Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia memiliki kebutuhan yang beragam, tidak terbatas, dan harus dipenuhi dalam kehidupan sehari-hari. Mereka melakukan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Namun, kegiatan konsumsi dapat menimbulkan permasalahan ketika seseorang lebih mendahulukan keinginan dibandingkan dengan kebutuhan. Sehingga sering kali mereka mengkonsumi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan, atau dapat dikatakan sebagai perilaku konsumtif Sembiring 2008:2. Perilaku konsumtif tidak boleh dibiarkan begitu saja, sebab dapat mempengaruhi kondisi perekonomian seseorang, bahkan perekonomian negara. Selain itu banyak masyarakat Indonesia yang memiliki kecenderungan yang mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada, hal ini apabila tidak ada kontrol maka akan menjadi pola perilaku konsumtif yang akan menjadi budaya. Selanjutnya budaya konsumtif dan kemajuan era globalisasi ini akan menjadi satu dalam membentuk sebuah gaya hidup. Gaya hidup seseorang mampu mempengaruhi perilaku, termasuk dalam menentukan pilihan akan barang dan jasa yang akan menjadi konsumsinya. Dalam memilih produk yang akan dikonsumsi, seseorang akan mengasosiasikannya dengan gaya hidup yang menjadi pilihannya. Setiap hari akan selalu ada produk- produk baru yang muncul di pasaran baik itu peralatan elektronik, kosmetik, pakaian, dll. Untuk mendapatkan barang-barang tersebut manusia konsumtif akan rela melakukan dan mengorbankan berbagai hal agar dapat memilikinya. Fenomena ini akan menjadi lebih buruk ketika tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi juga terjadi pada orang di usia remaja. Banyak orang menyatakan bahwa masa remaja merupakan periode masa peralihan. Dalam setiap periode peralihan tersebut, status individu seseorang menjadi semu dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa remaja, para remaja tidak lagi dapat disebut sebagai seorang anak kecil dan mereka juga belum dapat dikatakan sebagai orang dewasa. Namun di lain pihak status remaja yang tidak jelas ini mampu menguntungkan karena memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai, dan sifat yang dianggap paling sesuai bagi dirinya. Remaja masa kini banyak sekali tekanan-tekanan yang mereka dapatkan, mulai dari perkembangan fisiologi, ditambah dengan kondisi lingkungan dan sosial budaya serta perkembangan teknologi yang semakin pesat. Hal ini dapat mengakibatkan munculnya masalah-masalah perilaku yang tidak sesuai, contohnya akan muncul perilaku konsumtif. Pendapat mengenai perilaku konsumtif telah dikemukakan oleh beberapa ahli. Perilaku konsumtif menggambarkan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal Tambunan, 2001. Perilaku konsumtif yang dilakukan oleh remaja maupun orang dewasa pada saat ini adalah suatu realita. Penelitian ini mengkaji perilaku konsumtif pada remaja, dikarenakan begitu pentingnya periode remaja yang nantinya akan mempengaruhi kehidupan mereka pada periode dewasa. Khususnya siswa di SMA Negeri 7 Semarang pada kelas X IIS dan XI IIS. Peneliti memilih kelas X IIS dan XI IIS dengan pertimbangan, siswa jurusan IIS mendapatkan porsi pembelajaran ekonomi- akuntansi yang lebih banyak dibandingkan kelas lainnya tidak termasuk kelas XII IIS yang sedang difokuskan untuk UN. Idealnya setelah siswa menerima pengetahuan tentang konsep ekonomi-akuntansi, siswa dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contohnya penerapan pola hidup hemat dan bijaksana dalam mengelola keuangan dan sumber daya yang ada. Surendra 2014 menyatakan bahwa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Remaja memiliki kecenderungan sifat egoisme diri, pencarian jati diri dan eksistensi diri. Remaja yang kini banyak terjebak dalam kehidupan konsumtif, dengan rela