sebagai sumber dana untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya atau yang sering disebut sebagai fungsi budgetair atau fungsi penerimaan.

Fungsi budgetair seperti yang ditulis oleh Mardiasmo (2003:11) menyatakan bahwa :

“Fungsi budgetair artinya pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.”

Begitu juga seperti halnya yang ditulis oleh Siti Resmi (2003:12) menyatakan bahwa :

“Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak


(14)

Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barng Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan lain-lain.”

Dari kedua pengertian tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam fungsi budgetair ini, pajak berfungsi sebagai salah satu sumber penerimaan negara dengan mengukur sampai sejauh mana kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan. Cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengoptimalkan pemasukan dana ke kas negara melaui cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemumgutan pajak dengan penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak.

2. Fungsi regulerend atau Fungsi Mengatur

Tetapi, dengan adanya perkembangan waktu dan tingkat pendidikan masyarakat dan sistem pemerintahan, maka pemungutan pajak mulai dibicarakan di tingkat para wakil rakyat dan muncul tujuan serta fungsi tambahan diluar fungsi budgetair, yaitu fungsi regulerend atau fungsi mengatur.

Fungsi regulerend seperti yang ditulis oleh Mardiasmo (2003:11) adalah : “Fungsi mengatur (regulerend) artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.”


(15)

Begitu juga fungsi regulerend seperti yang ditulis oleh Waluyo dan Wirawan B. Ilyas (2003:8) adalah :

“Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.”

Dalam hal ini, pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur dan mengarahkan masyarakat kearah yang dikehendaki oleh pemerintah. Oleh karena itu, fungsi mengatur ini menggunakan pajak untuk mendorong dan mengendalikan kegiatan masyarakat agar sejalan dengan rencana dan keinginan pemerintah. Dengan adanya fungsi mengatur, kadang-kadang dari sisi penerimaan (fungsi budgetair) justru tidak menguntungkan. Terhadap kegiatan masyarakat yang bersifat negatif, bila fungsi regulerend itu dikedepankan, maka pemerintah justru dipandang berhasil apabila pemasukan pajaknya kecil. Sebagai contoh minuman keras dikenakan pajak yang tinggi agar konsumsi minuman keras dapat ditekan.

Dari pengertian tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa fungsi regulerend sangat erat kaitannya dengan keinginan pemerintah untuk mengatur penerimaan pajaknya agar dapat digunakan secara efisien untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat.

2.1.1.4 Pengelompokan Pajak

Berdasarkan definisi dan fungsi pajak, pajak yang dipungut oleh negara kita beraneka ragam. Daya beli masyarakat kita pun berbeda-beda atau bervariasi. Ada yang penghasilannya tinggi sehingga daya belinya pun tinggi, ada yang daya belinya rendah karena penghasilannya rendah dan ada pula yang penghasilan menengah sehingga daya belinya masih tercukupi. Hal-hal tersebut dilakukan


(16)

untuk memudahkan pemahaman masyarakat tentang jenis pajak, misalnya jenis pajak apa yang harus masyarakat bayar dan berapa jumlahnya. Oleh karena itu, untuk mempermudah pemahaman tentang pembagian jenis pajak, maka pajak harus dikelompokan.

Pajak dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis dilihat dari berbagai segi, yaitu misalnya dilihat dari segi golongannya, dari segi sifatnya, dan pembagian pajak menurut lembaga pemungutnya.

1. Menurut Golongannya

Untuk mempermudah pemahaman masyarakat tentang jenis pajak dan berapa jumlahnya, maka pajak dapat dikelompokan berdasarkan golongannya menjadi dua jenis.

Pengelompokan pajak menurut golongannya, seperti yang ditulis oleh Waluyo dan Wirawan B. Ilyas (2003:13) adalah :

“Menurut golongannya :

a. Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. Sebagai contoh Pajak Penghasilan. b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat

dilimpahkan ke pihak lain. Sebagai contoh Pajak Pertambahan Nilai.” Sedangkan pengelompokan pajak menurut golongannya, seperti yang ditulis oleh Mardiasmo (2003:5) adalah:

“Pengelompokan pajak menurut golongannya :

a. Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh Pajak Pertambahan Nilai.”


(17)

Dari kedua penjelasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pembagian pajak menurut golongannya dapat dikelompokan menjadi dua yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung merupakan pajak yang tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain dan harus dipikul sendiri oleh wajib pajak, sedangkan pajak tidak langsung merupakan pajak yang dapat dilimpahkan kepada orang lain.

2. Menurut sifatnya

Untuk mempermudah masyarakat dalam memahami jenis pajak dan berapa jumlahnya, maka pajak dapat dikelompokan berdasarkan sifatnya menjadi dua jenis.

Pengelompokan pajak menurut sifatnya seperti yang ditulis oleh Waluyo dan Wirawan B. Ilyas (2003:13) adalah :

“Menurut sifatnya :

a. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan. b. Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.” Pendapat lain tentang pengelompokan pajak menurut sifatnya juga diungkapkan oleh Mardiasmo (2003:5) sebagai berikut :

“Pengelompokan pajak menurut sifatnya :

a. Pajak subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan.

b. Pajak objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.”


(18)

Dari kedua penjelasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengelompokan pajak menurut sifatnya dapat digolongkan menjadi dua yaitu pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif yaitu pajak yang dalam pengenaannya disesuaikan dengan keadaan dan kondisi wajib pajak. Jika penghasilan wajib pajak besar maka pajaknya pun akan besar begitu pula sebaliknya. Jadi tarif pajak disesuaikan dengan kondisi wajib pajak. Sedangkan pajak objektif yaitu tarif pajak ditentukan berdasarkan nilai dari objek pajak tersebut dan tidak memperhatikan keadaan dan kondisi wajib pajak

3. Menurut lembaga pemungutnya

Untuk mempermudah pemahaman masyarakat tentang jenis pajak dan berapa jumlahnya, maka pajak dapat dikelompokan berdasarkan lembaga pemungutnya menjadi dua jenis.

Pengelompokan pajak menurut lembaga pemungutnya seperti yang ditulis oleh Waluyo dan Wirawan B. Ilyas (2003:13) adalah:

“Menurut pemungutnya :

a. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

b. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak reklame, Pajak hiburan dan lain-lain.”

Hal serupa mengenai pengelompokan pajak menurut lembaga pemungutnya, dinyatakan oleh Mardiasmo adalah:

“Pengelompokan pajak menurut lembaga pemungutnya :

a. Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh: Pajak


(19)

Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

b. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak daerah terdiri dari :

1. Pajak Propinsi, contoh : Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor.

2. Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak restoran, Pajak hiburan, Pajak reklame dan Pajak penerangan jalan.”

Dari kedua penjelasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengelompokan pajak menurut lembaga pemungutnya dapat digolongkan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang akan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Sedangkan pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang akan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Dengan adanya pengelompokan pajak, para wajib pajak dengan mudah dapat mengidentifikasi jenis pajak apa yang harus mereka bayar dan juga akan mempermudah proses penagihan pajak oleh fiskus.

