Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Menerapkan Sistem Self Assessment pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM MENERAPKAN SISTEM SELF ASSESSMENT PADA KANTOR

PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA

DISUSUN O L E H

Nama: ROMALINUS JEFRI T LASE NIM : 102600031

Untuk Memenuhi Salah satu Syarat Menyelesaikan Studi pada Program Diploma III

Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN PKLM INI DISETUJUI UNTUK DIPRESENTASIKAN OLEH :

Nama : Romalinus Jefri T Lase

NIM : 102600031

Program Studi : D-III Administrasi Perpajakan

Judul : Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Menerapkan Sistem Self Assessment pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

Ketua Program Studi Diploma III Dosen Pembimbing Ka. Sub Umum

Administrasi Perpajakan KPP Pratama Medan Polonia

(Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si) (Indra Efendi R, S.Sos) (Martina Chairani,S.H)

NIP.195608311986011001 NIP.196903271995032003

Dekan

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP. 196805251992031002


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan juru slamat pribadiku yang dengan kasih karunia dan pertologanNYA penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini.

Laporan PKLM ini merupakan salah satu syarat menyelesaikan pendidikan program studi DIII Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara. Judul dari Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang dibuat oleh penulis adalah : “ TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM MENERAPKAN SISTEM SELF ASSESSMENT PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA ”.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat kekurangan-kekurangan baik dalam hal penyajian materi maupun bahasa penyampaian. Oleh karena itu dengan segala hormat dan setulus hati serta kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertai dan memberkati penulis serta telah memberikan hidup yang terbaik kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Badarudin, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si. selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Arlina, SH, M.Hum. selaku Sekretaris Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Indra Effendi, S.Sos selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan menyumbangkan pikiran kepada penulis kearah yang lebih sempurna sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu, mendidik dan membimbing penulis selama perkuliahan.

7. Segenap pimpinan, staff dan karyawan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian serta membantu Penulis selama penelitian.

8. Ibu Martina Chairani,S.H. selaku supervisor penulis yang telah memberikan izin kepada penulis dalam melaksanakan riset di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

9. Kepada Tax Center Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara yang telah menyediakan kami tempat beristrahat maupun berdiskusi, baik tentang perkuliahan maupun hal lain.


(5)

10. Teristimewa Orangtua ku yang sangat penulis cintai dan banggakan terkhususnya buat Ayahanda F.Fatimbowo Lase dan ibunda Safira. Gulo yang menjadi motivator penulis selama ini yang telah banyak mendoakan, mendidik, mendukung, membimbing serta memberikan dukungan penuh kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

11. Kepada abangku Rozama Lase, Yanto Lase, Tyo Velazquez Lase, kakak Sunimawati Lase, Elvi Rinilda Lase, Bernadet Intan Lase serta keluarga yang lainnya atas dukungan dan doanya yang tak ada hentinya buatku. Kalian adalah anugrah yang Tuhan Yesus berikan untukku.

12. Buat sahabat-sahabat GEMA NIAS dari stambuk tua sampai stambuk muda, terkhusus stambuk 2010 yang telah banyak memberikan dukungan untuk lebih semangat.

13. Buat teman-teman Administrasi Perpajakan stambuk 2010, khusunya buat kelas saya Tax ‘A 2010 yang luar biasa terimakasih atas bantuan kalian semua.

14. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih sebesar-besarnya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan PKLM ini, sehingga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini.


(6)

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2013 Penulis

Romalinus Jefri T Lase NIM: 102600031


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 1

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 3

C. Uraian Teoritis ... 6

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 9

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 10

F. Metode Pengumpulan Data ... 11

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 12

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK/LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia ... 15

B. Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia ... 18 C. Bidang – Bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan


(8)

Polonia ... 19

D. Tingkat Pendidikan Dan Jumlah Pegawai ... 22

BAB III GAMBARAN DATA PKLM A. Pengertian Kepatuhan Perpajakan (Tax Complience) ... 25

B. Pentingnya Kepatuhan Perpajakan ... 26

C. Sikap Masyarakat terhadap Pajak ... 27

D. Perlawanan Terhadap Pajak ... 29

E. Iklim Perpajakan (Tax Climate) ... 36

BAB IV ANALISI DAN EVALUASI A. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Tahun 2011 .... 40

B. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Tahun 2012 .... 42

C. Usaha-usaha untuk Menanggulangi Masalah Wajib Pajak yang Kurang dan Tidak Patuh ... 44

D. Upaya-upaya untuk Mengoptimalkan Kepatuhan Wajib Pajak dalam menerapkan sistem self assessment ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

1. Tabel II.1 : Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan

Polonia ... 21

2. Tabel II.2 : Jumlah Tingkat Pendidikan Pegawai Kantor Pelayanan

Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia ... 22

3.

Tabel IV.1 : Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan

Pajak Penghasilan Orang Pribadi Tahun 2011 ... 34

4.

Tabel IV.2 : Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam

Menyampaikan Surat Pemberiyahuan (SPT) Tahunan


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Sebagaimana kita ketahui, peranan pajak semakin besar dan penting dalam menyumbang penerimaan Negara dalam rangka kemandirian membiayai pelaksanaan pembangunan Nasional. Untuk itu perlu adanya peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk membayar pajak. Salah satu wujud kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk membayar pajak adalah mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak dan membayar pajak penghasilan sesuai ketentuan perpajakan yang ada apabila penerimaan atau memperoleh penghasilan.

Sesuai ketentuan perpajakan yang ada, sistem pemungutan pajak yang dianut di Indonesia adalah self assessment yaitu masyarakat mendaftarkan sendiri sebagai Wajib Pajak selanjutnya menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak penghasilan terutang. Sedangkan salah satu fungsi Direktorat Jendral Pajak menurut ketentuan undang-undang perpajakan adalah melakukan pengawasan terhadap masyarakat terhadap masyarakat atas pelaksanaan sistem self assessment sehingga diberikan wewenang dibidang perpajakan antara lain; pengukuhan sebagai Wajib Pajak, penetapan besarnya pajak yang terutang apabila masyarakat tidak membayar pajak sesuai ketentuan undang-undang perpajakan.


(11)

Tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia walaupun dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, namun dinilai masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan oleh adanya rasa keengganan dan ketidak inginan para Wajib Pajak dalam melaporkan kewajiban pajaknya dengan kosekuensi secara benar masih sangat tinggi. Kondisi ini makin diperparah dengan tingkat kesadaran Wajib Pajak akan pengetahuan peraturan perpajakan yang juga masih sangat kurang. Hal ini menjadi suatu kendala dan potensi besar yang harus disikapi oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi pemerintah yang bertanggung jawab dan mencari penanggulangannya dalam menangani perpajakan. Jika kesadaran Wajib Pajak dapat ditingkatkan, maka penerimaan pajak pun diharapkan akan meningkat dengan pesat karena Wajib Pajak sangat memegang peranan penting dalam menentukan tingkat realisasi penerimaan pajak.

Sistem penghitungan sendiri (self assessment) memungkinkan potensi adanya wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik akibat dari kelalaian, kesenjangan ataupun ketidaktahuan wajib pajak atas tanggung jawab dari kewajiban perpajakannya.Untuk mengatasi ketidakefektifan penerapan sistem self assessment, dan agar pelaksanaan kewajiban wajib pajak dapat dilaksanakan secara baik dan benar, harus diimbangi dengan memberikan penyuluhan pajak (tax dissemination), pelayanan perpajakan (tax service) dan pengawasan perpajakan (law enforcement). Apabila ketiga fungsi tersebut dapat dilaksanakan secara optimal, maka kepatuhan sukarela (voluntary compliance) wajib pajak di dalam melaksanakan kewajiban dan haknya di sektor perpajakan akan meningkat. Pada akhirnya akan


(12)

ada sekarang ini, negara Indonesia menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak masih rendah.Fakta tersebut terbukti setelah diperoleh data yang menunjukkan bahwa penerimaan pajak yang tercermin dari tax gap dan tax ratio belum dapat dimaksimalkan (Pongtuluran, 2010).

