Peranan Otoritas Jasa Keuangan Untuk Melindungi Investor Yang Mengalami Kerugian Pada Transaksi Short Selling Dalam Pasar Modal

(1)

PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN UNTUK MELINDUNGI INVESTOR YANG MENGALAMI KERUGIAN PADA TRANSAKSI SHORT

SELLING DALAM PASAR MODAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH

NATHAN ROMLEN MANGARA 110200493

Departemen Hukum Ekonomi

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN UNTUK MELINDUNGI INVESTOR YANG MENGALAMI KERUGIAN PADA TRANSAKSI SHORT

SELLING DALAM PASAR MODAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH

NATHAN ROMLEN MANGARA 110200493

Departemen Hukum Ekonomi Disetujui,

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

(Windha, S.H., M.Hum) NIP. 197501122005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Prof.Dr.Bismar Nasution,S.H.,M.Hum) (Dr.Mahmul Siregar, S.H., M.Hum) NIP. 195603291986011001 NIP. 197302202002121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”.Terpujilah Allah Tritunggal atas anugerah yang telah dinyatakan didalam Kristus Yesus dansegala kasih karunia yang senantiasa dinyatakan didalam lingkup hidup ini dan dan sampai saat ini dimana penulis boleh menyelesaikan tugas akhir di pendidikan strata satu (S1).Semakin kagum kepada-Mu Allah.

Penulisan skripsi yang berjudul “PERANAN OTORITAS JASA

KEUANGAN UNTUK MELINDUNGI INVESTOR YANG MENGALAMI KERUGIAN PADA TRANSAKSI SHORT SELLING DALAM PASAR MODAL” adalah guna memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan yang sangat berbahagia ini penulis ingin berterimakasih sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis, Bapak yang terbaik Barman Boromeus Lumban Raja dan Mama yang terbaik Loyen Magdalena Hutasoit yang tidak lelahnya memberikan semangat dan doa kepada penulis selama perkuliahan ini. Dan untuk saudara penulis, Kakak yang terkasih Marissa Apriyeni Lumban Raja dan Adik yang terkasih Elias Satria Lumban Raja yang senantiasa mendoakan dan mendukung penulis selama perkuliahan.Merekalah sumber inspirasi dan motivasi terbesar penulis sepanjang hidup dan juga untuk menjalani pendidikan di Fakultas Hukum hingga sampai penulis menyelsaikan pendidikan strata satu (S1).

Dan pada kesempatan berbahagia ini dengan penuh kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :


(4)

1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Pembantu DekanI Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Syafruddin, S.H., M.H., DFM., selaku Pembantu Dekan II FakultasHukum Universitas Sumatera Utara;

4. Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan IIIFakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Windha, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu dan membimbing dalam proses pengerjaan skripsi ini, bahkan terus memotivasi untuk memberikan yang terbaik;

6. Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I, yang telah membimbing dengan baik dalam proses pengerjaan skripsi ini;

7. Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah membimbing dengan baik dalam proses pengerjaan skripsi ini;

8. Sahabat terbaik “IP4” Ibreina Pandia, Tody Valery, Betari Ginting, Margaretha Sianturi, Dyna Hasibuan dan Fransisca Kosasih. Terimakasih untuk tawa dan nasehat selama perkuliahan ini, dan untuk setiap doa dan motivasi selama pengerjaan tugas akhir ini. Tetap semangat sahabat; 9. Kelompok Kecil ku LETARE. Marupa Sianturi, Tri Yanto Yeremia, Tody


(5)

bertumbuh dan hidup didalam Kristus. Terimakasih untuk setiap doa dari kalian semoga kita tetap setia dan hidup seperti yang Kristus inginkan; 10. Sahabat terbaik Tulus Nababan yang senantiasa terus membeikan

semangat dan motivasi didalam perkuliahan dan menemani dalam suka dan duka sebagai anak kost;

11. Teman terbaik Ibreina Pandia yang tidak ada lelahnya mendukung dan memotivasi didalam setiap aktivitas selama perkuliahan. Terimakasih untuk doa dan teman bertumbuh hingga saat ini;

12. Teman seperjuangan Maruli Sinaga dan Retha Manik yang senantiasa memberikan semangat dan saling memotivasi didalam pengerjaan tugas akhir ini;

13. UKM KMK USU UP FH, tempat boleh semakin mengenal Kristus bersama pribadi-pribadi luar biasa! Suatu kebahagiaan boleh menghabiskan waktu ditempat ini. Terkhusus untuk teman-teman koordinasi 2013 dan 2014, terimakasih boleh bertumbuh bersama dan melayani bersama. Dan teman-teman AKK 2011 boleh terus mendukung, berbagi bersama dan berdoa bersama, Okta, Kristy,Sarah, Ari, Tama, Daniel dan masih banyak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Bersyukur boleh mengenal kalian dimasa kuliah;

14. Teman-teman seperjuangan di semester 6 selama mengerjakan Klinis, Ibreina Pandia, Tulus Nababan, Margaretha Sianturi, Tody Marpaung, Betari Ginting, Maruli Sinaga, Hary Tama Simanjuntak, Novia Utami, Citra Tarigan, Octaviana Fransiska;


(6)

15. Untuk segenap pegawai dan staff di Fakultas Hukum USU, terimakasih untuk keberadaan kalian boleh membantu penulis selama menjalani pendidikan S1;

16. Dan untuk setiap orang yang mengenal penulis, setiap orang yang menyebutkan nama penulis dalam doa-doanya. Terimakasih banyak;

Demikian penulis sampaikan, kiranya skripsi ini boleh berguna untuk menambah wawasan dan cakrawala berpikir setiap pihak yang membacanya.

Medan, Oktober 2015 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR ISTILAH ... vii

ABSTRAK ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 10

D. Keaslian Penulisan ... 12

E. Tinjauan Kepustakaan ... 13

F. Metode Penulisan ... 16

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MENGAWASI PASAR MODAL DI INDONESIA ... 20

A. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam Mengawasi Sektor JasaKeuangan ... 20

B. Peran Dan Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan Dalam MenggantikanBadan Pengawasan Pasar Modal-Lembaga Keuangan Dalam Mengawasi Pasar Modal ... 35

BAB III PENGATURAN MENGENAI SHORT SELLING DALAM PASARMODAL INDONESIA ... 44


(8)

A. Pasar Modal Di Indonesia ... 44

B. Pengaturan Mengenai Short Selling Dalam Pasar Modal Indonesia ... 66

C. Pengaturan Short Selling Di Amerika Serikat ... 75

BAB IV PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN UNTUK MELINDUNGIINVESTOR YANG MENGALAMI KERUGIAN PADA TRANSAKSISHORT SELLING DALAM PASAR MODAL ... 79

A. Perlindungan Terhadap Investor Berdasarkan Prinsip Keterbukaan Dalam Pasar Modal ... 79

B. Peranan Otoritas Jasa Keuangan Untuk Melindungi Investor YangMengalami Kerugian Pada Transaksi Short Sellingdalam PasarModal ... 84

BAB V PENUTUP ... 97

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 99


(9)

DAFTAR ISTILAH

Bearer Bond : Obligasi yang nama pemiliknya tidak dicantumkan

dalam sertifikatnya.

Bond : Obligasi, investasi pada utang.

Broker : Individu atau perusahaan yang bertindak sebagai

perantara jual dan beli atas efek-efek yang diterbitkan oleh perusahaan (emiten).

Capital gain : Keuntungan yang diperoleh dari selisih jual beli

dalam perdagangan saham.

Fraud : Kejahatan dalam pasar modal yang berbentuk suatu

penipuan

Go Public : Proses penjualan saham perdana kepada masyarakat

yang dikenal juga dengan istilah IPO.

Insider Trading : Transaksi saham berdasarkan bocoran informasi

rahasia dari orang dalam, pihak-pihak yang terkait dengan emiten, konsultan perusahaan atau regulator (insider information). Transaksi seperti ini umumnya melibatkan orang-orang yang menurut aturan tidak boleh melakukan transaksi, seperti direktur perusahaan yang memperdagangkan saham perusahaan sendiri


(10)

Long : Saldo debit dalam akun tertentu di buku pembantu efek yang menunjukkan sejumlah efek yang dimiliki oleh perusahaan efek yang wajib dserahkan kepada investor

Macroprudential : Suatu kebijakan yang mengarah kepada analisis

sistem keuangan secara keseluruhan sebagai kumpulan dari individu lembaga keuangan

Margin Trading : Perdagangan saham dengan sebagian modal

pinjaman dari pialang dengan jaminan saham yang dibeli

Marking Requirement : Peraturan dari pelaksanaan short selling yang mana

penjual tidak memiliki saham yang dijualnya sehingga tidak ada perlindungan dan dilakukan untuk kepentingan si penjual

Microprudential : Suatu kebijakan yang mengarah kepada analisis

perkembangan individu lembaga keuangan.

Naked Short Selling : Transaksi short selling yang dilakukan oleh investor

tanpa meminjam saham dari lembaga kliring saham atau sekuritas sehingga beresiko terjadinya gagal serah

Netting : Kegiatan kliring yang dilakukan KPEI (Kliring

Penjamin Efek Indonesia) yang menimbulkan hak dan kewajiban setiap anggota kliring untuk


(11)

menyerahkan atau menerima sejumlah Efek tertentu yang ditransaksikan dan untuk menerima atau membayar sejumlah uang untuk seluruh Efek yang ditransaksikan

Open Market Operation : Suatu instrument dari kebijakan moneter yang

melibatkan pembelian atau penjualan obligasi dan surat-surat berharga pemerintah sebagai suatu alat pengendali penawaran uang.

