ANALISIS KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN PADA MATERI KOLOID DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

ANALISIS KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN
MENYIMPULKAN PADA MATERI KOLOID DENGAN
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
PROBLEM SOLVING

Oleh
WANGGI SETRA

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

Wanggi Setra


ABSTRAK
ANALISIS KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN
MENYIMPULKAN PADA MATERI KOLOID DENGAN
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
PROBLEM SOLVING

Oleh
Wanggi Setra

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan mengkomunikasikan
dan menyimpulkan pada materi koloid dengan penerapan model pembelajaran
problem solving untuk siswa kelompok kognitif tinggi, sedang, dan rendah. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 12 Bandar Lampung
tahun ajaran 2012/2013. Penelitian ini merupakan pre-eksperimen dengan desain
penelitian one shot case study. Analisis data menggunakan analisis deskriptif.
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan, pada kelompok tinggi terdapat 88,89% siswa berkriteria sangat baik; dan 11,11% siswa berkriteria baik. Pada kelompok sedang terdapat 27,22% siswa berkriteria sangat baik; 59,08% siswa berkriteria baik; dan
13,7% siswa berkriteria cukup. Pada kelompok rendah terdapat 22,22% siswa
berkriteria sangat baik; 33,33% siswa berkriteria baik; dan 44% siswa berkriteria
cukup. Untuk keterampilan siswa dalam menyimpulkan, pada kelompok tinggi
terdapat 77,7% siswa berkriteria sangat baik; dan 22,3% siswa berkriteria baik.

Pada kelompok sedang terdapat 36,6% siswa berkriteria sangat baik; dan 63,4%

Wanggi Setra

siswa berkriteria baik. Pada kelompok rendah terdapat 11,11% siswa berkriteria
sangat baik; 66,67% siswa berkriteria baik; dan 22% siswa berkriteria cukup.

Kata kunci

: kelompok kognitif, keterampilan mengkomunikasikan,
keterampilan menyimpulkan, koloid, problem solving.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
I.

II.


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................

1

B. Rumusan Masalah ...............................................................................

5

C. Tujuan Penelitian ................................................................................

5

D. Manfaat Penelitian ..............................................................................

6

E. Ruang Lingkup Penelitian....................................................................


6

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Konstruktivisme ...........................................................

8

B. Keterampilan Proses Sains ...................................................................

9

C. Problem Solving ...................................................................................

14

D. Kemampuan Kognitif...........................................................................

17

E. Konsep .................................................................................................


18

F. Kerangka Pemikiran.............................................................................

24

G. Anggapan Dasar ...................................................................................

25

H. Hipotesis Umum ..................................................................................

25

III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Subyek Penelitian ................................................................................

26


vi

B. Metode dan Desain Penelitian ............................................................

26

C. Data Penelitian ....................................................................................

27

D. Instrumen Penelitian ............................................................................

27

E. Validitas Instrumen Penelitian .............................................................

28

F. Prosedur Penelitian ..............................................................................


29

G. Teknik Pengelompokkan Siswa ...........................................................

31

H. Teknik Analisis Data ..........................................................................

33

1V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ......................................................................................

36

B. Pembahasan ............................................................................................

40

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ................................................................................................

54

B. Saran .......................................................................................................

55

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Pemetaan ....................................................................................................
Silabus .........................................................................................................
RPP.. ........................................................................................... ................
Lembar Kerja Siswa I .................................................................................
Lembar Kerja Siswa 2 .................................................................................
Lembar Kerja Siswa 3 .................................................................................
Lembar Kerja Siswa 4 .................................................................................
Soal Pretest .................................................................................................
Kunci Jawaban Pretest ................................................................................
Kisi-kisi Soal Posttest .................................................................................
Soal Posttest ................................................................................................
Rubrik Penskoran Posttest ..........................................................................

Kuesioner ....................................................................................................
Perhitungan Pengelompokkan Siswa ..........................................................
Perhitungan Data .........................................................................................
Lembar Observasi Aktifitas Siswa..............................................................
Lembar Observasi Kinerja Guru .................................................................

59
64
72
106
111
117
125
135
136
141
149
152
157
158

160
167
171
vi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sains merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami tentang alam. Belajar sains merupakan suatu proses memberikan sejumlah pengalaman
kepada siswa untuk mengerti dan membimbing mereka untuk menggunakan pengetahuan sains tersebut. Untuk dapat memahami hakikat sains yakni sains sebagai proses dan produk, siswa harus memiliki keterampilan proses sains (KPS). KPS pada
pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh
pengetahuan dan mengkomunikasikan serta menyimpulkan hasilnya.