Mengingat dasar inilah penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang merupakan kegiatan intrakurikuler yang dilaksanakan secara mandiri. Dalam rangka memperoleh pengalaman praktis dilingkungan kerja, maka berdasarkan masalah diatas, penulis tertarik untuk membahas tentang“ Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam menerapkan sistem Self Assessment pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia “.

B.

Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 1. Adapun Tujuan dari Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

a) Untuk mengetahui pengaruh penerapan sistem self assessments terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

b) Untuk mengetahui tingkat kepatuhan pembayaran atau penyetoran pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi yang dilaporkan tepat waktu dan jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.


(13)

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 2.1. Bagi Mahasiswa

a) Untuk menciptakan dan menumbuh kembangkan rasa tanggung jawab dan profesionalisme serta kedisiplinan yang nantinya hal-hal tersebut sangat dibutuhkan ketika memasuki dunia kerja.

b) Guna mendorong mahasiswa untuk belajar mengetahui menjadi tenaga kerja ahli yang siap pakai.

c) Guna memotivasi mahasiswa untuk beraktifitas dalam melakukan pekerjaan secara efisien dan efektif melalui praktik kerja lapangan mandiri.

d) Menguji dan mengukur kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswa dalam menghadapi situasi dunia kerja yang sebenarnya.

e) Memahami modernisasi yang telah dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

2.2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia

a) Dengan dilaksanakannya praktik kerja lapangan mandiri bagi mahasiswa dituntut sumbangsihnya terhadap lingkungan Kantor Pelayanan Pajak baik berupa saran maupun kritik yang bersifat membangun yang menjadi sumber masukan untuk meningkatkan kinerja di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.


(14)

Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU).

c) Untuk mempromosikan citra atau image kepada masyarakat khususnya sivitas akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU).

2.3. Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) a) Guna meningkatkan profesionalisme, memperluas wawasan serta

memantapkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menerapkan ilmunya khususnya dibidang perpajakan.

b) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia Universitas Sumatera Utara.

c) Membuka interaksi antara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USUdengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia yang bersangkutan memberikan uji nyata mengenai ilmu pengetahuan yang diterima mahasiswa melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

d) Memperoleh masukan dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan kurikulum yang berlaku di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU).


(15)

C. Uraian Teoritis 1. Pengertian Pajak

Menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008,

Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Rachmat Soemitro dalam bukunya yang berjudul Perpajakan Konsep, Teori dan Isu (2006:22), yang ditulis oleh Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, menyatakan bahwa:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir sektor pemerintah) berdasarkan Undang - undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”

2. Sistem Pemungutan Pajak a. Officail Assessment System

Merupakan sistem perpajakan dimana insiatif untuk memenuhi kewajiban perpajakan berada dipihak pemerintah atau fiskus. Pada intinya fiskus menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Menurut Mardiasmo (2007:7) dalam bukunya Perpajakan, menyatakan bahwa:


(16)

“Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak”. Dengan ciri:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. b. Wajib Pajak bersifat pasif.

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus

Dari pengertian diatas, terlihat bahwa perhitungan pajak dengan official assessment system, fiskuslah yang aktif sejak dari mencari wajib pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sampai pada penetapan jumlah pajak yang terutang. Besarnya kewajiban pajak ditentukan sepenuhnya oleh fiskus selaku pemungut pajak.

b. Self Assessment System

Merupakan sistem yang memberikan tanggung jawab yang besar kepada wajib pajak karena semua proses dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sendiri oleh wajib pajak.

Menurut Waluyo dan Wirawan B Ilyas ( 2003:18 ) dalam bukunya Perpajakan Indonesia, menyatakan bahwa:

“Self assessment system adalah pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar “.


(17)

Dari pengertian di atas jelas terlihat bahwa perhitungan pajak dengan self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang menekankan kepada wajib pajak untuk bersikap aktif dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, karena sistem pemungutan ini memberi kebebasan kepada wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri tanpa adanya campur tangan fiskus atau pemungut pajak.

c. With holding System

Merupakan sistem perpajakan dimana pihak ketiga baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan Dalam Negeri diberi kepercayaan untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan.

Menurut Waluyo dan Wirawan B Ilyas (2003:18) dalam bukunya Perpajakan Indonesia, menyatakan bahwa:

“With holding system adalah sistem pemungutan pajak memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak”.

Dari pengertian diatas bisa dilihat bahwa pihak ketiga memiliki peran aktif dalam sistem ini, dan fiskus berperan dalam pemeriksaan pajak, penagihan, maupun tindakan penyitaan apabila ada indikasi pelanggaran perpajakan.


(18)

Berdasarkan UU perpajakan ciri sistem self assessment adalah:

1. pemungutan pajak merupakan perwujudan pengabdian serta partisipasi wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan Negara dan pembangunan.

2. tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan berada pada anggota wajib pajak sendiri. Pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan sesuai fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundangan. 3. anggota masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan untuk dapat

melaksanakan kegotong royongan nasional melalui menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terhutang, sehingga dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana, dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat wajib pajak.

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Dalam melaksanakan PKLM ini di kantor pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia maka yang menjadi ruang lingkup adalah sebagai berikut:

1. Hal-hal yang mempengaruhi penyebab Wajib Pajak Orang Pribadi tidak memenuhi kewajiban perpajakannya khususnya pajak penghasilan.


(19)

2. Mengukur tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam membayar pajak penghasilannya.

3. Upaya yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia untuk mendukung kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam menerapkan sistem self assessment.

E.

Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Dalam melakukan penelitian penulisan melakukan metode-metode yang diperlakukan. Metode yang dipergunakan dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah sebagai berikut:

1) Tahap Persiapan.

Hal ini berkaitan dengan persiapan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam melakukan praktik kerja lapangan mandiri, misalnya mengajukan judul, persetujuan judul, pembuatan proposal, seminar proposal, perbaikan proposal, penunjukan dosen pembimbing, bimbingan dan konsultasi, permohonan surat praktik kerja lapangan mandiri kepada instansi yang dituju.

2) Studi Literatur

Dalam hal ini berkaitan dengan pengumpulan buku-buku yang berkaitan Dengan kegiatan yang akan dilakukan penulis dalam melaksanakan praktik kerja lapangan mandiri.


(20)

3) Observasi Lapangan

Dalam tahap ini penulis meninjau dan mengamati objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) untuk mengetahui sistem kerja yang berlaku di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia.

4) Pengumpulan Data

Dalam tahap ini penulis mengumpulkan data – data berhubungan dengan rencana kegatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Jenis data yang akan dikumpul terbagi 2, yaitu:

a. Data Primer yaitu data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara kepada orang yang bersangkutan.

b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui referensi dan buku – buku yang bersangkutan dengan objek praktek kerja lapangan mandiri. 5) Analisis Data dan Evaluasi

Setelah penulis memperoleh data yang diperlukan. penulis akan menganalisa dan mengevaluasi data secara komulatif yang kemudian akan diinterpresentasikan secara objektif, jelas, dan sistematis.

F. Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data yang dilakukan, penulis masih berada dalam ruang lingkup prosedur yang telah ditetapkan yaitu dengan cara memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan materi yang dibawakan. Dalam metode pengumpulan data ini yang akan dilakukan penulis yaitu:


(21)

1. Metode Observasi

Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung ataupun tidak langsung terjun ke lapangan untuk melakukan peninjauan dengan maengamati, mendengar, dan bila perlu membantu mengerjakan tugas yang diberikan pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dengan diberikan petunjuk dan arahan terlebih dahulu dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku pada kantor dan tidak boleh melakukan pekerjaan yang menjadi rahasia dan memiliki resiko tinggi.