mengeluarkan uangnya untuk menuruti segala keinginan, bukan kebutuhan, dalam keseharianya remaja menghabiskan uang mereka untuk membeli makanan, pakaian, perangkat elektronik, hiburan, dan sebagainya. Semua ini dilakukan remaja kebanyakan hanya untuk ajang pamer dan mengikuti gengsi. Seperti diketahui bahwa masa remaja merupakan fase di mana mereka masih dalam situasi dan dianalogikan seperti rumput yang ketika tertiup angin ia akan mengikuti kemana arah angin itu berhembus, remaja yang dalam pergaulanya dikelilingi oleh remaja lain yang juga berperilaku konsumtif maka dia akan mengikuti gaya dan penampilan agar tidak kalah dari teman sebayanya. Jika keinginannya tidak terpenuhi akan timbul rasa kecewa, frustasi, marah, dan tingkah laku lain yang dapat merugikan diri sendiri serta orang lain. Bahkan remaja akan melakukan cara yang terkesan sembarangan dalam upaya pemenuhan konsumsinya. Misalnya, terdapat kasus remaja yang mencuri barang atau uang, bahkan tidak segan untuk menyelewengkan uang pembayaran sekolah untuk membeli barang yang diinginkannya. Kasus-kasus dan fenomena-fenomena yang telah dijelaskan sebelumnya, merupakan kejadian yang sangat memprihatinkan dan timbul akibat dari adanya perilaku konsumtif di kalangan para remaja Indonesia. Kejadian-kejadian tersebut dapat ditemukan pula pada siswa di lingkungan SMA Negeri 7 Semarang. SMA Negeri 7 Semarang merupakan satuan pendidikan yang berada di daerah administratif Kota Semarang dan dapat dikatakan berada di wilayah perkotaan dengan perkembangan teknologi, informasi, dan pergaulan yang cukup pesat sehingga dikhawatirkan dapat mempengaruhi perilaku para siswanya. Masalah yang terjadi di SMA Negeri 7 Semarang tersebut ditemukan melalui observasi secara langsung. Hasil observasi untuk penelitian ini dapat tergambarkan dengan jelas dari data rata-rata pengeluaran siswa berdasarkan uang saku yang diperolehnya selama satu bulan. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1 Alokasi Uang Saku Per Bulan Siswa Kelas X IIS dan XI IIS di SMA Negeri 7 Semarang No. Kegunaan Uang Saku Jumlah Defisit Impas Surplus 1 Transport Rp 83.475 53 Siswa 66 6 Siswa 8 21 Siswa 26 2 Kebutuhan Belajar Rp 52.319 3 Jajan Rp 189.688 4 Kebutuhan Lain-lain Rp 78.688 Total uang saku Rp 366.100 Sumber: Data observasi yang diolah, 2015 pada lampiran 1 Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa pengeluaran konsumsi siswa SMA kelas X IIS dan XI IIS di SMA Negeri 7 Semarang Tahun Ajaran 20142015 untuk kebutuhan jajan lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan pengeluaran siswa untuk kebutuhan belajar yang merupakan investasi bagi masa depan. Selain itu kecenderungan siswa mengalami defisit sebesar 66 atau sebanyak 53 siswa. Dengan demikian dapat mengindikasikan bahwa siswa kelas X IIS dan XI IIS di SMA Negeri 7 Semarang Tahun Ajaran 20142015 cenderung berperilaku konsumtif. Disamping itu, untuk mengetahui perilaku siswa yang berkaitan dengan perilaku konsumtif dalam menggunakan fasilitas yang diperolehnya, di bawah ini diketahui data mengenai alat transportasi siswa yang digunakan untuk menuju ke sekolah, data tersebut tersaji dalam Tabel 1.2 Tabel 1.2 Jenis alat transportasi ke Sekolah No. Alat transportasi Jumlah 1 Mobil 2 2,5 2 Motor 72 90 3 Angkutan Umum 6 7,5 TOTAL 80 100 Sumber: Data observasi yang diolah, 2015 pada lampiran 2 Berdasarkan Tabel 1.2 diketahui sebanyak 72 siswa atau 90 responden menggunakan alat transportasi motor untuk menuju ke sekolah. Dengan diberikannya fasilitas kendaraan oleh orang tua kepada anaknya diharapkan akan lebih memudahkan siswa dalam menunjang kegiatan sekolah, karena dengan siswa membawa kendaraan sendiri ke sekolah tidak akan terjadi keterlambatan dan proses belajar akan berjalan dengan lancar. Namun tidak semua