PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI KOLOID DALAM MENGANALISIS KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING
PADA MATERI KOLOID DALAM MENGANALISIS
KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN
PENGUASAAN KONSEP SISWA

Oleh
FITRIA YULIZA

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2013


Fitria Yuliza

ABSTRAK
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA
MATERI KOLOID DALAM MENGANALISIS KETERAMPILAN
MENGELOMPOKKAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA

Oleh
FITRIA YULIZA

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan mengelompokkan
dan penguasaan konsep siswa pada materi koloid melalui penerapan model pembelajaran problem solving untuk kelompok kognitif siswa kategori tinggi, sedang,
dan rendah. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA3 tahun ajaran 2012/
2013 SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung berjumlah 45 siswa. Metode penelitian
ini adalah pre-experimental dengan one-shot case study design. Analisis data
menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan (1) keterampilan
mengelompokan pada: kelompok tinggi 87,50% siswa berkriteria sangat baik dan
12.50% siswa berkriteria baik; kelompok sedang 34,78% siswa berkriteria sangat
baik dan 64,22% siswa berkriteria baik; kelompok rendah 7,14% siswa berkriteria

sangat baik, 28,57% siswa berkriteria baik, dan 64,29% siswa berkriteria cukup.
(2) Penguasaan konsep pada: kelompok tinggi 75% siswa berkriteria sangat baik
dan 25,00% siswa berkriteria baik; kelompok sedang 26,68% siswa berkriteria sangat baik, 69,59% siswa berkriteria baik, dan 4,35% siswa berkriteria cukup; kelompok rendah 7,14% siswa berkriteria sangat baik, 35,72% siswa berkriteria baik

ii

Fitria Yuliza

dan 57,14% siswa berkriteria cukup. Kelompok tinggi memiliki keterampilan mengelompokan dan penguasaan konsep lebih tinggi daripada kelompok sedang dan
rendah.

Kata kunci : problem solving, mengelompokan, penguasaan konsep, kelompok
tinggi, kelompok sedang, kelompok rendah

iii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ...........................................................................................

xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
I.

II.

xii

PENDAHULUAN ..................................................................................

1

A. Latar Belakang....................................................................................

1

B. Rumusan Masalah ..............................................................................

5


C. Tujuan Penelitian ...............................................................................

5

D. Manfaat Penelitian .............................................................................

6

E. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................

6

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................

8

A. Model Pembelajaran...........................................................................

8


B. Model Pembelajaran Problem Solving................................................

9

C. Keterampilan Proses Sains ………….………………………………

13

D. Penguasaan Konsep…………………………………………………

17

E. Kemampuan Kognitif……..…………………………………………

19

F. Konsep……………. ..........................................................................

20


G. Kerangka Pemikiran...........................................................................

24

H. Anggapan Dasar ……………………………………………………

25

I. Hipotesis …………………….……………………………………..

25

xii

III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................

26

A. Subyek Penelitian ..............................................................................


26

B. Data Penelitian……………………………………………………..

26

C. Metode dan Desain Penelitian ...........................................................

26

D. Instrumen Penelitian…………...........................................................

27

E. Validitas Instrumen Penelitian……………………………………....

28

F. Prosedur Penelitian..............................................................................


29

G. Teknik Pengelompokan Siswa………………………………………

31

H. Teknik Analisis Data……………….. ...............................................

32

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................

35

A. Hasil Penelitian ………………… .....................................................

35

B. Pembahasan ........................................................................................


4

SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................

57

A. Simpulan ............................................................................................

57

B. Saran ..................................................................................................

57

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….

59

V.


LAMPIRAN
1. Pemetaan............................................................................................ 53
2. Silabus……………...........................................................................

64

3. RPP....................................................................................................

71

4. Lembar Kerja Siswa..........................................................................

96

5. Pretest………………........................................................................

122

6. Lembar Jawaban Pretest....................................................................


124

7. Kisi-kisi Soal Posttest ………........................................................... 128

xiii

8. Soal Posttest......................................................................................... 130
9. Kunci Jawaban Posttest………………………………………………….… 135
10. Rubrik Penskoran Posttest................................................................... 136
11. Angket ..............................………………………………................

141

12. Nilai Keterampilan Mengelompokan dan Penguasaaan Konsep....... 142
13. Perhitungan Pengelompokan Siswa..................................................

143

14. Perhitungan............................................................................. .........

146

15. Lembar Observasi Aktivitas Siswa..................................................

157

16. Lembar Observasi Kinerja Guru......................................................

167

17. Surat Keterangan Penelitian.............................................................

172

xiv

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu kumpulan pengetahuan Ilmu
yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis,
sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses. Memahami IPA berarti memahami IPA sebagai proses dan produk. Proses
tersebut berupa suatu keterampilan yang bersumber dari kemampuan-kemampuan
mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa.

Ilmu kimia merupakan cabang dari IPA yang mempelajari struktur, komposisi,
sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Selain
itu, ilmu kimia juga merupakan ilmu yang berkembang berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia yaitu (1) kimia sebagai
produk : berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori; (2) kimia sebagai proses
atau kerja ilmiah; dan (3) kimia sebagai sikap. Oleh sebab itu pembelajaran kimia
harus memperhatikan karakteristik kimia sebagai proses, produk, dan sikap.

Hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas XI SMA Al-Ahzar 3 Bandar
lampung pada tanggal 04 April 2013 diperoleh bahwa selama ini pembelajaran
kimia dilaksanakan menggunakan metode konvensiaonal. Dalam metode ini, sis-

2

wa mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru, kemudian siswa diminta
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru secara bersama-sama dengan teman sekelas. Dalam berdis-kusi masih banyak siswa pasif, sebagian hanya mengandalkan teman yang berkemampuan kognitif tinggi di kelas dan sebagian siswa lebih banyak mengobrol selama pembelajaran berlangsung. khususnya pada
materi pokok sistem koloid.