2.1.2 Sunset Policy

Kebijakan sunset policy dilatarbelakangi oleh sistem pemungutan pajak di Indonesia yang menggunakan Self Assessment System. Pelaksanaan pemenuhan perpajakan oleh Wajib Pajak diserahkan seluruhnya pada Wajib Pajak yang bersangkutan sehingga kemungkinan untuk melakukan ketidakpatuhan akan besar. Dengan adanya indikasi ketidakpatuhan bagi Wajib Pajak, terdapat peraturan perpajakan yaitu UU KUP Pasal 35 yang memberikan kewenangan DJP untuk melakukan penelusuran data pada Wajib Pajak. Sehinnga bagi Wajib Pajak


(20)

yang ditemukan ketidakbenaran pelaporan perpajakannya akan dikenakan sanksi. Untuk menghindari hal tersebut maka diluncurkanlah bentuk pengampunan pajak berupa penghapusan sanksi pajak bagi Wajib Pajak yang melaporkan kekurangan pajak ditahun sebelumnya.

2.1.2.1 Pengertian Sunset Policy

Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian sunset policy berikut akan diuraikan pengertian sunset policy menurut beberapa pendapata para ahli perpajakan.

Pengertian sunset policy menurut Siti Kurnia Rahayu (2009:344) adalah sebagai berikut :

“Sunset policy adalah pemberian fasilitas penghapusan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Kebijakan ini memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memulai kewajiban perpajakannya dengan benar.”

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, pengertian sunset policy adalah :

“Kebijakan pemberian fasilitas perpajakan dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga yang diatur dalam pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.”

Dari kedua penjelasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian sunset policy adalah kebijakan yang diberikan pemerintah berupa penghapusan sanksi administrasi dalam perpajakan untuk memberikan


(21)

kesempatan bagi Wajib Pajak agar dapat melakukan kewajiban perpajaknnya secara benar.

2.1.3 Kepatuhan

Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif Wajib Pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi. Yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya. Karena sebagian besar pekerjaan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh Wajib Pajak (dilakukan sendiri atau dibantu oleh ahli, misalnya praktisi perpajakan nasional atau tax agent) bukan fiskus selaku pemungut pajak, sehingga kepatuhan diperlukan dalam Self Assessment System dengan tujuan penerimaan pajak yang optimal.

2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan

Dengan adanya kepatuhan maka secara tidak langsung penerimaan pajak akan berjalan dengan lancar karena kepatuhan Wajib Pajak telah menunjukan bahwa Wajib Pajak telah melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik.

Adapun pengertian kepatuhan ditulis oleh Safri Nurmantu dan dikutip oleh Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:10) adalah sebagai berikut:

”Kepatuhan wajib pajak yaitu kepatuhan perpajakan yang didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”


(22)

Pengertian kepatuhan menurut Chaizi dalam Siti Kurnia Rahayu (2009:139) adalah sebagai berikut:

” Kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai berikut: 1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri

2. Kepatuhan wajib pajak untuk menyetorkan kembali SPT 3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang 4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.”

Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa kepatuhan dalam memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung Self Assessment Ssystem, dimana Wajib Pajak bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut.

Merujuk pada kriteria Wajib Pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000, bahwa Wajib Pajak dapat dikatakan patuh apabila memenuhi kriteria atau persyaratan sebagai berikut:

1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pemabayaran pajak. 3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

4. Dalam hal pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.

5. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau


(23)

pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan auditnya harus disusun dalam bentuk panjang yang menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.

2.1.3.2 Jenis-Jenis Kepatuhan

Adapun jenis-jenis kepatuhan Wajib Pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2009:138) adalah:

”Jenis-jenis kepatuhan adalah:

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang perpajakan.

2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan diamana wajib pajak secara substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa Undang-undang pajak kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal. ”

Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan adalah merupakan tujuan utama dari pemeriksaan pajak, sehingga dari hasil pemeriksaan akan diketahui tingkat kepatuhan Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya rendah, diharapkan akan memberikan motivasi positif agar untuk masa-masa selanjutnya menjadi lebih baik.

2.1.4 Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atas kegiatan yang dilakukannya, maka subjek pajak tersebut akan dikenakan pajak penghasilan. Pajak penghasilan disebut juga pajak langsung karena langsung dikenakan atas penghasilan sesuai dengan daya pikulnya.


(24)

2.1.4.1 Pengertian Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Pengertian pajak penghasilan menurut Mardiasmo (2003:105) adalah: “Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak.” Sedangkan definisi pajak penghasilan menurut Erly Suandy (2006:75) adalah:

“Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.”

Dari definisi-definisi diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima oleh subjek pajak tersebut dalam suatu tahun pajak. Atau pajak yang dikenakan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

2.1.4.2 Subjek Pajak Orang Pribadi

Orang Pribadi dianggap subek Pajak karena telah dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. Karena penghasilan orang pribadi merupakan pajak subyektif sehingga yang pertama yang dilihat adalah kondisi subyeknya. Setelah itu baru dilihat apakah objek pajak yang dikenai pajak berdasarkan UU PPh.


(25)

Menurut Muhammad Rusjdi (2007:4) subjek pajak orang pribadi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut:

“1. Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri 2. Subjek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri.”

Menurut Gustian Djuanda, Ardiansyah, Irwansyah Lubis (2003:6) menerangkan bahwa subjek pajak orang pribadi dibagi menjadi dua yaitu :

“1. Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri 2. Subjek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri.”

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat (2) dua subyek pajak orang pribadi yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri, kejelasan status seseorang, apakah ia termasuk subyek pajak dalam negeri atau subyek pajak luar negeri menjadi sangat penting karena terdapat perbedaan tarif pajak antara kedua subyek tersebut.

1. Subyek Orang Pribadi Dalam Negeri Subyek pajak dalam negeri ada 2, yaitu:

1) Orang pribadi dianggap subyek Dalam Negeri bila bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.


(26)

Warisan dianggap sebagai Subyek Pajak Dalam negeri dalam mengikuti status pewaris, dimana pemenuhan kewajiban pajaknya digantikan oleh warisan tersebut. Selanjutnya bila warisan tersebut telah terbagi, maka kewajiban pajaknya berubah kapada ahli waris.

2. Subyek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri.

Subyek Pajak Orang Pribadi Luar negeri adalah Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, tetapi memperoleh penghasilan dari Indonesia, Batasan 183 hari adalah batasan waktu (time test) yang digunakan untuk memutuskan status Wajib Pajak jika antara Indonesia dan negara asal Wajib Pajak belum ada perjanjian penghindaran pajak berganda. Bila ada, maka batasan waktu didasarkan ketetapan dalam (Tax Treaty).

Yang Dikecualikan Sebagai Subyek PPh Orang Pribadi

1) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan WNI dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di Indonesia, serta negara yang bersangkutan melakukan perlakuan timbal balik. Contoh: Duta besar, Konsulat.

2) Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan syarat bukan WNI dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan/pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. Contoh: UNESCO, UNICEF.