siswa memanfaatkan fasilitas kendaraan pribadi yang diberikan orang tua untuk kepentingan sekolah namun akan ada dampak negatif yang dihasilkan dari hal tersebut, misalnya pergi dari rumah dengan orang tua pamit untuk berangkat menuju ke sekolah ternyata siswa membolos. Contoh lain, ketika pulang sekolah tidak lantas menuju rumah, namun terlebih dahulu bersama teman- teman hingga menjelang sore. Kegiatan bersama teman-teman itu pun tidak hanya sekedar duduk dan bercengkerama, namun di tempat tersebut tentu saja tersedia makanan atau jajanan yang lainnya, dengan demikian akan dapat memunculkan keinginan siswa untuk lebih konsumtif ketika terdapat sisa uang saku yang sebenarnya dapat digunakan untuk keperluan lain atau menabung. Tambunan 2001 menyatakan bahwa perilaku konsumtif pada remaja muncul karena remaja ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar, ikut-ikutan teman, ingin tampak berbeda dengan orang lain dan cenderung tidak pernah puas dengan apa yang sudah dimilikinya. Perilaku konsumtif oleh kalangan remaja ataupun dewasa merupakan suatu fenomena yang terjadi pada saat ini. Untuk memahami perilaku konsumtif, terlebih dahulu harus memahami tentang istilah perilaku konsumen. Ada dua kekuatan dari faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu kekuatan sosial budaya dan kekuatan psikologis. Hal ini sesuai dengan pendapat Stanton, 1981 Mangkunegara, 2002: 5 yang menyatakan: buying behavior . Kekuatan sosial budaya terdiri dari faktor budaya, tingkat sosial, kelompok anutan small referensce group, dan keluarga. Sedangkan kekuatan psikologis terdiri dari pengalaman belajar, kepribadian, sikap dan keyakinan, serta gambaran diri self-concept. Sebagai dugaan awal penyebab perilaku konsumtif siswa, terlebih dahulu mengumpulkan informasi awal melalui tahap wawancara kepada satu guru mata pelajaran Ekonomi Akuntansi di SMA Negeri 7 Semarang dan 4 siswa kelas X IIS serta 4 siswa kelas XI IIS SMA Negeri 7 Semarang. Dari hasil wawancara tersebut, diperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang menyebabkan Siswa SMA Negeri 7 Semarang berperilaku konsumtif. Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif siswa SMA Negeri 7 Semarang, yaitu faktor lingkungan tempat tinggal, pendapatan orang tua, status ekonomi keluarga, pola perlakuan orang tua, peran orang tua, sifat dari anak itu sendiri, pendidikan mata pelajaran ekonomi, pengetahuan mengenai keuangan dan teman sebaya Lampiran 3 dan 4. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan serta dari pendapat ahli, diperoleh faktor yang diduga berpengaruh kuat terhadap perilaku konsumtif pada siswa SMA Negeri 7 Semarang. Diantaranya persepsi tentang peran orang tua, teman sebaya peer group dan pengetahuan tentang keuangan financial literacy. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi-kondisi yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif sebagai variabel dependen masih tinggi. Secara logis memang sudah terbukti apabila persepsi tentang peran orang tua dan financial literacy tinggi, maka perilaku konsumtif rendah serta apabila peer group tinggi, maka perilaku konsumtif tinggi. Namun dari teori para ahli dan hasil wawancara belum cukup menguatkan bahwa peran orang tua, peer group dan financial literacy berpengaruh terhadap perilaku konsumtif siswa. Jadi perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk dapat mengetahui seberapa besar pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Sehingga benar-benar terbukti bukan hanya secara logis tetapi juga didasarkan pada hasil dari penelitian. Adiwikarta, 1988 dan Sigelman Shaffer, 1995 Yusuf, 2009: 36 berpendapat bahwa keluarga adalah unit sosial terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat pada setiap masyarakat di dunia atau suatu