2. Wawancara.

Pengumpulan data dengan melakukan wawancara secara langsung yang melibatkan pegawai pada kantor yang bersangkutan baik secara lisan maupun tulisan yang berbungan dengan objek studi.

3. Daftar Dokumentasi.

Pengumpulan data dengan melakukan studi dokumentasi, misalnya dengan mengumpulkan daftar dokumentasi yang diperlukan seperti peraturan pemerintah yang berlaku, Undang-Undang Perpajakan, data mengenai kepegawaian dan data – data lain yang berhubungan deta Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang penulis lakukan.

G. Sitematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) BAB I PENDAHULUAN


(22)

Mandiri, Metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan laporan akhir praktik kerja.

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

Pada bab ini penulis akan menguraikan sejarah singkat dari perusahaan, struktur organisasi perusahaan, uraian tugas pokok dan fungsi, serta gambaran pegawai/kartawan/anggota personil.

BAB III GAMBARAN DATA PKLM

Pada bab ini, penulis akan menguraikan ketentuan-ketentuan yang mengenai membahas tentang tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam menerapkan system self assessment pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, perubahan-perubahan pada perundang-undangan, cara pelaksanaan, dan apa saja dampak yang terjadi.

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI

Dalam bab sebelumnya penulis telah membahas tentang tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam menerapkan system self assessment, maka pada bab ini penulis mencoba menganalisis berdasarkan kemampuan penulis kemudian mengadakan evaluasi serat memberikan interprestasi untuk menjawab perumusan masalah yang diajukan.


(23)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini penulis akan memaparkan bagaimana kesimpulan dari objek yang telah diteliti serta saran-saran yang membangun bagi kemajuan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(24)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK / LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

1. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia A. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan

Polonia

Pada tahun 1976, Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi Pajak .Pada saat itu masih ada dua Kantor Inspeksi Pajak yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Medan Utara.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 276/KMK/01/1989 tanggal 25 Maret 1989 tentang Organisasi dan Tata Usaha Direktorat Jendral Pajak, maka Kantor Inspeksi Pajak diubah namnya menjadi Kantor Pelayanan Pajak sehingga sejak April 1989 Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara diganti namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara.

Untuk menetapkan pelayanan yang akan diberikan pemerintah kepada masyarakat umum khususnya kepada wajib pajak, kemudian pada tanggal 29 Maret 1994 dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 94/KMK/1994 terhitung mulai 1 April 1994 Kantor Pelayanan Pajak Medan diubah menjadi 4 kantor yaitu :

1) Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, Jl Asrama No. 7 Medan 2) Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur, Jl Diponegoro No. 30 Medan 3) Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara, Jl Sukamulia No. 17A Medan


(25)

4) Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai, Jl Binjai No. 7

Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia sendiri berdiri pada awal tahun 2002 yang mana merupakan pemisahan dari Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara yang terletak di Jl. Sukamulia Medan.

Pada tanggal 19 Mei 2008 Menteri Keuangan mengeluarkan Keputusan dengan No.Kep.95/PJ/2008 tentang Kantor Pelayanan Pajak yang mengubah Kantor Pelayanan Pajak menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri dari :

1) KPP Pratama Binjai, 2) KPP Pratama Medan Barat, 3) KPP Pratama Medan Belawan, 4) KPP Pratama Medan Kota, 5) KPP Pratama Medan Petisah, 6) KPP Pratama Medan Polonia, 7) KPP Pratama Medan Timur, dan 8) KPP Pratama Lubuk Pakam.

Dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia mencakup wilayah kerja :

1) Kecamatan Medan Maimun, 2) Kecamatan Medan Polonia,


(26)

4) Kecamatan Medan Selayang, 5) Kecamatan Medan Tuntungan, dan 6) Kecamatan Medan Johor.

2. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia

Struktur organisasi merupakan wadah bagi sekelompok yang bekerja sama dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Struktur organisasi menyediakan pengadaan personil yang memegang jabatan tertentu dimana masing-masing diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab sesuai jabatannya. Hubungan kerja dalam organisasi dituangkan dalam struktur organisasi dimana merupakan gambaran sistematis tentang hubungan kerja dari orang-orang yang menggerakkan organisasi dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Struktur organisasi diharapkan akan dapat memberikan gambaran tentang pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab serta hubungan antar bagian berdasarkan susunan tingkat hirarki. Struktur organisasi juga diharapkan akan dapat menetapkan sistem hubungan dalam organisasi yang menghasilkan tercapainya komunikasi, koordinasi, dan integrasi secara efisien dan efektif dari segenap kegiatan organisasi baik vertikal maupun horizontal.

Setiap instansi atau perusahaan menggunakan strukturor ganisasi dalam fungsi dan tugasnya masing-masing. Sedangkan definisi struktur organisasi itu sendiri adalah kerangka yang menyeluruh menghubungkan suatu organisasi dan menerapkan hubungan yang ditetapkan.


(27)

KPP Pratama Medan Polonia sendiri menerapkan Struktur Organisasi Lini dan Staff . KPP Pratama Medan Polonia dipimpin oleh seorang Kepala KPP yang secara operasional bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara I.

KPP Pratama Medan Polonia terdiri dari 1 (satu) Sub bagian dan10 (sepuluh) seksi yang masing-masing seksi dipimpin Kepala Seksi danPelaksana. Khusus untuk Seksi Pengawasan dan Konsultasi, selain Kepala Seksi dan Pelaksana, seksi ini juga memiliki Account Representative atau yang biasa disingkat dengan AR.

Adapun struktur organisasi yang berlaku pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dapat dilihat pada bagan berikut. (Terlampir)

B. Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Medan Polonia

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Keuangan, tugas KPP Pratama yang termasuk didalamnya KPP Pratama Medan Polonia yaitu melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan wajib pajak di bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(28)

1) Pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak,

2) Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan,

3) Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya,

4) Penyuluhan perpajakan,

5) Pelaksanaan registrasi wajib pajak, 6) Pelaksanaan ekstensifikasi,

7) Penata usahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak, 8) Pelaksanaan pemeriksaan pajak,

9) Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, 10)Pelaksanaan konsultasi perpajakan,

11)Pelaksanaan intensifikasi, 12)Pembetulan ketetapan pajak, 13)Pelaksanaan administrasi kantor.

C. Bidang-Bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Medan Polonia

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Keuangan, KPP Pratama termasuk didalamnya KPP Pratama Medan Polonia terdiri dari :


(29)

1) Sub BagianUmum,

2) Seksi Pengolahan Data Informasi (PDI), 3) Seksi Pelayanan,

4) Seksi Penagihan, 5) Seksi Pemeriksaan,

6) Seksi Ekstensifikasi Perpajakan, 7) Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, 8) Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, 9) Seksi Pengawasan dan Konsultasi III, 10)Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV, dan 11)Kelompok Jabatan Fungsional.

1. Sub bagian Umum

Sub bagian umum mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tatausaha, dan rumah tangga.

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling, serta penyiapan laporan kinerja.


(30)

3. Seksi Pelayanan

Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan (SPT), serta penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak, serta melakukan kerja sama perpajakan.

4. Seksi Penagihan

Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan. 5. Seksi Pemeriksaan

Seksi Pemeriksaan memiliki tugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak, serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi.