(27)

Yang Wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan Orang Pribadi

a. Wajib Pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas.

b. Wajib Pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari modal dan lain-lain.

c. Pegawai yang menerima penghasilan atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang jumlahnya telah melebihi PTKP.

d. Kuasa warisan yang belum terbagi.

e. Pejabat negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan pegawai BUMN/BUMD sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1986.

f. WNI yang bekerja pada Perwakilan Asing dan Perwakilan Organisasi Internasional.

g. Orang asing yang berada di Indonesia lebih dari 183 dalam jangka waktu 12 bulan atau orang yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

h. Masing-masing suami istri yang dikenakan Pajak Penghasilan secara terpisah dalam hal :

1) Suami-istri telah hidup terpisah

2) Dikehendaki secara tertulis oleh suami istri berdasarkan perjanjian pisah harta dan penghasilan.


(28)

2.1.5 Hubungan sunset policy dengan tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

Dari pengertian-pengertian tentang sunset policy dan kepatuhan diatas, maka dapat dilihat bahwa sunset policy berhubungan dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini juga didukung oleh Siti Kurnia Rahayu (2009:342) yang menyebutkan bahwa :

“Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari wajib pajak yang tidak patuh, maka pemerintah membuat suatu kebijakan yaitu kebijakan sunset policy. Pelaksanaan kebijakan sunset policy berdasarkan undang-undang memberikan motivasi dan kesadaran dari wajib pajak untuk melakukan pelaporan atas pembetulan SPT Tahunan atas penghasilannya sendiri sebelum tahun 2008. Dengan melakukan pembetulan atas pajak kurang bayarnya maka tidak akan dikenakan sanksi dan tidak dilakukan pemeriksaan. Langkah pemerintah dalam menerapkan kebijakan ini adalah sebagai salah satu bentuk tax law enforcement pelaksanaan pajak. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

2.2 Kerangka Pemikiran

Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.

Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama..


(29)

Adapun pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti (2004:14) adalah:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Dari pengertian diatas dapat dilihat kalau pajak bersifat memaksa dengan tanpa mendapat timbal balik secara langsung tapi timbal balik pajak dapat dirasakan dengan adanya pembangunan yang dibiayai dari pembayaran pajak tersebut. Karena pajak merupakan penerimaan terbesar untuk negara dan merupakan salah satu sumber yang diutamakan maka dalam pelaksanaan pemungutannya dilakukan pembaharuan sistem dari Official Assesment System menjadi Self Assesment System. Dalam sistem ini pemerintah khususnya pihak Dirjen pajak memberikan kepercayaan sepenuhnya pada Wajib Pajak untuk melakusanakan kegiatan pemenuhan kewajiban perpajakannya.

Pengertian Self Assessment System menurut Waluyo dan Wirawan B Ilyas (2003:18) adalah :

“Self Assessment System adalah pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercyaan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang harus dibayar.”

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Self Assessment System merupakan salah satu sistem pemungutan pajak dimana Wajib Pajak dapat menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang harus dibayar, sehingga dapat memudahkan Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran pajak. Dengan sistem tersebut maka ada kemungkinan Wajib Pajak


(30)

untuk tidak patuh. Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari Wajib Pajak yang tidak patuh, maka DJP mengeluarkan kebijakan sunset policy.

Pengertian sunset policy menurut Siti Kurnia Rahayu (2009:344) adalah : “Pemberian fasilitas penghapusan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.”

Pengertian Wajib Pajak menurut Mardiasmo (2006:20) adalah :

”Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tersebut.” Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak harus melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan perundang-undangan perpajakan.

Pengertian kepatuhan ditulis oleh Safri Nurmantu dan dikutip oleh Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:10) adalah :

”Kepatuhan wajib pajak yaitu kepatuhan perpajakan yang didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”

Adapun jenis-jenis kepatuhan Wajib Pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2009:138) adalah:

”Jenis-jenis kepatuhan adalah:

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang perpajakan.


(31)

2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan diamana wajib pajak secara substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa Undang-undang pajak kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal. ”

Kepatuhan pajak merupakan salah satu hal yang sangat diperlukan dalam pemungutan pajak dengan menggunakan Self Assesment System karena dengan adanya kepatuhan maka kewajiban perpajakan akan terlaksana dengan lancar dan akan berdampak pada optimalnya penerimaan pajak negara.

Untuk membedakan hasil penelitian penulis dengan penelitian-penelitian sebelumnya, maka penulis mencantumkan beberapa hasil penelitian peneliti lain yang berkaitan dengan penerapan sunset policy terhadap kepatuhan formal Wajib Pajak Orang Pribadi.

Tabel 2.1

Penelitian dan Referensi yang Berkaitan dengan penerapan

sunset policy dalam meningkatkan kepatuhan formal Wajib Pajak Orang Pribadi.

No Judul Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan 1 Hubungan Sunset

Policy terhadap penerimaan pajak. (Fahmi, Universitas Widyatama:2009)

Berdasarkan

penelitian ini disarankan agar DJP untuk bekerjasama dengan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lainnya dalam menghimpun data perpajakan dan untuk memberikan data

kepada DJP.

Ketentuan ini memungkinkan DJP

Variable dependen yang diteliti sama yaitu

mengenai sunset policy

Variable dependen yang diteliti tidak dikaitkan dengan tingkat kepatuhan formal wajib pajak OP


(32)

untuk mengetahui ketidakbenaran pemenuhan

kewajiban perpajakan oleh masyarakat. 2 Pengaruh penerapan

sanksi administrasi terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi

pada kantor

pelayanan pajak pratama Bandung Cicadas

(Risnawati, Universitas Komputer Indonesia:2008)

Dari hasil penelitian didapat besarnya koefisien korelasi Pearson sebesar

0,610 maka

hubungan ini menurut aturan kriteria guilford termasuk hubungan yang cukup dan besarnya pengaruh variabel X (penerapan sanksi administrasi)

terhadap variabel Y (tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi) adalah sebesar 37,2% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain misalnya kejelasan isi peraturanUU

perpajakan maupun perubahannya,

Pelayanan

Perpajakan, dan kesadaran Wajib

Pajak untuk

membayar Pajak

Persamaan variabel independen yang diteliti yaitu

kepatuhan wajib pajak

Perbedaaannya terletak pada variable dependen peneliti terdahulu membahas

kepatuhan secara luas.

Tax Amnesty Policy (the Framework Perspective of Sunset Policy

Implementation

Tax compliance only increasing after voting, when people get the opportunity to discuss prior or

Persamaan ada di variabel independen yaitu sunset policy

Perbedaannya adalah peneliti terdahulu

menggunakan tax compliance sebagai


(33)

Based on the act no. 28 of 2007)

(Bintoro Wardiyanto, Universitas

Airlangga:2008)

ballots. If overall can be understood and hold of individual or institutional actor in policy making, we

predict that

possibilities have successful

implementation tax amnesty or sunset policy base on UU No 28/2007.

variabel dependen

Pengaruh tingkat pengetahuan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi memenuhi kewajiban perpajakan (Sahrul Alam, Universitas

Indonesia:2005)

Hasil penelitian menununjukan

terdapat hubungan positif antara tingkat pengetahuan fiskus dengan kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam memenuhi kewjiban perpajakannya. Hal ini terlihat dari nilai thitung sebesar 14,152 yang nilainya lebih besar dari nilai ttabel sebesar 2,304 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima.