Sistem koloid merupakan salah satu standar kompetensi yang harus dimiliki oleh
siswa kelas XI IPA SMA pada semester genap. Materi pokok sistem koloid, memiliki 2 kompetensi dasar (KD) yaitu (1) membuat berbagai sistem koloid dengan
bahan sehari-hari yang ada disekitarnya, (2) mengelompokkan sistem koloid dan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (BSNP.2006). Dari setiap KD tersebut
diuraikan menjadi indikator-indikator yang menjadi tolak ukur pencapaian KD.
Untuk pencapaian indikator-indikator tersebut, diperlukan suatu proses belajar
mengajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga melatih Keterampilan Proses
Sains (KPS) siswa.

KPS merupakan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang terkait dengan kemampuan-kemampuan mendasar yang telah ada dalam diri siswa.
KPS terdiri dari keterampilan-keterampilan dasar dan keterampilan-keterampilan
terpadu. Keterampilan-keterampilan dasar terdiri dari enam keterampilan, yakni :
mengamati (mengobservasi), mengelompokkan (klasifikasi), mengukur, memprediksi, menyimpulkan,dan mengkomunikasikan ( Dimyati dan Moedjiono, 2002).

3

Salah satu KPS yang dapat dilatihkan agar indikator pembelajaran sistem koloid
dapat tercapai adalah keterampilan mengelompokkan atau klasifikasi, seperti :
mengelompokkan jenis koloid berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersinya; mengelompokkan koloid yang ada di lingkungan ke dalam beberapa
jenis koloid. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002), mengelompokkan merupakan KPS yang dapat dilatih untuk dapat memilah berbagai objek peristiwa yang
didasarkan pada sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan kelompok sejenis dari
objek peristiwa yang dimaksud.

Selama ini keterampilan mengelompokkan siswa pada materi sistem koloid belum
dilatih dengan baik karena pembelajaran masih konvensional. Hal ini mengakibatkan siswa tidak mencapai indikator pembelajaran. Tidak tercapainya indikator pembelajaran akan mengakibatkan penguasaan konsep siswa rendah. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat menumbuhkan semangat belajar sehingga siswa menjadi lebih aktif dan mampu melatih keterampilan
mengelompok-kan siswa sehingga indikator-indikator pembelajaran tercapai dengan baik dan penguasaan konsep siswa tinggi.

Hasil penelitian yang mengkaji penerapan model pembelajaran, Lidiawati (2011)
yang telah melakukan penelitian pada siswa Kelas XI IPA SMAN 1 Abung Semuli TP 2010-2011, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran Problem solving mampu meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan penguasaan konsep pada materi sistem koloid.

Selain itu, hasil penelitian Dila (2012) telah melakukan penelitian kelas XI IPA 1
SMA di Batanghari Tahun Akademik 2011/2012, menunjukkan bahwa model

4

pembelajaran Problem solving efektif untuk meningkatkan keterampilan dalam
menjawab pertanyaan pada materi hasil kali kelarutan.

Selanjutnya, Andriyani (2012) yang telah melakukan penelitian pada siswa kelas
XI IPA 2 SMA YP-Unila Bandar Lampung TP 2011-2012 menunjukkan bahwa
Model pembelajaran learning Problem solving efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep siswa pada materi sistem
koloid.

Berdasarkan fakta tersebut, guru perlu menerapkan model pembelajaran yang
mampu meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, melatihkan
KPS kepada siswa dan membantu siswa dalam menemukan konsep sehingga penguasaan konsep siswa tinggi. Salah satu model pembelajaran yang dapat memfasilitasi hal tersebut dan mampu menciptakan KPS siswa saat proses pembelajaran adalah model pembelajaran konstruktivisme, salah satunya model pembelajaran problem solving.

Model pembelajaran problem solving adalah suatu penyajian materi pembelajaran
dengan menghadapkan siswa pada persoalan yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran problem solving terdiri dari 5
tahap, yaitu mengorientasikan siswa pada masalah (tahap 1), mencari data yang
digunakan untuk memecahkan masalah tersebut (tahap 2), menetapkan jawaban
sementara dari masalah (tahap 3), menguji keaktifan jawaban sementara (tahap 4),
dan menarik kesimpulan (tahap 5) (Depdiknas, 2008). Serangkaian tahap pembelajaran problem solving dapat membuat siswa lebih mendominasi pembelajaran
sehingga diharapkan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan siswa tinggi.

5

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving dalam Menganalisis
Kete-rampilan Mengelompokkan dan Penguasaan Konsep Siswa kelas XI
IPA SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, rumusan masalah
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana keterampilan siswa mengelompokkan pada materi koloid melalui
penerapan model pembelajaran Problem solving untuk siswa yang berkemampuan kognitif tinggi, sedang, dan rendah ?
2. Bagaimana penguasaan konsep siswa pada materi koloid melalui penerapan
model pembelajaran Problem solving untuk siswa yang berkemampuan kognitif tinggi, sedang, dan rendah ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian adalah mendeskripsikan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep siswa pada materi koloid melalui penerapan model pembelajaran Problem solving untuk siswa
yang berkemampuan kognitif tinggi, sedang, rendah.