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, II, III, dan IV

Seksi Pengawasan Konsultasi I, II, III, dan IV mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, bimbingan/himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan,


(31)

penyusunan profil wajib pajak, analisis kinerja wajib pajak, rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, usulan pembetulan ketetapan pajak. 8. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok fungsional yang terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama Medan Polonia. Dalam melaksanakan tugasnya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan berkoordinasi dengan Seksi Pemeriksaan sedangkan Pejabat Fungsional Penilai berkoordinasi dengan Seksi Ekstensifikasi

D. Tingkat Pendidikan Dan Jumlah Pegawai

1. Jumlah pegawai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia Adapun jumlah pegawai yang terdapat di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia adalah berjumlah 100 orang yang terdiri dari

TABEL II.1

Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia

Kepala Kantor 1 orang

Kepala Seksi 10 orang

Supervisor 2 orang

Account Representative 22 orang Pemeriksa Pajak 15 orang


(32)

Jumlah Keseluruhan Pegawai 100 orang

Sumber : Data dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, 2013

2. Penggolongan Pegawai menurut Tingkat Pendidikan

Menurut tingkat pendidikan, pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia digolongkan sebagai berikut.

TABEL II.2

Jumlah Tingkat Pendidikan Pegawai

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia

Sumber : Data dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, 2013

Tingkat Pendidikan S2 5 orang

Tingkat Pendidikan S1 31 orang

Tingkat Pendidikan D4 1 orang

Tingkat Pendidikan D3 28 orang

Tingkat Pendidikan D1 24 orang

Tingkat Pendidikan SMA 11 orang


(33)

BAB III

GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

A. Pengertian Kepatuhan Perpajakan (Tax Compliance)

Menurut Peraturan Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 bahwa wajib pajak dengan kriteria tertentu yang selanjutnya disebut dengan wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT);

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak;

3. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan

4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidan di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kukuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Menurut Norman D. Nowak dikutip oleh Zain Mohammad dalam buku Manajemen Perpajakan (2007:31), wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Wajib pajak paham atau berusaha memenuhi ketentuan perundang-undangan perpajakan.


(34)

2. Mengisi formulir pajak dengan tepat.

3. Menghitung pajak dengan jumlah pajak yang benar. 4. Membayar pajak tepat pada waktunya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak yang patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya dan menghindari tindakan yang mengakibatkan penerimaan negara menjadi berkurang. Wajib Pajak tidak dapat disebut sebagai Wajib Pajak yang patuh apabila ia tidak memenuhi seluruh kewajiban perpajakanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. Pentingnya Kepatuhan Perpajakan

Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber penerimaan yang penting dalam negara dalam membiayai pengeluaran yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, jika Wajib Pajak tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, penyeludupan dan pelalaian pajak. Pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan negara berkurang. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan usaha untuk memungut pajak dari masyarakat dan senantiasa berusaha untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat membayar pajak.

Kepatuhan membayar pajak sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat. Semakin tinggi pengetahuan masyarakat maka akan semakin mudah bagi pemerintah untuk menyadarkan masyarakat, bahwa dalam kehidupan tidak ada satupun yang dapat diperoleh tanpa membayar, atau


(35)

mengorbankan sesuatu. Semua yang dinikmati oleh seseorang akan dibayar sendiri oleh yang bersangkutan, atau bisa pula bebannya dialihkan kepada orang lain. Misalnya, seseorang yang mengendarai sepeda motor pada suatu kota yang belum pernah disinggahi sebelumnya dapat melewati jalan raya yang cukup baik yang dibangun pemerintah, tanpa harus membayar sejumlah biaya sama sekali. Walaupun orang tersebut tidak mengeluarkan biaya atau pengorbanan untuk ikut serta membangun jalan tersebut, tetapi Ia dapat menikmatinya secara gratis. Tanpa disadarinya sebenarnya jalan tersebut dibiayai oleh sekelompok masyarakat lain yang membayar pajak kepada pemerintah, yang mungkin tidak mendapat manfaat langsung dari pembangunan jalan tersebut.

C. Sikap Masyarakat Terhadap Pajak

Tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi merupakan kondisi yang diinginkan oleh pemerintah. Hanya saja kondisi ini tidak selalu dapat diwujudkan, mengingat setiap anggota masyarakat memiliki persepsi yang berbeda tentang pajak. Buat sebagian besar masyarakat membayar pajak merupakan beban yang senantiasa harus dihindari, agar tidak mengurangi kekayaannya.

Sehubungan dengan sifat dan sikap masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya ini, menurut pengamat Herbert Kelman (1966), seorang pakar psikologi sosial, dalam bukunya “Problems in social psychology” tahun 1966, menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) perilaku orang yang membayar pajak, yaitu:


(36)

1) Compliance attitude. 2) Identification attitude. 3) Internalization attitude.

Compliance attitude merupakan suatu kondisi di mana orang membayar pajak karena takut dihukum apabila menyembunyikan pajak atau tidak membayar pajak. Pada tingkatan ini orang membayar pajak bukan didasarkan atas kesadaran akan pentingnya pajak bagi negara dan bagi dirinya sendiri. Akan tetapi lebih didorong oleh rasa takut, sehingga sikap ini tidak membangun dalam sistem perpajakan. Hal ini berarti apabila suatu saat peraturan yang mengatur tentang pemungutan pajak agak lemah, atau kurangnya pengawasan atau pemerintah tidak tegas melakukan peraturan yang ada, maka masyarakat akan berusaha menyembunyikan atau menyeludupkan atau tidak membayar pajak.

Identification attitude merupakan suatu kondisi dimana orang membayar pajak karena didorong oleh rasa senang dan rasa hormat kepada petugas pemerintah, khususnya petugas pajak. sikap ini lebih menonjolkan akan adanya pelayanan dan kinerja yang dimiliki oleh aparat pemerintah terlebih lagi petugas pajak, sehingga belum termasuk yang ideal dalam sistem perpajaknan. Karena apabila suatu saat aparat pemerintah tidak menunjukan kinerja sebagaimana semestiya, maka masyarakat akan dapat urung niatnya untuk membayar pajak.

Internalization attitude merupakan suatu kondisi dimana orang membayar pajak karena kesadaran bahwa pajak itu berguna bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat luas. Sikap inilah yang sangat ideal untuk dimiliki oleh masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Terlebih lagi bagi negara yang menganut self


(37)

assessment system. Karena pembayaran pajak yang dilakukan didasarkan atas dorongan diri dalam diri masyarakat, serta mampu melihat secara luas akan fungsi dan kegunaan pajak secara maksimal.

Salah satu dari ketiga di atas pastilah dimiliki oleh setiap masyarakat pembayar pajak. Namun sikap manapun yang dimiliki, umumnya belum terlepas dari masalah berikut: adanya kesalahan dalam menerapkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku serta adanya kesalahan dalam penghitungan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Untuk itu, apabila Wajib Pajak ternyata salah dalam menghitung dan menetapkan sendiri yang harus diikuti dengan pelaporan besarnya jumlah pajak yang terutang, pihak Direktorat Jenderal Pajak (melalui kantor pelayanan pajak) akan mengeluarkan ketetapan tentang berapa jumlah pajak yang sebenarnya.

D. Perlawanan terhadap pajak

Berdasarkan perilaku Wajib Pajak yang telah dikemukakan sebelumnya, pada dasrnya Wajib Pajak akan memandang pajak sebagai beban, dan sudah menjadi sifat dasar manusia untuk selalu mengurangi beban seminimal mungkin. Secara umum ada 3 (tiga) tahapan seorang wajib pajak yang akan dikenakan pajak. Langkah pertama yang akan dilakukan Wajib Pajak adalah berusaha menghindari pajak, baik dengan upaya yang legal maupun dengan upaya yang tidak legal. Apabila upaya penghindaran ini tidak dapat dilakukan maka ia akan menerima pajak itu sebagai kewajiban, tetapi ia akan mengambil langkah yang kedua, yaitu berusaha


(38)

2 (dua) cara, yaitu cara yang legal maupun cara yang tidak legal. Apabila hal ini telah dilakukan maka barulah ia akan membayar pajak.