Registered Bond : Obligasi yang nama pemiliknya tercantum dalam

sertifikat.

Short : Saldo kredit dalam akun tertentu di buku pembantu

efek yang menunjukkan sejumlah efek yang telah dijual oleh nasabah tetapi efek tersebut belum diserahkan kepada perusahaan efek oleh nasabah

Short Exempt : Sebuah situasi perdagangan saham khusus di mana

short selling diperbolehkan pada saat harga lebih rendah dari penjualan sebelumnya.

Short Selling : Transaksi jual efek dimana efek yang dimaksud

tidak dimiliki oleh penjual pada saat transaksi dilaksanakan.


(12)

ABSTRAK

PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN UNTUK MELINDUNGI INVESTOR YANG MENGALAMI KERUGIAN PADA TRANSAKSI

SHORT SELLING DALAM PASAR MODAL

Nathan Romlen* Bismar Nasution** Mahmul Siregar***

Transaksi short selling dalam Pasar Modal sering membuat gejolak bagi para pelaku pasar yang menyebabkan timbulnya kerugian bagi para investor.Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan yang didirikan dengan tujuan dapat menjamin agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan yang artinya hal ini juga terjadi pada sektor Pasar Modal.Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana peran Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi Pasar Modal di Indonesia, pengaturan mengenai short selling dalam Pasar Modal Indonesia, dan peranan Otoritas Jasa Keuangan untuk melindungi investor yang mengalami kerugian pada transaksi short selling dalam Pasar Modal.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif difokuskan mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.Dengan menggunakan data sekunder yang diolah dengan menggunakan metode kualitatif.

Prinsip keterbukaan memungkinkan tersedianya bahan pertimbangan bagi investor, sehingga para investor dapat mengambil keputusan untuk membeli atau menjual saham.Peran OJK dalam mengawasi pasar modal diatur dalam Pasal 6 UUOJKdimana OJK melaksanakan pengaturan dan pengawasan akan kegiatan yang terjadi dalam Pasar Modal. Pengaturan mengenai short selling di dalam pasar modal Indonesia terdapat di dalam Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal V.D.6 tentang Pembiayaan Transaksi Efek oleh Perusahaan Efek bagi Nasabah dan Transaksi Short Selling oleh Perusahaan Efek.Peran OJK dalam melindungi investor dalam pelaksanaan short sellingterdapat dalam Pasal 100 ayat (2) UUPM, dimana OJK berwenang untuk memberikan sanksi yang tegas dalam setiap pelanggaran yang terjadi didalam pasar modal, termasuk short selling, selain itu OJK juga mempunyai fungsi memberikan edukasi dan pembinaan.

Kata Kunci : Otoritas Jasa Keuangan, Short Selling, Pasar Modal

* Mahasiswa

** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II


(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Landasanpolitik dari keberadaan Hukum Ekonomi Indonesia secara jelas didasarkan pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD1945), Pancasila, GBHN dan Repelita yang secara luas merupakan penjabaran Demokrasi Ekonomi.1Adapun didalam menjalankan perekonomian nasional pemerintah menetapkan suatu Program Pembangunan Nasional selanjutnya disebut Propenas yang memiliki tujuan dan arah pembangunan nasional di Indonesia yaitu, untuk berusaha mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur itu dengan diwujudkan melalui pembangunan di berbagai bidang, diantaranya dalam bidang ekonomi.2Pembangunan ekonomi nasional dan pencapaian kesejahteraan rakyat di Indonesia perlu diatur didalam suatu konstitusi, sebab hak masyarakat untuk turut serta didalam setiap pembangunan ekonomi nasional dan juga menikmati hasil dari setiap pembangunan ekonomi nasional merupakan hak dasar dari warga negara. Landasan Konstitusi mengenai pembangunan nasional di Indonesia, termasuk landasan pembangunan ekonomi adalah UUD 1945.3

1

Sumantoro, Hukum Ekonomi (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), hlm 5.

Bab XIV UUD 1945 diatur tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, berisikan 2(dua) pasal, yaitu Pasal 33 dan Pasal 34. Pasal 33 UUD NKRI mengenai perekonomian nasional, memberi aturan sebagai berikut:

2

Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004), hlm 1.

3

Janus Sidabalok dan Berlian Simarmata, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi Indonesia (Medan: Bina Media Perintis, 2006), hlm 15.


(14)

1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan; 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat

hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;

4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Ketentuan Pasal 33 ini mencantumkan tentang dasar dari pemerintah Indonesia didalam menjalankan perekonomian Indonesia berdasarkan asas kekeluargaan dan segala sumber daya yang ada di negara Indonesia dikuasai oleh negara dan diperuntukan untuk kelangsungan hidup rakyat Indonesia. Perekonomian nasional Indonesia diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta menjaga kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Melalui hal tersebutlah maka dapat dilihat tentang peran pemerintah dan masyarakat di dalam menjalankan perekonomian Indonesia.

Pembangunan ekonomi sangat identik dengan pembangunan sektor-sektor ekonomi yang terdapat dinegara Indonesia, seperti; sektor pertanian, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, industri, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain.4

4

Aminuddin Ilmar, Op.Cit. hlm 1.

Pelaksanaan pembangunan nasional memerlukan modal yang tidaklah sedikit dan tersedia dalam waktu yang tepat. Modal tersebut dapat disediakan oleh pemerintah dan oleh masyarakat luas, khususnya dalam dunia usaha swasta. Idealnya dari segi nasionalisme modal tersebut sepenuhnya dapat disediakan secara langsung oleh modal dalam negeri sendiri, namun kenyataan negara-negara


(15)

berkembang seperti Indonesia masih sering mengalami kesulitan-kesulitan dalam hal modal dalam negeri yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain; tingkat tabungan masyarakat yang masih rendah, akumulasi modal yang belum efektif dan efisien, keterampilan yang belum memadai serta tingkat teknologi yang masih dalam tahap perkembangan.5

Peran aktif pemerintah dibutuhkan didalam mengawasi perkembangan proses penanaman modal asing yang semakin pesat di Indonesia. Pada tahun 1953 pemerintah Indonesia mulai menyusun suatu rencana undang-undang penanaman modal asing sebagai persyaratan minimum sambil mendorong penanaman modal asing.6

Seiring dengan hal tersebut pemerintah membuat suatu wadah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan, yaitu pasar modal untuk mengoptimalkan juga potensi dana masyarakat Indonesia. Lahirlah suatu peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah sebagai landasan hukum untuk mengatur pasar modal di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut UUPM). Mengacu

Akhirnya pemerintah Indonesia pada tahun 1967 mengesahkan suatu peraturan perundang-undangan untuk mengawasi penanaman modal asing di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang selanjutnya di ganti menjadi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang lebih mengatur secara luas tentang proses penanaman modal dan pengawasan penanaman modal di Indonesia agar tidak terjadi praktek monopoli yang dilakukan oleh para investor.

5

Ibid, hlm. 2.

6


(16)

padakonsideransdari UUPM, ada tiga dasar pemikiran sebagai alasan lahirya undang-undang ini:7Pasal 1 angka (13) UUPM, menyebutkan bahwa, Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek8, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.9Terdapat beberapa term yang muncul dalam pasar modal seperti modal, efek, sekuritas, pedagang perantara, bursa. Modal yang dipasarkan didalam pasar modal berupa surat berharga atau dalam istilah lain disebut dengan efek yang dapat berupa saham atau obligasi atau sertifikat atas saham atau dalam bentuk surat berharga lainnya atau surat berharga yang merupakan penjabaran dari bentuk surat berharga saham atau saham yang diperjualbelikan di pasar modal tersebut. Sekuritas adalah surat berharga yang dapat ditukar dengan sejumlah uang yang nilainya sesuai yang tertera dengan surat berharga tersebut. Kata bursa diambil dari kata asing yaitu bourse yang berarti tempat bertemunya penjual dan pembeli utnuk komoditi tertentu dan yang penyelenggaraannya dilakukan oleh seorang pedagang perantara.10Pasar Modal dalam aktivitasnya memainkan peranan penting bagi perusahaan dan perkembangan ekonomi, oleh karena pasar modal memiliki fungsi sebagai berikut:11

7

Janus Sidabalok dan Berlian Simarmata, Op.Cit.,hlm. 219.

8

Pengaturan tentang efek terdapat di Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal Pasal 1 angka (5), yang menyatakan bahwa Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan hutang, surat berharga komersial,saham, obligasi, tanda bukti hutang, Unit Penyetoran kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek. Dalam Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bab I, Pasal 1 angka (5).

9

Ibid, Bab I, Pasal 1 angka (13).

10

Yulfasni, Hukum Pasar Modal (Depok: Badan Penerbit IBLAM, 2005), hlm. 2.

11


(17)

1. Sarana untuk menghimpun dana-dana masyarakat untuk disalurkan kedalam kegiatan-kegiatan yang produktif;

2. Sumber pembiayaan yang mudah, murah dan cepat bagi dunia usaha dan pembangunan nasional;

3. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus menciptakan kesempatan kerja;

4. Mempertinggi efisiensi alokasi sumber produksi;

5. Memperkokoh beroperasinya mekanisme market dalam menata sistem moneter, karena pasar modal dapat menjadi sarana open market operation sewaktu-waktu oleh Bank Sentral;

6. Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu rate yang reasonable; 7. Sebagai alternatif investasi bagi para pemodal.