6

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, yaitu:
1. Siswa
Dengan model pembelajaran Problem solving dapat melatih keterampilan mengelompokkan, dan meningkatkan penguasaan terutama pada materi pokok
sistem koloid.
2. Guru mitra
Memberikan alternative bahan pertimbangan dalam pemilihan model pembelajaran Problem solving, terutama pada materi pokok sistem koloid.
3. Sekolah
Menjadi informasi dan membangun pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada :
1. Model Pembelajaran problem solving terdiri dari 5 tahap, yaitu mengorientasikan siswa pada masalah (tahap 1), mencari data atau keterangan yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah tersebut (tahap 2), menetapkan jawaban
sementara dari masalah (tahap 3), menguji keaktifan jawaban sementara (tahap
4), dan menarik kesimpulan (tahap 5) (Depdiknas, 2008).
2. Materi kimia yang dibahas dalam penelitian ini adalah sistem koloid. Kompetensi dasar yang dibahas dalam penelitian ini yaitu (1) mengelompokan sistem
koloid berdasarkan pengamatan dan penggunaannya di industri. (2) mengidentifikasi koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

7

3. Menganalisis adalah kegiatan melakukan penyelidikan dan penguraian terhadap suatu masalah yang sebenarnya. (Tim Penyusun Kamus, 2003)
4. Keterampilan mengelompokkan yang dilatihkan meliputi mampu menentukan
perbedaan, membandingkan dan menentukan dasar pengelompokkan terhadap
suatu obyek.
5. Penguasaan konsep berupa nilai siswa pada materi sistem koloid mencakup
aspek kognitif yang diperoleh melalui posttest.
6. Kelompok tinggi, sedang, dan rendah merupakan kelompok berkemampuan
kognitif siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah.

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran

Proses belajar dapat terjadi melalui banyak cara baik. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan memfasilitasi siswa untuk melaksanakan proses pembelajaran sesuai
dengan tujuan pembelajarannya. Sagala (2003) mengemukakan bahwa proses
pembelajaran tidak akan terjadi pada diri siswa apabila hal baru dalam materi pelajaran disajikan secara tidak jelas. Materi pelajaran harus disajikan secara sistematis yang dapat mengajak para siswanya mengerti suatu masalah melalui semua tahapan proses pembelajaran, dengan demikian siswa akan memahami apa
yang diajarkan.

Prosedur atau tahapan dalam pembelajaran yang sistematis, dapat tercermin dari
model pembelajaran yang digunakan guru dalam proses pembelajarannya.
Soekamto (2012) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah
Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Adanya model pembelajaran mengakibatkan aktivitas pembelajaran akan tersusun
secara sistematis. Dengan demikian pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran diharapkan lebih terbina dengan baik.

9

Istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode
atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat cirri khusus. Ciri-ciri
tersebut adalah :
1. Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pengembangnya.
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai)
3. Tingkah laku mengajar (sintaks) yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil.
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai.

Salah satu contoh model pembelajaran yang memiliki banyak kelebihan dalam
proses belajar mengajar dalam pembelajaran kimia yang dapat menuntut peserta
didiknya untuk dapat mengambangkan keterampilan bernalar dalam berpikir adalah model pembelajaran problem solving.

B. Model Pembelajaran Problem Solving

Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran
yang berlandaskan teori kontruktivisme. Kontruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001), “kontruktivisme juga
menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi
sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain”. Model pembelajaran problem solving (memecahkan

10

masalah) merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya
permasalahan yang dibutuhkan untuk penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian yang nyata dari permasalahan yang nyata

Hamalik (1994) mengemukakan bahwa problem solving adalah proses mental dan
intelektual dalam menemukan masalah dan kesimpulan yang tepat dan cermat.
Problem solving yaitu suatu pendekatan dengan cara problem identification untuk
ketahap sintesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga
mencapai tahap aplikasi selanjutnya comprehension untuk mendapatkan solution
dalam penyelesaian masalah tersebut. Tentunya, dalam memberikan pembelajaran problem solving mempunyai proses serta tahapan-tahapan tertentu. Adapun
tahap-tahap model problem solving (Depdiknas, 2008) yaitu meliputi :
1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari
siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti,
bertanya dan lain-lain.
3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban
ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada tahap
kedua di atas.
4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam tahap ini siswa
harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa
jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban
sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran
jawaban ini tentu saja diperlukan modelmodel lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.
5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan
terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Tahapan model pembelajaran problem solving di atas diharapkan dapat menumbuhkembangkan kemampuan siswa dalam menganalisis masalah, merumuskan
hipotesis, melakukan eksperime, dan mengumpulkan data hingga membuat kesimpulan. Hai ini dapat membantu pemecahan masalah yang dihadapi.

11

Menurut Nasution (1992) mempelajari aturan perlu, terutama untuk memecahkan
masalah. Problem solving merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan.
problem solving prosesnya terletak dalam diri siswa. Variabel dari luar hanya berupa instruksi verbal yang membantu atau membimbing siswa untuk memecahkan
masalah itu. Memecahkan masalah tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang
diketahui, akan tetapi juga mengha-silkan pelajaran baru.

Pembelajaran problem solving ini akan lebih produktif bila dalam pelaksanaannya
disatukan metode diskusi dan kerja kelompok, sebagaimana yang dikemukakakan
oleh Djsastra (1985) yaitu :
“Dalam praktek mengajar di kelas modelproblem solving ini sebaiknya dipergunakan bersama-sama dengan metode diskusi dan metode proyek, tetapi yang
jelas model problem solving ini akan lebih produktif (lebih stabil) bila disatukan dengan metode diskusi”.
Pelaksanaan model pembelajaran problem solving disarankan untuk digabungkan
dengan metode diskusi juga bertujuan agar siswa dapat bersama-sama dengan teman sekelompoknya berdiskusi dalam memecahkan permasalahan yang diberikan,
siswa juga menjadi lebih aktif berkomunikasi. Terdapat 3 ciri utama dari pembelajaran problem solving yaitu sebagai berikut:
1. Pembelajaranproblem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran.
Artinya dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang
harus dilakukan siswa.
2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran problem solving menempatkan masalah sebagai kunci dari proses pembelajaran.