Dari apa yang dikemukakan diatas tampak bahwa membayar pajak adalah langkah ketiga yang diambil oleh Wajib Pajak. Sebelum sampai pada tahapan membayar pajak, Wajib Pajak mungkin akan terlebih dahulu melakukan perlawanan terhadap pajak. Pada prinsipnya ada 2 (dua) jenis perlawanan terhadap pajak, yaitu:

1. Perlawanan Pasif 2. Perlawanan Aktif

Keadaan ini harus dipahami benar oleh fiskus dalam melaksanakan tugasnya untuk membimbing, menarahkan, membina, dan mengawasi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakanya.

1. Perlawanan Pasif Terhadap Pajak

Perlawana pasif merupakan hambatan-hambatan yang mempersulit pemungutan pajak yang timbul dari:

a) Kondisi sosial (budaya) masyarakat;

b) Perkembangan intrlektual dan moral penduduk; dan c) Sistem pemungutan pajak itu sendiri.

Budaya yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sering juga menimbulkan perlawanan pasif terhadp pajak. Pada sebagian masyarakat ada budaya untuk mengikuti ketentuan adat, yang seingkali mengakibatkan besarnya pengeluaran masyarakat dan pada akhirnya akan menurunkan kemampuan untuk membayar pajak, sehingga membayar pajak bukan merupakan suatu hal yang telah dipersiapkan dalam anggaran rutin keluarga. Apabila Wajib Pajak tidak


(39)

menganggarkan pembayaran pajak, maka sangat mungkin terjadi pada saat pembayaran pajak ia tidak memiliki uang uantuk melunasi utang pajaknya. Hal ini berakibat dilakukanya tindakan penagihan pajak oleh fiskus, yang tentunya membawa konsekuensi tambahan penagihan pajak dan juga waktu pembayaran pajak yang lebih panjang.

Perkembangan intelektual dan moral peduduk sangat terpengaruh terhadap keberhasilan pemungut pajak. Karena apabila tingkat pengetahuan masyarakat masih rendah tentu akan sulit bagi fiskus untuk mengharuskan wajib pajak menghitung pajaknya sendiri, membayar pajaknya yang terutang dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan disertai pembukuan yang teliti dan dokumen pendukung yang lengkap. Hal ini akan menyulitkan fiskus untuk memeriksa apakah Wajib Pajak telah melakukan perhitungan pajak dengan benar, dan sebagai akibatnya perhitungan dan penetapan pajak sebenarnya yang harus dibayar oleh wajib pajak akan memakan waktu yang lebih lama.

Perlawanan pasif juga terdapat apabila sistem pemugutan pajak tidak dilakukan dengan efektif atau bahkan tidak dapat diadakan. Fiskus memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak agar mereka memenuhi kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. Apabila undang-undang perpajakan tidak mengatur kewenangan ini secara jelas, maka fiskus akan kesulitan untuk memeriksa Wajib Pajak . Tanpa aturan yang jelas dan tegas, Wajib Pajak akan menghalangi fiskus untuk melaksanakan kewenangannya tersebut, yang berarti ia telah melakukan perlawanan pajak.


(40)

2. Perlawanan aktif Terhadap Pajak

Jenis perlawanan pajak yang kedua adalah perlawanan aktif. Perlawanan pasif meliputi semua usaha atau perbuatan yang secara langsung ditunjukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak. Perlawana pasif dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu:

a. Penghindaran pajak;

b. Pengelakan/ penyeludupan pajak; dan c. Melalaikan pajak.

a. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

Penghindaran pajak adalah upaya Wajib Pajak untuk tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenakan pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang dapat dikenakan pajak. Penghindaran pajak dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu dengan penghematan pajak (tax saving) dan penghindaran pajak (tax avoidance).

Penghematan pajak (tax saving) adalah suatu cara yang dilakukan Wajib Pajak mengelakan utang pajaknya dengan cara menahan diri untuk tidak membeli produk-produk yang ada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau pajak penjualannya atau sengaja mengurangi jam kerja atau perkerjaan yang dapat dilakukan sehingga penghasilanya menjadi kecil dan dengan demikian terhindar dari pengenaan pajak penghasilan yang besar. Dalam hal ini fiskus tidak dapat berbuat apa-apa, karena hal tersebut berada di luar lingkup perpajakan.


(41)

Secara konkrit penghematan pajak (tax saving) dapat dilihat dari contoh sebagai berikut:

1) Apabila Wajib Pajak tidak ingin dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pemakaian telepon maka ia dapat memilih untuk tidak menggunakan telepon.

2) Apabila Wajib Pajak tidak ingin membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) maka ia tidak perlu memakai mobil yang terdaftar atas namanya. 3) Apabila Wajib Pajak tidak ingin dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) maka

ia tidak perlu bekerja agar tidak memiliki penghasilan ataupun ia ingin bekerja namun jumlah penghasilannya harus berada dibawah jumlah Penghasialan Tidak Kena Pajak (PTKP), yang berarti tidak ada objek pajak yang menjadi dasar pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) kepadanya.

Penghindaran pajak (tax avoidance) dilakukan dengan cara mengecilkan objek pajak yang menjadi dasar pengenaan pajak secara legal dalam rangka memperkecil pajak yang terutang, yang masih sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Menurut Harry Graham Balter yang dikutip dan dialihbahasakan oleh Mohammad Zain dalam bukunya Manajemen Perpajakan, (2005 : 49), penghindaran pajak merupakan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang berdasarkan dengan ketentuan yang berlaku serta tidak melangggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Secara konkrit penghindaran pajak dapat dilihat dari contoh


(42)

1) Apabila seseorang tidak ingin dikenakan Pajak Hiburan yang tinggi maka ia dapat menikmati hiburan di daerah yang mengenakan Pajak Hiburan dengan tarif pajak yang rendah.

2) Karena baju luar negeri berharga mahal dan dikenakan Bea Masuk (BM) yang tinggi maka seseorang membeli baju buatan dalam negeri yang berharga relatif lebih murah agar ia tidak membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang besar.

b. Pengelakan atau Penyeludupan Pajak (Tax Evasion)

Pengelakan pajak sering disebut sebagai penyeludupan pajak terutama terdapat pada pajak-pajak yang penentuan besarnya diserahkan kepada Wajib Pajak, dimana Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak terutang. Menurut Harry Graham Belter, penyeludupan pajak (tax evasion) adalah usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang berdasarkan ketentuan yang berlaku sebagai pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Para Wajib Pajak dapat mengabaikan ketentuan formal dan ketentuan material yang menjadi kewajibannya, memalsukan dokumen, atau mengisi data kurang lengkap dan tidak benar, sehingga fiskus tidak dapat menerbitkan ketetapan secara benar. Dalam ketiga hal tersebut, pajak dihindari secara tidak legal. Pengelakan pajak juga dapat dilakukan dalam penyelenggaraan pembukuan, misalnya dengan membukukan nilai aktiva lebih kecil dari pada nilai aktiva


(43)

sebenarnya, tidak membukukan uang-uang tunai, memasukan biaya-biaya dan penyusutan yang berlebihan, dan sebagainya.

c. Melalaikan Pajak

Perlawana pajak jenis lainya adlah dengan melalaikan pajak, yaitu menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi ketentuan formal dan ketentuan materialyang harus dipenuhi olehnya. Yang paling banyak digunakan adalah usaha menggagalkan pemungutan pajak dengan menghalang-halangi penyitaan dengan cara melenyapkan barang-barang yang sekiranya akan dapat disita oleh fiskus, misalnya dengan menjual barang-barang yang dapat disita.

Oliver Oldman menegaskan bahwa pengertian penyeludupan pajak tidak saja terbatas pada kecurangan dan penggelapan pajak, tetapi juga meliputi kelalaian memenuhi kewajiban perpajakan yang disebabkan oleh:

1) Ketidaktahuan (ignorance), yaitu Wajib Pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan perundang-undangan perpajakan.

2) Kesalahan (error) yaitu Wajib Pajak paham dan mengerti mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, tetapi salah hitung datanya.