sistem sosial yang terpancang dalam sistem sosial yang lebih besar. Keluarga merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk budaya dan perilaku. Keluarga menjadi tempat pertama individu memperoleh pendidikan. Latar belakang keluarga akan mempengaruhi proses yang terjadi di dalam kehidupan anggota keluarganya, misalnya: pendidikan orang tua, status sosial-ekonomi, peran orang tua, pola perlakuan orang tua, dapat berpengaruh terhadap perilaku anaknya. Data pekerjaan dan pendapatan orang tua yang diperoleh dari hasil angket dapat di lihat pada Tabel 1.3 Tabel 1.3 Jenis Pekerjaan Orang Tua Jenis Pekerjaan F Persentase Ayah Ibu Pegawai Negeri 22 8 37,50 Wiraswata 29 17 57,50 Guru Non PNS 2 1 3,75 Lain-lain 27 54 101,25 TOTAL 80 80 Sumber: Data observasi yang diolah, 2015 pada lampiran 2 Tabel 1.3 menunjukkan jenis pekerjaan orang tua responden. Jenis pekerjaan orang tua responden terbagi menjadi 4 empat kategori yaitu Pegawai Negeri Sipil, Wiraswasta, Guru Non PNS dan Lain-lain. Tabel 1.4 berikut menunjukkan tingkat pendapatan orang tua responden. Rata-rata pendapatan orang tua responden sudah cukup tinggi, dengan demikian turut serta mempengaruhi perilaku anak jika uang saku yang dialokasikan untuk anaknya tidak terkelola dengan baik. Tabel 1.4 Tingkat Pendapatan Orang Tua Responden Tingkat Pendapatan Jumlah Persentase Rp 1.200.000 7 8,75 Antara Rp 1.200.000 sd Rp 3.200.000 27 33,75 Antara Rp 3.200.000 sd Rp 5.200.000 26 32,50 Rp 5.200.000 20 25 Sumber: Data observasi yang diolah, 2015 pada lampiran 2 Keluarga merupakan tempat terjadinya proses sosialisasi yang akan menjadi pedoman bagi anak untuk bermasyarakat dengan baik dan benar. Apabila proses sosialisasi itu berlangsung dengan baik, maka seorang anak akan tumbuh dengan perilaku yang baik pula di masyarakat, jika yang terjadi adalah sebaliknya maka tidak jarang anak akan berperilaku buruk kepada lingkungan masyarakat. Dari keluarga pula individu memahami tingkah laku apa yang disenangi dan tidak disenangi oleh kelompok sosial sehingga menjadi latar belakang terbentuknya pola tingkah laku. Dimensi dari lingkungan sosial ekonomi yang dapat mempengaruhi perilaku konsumtif adalah peran orang tua terhadap anak. Peran orang tua terhadap anak merupakan perilaku yang diupayakan orang tua dalam menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai moral ekonomi pada anak kaitannya dengan kehidupannya sehari-hari. Orang tua dapat bertindak sebagai pengatur peluang kontak sosial remaja dengan kawan-kawan sebaya, kawan-kawan lain, dan orang-orang dewasa Santrock, 2007:13. Hasil pendugaan variabel persepsi tentang peran orang tua melalui angket menunjukkan data awal pengaruh Persepsi tentang Peran Orang Tua terhadap siswa kelas X IIS dan kelas XI IIS di SMAN 7 Semarang Tahun Ajaran 20142015 yang tersaji dalam Tabel 1.5 berikut. Tabel 1.5 Data Awal Variabel Pengaruh Persepsi tentang Peran Orang Tua No. Interval Skor F Kategori Rerata Skor 1 19 21 7 8,75 Sangat Tinggi 15,3 Tinggi 2 16 18 34 42,5 Tinggi 3 13 15 26 32,5 Rendah 4 10 12 13 16,25 Sangat Rendah 80 100 Sumber: Data observasi yang diolah, 2015 pada lampiran 6 Tabel 1.5 menunjukkan rata-rata siswa dengan persepsi tentang peran orang tua pada kategori tinggi atau diartikan bahwa orang tua berperan aktif dalam mengawasi penggunaan uang saku anak sehingga siswa tidak berperilaku konsumtif. Peneliti tertarik untuk menemukan jawaban mengapa dapat terjadi perbedaan antara fakta di lapangan dengan kondisi ideal secara teoretis maupun empiris. Berdasarkan hasil penelitian Rahayu 2013 mengenai Pengaruh Peran Orang Tua terhadap Perilaku Konsumtif Siswa Kelas XI IS di SMA Ksatrian 1 Semarang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan Peran Orang Tua terhadap Perilaku Konsumtif, dibuktikan