Sejak awal keberadaan pasar modal di Indonesia adalah untuk mendukung ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan pasar modal di Indonesia sebagai wahana untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan, oleh karena itu menyebabkan pemerintah amat berkepentingan atas perkembangan dan kemajuan pasar modal karena berpotensi utnuk menghimpun dana secara masif sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbesar kegiatan pembangunan.12

Dalam pelaksanaan pasar modal, tidak jarang nilai saham mengalami naik dan turun yang menyebabkan untung dan ruginya para investor, dan dalam perkembangan pasar modal untuk menghindari rugi atas saham yang dimiliki maka dikenal suatu transaksi yaitu shortselling. Short selling adalah suatu cara yang digunakan dalam penjualan saham dimana investor/trader meminjam dana dengan menjual saham yang belum dimiliki dengan harga tinggi dan dengan harapan dapat membeli kembali dan mengembalikan pinjaman saham ke pialangnya pada saat saham tersebut turun.13

12

M. Irsan Nasarudin, et.al., Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004), hlm. 1

13

Fajri Gelu. “Short Selling.” pasardana.com/short-selling/ (diakses pada tanggal 22 Mei 2015).


(18)

Menurut Komisi Bursa dan Surat Berharga (The Securities and Exchange Commission/SEC) definisi dari short selling adalah penjualan surat0surat berharga yang tidak dimilik oleh penjualnya atau yang dimilik oleh penjualnya namun tidak dipindahkan tangankan. Agar surat-surat berharga ini bisa dipinjamkan kepada para pembeli para penjual short akan meminjam surat-surat berharga biasanya daripada broker-dealer atau investor institusi.14

Transaksi short selling merupakan salah satu bentuk kegiatan transaksi efek yang dilakukan oleh investor dimana investor meminjam efek dari perusahaan. Pelaksanaan transaksi short selling sudah dilakukan sejak keluarnya Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor 09/PM/1997 peraturan V.D.6 kemudian direvisi menjadi peraturan Nomor V.D.6 Tahun 2008 lampiran keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor Kep-258/BL/2008 tentang Pembiayaan Penyelesaian Transaksi Efek Oleh Perusahaan Efek Bagi Nasabah dan Transaksi Short Selling Oleh Perusahaan Efek.

Pada dasarnya di Indonesia transaksi short selling diperbolehkan untuk kepentingan pasar dikarenakan transaksi ini dapat merangsang investor untuk bertransaksi di bursa.15

14

Tom Taulli, Short Selling Trik Kaya Dari Kejatuhan Harga Saham. Diterjemahkan oleh Dedes Ekarini (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 3.

Namun kembali lagi transaksi short selling boleh dilaksanakan dengan batasan-batasan tertentu yang diatur pelaksanaannya oleh Bapepam-LK.

15

SUT. “Jual Kosong yang Bisa Menjatuhkan Bursa.” m.hukumonline.com/berita/baca/hol20606/jual-kosong-yang-bisa-menjatuhkan-bursa(diakses pada tanggal 3 Juni 2015).


(19)

Hal-hal yang menjadikan short selling harus dibatasi pelaksanaannya karena dapat membahayakan adalah :16

1. Pada pembelian saham (yang disebut going long) memiliki risiko yang berbeda dengan menjual short. Pada long, kerugian adalah terbatas (harga hanya dapat turun maksimal menjadi nol) namun keuntungan adalah tidak terbatas. Pada penjualan short yang merupakan kebalikannya dimana kemungkinan perolehan keuntungan adalah terbatas (harga hanya dapat turun maksimal menjadi nol) namun penjual dapat menderita kerugian tanpa batas. Untuk keperluan inilah maka penjualan short biasanya digunakan sebagai

bagian dari strategi

2. Kebanyakan penjual short memberikan "order stop kerugian" (stop loss order) kepada pialangnya setelah melakukan penjualan short saham. Ini adalah order kepada pialang untuk melindungi posisi apabila harga dari saham naik hingga tingkat harga tertentu guna membatasi risiko kerugian serta menghindari timbulnya kewajiban yang tidak terbatas seperti disebutkan diatas.

3. Penjualan short kadang-kadang disebut juga sebagai "strategi investasi pemasukan negatif" (negative income investment strategy) sebab tidak adanya potensi untuk memperoleh penghasilan deviden atau penghasilan dimana penghasilan satu-satunya adalah hanya dari selisih harga.

Pada Tahun 1976 dibuatlah suatu instansi pemerintah yang dapat melakukan pengawasan terhhadap pasar modal, untuk hal tersebut dibentuklah Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (selanjutnya disebut

16


(20)

Bapepam-LK) pada tahun 1976. Pada awal berdirinya Bapepam-LK merupakan lembaga multifungsi, sebagai regulator, pengelola bursa efek, pengawas pihak-pihak yang terlibat dan pelaksana kegiatan di bidang pasar modal, melakukan pemeriksaan, penyidikan, dan menjatuhkan sanksi.17

Seiring berjalannya waktu terjadi keresahan yang dirasakan oleh beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan dari Bank Indonesia, terdapat tiga hal yang melatarbelakangi hal tersebut, yaitu :18

1. Perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia, 2. Permasalahan lintas sektoralindustri jasa keuangan, dan

3. Amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (Pasal 34). Pasal 34 ini merupakan suatu respon terhadap dari krisis Asia yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia, khususnya sektor perbankan.

Krisis yang melanda Indonesia pada tahun1997-1998 tersebut mengakibatkan banyak bank-bank yang ada di Indonesia mengalami kejatuhan sehingga banyak yang mempertanyakan pengawasan Bank Indonesia terhadap bank-bank. Kelemahan kelembagaan dan pengaturan yang tidak mendukung diharapkan dapat diperbaiki untuk menciptakan kerangka sistem keuangan yang tangguh.19

17

Ibid, hlm. 2.

Menjawab hal tersebut maka pemerintah Indonesia akhirnya mulai memikirkan suatu badan pengawas industri keuangan yang bersifat independen yang dapat efektif dalam menjalankan tugas pengawasannya dengan baik, oleh

18

Adrian Sutedi. Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014), hlm. 36.

19


(21)

karena itu dibentuklah suatu rancangan tentang pembentukan Otoritas Jasa Keuangan dan barulah seiring disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UUOJK)terbentuklah Otoritas Jasa Keuangan selanjutnya disebut OJK sebagai lembaga yang berfungsi untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan.20 OJK setelah dibentuk pada tahun 2011 mempunyai wewenang didalam mengawasi dan mengatur segala sektor keuangan di Indonesia. Pengaturan menegenai pasar modal juga tidak lepas dari peranan OJK, hal ini dapat dilihat dari UUOJK pasal 6 huruf (b) menyatakan Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal.21 Sebelumnya kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal ada didalam wewenang Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), namun barulah pada tahun 2013 Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) melebur kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga seluruh kewenangan dari Bapepam-LK beralih kepada OJK.22

Berdasarkan uraian diatas, maka hal yang akan dibahas adalah peranan OJK didalam melindungi investor-investor yang mengalami kerugian pada saat melakukan transaksi short selling di pasar modal. Pembahasan tersebut akan dibahas dengan mengangkat judul “Peranan Otoritas Jasa Keuangan untuk

20

id.m.wikipedia.org/wiki/Otoritas_Jasa_Keuangan (diakses pada tanggal 9 Juli 2015).

21

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab II, Pasal 6 huruf (b).

22

lipsus.kontan.co.id/v2/ojk/read/86/selamat-datang-wasit-baru-industri-keuangan(diakses pada tanggal 3 Juni 2015).


(22)

Melindungi Investor yang Mengalami Kerugian pada Transaksi Short Selling dalam Pasar Modal.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana peran Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi pasar modal di Indonesia?

2. Bagaimana pengaturan mengenai short sellingdalam pasar modal Indonesia? 3. Bagaimana peranan Otoritas Jasa Keuangan untuk melindungi investor yang

mengalami kerugian pada transaksi short sellingdalam pasar modal?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Dilihat dari judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan dari skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran atas permasalahan di atas, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peran Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi pasar modal di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaturan mengenai short sellingdalam pasar modal Indonesia.

3. Untuk mengetahui peranan Otoritas Jasa Keuangan untuk melindungi investor yang mengalami kerugian pada transaksi short sellingdalam pasar modal.


(23)

Adapun manfaat penulisan yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Secara teoritis, pembahasan mengenai Peranan Otoritas Jasa Keuangan untuk Melindungi Investor yang Mengalami Kerugian pada Transaksi Short Selling dalam pasar modal ini akan memberikan suatu pemahaman dan pengetahuan kepada setiap pembaca tentang peranan dari Otoritas Jasa Keuangan didalam mengatasi masalah short sellingdi dalam pasar modal Indonesia khususnya dalam hal ini mengenai perlindungan yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada investor yang mengalami kerugian dari praktek transaksi short selling di pasar modal.

2. Secara praktis

Secara praktis, pembahasan ini diharapkan dapat memberikan suatu masukan kepada setiap pembaca yang khususnya bagi pembaca yang belum mengetahui segala aspek mengenai short selling. Dan untuk memberikan suatu masukan kepada setiap pihak yang berkecimpung di dunia pasar modal agar mendapatkan suatu acuan didalam melakukan ataupun menghadapi permasalahan short selling didalam pasar modal.