3) Kesalahpahaman (misunderstanding), yaitu Wajib Pajak salah menafsirkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

4) Kealpaan (negligence) yaitu Wajib Pajak alpa untuk menyimpan buku serta bukti-buktinya secara lengkap.


(44)

E. Iklim Perpajakan (Tax Climate)

Kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya tidak hanya tergantung pada masalah-masalah teknis saja yang menyangkut sistem pemungutan pajak, perhitungan pajak yang sederhana, dan sebagainya yang merupakan perwujudan pelaksanaan undang-undang pajak. Hal tang memegang peranan adalah tergantung dalam diri masing-masing Wajib Pajak, yaitu sampai sejauh mana Wajib Pajak tersebut akan memenuhi undang-undang pajak. Untuk itu agar dapat meningkatkan pajak harus diupayakan adanya iklim perpajakan yang baik dan merangsang Wajib Pajak untuk mau membayar pajak dengan sukarela. Iklim perpajakan adalah suatu faktor yang tidak berwujud (intangible factor) dalam keseimbanganya dalam usaha bertahan untuk tidak membayar pajak dan kesadaran serta kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan (tax compliance). Iklim perpajakan tersebut sebagian besar merupakan hasil dari keberhasilan administrasi perpajakan dalam suatu periode waktu tertentu dan hal ini bukan sesuatu yang muncul begitu saja, tetapi harus dikembangkan.

Pada umumnya tidak seorang pun yang senang membayar pajak. Walaupun demikian kepatuhan Wajib Pajak harus tetap ditegakkan apabila ingin dipelihara efektifitas pelayanan pemerintah. Kepatuhan Wajib Pajak adalah masalah kesadaran atau “state of mind” yang mempengaruhi kemauan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakanya.

Beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi pola pikir (state of mind) Wajib Pajak yang berada diluar jangkauan pengawasan fiskus , antara lain:


(45)

1) Kepercayaan yang penuh dari Wajib Pajak bahwa pemerintah bersikap adil dan masuk akal dalam hal pembebanan pajak terhadap setiap Wajib Pajak atau dengan kata lain Wajib Pajak yakin bahwa pajak-pajak tersebut diadministrasikan secara efektif, sehingga tidak dirasakan oleh Wajib Pajak adanya diskriminasi dan adanya keadilan dalam menanggung beban pajak. 2) Respek Wajib Pajak terhadap pemerintah akan kemampuan dan kemauan

baik dari pemerintah untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan tidak memihak.

3) Suatu kenyataan yang dapat dilihat dan dirasakan oleh Wajib Pajak, bahwa mereka juga memperoleh manfaat atau keuntungan dari hasil pembayaran pajaknya seperti misalnya jalan yang baik, sekolah yang cukup, rumah sakit yang memadai, keamanan dan sebagainya.

Untuk menciptakan iklim perpajakan yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kepatuhan perpajakan (tax complience), ada beberapa pendekatan penting dimana fiskus bertanggung jawab untuk mengembangkannya, yaitu:

1) Sistem Perpajakan yang Adil

Pada umumnya kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan adalah hasil dari sistem perpajakan yang adil. Tanpa dapat meyakinkan Wajib Pajak bahwa adanya keadilan dalam sitem perpajakan dan bahwa para Wajib Pajak telah membayar pajaknya yang terutang sesuai dengan bagianya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, maka tidak banyak yang dapat dilakukan oleh fiskus untuk mengurangi penyeludupan pajak.


(46)

2) Sanksi Administrasi dan Pidana

Wajib Pajak merasa takut akan ancama hukuman dalam hal dia diketahui oleh fiskus bahwa dia telah melakukan penyeludupan pajak. Pada umunya para Wajib Pajak cenderung tidak takut akan ketetapan pajak dan sanksi administrasinya, tetapi lebih takut akan ancaman sanksi pidananya berupa hukuman kurungan atau penjara.

Tanpa sistem administrasi yang sangat baik, kesempatan para Wajib Pajak untuk melakukan penyeludupan pajak akan semakin besar dan pada akhirnya akan menguntungkan para Wajib Pajak tersebut dan penerimaan pajak negara akan berkurang. Perasaan takut akan dihukum akibat penyeludupan pajak, akan merupakan alat pencegahan yang ampuh. Apabila perasaan tidak mau berbuat kesalahan sudah berkembang, maka jalan menuju kepatuhan untuk memenuhi kewajiban perpajakan sudah terbuka.

3) Pelayanan dan Bantuan Terhadap Wajib Pajak

Para petugas pajak hendaknya dillatih untuk memahami bahwa para Wajib Pajak bukanlah merupakan lawan akan tetapi lebih merupakan masyarakat yang perlu ditolong dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakanya atau dengan kata lain, rasa hormat-menghormati hendaknya muncul dari kedua belah pihak.

Dari sudut pandangan lain, hal ini mempunyai nilai tambah untuk tidak membiarkan adanya dalih bagi wajib pajak untuk tidak membayar pajak. Hal ini berarti pula bahwa tidaklah cukup kalau hanya meminta kepada wajib pajak agar memetuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Akan tetapi sesungguhnya fiskus pun bertanggung jawab untuk membantu para Wajib Pajak


(47)

untuk mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dan lain-lain yang berhubungan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan.

4) Program Informal

Baik program jangka pendek maupun jangka panjang memerlukan dukungan informasi yang tersebar luas, yaitu:

a) Apa yang diperoleh Wajib Pajak dari uang pajaknya; b) Peranannya sebagai Wajib Pajak dalam pembangunan;

c) Pendidikan bagi anak-anak usia muda di sekolah-sekolah tentang perlunya pajak; dan

d) Semua tindakan penerangan lainya yang perlu untuk meletakkan dasar-dasar bagi diterimanya pajak sebagai suatu keharusan di masa-masa sekarang dan masa-masa yang akan datang.

Dalam rangka mengembangkan iklim perpajakan yang sehat, pada hakekatnya lebih mudah di mulai dengan anak-anak usia muda, karena pada umumnya perubahan mental dari Wajib Pajak yang lebih tua agak lebih sukar, akibat situasi dan kondisi masa lalu. Untuk itu sebaiknya masalah perpajakan sudah diajarkan di sekolah dan menjadi bagian dari kurikulum pendidikan, terutama yang menyangkut:

a) Mengenai perlu adanya pajak; b) Untuk apa uang pajak itu digunakan;

c) Pentingnya pajak sebagai sumber keuangan negara; dan


(48)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI

A. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Tahun 2011 Tabel IV.1

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Menyampaikan

Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Tahun 2011

Keterangan Jumlah

Jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar 106.813 Jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang Non-Efektif (NE) 283 Jumlah surat pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan

Orang Pribadi yang masuk

a. Kurang Bayar 3.717

b. Lebih Bayar 26

c. Nihil 23.225

Total Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang masuk

26.968

Rasio Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi 25,31% Sumber: Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Tahun 2013

Berdasarkan data mengenai tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi tahun 2011 di atas, Wajib Pajak orang pribadi yang mendaftar di Kantor Pelayanan


(49)

Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia sebanyak 106.813 orang. Jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang Non-Efektif (NE) adalah sebanyak 283 orang. Dengan demikian Jumlah Wajib pajak orang pribadi yang memiliki kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) adalah sebanyak 106.530 orang (106.813-283).

Jumlah Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi yang masuk pada tahun 2011 adalah sebanyak 26.968. sedangkan jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) adalah sebanyak 106.530 orang. Oleh karena itu, jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang tidak atau belum menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya adalah sebanyak 79.562 orang (106.530-26.968). wajib pajak orang pribadi yang terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya, maka Wajib Pajak yang bersangkutan akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 100.000 sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Rasio kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pada tahun 2011 adalah perbandingan antara jumlah seluruh Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi yang diterima selama tahun 2011 dengan jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar per 31 Desember 2011. Rasio kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia pada tahun 2011 adalah sebesar 25,31%.


