Discovering Lost Treasure
DISCOVERING LOST TREASURE
SKRIPSI
OLEH
AMELIA TRI WIDYA
110406105
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
(2)
DISCOVERING LOST TREASURE
SKRIPSI
OLEH
AMELIA TRI WIDYA
110406105
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
(3)
DISCOVERING LOST TREASURE
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Oleh
AMELIA TRI WIDYA
110406105
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
(4)
PERNYATAAN
DISCOVERING LOST TREASURE
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Agustus 2015
(5)
Judul Skripsi : DISCOVERING LOST TREASURE
Nama Mahasiswa : Amelia Tri Widya
Nomor Pokok : 110406105
Departemen : Arsitektur
Tanggal Lulus:
Koordinator Skripsi,
Ir. N Vinky Rahman, MT NIP. 196606221997021001
Ketua Departemen Arsitektur,
Ir. N Vinky Rahman, MT NIP. 196606221997021001 Menyetujui
Dosen Pembimbing,
Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc, Ph.D
(6)
Telah diuji pada Tanggal: 14 Juli 2015
Panitia Penguji Skripsi
Ketua Komisi Penguji : Ir. Nurlisa Ginting, MSc., Ph.D
Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Tavip Kurniadi Mustafa, IAI
(7)
THE TRULY ART OF HAPPINESS IS MAKING OTHERS HAPPY This effort is dedicated to Mama, Ayah, Ma Iyeng and Bapak…..
(8)
KATA PENGANTAR
Perancang bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya dimampukan untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur pada Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Perancang ingin menyampaikan penghargaan dan terima-kasih kepada:
1. Ibu Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc, Ph.D selaku Dosen Pembimbing yang telah
membantu memberikan petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi dan telah membimbing dalam proses perancangan mata kuliah Perancangan Arsitektur 6.
2. Bapak Ir. Bauni Hamid, M.Des, Ph.D dan Ibu Hilma Tamiami F, ST.,
MSc., Ph.D selaku selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan proses Perancangan Arsitektur 6 dan skripsi.
3. Bapak Ir. Tavip Kurniadi Mustafa, IAI selaku Arsitek Profesional yang
telah membimbing dalam proses perancangan mata kuliah Perancangan Arsitektur 6.
4. Kedua orang tua dan kedua orang tua angkat Saya yang telah memberikan
semangat, dorongan dan bantuan untuk menyelesaikan studi dan skripsi.
5. Kakak dan kedua keponakan Saya, Haikal dan Nadira yang selalu
memberikan semangat dalam senyuman manisnya.
6. Teman-teman mahasiswa khususnya Devi Nurmala, Futry, Hani, Ilsa,
Novita, dan Nindy yang telah memberikan dukungan dan motivasi.
7. Sahabat-sahabat Saya, Era, Dinda, Rahma, Widya dan Eriska yang telah
memberikan dukungan dan motivasi.
8. Teman-teman satu bimbingan Saya, Lina, Gina, Christy, Octa, Dana,
Yoga, Taufik, Dana, dan Hafiz yang telah memberikan dukungan dan motivasi.
(9)
Perancang menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga perancang sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, perancang berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat besar bagi semua pihak.
Medan, Agustus 2015 Perancang,
(10)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xv
ABSTRACT ... xvi
PROLOG ... 1
BAB I TREASURE HUNTERS ... 3
BAB II THE SPARKLING YELLOW ... 13
BAB III THE ADVENTURE ... 26
BAB IV FOLLOWING THE “X-MARK” ... 40
BAB V THE GUIDING COMPASS ... 47
BAB VI UNHABITATED ISLAND ... 67
BAB VII TREASURE CHEST ... 78
BAB VIII NEVER ENDING ADVENTURE ... 80
EPILOG ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 84
(11)
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
4.1 Jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Sumatera
Utara menurut 3 pintu masuk (Bandara Udara Polonia–
Pelabuhan Laut Belawan – Pelabuhan Laut Tanjung Balai
Asahan) ... 41
4.2 Proyeksi jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung
ke Medan ... 42
4.3 Rata–rata Lama Menginap Tamu
(Mancanegara+Nusantara) Pada Hotel /Akomodasi
Lainnya Menurut Tahun dan Kelas Hotel di Kota Medan
tahun 2005–2008 (Hari) ... 43
(12)
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
1.1 Compass of Sustainability ... 4
1.2 Kota Labuhan Saat menjadi Ibukota Kerajaan Deli... 7
1.3 Pelabuhan Lama Kota Labuhan Deli ... 7
1.4 Rumah Kontrolir I Belanda di Labuhan Deli (1865) ... 8
1.5 Masjid Labuhan Deli Tahun 1875 ... 9
1.6 Master Plan Urban Design Guideline Kawasan Kajian... 11
2.1 Kawasan Kajian yang akan dirancang ... 13
2.2 Masjid Al-Oesmani ... 14
2.3 Rumah Melayu di Belakang Masjid Al-Oesmani ... 15
2.4 Area Kerajaan yang Sekarang menjadi Sekolah ... 16
2.5 Perumahan Penduduk ... 17
2.6 Panorama area sekitar Sungai Deli ... 17
2.7 Peta Pengembangan Medan ... 18
2.8 Rencana Struktur Ruang Kota Medan 2008-2028 ... 19
2.9 Aksesbilitas dari/ke Labuhan Deli ... 20
2.10 Aktivitas Publik di Kawasan Kajian ... 22
2.11 Event Hari Raya Light Up and Celebrations di Singapura ... 23
2.12 Skenario Destinasi Wisatawan Sumatera Utara ... 24
2.13 Cakupan Area yang akan dirancang... 25
3.1 Eksterior The Siam Hotel ... 28
3.2 Ilustrasi 3D The Siam Hotel terhadap sungai ... 29
3.3 Suasana pinggir sungai ... 29
3.4 Suasana screen room ... 30
3.5 Lokasi Angkor Village ... 31
3.6 Eksterior Angkor village hotel ... 31
3.7 Suasana Angkor village hotel ... 32
3.8 Interior Kamar ... 32
3.9 Interior Restoran ... 33
3.10 Pintu masuk Angkor Village Resort ... 34
3.11 Eksterior Cottage ... 34
3.12 Kolam Renang ... 35
3.13 Pertunjukan tarian Kebudayaan Khmer di restoran ... 35
3.14 Tour Berkeliling dengan Gajah ... 36
3.15 Replika Kesultanan Melayu Melaka ... 36
3.16 Tampak Replika Istana ... 37
(13)
5.3 Groundplan ... 51
5.4 Potongan River Walk ... 51
5.5 Suasana Riverside ... 52
5.6 Denah Tipikal Rumah Melayu ... 53
5.7 Ilustrasi Falsafah Binaan Rumah Melayu ... 53
5.8 Rumah tradisional Melayu Deli di Labuhan ... 54
5.9 Salah Satu Cottage dalam Pengembangan Konsep... 55
5.10 Denah Basement Hotel ... 57
5.11 Denah Lantai Dasar Hotel ... 58
5.12 Denah lantai 2 (dua) Hotel ... 58
5.13 Denah Lantai 3 (tiga) Hotel ... 59
5.14 Denah Lantai 4 (empat) Hotel ... 59
5.15 Detail Kamar Hotel ... 60
5.16 Denah Cottage Tipe Standar Plus ... 60
5.17 Denah Cottage Tipe Deluxe ... 61
5.18 Denah Cottage Tipe Suite ... 61
5.19 Denah Cottage Tipe President Suite ... 62
5.20 Detail Penggunaan Ornamen pada Rancangan Bangunan .... 63
5.21 Fasad Hotel ... 63
5.22 Fasad Cottage Tipe Suite ... 63
5.23 Fasad Replika Istana Kesultanan Melayu Deli ... 64
5.24 Denah Lantai Dasar Replika Istana ... 64
5.25 Denah Lantai 2 (dua) Replika Istana ... 65
5.26 Perspektif Mata Burung ... 66
5.27 Perspektif Mata Burung Replika Istana ... 66
5.28 Perspektif Mata Burung (riverside) ... 66
6.1 Penambahan Ram pada Cottage Standart Plus ... 67
6.2 Penambahan ram pada Cottage Deluxe ... 68
6.3 Kamar Hotel dengan Connecting Door ... 68
6.4 Kamar Suite pada Hotel ... 68
6.5 Perbaikan Groundplan ... 69
6.6 Skema Pendistribusian Listrik pada Hotel ... 71
6.7 Skema Pendistribusian Air pada Bangunan ... 72
6.8 Aksonometri Zona Keintiman Hotel ... 73
6.9 Aksonometri Jalur Sirkulasi Pada Zona Private ... 73
6.10 Sistem Sirkulasi Vertikal Hotel ... 74
6.11 Zona Vertikal Hotel ... 74
6.12 Peletakan Kamar Hotel ... 74
6.13 Pendistribusian Listrik ... 75
6.14 Sistem Plumbing ... 76
6.15 Sistem Struktur Hotel ... 76
6.16 Potongan Prinsip Pada Kamar Hotel ... 77
6.17 Potongan Prinsip Pada Lantai Dasar ... 77
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hal
1. Tabel Luas Fasilitas Hotel... 87
2. Tabel Luas Hunian Hotel Butique ... 89
3. Fortopolio Perancangan Arsitektur 6 ... 93
4. Fortopolio Perancangan Arsitektur 6 ... 94
5. Fortopolio Perancangan Arsitektur 6 ... 95
6. Fortopolio Perancangan Arsitektur 6 ... 96
7. Fortopolio Perancangan Arsitektur 6 ... 97
(15)
ABSTRAK
Revitalisasi kawasan Labuhan Deli tidak terlepas dari sejarah perkembangan kota Medan di masa lalu. Peninggalan aset sejarah berupa bangunan maupun tempat bersejarah merupakan potensi yang membuat Labuhan
Deli patut untuk direvitalisasi sebagai Urban Heritage Tourism. Peninggalan
heritage berupa deretan ruko cina, Masjid Al-Oesmani, Vihara dan lahan yang
dulunya merupakan kerajaan Melayu Deli merupakan magnet/penarik wisatawan untuk mengunjungi Labuhan Deli. Tak hanya itu, Sungai Deli sebagai juga
dikembangkan menjadi Waterfront. Dengan kemudahan aksesbilitas (Jalur kereta
api dan jalan tol), maka Labuhan Deli dapat ditempuh dengan mudah dan cepat. Sebagai salah satu tempat tujuan wisata Kota Medan, maka Labuhan Deli memerlukan tempat penginapan(hotel) yang mampu menampung wistawan yang akan menginap. Adapun area peruntukan hotel ditetapkan di area yang dilewati oleh aliran Sungai Deli. Hotel butik tersebut beroerientasi/menghadap ke sungai
(Riverfront Architecture). Tema yang dipilih ialah Discovering Lost Treasure.