Persamaannya ada di variabel dependen

Perbedaannya ada di variabel independen,

peneliti terdahulu mengaitkan

pengetahuan fiskus dengan kepatuhan WPOP

Penjelasan-penjelasan tersebut di atas dapat dituangkan dalam suatu skema kerangka pemikiran sebagai berikut :


(34)

Gambar 2.1

Skema Kerangka Pemikiran

2.3 Hipotesis

Menurut Jonathan Sarwono (2006:135) pengertian hipotesis adalah : “Hipotesis adalah hubungan yang diperkirakan secara logis diantara atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji.”

Hipotesis merupakan jawaban sementara yang diberikan peneliti yang diungkapkan dalam pernyataan dapat diteliti. Berdasarkan penjelasan dan kerangka pemikiran tersebut maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut : “Penerapan sunset policy mampu meningkatkan kepatuhan formal Wajib Pajak Orang Pribadi.”

Pajak

Sistem Perpajakan

Hipotesis :

Penerapan sunset policy mampu meningkatkan kepatuhan formal Wajib Pajak Orang Pribadi

Tidak patuh

Tingkat Kepatuhan Formal Wajib Pajak

Orang Pribadi

Patuh Sunset policy

Kebijakan Penghapusan Sanksi Admninstrasi


(35)

35 3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk mendapatkan jawaban ataupun solusi dari permasalahan yang terjadi.

Definisi objek penelitian menurut Husein Umar (2005:303) sebagai berikut:

“Objek penelitian menjelaskan tentang apa atau siapa yang menjadi objek penelitian dilakukan. Bisa juga ditambahkan hal-hal lain jika dianggap perlu”.

Berdasarkan definisi objek penelitian diatas, maka yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah penerapan sunset policy dalam meningkatkan kepatuhan formal WPOP.

3.2 Metode penelitian

Metode penelitian merupakan cara penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data untuk mencapai tujuan tertentu. Sugiyono (2009:1) mengemukakan bahwa metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

Peneliti menggunakan metode penulisan kasus dan metode deskriptif analisis dan verifikatif. Sugiyono (2009 :21) mengemukakan bahwa metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau


(36)

menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.

Sedangkan metode verifikatif menurut Mashuri (2008:45) mengemukakan bahwa :

”Penelitian verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan.”

Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan perhitungan statistik. Penelitian ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel X terhadap Y yang diteliti. Verifikatif berarti menguji teori dengan pengujian suatu hipotesis apakah diterima atau ditolak.

Dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.

3.2.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah rancangan penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses penelitian. Desain penelitian akan berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam proses penelitian.

Sugiyono (2009:13) mengemukakan bahwa proses penelitian dapat disimpulkan seperti teori sebagai berikut :

“Proses penelitian meliputi: 1. Sumber masalah

2. Rumusan masalah

3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan 4. Pengajuan hipotesis


(37)

5. Metode penelitian

6. Menyusun instrumen penelitian 7. Kesimpulan”.

Berdasarkan proses penelitian yang dijelaskan di atas, maka desain pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Sumber Masalah

Peneliti melakukan survey awal untuk menentukan fenomena yang terjadi untuk dijadikan sebagai dasar penelitian.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan data. Proses penemuan masalah merupakan tahap penelitian yang paling sulit karena tujuan penelitian ini adalah menjawab masalah penelitian sehingga suatu penelitian tidak dapat dilakukan dengan baik jika masalahnya tidak dirumuskan secara jelas. Rumusan masalah dalam penelitian ini telah disebutkan dalam latar belakang penelitian dan diperinci dalam identifikasi masalah dan perumusan masalah. Masalah-masalah atau fenomena yang terjadi, nantinya akan dibahas pada bab IV.

3. Konsep dan teori yang relevan, serta penemuan yang relevan

Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis), maka peneliti dapat membaca referensi teoritis yang relevan dengan masalah dan berfikir. Selain itu penemuan penelitian sebelumnya yang relevan juga dapat digunakan sebagai bahan untuk memberikan jawaban sementara terhadap masalah penelitian (hipotesis). Telaah teoritis mempunyai tujuan untuk menyusun kerangka teoritis yang menjadi dasar untuk menjawab


(38)

masalah atau pertanyaan penelitian yang merupakan tahap penelitian dengan menguji terpenuhinya kriteria pengetahuan yang rasional.

4. Pengajuan hipotesis

Jawaban terhadap rumusan masalah yang baru didasarkan pada teori dan didukung oleh penelitian yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara empiris (faktual) maka jawaban itu disebut hipotesis. Hipotesis yang dibuat pada penelitian ini adalah “Penerapan sunset policy berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan formal Wajib Pajak Orang Pribadi.”

5. Metode penelitian

Untuk menguji hipotesis tersebut peneliti dapat memilih metode penelitian yang sesuai, pertimbangan ideal untuk memilih metode itu adalah tingkat ketelitian data yang diharapkan dan konsisten yang dikehendaki. Sedangkan pertimbangan praktis adalah, tersedianya dana, waktu, dan kemudahan yang lain. Pada penelitian kali ini metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan teknik analisis data menggunakan metode analisis kualitatif dan metode kuantitatif.

6. Menyusun instrumen penelitian

Setelah metode penelitian yang sesuai dipilih, maka peneliti dapat menyusun instrumen penelitian. Instrumen ini digunakan sebagai alat pengumpul data. Instrumen pada penelitian ini berbentuk kuesioner, untuk pedoman wawancara atau observasi. Sebelum instrumen digunakan untuk pengumpulan data, maka instrumen penelitian harus terlebih dulu diuji validitas dan reabilitasnya. Dimana validitas digunakan untuk mengukur


(39)

kemampuan sebuah alat ukur dan reabilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana pengukuran tersebut dapat dipercaya. Setelah data terkumpul maka selanjutnya dianalisis untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang diajukan dengan teknik statistik tertentu. Selanjutnya peneliti menganalisis dan mengambil sampel untuk melakukan penelitian mengenai: a. Penerapan sunset policy yang diperoleh dari data kuesioner yang akan diisi

oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) pada KPP Jakarta Cilandak. b. Kepatuhan formal WPOP yang diperoleh dari data kuesioner yang akan

diisi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) pada KPP Jakarta Cilandak. Selanjutnya peneliti mulai menggunakan perhitungan dengan menggunakan MSI (Method Succesive Interval) untuk menaikkan skala ordinal menjadi interval, regresi linier sederhana untuk membuktikan sejauh mana pengaruh yang diperlihatkan antara penerapan sunset policy terhadap kepatuhan formal WPOP, korelasi Pearson Product Moment untuk meneliti erat tidaknya pengaruh penerapan sunset policy terhadap kepatuhan formal WPOP, koefisien determinasi untuk menilai besarnya pengaruh penerapan sunset policy terhadap kepatuhan formal WPOP dan t hitung untuk menguji tingkat signifikan.