12

3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir
secara ilmiah.

Kelebihan dan kekurangan pembelajran problem solving menurut Djamarah dan
Zain (2002) adalah sebagai berikut.
1. Kelebihan pembelajaran problem solving
a. Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan
kehidupan.
b. Membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara
terampil.
c. Model pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan
berfikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses
belajarnya siswa banyak menyoroti permasalahan dari berbagai segi
dalam rangka mencari pemecahannya.
2. Kekurangan pembelajaran problem solving
a. Memerlukan keterampilan dan kemampuan guru. Hal ini sangat penting
karena tanpa keterampilan dan kemampuan guru dalam mengelola kelas
pada saat strategi ini digunakan maka tujuan pengajaran tidak akan
tercapai karena siswa menjadi tidak teratur dan melakukan hal-hal yang
tidak diinginkan dalam pembelajaran
b. Memerlukan banyak waktu. Penggunaan model pembelajaran problem
solving untuk suatu topik permasalahan tidak akan maksimal jika waktunya sedikit, karena bagaimanapun juga akan banyak langkah-langkah
yang harus diterapkan terlebih dahulu dimana masing-masing langkah
membutuhkan kecekatan siswa dalam berpikir untuk menyelesaikan
topik permasalahan yang diberikan dan semua itu berhubungan dengan
kemampuan kognitif dan daya nalar masing-masing siswa
c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari mendengarkan dan menerima
informasi yang disampaikan guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan masalah sendiri dan kelompok memerlukan banyak
sumber belajar sehingga menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa. Sumbersumber belajar ini bisa di dapat dari berbagai media dan buku-buku
lain. Jika sumber-sumber ini tidak ada dan siswa hanya mempunyai satu
buku / bahan saja maka topik permasalahan yang diberikan tidak akan
bisa diselesaikan dengan baik.

Kelebihan model pembelajaran problem solving di atas diharapkan menjadi kekuatan dalam pelaksanaan pembelajaran, sedangkan kekurangan model pembelajaran problem solving diharapkan dapat membuat peneliti lebih inovatif dalam pe-

13

laksanaan setiap tahap pembelajaran problem solving. Selain itu, peneliti harus
menguasai tahapan model pembelajaran dan mengupayakan agar kelas selalu kondusif agar waktu yang tersedia efektif, serta menyediakan fasilitas ataupun refrensi tentang materiyang akan dipelajari pada setiap pertemuan.

C. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses yaitu merupakan bagian dari studi sains yang harus dipelajari
oleh siswa. Jika mengajarkan bidang studi sains berupa produk dan fakta, konsep
dan teori saja belum lengkap, karena itu baru mengajarkan salah satu komponennya saja. Proses dapat didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks
yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah, dapat juga diperinci menjadi sejumlah komponen yang harus dikuasaai seseorang apabila hendak
melakukan penelitian dibidangnya. Jadi, proses belajar mengajar dengan keterampilan proses adalah proses belajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa
dapat menemukan fakta-fakta, konsep-konsep, dan teori-teori dengan keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa itu sendiri (Soetardjo, 1998).

Hartono (2007) mengemukakan bahwa:
Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses,
produk dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Dalam pembelajaran IPA, aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan
berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar.
KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat berlang-sungnya
proses sains. KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain
berkaitan dan sebagai prasyarat. Namun pada setiap jenis keterampilan
proses ada penekanan khusus pada masing-masing jenjang pendidikan.

Pembelajaran keterampilan proses sains harus diwujudkan dalam pembelajaran
kimia agar dapat memahami hakikat ilmu kimia sebagai proses, prodek dan sikap.

14

Setiawan (Hariwibowo, 2008) mengemukakan empat alasan pendekatan keterampilan proses harus diwujudkan dalam proses belajar dan pembelajaran, yaitu:
1. Dengan kemajuan yang sangat pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, guru tidak mungkin lagi mengajarkan semua fakta dan konsep dari
sekian mata pelajaran, karena waktunya tidak akan cukup.
2. Siswa-siswa, khususnya dalam usia perkembangan anak, secara psikologis lebih mudah memahami konsep,apalagi yang sulit, bila disertai
dengan contoh-contoh konkrit, dialami sendiri, sesuai dengan lingkungan
yang dihadapi. J. Piaget mengatakan bahwa intisari pengetahuan adalah
kegiatan atau aktivitas, baik fisik maupun mental.
3. Ilmu pengetahuan dapat dikatakan bersifat relatif, artinya suatu kebenaran teori pada suatu saat berikutnya bukan kebenaran lagi, tidak sesuai lagi dengan situasi. Suatu teori bisa gugur bila ditemukan teori-teori yang
lebih baru dan lebih jitu. Jadi, suatu teori masih dapat dipertanyakan dan
diperbaiki. Oleh karena itu, perlu orang-orang yang kritis, mempunyai
sikap ilmiah. Wajar kiranya ka-lau siswa sejak dini sudah ditanamkan dalam dirinya sikap ilmiah dan sikap kritis ini. Untuk saat ini, dengan menggunakan keterampilan proses maka tujuan tersebut dapat tercapai.
4. Proses belajar dan pembelajaran bertujuan membentuk manusia yang
utuh artinya cerdas, terampil dan memiliki sikap dan nilai yang diharapkan. Jadi, pengembangan pengetahuan dan sikap harus menyatu. Dengan keterampilan memproses ilmu, diharapkan berlanjut kepemilikan
sikap dan mental.
Dengan demikian, pada pembelajaran kimia perlu dilatihkan keterampilan proses
sains siswa agar siswa agar tujuan-tujuan pembelajaran dapat tercapai. Menurut
Esler & Esler (andriyani, 2012) keterampilan proses sains dikelompokkan seperti
pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Keterampilan Proses Sains
Keterampilan Proses Dasar