D. Keaslian Penulisan

Ada beberapa penulisan penelitian dengan topik short selling di Universitas Sumatera Utara, antara lain :


(24)

1. Tesis yang berjudul Perlindungan Hukum Dalam Transaksi Margin Trading Dan Short Sales Di Pasar Modal oleh Ferry Kiandi

2. Skripsi yang berjudul Tinjauan Yuridis Megenai Short Selling Dalam Pasar Modal, Suatu Analisis Hukum Terhadap UU No. 8 Tahun 1995 Mengenai Pasar Modal Dan Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal. Dari kedua penelitian tersebut topik yang menjadi bahasan sama-sama mengenai short selling dan margin trading namun yang menjadi pembeda dengan penulisan penelitian ini, dua penelitian yang diatas lebih menitik beratkan kepada bagaimana perlindungan hukum terhadap transaksi short selling dan margin tradingdari aspek lembaga-lembaga yang berhubungan dengan pasar modal seperti OJK, bursa efek dan Lembaga Kliring dan Penjamin serta bagaimana landasan yuridis dari transaksi short selling dan margin trading.

Untuk mengetahui keaslian penulisan, melalui surat tertanggal 26 Februari 2015yang dikeluarkan oleh pihak Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang menyatakan bahwa tidak ada judul yang sama dengan judul

“Peranan Otoritas Jasa Keuangan untuk Melindungi Investor yang Mengalami Kerugian pada Transaksi Short Selling dalam Pasar Modal.”

Apabila dikemudian hari terdapat judul yang sama atau telah tertulis orang lain dalam tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawaban.


(25)

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang memiliki fungsi mengawasi dan mengatur sektor jasa keuangan. Pengaturan mengenai OJK diatur didalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan.23Menurut UUOJK Pasal 1 ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dengan Undang-Undang ini.24

2. Perlindungan Investor

Definisi perlindungan investor secara tegas tidak ada dijelaskan di dalam UUPM, namun bila di lihat secara teliti perlindungan investor tersebut sama dengan perlindungan konsumen pada umumnya, investor di dalam pasar modal merupakan konsumen dari pasar modal tersebut. Definisi perlindungan konsumen diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut). Pasal 1 angka (1) UUPK menyatakan :

Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

23

Adrian Sutedi, Op.Cit.,hlm. 111.

24

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Bab I, Pasal 1 ayat (1).


(26)

UUPK selanjutnya menjelaskan tentang definisi konsumen, yang menyatakan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak diperdagangakan.25Investor sebagai konsumen didalam pasar modal mendapatkan jaminan untuk terhindar dari kesewang-wenangan yang mengakibatkan ketidakpasatian hukum didalam memakai barang dan/atau jasa.26

3. Pasar Modal

Istilah pasar modal pertama kali muncul pada Keputusan Presiden RI Nomor 52 Tahun 1976 tentang Pasar Modal, sebelumnya istilah pasar modal dikenal dengan sebutan Bursa Dagang27 yang terlebih dahulu diatur pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang selanjutnya disebut KUHD Stb. 1847 Nomor 23, secara yuridis formil diatur dalam Buku ke-1, Bab ke-4 Bagian ke-1 tentang Bursa Dagang, Makelar dan Kasir. Selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1952 tentang penetapan “Undang-Undang Darurat tentang Bursa” sebagai Undang-Undang, kemudian diubah menjadi Keputusan Presiden RI No. 52 Tahun 1976 tentang Pasar Modal.28

25

Shidarta, Hukum Perlindugan Konsumen Indonesia(Jakarta : Grasindo, 2006), hlm. 1. Terjadi perubahan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modalpengertian pasar modal

26

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 1 .

27

Bursa Dagang adalah tempat pertemuan para pedagang, juragan perahu, makelar, kasir , dan orang lain yang termasuk dalam gelanggang perdagangan. Dalam Sumantoro, Op.Cit., hlm. 221.

28


(27)

menurut UUPM adalah menyebutkan bahwa, Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.29

4. Short Selling

Transaksi short selling pertama kali diatur melalui Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-09/PM/1997 tanggal 30 April 1997 tentang Pembiayaan Penyelesaian Transaksi Efek oleh Perusahaan Efek Bagi Nasabah (selanjutnya disebut Peraturan Bapepam V.D.6). Kemudian Bapepam-LK merevisi Peraturan Bapepam V.D.6 tahun 1997 menjadi Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor Kep-258/BL/2008.30 Transaksi short selling menurut V.D.6 Tahun 2008 Lampiran Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor Kep-258/BL/2008, nomor 1 huruf (l), adalah transaksi penjualan Efek dimana Efek dimaksud tidak dimiliki oleh penjual pada saat transaksi dilaksanakan.31

F. Metode Penulisan

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan cara melakukan analisis. Selain

29

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bab I, Pasal 1 angka (13).

30

Slamet Widodo. Pengaturan Mengenai Short Selling.m.hukumonline.com/klinik/detail/cl4663/pengaturan-mengenai-short-selling(diakses pada

tanggal 10 Juli 2015).

31

Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan Republik Indonesia. Peraturan V.D.6, Nomor 1 huruf (l).


(28)

itu, diadakan pada pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum yang relevan, untuk kemudian mengupayakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.32

1. Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif.Penelitian hukum normatif bisa juga disebut sebagai penelitian hukum doktrinal33Pada penelitian ini, hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum yang dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku masyarakat terhadap apa yang dianggap pantas. Penelitian hukum normatif hanya meneliti peraturan perundang-undangan, dan mempunyai beberapa konsekuensi, dan sumber data yang digunakan berasal dari data sekunder.34

Penelitian ini dikaji atas peraturan perundang-undangan, antara lain:UUOJK, UUPM, dan Peraturan Bapepam V.D.6 tentang Pembiayaan Penyelesaian Transaksi Efek oleh Perusahaan Efek Bagi Nasabah.

Sifat penelitian yang dipergunakan adalah penelitian deskriptif.Penelitian deskriptif adalah penelitian untuk mempertegas hipotesa tertentu, dan memberikan data seteliti mungkin.35

32

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia, Jakarta, 2007), hlm. 3.

Pendekatan yang digunakan adalah

33

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Garafindo Persada, 2006), hal. 118.

34

Penelitian Hukum Normatif, http://www.informasi-pendidikan.com/2013/08/ penelitian-hukum-normatif.html (diakses pada tanggal 7 Februari 2015, pukul 22.10).

35

Bahan Ajar Metode Penelitian Hukum oleh Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, tanggal 10 April 2014.


(29)

pendekatan yuridis.Pendekatan yuridis tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian.

2. Data penelitian

Materi dari penelitian ini diambil dari data sekunder.36 Dimana data sekunder adalah, data yang tidak diperoleh dari sumber pertama, data sekunder bisa diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku penelitian, laporan, buku harian, surat kabar, makalah, dan lain sebagainya.37

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan terkait, antara lain :

1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan;

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; 3) Peraturan BapepamV.D.6 Tahun 2008 tentang Pembiayaan

Penyelesaian Transaksi Efek oleh Perusahaan Efek Bagi Nasabah. b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa buku-buku yang berkaitan

dengan judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan dan sebagainya yang dapat diperoleh melalui media cetak maupun media elektronik.

36

Ciri-ciri umum dari data sekunder menurut Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, adalah: 1. Pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat

dipergunakandengan segera,

2. Isi dan bentuk data sekunder, telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu, 3. Tidak terbatas oleh tempat dan waktu

Dalam Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 12.

37

Bahan Ajar Metode Penelitian Hukum oleh Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, tanggal11 Maret 2014.


(30)

c. Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: jurnal ilmiah, kamus hukum, dan bahan-bahan lain yang sesuai dan dapat digunakan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan teknik studi pustaka yaitu dengan cara mengumpulkan, mempelajari, menganalisa dan membandingan dengan buku-buku yang berhubungan dengan judul skripsi ini. Dan juga dilakukan pengumpulan data melalui media elektronik.

4. Analisis data

Metode analisis data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan metode kualitatif. Dalam hal ini data yang diperoleh disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mendapatkan kejelasan masalah yang akan dibahas. Dan hasilnya akan dituangkan dalam bentuk skripsi. Penggunaan metode kualitatif ini akan menghasilkan data yang bersifat deskriptif analistik.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini dibagi atas lima bab untuk mempermudah penulisan dan penjabaran dengan sistematika sebagai berikut :

Bab I tentang Pendahuluan, pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan,


(31)

tinjauan kepustakaan, metode penulisan yang berkaitan dengan pembahasan peranan Otoritas Jasa Keuangan untuk melindungi investor yang mengalami kerugian pada transaksi short selling dalam pasar modal .

Bab II tentang Peran Otoritas Jasa Keuangan dalam MengawasiPasar Modal Di Indonesia, pada bab ini yang menjadi pembahasan adalah kewenangan dari Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi sektor jasa keuangan, dan peran serta kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam menggantikan Badan Pengawasan Pasar Modal-Lembaga Keuangan di dalam mengawasi pasar modal.

Bab III tentang Pengaturan Mengenai Short Selling dalam Pasar Modal Indonesia, pada bab ini yang menjadi pembahasan adalah pasar modal di Indonesia, pengaturan mengenai short selling dalam pasar modal di Indonesia, dan pengaturan short selling di pasar modal Indonesia.