Labuhan Deli yang dulunya Ibu Kota Medan, merupakan pelabuhan mancanegara dan juga pusat Kerajaan Kesultanan Melayu Deli namun kemansyuran dan karakteristik melayu yang melekat sekarang sudah memudar atau bahkan
“hilang”. Labuhan Deli ibaratkan sebuah harta yang berharga (dulunya). Oleh sebab itu, hasil rancangan nantinya diharapkan mampu mengembalikan jati diri/karakter melayu dengan menawarkan konsep perkampungan melayu. Adapun pendekatan aristektur yang digunakan ialah Arsitektur Neo-Vernakular. Dengan konsep dan pendekatan Arsitektur Neo-Vernakular diharapkan mampu mengembalikan karakter atau jati diri Labuhan Deli (harta berharga yang hilang tersebut).
Kata kunci: Urban Heritage Tourism, Riverfront Architecture, Labuhan Deli,
(16)
ABSTRACT
The revitalization of Labuhan Deli is inseparable from the history of the development of Medan in the past. Heritage assets such as the building's history and historic sites have the potential to make Labuhan Deli deserves to be revitalized as an Urban Heritage Tourism. Heritage relics of a row of china shophouses, Al-Oesmani Mosque, Chinese temple (Siu Sian Kiong) and the land that was once a Malay Deli Kingdom is a magnet/towing tourists to visit Labuhan Deli. Not only that, as the Deli River also developed into Waterfront. With the ease of accessibility (railway and motorway), then Labuhan Deli can be reached easily and quickly. As one tourist destination of Medan, the Labuhan Deli requires venue (hotel) which can accommodate tourists who will stay. As for the designation area hotel set in an area crossed by Deli River. The boutique hotel will orient to the river (Riverfront Architecture).The selected theme is Discovering Lost Treasure. Labuhan Deli, which was once the capital of Medan, the International Port and the center of the Kingdom Malay Deli, but its fame and characteristics inherent wilt now faded or even "disappeared". Labuhan Deli is considered as a precious treasure (past). Therefore, the design is expected able to restore the identity/characters Malay by offering the concept of Malay village. The approach architecture is Neo-Vernacular Architecture. With the concept and Neo-Vernacular Architecture approach is expected to restore the character or identity of Labuhan Deli (the lost treasure).
Keywords: Urban Heritage Tourism, Riverfront Architecture, Labuhan Deli, Boutique Hotel, Discovering Lost Treasure.
(17)
PROLOG
Kawasan atau bangunan yang memiliki nilai sejarah merupakan aset negara baik dari segi budaya, sosial maupun ekonomi. Kepentingan pemerintah Belanda dalam bidang perkebunan mempengaruhi pertumbuhan Kota Medan (Nurhamidah, 2004). Maka dari itu, bangunan bersejarah di Medan merupakan peninggalan kolonial Belanda. Namun, selain pengaruh kolonial Belanda, Kota Medan juga memiliki sejarah etnis lokal yang mempengaruhi perkembangannya. Suku Batak dan Melayu juga turut mempengaruhi perkembangan Kota Medan dan meninggalkan jejak-jejak sejarah yang meliputi bangunan maupun kawasan bersejarah.
Urban Planning tidak terlepas dari perubahan, yang berlandaskan dari
time line masa lalu, pemahaman dari masa sekarang, dan penafsiran dari masa
depan (Damayanti dan Handinoto, 2005). Apabila perencanaan kota tidak sesuai
akibatnya masyarakat akan kehilangan jati dirinya. Dan inilah yang sedang
dialami beberapa kawasan di Medan khusunya Labuhan Deli. Pencapaian Pembangunan yang berkelanjutan sangat diharapkan dengan adanya perencanaan kota yang sesuai dengan karakteristik//identitas kota tersebut.
Menurut WTO (2001) mendefinisikan sustainable tourism (pariwisata
berkelanjutan) sebagai "Pariwisata yang mengarah ke pengelolaan semua sumber daya sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika dapat
(18)
keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan". Menurut Gartner (1996); pengembangan pariwisata berkelanjutan memenuhi kebutuhan wisatawan saat ini dan daerah yang dikunjungi sekaligus melindungi dan meningkatkan peluang untuk masa depan. Menurut Herbert, Prentice, dan Thomas, (1989) mendefinisikan produk pariwisata berkelanjutan yang dioperasikan selaras dengan lokal lingkungan, masyarakat, dan budaya. Ide perencanaan pariwisata berkelanjutan telah menjadi pusat fokus karena peningkatan luas dalam ukuran dan besarnya investasi pariwisata dan peningkatan wisatawan pengunjung ke daerah-daerah alami.
Dalam hal ini, tema yang dipilih ialah Discovering Lost Treasure yang
diartikan sebagai menemukan harta berharga/jati diri yang hilang. Dengan mempelajari sejarah Labuhan Deli (yang akan dibahas pada Bab 1) maka permasalahan yang timbul ialah bagaimana cara mengembalikan harta/jati diri tersebut. Sejarah yang melekat pada Labuhan Deli dijadikan sebagai landasan/pijakan dalam rencana pengembangan kawasan tersebut.
Labuhan Deli dulunya merupakan Pusat kerajaan Melayu Deli (Ratna,
2006). Image Melayu yang melekat pada Labuhan Deli hanya dapat dilihat dari
sisa-sisa peninggalan Masjid Al-Oesmani. Perumahan bercirikan arsitektur Melayu sudah tidak dapat lagi ditemukan di Labuhan Deli. Ditambah pula dengan adat istiadat yang semakin lama semakin ditinggalkan (Ratna, 2006). Maka atas pertimbangan inilah, maka konsep yang diangkat dalam pengembangan kawasan Labuhan Deli nantinya akan mengembalikan harta/jati diri Labuhan Deli sebagai
(19)
ABSTRAK
Revitalisasi kawasan Labuhan Deli tidak terlepas dari sejarah perkembangan kota Medan di masa lalu. Peninggalan aset sejarah berupa bangunan maupun tempat bersejarah merupakan potensi yang membuat Labuhan
Deli patut untuk direvitalisasi sebagai Urban Heritage Tourism. Peninggalan
heritage berupa deretan ruko cina, Masjid Al-Oesmani, Vihara dan lahan yang
dulunya merupakan kerajaan Melayu Deli merupakan magnet/penarik wisatawan untuk mengunjungi Labuhan Deli. Tak hanya itu, Sungai Deli sebagai juga
dikembangkan menjadi Waterfront. Dengan kemudahan aksesbilitas (Jalur kereta
api dan jalan tol), maka Labuhan Deli dapat ditempuh dengan mudah dan cepat. Sebagai salah satu tempat tujuan wisata Kota Medan, maka Labuhan Deli memerlukan tempat penginapan(hotel) yang mampu menampung wistawan yang akan menginap. Adapun area peruntukan hotel ditetapkan di area yang dilewati oleh aliran Sungai Deli. Hotel butik tersebut beroerientasi/menghadap ke sungai
(Riverfront Architecture). Tema yang dipilih ialah Discovering Lost Treasure.
Labuhan Deli yang dulunya Ibu Kota Medan, merupakan pelabuhan mancanegara dan juga pusat Kerajaan Kesultanan Melayu Deli namun kemansyuran dan karakteristik melayu yang melekat sekarang sudah memudar atau bahkan
“hilang”. Labuhan Deli ibaratkan sebuah harta yang berharga (dulunya). Oleh sebab itu, hasil rancangan nantinya diharapkan mampu mengembalikan jati diri/karakter melayu dengan menawarkan konsep perkampungan melayu. Adapun pendekatan aristektur yang digunakan ialah Arsitektur Neo-Vernakular. Dengan konsep dan pendekatan Arsitektur Neo-Vernakular diharapkan mampu mengembalikan karakter atau jati diri Labuhan Deli (harta berharga yang hilang tersebut).
Kata kunci: Urban Heritage Tourism, Riverfront Architecture, Labuhan Deli,
(20)
ABSTRACT
The revitalization of Labuhan Deli is inseparable from the history of the development of Medan in the past. Heritage assets such as the building's history and historic sites have the potential to make Labuhan Deli deserves to be revitalized as an Urban Heritage Tourism. Heritage relics of a row of china shophouses, Al-Oesmani Mosque, Chinese temple (Siu Sian Kiong) and the land that was once a Malay Deli Kingdom is a magnet/towing tourists to visit Labuhan Deli. Not only that, as the Deli River also developed into Waterfront. With the ease of accessibility (railway and motorway), then Labuhan Deli can be reached easily and quickly. As one tourist destination of Medan, the Labuhan Deli requires venue (hotel) which can accommodate tourists who will stay. As for the designation area hotel set in an area crossed by Deli River. The boutique hotel will orient to the river (Riverfront Architecture).The selected theme is Discovering Lost Treasure. Labuhan Deli, which was once the capital of Medan, the International Port and the center of the Kingdom Malay Deli, but its fame and characteristics inherent wilt now faded or even "disappeared". Labuhan Deli is considered as a precious treasure (past). Therefore, the design is expected able to restore the identity/characters Malay by offering the concept of Malay village. The approach architecture is Neo-Vernacular Architecture. With the concept and Neo-Vernacular Architecture approach is expected to restore the character or identity of Labuhan Deli (the lost treasure).
Keywords: Urban Heritage Tourism, Riverfront Architecture, Labuhan Deli, Boutique Hotel, Discovering Lost Treasure.
(21)
BAB I
TREASURE HUNTERS
Sesuai dengan tugas yang diemban dalam Studio Perancangan Arsitektur 6 (enam) yaitu revitalisasi berbasis pengembangan kawasan multi-fungsi terpadu
dengan tema simbiosis berkelanjutan (Symbiosis Sustainability). Dalam
kesempatan ini, kawasan yang diajukan oleh kelompok 2 (dua) ialah revitalisasi kawasan kota lama Labuhan Deli yang termasuk Masjid Al-Oesmani, deretan ruko lama, stasiun labuhan dan area tepi Sungai Deli sebagai pusat destinasi pariwisata Sumatea Utara.
Pengembangan Labuhan Deli menjadi Urban Heritage Tourism bertujuan
sebagai sarana pendidikan dan rekreasi masyarakat, aktivitas ini sekaligus pula sebagai sarana pelestarian kekayaan Labuhan Deli itu sendiri. Selain itu, pengembangan ini dapat meningkatkan pendapatan kota, untuk meningkatkan nilai pariwisata di Kota Medan serta dapat memperkenalkan bangunan bersejarah kota Medan (Kristiningrum, 2014).
Pengembangan pariwisata Labuhan Deli memerlukan alternatif yang berbasis pada pengetahuan dan pengalaman dalam upaya menemukan nilai-nilai
penghidupan (livelihood/economy), kehidupan (social), kemanusiaan
(human/Well-being), kesemestaan alam (nature) dan ketuhanan. Menurut AtKisson Groupe International (2006) dalam Baiquni (2009) dalam merumuskan
(22)
konsep dan arah pembangunan yang berkelanjutan diperlukan konsep Compass of Sustainability dikenal adanya Empat Penjuru Mata Angin (gambar 1.1).
Arah utara (North) dikaitkan dengan keselarasan alam (Nature), arah timur
(East) dikaitkan dengan perkembangan ekonomi, arah selatan (South) berkaitan
dengan pengembangan sosial dan demikian pula arah barat (West) dikaitkan
dengan pentingnya membangun kehidupan manusia dalam kesejahteraan dan
keseimbangan spiritualitas (Well-being).