Ilmu kimia merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains. Oleh karena itu, ilmu kimia yang diperoleh siswa tidak hanya kimia sebagai produk tetapi juga dapat melatih
cara berpikir siswa untuk memecahkan masalah terutama yang berkaitan dengan ilmu
kimia secara ilmiah yaitu kimia sebagai proses. Oleh sebab itu pembelajaran kimia
harus memperhatikan karakteristik kimia sebagai proses dan produk.

Faktanya, pembelajaran kimia di Indonesia cenderung hanya memberikan konsepkonsep, hukum-hukum, dan teori-teori saja, sehingga yang diperoleh siswa hanya

2

kimia sebagai produk saja tanpa memperhatikan bagaimana proses ditemukannya
konsep, hukum, dan teori tersebut, akibatnya tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri
siswa. Hal ini didukung oleh hasil observasi dan wawancara dengan guru kimia di
SMA Negeri 12 Bandar Lampung pada bulan Meret 2013, di mana guru masih menggunakan model konvensional dalam proses pembelajaran. Pembelajaran ini cenderung membuat siswa menjadi pasif karena proses pembelajaran lebih didominasi oleh
guru, siswa kurang aktif dilibatkan dalam proses membangun konsep karena hanya
mengandalkan informasi materi dari guru. Dengan demikian, siswa tidak terlatih
untuk mengembangkan keterampilan proses sainsnya.

Salah satu model pembelajaran yang dapat memfasilitasi hal tersebut dan mampu melatihkan KPS siswa saat proses pembelajaran adalah dengan model pembelajaran
problem solving. Hal ini didukung hasil penelitian Sulastri (2012), yang melakukan
penelitian di salah satu SMA negeri di Bandung dengan judul “Analisis keterampilan
proses sains siswa kelas XI pada pembelajaran hidrolisis garam menggunakan model
problem solving”. Hasil penelitiannya menyatakan keterampilan mengkomunikasikan siswa termasuk kategori sangat baik pada kelompok siswa tinggi dengan persentase 93,1%, sedangkan pada kelompok siswa sedang dan rendah termasuk kategori
baik dengan persentase 79,2% dan 75%. Hasil penelitiannya juga menyatakan Secara
keseluruhan keterampilan mengkomunikasikan siswa tergolong sangat baik dengan
persentase 81,9%.

3

Model pembelajaran problem solving adalah suatu penyajian materi pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini, siswa menganalisis
dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, membuat referensi, dan merumuskan kesimpulan. Model pembelajaran problem solving terdiri dari 5 fase, yaitu mengorientasikan siswa pada masalah
(fase 1), mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut (fase 2), menetapkan jawaban sementara dari masalah (fase 3), menguji
keaktifan jawaban sementara (fase 4), dan menarik kesimpulan (fase 5) (Depdiknas,
2008). Dilihat dari kelima fase di atas model pembelajaran problem solving cocok
diterapkan pada materi kimia. Karena pada pelajaran kimia banyak materi yang harus
disertai dengan praktikum yang sangat relevan dengan fase problem solving. Salah
satunya adalah materi koloid.

Koloid erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya proses penjernihan air
dapat dilakukan dengan menambahkan tawas (Al2(SO4)3) pada air. Di dalam air,
Al2(SO4)3 akan terhidrolisis menjadi Al(OH)3 yang merupakan koloid. Koloid ini
dapat mengadsorpsi zat pencemar dalam air serta dapat menggumpalkan lumpur.
Pentingnya menghubungkan materi koloid dengan kehidupan sehari-hari sebagai
landasan pendekatan pembelajaran yang ditujukan untuk memotivasi belajar siswa,
serta mengembangkan keterampilan proses. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rosnawati (2011) yang berjudul “Analisis keterampilan proses sains
siswa SMA kelas XI pada sub pokok bahasan sifat-sifat koloid melalui pembelajaran

4

STM”. Hasil penelitiannya menyatakan keterampilan mengukur, mengamati, mengklasifikasikan, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan termasuk kategori baik.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Suprini (2012) yang berjudul “Analisis keterampilan proses sains siswa kelas XI pada pembelajaran sifat-sifat koloid menggunakan
metode discovery-inquiry”. Hasil penelitiannya yaitu penggunaan metode discoveryinquiry pada pembelajaran sifat-sifat koloid dapat mengembangkan KPS dengan baik.