Bab IV tentang Peranan Otoritas Jasa Keuangan Untuk MelindungiInvestor yang Mengalami Kerugian pada Transaksi Short Selling dalam Pasar Modal, pada bab ini yang menjadi pembahasan adalah perlindungan terhadap investor berdasarkan prinsip keterbukaan dalam pasar modal, peranan Otoritas Jasa Keuangan untuk melindugi investor yang mengalami kerugian pada transaksi short selling dalam pasar modal.

Bab V tentang Penutup, pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran menyangkut permasalahan yang ada dalam penulisan ini.


(32)

BAB II

PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MENGAWASI PASAR MODAL DI INDONESIA

A. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam Mengawasi Sektor Jasa Keuangan

1. Sejarah OJK

Keberadaan OJK di negara Indonesia tidak terlepas dari keadaan perekonomianIndonesia pada masa dahulu. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Krisis yang melanda keadaaan perekonomian di Indonesia pada tahun 1997-1998 mengakibatkan banyaknya bank yang mengalami koleps sehingga banyak yang mempertanyakan pengawasan Bank Indonesia. Reformasi di bidang hukum perbankan diharapkan menjadi suatu obat penyembuh krisis dan sekaligus menciptakan penangkal dalam pemikiran permasalahan-permasalahan di masa depan.38

38

Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 37.

Pendirian OJK sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 1999. Pasal 34 UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia telah memerintahkan pembentukan Lembaga Pengawas Jasa Keuangan(selanjutnya disebut LPJK) yang berfungsi mengawasi seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan di Indonesia. Perintah pendirian OJK sebagai bagian dari penataan ulang sistem keuangan setelah hancur dilanda krisis keuangan tahun 1997-1998. Seiring dalam


(33)

perjalanan waktu, proses pembentukan OJK kemudian semakin dipercepat oleh krisis keuangan global tahun 2007-2008.39

Selain daripada itu, berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, pemerintah mendapatkan amanat untuk membentuk suatu lembaga pengawas di sektor jasa keuangan yang independen, selambat-lambatnya akhir tahun 2010 dengan nama Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga ini bertugas untuk mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.40

Pelaksanaan prinsip independen ini merupakan masalah yang krusial bagi otoritas pengawas jasa keuangan.Pentingnya independensi bagi otoritas pengawas jasa keuangan oleh karena dua hal. Pertama, hampir semua krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1990-an diakibatkan oleh pengaruh politik. Kedua, dialihkannya kewenangan pengawasan dari bank sentral.

Penjelasan Pasal 34 UU No. 3 Tahun 2004 (selanjutnya disebut UUBI)menyatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada diluar pemerintahan dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya disebut BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (selanjutnya disebut DPR).

41

39

Zulkarnain Sitompul, “Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan” (Medan : Makalah disampaikan pada Seminar Keberadaan OJK untuk Mewujudkan Perekonomian Nasional yang Berkelanjutan dan Stabil, 2014), hlm 1.

40

Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 38. 41


(34)

Stuktur regulasi yang independen dapat diukur dari beberapa faktor sebagai berikut :42

a. Independensi dari segi regulasi

Regulasi di bidang keuangan haruslah didesain untuk memberikan keleluasan untuk OJK dalam membentuk suatu kebijakan yang tepat. Undang-Undang yang ada haruslah memberi ruang dan fleksibilitas kepada OJK untuk dapat mendesain dan merubah kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan ekonomi. Apabila undang-undang terlalu detail menjadi indirect interventiondimana secara tidak langsung OJK diarahkan dan dikekang untuk mengeluarkan sebuah kebijakan yang belum tentu sesuai dengan kondisi yang ada.

b. Independensi dari segi pengawasan

Regulasi tidak akan menjadi efektif didalam membentuk rezim sistem keuangan yang efisien dan stabil apabila tanpa pengawasan yang konsisten dan menyeluruh. Beberapa aspek dalam membentuk pengawasan yang independen sebagai berikut :

1) Perlindungan hukum kepada jajaran OJK dalam melaksanakan tugasnya. Jajaran OJK harus mendapat perlindungan hukum ketika mengeluarkan kebijakannya. Hal tersebut untuk menghindari adanya keragu-raguan dalam mengambil keputusan karena adanya ancaman hukum.

42

Bismar Nasution, “Struktur Regulasi Independensi Otoritas Jasa Keuangan” (Medan : Makalah disampaikan pada Seminar Hukum Peran dan Tujuan Otoritas Jasa Keuangan Ikatan Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2013), hlm 11.


(35)

2) Adanya sistem dan standar yang jelas dalam peraturan OJK mengenai pengawasan dan pengenaan sanksi. Sistem dan standar yang jelas dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan menjadi alat check and balances karena keputusan yang diambil bukanlah berdasarkan kebijakan individu tetapi harus mengacu pada peraturan yang ada.

3) Sistem remunerasi yang jelas dan terjamin. Harus ada standar gaji yang cukup dan sistem jenjang karir yang berdasarkan merit. Hal ini ditujukan untuk meminimalisir potensi korupsi dan juga memastikan bahwa OJK diisi oleh orang-orang yang profesional dan kompeten dalam bidangnya.

4) Adanya sistem sanksi dan banding yang jelas. Struktur yang ada harus memberikan kejelasan dalam proses pengenaan sanksi dan upaya hukum yang dapat dilakukan serta jangka waktu dalam prosesnya.

c. Independensi dari segi institusi

Independensi dari segi institusi mengacu pada status dari Otoritas Jasa Keuangan yang terpisah dari lembaga eksekutif dan legislatif. Mengingat fungsi Otoritas Jasa Keuangan yang sangat krusial untuk menyeimbangkan keadaan perekonomian, menjadi sangat penting untuk menjaga independensi sebuah otoritas jasa keuangan dari pengaruh politik dan pemerintah. Untuk mencapai hal ini ada beberapa


(36)

faktor penting yang harus diadops oleh sebuah struktur regulasi yang independen sebagai berikut :

1) Peraturan yang jelas mengenai pengangkatan dan pemberhentian dari personel senior. Kepastian mengenai proses pengangkatan dan pemberhentian diperlukan untuk memberikan jaminan kepada anggota OJK untuk dapat mengambil keputusan tanpa adanya kekhawatiran atas ancaman pemberhentian.

2) Struktur pengaturan yang jelas. Pengambil kebijakan di OJK sebaiknya bersifat kolektif dan diisi oleh para ahli dibidangnya. Hal ini untuk mencegah adanya satu individu yang terlalu dominan yang pada akhirnya mempengaruhi kebijakan yang diambil.

3) Proses pegambilan kebijakan yang transparan. Walaupun ada beberapa keputusan yang menurut sifatnya bersifat rahasia dan sensitif, proses pengambilan kebijakan yang transparan harus tetap dilakukan.

d. Independensi dari segi pembiayaan

Independensi dari segi pembiayaan mengacu pada keterlibatan dari eksekutif dan legislatif dalam memutuskan besarnya anggaran OJK termasuk personel dan besarnya gaji. Otoritas yang mempunyai kebebasan dalam merancang anggaran dan sumber dayanya akan lebih siap untuk menghadapi tekanan politik, sehingga didalam proses


(37)

pengambilan keputusan akan dapat berjalan lebih cepat dan sesuai dengan perkembangan pasar.

Sebelum dibentuk lembaga Otoritas Jasa Keuangan, terlebih dahulu undang-undang yang menjadi regulasi dari lembaga tersebut harus dibuat. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan tidak terlepas dari beberapa alasan-alasan yang ada, alasan-alasan tersebut antara lain :43

a. Makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan.

Produk jasa keuangan sekarang makin kompleks dimana sebelum berdirinya OJK setiap produk jasa keuangan ada di bawah pengawasan Bapepam-LK dan BI, setelah setelah berdirinya OJK dengan sistem pengawasan yang terintegrasi terhadap sektor jasa keuangan mengakibatkan beralihnya setiap pengawasan terhadap produk jasa keuangan kepada OJK.

b. Munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan

Pada perkembangannya mulai banyak perusahaan jasa keuangan yang melakukan konglomerasi dengan perusahaan jasa keuangan lainnya yang mengakibatkan rentan terjadinya monopoli diantara perusahaan jasa keuangan.

c. Globalisasi industri jasa keuangan

Perkembangan industri jasa keuangan yang semakin pesat yang ada di masyarakat, mengakibatkan perlunya pengaturan yang jelas terhadap industri jasa keuangan yang berkembang tersebut.

43


(38)

d. Anggapan dari pemerintah yang menganggap Bank Indonesia sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sektor perbankan. Kegagalan tersebut merupakan buntut dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia dimulai dari pertengahan 1997, pada saat itu sejumlah bank yang ada dilikuidasi.

Terhadap alasan-alasan tersebut maka dibutuhkan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan disektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Penataan tersebut dimaksudkan agar selanjutnya dicapai suatu mekanisme koordinasi yang lebih efektif didalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan tersebut dilakukan secara terintegrasi.

Undang-Undang Bank Indonesia menetapkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan akan dibentuk paling lambat tanggal 30 Desember 2010, sebelumnya di Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menyatakan bahwa Lembaga Pengawas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut LPJK)44

44

Istilah Lembaga Pengawas Jasa Keuangan kemudian diubah menjadi Otoritas Jasa Keuangan.

paling lambat sudah harus dibentuk pada akhir Desember 2002. Pada tahun 2011 pemerintah akhrinya secara resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan sehubungan dengan berjalannya


(39)

fungsi dan tugas dari Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga pengawas sektor jasa keuangan.