Gambar 1.1: Compass of Sustainability
Sumber: AtKisson Groupe International (2006) dalam Baiquni (2009)
Setiap orang pasti memiliki rasa untuk mengetahui dan mempelajari asal-usul yang terjadi di masa lalu (Ginting dan Wahid, 2014). Ini merupakan tanggungjawab semua pihak dalam upaya menjaga objektivitas sejarah. Namun, tidak hanya berjuang mempertahankan eksistensi sebuah perjalanan budaya, tetapi juga menghasilkan profit dari proses tersebut sehingga terjadilah simbiosis
(23)
Pencapaian Pembangunan yang berkelanjutan sangat diharapkan dengan adanya perencanaan kota yang sesuai dengan karakteristik kota tersebut karena aspek kontuinitas merupakan aspek yang terpenting dalam pembentukan identitas
suatu tempat (Breakwell, 1985; Twigger-Ross & Uzzel, 1996 dalamGinting dan
Wahid, 2014). Adanya aspek kontinuitas dapat membantu
keberlanjutan/kontinuitas, membentuk kembali dan mempertahankan identitas tempat, misalnya; kehadiran sebuah bangunan lama yang keberadaannya dapat membantu kita mengingat atau memutar kembali memori (Lalli, 1992 dalam
Ginting dan Wahid, 2014).
Pembangunan berkelanjutan ini sendiri bertujuan untuk mencapai berbagai hal, yaitu keberlanjutan sosial, lingkungan, ekonomi, politik dan pertahanan dan keamanan (Suweda, 2011). Dalam aspek sosial bertujuan untuk mengetaskan kemiskinan dan kelaparan, menjamin kesehatan, memberikan pendidikan yang layak, dan memenuhi kebutuhan pokok (makanan, air, perumahan). Sementara dalam aspek ekonomi bertujuan untuk menyediakan lapangan pekerjaan, mengembangkan ekonomi lokal, dan juga meningkatkan produktivitas kota. Dan dalam aspek lingkungan bertujuan untuk preservasi budaya, pengolahan limbah, efisiensi penggunaan lahan dan energi.
Singapura merupakan salah satu negara pelopor di kawasan Asia Tenggara
dalam pengembangan Heritage Tourism. Di tahun 1970-an, Singapura mengalami
economic boom (Teo dan Huang, 1995). Bangunan-bangunan bergaya modern
(24)
Ketika harga minyak bumi anjlok, bergulirlah wacana pengembangan
kepariwisataan yang berpijak pada heritage sebagai dasarnya.
Akhirnya, pada tahun 1984 disepakatilah pengembangan konsep heritage
tourism berupa rekonstruksi, renovasi, dan restorasi dari kawasan-kawasan
bersejarah di Singapura (Teo dan Huang, 1995). Ini bertujuan untuk meningkatkan apresiasi terhadap kebudayaan asli daerah, dan juga sebagai tempat wisata. Selain mendapatkan keuntungan dari segi pelestarian budaya dan sejarah, Singapura mendapatkan lonjakan wisatawan yang cukup tajam di tengah muramnya pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara pada masa itu (Teo dan Huang, 1995).
Belajar dari permasalahan yang sama dengan Singapura. Medan juga
memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan urban heritage tourism.
Sebagai kota dengan sejarah yang cukup panjang, Medan memiliki koleksi bangunan-bangunan bersejarah dalam jumlah yang relatif banyak. Salah satu yang cukup menyumbang bangunan bersejarah ialah Labuhan Deli.
Pusat kerajaan Kesultanan Deli terletak di Labuhan Deli (Ratna, 2006) dulunya sebelum dipindahkan ke Istana Maimoon, yang sekarang berada di Jalan Brigjend Katamso. Nama Labuhan itu sendiri sangat erat kaitannya dengan sungai labuhan (Sungai Deli) yang merupakan tempat berlabuh. Bandar/pusat kerajaan deli berada setengah mil ke arah hilir dari sungai deli tersebut. Maka dari itu, daerah tersebut diberi nama Labuhan (gambar 1.2).
(25)
Gambar 1.2: Kota Labuhan Saat Menjadi Ibukota Kerajaan Deli
Sumber: Roestam Thaib dkk., 50 tahun Kotapradja Medan, Medan: Djawatan
Penerangan Kotapradja I – Medan, 1959, hal. 38
Bandar ini sudah menjadi pelabuhan sungai yang merupakan jembatan penghubung antara Sumatera Timur dengan Pantai Melayu jauh sebelum Belanda menguasai Deli (Ratna, 2006). Pelabuhan ini dapat menampung kegiatan ekspor-impor barang-barang dagangan dari dan keluar Labuhan Deli (gambar 1.3). Adapun barang-barang yang diekspor ialah kapur barus, lada, beras, tembakau, emas dan hasil-hasil hutan. Sementara barang-barang yang impor yang masuk seperti tekstil, senapan, mesin, barang pecah belah, dan candu.
Gambar 1.3: Pelabuhan Lama Kota Labuhan Deli
(26)
Perkembangan Labuhan Deli tidak terlepas dari ikatan perjanjian antara Sultan Deli dengan Belanda padatahun 1862 dan kehadiran sektor pelabuhan di Labuhan Deli pada tahun 1863 (Ratna, 2006). Adanya penanaman tembakau di hulu Labuhan Deli yang pertama oleh Neinhuys menarik pengusaha bangsa-bangsa Eropa ikut membuka usaha tanaman keras seperti kelapa, buah pala, dan tembakau. Dengan itu, sebagai Ibukota Kerajaan Deli lebih dulu berkembang dari Medan dijadikan Belanda sebagai basis kekuatan pemerintahannya dengan menempatkan rumah kontrolir pertama di Labuhan Deli (gambar 1.4).
Gambar 1.4: Rumah Kontrolir I Belanda di Labuhan Deli (1865)
Sumber: Tengku Luckman Sinar, Sejarah Medan Tempo Doeloe, Medan Perwira, 2001, hal. 28
Tepat di seberang Istana Kesultanan Melayu Deli terdapat masjid. Masjid ini dikenal dengan nama Masjid Al-Oesmani. Masjid ini dibangun oleh Sultan Osman Perkasa Alamsya. Mulanya masjid ini hanya terbuat dari papan dan tidak begitu besar. Namun setalah mengalami beberapa kali perbaikan, Masjid
(27)
Al-Oesmani ini menjadi bangunan permanen. Menurut Yenni (1999) dalam Ratna (2006), desain masjid ini dipengaruhi oleh arsitektur Moorish (gambar 1.5).
Gambar 1.5: Masjid Labuhan Deli Tahun 1875
Sumber: Luckman Sinar, Ibid., hal. 65
Seiring dengan berkembangnya industri perkebunan, Medan-pun berangsur-angsur ikut berkembang (Ratna, 2006). Dengan perpindahan kantor Neinhuys ke Medan pada tahun 1869 karena pertimbangan letak Medan yang lebih tinggi dari Labuhan Deli sehingga terhindar banjir, lalu disusul dengan pemindahan kedudukan Asisten Residen Belanda pada tahun 1879 dan dijadikan Medan sebagai ibukota Residen Sumatera Timur pada tahun 1887 serta pemindahan pusat pemerintahan Kerajaan Deli pada tahun 1891 membuat peranan Labuhan Deli berangsur-angsur mengalami kemunduran.
Selain itu, Labuhan Deli sebagai bandar pelabuhan sungai tidak dapat berfungsi lagi karena endapan lumpur dan akhirnya kegiatan ekspor-impor dipindahkan ke Belawan yang sebelumnya sudah dibangun oleh pemerintahan Belanda pada waktu itu. Dengan merosotnya peran Labuhan Deli memberi
(28)
pengaruh pada kawasan sekitar seperti halnya deretan ruko-ruko cina di Labuhan Deli yang menjadi tempat judi dan juga kegiatan prostitusi. Sehingga Labuhan Deli yang dulu terkenal di mancanegara sudah mulai dilupakan orang.
Menyadari akan besarnya potensi Labuhan Deli yang di masa lalu sebagai pusat Kota Medan yang memiliki peranan dan pengaruh yang besar, maka perlu adanya penanganan khusus terkait perencanaan dan peraturan kota terkait perkembangan kawasan tersebut. Namun nyatanya sekarang Labuhan Deli merupakan salah satu area dimana karakteristiknya sudah memudar (Ratna, 2006).
Ditambah pula Image buruk Labuhan Deli/kawasan Medan Utara yang melekat
menambah hilangnya karakteristik Labuhan Deli yang sedia kala merupakan pelabuhan dan Pusat Kerajaan Melayu Deli.
Menurut Baiquni (2009), Pengembangan pariwisata memerlukan tiga hal
berkaitan dengan akses, atraksi dan amenitas dikenal dengan Triple A (Access,
Attraction and Amenity). Adapun strategi-strategi pengembangan Labuhan Deli
yaitu dengan menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang urban heritage
tourism tersebut. Fasilitas-fasilitas yang direncanakan sesuai dengan Urban
Design Guide Line (UDGL) yang direncanakan oleh kelompok 2 (dua) ialah
pengembangan Stasiun dan Shopping centre, Masjid Al-Oesmani, deretan ruko
cina, dan Vihara; pembangunan apartemen, hotel, dan Replika Istana Melayu
Deli; dan penyedian open space dan area parkir. Pada gambar 1.6 menunjukkan
(29)
Gambar 1.6: Master Plan Urban Design Guide Kawasan Kajian
(30)
Diharapkan dengan adanya rencana penyediaan fasilitas-fasilitas tersebut dapat mengembangkan kawasan Labuhan Deli sebagai kawasan wisata budaya dan mengembalikan karakteristik Labuhan Deli yang dulunya melekat. Jika pengembangan Labuhan Deli ini berhasil maka 3 (tiga) dimensi aspek pembangunan berkelanjutan dapat terpenuhi yaitu aspek keberlajutan sosial, ekonomi dan lingkungan. Maka terjadinya proses simbiosis berkelanjutan. Bangunan peninggalan sejarah dan kebudayaan setempat tetap terjaga serta pihak-pihak yang bersangkutan juga akan mendapatkan profit/keuntungan.
Dalam kesempatan ini, cakupan yang akan dirancang ialah pembangunan hotel dan replika Istana Kerajaan Melayu Deli; dan pengembangan Masjid Al-Oesmani dan Vihara. Sebelum merancang, dilakukan studi lapangan unttuk mengetahui kondisi eksisting Labuhan Deli. Untuk lebih lengkapnya akan dibahas pada bab selanjutnya.
(31)
BAB II
THE SPARKLING YELLOW
Studi lapangan dilakukan guna mendapatkan informasi yang akurat. Kawasan kajian yang akan dirancang berada di Jalan Yos Sudarso Km. 12 Kec. Medan Labuhan, Kelurahan Pekan Labuhan (gambar 2.1). Kecamatan Medan
Labuhan memiliki luas wilayah 36,67 km2.