dengan koefisien determinasi parsial variabel peran orang tua terhadap perilaku konsumtif sebesar 2 dengan tingkat signifikansi 5. Relevansi penelitian tersebut dalam penelitian ini yaitu penggunaan variabel peran orang tua, namun penggunaan indikator dalam mengukur variabel peran orang tua dan tempat penelitian yang berbeda. Faktor selanjutnya yang diduga cukup tinggi mempengaruhi perilaku konsumtif seseorang berasal dari lingkungan, dalam penelitian ini aspek yang digunakan adalah kelompok teman sebaya. Menurut Santrock 2007:55, teman sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Selanjutnya, hasil pendugaan variabel peer group melalui angket menunjukkan data awal pengaruh Peer Group terhadap perilaku konsumtif siswa kelas X IIS dan kelas XI di SMAN 7 Semarang Tahun Ajaran 20142015 yang tersaji dalam Tabel 1.6 berikut. Tabel 1.6 Data Awal Variabel Peer Group No. Interval Skor F Kategori Rerata Skor 1 16 19 8 10 Sangat Tinggi 11,8 Rendah 2 13 15 11 13,75 Tinggi 3 10 12 56 70 Rendah 4 7 9 5 6,25 Sangat Rendah 80 100 Sumber: Data observasi yang diolah, 2015 pada lampiran 6 Tabel 1.6 menunjukkan siswa terpengaruh oleh teman sebaya peer group pada kategori Rendah sehingga siswa tidak berperilaku konsumtif atau perilaku konsumtif siswa rendah. Namun, meskipun rata-rata siswa berada pada pengaruh peer group kategori rendah, perilaku konsumtif siswa masih tinggi. Adanya gap tersebut menjadikan topik perilaku konsumtif siswa menarik untuk dikaji secara lebih lanjut. Peneliti tertarik untuk mengkaji mengapa dapat terjadi perbedaan antara fakta di lapangan dengan kondisi ideal secara teoretis maupun empiris. Berdasarkan penelitian Nurasyiah dan Budiwati 2008 mengenai An Analysis of the Influence of Social Economy Environment for Student consumptive Attitude menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kelompok teman sebaya terhadap perilaku konsumtif. Dimana seseorang yang berada dalam kelompok teman sebaya yang cenderung untuk konsumtif maka individu tersebut juga mengikuti perilaku konsumtif teman mereka walaupun mereka memiliki orientasi akademik yang baik dan usia yang sudah dewasa. Relevansi penelitian ini adalah penggunaan variabel peer group. Namun perbedaannya penggunaan indikator dalam mengukur variabel peer group dan tempat penelitian. Faktor selanjutnya yang diduga cukup tinggi menyebabkan perilaku konsumtif adalah pengetahuan keuangan funancial literacy. Financial literacy ini dikaitkan dengan faktor kekuatan psikologis yaitu pengalaman belajar, kepribadian, sikap dan keyakinan, serta gambaran diri self-concept. Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan perilaku akibat pengalaman sebelumnya. Perilaku konsumtif dapat dipelajari karena sangat dipengaruhi oleh pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar akan menentukan tindakan dan pengambilan keputusan untuk membeli. Dalam hal ini pengalaman belajar diarahkan pada pemahaman terhadap pengetahuan yang berhubungan dengan keuangan yang disebut financial literacy. Financial literacy ini menjadi wujud dari hasil pembelajaran dan proses masuknya informasi mengenai pengetahuan Ekonomi-Akuntansi yang diperoleh siswa dari mata pelajaran di sekolah. Pembelajaran ekonomi pada dasarnya mengajarkan siswa mengenai bagaimana manusia memanfaatkan sumber daya secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan manusia. Melalui pembelajaran akuntansi siswa dapat menghitung rata-rata jumlah biaya sekolahnya selama satu bulan, siswa dapat pula menghitung jumlah uang yang dapat disisihkan dari uang jajannya untuk menabung di bank, serta siswa mampu menghitung total biaya yang telah dikeluarkan oleh orang tuanya dalam membiayai sekolahnya sampai lulus SMA. Berdasarkan penelitian Imawati 2013 mengenai Pengaruh Financial Literacy