7. Kesimpulan

Kesimpulan adalah langkah terakhir dari suatu periode penelitian yang berupa jawaban terhadap rumusan masalah. Dengan menekankan pada pemecahan masalah berupa informasi mengenai solusi masalah yang bermanfaat sebagai dasar untuk pembuatan keputusan.


(40)

Desain penelitian yang lebih sederhana lagi akan dijelaskan dalam bentuk tabel di bawah ini :

Tabel 3.1 Desain Peneitian Tujuan Penelitian Desain Penelitian Jenis Penelitian Metode yang

digunakan Unit Analisis

Time Horizon

T - 1 Descriptive Descriptive Survey

WPOP di KPP Jakarta

Cilandak

Cross Sectional

T - 2 Descriptive Descriptive Survey

WPOP di KPP Jakarta

Cilandak

Cross Sectional

T - 3 Verificative Explanatory Survey

WPOP di KPP Jakarta

Cilandak

Cross Sectional

3.2.2 Operasionalisasi Variabel

Operasional variabel merupakan proses penguraian variabel penelitian ke dalam subvariabel, dimensi, indikator sub variabel, dan pengukuran. Adapun syarat penguraian operasioanlisasi dilakukan bila dasar konsep dan indikator masing-masing variabel sudah jelas, apabila belum jelas secara konseptual maka perlu dilakukan analisis faktor.

Berdasarkan judul usulan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya yaitu “Penerapan Sunset Policy Dalam Meningkatkan Kepatuhan Formal Wajib Pajak Orang Pribadi”, maka variabel-variabel yang diteliti dapat dibedakan menjadi dua yaitu:


(41)

a. Variabel Bebas / Independent (Varibel X)

Definisi variabel bebas menurut Sugiyono (2009:39) sebagai berikut : “Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terikat)”.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan sunset policy. b. Variabel Tidak Bebas / Terikat / Dependent (Variabel Y)

Definisi variabel terikat menurut Sugiyono (2009:40) sebagai berikut : “Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepatuhan WPOP.

Selengkapnya mengenai operasionalisasi variabel dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.2

Operasionalisasi Variabel

Variabel Konsep Variabel Indikator Skala Kuesioner Sunset

Policy (X)

“Sunset policy adalah pemberian fasilitas penghapusan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Kebijakan ini memberi kesempatan kepada

1. Penghapusan sanksi administrasi berupa bunga bagi WP yang belum memiliki NPWP 2. Penyampaian dan

Pembetulan SPT. 3. Penghapusan sanksi

administrasi berupa

Ordinal

1-3

4-6 7-9


(42)

masyarakat untuk memulai kewajiban perpajakannya dengan benar.”

(Siti Kurnia Rahayu, 2009:344)

bunga atas kurang bayar pajak.

4. Penegasan sanksi pajak (SE-34/PJ/2008) 10-11 Tingkat Kepatuhan Formal Wajib Pajak Orang Pribadi (Y) ”Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang perpajakan.”

(Siti Kurnia Rahayu, 2006:111)

1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri 2. Kepatuhan wajib pajak

untuk menyetorkan kembali SPT 3. Kepatuhan dalam

perhitungan dan pembayaran pajak terutang

4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan Ordinal 1 2-3 4-6 7-9

Dalam operasionalisasi variabel ini semua variabel diukur oleh instrumen pengukur dalam bentuk kuesioner yang memenuhi pernyataan-pernyataan tipe Skala Likert. Skala Likert menurut Sugiyono (2009:107) sebagai berikut :

“Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.”

Untuk setiap pilihan jawaban diberi skor, maka responden jawaban harus menggambarkan, mendukung pernyataan atau tidak mendukung pernyataan. Dalam hal ini responden adalah Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Jakarta Cilandak.


(43)

Pada jawaban kuesioner diberikan skor pertanyaan yang memiliki jawaban positif dan pertanyaan yang memiliki jawaban negatif. Pertanyaan positif bertujuan untuk mengetahui jawaban yang sesuai dengan kebenaran, sedangkan jawaban negatif bertujuan untuk mengkroscek apakah responden menjawab secara konsisten dam benar-benar menjawab kuesioner.

Pemberian skor atas pilihan jawaban untuk kuesioner yang diajukan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Skala Penilaian Untuk Pertanyaan Positif dan Negatif

No. Keterangan Skor

Positif

Skor Negatif 1.

2. 3. 4. 5.

Sangat Setuju Setuju

Kadang-kadang Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

5 4 3 2 1

1 2 3 4 5

Sumber: Sugiyono (2009:87)

3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data 3.2.3.1 Sumber Data

Jenis data yang digunakan peneliti dalam penelitian mengenai “Penerapan Sunset Policy Dalam Meningkatkan Kepatuhan Formal Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Jakarta Cilandak” adalah data primer dan sekunder. 1. Data Primer

Definisi data primer menurut Sugiyono (2009:137) sebagai berikut : “Sumber primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.”


(44)

Data primer dalam penelitian ini yaitu berupa kuesioner yang akan dibagikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Jakarta Cilandak.

2. Data Sekunder

Definisi data sekunder menurut Sugiyono (2009:137) sebagai berikut : “Sumber sekunder merupakan sumber data yang diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan memahami melalui media lain yang bersumber dari literatur, buku-buku, serta dokumen perusahaan.”

Data sekunder dalam penelitian ini yaitu struktur organisasi, sejarah perusahaan, serta dokumen dari KPP Jakarta Cilandak.

3.2.3.2 Teknik Penentuan Data

Definisi populasi menurut Sugiyono (2009:90) sebagai berikut :

“Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.”

Populasi yang diambil oleh peneliti adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang mengikuti sunset policy di KPP Jakarta Cilandak yaitu sebanyak 2.017 WPOP.

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan dijadikan objek dalam melakukan penelitian dan pengujian data. Definisi sampel menurut Andi Supangat (2008:4) sebagai berikut:

“Sampel adalah bagian dari populasi (contoh), untuk dijadikan sebagai bahan penelaahan dengan harapan contoh yang diambil dari populasi tersebut dapat mewakili (representative) terhadap populasinya”.


(45)

Rumus yang digunakan untuk menentukan sampel yaitu menggunakan rumus Slovin dalam Husein Umar (2007:78), yaitu sebagai berikut :

N n =

1+Ne²

Keterangan : n : Ukuran sampel N : Ukuran Populasi

e : Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel dalam penelitian ini di ambil nilai e = 10% (0.1)

Maka :

N n =

1+2.017 (0.1) ² 2.017

n =

21,17 n = 95,276334

Berdasarkan perhitungan diatas maka penulis menetapkan anggota sampel yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah 95 sampel.

Dalam penelitian ini, metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode Sampling Insidental, karena siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila orang tersebut cocok sebagai sumber data.