Keterampilan Proses Terpadu

Mengamati (observasi)
Inferensi
Mengelompokkan (klasifikasi)
Menafsirkan (interpretasi)
Meramalkan (prediksi)
Berkomunikasi

Mengajukan pertanyaan
Berhipotesis
Penyelidikan
Menggunakan alat/bahan
Menerapkan Konsep
Melaksanakan percobaan

Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis keterampilan proses dasar. Menurut Dimyati dan Moedjiono dalam Lidiawati (2011keterampilan-keterampilan

15

dasar terdiri dari enam keterampilan, yakni : mengamati (meng-observasi), mengelompokkan (klasifikasi), mengukur, memprediksi, menyimpulkan,dan mengkomunikasikan.
1. Mengamati
Melalui kegiatan mengamati, kita belajar tentang dunia sekitar kita yang fantastis. Manusia mengamati objek-objek dan fenomena alam dengan pancaindra: penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan perasa/pengecap.
Informasi yang kita peroleh, dapat menuntut keingintahuan, mempertanyakan,
memikirkan, melakukan interpretasi tentang lingkungan kita, dan meneliti lebih
lanjut. Mengamati memiliki dua sifat yang utama, yakni sifat kualitatif dan
sifat kuan-titatif. Mengamati bersifat kualitatif apabila dalam pelaksanaannya
hanya menggunakan pancaindra untuk memperoleh informasi. Mengamati
bersifat kuantitatif apabila dalam pelaksanaannya menggunakan peralatan lain
yang memberikan informasi khusus dan tepat.
2. Mengelompokkan (klasifikasi)
Mengelompokkan (klasifikasi) merupakan keterampilan proses untuk memilah
berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan golongan/kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Contoh
pada materi koloid yaitu mengklasifikasikan sistem koloid berdasarkan fase
terdisfersi dan medium pendisfersinya.
3. Mengukur
Mengukur dapat diartikan sebagai membandingkan yang diukur denganers
satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Contoh-contoh
kegiatan yang menampakkan ketermpilan mengukur antara lain: mengukur

16

panjang garis, meng-ukur berat badan, mengukur temperatur, dan kegiatan
sejenis yang lain.
4. Memprediksi
Memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan
tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta,
konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.
5. Mengkomunikasikan
Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh
fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk tulisan, gambar,
gerak, tindakan, atau penampilan misalnya dengan berdiskusi, mendeklamasikan, mendramakan, mengungkapkan, melaporkan (dalam bentuk lisan, tulisan,
gerak, atau penampilan).
6. Menyimpulkan
Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan
keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang
diketahui.

Adapun salah satu keterampilan proses sains dasar yang ingin ditingkatkan pada
penelitian ini adalah keterampilan mengelompokkan. Indikator keterampilan
mengelompokkan adalah mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciriciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan
terhadap suatu obyek. Pengelompokkan obyek adalah cara memilah obyek berdasarkan kesamaan, perbedaan, dan hubungan. Ini merupakan langkah penting
menuju pemahaman yang lebih baik tentang obyek yang berbeda dari gejala alam.

17

Keterampilan mengelompokkan dapat dikuasai apabila siswa dapat melakukan
dua keterampilan berikut ini:
1. Mengidentifikasi dan memberi nama sifat-sifat yang dapat diamati dari sekelompok obyek yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengelompokkan.
2. Menyusun mengelompokkan dalam tingkat-tingkat tertentu sesuai dengan
sifat-sifat obyek.
Mengelompokkan berguna melatih siswa menunjukkan persamaan, perbedaan,
dan hubungan timbal baliknya (Cartono, 2007).

D. Penguasaan konsep

Menurut Uno (2007), konsep merupakan simbol berfikir. Hal ini diperoleh dari
hasil tafsiran terhadap suatu fakta atau realita dan hubungan antara berbagai fakta.
Suatu konsep dapat diklasifikasikan berdasarkan ciri-ciri tertentu, misalnya pada
materi penelitian ini yaitu konsep tentang jenis-jenis koloid. Kompetensi dasar
materi pokok koloid yaitu mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari serta membuat berbagai sistem koloid dengan bahanbahan yang ada disekitarnya. Indikator kognitif produk pada materi koloid yaitu
mengidentifikasi pengertian koloid, memberikan contoh-contoh koloid yang ada
dalam kehidupan sehari-hari, menjelaskan hasil pengamatan berupa tabel ataupun
gambar tentang efek Tyndall, gerak Brown, dialisis, koagulasi, adsorpsi, dan elektroforesis serta memberikan contoh-contohnya dalam kehidupan sehari-hari, menjelaskan peristiwa terjadinya muatan listrik pada partikel koloid (elektroforesis),
mendefinisikan koloid liofil dan liofob serta perbedaan keduannya dengan contoh

18

yang ada di lingkungan, serta menjelaskan cara pembuatan koloid dengan cara
kondensasi dan dispersi.