Gambar 2.1: Kawasan Kajian yang Akan Dirancang
(32)
Pada lahan yang menjadi icon Labuhan ialah Vihara Siu Sian Kiong dengan arsitektur Tionghoa dan Masijd Al-Oesmani dengan ciri khas Melayu secara dominan. Kemegahan Melayu Deli di Labuhan Deli yang tersisa hanya dapat dilihat dari satu-satunya peninggalan Melayu yaitu Masjid Labuhan Deli, yang merupakan masjid tertua di Kota Medan (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara, 2010).
Renovasi dan pengembangan masjid pada tahun 1870 yang dipimpin oleh aristek asal jerman yaitu GD Langereis dengan mengubah kayu menjadi bangunan permanen. Perpaduan gaya arsitektur empat budaya yaitu pintu masjid bergaya cina, lengkungan dan ornamen yang khas Timur Tengah, dan kubah masjid bersegi delapan merupakan khas India dan ornamen-ornamen masjid yang khas dengan Melayu. Sekarang masjid ini masih kukuh berdiri dengan balutan warna kuning dan hijau, yang merupakan warna kebesaran Melayu yang menyimbolkan kemuliaan dan kemegahan (gambar 2.2).
(33)
Ada beberapa akses untuk memasuki masjid yaitu melalui tiga pintu besar dan tiga pintu kecil. Pada sisi kiri, kanan, dan depan masjid terdapat area pemakaman Sultan Osman Perkasa Alam (sultan yang membangun Masjid Al-Oesmani) dan Sultan Mahmud Perkasa Alam, tiga sultan Deli sebelumnya juga dimakamkan di sini, yakni Tuanku Panglima Pasutan (Sultan ke-4), Tuanku Panglima Gandar Wahid (Sultan ke-5), dan Sultan Amaluddin Perkasa Alam (Sultan ke-6). Selain makam sultan, kerabat Sultan, masyarakat umumpun dimakamkan di area masjid ini.
Tepat dibelakang masjid terdapat rumah dengan bercirikan arsitektur Melayu terlihat pada penggunaan ornamen khas Melayu (lebah begantung pada
atap, kunda kencana pada ventilasi atap, dan terali biola sebagai railing), jendela
krepyak dan pintu yang tinggi, dan panggung. Rumah ini sekarang merupakan rumah nazir Masjid Al-Oesmani (gambar 2.3).
(34)
Sementara itu tepat di seberang Masjid Al-Oesmani yang dulunya merupakan pusat Kerajaan Kesultanan Melayu Deli, sekarang sudah ditempati Sekolah YASPI SD, SMP, dan juga SMA (gambar 2.4).
Gambar 2.4: Area Kerajaan yang Sekarang menjadi Sekolah
Tepat di samping sekolah tersebut, terdapat jalan kecil yang merupakan akses menuju ke Sungai Deli. Di sepanjang jalan merupakan deretan rumah penduduk yang didominasi oleh suku melayu. Penduduk pada area ini mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Ciri khas Melayu hampir sudah tidak dapat dilihat lagi. Rumah yang awalnya merupakan panggung telah berganti menjadi bangunan permanen (gambar 2.5). Perumahan penduduk yang tidak tertata dengan rapi, lorong yang sempit dan juga lingkungan yang kurang bersih membuat area tersebut terkesan kumuh.
(35)
Gambar 2.5: Perumahan Penduduk
Pada tepi Sungai Deli yang berlokasi di dekat kawasan kajian, banyak sampah yang menumpuk di sepanjang dasar sungai dan juga tanggul. Area sungai semakin lama semakin menyempit karena endapan lumpur (gambar 2.6).
Gambar 2.6: Panorama Area Sekitar Sungai Deli
Kota merupakan hasil perwujudan dari suatu budaya (Alamsyah, 2014). Ada tiga elemen yang saling berpengaruh satu sama lain dalam perancangan kota, yaitu manusia, bangunan dan lingkungan. Jika mengabaikan salah satu unsur sama
(36)
Menelaah pernyataan tersebut, ketiga elemen perancangan kota pada
kawasan Labuhan Deli belum mencapai sustainability. Manusia/masyarakat
belum memiliki kesadaran untuk menjaga bangunan dan lingkungan. Padahal bangunan yang tidak terawat dan tertata akan berdampak pada lingkungan dan juga manusia.
Dalam arahan struktur ruang Rencana Tata Ruang Provinsi Sumatera
Utara tahun 2006–2025, Kota Medan termasuk dalam hierarki pusat pelayanan
primer, yaitu pusat yang melayani wilayah Provinsi Sumatera Utara, wilayah Sumatera bagian Utara dan wilayah nasional/internasional yang lebih luas.
Pengembangan Kota Medan dan sekitarnya sebagai pusat pelayanan primer ‘A’
diarahkan sebagai pusat aktivitas sekunder dan tersier bagi Provinsi Sumatera Utara (gambar 2.7).
Gambar 2.7: Peta Pengembangan Medan
# # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # S # S # S # S # S # S # S # S # S # S # S # S Ê Ú Ê Ú Ê Ú Ê
Ú ÚÊ
Ê Ú Ê Ú Ê Ú Siram bu Teluk Dalam Lolow au
Pancur B atu Kuala Tanjung Langkat
Kota B uluhTigabinanga Brastagi Perdagangan Parapat Merek Salak Pulauraky at Parbuluan Pangururan Pokat Dolok Sanggul Bandara Durian Balige Siborongborong Sipahutar Sipiongat Pandan
Batu M undom Batang Toru Aek Gadang Natal Binanga Panyabungan Aek Batu Sungai Pinang Simpa ng E mpat Lim a Puluh Sei R ampah
Dolok Nasihut Lubuk P akam Stabat Pangkalan Bran dan Pangkalan Sus u
Rantauprapat Sidikalang Kabanjahe Tarutung Kisaran Barus Kualabatangtoro
Kam pung M esjid
Ujung Batu Bandarkh alipah
Labuhan B ilik
Langgapayung Aek Kotabatu Tanjungtiram Gunung M eriah
Pasar S orkam Tanjung Pura Gunung sitoli Aek Kanopan Bangunpurba Onanga njang Hilibafanua Kotapinang Negerilama Parsoburan Sipagimbar Tuhem berua Kotanopan Sibubuhan Gunung tua Muaras oma Faighunna Tanobato Tabuy ung Mandoge Sipirok Belawan Porsea Hinako Lahewa Siabu Tete
TE B IN G T IN G G I
PEM A T A N G S IA N T A R
SIB O L G A
TA N JU N G B A L A I
PA D A N G SID E M PU A N B IN J A I ME D A N
PA K -PA K B H A R A T
B A T U B A R A
N IA S S EL A T A N
H U M B A N G H A SU N D U T A N SER D A N G B E D A G A I
SA M O SIR
TA P A N U L I T EN G A H TO B A SA M O SIR D EL I SE R D A N G
TA P A N U L I U T A R A
MA N D A IL IN G N A T A L SIM A L U N G U N D A IR I
K A R O
A SA H A N
N IA S
LA B U H A N B A TU
TA P A N U L I SE LA TA N LA N G K A T
Tete Maras Siabu Lahewa Hinako Porsea Belawan Sipirok Mandoge Tabuy ung Tanobato Faighunna Muaras oma Gunung tua Sibubuhan Kotanopan Tuhem berua Sipagimbar Parsoburan Negerilama Kotapinang Hilibafanua Onanga njang Bangunpurba Aek Kanopan Gunung sitoli Tanjung Pura
Pasar S orkam Gunung M eriah
Tanjungtiram
Aek Kotabatu
Langgapayung Labuhan B ilik Bandarkh alipah
Ujung Batu Kam pung M esjid
Kualabatangtoro Indrapura Pangaribuan Raya Perbaungan e e e e e e e Î Î Î Î Î Î Î Î Î Î ° ° ° ° ° ° ° ° ° ° ° ° ° °
(37)
Dengan adanya rencana pengembangan Kota Medan dalam Rencana Struktur Ruang Kota Medan 2008-2028, sistem pusat pelayanan Kota Medan direncanakan terdiri atas 2 (dua) pusat primer, yaitu satu Pusat Primer di Utara dan 1 (satu) Pusat Primer di Pusat Kota dan didukung oleh 8 (delapan) Pusat Sekunder yang sekaligus juga sebagai Pusat-pusat BWK. Pusat Primer Utara Kota Medan, terletak di antara Kecamatan Medan Labuhan dan Medan Marelan, tepatnya disekitar Mesjid Raya Labuhan (Masjid Al-Oesmani), Kelurahan Pekan Labuhan (gambar 2.8).
Gambar 2.8: Rencana Struktur Ruang Kota Medan 2008-2028
Sumber: Rencana Tata Ruang Kota 2008-2028
Dengan adanya rencana ini, dilakukan strategi-strategi pengembangan di berbagai aspek (transportasi/aksesbilitas, ekonomi, pendidikan, industri, perumahan, perdagangan, dan jasa). Salah satu strateginya ialah mengembangkan
(38)
stasiun menjadi TOD (Transit Oriented Development). Dengan dibukanya jalur kereta api (penumpang) dari/ke Labuhan Deli bertujuan untuk membuka akses ke Kecamatan Medan Labuhan. Stasiun kereta api di Labuhan dikembangkan dan dioptimalkan sebagai sarana transportasi darat dan pelayanan berskala regional (gambar 2.9).
Gambar 2.9:Aksesbilitas dari/ke Labuhan Deli
Selain itu, rencana pembangunan jalur Tol di beberapa titik Mebidangro khususnya Tol Binjai-Medan (gambar 2.9) mengakibatkan akses menuju ke Labuhan Deli dapat ditempuh dengan cepat dan mudah dari berbagai tempat khususnya dari Aceh, mengingat orang-orang Aceh merupakan pengunjung domestik yang sering berkunjung ke Medan dengan segala urusan (belanja, berlibur, berkerja dll).
(39)
Selain itu, pengembangan Belawan sebagai pelabuhan bertaraf internasional juga berdampak kepada Labuhan Deli, mengingat jaraknya yang dekat. Belawan dijadikan sebagai salah satu pintu masuk/gerbang bagi para turis untuk datang berkunjung ke Medan (gambar 2.9). Kemudahan aksesbilitas dari/ke Labuhan Deli berpengaruh terhadap pengembangan Labuhan Deli sebagai tempat sestinasi wisata.
Sementara itu jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung di Sumatera Utara melalui 3 (tiga) pintu masuk pada bulan Februari 2015 mencapai 21.820 orang. Wisman dari Negara Malaysia merupakan yang terbesar yaitu sebanyak 11.917 orang atau 54,62 persen dari total wisman yang berkunjung ke Sumatera Utara (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2015). Maka sasaran utama pengunjung yang nantinya akan berkunjung di Labuhan ialah pengunjung dari Malaysia dan pengunjung domestik yang berasal dari Aceh.
Dalam konteks Labuhan Deli, aset budaya dalam pengembangan heritage
tourism ialah fisik bangunan Masjid Al-Oesmani, Vihara Siu Sian Kiong dan
deretan peninggalan ruko cina yang telah dipugar; dan adat istiadat dan seni budaya Melayu dan Tionghoa. Di samping itu, sejarah kawasan dari adat istiadat, seni budaya masyarakat maupun sejarah kawasan juga merupakan aset budaya
yang sifatnya intangible atau tak benda.