(46)

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan secara langsung pada KPP Jakarta Cilandak. Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara untuk memperoleh data dan keterangan yang diperlukan dalam penelitian. Sehubungan dengan tingkat pengukuran untuk variabel X (Penerapan Sunset Policy) dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal dan variabel Y (Kepatuhan Formal WOP) berskala ordinal, maka data variabel X dan Y tersebut harus ditransformasikan untuk menaikkan tingkat pengukuran dari skala ordinal ke skala interval. Teknik yang digunakan untuk menaikkan data tersebut adalah MSI (Method of Succesive Intervals) atau disebut metode interval berurutan. Teknik tersebut merupakan teknik yang paling sederhana dalam mentransformasi skala ordinal menjadi skala interval. Dengan demikian semua data yang telah dinaikkan dari skala ordinal ke interval ini dapat digunakan sebagai data input untuk analisis korelasi pearson product moment. Langkah-langkah transformasi data ordinal ke data interval adalah sebagai berikut:

1. Memperhatikan setiap butir jawaban responden dari kuesioner yang disebarkan 2. Pada setiap butir ditentukan dihitung masing-masing frekuensi jawaban

responden

3. Setiap frekuensi dibagi dengan banyaknya responden dan hasilnya disebut proporsi

4. Menentukan proporsi kumulatif dengan jalan menjumlahkan nilai proporsi secara berurutan perkolom skor


(47)

5. Menggunakan Tabel Distribusi Normal, hitung nilai Z untuk setiap proporsi kumulatif yang diperoleh

6. Menentukan nilai tinggi densitas untuk setiap nilai Z yang diperoleh (dengan menggunakan Tabel Tinggi Densitas)

7. Menentukan skala dengan menggunakan rumus:

(Density at Lower Limit) - (Density at Upper Limit) NS =

(Area Below Upper Limit) – (Area Below Lower Limit) Dimana :

Density at Lower Limit = kepadatan batas bawah Density at Upper Limit = kepadatan batas atas Area Below Upper Limit = daerah dibawah batas atas Area Below Lower Limit = daerah dibawah batas bawah 8. Menentukan nilai transformasi dengan rumus :

Proses pentransformasian data ordinal menjadi data interval dalam penelitian ini menggunakan bantuan program komputer yaitu Microsoft Office Excel 2007 (Analize)

Selanjutnya untuk menunjang hasil penelitian, maka peneliti melakukan pengumpulan data yang diperlukan dengan cara sebagai berikut:

1. Observasi, yaitu peneliti mendatangi dan mengamati obyek yang akan diteliti yaitu KPP Jakarta Cilandak sehingga peneliti memperoleh beberapa informasi dan data yang dibutuhkan.


(48)

2. Kuesioner, yaitu peneliti memberikan angket yang berisi beberapa pertanyaan yang terkait dengan penerapan sunset policy dan kepatuhan formal WPOP sehingga peneliti dapat melakukan analisis dari jawaban yang telah diberikan.

3. Wawancara, yaitu peneliti melakukan tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait yaitu WPOP dan Staff KPP Jakarta Cilandak mengenai penerapan sunset policy dan kepatuhan formal WPOP.

4. Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data dari laporan-laporan yang telah diolah oleh KPP Jakarta Cilandak sehingga peneliti dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan.

3.2.4.1 Uji Validitas

Definisi validitas menurut Cooper (2006:720),

“Validity is a characteristic of measuraenment concerned with the extent that a test measures what the researcher actually wishes to measure.“ Berdasarkan definisi tersebut, maka validitas dapat diartikan sebagai suatu karakteristik dari ukuran terkait dengan tingkat pengukuran sebuah alat test (kuesioner) dalam mengukur secara benar apa yang diinginkan peneliti untuk diukur. Suatu alat ukur disebut valid bila ia melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan mengukur apa yang seharusnya diukur.

Instrumen untuk mendapatkan data dicobakan pada sampel dari populasi. Setelah data ditabulasikan, maka pengujian validitas konstruksi dilakukan dengan analisis faktor yaitu dengan mengkorelasikan antara skor item instrumen dalam


(49)

suatu faktor, dan mengkorelasikan skor faktor dan skor total. Bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya 0,3 ke atas maka faktor tersebut merupakan construct yang kuat. Jadi berdasarkan analisis instrumen tersebut dapat disimpulkan bahwa instrument tersebut memiliki validitas yang baik.

Untuk mempercepat dan mempermudah pengujian validitas menggunakan sarana komputer yaitu program SPSS 15.0 for windows, dengan teknik korelasi yang digunakan untuk menguji validitas butir pernyataan menggunakan korelasi person product moment.

3.2.4.2 Uji Reliabilitas

Definisi reliabilitas menurut Cooper (2006:716) sebagai berikut :

“Reliability is a characteristic of measurenment concerned with acuracy, precision, and consistency”.

Berdasarkan definisi tersebut, maka reliabilitas dapat diartikan sebagai suatu karakteristik terkait dengan keakuratan, ketelitian dan kekonsistenan.

Pengujian ini dilakukan terhadap butir pertanyaan yang termasuk dalam kategori valid. Pengujian reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan internal consistency, yaitu dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian dianalisis dengan menggunakan suatu teknik perhitungan reliabilitas. Suatu alat ukur disebut reliabel apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum


(50)

berubah. Dalam hal ini relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali pengukuran.

Teknik yang digunakan untuk menguji reliabilitas (keandalan) kuesioner dalam penelitian ini digunakan teknik belah dua (split half) skor pernyataan (statement) bernomor ganjil genap, dengan teknik korelasi Spearman Brown. Cara kerja Teknik Belah Dua (Split Half Method) menurut Sugiyono (2009:126) adalah sebagai berikut :

1. Butir-butir instrumen di belah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok instrumen ganjil dan genap.

2. Skor data tiap kelompok disusun sendiri. Skor butir kelompok dijumlahkan sehingga menghasilkan skor total.

3. Selanjutnya skor total antara kelompok ganjil dan genap di cari korelasinya.

4. Koefisien korelasi selanjutnya dimasukan dalam rumus Spearman Brown.”

Adapun rumus untuk menghitung angka reliabilitas yaitu sebagai berikut:

Sumber: Sugiyono (2009:126)

Keterangan:

ri = Koefisien reliabilitas Spearman Brown

rb = Koefisien korelasi antara belahan pertama (genap) dan kedua (ganjil).

Selanjutnya koefisien reliabilitas dibandingkan dengan 0,70, jika nilai ri lebih besar dari 0,70 hasil pengujian reliabilitas dikatakan reliabel dalam mengungkap variabel yang sedang diteliti.

2rb ri = 1 + rb


(51)

Tabel 3.4

Kriteria Penilaian Reliabilitas Criteria Reliability Validity

Good 0,80 0,50

Acceptable 0,70 0,30

Marginal 0,60 0,20

Poor 0,50 0,10

Sumber: Barker et al (2002:70)

Perhitungan validitas dan reliabilitas menggunakan SPSS 15 atau merupakan program aplikasi yang digunakan untuk melakukan penghitungan statistik dengan menggunakan komputer. Kelebihan dari program ini adalah kita dapat melakukan lebih cepat semua penghitungan statistik dari yang mulai sederhana hingga rumit sekalipun.