terhadap Perilaku Konsumtif Remaja pada Program IPS SMA Negeri 1 Surakarta menyatakan bahwa financial literacy berpengaruh terhadap perilaku konsumtif remaja dengan signifikansi negatif, artinya ketika financial literacy meningkat maka perilaku konsumtif akan menurun. Pemberian financial literacy dari aspek kognitif telah dilakukan di SMA Negeri 7 Semarang melalui pembelajaran ekonomi. Relevansi dengan penelitian ini penggunaan variabel financial literacy, namun tempat penelitian yang berbeda. Berbagai lembaga mengemukakan definisi tentang financial literacy, menurut Program International for Student Assesment PISA, 2012:144, financial literacy adalah pengetahuan dan pemahaman terhadap konsep keuangan dan risiko, keahlian, motivasi dan kepercayaan diri untuk menerapakan pengetahuan dan pemahaman untuk membuat keputusan atas berbagai aspek keuangan, untuk memperbaiki kesejahteraan finansial seseorang atau kelompok dan untuk ikut serta dalam kegiatan ekonomi. Berdasarkan definisi yang diajukan oleh PISA tersebut terdapat dua hal yang ada dalam financial literacy yaitu pemikiran dan perilaku seseorang serta tujuan seseorang untuk mengembangkan setiap aspek keuangan, sehingga perilaku konsumtif seseorang dapat dicegah dan dikontrol oleh financial literacy yang tinggi. Tabel 1.7 Data Awal Variabel No. Interval Skor F Kategori Rerata Skor 1 17 19 5 6,25 Sangat Tinggi 13,35 Tinggi 2 14 16 34 42,5 Tinggi 3 11 13 33 41,25 Rendah 4 8 10 8 10 Sangat Rendah 80 100 Sumber: Data observasi yang diolah, 2015 pada lampiran 6 Selanjutnya, hasil pendugaan variabel financial literacy melalui angket menunjukkan data awal financial literacy siswa kelas X IIS dan kelas XI IIS di SMAN 7 Semarang Tahun Ajaran 20142015 yang tersaji dalam Tabel 1.7. Tabel 1.7 menunjukkan rata-rata siswa berada pada financial literacy kategori tinggi sehingga idealnya siswa tidak berperilaku konsumtif atau perilaku konsumtif siswa menjadi rendah. Namun, meskipun rata-rata siswa memiliki financial literacy tinggi, perilaku konsumtif siswa masih tinggi. Adanya gap tersebut menjadikan topik perilaku konsumtif siswa menarik untuk dikaji secara lebih lanjut. Peneliti tertarik untuk mengkaji mengapa dapat terjadi perbedaan antara fakta di lapangan dengan kondisi ideal secara teoretis maupun empiris. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada salah satu variabel independen yang digunakan yaitu variabel persepsi peran orang tua. Perbedaan yang lain adalah pada subjek penelitiannya. Subjek pada penelitian ini merupakan siswa SMA Negeri 7 Semarang yang dapat dikatakan letak geografisnya berada diwilayah padat penduduk atau di wilayah perkotaan, sedangkan penelitian sebelumnya mengkaji subjek pada remaja di wilayah pedesaan. Perilaku konsumtif siswa juga menjadi salah satu cerminan hasil pembelajaran ekonomi-akuntansi dan memiliki dampak jangka panjang bagi siswa, sehingga menarik untuk dikaji. Perbedaan lainnya terdapat pada teknik sampling, penelitian sebelumnya menggunakan sensus sedangkan penelitian ini menggunakan random sampling. Berdasarkan temuan awal yang menunjukkan adanya gap antara fakta di lapangan dengan kondisi ideal secara teoretis maupun empiris, maka peneliti tertarik untuk mengkaji secara lebih lanjut topik perilaku konsumtif siswa beserta faktor-faktor yang diprediksikan sebagai penyebabnya. Faktor-faktor yang diprediksikan cukup berpengaruh terhadap perilaku konsumtif siswa adalah persepsi peran orang tua, peer group, dan financial literacy. Guna memperoleh solusi dari permasalahan konsumtif tersebut, peneliti akan melakukan penelitian mengenai Pengaruh Persepsi Peran Orang Tua, + ,- . dan 01 21 3 2 4 567 8 9 :; terhadap Perilaku Konsumtif Siswa Kelas X IIS dan Kelas XI IIS di SMA Negeri 7 Semarang Tahun Ajaran 20142015.