Kegiatan-kegiatan publik (event) direncanakan diadakan untuk
mengenalkan adat istiadat budaya Melayu dan Tionghoa seperti perayaan Imlek dan Cap Go Meh, Hari Raya Lunar, Hari Raya Idul Adha, Hari Raya Idul Fitri.
(40)
Selain itu, ada juga kunjungan ziarah ke makam Sultan di area Masjid Al-Oesmani dan juga pusat kuliner yang direncanakan di sepanjang area peninggalan ruko cina (gambar 2.10).
Gambar 2.10: Aktivitas Publik di Kawasan Kajian
Sumber: Urban Design Guideline Kawasan Kajian
Seperti di Singapura, pada setiap Ramadhan diadakan event penyambutan
Hari Raya Aidil Fitri di Geylang. Di sepanjanga jalan Geylang dipenuhi dengan lampu warna-warni. Di sepanjang jalan dijajakan bazaar yang menawarkan
ACARA KEAGAMAAN, KUNJUNGAN WISATA
ACARA KEAGAMAAN, ZIARAH, KUNJUNGAN
(41)
Gambar 2.11: Event Hari Raya Light Up and Celebrations di Singapura
Sumber: www.skyscanner.co.id
Event-event yang diadakan seperti di Singapura ini sangat menarik wisatawan untuk datang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan berbagai aset budaya jika dilakukan secara integritas dan komprehensif dapat menjadi tempat pariwisata yang menarik sehingga menjadi magnet penarik wisatawan atau touris untuk mengunjungi Labuhan Deli. Dengan penambahan aktivitas-aktivitas publik ini, dapat menarik wisatawan untuk berkunjung lebih lama di Labuhan
Deli. Dengan terpenuhnya Triple A (Access, Attraction and Amenity) di Labuhan,
maka Labuhan Deli dapat menjadi salah satu pusat destinasi wisata Sumatera Utara.
Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, destinasi wisata favorit Sumatera Utara ialah Medan, Danau Toba (Prapat), Samorsir, dan Brastagi. Dengan menjadikan Labuhan Deli sebagai salah satu destinasi wisata Sumatera Utara maka skenario yang dibuat untuk pengunjung Mancanegara maupun domestik dapat dilihat pada gambar 2.12.
(42)
Gambar 2.12: Skenario Destinasi Wisatawan Sumatera Utara
Berdasarkan gambar 2.12, pengunjung masuk melalui Bandara Kuala Namu/ Pelabuhan Belawan. Lalu dapat menggunakan jalur kereta api, tol maupun jalan raya untuk menuju dari satu destinasi ke destinasi lainnya. pada skenario tersebut, direncanakan pengunjung datang ke Labuhan Deli selama sehari semalam. Dengan begitu maka diperlukan/dibutuhkan tempat penginapan atau hotel (lampiran 3a).
Adapun luas tapak yang disediakan yaitu ±3,1Ha meliputi penataan Masjid
Al-Oesmani dan Vihara Siu Sian Kiong dan merancang hotel cottage dan Replika
Istana Melayu Deli di area yang dulunya merupakan Istana Kesultanan Melayu Deli. Pada gambar 2.13 dapat dilihat batasan cakupan area yang akan dirancang.
(43)
Gambar 2.13: Cakupan Area yang Akan Dirancang (warna merah)
Sumber: Urban Design Guideline Kawasan Kajian
Setelah mengetahui sasaran pengunjung hotel maka selanjutnya ialah mengkaji jenis hotel apa yang sesuai dengan kebutuhan setelah itu mencari studi banding yang sesuai dengan jenis hotel tersebut.
(44)
BAB III
THE ADVENTURE
Umumnya di tempat destinasi wisata, jenis hotel yang sesuai dengan kebutuhan adalah hotel resort dan hotel butik. Hotel resort umumnya berada di suatu kawasan yang luas dan tempat yang tenang seperti di pegunungan, pantai, dan danau. Mengingat kawasan yang dirancang relativf kecil maka hotel resort tidak sesuai dengan kebutuhan.
Ada beberapa pertimbangan penentuan hotel yang akan dirancang. Salah satunya yaitu kapasitas yang mampu ditampung hotel butik relatif kecil, yaitu kapasitas 50 kamar di area pinggiran atau 150 kamar di daerah perkotaan. Mengingat site/tapak yang diperuntukkan hotel relatif kecil dan berada di pinggiran pusat kota Medan maka hotel butik yang sesuai dengan kebutuhan. Sementara itu dengan adanya rencana pemerintah untuk mengembangan area
sungai sebagai waterfront, maka hotel ini nantinya juga akan menawarkan
beberapa cottage yang akan berorientasi ke sungai (lampiran 3b).
Umumnya hotel butik memiliki identitas yang sangat kuat dan membedakannya dengan hotel-hotel berbintang. Kebanyakan konsep dasar hotel butik ialah selaras dengan alam dan kebudayaan orisinalitas lingkungan sekitar tapak hotel. Dari segi pelayanan, hotel butik menawarkan keramahan kepada para
(45)
maka hotel butik diharapkan mampu memperkenalkan tema (adat melayu) mengingat adanya Masjid Al-Oesmani dan tapak Kerajaan Melayu Deli. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka hotel yang sesuai ialah hotel butik.
Mengingat dulunya terdapat Istana Kesultanan Melayu Deli (seberang Masjid Al-Oesmani), dalam upaya mengangkat kembali sejarah silam, maka pada tapak tersebut akan dibangun sebuah replika dari Kerajaan Melayu Deli tersebut. Dengan penyediaan aktivitas-aktivitas publik yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka publik untuk acara keagamaan Buddha yang diselenggarakkan vihara dan acara keagamaan islam oleh pihak Masjid Al-Oesmani maka
diperlukan suatu tempat/open space untuk menampung kegiatan tersebut yang
berupa plaza.
Sementara di sekitar masjid, akan disediakan pondok-pondok pengajian berupa gazebo. Dengan adanya pondok-pondok tersebut maka pengunjung juga bisa melihat kegiatan mengaji terebut.
Dengan adanya kegiatan-kegiatan publik maka akan tercipta aspek kontinuitas yang membentuk kembali dan mempertahankan identitas tempat, misalnya; kehadiran sebuah bangunan lama yang keberadaannya dapat membantu kita mengingat atau memutar kembali memori (Lalli, 1992 dalam Ginting dan Wahid, 2014).
Ada beberapa hotel yang dijadikan sebagai studi kasus proyek sejenis.
(46)
Bangkok, tepatnya di tepi Sungai Chao Praya, dekat Jembatan Krung Thon di area bersejarah Dusit.
Seperti yang dilangsir pada web thesiamhotel.com, hotel ini dirancang
oleh arsitek yang diakui dunia, desainer interior/landscape Bill Bensley. Hotel ini
menampilkan perpaduan antara tradisional Thailand dan modern. Rumah antik Jim Thompson (rumah tradisional Thailand) di dalam site digunakan untuk Pool Villa pribadi dan restoran Thailand (Gambar 3.1).
Gambar 3.1: Eksterior The Siam Hotel
Sumber:thesiamhotel.com
Orientasi bangunan hotel menghadap ke Sungai Chao Praya (gambar 3.2). sementara rumah tradisional Thailand dijadikan sebagai restoran. Maka dengan ini, rancangan yang akan dilakukan di kawasan kajian akan berorientasi ke Sungai Deli.
(47)
Gambar 3.2: Ilustrasi 3d The Siam Hotel terhadap Sungai
Sumber:thesiamhotel.com
Tepian sungai dijadikan tempat untuk bersantai dan menikmati santapan sajian restoran (gambar 3.3). pengunjung dapat menikmati santapan restoran dengan suasana rumah tradisional Thailand.
Gambar 3.3: Suasana Pinggir Sungai
Sumber:thesiamhotel.com
Salah satu fasilitas yang disediakan hotel ialah Ring Thai Boxing.
(48)
Lalu disediakan pula screen room yang memutar film-film documentary Thailand (gambar 3.4).
Gambar 3.4: Suasana Screen Room
Sumber:thesiamhotel.com
Nilai positif yang dapat diambil dari the Siam Hotel ialah hotel ini dirancang berorientasi ke sungai. Selain itu, hotel juga memperkenalkan budaya Thailand kepada pengunjung hotel melalui fasilitas yang ditawarkan pada hotel.
Studi banding selanjutnya ialah Angkor village. Seperti pada web yang
dilangsir pada angkorvillage.com, Angkor village terletak di Kamboja, Provinsi
Siem Reap. Kompleks Angkor village terdiri dari Angkor village hotel dan juga
Angkor village resort (gambar 3.5). Angkor village berada di dekat Sungai Siem
(49)
Gambar 3.5:Lokasi Angkor Village Sumber: angkorvillage.com
Angkor village hotel terleak di area kolonial tua. didekorasi dengan seni
tradisional Kamboja. Design eksterior hotel terinsppirasi dari rumah tradisional Kamboja dengan bungalow-bunglow yang terbuat dari kayu. Hotel ini sangat menyatu dengan alam (gambar 3.6).
Gambar 3.6: Eksterior Angkor Village Hotel
Sumber: angkorvillage.com
Hotel butik ini dirancang dengan kolam teratai, pohon pisang, pohon palem, dan juga tanaman hijau yang mengelilinginya. Dengan mayoritas kamar
Angkor village hotel
Angkor village resort
(50)
mereka menghadap kolam teratai yang indah dan kebun, Angkor Village Hotel
memiliki suasana yang menyegarkan (gambar 3.7).
Gambar 3.7: Suasana Angkor Village Hotel
Sumber: angkorvillage.com
Kamar pada hotel ini berorientasi ke view kolam teratai, kolam renang,
dan juga taman. Furniture kamar dan nuansa kamar juga didekorasi dengan gaya
kamboja (gambar 3.8).
(51)
Restoran dipisahkan dari bangunan induk hotel. Dengan material kayu dan terbuka menjadikan suasan restoran hangat dan juga menyatu dengan alam sekitar (gambar 3.9).
Gambar 3.9: Interior Restoran
Sumber: angkorvillage.com
Selanjutnya ialah Angkor village resort yang masih satu property dengan
Angkor village hotel. Angkor village resort terletak di ujung area Angkor
Archaeological Park (gambar 3.10). Arsitektur Khmer kayu menyatu harmonis
dengan empat hektar taman-taman dan resort. Terdapat 20 bungalow yang
dikelilingi pohon-pohon dan ada 80 total kamar cottage (40m2) yang berada di
(52)
Gambar 3.10: Pintu Masuk Angkor Village Resort Sumber: angkorvillage.com
Desain eksterior Angkor Village Resort terinspirasi oleh arsitektur
tradisional Kamboja. Semua cottage menawarkan pemandangan indah dengan
view ke taman dan kolam renang. Kolam renang unik dengan panjang 200 meter
seperti sungai membentang di sepanjang pohon-pohon yang subur.