3.2.4.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan program SPSS 15 diperoleh hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner kedua variabel seperti dirangkum pada tabel berikut.

Tabel 3.5

Hasil Uji Validitas Kuesioner Penerapan Sunset Policy Butir Pertanyaan Indek validitas Nilai Kritis Keterangan

Item_1 0,670 0,30 Valid

Item_2 0,495 0,30 Valid

Item_3 0,422 0,30 Valid

Item_4 0,647 0,30 Valid

Item_5 0,682 0,30 Valid

Item_6 0,498 0,30 Valid

Item_7 0,616 0,30 Valid

Item_8 0,429 0,30 Valid

Item_9 0,488 0,30 Valid

Item_10 0,321 0,30 Valid

Item_11 0,765 0,30 Valid

Koefisien Reliabilitas (Split-Half) = 0,793 Sumber: Lampiran 8


(52)

Tabel 3.6

Hasil Uji Validitas Kuesioner Kepatuhan Formal Wajib Pajak Butir Pertanyaan Indek validitas Nilai Kritis Keterangan

Item 1 0,535 0,30 Valid

Item 2 0,582 0,30 Valid

Item 3 0,511 0,30 Valid

Item 4 0,553 0,30 Valid

Item 5 0,640 0,30 Valid

Item 6 0,693 0,30 Valid

Item 7 0,442 0,30 Valid

Item 8 0,524 0,30 Valid

Item 9 0,521 0,30 Valid

Koefisien Reliabilitas (Split-Half) = 0,780 Sumber: Lampiran 9

Pada kedua tabel di atas dapat dilihat nilai indeks validitas setiap butir pernyataan lebih besar dari nilai 0,30, artinya semua butir pertanyaan yang diajukan valid dan layak digunakan sebagai alat ukur untuk penelitian. Koefisien reliabilitas kedua variabel lebih besar dari 0,70 menunjukkan bahwa kuesioner yang digunakan reliabel dalam mengungkap variabel yang sedang diteliti.

3.2.5 Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis 3.2.5.1 Rancangan Analisis

Metode analisis adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang telah diperoleh dari hasil wawancara, observasi lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang lebih penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.


(53)

Peneliti melakukan analisis terhadap data yang telah diuraikan dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif.

1. Metode Analisis Kualitatif

Metode kualitatif merupakan metode pengolahan data yang menjelaskan pengaruh dan hubungan yang dinyatakan dengan kalimat. Analisis kualitatif digunakan untuk melihat faktor penyebab. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :

1) Setiap indikator yang dinilai oleh responden, diklasifikasikan dalam lima alternatif jawaban dengan menggunakan skala ordinal yang menggambarkan peringkat jawaban.

2) Dihitung total skor setiap variabel / subvariabel = jumlah skor dari seluruh indikator variabel untuk semua responden.

3) Dihitung skor setiap variabel / subvariabel = rata-rata dari total skor. 4) Untuk mendeskripsikan jawaban responden, juga digunakan statistik

deskriptif seperti distribusi frekuensi dan tampilan dalam bentuk tabel ataupun grafik.

5) Untuk menjawab deskripsi tentang masing-masing variabel penelitian ini, digunakan rentang kriteria penilaian sebagai berikut:

n (m – 1) RS =

m

n= jumlah sampel yang diambil (dalam penelitian ini sebanyak 30) m= jumlah alternatif jawaban tiap item (2alternatif)


(54)

Untuk menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian, dapat dilihat dari perbandingan antara skor aktual dan ideal. Skor aktual diperoleh melalui hasil perhitungan seluruh pendapat responden, sedangakan skor ideal diperoleh dari prediksi nilai tertinggi dikalikan dengan jumlah pertanyaan kuesioner dikalikan dengan jumlah responden. Apabila digambarkan dengan rumus, maka akan tampak seperti di bawah ini:

Skor aktual

% Skor aktual = X 100% Skor ideal

Skor aktual adalah jawaban seluruh responden atas kuesioner yang telah diajukan. Skor ideal adalah skor atau bobot tertinggi atau semua responden diasumsikan memilih jawaban dengan skor tertinggi. Penjelasan bobot nilai skor aktual dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.7

Kriteria Presentase Tanggapan Responden

No. % Jumlah Skor Kriteria

1 20.00% – 36.00% Tidak Baik

2 36.01% – 52.00% Kurang Baik

3 52.01% – 68.00% Cukup

4 68.01% – 84.00% Baik

5 84.01% – 100% Sangat Baik


(55)

2. Metode Analisis Kuantitatif

Metode kuantitatif adalah metode pengolahan data berbentuk angka. Metode kuantitatif dalam penelitian ini adalah:

a. Analisis Korelasi Pearson product Moment

Analisis koefisen korelasi pearson digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya hubungan linier antara variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) serta mempunyai tujuan untuk meyakinkan bahwa pada kenyataannya terdapat hubungan antara penerapan sunset policy dengan kepatuhan formal WPOP, dengan formulasi sebagai berikut :

   

 

2 2

2

 

2

Y

Y

n

X

X

n

Y

X

XY

n

r

Sumber:Sugiyono(2009:274) Keterangan :

r = Koefisien korelasi X = Pemeriksaan Rutin

Y = Kepatuhan Wajib Pajak Badan n = Banyaknya sampel

Koefisien korelasi mempunyai nilai -1 ≤ r ≤ +1 dimana :

a. Apabila r = +1, maka korelasi antara kedua variabel dikatakan sangat kuat dan searah, artinya jika X naik sebesar 1 maka Y juga akan naik sebesar 1 atau sebaliknya.

b. Apabila r = 0, maka hubungan antara kedua variabel sangat lebar atau tidak ada hubungan sama sekali.


(56)

c. Apabila r = -1, maka korelasi antara kedua variabel sangat kuat dan berlawanan arah, artinya apabila X naik sebesar 1 maka Y akan turun sebesar 1 atau sebaliknya.

Untuk memberikan interpretasi koefisien korelasinya maka penulis menggunakan pedoman sebagai berikut :

Tabel 3.8

Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat Rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat Kuat

Sumber: Sugiono (2009:250)

b. Analisis Regresi Linier Sederhana

Analisis regresi linier sederhana adalah metode analisis statistik yang digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independent (X) terhadap variabel dependent (Y). Dampak dari analisis regresi dapat digunakan untuk memutuskan apakah naik dan menurunnya variabel dependent (Penerapan Sunset Policy) dapat dilakukan melalui menaikkan dan menurunkan keadaan variabel independent (Kepatuhan Formal WPOP). Atau dalam meningkatkan keadaan variabel dependent (Penerapan Sunset Policy) dapat dilakukan dengan meningkatkan variabel independent (Kepatuhan Formal WPOP). Dengan formulasi sebagai berikut :

Sumber: Jonathan (2005:73)


(57)

Dimana nilai a dan b dicari terlebih dahulu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

   

   2 2 2 X X n XY X Y X a



2

2 X X n Y X XY n b

  

Sumber: Jonathan (2005:73)

Keterangan:

a = konstanta (nilai Y pada saat nol) b = koefesien regresi

X = nilai variabel independend Y = nilai variabel dependend c. Koefisien Determinasi

Untuk mengetahui besarnya sumbangan atau peran variabel X dan variabel Y, dapat dihitung dengan rumus koefisien determinasi, Jonathan Sarwono (2006:50) mengemukakan rumus koefisien determinasi sebagai berikut:

KD= r2 x 100% Dimana :

KD = Koefisien Determinasi r = Koefisien Korelasi

Dalam melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif, peneliti menggunakan bantuan program SPSS 15 For Windows dan Ms. Office Exell 2007.