Keterampilan proses terdiri dari mengobservasi, mengklasifikasi, mengkomunikasikan, mengukur, memprediksi, dan menyimpulkan (Funk dalam Dimyati, 1996).
Mengkomunikasikan dan menyimpulkan termasuk keterampilan dalam KPS. Dengan
kete-rampilan mengkomunikasikan melalui pengamatan langsung, siswa diharapkan
mampu menjelaskan hasil percobaan, menggambar data empiris dengan grafik, tabel,
atau diagram, membaca dan mengkompilasi informasi dalam grafik atau diagram.
Begitu juga dengan keterampilan menyimpulkan dengan indikator mampu menjelaskan hasil pengamatan dari fakta terbatas dan mampu membuat kesimpulan tentang
suatu fenomena setelah mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amelia (2012) yang berjudul
“Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving dalam Meningkatkan Keterampilan Inferensi dan Mengkomunikasikan Siswa pada Materi Koloid”, hasil penelitianya
mengungkapkan bahwa pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan
keterampilan inferensi dan mengkomunikasikan siswa pada materi koloid. Berdasarkan uaraian diatas dapat di simpulkan bahwa model pembelajaran problem solving

5

dan materi koloid efektif dalam meningkatkan ketrampilan menyimpulkan dan mengkomunikasikan pada siswa.

Untuk mendeskripsikan keterampilan siswa dalam

mengkomunikasikan dan menyimpulkan pada materi koloid melalui penerapan model
pembelajaran problem solving, maka dilakukan penelitian dengan judul “Analisis
Keterampilan Mengkomunikasikan dan Menyimpulkan pada Materi Koloid dengan
Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving”.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, runusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Bagaimanakah keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan pada materi
koloid dengan penerapan model pembelajaran problem solving untuk siswa
kelompok kognitif tinggi, sedang, dan rendah?

2.

Bagaimanakah keterampilan siswa dalam menyimpulkan pada materi koloid
dengan penerapan model pembelajaran problem solving untuk siswa kelompok
kognitif tinggi, sedang, dan rendah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan dan menyimpulkan pada
materi koloid dengan penerapan model pembelajaran problem solving untuk sisiwa
kelompok kognitif tinggi, sedang dan rendah.

6

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Siswa
Model pembelajaran problem solving yang diterapkan dalam proses pembelajaran diharapkan dapat menumbuhkan motivasi, minat belajar, dan kemampuan
berpikir serta dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi
koloid.
2. Guru
Sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan dan penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran kimia, terutama pada materi
koloid.
3. Sekolah
Penerapan model pembelajaran problem solving merupakan salah satu alternatif
untuk meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.
4. Peneliti lain
Sebagai bahan/gambaran bagi peneliti lain untuk dapat mengembangkan penelitian sejenis dengan ruang lingkup yang lebih luas.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk lebih memahami gambaran penelitian ini, maka perlu diberikan penjelasan
terhadap istilah-istilah untuk membatasi rumusan masalah yang akan diteliti. Istilahistilah yang dapat dijelaskan adalah sebagai berikut :

7

1.

Analisis adalah penyelidikan dan penguraian terhadap suatu masalah.

2.

Indikator keterampilan proses sains yang diteliti adalah keterampilan
mengkomunikasikan dan menyimpulkan.

3.

Mengkomunikasikan adalah penyampaian fakta dan konsep ilmu pengetahuan
dalam bentuk suara, visual, atau suara dan visual (Dimyati dan Mudjiono, 2002).

4.

Menyimpulkan adalah sebuah pernyataan yang ditarik berdasarkan fakta hasil
serangkaian observasi (Dimyati dan Mudjiono, 2002).

5.

Kelompok tinggi, sedang dan rendah merupakan kelompok siswa berkemampuan
kognitif tinggi, sedang, dan rendah.

6.