Pemahaman dan penguasaan konsep akan memberikan suatu aplikasi dari konsep
tersebut, yaitu membebaskan suatu stimulus yang spesifik sehingga dapat digunakan dalam segala situasi dan stimulus yang mengandung konsep tersebut. Jika
belajar tanpa konsep, proses belajar mengajar tidak akan berhasil. Hanya dengan
bantuan konsep, proses belajar mengajar dapat ditingkatkan lebih maksimal.
Penguasaan konsep akan mempengaruhi ketercapaian hasil belajar siswa. Suatu
proses dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang didapatkan meningkat atau
mengalami perubahan setelah siswa melakukan aktivitas belajar, pendapat ini didukung oleh Djamarah dan Zain (2002) yang mengatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Proses belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh
banyak faktor, salah satunya adalah pembelajaran yang digunakan guru dalam kelas, dalam belajar juga dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan siswa
sebagai usaha untuk meningkatkan penguasaan materi.

Penguasaan terhadap suatu konsep tidak mungkin baik jika siswa tidak melakukan
belajar karena siswa tidak akan tahu banyak tentang materi pelajaran. Sebagian
besar materi pelajaran yang dipelajari di sekolah terdiri dari konsep-konsep. Semakin banyak konsep yang dimiliki seseorang, semakin banyak alternatif yang
dapat dipilih dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

19

E. Kemampuan Kognitif

Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang melibatkan pengetahuan dan
pengembangan keterampilan intelektual siswa. Kemampuan kognitif adalah gambaran tingkat pengetahuan atau kemampuan siswa terhadap suatu materi pembelajaran yang telah dipelajari dan dapat digunakan sebagai bekal atau modal untuk
memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan kompleks lagi (Winarni, 2006).

Nasution (2000) menyatakan bahwa kemampuan kogitif merupakan salah satu
faktor yang berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Kemampuan kognitif siswa
dikelompokkan menjadi tiga yaitu, kemampuan kognitif tinggi, sedang, dan rendah. Siswa berkemampuan kognitif tinggi cenderung memiliki prestasi belajar
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa berkemampuan kognitif sedang dan rendah. Pemberian pengalaman belajar yang sama pada siswa akan menghasilkan
prestasi belajar yang berbeda. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kemampuan kognitif.
Siswa berkemampuan kognitif tinggi memiliki keadaan awal lebih baik daripada
siswa berkemampuan awal rendah. Hal ini menyebabkan siswa berkemampuan
kognitif tinggi memiliki rasa percaya diri yang lebih dibandingkan dengan siswa
berkemampuan kognitif rendah. Corebima (2006) menyatakan bahwa kesenjangan antara siswa berkemampuan kognitif tinggi dan rendah harus diperhatikan oleh
pendidik dalam pembelajaran, diharapkan kesenjangan tersebut semakin diperkecil, baik dalam proses maupun hasil akhir pembelajaran melalui strategi yang
memberdayakan potensi siswa berkemampuan berbeda ini.

20

F. Konsep
Markle dan Tieman (Fadiawati, 2011) mendefinisikan konsep sebagai sesuatu
yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada satupun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis konsep
yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.

Lebih lanjut lagi, Herron (Fadiawati, 2011) mengemukakan bahwa analisis konsep
merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah
digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk. Analisis
konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep,
contoh, dan non contoh.

21
Tabel 1. Analisis konsep materi koloid.
No

Label Konsep

Definisi Konsep
(3)
Campuran merupakan
zat yang terdiri dari
dua atau lebih unsur
dengan perbandingan
tidak tentu dapat
dipisahkan dengan
cara fisika.
Suspensi merupakan
campuran heterogen
yang terdiri dari dua
fasa dan dapat
dibedakan antara zat
terlarut dengan zat
pelarut.

Jenis
Konsep
(4)
Konsep
konkret

Atribut Konsep
Kritis
Variabel
(5)
(6)
Dua unsur atau  Zat terlarut
lebih dapat
 Zat pelarut
dipisahkan
 Ukuran
secara fisika
partikel

Konsep
konkret

 Suspensi
 Campuran
heterogen
 Zat terlarut
dan zat
pelarut dapat
dibedakan

 Partikel
 zat

 sistem
dispersi

 larutan
 koloid

 larutan
 campuran
homogen
 zat terlarut
dan pelarut
tidak dapat
dibedakan
 Koloid
 Campuran
yang terletak
antara
suspensi dan
larutan

 partikel
 zat

 sistem
dispersi

 suspensi
 koloid

 Larutan
elektrolit
dan non
elektrolit
 Larutan
asam basa

 Partikel
 zat

 sistem
dispersi

 larutan
 suspensi

 sol
 emulsi
 buih
 aerosol
 gel

(1)
1.

(2)
Campuran

2.

Suspensi

3.

Larutan

campuran homogen
yang terdiri dari satu
fasa dan tidak dapat
dibedakan antara zat
terlarut dengan zat
pelarut.

Konsep
konkret

4.

Koloid

Koloid adalah suatu
bentuk campuran
yang keadaanya
terletak antara larutan
dan
suspensi(campuran
kasar)

Konsep
abstrak
contoh
konkret

Superordinat
(7)
 Suspensi
 Larutan
 koloid

Konsep
Koordinat
(8)
senyawa

Subordinat
(9)
-

-

Contoh
(10)
Udara

Non
Contoh
(11)
Gas O2 ,
gas
nitrogen

Campuran air
denganpasir
campuran
minyak
dengan air

Santan,
susu

Larutan gula,
larutan garam

campuran
air dan
pasir,camp
uran
minyak
dengan air

Susu, santan
,cat ,tinta

Campuran
air dengan
minyak,
campuran
pasir
dengan air

22

No

Label Konsep

Definisi Konsep

Jenis
Konsep
(4)
Konsep
abstrak
contoh
konkret

(1)
5.