(50)

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-18/PJ/2011 tentang target rasio kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tahun 2011, target rasio kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), khususnya seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di Pulau Sumatera adalah sebesar 62,50%. Surat Edaran tersebut diberlakukan oleh Direktur Jenderal Pajak pada tanggal 1 Februari 2011. Perbandingan antara rasio kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia dengan target rasio kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi adalah sebesar-66,76%. Oleh karena itu, pada tahun 2011 Wajib Pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia memiliki tingkat kepatuhan yang cukup baik.

B. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Tahun 2012 Tabel IV.2

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Menyampaikan

Surat Pemberiyahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Tahun 2012

Keterangan Jumlah

Jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar 115.911 Jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang non efektif (NE) 284


(51)

Jumlah surat pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang masuk

a. Kurang Bayar 3.477

b. Lebih Bayar 23

c. Nihil 22.532

Total Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang masuk

26.032

Rasio Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi 22,51% Sumber: Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Tahun 2013

Berdasarkan data tabel IV.2 tentang tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi 2012, Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia sebanyak 115.911 orang. Jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang Non-Efektif (NE) adalah sebanyak 284 orang. Dengan demikian jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) adalah sebanyak 115.627 orang (115.911 - 284).

Jumlah Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi yang masuk pada tahun 2012 adalah sebanyak 36.032. sedangkan jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak penghasilan (PPh) adalah sebanyak 115.627 orang. Oleh karena itu, jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang tidak atau belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya


(52)

terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya, maka wajib pajak yang bersangkutan akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp.100.000 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Rasio kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) pada tahun 2012 adalah perbandingan antara jumlah seluruh Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi yang diterima selama tahun 2012 dengan jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar per 31 Desember 2012. Rasio kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia pada tahun 2012 adalah sebesar 22,51%.

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ/2012 tentang target rasio kepatuhan penyampaiaan Surat Pemberitahuan (SPT) tahun 2012, target rasio kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), khusunya seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di Pulau Sumatera adalah 62,50%. Surat Edaran tersebut diberlakukan oleh Direktur Jenderal Pajak pada tanggal 23 Februari 2012. Perbandingan antara rasio kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia dengan target rasio kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi adalah sebesar 72,44%. Oleh karena itu, pada tahun 2012 Wajib Pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia memiliki tingkat kepatuhan yang cukup baik.


(53)

C. Usaha-usaha untuk Menanggulangi Masalah Wajib Pajak yang Kurang dan Tidak Patuh

Pada umumnya sebagian besar masyarakat Indonesia masih banyak yang kurang atau bahkan tidak mengerti pelaksanaan sistem self assessment yang berlaku dalam melaksanakan kewajiban perpajakanya. Hal tersebut mangakibatkan sampai saat ini masih banyak penyelewengan pajak yang terjadi, baik yang tidak sengaja akibat kurangnya pemahaman Wajib Pajak mengenai sistem tersebut maupun yang disengaja oleh Wajib Pajak itu sendiri karena ketidakpatuhannya terhadap undang-undang perpajakan yang berlaku.

Semakin tingginya penyelewengan yang terjadi dibidang perpajakan mengakibatkan pemeriksaan pajak beberapa tahun belakangan ini semakin gencar dilaksanakan oleh pihak pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Untuk itu perlu usaha-usaha yang dilakukan oleh pihak fiskus untuk menanggulangi masalah Wajib Pajak yang kurang atau tidak patuh.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah Wajib Pajak yang tidak atau kurang patuh tersebut adalah hendaknya pemerintah banyak melakukan penyuluhan-penyuluhan dan sosialisasi kepada Wajib Pajak. Penyuluhan tersebut adalah kegiatan menyampaikan informasi, konsultasi, bimbingan secara berkesinambungan kepada masyarakat khususnya Wajib Pajak guna meningkatkan kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.


(54)

Penyuluhan pajak dilakukan oleh penyuluh perpajakan yang telah mempunyai pengetahuan, pengalaman, keahlian dan keterampilan di bidang perpajakan. Penyuluhan perpajakan setidaknya dapat memberikan pengetahuan dasar mengenai

1. Prosedur pelaksanaan sistem self assessment.

Cara menghitung, memungut, membayar, dan elaporkan pajak sendiri. 2. Sanksi-sanksi yang akan dikenakan kepada Wajib Pajak itu sendiri sesuai

yang tercantum dalam undang-undang perpajakan, baik sanksi administrasi maupun sanksi tindak pidana.

3. Perundang-undangan yang berlaku serta perubahan-perubahan perundang-undangan tersebut secara transparan.

Penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan oleh fiskus tersebut diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman Wajib Pajak terhadap sistem self assessment sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, serta meningkatkan kesadaran Wajib Pajak akan pentingnya kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan, guna menanggulangi masalah perpajakan dari Wajib Pajak yang tidak patuh.

D. Upaya-upaya untuk Mengoptimalkan Kepatuhan Wajib Pajak dalam menerapkan sistem self assessment

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia berupaya membangun kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini sangat berkorelasi secara signifikan dalam


(55)

pencapaiaan target penerimaan pajak. Akan tetapi dukungan seluruh masyarakat sangat dibutuhkan. Beberapa upaya yang dilakukan untuk menigkatkan kepatuhan Wajib Pajak antara lain:

1. Meningkatkan pengawasan internal untuk mendeteksi berbagai kasus penyimpangan sehubungan dengan pelaksanaan tugas.

2. Memperbaiki sistem dan prosedur yang mengarah pada sistem yang dapat mempermudah pelayanan dan mendorong efektifitas dalam pelaksanaan pengawasan.

3. Menjelaskan kepada Wajib Pajak kapan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilannya tepat waktu, sehingga wajib pajak tidak dikenakan sanksi perpajakan.

4. Melibatkan masyarakat luas dalam mekanisme pengawasan terhadap aparat perpajakan.

5. Menerapkan sistem reward (hadiah) dan punishment (hukuman) dalam pelaksanaan tugas.

6. Database yang lengkap dan akurat mendorong kepatuhan wajib pajak, karena database menyediakandata dan informasi mengenai seluk beluk usaha Wajib Pajak termasuk kepatuhan pembayaran dan pelaporan pajaknya baik dalam menyampajikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya secara akurat. Sehingga hal tersebut mendorong kepatuhan sukarela karena Wajib Pajak tidak dapat menghindar dari kewajiban perpajakanya. Selain itu, database sangat membantu fiskus untuk dapat


(56)

Namun jika semua upaya yang dilakukan tetap tidak dapat mendapat hasil dan walupun telah dilakukan pemeriksaan Wajib Pajak tetap tidak mau melakukan pembetulan dengan kesadaran sendiri maka dapat ditindaklanjutin dengan upaya penyidikan, yaitu tindakan yang dilakukan apabila ditemukan bukti pendahuluan berupa bukti baik tulisan maupun lisan, perbuatan, keterangan ataupun benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa tindakan tersebut merugikan Negara. Upaya penyidikan merupakan upaya terakhir yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.


(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis setelah melakukan penelitian mengenai tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam menerapkan sistem self assessment di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia sebagi berikut:

1. Pada tahun 2011 dan 2012, Wajib Pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia memiliki tingkat kepatuhan yang kurang baik.

2. Berdasarkan data pada tabel IV.1 dan IV.2 tentang tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia, dapat disimpulkan bahwa rasio kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) mengalami penurunan pada tahun 2012, yaitu -2,8% (22,51% - 25,31%).

3. Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dengan baik.