Langkah-langkah dalam pembelajaran problem solving meliputi (a) orientasi
terhadap masalah; (b) mengumpulkan data; (c) menentukan hipotesis sementara;
(d) pengujian hipotesis; dan (e) membuat kesimpulan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendekatan Konstruktivisme

Arti sederhana dari teori belajar sebenarnya adalah penjelasan bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa. Dengan suatu teori belajar, diharapkan perolehan informasi sebagai hasil belajar pada siswa dapat ditingkatkan. Melalui teori konstruktivisme siswa bisa membangun pemahaman mereka sendiri dan membuat kesimpulan sendiri tentang sesuatu hal. Menurut Von Glasersfeld (Sardiman,
2007) mengemukakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita
sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan (realitas). Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan.
Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.
Menurut Slavin (Trianto, 2010) teori pembelajaran konstruktivisme: merupakan
teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi
kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya
apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memaha-

9

mi dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ideide.
Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya.
Bettencourt menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu (Suparno, 1997)
Menurut Suparno (1997) ciri atau prinsip dalam belajar sebagai berikut :
1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa
yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami.
2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus.
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar
bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri.
4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia
fisik dan lingkungannya.

B. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses yaitu merupakan bagian dari studi sains yang harus dipelajari
oleh siswa. Jika mengajarkan bidang studi sains berupa produk dan fakta, konsep
dan teori saja belum lengkap, karena itu baru mengajarkan salah satu komponen-

10

nya saja. Proses dapat didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks
yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah, dapat juga diperinci menjadi sejumlah komponen yang harus dikuasaai seseorang apabila hendak
melakukan penelitian dibidangnya. Saintis mengembangkan teori antara lain melalui keterampilan proses, misalnya pengamatan, klasifikasi (mengelompokkan),
inferensi (menyimpulkan), merumuskan hipotesis, dan melakukan eksperimen.
Jadi, proses belajar mengajar dengan keterampilan proses adalah proses belajar
yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta,
konsep-konsep, dan teori-teori dengan keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa
itu sendiri (Soetardjo, 1998).

Setiawan (Hariwibowo, 2009) mengemukakan empat alasan pendekatan keterampilan proses harus diwujudkan dalam proses belajar dan pembelajaran, yaitu:
a. Dengan kemajuan yang sangat pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi,
guru tidak mungkin lagi mengajarkan semua fakta dan konsep dari sekian mata
pelajaran, karena waktunya tidak akan cukup.
b. Siswa-siswa, khususnya dalam usia perkembangan anak, secara psikologis lebih mudah memahami konsep,apalagi yang sulit, bila disertai dengan contohcontoh konkrit, dialami sendiri, sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
J.Piaget mengatakan bahwa intisari pengetahuan adalah kegiatan atau aktivitas,
baik fisik maupun mental.
c. Ilmu pengetahuan dapat dikatakan bersifat relatif, artinya suatu kebenaran teori
pada suatu saat berikutnya bukan kebenaran lagi, tidak sesuai lagi dengan situasi. Suatu teori bisa gugur bila ditemukan teori-teori yang lebih baru dan lebih
jitu. Jadi, suatu teori masih dapat dipertanyakan dan diperbaiki. Oleh karena

11

itu, perlu orang-orang yang kritis, mempunyai sikap ilmiah. Wajar kiranya kalau siswa sejak dini sudah ditanamkan dalam dirinya sikap ilmiah dan sikap
kritis ini. Untuk saat ini, dengan menggunakan keterampilan proses maka tujuan tersebut dapat tercapai.
d. Proses belajar dan pembelajaran bertujuan membentuk manusia yang utuh artinya cerdas, terampil dan memiliki sikap dan nilai yang diharapkan. Jadi, pengembangan pengetahuan dan sikap harus menyatu. Dengan keterampilan
memproses ilmu, diharapkan berlanjut kepemilikan sikap dan mental.

Menurut Esler & Esler (1996) keterampilan proses sains dikelompokkan seperti
pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Keterampilan Proses Sains
Keterampilan Proses Dasar

Keterampilan Proses Terpadu

Mengamati (observasi)
Inferensi
Mengelompokkan (klasifikasi)
Menafsirkan (interpretasi)
Meramalkan (prediksi)
Berkomunikasi

Mengajukan pertanyaan
Berhipotesis
Penyelidikan
Menggunakan alat/bahan
Menerapkan Konsep
Melaksanakan percobaan

Menurut Gagne dalam Dahar (1996) keterampilan proses sains adalah kemampuan-kemampuan dasar tertentu yang dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami sains. Setiap keterampilan proses merupakan keterampilan yang khas yang
digunakan oleh semua ilmuwan, serta dapat digunakan untuk memahami fenomena apapun juga. Keterampilan proses sains mempunyai cakupan yang sangat luas,
sehingga aspek-aspek keterampilan proses sains dapat digunakan dalam beberapa
pendekatan dan model pembelajaran. Demikian halnya dalam model pembelajar-