Gambar 3.11: Eksterior Cottage
(53)
Kolam renang bukan saja dimanfaatkan untuk berenang, tetapi juga
sebagai jalur untuk para pegawai/karyawan resort untuk menjajakan makanan
maupun minuman khas Khmer. (gambar 3.12)
Gambar 3.12: Kolam Renang
Sumber: angkorvillage.com
Di restauran tidak hanya disajikan makanan tetapi juga tarian pertunjukan kebudayaan Khmer (gambar 3.13). selain itu, tersedia juga kelas memasak untuk para pengunjung hotel dalam rangka memperkenalkan masakan khas Khmer.
Gambar 3.13: Pertunjukan Tarian Kebudayaan Khmer di Restoran
Sumber: angkorvillage.com
Hal positif yang dapat diambil dari studi kasus Angkor village ialah hotel tersebut tidak hanya menawarkan kamar tetapi juga memperkenalkan budaya
(54)
Khmer kepada pengunjung melalui makanan, tarian, pakaian, dan juga arsitektur. Bangunan hotel dan juga kamar didekorasi dengan arsitektur tradisional khas
Kamboja. Selain itu Angkor village juga menawarkan tour berkeliling dengan
gajah (gambar 3.14).
Gambar 3.14 : Tour Berkeliling dengan Gajah
Sumber: angkorvillage.com
Pada kasus replika istana, studi banding proyek sejenis yang dibahas ialah Replika Kesultanan Melayu Melaka, Malaysia.
(55)
Dibangun di kaki Bukit St. Paul dan dekat dengan kota A Famosa, museum yang dibuka pada tahun 1986 ini dibangun dengan kayu cengal dan berlian dari Sarawak serta dikatakan dibangun tanpa menggunakan paku.
Bangunan tiga tingkat ini juga memuatkan lebih 1,300 artifak seperti tengkolok dan kelengkapan diraja, senjata, barangan kemas serta figura-figura yang merakamkan peristiwa sejarah dan lagenda Melayu seperti pertempuran Hang Tuah dan Hang Jebat, pakaian tradisional dan kamar diraja. Selain struktur bangunan dibuat mirip kepada istana Sultan Mansur Shah (ruang museum berisi Balai Beradu dan Balairung Seri) dan dihias dengan kerja-tangan Melayu dengan ukiran-ukiran awan larat di dinding dan tiangnya.
Gambar 3.16: Tampak Replika Istana
Di lantai pertama dari ruang pameran disediakan termasuk balairung seri. Di lantai dua dipamerkan kamar tidur sutan dan juga ruang spesial lain, sementara lantai ketiga menampilkan perhiasan-perhiasan kesultanan. Di antara barang pameran di sini termasuk cetakan dan gambar Kesultanan Melaka, model Istana
(56)
Sultan Mansur Shah, senjata Melayu, pakaian perkawinan tradisional Melayu, barangan kemas dan barangan loyang.
Hal positif yang dapat diambil dari Replika Istana Kesultanan Melaka ialah bagaimana ruang-ruang yang ada pada istana dapat dimanfaatkan sebagai galeri serta penggunaan ornamen-ornamen Melayu pada bangunan replika tersebut.
Pada Urban design Guideline kawasan kajian, hotel dan cottage
mengahadap ke Sungai Deli. Untuk cottage yang tidak dapat view ke sungai, orientasinya menghadap ke kolam renang, Kolam renang di buat di sepanjang
cottage sebagai analogi aliran sungai.
Sementara itu replika istana ini letaknya bersebelahan dengan Vihara dan dibatasi dengan pagar pembatas yang sifatnya tidak massif (tipologi istana). Namun, pengunjung dapat tetap memasuki istana dari vihara melalui pintu samping pada pagar. Di depan replika istana, terdapat plaza. Pada gambar 1.6 menunjukkan blockplan hotel dan replika istana.
(57)
Gambar 3.17: Detail Blockplan Hotel pada Urban Design Guideline
Sumber: Urban Design Guideline kawasan kajian
Setelah melakukan studi banding kasus sejenis dan mendapatkan hal-hal possitif yang akan mengarahkan rancangan hotel dan replika istana maka dilakukan pemograman ruang sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
(58)
BAB IV
FOLLOWING THE “X-MARK”
Arsitektur tercipta karena ada kebutuhan, keamanan, dan juga demi tercapainya lingkungan yang kondusif. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, arsitektur berkembang menjadi keterampilan melalui proses uji coba dan improvisasi.
Menurut Vitruvius, arsitektur yang baik yaitu yang memiliki dimensi,
“commodite, firmness dan delight” (fungsi, struktur dan estetika.). Delight
terbentuk dari estetika formal dan simbolik. Sementara commodite terbentuk
karena perilaku spasial.
Setelah melakukan studi kasus proyek sejenis, maka langkah selajutnya
ialah melakukan programming/program ruang. Programming merupakan besaran
luas ruang yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan pengguna hotel berdasarkan
Neufert (1990). Programming dijadikan sebagai acuan/pedoman besaran luas
ruang yang terdapat di hotel.
Langkah pertama yang dilakukan dalam programming hotel ialah dengan
menentukan jumlah pengunjung yang akan ditampung pada hotel, jumlah kamar, jumlah parkir kendaraan dan juga jumlah ruang-ruang/fasilitas yang terdapat di
(59)
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam buku “Medan Dalam Angka 2008”, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke kota Medan antara
lain sebesar (Tabel 4.1).
Tabel 4.1: Jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Sumatera Utara
menurut 3 pintu masuk (Bandara Udara Polonia – Pelabuhan Laut Belawan –
Pelabuhan Laut Tanjung Balai Asahan)
Tahun Jumlah wisatawan
mancanegara
2008 132.590
2007 123.924
2006 123.446
2005 124.445
Rata-rata 126.101
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Utara, “Medan Dalam Angka 2009“
Dapat disimpulkan bahwa, rata-rata kenaikan wisatawan yang berkunjung ke kota Medan adalah sekitar dua ribu tujuh ratus orang.
Dengan menerapkan metoda linear, berdasarkan kesimpulan kenaikan jumlah wisatawan yang bersifat linear setiap tahunnya, maka dengan menggunakan model matematika dari metoda linear ini diperoleh proyeksi jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke kota Medan untuk beberapa tahun
(60)
mendatang. Adapun model matematika dari metoda linear ini antara lain (Tabel 4.2).
Pn = Po + na
Dimana
Pn = jumlah wisatawan mancanegara pada tahun ke-n
Po = jumlah wisatawan mancanegara pada tahun awal
a = jumlah pertambahan tiap tahun
n = jumlah tahun proyeksi
Tabel 4.2: Proyeksi jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Medan
Tahun Jumlah wisatawan
mancanegara
2009 135305
2010 138020
2011 140735
2012 143450
2013 146165
2014 148880
2015 151595
2016 154310
2017 157025
2018 159740
2019 162455
2020 165170
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Utara, “Medan Dalam Angka 2009“
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik “Medan Dalam Angka 2009”,
(61)
Untuk wisatawan mancanegara : 17.38%
Untuk wisatawan nusantara : 82.62%
Tabel 4.3: Rata – rata Lama Menginap Tamu ( Mancanegara + Nusantara ) Pada
Hotel /Akomodasi Lainnya Menurut Tahun dan Kelas Hotel di Kota Medan tahun
2005 – 2008 (Hari )
Tahun 2008 2007 2006 2005
* 1.07 1.13 1.21 1.23
** 1.7 1.4 1.4 0.92
*** 1.56 1.37 1.37 1.7
**** 1.96 1.88 1.88 1.59
***** 1.72 1.25 1.23 2.23
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Utara, “Medan Dalam Angka 2009“
Jadi, untuk wisatawan mancanegara yang menginap di hotel, pertahun pada tahun 2020 berjumlah :
17.38 % x 165.170 = 28.706,54 orang/tahun
Dengan mengambil asumsi bahwa hotel ini dapat mengakomodasi 30% dari jumlah wisatawan mancanegara dan domestik yang datang ke kota Medan dan menginap di hotel.
Jumlah wisatawan mancanegara yang menginap di hotel butik Labuhan Deli yaitu:
(62)
Jumlah wisatawan domestik yang menginap di hotel butik Labuhan Deli:
Jadi, total wisatawan mancanegara dan domestik yang berkunjung ke hotel butik Labuhan Deli pada tahun 2020 adalah :
orang/tahun
49.550,982 / 365= 135.75 ≈136 orang/hari
Jadi total wisatawan mancanegara maupun domestik yang berkunjung ke hotel butik Labuhan Deli pada tahun 2020 diasumsikan sebanyak 136 orang. Dengan memperkirakan satu kamar tamu hotel akan digunakan oleh 2 orang, maka jumlah kebutuhan kamar hotel adalah sebanyak 136/2 = 68 kamar.
Mengingat konsep yang diterapkan berupa perkampungan Melayu maka
sebagian hunian hotel dirancang berupa cottage. Adapun jumlah kamar hotel
(63)
Tabel 4.4: tipe kamar hotel
No. Tipe Luas(m2) Jumlah Ruang
1. Kamar Hotel tipe
Standard 30 m
2
41
2. Cottage tipe
Standard plus 36 m
2
16
3. Cottage tipe Deluxe 42 m2 6
4. Cottage tipe Suite 100 m2 4
5. Presidential Suite 110 m2 1
Jumlah 68
Dari studi kasus yang telah dipaparkan di bab sebelumnya, untuk memperkenalkan Melayu pada pengunjung hotel tidak hanya pada desain bangunan tetapi juga dapat melalui seni, makanan, pakaian, dan adat istiadat.
Maka fasilitas yang disediakan oleh hotel berupa butik, bakery, art shop. Selain
itu terdapat 2 (dua) restoran yaitu coffee shop dan restoran lokal yang
menyediakan masakan Melayu; fitness; spa dan sauna; dan juga function hall
berkapasitas 50 orang (lampiran 2).
Untuk tempat parkir kendaraan roda empat menurut Juwana (2005), untuk 7 kamar hotel memerlukan 1 parkir kendaraan roda 4 sehingga total parkir kendaraan untuk 68 kamar hotel adalah 10 slot parkir kendaraan roda 4.
Sedangkan berdasarkan Neufret(1990), kapasitas parkir untuk function hall ialah
0.2 slot parkir per kursi, jika function hall dapat menampung 50 orang maka
diperlukan 10 parkir kendaraan roda 4 dan staf hotel diasumsikan memiliki 2 mobil.
(64)
Jika luas perlantai hotel 924m2 dan terdiri dari 4 lantai ditambah dengan semi basement maka diperlukan 2 (lift) penumpang dengan kapasitas 10 orang dan 1 (satu) lift barang/servis (Juwana, 2005).
Sementara pada Replika Istana Melayu Deli yang berfungsi sebagai galeri harus menyesuaikan ruang-ruang yang biasanya terdapat pada istana. Istana Melayu pada umumnya terdapat Balairung. Balairung merupakan tempat berkumpulnya tamu-tamu raja. Selain itu, akan dipamerkan sejarah Labuhan Deli dan Sungai Deli pada masa lampau dalam bentuk diorama. Perhiasan, seni budaya, alat musik, pakaian, dan juga senjata khas Melayu Sumatera Timur akan dipamerkan juga.
Setelah melakukan programming ruang sesuai dengan kebutuhan maka
perlu adanya pendekatan arsitektur apa yang digunaka sebagai landasan yang digunakan untuk menentukan kosep rancangan.
