60 b. Asas Administrasi:
1. Kepastian perpajakan: artinya bahwa pemungutan pajak hendaknya bersifat “pasti” dalam arti harus jelas disebutkan siapa atau apa yang
dikenakan pajak, berapa besarnya, bagaimana cara pembayarannya, bukti pembayarannya, apa sanksinya jika terlambat membayar dan
sebagainya. 2. Keluwesan dalam penagihan: artinya dalam penggunaan atau
penagihan pajak hendaknya “luwes” dalam arti harus melihat keadaan pembayar pajak, apakah sedang menerima uang, apakah perusahaan
mengalami pailit dan sebagainya. 3. Ongkos pemungutan hendaknya diusahakan sekecil-kecilnya.
c. Asas Yuridis atau asas Hukum 1. Kejelasan Undang-undang perpajakan.
2. Kata-kata dalam undang-undang hendaknya tidak bermakna ganda, dalam arti kata-kata dalam undang-undang tidak menimbulkan
interprestasi yang berbeda-beda.
D. Dasar Hukum Pemungutan Pajak
Hukum Pajak harus memberikan jaminan hukum dan keadilan yang tegas baik untuk negara selaku pemungut pajak fiscus maupun kepada rakyat
selaku wajib pajak. Dalam UUD 1945 Pasal 23 A menyebutkan “Pajak dan pungutan lain
yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang- Undang”.Dengan demikian untuk menyusun Undang-undang diperlukan
syarat:
61 a Syarat Yuridis.
Pajak itu harus adil dan ada kepastian. b Syarat Ekonomis.
a. Pajak harus dapat dibayar dari penghasilan rakyat dan tidak boleh mengurangi kekayaan rakyat.
b. Pajak tidak boleh menghalangi lancarnya perdagangan dan perindustrian.
c. Pajak tidak boleh merugikan kebahagiaan rakyat. d. Pajak sebaiknya ditagih pada waktu yang tepat.
c Syarat Keuangan 1. Hendaknya pajak yang dipungut cukup untuk menutup sebagian
pengeluaran-pengeluaran negara. 2. Hendaknya pajak tidak memakan ongkos pungutan yang besar.
Dasar hukum tersebut, kemudian dijabarkan dalam ketentuan Undang- Undang di bidang pajak, diantaranya :
1. Undang-Undang No.16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUTAP.
2. Undang-Undang No.17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan PPh 3. Undang-Undang No.18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai atas
Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPN dan PPNBM.
4. Undang-Undang No.12 Tatun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan PBB.
62 5. Undang-Undang No.17 Tahun 1997 Tentang Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak. 6. Undang-Undang No.34 Tahun 2000 Tentang Penagiahan Pajak dengan
Surat Paksa. 7. Undang-Undang No.20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan atau Bangunan BPHTB. Dengan ditetapkannya pajak dalam bentuk Undang-Undang berarti
pajak bukan perampasan Hak kekayaan rakyat, juga tidak dapat dikatakan sebagai pembayaran suka rela karena pembentukan Undang-Undang
dilakukan dengan persetujuan rakyat, yakni dengan DPR Legislatif tegasnya wakil-wakil rakyat di DPR telah menyetujuinya. Sebaliknya apabila sebuah
rancangan Undang-undang dibidang pajak tidak disetujui oleh Dewan, ketentuan tersebut tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum pemungutan
pajak.
E. Fungsi Pemungutan Pajak