(2)
Aerosol

(3)
Aerosol merupakan
jenis koloid dari
partikel padat atau
cair yang terdispersi
dalam gas

6.

sol

Sol merupakan jenis
koloid dari partikel
padat yang terdispersi
dalam zat cair

Konsep
abstrak
contoh
konkret

Emulsi

Emulsi merupakan
jenis koloid dari zat
cair yang terdispersi
dari zat cair lagi

Konsep
abstrak
contoh
konkret

8.

Buih

Buih merupakan jenis
koloid yang terdiri
dari gas yang
terdispersi dalam zat
cair

Konsep
abstrak
contoh
konkret

9.

Gel

Gel merupakan jenis

Konsep

7.

Atribut Konsep
Kritis
Variabel
(5)
(6)
 aerosol
 partikel
 koloid dari
 zat
partikel
padat/cair
yang
terdispersi
dalam gas
 sol
 jenis koloid
 partikel
dari partikel
 zat
padat
terdispersi
dalam zat
cair
 emulsi
 partikel
 terdiri dari
 zat
fase
terdispersi
cair dan
medium
pendispersi
cair
 buih
 Partikel
 Terdiri dari
 zat
fase terdispersi
gas dan
medium
pendispersi
padat/cair
 gel
 partikel

Superordinat
(7)
 jenis-jenis
koloid

Konsep
Koordinat
(8)
 sol
 emulsi
 buih
 gel

 jenis-jenis
koloid






 jenis-jenis
koloid

 aerosol
 sol
 buih
 gel

 jenis-jenis
koloid

 aerosol
 sol
 emulsi
 gel

 jenis-jenis

 aerosol

aerosol
emulsi
buih
gel

Subordinat
(9)
 Aerosol
padat
 Aerosol cair

 Sol cair
 Sol padat

Contoh
(10)
Asap, debu
dalam udara
Kabut dan
awan

Non
Contoh
(11)
Air sungai,
cat

Sol sabun, sol
detergen, sol
kanji

Santan,
susu,
mayonaise

 Emulsi
padat
 Emulsi cair

Susu,santan,
mutiara, jeli

Kabut,
awan

 Buih cair
 Buih padat

Buih sabun,
karet busa
batu apung

susu,
santan, jeli

Sabun,

23

No

Label Konsep

Definisi Konsep

(1)

(2)

(3)
koloid yang setengah
kaku ( antara padat
dan cair)

Jenis
Konsep
(4)
abstrak
contoh
konkret

Atribut Konsep
Kritis
Variabel
(5)
(6)
 koloid yang
 zat
setengah
padat dan
cair

Superordinat
(7)
koloid

Konsep
Koordinat
(8)
 sol
 emulsi
 buih

Subordinat
(9)
-

Contoh
(10)
Gel silika,
gelatin,
agar-agar

Non
Contoh
(11)
karet busa,
awan

24

G. Kerangka Pemikiran

Tingkat kemampuan siswa pada keterampilan mengelompokkan dan penguasaan
konsep ada kaitannya dengan tingkat kemampuan kognitif yang dimiliki siswa.
Tingkat kemampuan kognitif siswa tersebut dapat dipengaruhi oleh model pembelajaran yang diterapkan serta perencanakan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan mengelompokkan
dan penguasaan konsep siswa pada materi koloid melalui penerapan model pembelajaran problem solving untuk siswa yang berkemampuan kognitif tinggi, sedang, dan rendah. Data diambil dari satu kelas sebagai subyek penelitian. Selanjutnya diterapkan model pembelajaran problem solving. Pada akhir pembelajaran,
subyek penelitian diberikan posttest. Soal posttest yang diberikan dalam bentuk
pilihan jamak untuk mengukur penguasaan konsep dan essay untuk mengukur keterampilan mengelompokkan siswa.

Pembelajaran melalui penerapan model problem solving merupakan pembelajaran yang menghadapkan siswa kepada masalah. Pada saat proses pembelajaran
berlangsung, siswa dikelompokkan secara heterogen. Pengelompokan ini, didasarkan pada kemampuan kognitif siswa. Dalam satu kelompok terdiri dari siswa
yang berkemampuan kognitif tinggi, sedang, dan rendah. Pada tahap mengorientasikan siswa pada masalah, diharapkan siswa dapat menentukan atau menemukan
permasalahan dari orientasi masalah yang disampaikan oleh guru. Pada tahap
mencari data siswa diberikan kesempatan mencari data sebanyak-banyaknya lalu
dikumpulkan sebagai refrensi saat proses pembelajaran. Pada tahap merumuskan

25

hipotesis, siswa diberi kesempatan untuk memberikan ide atau pendapat sebagai
hipotesis awal terhadap jawaban atas permasalahan. Pada tahap menguji kebenaran dari jawaban sementara, siswa melakukan percobaan untuk menguji jawaban
sementara yang bertujuan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengamati
fenomena-fenomena yang terjadi dengan memanfaatkan panca indera semaksimal
mungkin misalkan dengan melakukan praktikum atau menyaksikan video yang
ditampilkan. Kemudian mendiskusikan hasil percobaan yang ada dalam LKS.
Pada tahap menarik kesimpulan, siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir
tentang jawaban dari masalah setelah melalui keempat tahap sebelumnya.

Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem solving pada materi
koloid ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatihkan salah satu keterampilan yang dimiliki yaitu keterampilan mengelompokkan. Selain itu, melalui penerapan model pembelajaran ini, keterampilan mengelompokkan siswa akan
sebanding dengan semakin tingginya tingkat kemampuan kognitif siswa.

H. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA3 semester genap
SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi subyek penelitian memiliki kemampuan kognitif yang yang heterogen.

I. Hipotesis Umum
Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah semakin tinggi tingkat kemampuan
kognitif siswa maka akan semakin tinggi pula keterampilan mengelompokkan dan
penguasaan konsep siswa.