(65)
BAB V
THE GUIDING COMPASS
Arsitektur vernakular menurut Paul Oliver dalam Encyclopedia of Vernacular
Architecture of the World (Suharjanto, 2011) merupakan arsitektur yang teridir dari rumah-rumah rakyat dan bangunan lain, yang berhubungan erat dengan konteks
lingkungan dan sumber daya tersedia yang dimiliki, serta menggunakan teknologi
tradisional. Arsitektur vernakular dibangun untuk memenuhi kebutuhan spesifik dalam
upaya mengakomodasi nilai-nilai, ekonomi dan cara hidup budaya yang berkembang.
Area hotel dan cottage berkonsepkan suatu perkampungan Melayu dengan
menggunakan pendekatan arsitektur Neo-Vernakular. Dengan adanya aliran
sungai buatan di sepanjang hotel-cottage menciptakan kesan perumahan
penduduk yang berada di pesisir sungai.
Jadi Neo-Vernakular memiliki arti yaitu neo yang merupakan bahasa yunani memiliki makna yang berarti baru dan vernakular yang merupakan bahasa latin yaitu vernaculus yang berarti asli.
Maka dapat disimpulkan bahwa, arsitektur Neo-Vernakular merupakan suatu lingkungan binaan yang prinsipnya mempertimbangkan kaidah-kaidah normatif, kosmologis/kepercayaan, peran serta budaya lokal dan keselarasan antara bangunan, alam, dan lingkungan yang diterapkan ke dalam bentuk modern.
(66)
Produk pada bangunan nantinya tidak murni menerapkan prinsip-prinsip bangunan vernakular, melainkan menampilkan karya baru.
Kebudayaan-kebudayaan Melayu meliputi tradisi yang berupa pola hidup keseharian, tarian dan seni budaya, makanan dan pakaian khas Melayu ditampilkan dalam bentuk arsitektur dan juga pola hidup di kawasan sekitar.
Dengan adanya penyedian open space, diharapkan mampu menampung
aspirasi dan kreativitas yang diwujudkan dalam bentuk kebudayaan dan tradisi Melayu Deli khususnya dan juga Tionghoa.
Gambar 5.1: Open Space di Kawasan Kajian (warna merah)
Sumber: Urban Design Guideline Kawasan Kajian
Dengan melahirkan kembali tradisi-tradisi Melayu Deli dan juga arsitektur cina, diharapkan mampu meningkatkan kreativitas masyarakat sekitar dengan
(67)
“response” akan berkembang secara seimbang dalam menghadapi derasnya arus
modernitas (Wiranto, 1999). Dalam hal ini, tradisi merupakan “guiding idea”,
yaitu penghubung antara budaya dan peradaban. Dimana arsitektur merupakan suatu hasil dari suatu kebudayaan masyarakat.
Tradisi dan modernitas merupakan dua sisi mata uang, dimana keduanya
menentukan nilai perubahan dalam suatu masyarakat (Wiranto, 1999). Tradisi
berperan sebagai benteng dalam menghadapi arus modernitas yang terus berkembang seiring dengan berkembangnya kemajuan teknologi. Dengan memegang teguh kebudayaan dan tradisi, masayarakat mampu menghadapi modernitas tanpa harus kehilangan jati dirinya.
Dengan pengembangan konsep ini, diharapkan wisatawan yang akan berkunjung dapat merasakan atmosfir yang berbeda. Penyuguhan budaya dan tradisi dalam seni bina bangunan dan juga pola kehidupan tentunya menjadi magnet dalam menarik wisatawan untuk datang. Seiring dengan perkembangan jati diri Labuhan Deli, diharapkan dapat melahirkan kembali harta yang dulunya perna hilang.
Tahap pertama yang harus dilakukan dalam merancang ialah dengan melakukan penzoningan pada tapak sebelum sampai pada akhirnya merancang
bangunan. Dari hasil preview 2 (dua), pada Urban Design Guide Line (UDGL),
(68)
Gambar 5.2: Blockplan pada Urban Design Guideline
Pada perancangan tapak, cottage dan hotel berorientasi ke Sungai Deli
(lampiran 4a). Kamar-kamar ditawarkan dengan beberapa view, menghadap ke sungai, kolam teratai, Masjid Al-Oesmani, Vihara ataupun plaza yang terletak di
depan halaman Replika Istana Melayu Deli. Pada bagian cottage yang tidak
mendapatkan view ke sungai, dibuat kolam teratai di sepanjang cottage (gambar
(69)
Gambar 5.3: Groundplan
Sementara itu, di sepanjang area pinggir Sungai Deli dirancang sebagai
river walk. Di sepanjang river walk, pejalan kaki dapat duduk santai menikmati
view Sungai Deli. Untuk menjaga privasi, maka dibuat perbedaan level (berupa
tangga maupun ram) dan penanaman vegetasi/pohon. Potongan river walk dapat
dilihat pada gambar 5.4.
(70)
Sungai Deli menjadi view utama dalam merancang maka dari itu suasana
riverside harus mampu membangkitkan kembali area pinggir sungai yang menjadi
tempat sampah masyarakat. Adapun suasana riverside dapat dilihat pada gambar
5.5.
Gambar 5.5: Suasana Riverside
Setelah penzoningan pada tapak, tahap selanjutnya ialah merancang bangunan. Dalam merancang bangunan, ada beberapa pilihan yang mungkin dapat diterapkan dalam pengembangan konsep arsitektur Melayu.
Pilihan pertama yaitu dengan mengikuti susunan ruang dan tampak yang biasa terdapat pada rumah tradisional Melayu dengan tujuan agar penghuni hotel
dan cottage nantinya akan merasakan dan mengetahui arsitektur Melayu hanya
dengan memasuki suatu ruang.
Ruangan yang terdapat di rumah Melayu umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu: Anjung (Selasar), Rumah Induk/Ibu, Dapur (Penanggah). Susunan ruang pada rumah tradisional Melayu dapat dilihat pada gambar 5.6.
(71)
Gambar 5.6: Denah Tipikal Rumah Melayu
Sumber: studiomelayu.wordpress.com
Pilihan kedua, yaitu tampak/bentuk yang menggunakan arsitetur Melayu namun dengan denah yang disesuaikan dengan kebutuhan/fungsional. Falsafah dan konsep dalam senibina Melayu tradisional dikaitkan berdasarkan anggota tubuh manusia itu sendiri (gambar 5.7).
Gambar 5.7: Ilustrasi Falsafah Binaan Rumah Melayu
(72)
Rumah tradisional Melayu yang tepat berada di belakang Masjid Al-Oesmani dijadikan sebagai contoh untuk merancang tampak pada hotel dan juga
cottage (gambar 5.8).
Gambar 5.8: Rumah Tradisional Melayu Deli di Labuhan
Sumber: Luckman Sinar, Sejarah Medan Tempo Doeloe, Medan Perwira, 2001
Pilihan terakhir ialah, mungkin satu kesatuan perancangan tapak (penzoningan tapak) mengikuti susunan ruang pada rumah tradisional Melayu. Pada pilihan kedua ini, penggunaan zoning dianalogikan sebagai ruangan pada rumah tradisional Melayu.
Sebagai contoh, entrance pada tapak dianalogikan serambi pada rumah
tradisional Melayu karena fungsinya sebagai ruang penerima pertama untuk masuk. Terlihat jelas pengaruh ajaran agama islam dalam susunan ruang rumah tradisional Melayu. Ruangan yang semakin ke dalam sifatnya semakin private.
(73)
ruang pada rumah tradisional Melayu. Struktur susunan ruang pada cottage dan tampak/bentuk masa bangunan mengikuti struktur susunan ruang pada rumah tradisional Melayu (gambar 5.9). Hal ini menyebabkan denah menjadi tidak
fungsional karena tidak sesuai dengan kebutuhan. Tampak dan masa cottage
terinsipirasi dari rumah tradisional Melayu yang ada di Malaysia karena perancang merasa refrensi bangunan tradisional Melayu yang ada di Malaysia
sangat beragam. Namun, hal ini tentu saja menjadi “masalah” sebab
pengembangan konsep seharusnya (tampak) diambil dari bangunan Melayu yang ada di Deli.
(74)
Pengembangan konsep Melayu pada cottage dengan mengikuti denah dan tampaknya membuat ruangan tidak fungsional. Maka dari itu, pada asistensi selanjutnya perancang memutuskan untuk mengembangkan konsep dengan menerapkan tampak/masa bangunan dengan denah yang disesuaikan dengan kebutuhan. Perancang memutuskan untuk menerapkan pilihan kedua dalam mengembangkan konsep. Setelah melakukan beberapa kali asistensi dengan dosen pembimbing guna mencapai rancangan yang sesuai dengan pengembangan konsep.
Sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Medan Labuhan, ketinggian bangunan yang diperbolehkan hanya 4 lantai. Maka dari itu Konsep
struktur pada bangunan mengguakan rigid frame atau rangka kaku mengingat
jumlah lantai yang ditopang tidak banyak.
Hotel terdiri dari empat lantai dan semi basement (lampiran 2). Sirkulasi vertikal berupa tangga diletakkan di ujung kanan dan kiri sementara lift pengunjung diletakkan di tengah bangunan. Lift barang diletakkan berdekatan
dengan housekeeping dan janitor.
Pada semi basement hotel, difungsikan sebagai area servis hotel (gambar 5.10). Terdapat area parkir roda empat pengunjung hotel, ruang ganti ruang loker karyawan pria dan wanita, ruang istirahat dan ruang makan karyawan, musala,
ruang genset, STP (Sewage Treatment Plan), GWT (Ground Water Tank) dan
(75)
Gambar 5.10: Denah Basement Hotel
Pada lantai dasar (ground floor) hotel difungsikan sebagai ruang publik.
Peletakkan lounge berdekatan dengan entrance dan resepsionis. Restoran dengan
kapasitas 68 orang diletakkan di bagian kiri hotel agar pengunjung yang menginap
di cottage tidak terlalu jauh mencapainya. Pada lantai dasar ini juga terdapat art
shop, butik dan ruang spa dan sauna, ruang manager dan general manager, dan
toilet. Art shop menjual pernak-pernik dan seni kebudayaan Melayu. Pada lantai
dasar, berdekatan dengan lounge terdapat tangga khusus untuk ke lantai dua. Denah lantai dasar dapat dilihat pada gambar 5.11.
(76)
Gambar 5.11: Denah Lantai Dasar Hotel
Lantai 2 (dua) hotel (gambar 5.12) merupakan fasilitas hotel seperti halnya
lantai dasar. publik. Terdapat function hall dengan kapasitas 50 orang dan
dilengkapi dengan banquet. Selain itu, terdapat butik, bakery, gym dan ruang rapat, ruang direktur, dan ruang staff.
(77)
Pada lantai 3 hotel (gambar 5.13) dan lantai 4 (empat) hotel (gambar 5.14) merupakan kamar hotel yang dilengkapi dengan balkon. View kamar menghadap ke sungai dan Masjid Al-Oesmani.