1.2. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

PENGARUH MINAT BELAJAR, LINGKUNGAN KELUARGA DAN LINGKUNGAN SEKOLAH TERHADAP KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS X IIS SMA NEGERI 7 SEMARANG TAHUN AJARAN 2014 2015

0 7 188

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISON (STAD) TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MATERI INDEKS HARGA KELAS XI IIS DI SMA Negeri 7 SEMARANG TAHUN AJARAN 2014 2015

0 13 160

PENGARUH PERAN ORANG TUA TERHADAP PERILAKU KONSUMTIF SISWA KELAS XI DI SMA KESATRIAN 1 SEMARANG

0 11 111

PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG KREATIVITAS GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN DAN KONSENTRASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS XI IIS SMA NEGERI 4 MEDAN TAHUN AJARAN 2015/2016.

0 3 33

PENGARUH KEGIATAN EKSTRAKURIKULER TERHADAP PERILAKU SOSIAL SISWA KELAS XI IIS SMA NEGERI 9 BANDUNG.

0 4 53

Perbedaan hasil belajar siswa berdasarkan minat baca dan status sosial ekonomi orang tua siswa kelas XI IIS SMA Negeri 1 Setu Bekasi ajaran 2015/2016.

0 0 143

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN INQUIRY DAN MOTIVASI SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SEJARAH PADA SISWA KELAS X IIS SMA NEGERI 6 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015.

0 1 19

PENGARUH PENGGUNAAN METODE GROUP INVESTIGATION (GI) DAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SEJARAH DITINJAU DARI METAKOGNITIF SISWA KELAS XI-IIS SMA NEGERI DI KABUPATEN PONOROGO TAHUN AJARAN 2014/2015.

0 0 15

PENGARUH TINGKAT PENDAPATAN ORANG TUA, MANAJEMEN WAKTU, DAN SELF-EFFICACY TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS XI IIS SMA NEGERI 1 KARANGANOM KLATEN.

0 4 193

PENGARUH SELF EFFICACY , LINGKUNGAN BELAJAR, DAN DISIPLIN BELAJAR TERHADAP PERILAKU KECURANGAN AKADEMIKSISWA KELAS XI IIS SMA NEGERI 5 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015.

1 7 173