(58)

3.2.5.2 Uji Hipotesis

Rancangan pengujian hipotesis digunakan untuk mengetahui korelasi dari kedua variabel yang diteliti, dalam hal ini adalah korelasi penerapan sunset policy dan kepatuhan formal WPOP dengan menggunakan pengujian statistik. Langkah-langkah pengujian hipotesis ini dimulai dengan menetapkan hipotesis nol dan hipotesis alternatif, pemilihan test statistik dan perhitungan nilai statistik, penetapan tingkat signifikan, penetapan kriteria pengujian dan penarikan kesimpulan.

Langkah-langkah dalam uji hipotesis adalah sebagai berikut: 1. Menetapkan Hipotesis

A. Hipotesis Penelitian

Ho : Penerapan sunset policy tidak berdampak terhadap Tingkat Kepatuhan Formal WPOP.

Ha : Penerapan sunset policy berdampak terhadap tingkat kepatuhan Formal WPOP.

B. Hipotesis Statistik

Berdasarkan pada alat statistik yang digunakan dan hipotesis penelitian di atas maka peneliti menetapkan dua hipotesis yang digunakan untuk uji statistiknya yaitu hipotesis nol (H0) yang diformulasikan untuk ditolak dan hipotesis alternatif (H1) yaitu hipotesis peneliti yang diformulasikan untuk diterima, dengan perumusan sebagai berikut:

H0 : β= 0 Penerapan sunset policy tidak berdampak secara signifikan terhadap Kepatuhan Formal WPOP.


(1)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman

1.1 Waktu Penelitian... 9

2.1 Penelitian dan Referensi yang Berkaitan dengan penerapan sunset policy dalam meningkatkan kepatuhan formal Wajib Pajak Orang Pribadi... 31

3.1 Desain Penelitian... 40

3.2 Operasionalisasi Variabel... 41

3.3 Skala penelitian Untuk pertanyaan Positif dan Negatif... 43

3.4 Kriteria Penilaian Reliabilitas... 51

3.5 Hasil Uji Validitas Kuesioner X... 51

3.6 Hasil Ujivaliditas Kuesioner Y... 52

3.7 Kiteria Presentase Tanggapan Respoden... 54

3.8 Interprestasi Koefisien Korelasi... 56

4.1 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 70

4.2 Profil Responden Berdasarkan Usia... 71

4.3 Profil Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 71

4.4 Rekapitulasi Skor Jawaban Responden Pada Variabel X... 75

4.5 Rekapitulasi Tanggapan Responden Mengenai Penghapusan Sanksi Administrasi Berupa Bunga Bagi WP Yang Belum Memiliki NPWP... 76

4.6 Rekapitulasi Tanggapan Responden Mengenai Batas Waktu Penyampaian dan Pembetulan SPT... 78

4.7 Rekapitulasi Tanggapan Responden Mengenai Penghapusan Sanksi Administrasi Berupa Bunga Atas Kurang Bayar Pajak... 80

4.8 Rekapitulasi Tanggapan Responden Mengenai Penegasan Sanksi Pajak... 82


(2)

x

4.9 Rekapitulasi Jawaban Responden Pada Variabel Y... 83

4.10 Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Mendaftarkan Diri... 84

4.11 Kepatuhan Wajib Pajak Menyetorkan Kembali SPT... 86

4.12 Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Perhitungan dan Pembayaran Pajak Terutang... 87

4.13 Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Pembayaran Tunggakan... 88

4.14 Rekap Data Variabel X dan Variabel Y... 90

4.15 Korelasi Antara Variabel X dengan Variabel Y... 94

4.16 Hasil Analisis Regresi... 96


(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”PENERAPAN SUNSET POLICY DALAM MENINGKATKAN KEPATUHAN FORMAL WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA CILANDAK”, untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh ujian sidang sarjana strata 1 (S1) pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Komputer Indonesia.

Dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu, khususnya kepada orangtuaku yang tak henti-hentinya memberikan do’a dan dukungan baik secara moril maupun materil serta perhatian dan curahan kasih sayang yang dapat memberikan semangat kepada peneliti. Rasa terima kasih peneliti juga sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

2. Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra., SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia sekaligus sebagai Dosen


(4)

iv

Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu guna membimbing, mengarahkan, dan memberikan petunjuk yang sangat berharga demi selesainya penyusunan skripsi ini.

3. Sri Dewi Anggadini, SE., M.Si., selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

4. Segenap Pimpinan dan Staff KPP Pratama Jakarta Cilandak yang telah memberikan waktu, tenaga dan bantuannya yang berharga untuk memberikan kesempatan kepada penulis dalam melakukan penelitian. 5. Siti Kurnia Rahayu, SE., M.Ak., Ak., Ely Suhayati, SE., M.Si., Ak., dan

Ony Widilestariningtyas, SE., M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan ilmu, saran, maupun kritik selama sidang skripsi.

6. Seluruh Staff Dosen Pengajar UNIKOM yang telah membekali penulis dengan pengetahuan.

7. Kiki, Andhika, Patra dan semua keluargaku yang telah memberikan doa, dorongan, semangat serta kasih sayang yang tulus kepada penulis.

8. Untuk teman-teman seperjuangan yang selalu membantu Yelfy, Wiwin, Ade, Sali, Rani, dan Fitri.

9. Untuk teman-teman di Ak-1, salam kompak selalu.

10. Seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhir kata semoga Allah SWT membalas segala amal kebaikan dan ketulusan dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skipsi ini.


(5)

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya, atas segala kekurangannya penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Terima kasih.

Wassalamua’laikum Wr. Wb

Bandung, Juli 2010 Penulis,

Soraya NIM. 21106022


(6)

Dokumen yang terkait

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Melalui E-Filing di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

2 104 66

Analisis Penerapan Sistem Perpajakan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

2 83 63

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Menerapkan Sistem Self Assessment pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

3 109 60

Analisis Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Atas Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Secara E-Filing Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

3 123 80

Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Baru Atas Keputusan Menteri Keuangan No. 84/KMK.03/2002 Pada KPP Pratama Medan Belawan

1 55 84

Dampak Penggunaan Drop Box Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Peranannya Dalam Upaya Peningkatan Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

1 37 70

Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Penghasilan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

2 61 59

Analisis Kualitas Pelayanan Pajak Dan Sosialisasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Formal Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cianjur

2 38 124

Pengaruh Kebijakan Penghapusan Sanksi Adminstrasi (Sunset Policy) Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang pribadi (studi kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang)

0 17 1

PERANAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MENINGKATKAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CIAMIS

1 2 10