12

an yang dikembangkan yaitu problem solving, keterampilan proses sains menjadi
bagian yang tidak terpisah dalam kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan.
Keterampilan proses merupakan konsep yang luas. Para ahli banyak yang mencoba menjabarkan keterampilan proses menjadi aspek-aspek yang lebih rinci, seperti
yang dikemukakan oleh Funk dalam Nur (1996) keterampilan proses terdiri dari:
Keterampilan proses tingkat dasar yang terdiri dari mengobservasi, mengklasifikasi, mengkomunikasikan, mengukur, memprediksi, menyimpulkan, dan keterampilan proses terpadu yang terdiri dari menentukan variabel, menyusun tabel data,
membuat grafik, menghubungkan antar variabel, memproses data, menganalisis
penyelidikan, menyususn hipotesis, menentukan variabel, merencanakan penyelidikan, dan bereksperimen.
Menurut Dahar (1985) keterampilan proses terdiri dari mengamati, menafsirkan
pengamatan, meramalkan, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep, merencanakan penelitian, berkomunikasi, mengajukan pertanyaan. Dan menurut Conny
(1992) keterampilan proses meliputi mengamati (menghitung, mengukur, mengklasifikasikan, mencari hubungan ruang/ waktu), membuat hipotesis, merencanakan penelitian, mengendalikan variabel, menginterpretasi, menyusun kesimpulan,
meramalkan, menerapkan ,dan mengkomunikasikan.
Adapun salah satu keterampilan proses sains yang ingin ditingkatkan pada penelitian ini adalah keterampilan mengkomunikasikan dan menyimpulkan. Manusia
mulai belajar pada awal-awal kehidupan, bahwa komunikasi merupakan dasar
untuk memecahkan masalah. Keterampilan menyampaikan sesuatu secara lisan
maupun tulisan termasuk komunikasi. Mengkomunikasikan dapat diartikan

13

sebagai penyampaian dan memperoleh fakta, dan konsep ilmu pengetahuan dalam
bentuk suara, visual, atau suara dan visual (Dimyati dan Mudjiono, 2002). Contoh
membaca peta, tabel, garfik, bagan, lambang-lambang, diagaram, dan demontrasi
visual.

Menurut Cartono (2007) kemampuan komunikasi siswa dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Kemampuan mengungkapkan gagasan secara tertulis.
2. Kemampuan menjelaskan hasil pengamatan.
3. Kemampuan menyusun dan menyampaikan hasil kerja.
4. Kemampuan menggambarkan data dengan grafik atau bagan.
5. Kemampuan mengubah data narasi ke dalam bentuk tabel.
Menurut Funk ( Dimyati dan Moedjiono, 2002) mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk tulisan, gambar, gerak, tindakan, atau penampilan misalnya dengan berdiskusi, mendeklamasikan, mendramakan, mengungkapkan, melaporkan (dalam bentuk lisan, tulisan, gerak, atau penampilan).

Menyimpulkan adalah sebuah pernyataan yang ditarik berdasarkan fakta hasil
serangkaian observasi. Dengan demikian menyimpulkan harus berdasarkan pada
observasi langsung. Apabila observasi adalah pengalaman yang diperoleh melalui
satu atau lebih panca indera, maka menyimpulkan adalah penafsiran atau
penjelasan terhadap hasil observasi tersebut (Soetardjo dan Soejitno, 1998).

14

C. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Menurut Arends dalam Trianto (2010), dalam mengajar guru biasanya selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana
cara siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaiakan masalah, tetapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya dapat menyelesaikan
masalah.

Model pembelajaran dengan cara memecahkan masalah (problem solving) merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan
yang dibutuhkan untuk penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian yang nyata
dari permasalahan yang nyata. Model pembelajaran problem solving merupakan
salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori kontruktivisme. Kontruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu
(2001), “kontruktivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita
peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya
transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain”.
Hamalik (1994) mengemukakan bahwa problem solving adalah proses mental dan
intelektual dalam menemukan masalah dan kesimpulan yang tepat dan cermat.
Problem solving yaitu suatu pendekatan dengan cara problem identification untuk
ketahap syntesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga
mencapai tahap aplikasi selanjutnya comprehension untuk mendapatkan solution
dalam penyelesaian masalah tersebut. Tentunya, dalam memberikan pembelajaran problem solving mempunyai proses serta tahapan-tahapan tertentu.