Gambar 5.13: Denah Lantai 3 (tiga) Hotel
Gambar 5.14: l Denah Lantai 4 (empat) hotel
Kamar hotel berukuran 4x7 m dilengkapi dengan balkon. Pada kamar
terdapat KM/WC yang dilengkapi dengan bathup, wastafel, dan closet; wardrobe;
(78)
Gambar 5.15: Detail Kamar Hotel
Sementara itu terdapat 4 (tipe) tipe cottage, yaitu standar plus, deluxe,
suite, dan president suite (lampiran 1) yang masing-masing menawarkan fasilitas
dan juga view yang berbeda. Pada cottage tipe standar plus, view mengahadap ke
kolam teratai. Cottage ini terdiri atas ruang tidur; km/wc yang dilengkapi dengan
bathup, wastafel, dan closet; dan teras sebagi sitting area. Karena lebar yang
terlalu minim dengan panjang 9 m, membuat bangunan ini terlalu ramping oleh
sebab itu, 2 (dua) cottage ini digandeng jadi satu (couple). Karena lahan yang
relatif kecil, maka cottage terdiri atas dua lantai dengan kepemilikan yang berbeda
(gambar 5.16).
(79)
Sama seperti halnya cottage standar plus, cottage deluxe juga digandeng menjadi satu dengan lantai dua yang kepemilikkannya berbeda (gambar 5.17).
cottge deluxe teridir dari tempat tidur; ruang makan dan pantry; dan sitting area.
Cottage deluxe, view menghadap ke kolam teratai
Gambar 5.17: Denah Cottage Tipe Deluxe
Pada cottage suite, terdapat 2 kamar tidur, satu kamar tidur utama dan 1
kamar tidur anak dengan masing-masing mempunyai KM/WC di dalamnya; pantry dan ruang makan; dan WC (lampiran 6b). Kamar tidur dan ruang makan menghadap ke sungai (gambar 5.16).
(80)
Pada cottagepresidential suite, fasilitas yang dimiliki hampir sama dengan
cottage suite, hanya saja pada kamar tidur utama memiliki ruang ganti pakaian
dan juga kolam renang VIP khusus untuk cottage presidential suite (gambar 5.19).
Berbeda seperti cottage standar plus dan deluxe, cottage suite dan presidential
suite ini terdiri dari dua lantai tetapi dengan satu kepemilikan (lampiran 6b).
Gambar 5.19: Denah Cottage Tipe Presidential Suite
Penerapan arsitektur neo-vernakular Melayu pada bangunan terlihat tampak jelas pada fasad bangunan dan kaki bangunan (panggung) khususnya
pada cottage dan replika istana kesultanan Melayu Deli. Atap yang digunakan
ialah atap pelana dengan ornamen lebah begantung, selembayung pada perabung
atap dan kunda kencana pada ventilasi atap, Sementara itu ornamen pada railing
(81)
Gambar 5.20: Detail Penggunaan Ornamen pada Rancangan Bangunan
Penggunaan ornamen-ornamen ini diambil dari ornamen yang digunakan pada rumah tradisional Melayu Deli yang berada di belakang Masjid Al-Oesmani. Penerapan arsitektur neo-vernakular Melayu pada bangunan dapat dilihat pada gambar 5.21, gambar 5.22 dan gambar 5.23.
Gambar 5.21: Fasad Hotel
(82)
Gambar 5.23: Fasad Replika Istana Kesultanan Melayu Deli
Pada Replika Istana Melayu Deli, lantai dasar terdapat ruang hall yang berfungsi sebagai penerima; ruang pamer senjata; dan ruang pamer pakaian adat
Melayu yang berada di hall; screen room yang menceritakan sejarah asal mula
Melayu Deli; dan ruang balairung yang berfungsi sebagai ruang penerima tamu raja dulunya (gambar 5.24 dan lampiran 7a).
Gambar 5.24: Denah Lantai Dasar Replika Istana
Pada lantai 2 (dua), replika istana terdapat ruang pameran seni ukir mengingat bahwa dulunya keterampilan orang-orang Melayu ialah seni mengukir;
(83)
diorama Sungai Deli yang menceritakan kejayaan sungai di waktu silam sebagai pelabuhan internasional; dan suatu ruang yang menggambarkan bilik/tempat tidur Raja (gambar 5.25 dan lampiran 7a).
Gambar 5.25: Denah Lantai 2 (Dua) Replika Istana
Pada groundplan, terdapat restoran dengan masa tunggal. Pada lantai dasar
restoran terdapat ruang makan dan dapur. Dan pada lantai 2 (dua) restoran terdapat ruang makan dan bar. Restoran ini menyediakan makanan Melayu. Restoran memilki 3 (tiga) ruang makan VIP berupa gazebo yang menghadap ke sungai (lampiran 7a).
Dalam merancang sebuah bangunan, bentuk dan tampak/fasade memiliki
peran yang sangat penting. Karakteristik yang muncul dari desain bentuk dan
fasade sebuah bangunan akan membentuk citra dari bangunan itu sendiri. Pada
perancangan ini, perancang menekankan warna cokelat (kayu) secara keseluruhan untuk menekankan konsep harmoni dengan alam. Susana keseluruhan tapak dapat dilihat pada gambar 5.26.
(84)
Gambar 5.26: Perspektif Mata Burung
Sementara Susana pada replika istana dapat dilihat pada gambar 5.27. Terdapat plaza di depan Replika istana. Gambar 5.28 menunjukkan suasana
riverside.
Gambar 5.27: Perspektif Replika Istana
Gambar 5.28: Perspektif Mata Burung (Riverside)
Setelah melakukan rancangan maka dilakukan pengujian terhadap hasil rancangan bangunan dan juga lansekap. Kritik dan saran yang positif dijadikan
(85)
BAB VI
UNHABITATED ISLAND
Setelah mempresentasikan hasil rancangan, diadakan pengujian terhadap rancangan tersebut. Ada beberapa masukan/saran pada saat pengujian. Salah satu masukan pada saat tahap pengujian akhir rancangan terkait kemudahan
aksesbilitas menuju ke cottage untuk difable. Mengingat sasaran pengunjung hotel
yang akan menginap ialah orang-orang yang berasal dari Malaysia (didominasi oleh suku Melayu), maka ruang harus mengikuti kebutuhan pengunjung. Orang
Malaysia umumnya berpergian (dalam group) dengan membawa sanak-saudara
ikut serta termasuk manula. Maka dari itu, kemudahan aksesbilitas untuk manula harus dipikirkan dengan matang. Salah satu akibatnya ialah penyediakan ram
untuk menuju ke cottage (lampiran 5b dan lampiran 6a). Gambar penambahan
ram pada cottage dapat dilihat pada gambar 6.1 dan 6.2.
Gambar 6.1: Penambahan Ram pada Cottage Standart Plus
(86)
Gambar 6.2: Penambahan Ram Pada Cottage Deluxe
Hal ini juga berpengaruh pada layout kamar hotel (lampiran 5a). Kamar
hotel menggunakan connecting door (gambar 6.3). Connecting door berfungsi
sebagai penghubung antara 2 (dua) kamar yang bersebelahan. Pintu penghubung ini dapat dibuka untuk mempermudah komunikasi anggota keluarga tanpa harus keluar kamar hotel. Disediakan juga 2 (dua) kamar suite pada hotel (gambar 6.4).
Gambar 6.3 : Kamar hotel dengan Gambar 6.4: Kamar suite pada hotel
connecting door
Sementara itu, karena sasaran pengunjung sering datang dalam group.
(87)
(gambar 6.5). Setelah antar/jemput pengunjung hotel, bus akan parkir di parkir terpusat (di depan stasiun).
Selain itu, kolam teratai pada perancangan tapak dinilai kurang cocok oleh
sebab itu kolam teratai diganti dengan taman. Jadi cottage standar plus
menghadap ke view taman (gambar 6.5).
Gambar 6.5: Perbaikan Groundplan
Bangunan gedung pada umumnya merupakan bangunan yang digunakan oleh manusia untuk melakukan kegiatan. Agar supaya bangunan gedung yang dibangun dapat dipakai, dihuni, dan dinikmati oleh pengguna/penghuni, perlu
(88)
dilengkapi dengan prasarana lain yang disebut prasarana bangunan atau utilitas bangunan.
Utilitas bangunan merupakan kelengkapan dari suatu bangunan gedung, agar bangunan gedung tersebut dapat berfungsi secara optimal. Disamping itu penghuninya akan merasa nyaman, aman, dan sehat. Sistem utilitas bangunan sendiri terbagi menjadi beberapa lingkup, yaitu sistem elektrikal, sistem plumbing, sitem persampahan, sistem pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran, Sistem pengkondisian udara, sistem transportasi vertikal dan sistem telekomunikasi. Sistem utilitas pada bangunan hotel dapat dilihat pada lampiran 8a.
Salah satu utilitas bangunan ialah sistem elektrikal. Rencana elektrikal/listrik merupakan penjelasan bagaimana pendistribusian listrik yang berasal dari PLN ke ruang-ruang di dalam suatu bangunan. Pada umumnya, aliran
listrik diawali dari PLN (sebagai sumber utama) lalu didistribusikan ke Mini
Circuit Breaker (MCB). Pada MCB, aliran listrik dibagi menjadi dua bagian yaitu
aliran listrik langsung dan aliran listrik yang akan disalurkan ke generator. Lalu dari MCB disalurkan ke panel utama yang nantinya akan menyalurkan ke dalam ruang masing-masing. Skema dan rencana pendistribusian listrik pada hotel dapat dilihat pada gambar 6.6.
(89)
Gambar 6.6: Skema Pendistribusian Listrik pada Hotel
Sistem plumbing merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan suatu gedung. Oleh sebab itu, perencanaan dan perancangan sistem plumbing harus dilakukan bersamaan dan sesuai dengan tahapan-tahapan perencanaan dan perancangan gedung itu sendiri, dengan memperhatikan secara seksama hubungannya dengan bagian-bagian konstruksi gedung serta peralatan lainnya yang ada di dalam gedung tersebut (seperti pendingin udara, peralatan listrik, dan lain-lain). Secara umum, pendistribusian/sistem sanitasi suatu bangunan dapat dilihat pada gambar 6.7.
(90)
Gambar 6.7: Skema Pendistribusian Air pada Bangunan
Pembagian zona privasi tiap ruangan, rencana elektrikal, rencana sanitasi, rencana sirkulasi, rencana telekomunikasi, dan rencana struktur dibuat dalam bentuk aksonometri agar orang dapat mengetahui sistem bangunan secara keseluruhan dengan hanya melihat rencana aksonmetri tersebut.
Berikut merupakan diagram aksonometri pembagian zona berdasarkan
keintimannya hotel. Bagian zona publik berwarna biru, sementara zona private
berwarna merah dan servise berwarna kuning. Zona private ini merupakan kamar-kamar yang diperuntukkan untuk tamu hotel (gambar 6.8). keluar dari kamar-kamar, tamu hotel akan melewati koridor yang merupakan sirkulasi horizontal. Jalur
(1)
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3a Lampiran 3b
(2)
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4a Lampiran 4b
(3)
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5a Lampiran 5b
(4)
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6a Lampiran 6b
(5)
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7a Lampiran 7b
(6)
Universitas Sumatera Utara Lampiran 8a