26

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Subyek Penelitian
Kelas XI IPA tahun ajaran 2012/2013 di SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung terdapat 4 kelas. Penentuan subyek penelitian dilakukan berdasarkan pertimbangan
kelas yang memiliki karakteristik kemampuan kognitif yang heterogen. Dalam
penentuan subyek ini, peneliti meminta bantuan pihak sekolah yaitu guru bidang
studi kimia yang memahami karakteristik siswa di sekolah tersebut. Berdasarkan
hal tersebut, maka subyek penelitian ini adalah kelas XI IPA3 dengan jumlah siswa 45 siswa yang terdiri dari 20 siswa dan 25 siswi.

B. Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif
berupa data nilai pretest materi KSp, data nilai posttest keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep siswa sistem koloid, data keterlaksanaan penerapan model pembelajaran problem solving (kuesioner), dan data observasi (lembar
kinerja guru, dan lembar aktivitas siswa).

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pre-eksperimen dengan desain
penelitian yang digunakan adalah one shot case study. Pada desain ini hanya di-

27

beri suatu perlakuan yaitu model pembelajaran Problem solving kemudian diberikan posttest. Menurut Creswell (1997), penelitian dengan desain ini digambarkan sebagai berikut ini:

X - O

Keterangan:

X = Perlakuan yang diberikan
O = Nilai Posttest

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah:
1. Silabus dan RPP
Pada materi pokok sistem koloid kompotensi dasar 1 dan 2.
2. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Pada penelitian ini menggunakan 5 macam lembar kerja siswa (LKS), yaitu
LKS 1, yaitu mendefinisikan pengertian koloid. LKS 2, yaitu memberikan
contoh-contoh yang ada dalam kehidupan sehari-hari dan mengelompokkan
jenis koloid berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersi. LKS 3 dan
4, yaitu mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari, LKS 5 yaitu pembuatan sistem koloid dengan cara kondensasi dan
dispersi.
3. Tes Tertulis
Tes tertulis pada penelitian ini berupa pretest materi KSp dengan 10 soal pilihan jamak, posttest materi sistem koloid yang terdiri dari 17 soal dalam bentuk pilihan jamak dan 4 soal uraian yang digunakan untuk mengetahui kete-

28

rampilan siswa dalam mengelompokkan dan penguasaan konsep siswa pada
materi sistem koloid melalui penerapan model pembelajaran problem solving.
4. Lembar observasi
Lembar observasi terdiri dari lembar aktivitas siswa dan lembar kinerja guru
pada proses pembelajaran. Pengisian lembar observasi dilakukan dengan cara
memberikan check list pada kolom yang telah disediakan.
5. Kuesioner (Angket)
Kuesioner yang digunakan berupa kuesioner tertutup. Pada penelitian ini, kuesioner diberikan kepada siswa secara langsung yang berjumlah 9 pertanyaan
untuk memperoleh informasi mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran
yang menerapkan model pembelajaran problem solving. Dalam kuesioner ini,
jawaban pertanyaan yang disediakan untuk semua pertanyaan adalah “ Ya atau
Tidak”.

E. Validitas Instrumen Penelitian
Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan
dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Untuk itu,
perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen yang akan digunakan. Pengujian
instrumen penelitian ini menggunakan validitas isi. Adapun pengujian validitas
isi ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menganalisis kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, kisi-kisi soal dengan butir-butir pertanyaan posttest. Bila antara unsur-unsur
itu terdapat kesesuaian, maka instrumen dianggap valid dan dapat digunakan
untuk mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan.

29

Mekanisme kerja judgment memerlukan ketelitian dan keahlian penilai. Untuk itu
peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini peneliti meminta bantuan Ibu Dr. Ratu Beta Rudibyani, M.Si dan Bapak Drs Tasviri Efkar, M.S, sebagai dosen pembimbing penelitian untuk mengujinya

F. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi pendahuluan
a. Mengadakan observasi sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi mengenai data siswa, karakteristik siswa, jadwal, metode yang digunakan guru kimia dalam mengajar, dan sarana-prasarana yang ada di sekolah
yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian.
b. Menentukan kelas yang digunakan sebagai subyek penelitian berdasarkan
karakteriktik siswa dan pertimbangan dari guru mata pelajaran kimia.
c. Mengumpulkan data sekunder berupa daftar nama siswa dan daftar nilai.
2. Pelaksanaan penelitian
Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu:
a. Tahap persiapan
1) Menyusun perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama proses
pembelajaran di kelas, antara lain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), dan instrumen tes.
2) Melakukan pretest pada materi KSp, untuk mengelompokkan siswa ke
dalam kelompok tinggi, sedang dan rendah.
b. Tahap pelaksanaan penelitian

30

1) Pelaksanaan proses pembelajaran pada subyek penelitian dengan menggunakan model pembelajaran problem solving.
2) Memberikan posttest.
c. Tahap Analisis data
1) Menganalisis hasil kuesioner siswa dan jawaban tes tertulis siswa.
2) Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian.
3) Penarikan kesimpulan
Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan
dibawah ini :
Observasi Pendahuluan
Menentukan subyek penelitian
Membuat instrumen penelitian

Silabus

RPP

LKS

Posttest

Validasi instrumen penelitian
Pembelajaran Problem solving
Kuesioner

Posttest
Analisis Data

Pembahasan

Kesimpulan
Gambar 1. Bagan prosedur pelaksanaan penelitian

31

G. Tehnik Pengelompokan
1. Membuat daftar distribudi frekuensi
a. Menentukan rentang kelas (R)
R = Data nilai terbesar – Data
b. Menentu