2. Kewenangan OJK

Otoritas Jasa Keuangan didirikan dengan tujuan sebagai lembaga yang dapat menjamin agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, seta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.Mengacu pada tujuan pendirian OJK tersebut diharapkan OJK dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Otoritas Jasa Keuangan juga harus mampu menjaga kepentingan nasional sebagaimana tertera dalam penjelasan UUOJK yang meliputi, sumber daya manusia, pengelolaan pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.

Segala kewenangan dari OJK terdapat di Pasal 7 sampai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Kewenangan dari OJK dibagi kedalam 3 bagian yaitu :45

a. Terkait khusus pengawasan dan pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi :

1) Perizinan untuk pedirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya

45


(40)

manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank.

2) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.

3) Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank.

4) Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: manajemen resiko; tata kelola bank; prinsip mengenala nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank.

b. Terkait pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-bank) yang meliputi :

1) menetapkan peraturan dan keputusan Otoritas Jasa Keuangan;

2) menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;

3) menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas Otoritas Jasa Keuangan;


(41)

4) menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapna perintah tertulis terhadap lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu;

5) menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada lembaga jasa keuangan;

6) menetapkan struktur organisasi dan infrasruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan da kewajiban; dan 7) menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan.

c. Terkait pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :

1) menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

2) mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;

3) melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang keiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan;

4) memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;


(42)

6) menetapkan penggunaan pengelola statuter;

7) menetapkan sanksi administratrif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan; dan

8) memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.

Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian dan pemeriksaan bank sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 UUOJK merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK. Microprudential merupakan mekanisme control yang lebih mengarah kepada perkembangan dalam individu lembaga keuangan, yakni dengan mengutamakan perhatiannya pada masalah individual lembaga untuk melindungi para deposan.46Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential, yakni pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur dalam pasal ini, merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK membantu Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral (moral suasion) kepada Perbankan.47

Otoritas Jasa Keuangan juga memiliki kewenangan didalam memberikan perlindungan konsumen, hal ini tertera pada Pasal 28 UUOJK yang menetapkan

46

Setyo Pamungkas. “Mengatur Penetrasi Bisnis Perbankan.” setyopamungkas. wordpress.com/2013/06/17/mengatur-penetrasi-bisnis-perbankan/ (diakses pada tanggal 2 Oktober 2015).

47

Republik Indonesia, Penjelasan Undang-Undang Nomor 21Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.


(43)

untuk perlindugan konsumen dan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat, yang meliputi :48

a. memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya;

b. meminta lembaga jasa keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebutberpotensi merugikan masyarakat; dan

c. tindakan lain yang dinaggap perlu seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan didalam menjalankan wewenangnya untuk memberikan perlindungan konsumen juga memberikan pelayanan pengaduan konsumen yang meliputi :49

a. menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan konsumen dirugikan oleh pelaku di lembaga jasa keuangan;

b. membuat mekanisme pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan;

c. memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan perundang-udangan disektor jasa keuangan.

Peran Otoritas Jasa Keuangan untuk memberikan perlindungan konsumen dan masyarakat berwenang untuk melakukan pembelaan hukum, yang meliputi memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan

48

Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 91.

49


(44)

untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud. OJK juga dapat mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada dibawah penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud dibawah penguasaan pihak lain dengan itikad baik; dan/atau untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen dan/atau lembaga jasa keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan.50

Penjelasan UUOJK menyatakan bahwa didalam perlindungan konsumen ini OJK didalam mengajukan gugatan dilakukan berdasarkan penilaian OJK bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh suatu pihak terhadap peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan mengakibatkan kerugian materi bagi konsumen, masyarakat, atau sektor jasa keuangan.Sehingga para pihak yang merasa dirugikan dari setiap pelanggaran yang terjadi pada perundang-undangan tersebut diharapkan mendapatkan ganti kerugian yang nilainya sesuai dengan yang ditentukan oleh pihak yang berwenang.

Otoritas Jasa Keuangan didalam melaksanakan tugas dan kewenangannya harus berlandaskan pada asas-asas sebagaimana terdapat dalam penjelasan UUOJK, asas-asas tersebut antara lain :51

a. Asas Independensi

50

Zulkarnain Sitompul, “Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan” (Medan : Makalah disampaikan pada Seminar Keberadaan OJK untuk Mewujudkan Perekonomian Nasional yang Berkelanjutan dan Stabil, 2014), hlm 7

51


(45)

Asas ini menyatakan bahwa OJK harus secara independen dalam pengambian keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenangnya dengan tetap sesuai pada peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. Asas Kepastian Hukum

Asas ini merupakan asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;

c. Asas Kepentingan Umum

Asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajuakan kesejahteraan umum;

d. Asas Keterbukaan

Asas ini menyatakan bahwa OJK didalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memeperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi peribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

e. Asas Profesionalitas

Asas ini menyatakan bahwa OJK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus mengutamakan keahliannya dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;


(46)

f. Asas Intergritas

Asas ini menyatakan bahwa OJK didalam setiap tindakan dan pengambilan keputusan dalam rangka menjalankan tugas dan wewenangnya harus berpegang teguh pada nila-nilai moral;

g. Asas Akuntabilitas

Asas ini menyatakan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan OJK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

Otoritas Jasa Keuangan didalam menjalankan tugas dan kewenangannya harus memiliki struktur dengan prinsip check and balances. Prinsip ini mengisyaratkan adanya saling mengawasi didalam internal OJK, agar didalam menjalankan tugasnya OJK tetap kredibel dan dipercaya oleh masyarakat. Prinsip tersebut dapat diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan. fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan serta pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisioner melalui pembagian tugas yang jelas demi pencapaian tujuan OJK. Pembagian tugas tersebut dapat terlihat dari Dewan Komisioner OJK yang memiliki tugas terkait pada kode etik, pengawasan internal melalui mekanisme dewan audit, edukasi dan perlindungan konsumen, serta fungsi, tugas, dan wewenang pengawasan untuk sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, lembaga jasa keuangan lainnya.52

52

Ibid, hlm. 114.

Prinsip ini juga berarti setiap tugas dan kewenangan yang dimiliki oleh OJK tetap ada campur tangan yang dilakukan


(47)

oleh pemerintah dalam hal pengangkatan Dewan Komisioner OJK meskipun secara kelembagaan OJK memiliki kedudukan diluar pemerintah.53

B. Peran dan Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Menggantikan Badan Pengawasan Pasar Modal-Lembaga Keuangan Dalam Mengawasi Pasar Modal

1. Peran Bapepam-LK dalam pasar modal

Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan secara struktural merupakan lembaga yang berada dibawah pengawasan dan pengendalian Menteri Keuangan Republik Indonesia, yang mempunyai kewenangan pada pasar modal didalam penerapan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum.54Bapepam-LK didalam pembentukannya diharapkan dapat mewujudkan tujuan penciptaan kegiatan pasar modal yang teratur, wajar, transparan, efisien serta penegakan peraturan (law enforcement). Bapepam pada awalnya selain menjalankan fungsi sebagai pengawas pasar uang dan modal, Bapepam juga menjadi badan pelaksana bursa (1976-1990) oleh karena itu dulunya disebut Bapepum (Badan Pengawas Pasar Uang dan Modal). Bapepam sebagai badan pelaksana pasar modal mempunyai tugas sebagaimana diatur menurut Keppres No. 52/1976 tentang Pasar Modal yang disempurnakan dengan Keppres No. 58 Tahun 1984 adalah sebagai berikut:55

53

Mika Riandita. “Otoritas Jasa Keuangan dan Dewan Komisioner.” mikariandita. blogspot.co.id/2012/otoritas-jasa-keuangan-dan-dewan.html?m=1 (diakses pada tanggal 3 Oktober 2015).

54

M. Irsan Nasarudin, et.al., Op.Cit., hlm. 113.

55


(48)

a. Mengadakan penilaian terhadap perusahaan-perusahaan yang akan menjual saham-sahamnya melalui pasar modal, apakah telah

memenuhi persyaratan yang ditentukan, yaitu sehat dalam keuangan dan manajemen.

b. Menyelenggarakan pasar modal yang efektif dan efisien.

c. Terus-menerus mengikuti perkembangan perusahaan-perusahaan yang menjual sahamnya melalui pasar modal.

Struktur kelembagaan pasar modal sebagaimana diatur didalam UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, PP Nomor 45 Kep. Menkeu Nomor 654 Tahun 1995 adalah sebagai berikut :56

Skema : Struktur Kelembagaan Pasar Modal

56

Ibid, hlm. 114.

Menteri Keuangan Republik Indonesia

Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)

LPP Bursa Efek ( BEJ / BES ) LKP

Perusahaan Efek Penjamin Emisi

(under writer)

Perantara / Pedagang (broker / dealer)

Manajer Investasi (Investment Manager) Akuntan Notaris Penilai Konsultan Hukum Penasihat Investasi Kustodian Badan Administrasi Penanggung Pemeringkat Efek Wali Amanat

Profesi Penunjang Lembaga Penunjang

Emiten Perusahaan Reksa Dana Investor Individu/Institusi Domestik/Asing


(49)

Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan mempunyai tugas membina, mengatur, dan mengawasi sehari-hari kegiatan pasar modal serta merumuskan dan melaksanakan kegiatan standarisasi teknis di bidang lembaga keuangan dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang wajar, teratur, dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan Menteri Keuangan dan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana hal tersebut sesuai dengan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 503/KMK/1997.

Badan Pengawas Pasar Modal memiliki kewenangan yang luar biasa57

57

Kewenangan Bapepam dikatakan luarbiasa, oleh karena meliputi kewenangan untuk membuat peraturan, melakukan pemeriksaan dan penyidikan, menjatuhkan sanksi administratif dan denda. Secara garis besar fungsi-fungsi yang dimiliki Bapepam adalah fungsi pembuatan peraturan (rule-making), pemeriksaan dan penyidikan, dan penegakan hukum (law enforcement). Fungsi rule making bersifat quasi-legislatif, karena Bapepam bukanlah badan yang dibentuk negara untuk membuat perraturan perundang-undangan, tetapi diberikan oleh undang-undang untuk membuat peraturan khusus dibidang pasar modal. UUPM memberikan kewenangan kepada Bapepam untuk melakukan penegakan hukum dengan memberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan, penyidikan, sampai menjatuhkan denda dan sanksi atas setiap pelanggaran dan kejahatan dibidang pasar modal. Kejahatan dibidang pasar modal, fungsi penuntutan ada pada lembaga kejaksaaan. UUPM juga memberikan kewenangan kepada Bapepam untuk melakukan tindakan hukum represif dengan melakukan tindakan pemeriksaan, penyelidikan, pengenaan sanksi (administrasi dan denda). Fungsi ini disebut dengan fungsi kekuasaan quasi-judicial.

dan kewajiban untuk membina, mengatur, dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan di pasar modal. Kewenangan tersebut dilandasi oleh karena pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan dunia usaha dan sebagai wahana investasi pemodal, serta memiliki peranan strategis untuk menunjang pembangunan nasional. Pengawasan yang dilakukan oleh Bapepam tersebut dilakukan dengan menempuh segala upaya, baik yang bersifat represif maupun yang bersifat preventif. Pengawasan yang bersifat represif dalam bentuk


(50)

pemeriksaan, penyidikan, dan pengenaan sanksi. Pengawasan yang bersifat preventif dalam bentuk aturan, pedoman, bimbingan, dan arahan.

Fungsi yang dimiliki oleh Bapepam merupakan fungsi yang dimiliki juga oleh otoritas pasar modal dinegara-negara lain didunia. Kewenangan yang diberikan oleh UUPM Pasal 3 dan Pasal 4 adalah kewenangan yang sesuai dengan standar dan prinsip hukum pasar modal global. Fungsi-fungsi yang dimiliki oleh Bapepam untuk tercapainya tujuan yang dicanangkan oleh UUPM, yaitu untuk menciptakan pasar modal yang teratur, wajar, dan efisien, serta memberikan perlindungan kepada pemodal dan masyarakat. Fungsi-fungsi yang dimiliki oleh Bapepam secara langsung memberikan Bapepam beberapa kewenangan. Kewenangan yang dimiliki oleh Bapepam sebagaimana tercantum pada Bab II UUPM, adalah sebagai berikut:58

a. Wewenang mengeluarkan izin usaha untuk bursa efek dan lembaga-lembaga penunjang.

b. Wewenang mengeluarkan izin perorangan untuk wakil penjamin emisi efek, wakil perantara pedagang efek, dan wakil manajer investasi. c. Wewenang menyetujui pendirian bank kustodian.

d. Wewenang menyetujui pencalonan atas pemberhentian komisaris, direktur serta menunjuk manajemen sementara bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian sampai dipilihya komisaris dan direktur baru.

e. Wewenang memeriksa dan menyelidik setiap pihak jika terjadi pelanggaran terhadap UUPM.

f. Wewenang membekukan atau membatalkan pencatatan atas efek tertentu.

g. Wewenang menghentikan transaksi bursa atas efek tertentu.

h. Wewenang menghentikan kegiatan perdagangan bursa efek dalam keadaan darurat.

i. Wewenang bertindak sebagai lembaga banding bagi pihak yang dikenakan sanksi oleh bursa efek maupun lembaga kliring dan penjamin.

58


(51)

Badan Pengawas Pasar Modal sebagai lembaga yang menjalankan fungsi sebagai pengawas terhadap kegiatan pasar modal, perlu diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap semua pihak yang diduga telah, sedang, atau mencoba melakukan atau menyuruh, turut serta, membujuk, atau membantu melakukan pelanggaran terhadap UUPM dan peraturan pelaksanaannya. Bapepam dengan berlandaskan pada kewenangan tersebut dapat mengumpulkan data, informasi, dan atau keterangan lain yang diperlukan sebagai bukti atas pelanggaran terhadap UUPM dan atau peraturan pelaksanaannya. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dalam hal :59

a. adanya laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak tentang adanya pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;

b. tidak dipenuhinya kewajiban yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memperoleh perizinan, persetujuan, atau pendaftaran dari pihak Bapepam atau pihak lain yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan kepada Bapepam; atau

c. terdapat petunjuk terjadinya pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Badan Pengawas Pasar Modal sebagai lembaga pemeriksa dalam rangka menjalankan fungsinya mempunyai kewenangan dan dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:60

59

Ibid, hlm. 118.

60


(52)

a. meminta keterangan dan atau konfirmasi dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau pelaksanaannya atau pihak lain apabila dianggap perlu; b. mewajibkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam

pelanggaran terhadap undang-undang ini dan aturan pelaksanaannya untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan tertentu;

c. memeriksa atau membuat salinan terhadap catatan, pembukuan dan atau dokumen lain, baik milik pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap udang-undang ini dan atau peraturan pelaksanannya maupun milik pihak lain apabila dianggap perlu; dan atau

d. menetapkan syarat dan atau mengizinkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang ini da atau peraturan pelaksanaannya untuk melakukan tindakan tertentu yang diperlukan dalam rangka penyelesaian kerugian yang timbul.

Pelanggaran yang terjadi di pasar modal sangat beragam dilihat dari segi jenis, modus operandi, atau kerugian yang mungkin ditimbulkannya. Bapepam diberikan wewenang untuk mempertimbangkan konsekuensi dari pelanggaran yang terjadi dan wewenang untuk meneruskannya ke tahap penyidikan berdasarkan pertimbangan tersebut. Pelanggaran terhadap UUPM dan atau peraturan pelaksanaannya tidak semuanya harus dilanjutkan ke tahap penyidikan apabila hal tersebut justru dapat menghambat kegiatan penawaran dan atau


(53)

perdagangan efek secara keseluruhan. Penyidikan di bidang pasar modal adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang diperlukan sehingga dapat membuat terang tentang tidak kejahatan di bidang pasar modal yang terjadi, menemukan tersangka serta mengetahui besarnya kerugian yang ditimbulkan.61

Pasal 101 ayat (3) UUPM menyebutkan kewenangan yang lebih rinci diberikan penyidik dalam hal ini Bapepam, yaitu :62

a. menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang Pasar Modal;

b. melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Pasar Modal;

c. melakukan penelitian terhadap pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang Pasar Modal;

d. memanggil, memeriksa dan meminta keterangan dan barang bukti dari setiap pihak yang disangka melakukan tindak pidana di bidang Pasar Modal;

e. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Pasar Modal;

f. melakukan pemeriksaan di setiap tempat tertentu yang diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Pasar Modal;

g. memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang Pasar Modal;

h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal; dan

i. menyatakan saat dimulai dan diberhentikannya penyidikan.

2. Peran OJK di dalam menggantian peran Bapepam-LK di Pasar Modal

Otoritas Jasa Keuangan aktif menjalankan tugasnya setelah disahkannya UUOJK Nomor 21 Tahun 2011 seturut dengan amanat Pasal 34

61

Ibid, hlm. 119.

62

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bab XIII, Pasal 101 ayat (3).


(54)

UndangNomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. OJK saat didirikan merupakan suatu lembaga yang independen yang tidak berada dibawah Kementrian Keuangan dan memiliki pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat selanjutnya disebut DPR dan Badan Pengawas Keuangan selanjutnya disebut BPK.63

a. memberi :

Hal tersebut berbeda dengan Bapepam-LK yang berada dibawah pengawasan dan pengendalian Menteri Keuangan Republik Indonesia. OJK setelah diresmikan pada tahun 2011 barulah pada tahun 2013 memegang wewenang terhadap pasar modal setelah Bapepam-LK melebur kepada OJK. Hal tersebut secara langsung melimpahkan seluruh kewenangan yang tadinya dipegang oleh Bapepam-LK terhadap seluruh aktivitas pasar modal kepada OJK. Pasal 6 UUOJK menjadikan dasar hukum terhadap segala kegiatan OJK didalam mengawasi dan mengatur aktivitas yang terjadi di Pasar Modal. Bapepam-LK sebelum berdirinya OJK memiliki tugas dan kewenangan di dalam pasar modal sebagaimana diatur dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 5 UUPM. Pada Pasal 5 UUPM secara jelas menjabarkan kewenangan Bapepam didalam mengawasi kegiatan di pasar modal, yaitu dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, Bapepam berwenang untuk:

1) izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, dan Biro Administrasi Efek;

2) izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Investasi; dan

3) persetujuan bagi Bank Kustodian;

b. mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali Amanat;

63

Gabriela Anastasia Tampubolon, Kewenangan Bapepam-LK Setelah Berlakunya Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012), hlm. 87.