(58)

B. Saran

Setelah penulis mengambil kesimpulan dari penelitian mengenai tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam menerapkan sistem self assessment di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia, penulis ingin menyampaikan saran-saran. Hal tersebut bertujuan agar di masa yang akan datang tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dalam menerapkan sistem self assessment di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia tetap baik dan mengalami peningkatan. Adapun saran-saran yang ingin disampaikan adalah sebagai berikut:

1. Penulis menyarankan agar pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia dapat menjalin hubungan yang lebih baik lagi dengan Wajib Pajak orang pribadi. Tujuannya adalah untuk menjamin agar Wajib Pajak tersebut memiliki motivasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

2. Penulis menyarankan agar pegawai pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia dapat memberikan informasi yang lebih jelas lagi mengenai administrasi perpajakan kepada Wajib Pajak orang pribadi yang mengalami kesulitan dan memenuhi kewajiban perpajakannya.

3. Direktorat Jenderal Pajak sebaiknya harus lebih tegas dalam menerapkan sanksi administrasi dan sanksi pidana bagi Wajib Pajak yang tidak menanggapi secara positif tentang kewajiban perpajakannya. Selain itu, lebih meningkatkan penyuluhan kepada Wajib Pajak dan membuat kerjasama dengan pihak lain seputar perpajakan ataupun membuat penayangan iklan yang lebih intensif lagi agar mampu menggugah hati


(59)

Wajib Pajak untuk menyampaikan Surat Pemberihauan pajaknya. Memberikan penyuluhan dan sosialisasi dari pemerintah secara jelas mengenai setiap perubahan perundang-undangan perpajakan. Hal ini harus lebih ditingkatkan lagi agar jumlah wajib pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuannya dapat teroptimalisasikan dengan baik, sehingga dengan demikian penerimaan pajak akan semakin meningkat.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : Se - 18/Pj/2011 Tentang Target Rasio Kepatuhan Penyampaian Surat Pemberitahuan Pada Tahun 2011

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : Se - 06/Pj/2012 Tentang Target Rasio Kepatuhan Penyampaian Surat Pemberitahuan Pada Tahun 2012

Graham, Harry Balter, 2005, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta Kelman, Herbert, 1966, Compliance, Identification, And Internalization: Three

Process of Attitude Change”, dalam Problems in Sosial Psychology, New York, McGrawhill.

Mardiasmo, 2007, Edisi Revisi, Perpajakan, Andi, Yogyakarta Resmi, Siti, 2010, Hukum Pajak Elementer, Graha Ilmu, Yogyakarta Sihaloho, Cyrus, 2008, Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Soemitro, Rachmat, 2006, Perpajakan Konsep, Teori dan Isu, Salemba Empat, Jakarta

Waluyo dan Wirawan B Ilyas, 2003, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta Zain, Mohammad, 2007, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta


(1)

pencapaiaan target penerimaan pajak. Akan tetapi dukungan seluruh masyarakat sangat dibutuhkan. Beberapa upaya yang dilakukan untuk menigkatkan kepatuhan Wajib Pajak antara lain:

1. Meningkatkan pengawasan internal untuk mendeteksi berbagai kasus penyimpangan sehubungan dengan pelaksanaan tugas.

2. Memperbaiki sistem dan prosedur yang mengarah pada sistem yang dapat mempermudah pelayanan dan mendorong efektifitas dalam pelaksanaan pengawasan.

3. Menjelaskan kepada Wajib Pajak kapan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilannya tepat waktu, sehingga wajib pajak tidak dikenakan sanksi perpajakan.

4. Melibatkan masyarakat luas dalam mekanisme pengawasan terhadap aparat perpajakan.

5. Menerapkan sistem reward (hadiah) dan punishment (hukuman) dalam pelaksanaan tugas.

6. Database yang lengkap dan akurat mendorong kepatuhan wajib pajak, karena database menyediakandata dan informasi mengenai seluk beluk usaha Wajib Pajak termasuk kepatuhan pembayaran dan pelaporan pajaknya baik dalam menyampajikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya secara akurat. Sehingga hal tersebut mendorong kepatuhan sukarela karena Wajib Pajak tidak dapat menghindar dari kewajiban perpajakanya. Selain itu, database sangat membantu fiskus untuk dapat mengenali usaha dan perilaku Wajib Pajak.


(2)

Namun jika semua upaya yang dilakukan tetap tidak dapat mendapat hasil dan walupun telah dilakukan pemeriksaan Wajib Pajak tetap tidak mau melakukan pembetulan dengan kesadaran sendiri maka dapat ditindaklanjutin dengan upaya penyidikan, yaitu tindakan yang dilakukan apabila ditemukan bukti pendahuluan berupa bukti baik tulisan maupun lisan, perbuatan, keterangan ataupun benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa tindakan tersebut merugikan Negara. Upaya penyidikan merupakan upaya terakhir yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis setelah melakukan penelitian mengenai tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam menerapkan sistem self assessment di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia sebagi berikut:

1. Pada tahun 2011 dan 2012, Wajib Pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia memiliki tingkat kepatuhan yang kurang baik.

2. Berdasarkan data pada tabel IV.1 dan IV.2 tentang tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia, dapat disimpulkan bahwa rasio kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) mengalami penurunan pada tahun 2012, yaitu -2,8% (22,51% - 25,31%).

3. Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dengan baik.


(4)

B. Saran

Setelah penulis mengambil kesimpulan dari penelitian mengenai tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam menerapkan sistem self assessment di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia, penulis ingin menyampaikan saran-saran. Hal tersebut bertujuan agar di masa yang akan datang tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dalam menerapkan sistem self assessment di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia tetap baik dan mengalami peningkatan. Adapun saran-saran yang ingin disampaikan adalah sebagai berikut:

1. Penulis menyarankan agar pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia dapat menjalin hubungan yang lebih baik lagi dengan Wajib Pajak orang pribadi. Tujuannya adalah untuk menjamin agar Wajib Pajak tersebut memiliki motivasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

2. Penulis menyarankan agar pegawai pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia dapat memberikan informasi yang lebih jelas lagi mengenai administrasi perpajakan kepada Wajib Pajak orang pribadi yang mengalami kesulitan dan memenuhi kewajiban perpajakannya.

3. Direktorat Jenderal Pajak sebaiknya harus lebih tegas dalam menerapkan sanksi administrasi dan sanksi pidana bagi Wajib Pajak yang tidak menanggapi secara positif tentang kewajiban perpajakannya. Selain itu, lebih meningkatkan penyuluhan kepada Wajib Pajak dan membuat kerjasama dengan pihak lain seputar perpajakan ataupun membuat


(5)

Wajib Pajak untuk menyampaikan Surat Pemberihauan pajaknya. Memberikan penyuluhan dan sosialisasi dari pemerintah secara jelas mengenai setiap perubahan perundang-undangan perpajakan. Hal ini harus lebih ditingkatkan lagi agar jumlah wajib pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuannya dapat teroptimalisasikan dengan baik, sehingga dengan demikian penerimaan pajak akan semakin meningkat.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : Se - 18/Pj/2011 Tentang Target Rasio Kepatuhan Penyampaian Surat Pemberitahuan Pada Tahun 2011

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : Se - 06/Pj/2012 Tentang Target Rasio Kepatuhan Penyampaian Surat Pemberitahuan Pada Tahun 2012

Graham, Harry Balter, 2005, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta Kelman, Herbert, 1966, Compliance, Identification, And Internalization: Three

Process of Attitude Change”, dalam Problems in Sosial Psychology, New York, McGrawhill.

Mardiasmo, 2007, Edisi Revisi, Perpajakan, Andi, Yogyakarta Resmi, Siti, 2010, Hukum Pajak Elementer, Graha Ilmu, Yogyakarta Sihaloho, Cyrus, 2008, Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Soemitro, Rachmat, 2006, Perpajakan Konsep, Teori dan Isu, Salemba Empat, Jakarta

Waluyo dan Wirawan B Ilyas, 2003, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta Zain, Mohammad, 2007, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta