Tepung daging dan tulang meat and bone mealMBM

Francis et al. 2001 menyatakan bahwa tepung bungkil kedelai memiliki kandungan anti nutrisi yaitu protease inhibitors, lektin, phytic acid, saponin, phytoestrogen, antivitamin dan allergens. Anti nutrisi ini dapat mempengaruhi penggunaan dan pencernaan protein, penggunaan mineral, antivitamin dan bersifat racun. Selanjutnya Lovell 1989 menyatakan bahwa tepung kedelai mengandung beberapa faktor anti nutrien yaitu zat yang dapat menghambat bekerjanya enzim tripsin, tetapi dengan pemanasan pada suhu 105 o C selama 10-20 menit, zat tersebut dapat rusak dan dihilangkan. Menurut Shimeno et al. 1992 bahwa pemakaian tepung kedelai yang telah dipanaskan akan memperbaiki tingkat pemanfaatan pakan dan pertumbuhan ikan rainbow trout. Tingkat kecernaan energi tepung bungkil kedelai pada ikan umumnya berkisar antara 2,572 – 3,340 kkalkg. Tingkat kecernaan semua protein kasar tepung bungkil kedelai lebih baik pada udang yaitu 91,1 dibanding dengan tingkat kecernaan semua ikan 84,9, namun demikian residu lemak dari tepung bungkil kedelai dapat dicerna lebih baik oleh ikan 88,6 dibanding udang 78,6 Hertrampf dan Felicitas, 2000.

4. Tepung daging dan tulang meat and bone mealMBM

Tepung daging dan tulang merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki komposisi kimia yang sangat bervariasi, tergantung pada kualitas bahan bakunya. Kandungan protein pada tepung daging dan tulang berkisar 41,5 – 71,4. Isoleusin dan metionin + sistein merupakan asam amino pembatas pada tepung daging dan tulang jika dibandingkan dengan komposisi asam amino pada protein telur Hertrampf dan Felicitas, 2000. Kecernaan energi tepung daging dan tulang secara umum pada ikan sebesar 3000 kkalkg. Dibandingkan dengan tepung daging meat meal, kecernaan tepung daging dan tulang lebih rendah. Seperti yang dikemukakan oleh Wohlbier dan Tran 1977 dalam Hertrampf dan Felicitas 2000 bahwa kemampuan pepsin untuk mencerna tepung daging dan tulang sebesar 89. Pada ikan salmon tingkat kecernaan protein kasar tepung daging dan tulang sebesar 71,2, sedangkan pada channel catfish 75 Hepher, 1990. Tacon et al., 1984 dalam Hertrampf dan Felicitas 2000 menyatakan bahwa tepung daging dan tulang dapat menggantikan 25 tepung ikan pada pakan benih ikan nila tilapia Oreochromis niloticus tanpa menimbulkan efek negatif terhadap pertumbuhannya. Sedangkan pada benih tilapia Oreochromis mossambicus penggantian sebagian tepung ikan dengan tepung daging dan tulang memperlihatkan pertumbuhan yang sama dengan ikan yang diberi pakan dengan menggunakan 100 tepung ikan kontrol, tetapi jika dilakukan penggantian total tepung ikan dengan menggunakan tepung daging dan tulang memberikan pertumbuhan yang buruk Davies et al., 1989 dalam Hertrampf dan Felicitas, 2000. Penggunaan tepung daging dan tulang dalam pakan berkisar antara 10-15. Zat anti nutrien 1. Asam fitat Asam fitat adalah nama umum mio-inositol heksakisfosfat C 6 H 18 O 24 P 6 Gambar 1 yang merupakan bentuk penyimpanan fosfor dalam tanaman dan akan dilepaskan oleh enzim fitase tanaman pada saat germinasi atau perkecambahan Francis et al., 2001; Baruah et al., 2004. OPO 3 -2 OPO 3 -2 H 3 OPO 3 -2 H 3 H 3 OPO 3 -2 H 3 H 3 H 3 OPO 3 -2 OPO 3 -2 Gambar 1. Mio-inositol heksakisfosfat asam fitat Linder, 1992 Fitat pada umumnya terdapat dalam biji tanaman tetapi ditemukan pula pada buah dan sayur-sayuran dan jarang pada daun dengan kandungan fosfor total mencapai 60 – 90 ESC, 2001; Baruah et al., 2004. Kandungan fosfor dan fosfat-fitat pada beberapa bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 2 Oderkirk, 2001; ESC, 2001. Tabel 2. Kandungan fosfor dan fosfor-fitat P-fitat pada beberapa bahan pangan Bahan pangan Total fosfat Fitat fosfat dari total Tepung kedelai 0,61 0,65 67 50 Jagung 0,26 0,33 66 72 Gandum 0,30 0,35 67 77 Barley 0,35 0,42 56 64 Beberapa sifat yang terdapat pada asam fitat sehingga dikelompokkan kedalam golongan anti nutrisi yaitu 1 bergabung dengan mineral kation potasium K, magnesium Mg, kalsium Ca, seng Zn, besi Fe, tembaga Cu yang membentuk kompleks mineral-asam fitat sehingga menjadikan bahan- bahan tersebut tidak tersedia bagi manusia dan hewan, 2 berikatan dengan protein asam amino, vitamin, polisakarida dan menghambat aktivitas enzim-enzim pencernaan sehingga nutrien tidak tersedia bagi ikan Han dan Wilfred, 1988; Nwanna et al., 2005; ESC, 2001. Asam fitat yang tidak tercerna dan terbuang ke dalam perairan melalui feses ikan atau ternak lainnya dapat menjadi sumber nutrien bagi mikroba sehingga menyebabkan penumpukan fosfor yang berakibat pencemaran lingkungan. Penumpukan fosfor di perairan dapat mempercepat pertumbuhan tanaman alga dan tumbuhan lainnya sehingga menyebabkan perairan tercemar Rodecap, 2000. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sajjadi dan Carter 2004 dan Denstadli et al. 2006 dengan melihat pengaruh negatif fitat dalam pakan ikan Atlantic salmon Salmo salar L. dimana fitat mampu mereduksi kecernaan protein serta dapat menurunkan pertumbuhan ikan tersebut. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Andrews et al. 1973 dan Lovell 1978 dalam Hughes dan Soares 1998 pada ikan channel catfish Ictalurus punctatus menyatakan bahwa terjadi penurunan pertumbuhan ikan channel catfish Ictalurus punctatus yang pakannya mengandung 4 g fitat per kg pakan dan pakan yang mengandung 600 g bungkil kedelai, jagung dan gandum giling per kilogram pakan, fosfor yang diserap sebesar 54, 25 dan 28. Fitase merupakan enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan pada beberapa bahan tanaman dan secara kimia dikenal dengan Myo-inositol- hexaphosphate phosphohydrolase. Enzim ini tidak dapat dihasilkan oleh hewan- hewan monogastrik. Satu unit fitase FTU didefinisikan sebagai jumlah enzim yang membebaskan satu mikromol μm fosfor anorganik per menit dari 0,0015 molL sodium fitat pada pH 5,5 dan suhu 37 o C Baruah et al., 2004. Reddy et al. 2000 mengemukakan bahwa terdapat 2 jenis enzim fitase yaitu 1 E.C.3.1.3.8 3-fitase yang mengkatalisis reaksi mio-inositol 1,2,3,4,5,6 heksakisfosfat + H 2 O menjadi mio-inositol 1,2,3,4,5 pentakisfosfat + orthofosfat, dimana enzim ini banyak dihasilkan oleh mikroba dan 2 E.C.3.1.3.26 6-fitase yang mengkatalisis reaksi mio-inositol 1,2,3,4,5,6 heksakisfosfat + H 2 O menjadi mio-inositol 1,2,3,4,5 pentakisfosfat + orthofosfat dan enzim ini terutama dihasilkan dalam biji tumbuhan tingkat tinggi. Perbedaan dari kedua jenis ini yaitu tempat hidrolisis pertama molekul fitat. Pada mikroba 3-fitase pertama memotong asam fitat pada posisi 3 dan pada tumbuhan tingkat tinggi 6-fitase pertama memotong asam fitat pada posisi 6. Menurut Simon et al., 1990 aktivitas mikrobial fitase fitase yang dihasilkan oleh mikroba terjadi pada pH 5,0 – 5,5 dan pH 2,5 dan dikomersilkan dalam bentuk tepung kering atau cair. Fitase lain dihasilkan dari kapangjamur Aspergillus niger dan dikomersilkan dengan nama Natupos. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Cain dan Garling 1995; Rodehutscord dan Pfeffer 1995; Li dan Robinson 1997; Sajjadi dan Carter 2004; Nwanna et al. 2005 dengan spesies ikan yang berbeda yang mengaplikasikan fitase ke dalam pakan dan berkesimpulan bahwa fitase mampu membebaskan P fitat sehingga P tersedia dan berguna untuk pertumbuhan ikan, selain itu fitase mempunyai kemampuan untuk meningkatkan penggunaan P fitat oleh ikan serta mampu melepaskan mineral-mineral lain yang terikat pada bahan nabati sehingga mengurangi polusi fosfor lingkungan.

2. Gossypol