(55)

c. menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan untuk sementara waktu komisaris dan atau direktur serta menunjuk manajemen sementara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sampai dengan dipilihnya komisaris dan atau direktur yang baru;

d. menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan Pendaftaran serta menyatakan, menunda, tau membatalkan efektifnya Pernyataan Pendaftaran;

e. mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam ha l terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya;

f. mewajibkan setiap Pihak untuk

1) menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal; atau

2) mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dariiklan atau promosi dimaksud;

g. melakukan pemeriksaan terhadap :

1) setiap Emiten atau Perusahaan Publik yang telah atau diwajibkan menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam; atau 2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang

perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan Undang-undang ini;

h. menunjuk Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam huruf g;

i. mengumumkan hasil pemeriksaan;

j. membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada Bursa Efek atau menghentikan Transaksi Bursa atas Efek tertentu untuk jangka waktu tertentu guna melindungi kepentingan pemodal;

k. menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu tertentu dalam hal keadaan darurat;

l. memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian serta memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud;

m. menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan, dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal; n. melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian

masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar Modal;

o. memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas Undang-undang ini atau peraturan pelaksanaannya;

p. menetapkan instrumen lain sebagai Efek selain yang telah ditentukan dalam Pasal 1 angka 5; dan

q. melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan Undang-undang ini.


(56)

BAB III

PENGATURAN MENGENAI SHORT SELLING DALAM PASAR MODAL INDONESIA

A. Pasar Modal di Indonesia

1. Sejarah pasar modal di Indonesia

Keberadaan pasar modal di Indonesia hingga saat ini tidak terlepas dari perkembangan sejarah yang telah dilalui sejak jaman dahulu. Sejarah perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa periode, pembagian periode tersebut dimaksudkan karena adanya hal-hal khusus yang terjadi selama perkembangannya. Periode-periode yang dimaksudkan tersebut antara lain :64

a. Periode Permulaan

Kegiatan transaksi saham dan obligasi dimulai pada abad ke -19. Transaksi efek telah berlangsung sejak 1880 sebagaimana yang tertulis di dalam buku Effectengids. Kegiatan transaksi perdagangan saham dan obligasi dilakukan tanpa organisasi resmi dikarenakan pada saat itu belum dikenalnya istilah bursa seperti pada saat ini.

b. Periode Pembentukan Bursa

Pemerintah kolonial Belanda pada tanggal 14 Desember 1912 mendirikan bursa efek sebagai cabang dari Amsterdamse Effectenbeurs di Batavia oleh karena perkembangan transaksi efek yang semakin

64


(1)

Peraturan Bapepam V.D.6 dikarenakan di Indonesia belum ada peraturan yang secara khusus membahas tentang transaksi short selling. Sanksi yang dapat diterapkan oleh OJK dalam setiap pelanggaran di dalam pasar modal adalah sanksi administratif sampai sanksi pidana, hal ini diatur di dalam Pasal 102 sampai dengan Pasal 110 UUPM. OJK selain memberikan sanksi terhadap setiap pelanggaran di pasar modal, OJK juga mempunyai fungsi memberikan edukasi dan pembinaan dalam rangka perlindungan konsumen dan masyarakat, hal tersebut telah diatur di dalam Bab VI Pasal 28 UUOJK.

B. Saran

Adapun saran yang dapat dikemukakan setelah memperoleh kesimpulan adalah sebagai berikut :

1. OJK sebagai lembaga yang mengawasi seluruh sektor jasa keuangan harus memberikan pemahaman kepada masyarakat dan juga para pelaku pasar modal mengenai transaksi short selling. Masyarakat pada umumnya belum memahami mengenai transaksi short selling sehingga perlu peran OJK untuk memberikan pemahaman mengenai transaksi short selling.

2. Pengaturan mengenai short selling yang terdapat dalam Peraturan Bapepam V.D.6 masih belum dapat mengatur segala hal karena Peraturan Bapepam V.D.6 hanya pada lingkuppenyelesaian pembayaran efek pada transaksi marjin dan short selling saja, sehingga masih terdapat pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di pasar modal mengenai transaksi short selling.Hal-hal mengenai syarat, batasan short selling dan sanksi terhadap pelanggarannya


(2)

belum ada diatur secara tegas.OJK sebagai lembaga yang saat ini mengawasi pasar modal harus dapat memulai untuk membuat suatu rancangan peraturan mengenai transaksi short selling yang dapat melingkupi segala aspek di dalam mengatur transaksi short selling. Indonesia sudah bisa mengikuti langkah-langkah yang diikuti oleh Negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura dan Malaysia yang telah mempunyai peraturan mengenai transaksi short selling.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Amiruddin dan Zainal Asikin.Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Garafindo Persada, 2006.

Balfas, Hamud M. Hukum Pasar Modal Indonesia.Jakarta : Tatanusa, 2006.

Ilmar, Aminuddin.Hukum Penanaman Modal Di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo.Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008.

Nasarudin, M. Irsan et.al. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004.

Nasution, Bismar. Keterbukaan Dalam Pasar Modal. Jakarta: Univesitas Indonesia, 2001.

Sari, Elsa Kartika dan Advendi Simangunsong. Hukum dalam Ekonomi. Jakarta : Grasindo, 2005.

Shidarta.Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia.Jakarta : Grasindo, 2006.

Sidabalok, Janus dan Berlian Simarmata.Pokok-Pokok Hukum Ekonomi Indonesia.Medan: Bina Media Perintis, 2006.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum.Jakarta: Universitas Indonesia, Jakarta, 2007.

Sumantoro.Hukum Ekonomi.Jakarta: Universitas Indonesia, 1986.

Sutedi, Adrian. Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan. Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014.

Taulli, Tom. Short Selling Trik Kaya Dari Kejatuhan Harga Saham.Diterjemahkan oleh Dedes Ekarini. Jakarta: Erlangga, 2009.

Winarto, Jasso.Pasar Modal Indonesia Retrospeksi Lima Tahun Swastanisasi BEJ. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997.


(4)

B. Peraturan

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia, Peraturan Nomor II-A.

Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan Republik Indonesia. Peraturan V.D.6.

Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Nomor X.K1.

C. Skripsi, Tesis, Makalah dan lain-lain

Bahan Ajar Metode Penelitian Hukum oleh Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar tanggal 11 Maret 2014.

Bahan Ajar Metode Penelitian Hukum oleh Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar tanggal 10 April 2014.

Nasution, Bismar.Struktur Regulasi Independensi Otoritas Jasa Keuangan. Medan : Makalah disampaikan pada Seminar Hukum Peran dan Tujuan Otoritas Jasa Keuangan, 2013.

Sitompul, Zulkarnain Sitompul.Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan. Medan : Makalah disampaikan pada Seminar Keberadaan OJK untuk Mewujudkan Perekonomian Nasional yang Berkelanjutan dan Stabil, 2014.

Sutyastuti, Putu. Analisa Hukum Terhadap Transaksi Short Seliing di Indonesia dan Perlindungan Hukum Bagi Pihak Lawan Transaksi Dalam Transaksi Short Selling. Tesis, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009.

Tampubolon, Gabriela Anastasia. Kewenangan Bapepam-LK Setelah Berlakunya Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012.


(5)

D. Website

Apa sih T+3?. sahammantab.blogspot.co.id/2014/10/apa-sih-t3.html?m=1 (diakses pada tanggal 23 September 2015).

Beberapa Istilah Penting Saham

Division Market Regulation.http:/www.sec.gov/divisions/marketreg/mrfaqregsho1204.htm

(diakses pada tanggal 21 September 2015).

Gelu, Fajri. Short Selling.pasardana.com/short-selling/ (diakses pada tanggal 22 Mei 2015).

Jual Kosong. id.m.wikipedia.org/wiki/jual_kosong (diakses pada tanggal 11 Juni 2015).

Key Points About Regulation SHO. http:

September 2015).

MUI Haramkan Transaksi Marjin dan Short

Selling.m.detik.com/finance/read/2011/05/03/141626/161364/6/mui-haramkan-transaksi-marjin-dan-short-selling (diakses pada tanggal 30 Agustus 2015).

Otoritas Jasa Keuangan. id.m.wikipedia.org/wiki/Otoritas_Jasa_Keuangan (diakses pada tanggal 9 Juli 2015).

Pamungkas, Setyo. Mengatur Penetrasi Bisnis Perbankan. setyopamungkas. wordpress.com/2013/06/17/mengatur-penetrasi-bisnis-perbankan/ (diakses pada tanggal 2 Oktober 2015).

Penelitian Hukum Normatif Peraturan Bursa Efek.

basis-forex.blogspot.co.id/2006/12/peraturan-bursa-efek.html?m=1 (diakses pada tanggal 9 Oktober 2015).

Riandita, Mika. Otoritas Jasa Keuangan dan Dewan Komisioner.mikariandita. blogspot.co.id/2012/otoritas-jasa-keuangan-dan-dewan.html?m=1 (diakses pada tanggal 3 Oktober 2015).


(6)

Selamat Datang Wasit Baru Industri Keuangan. lipsus.kontan.co.id/v2/ojk/ read/86/Selamat-datang-wasit-baru-industri-keuangan (diakses pada tanggal 3 Juni 2015).

SUT. Jual Kosong yang Bisa Menjatuhkan Bursa.

m.hukumonline.com/berita/baca/hol20606/jual-kosong-yang-bisa-menjatuhkan-bursa(diakses pada tanggal 3 Juni 2015).

Widodo, Slamet. Pengaturan Mengenai Short

Selling.m.hukumonline.com/klinik/detail/cl4663/pengaturan-mengenai-short-selling (diakses pada tanggal 10 Juli 2015).