15

Tahap-tahap model problem solving (Depdiknas, 2008) yaitu meliputi :
1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari
siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti,
bertanya dan lain-lain.
3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban
ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada tahap
kedua di atas.
4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam tahap ini siswa
harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa
jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban
sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran
jawaban ini tentu saja diperlukan modelmodel lainnya seperti
demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.
5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan
terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Menurut Nasution (1992) mempelajari aturan perlu, terutama untuk memecahkan
masalah. Problem solving merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan.
Problem solving prosesnya terletak dalam diri siswa. Variabel dari luar hanya berupa instruksi verbal yang membantu atau membimbing siswa untuk memecahkan
masalah itu. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana siswa
menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang
digunakan untuk memecahkan masalah yang baru. Namun memecahkan masalah
tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru.
Pembelajaran problem solving ini akan lebih produktif bila dalam pelaksanaannya
disatukan metode diskusi dan kerja kelompok, sebagaimana yang dikemukakakan
oleh Djsastra (1985) yaitu :
“Dalam praktek mengajar di kelas model problem solving ini sebaiknya dipergunakan bersama-sama dengan metode diskusi dan metode proyek, tetapi yang
jelas model problem solving ini akan lebih produktif (lebih stabil) bila disatukan dengan metode diskusi”.

16

Dalam pelaksanaannya, model pembelajaran problem solving biasanya dapat digabungkan dengan metode diskusi. Hal ini bertujuan agar pembelajaran yang dilakukan lebih produktif, siswa dapat bersama-sama dengan teman sekelompoknya
berdiskusi dalam memecahkan permasalahan yang diberikan. Terdapat 3 ciri utama dari pembelajaran problem solving yaitu sebagai berikut:
a. Pembelajaran problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran.
Artinya dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang
harus dilakukan siswa.
b. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah.
Pembelajaran problem solving menempatkan masalah sebagai kunci dari
proses pembelajaran.
c. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir
secara ilmiah.

Kelebihan dan kekurangan pembelajran problem solving menurut Djamarah dan
Zain (2002) adalah sebagai berikut.
1. Kelebihan pembelajaran problem solving
a. Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan.
b. Membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara
terampil.
c. Model pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir
siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya
siswa banyak menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka
mencari pemecahannya.
2. Kekurangan pembelajaran problem solving
a. Memerlukan keterampilan dan kemampuan guru. Hal ini sangat penting
karena tanpa keterampilan dan kemampuan guru dalam mengelola kelas
pada saat strategi ini digunakan maka tujuan pengajaran tidak akan
tercapai karena siswa menjadi tidak teratur dan melakukan hal-hal yang
tidak diinginkan dalam pembelajaran

17

b. Memerlukan banyak waktu. Penggunaan model pembelajaran problem
solving untuk suatu topik permasalahan tidak akan maksimal jika
waktunya sedikit, karena bagaimanapun juga akan banyak langkahlangkah yang harus diterapkan terlebih dahulu dimana masing-masing
langkah membutuhkan kecekatan siswa dalam berpikir untuk
menyelesaikan topic permasalahan yang diberikan dan semua itu
berhubungan dengan kemampuan kognitif dan daya nalar masing-masing
siswa
c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari mendengarkan dan menerima
informasi yang disampaikan guru menjadi belajar dengan banyak berpikir
memecahkan masalah sendiri dan kelompok memerlukan banyak sumber
belajar sehingga menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa. Sumber-sumber
belajar ini bisa di dapat dari berbagai media dan buku-buku lain. Jika
sumber-sumber ini tidak ada dan siswa hanya mempunyai satu buku /
bahan saja maka topik permasalahan yang diberikan tidak akan bisa
diselesaikan dengan baik.

D. Kemampuan Kognitif

Kemampuan kognitif merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Kemampuan kognitif siswa adalah gambaran tingkat pengetahuan atau kemampuan siswa terhadap suatu materi pembelajaran yang sudah dipelajari dan dapat digunakan sebagai bekal atau modal untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan kompleks lagi, maka dapat disebut sebagai kemampuan
kognitif (Winarni, 2006).

Lebih lanjut Nasution dalam Winarni (2006) mengemukakan bahwa secara alami
dalam satu kelas kemampuan kognitif siswa bervariasi, jika dikelompokkan menjadi 3 kelompok, maka ada kelompok siswa berkemampuan tinggi, menengah,
dan rendah.

18

E. Konsep

Menurut Dahar (1996), konsep merupakan kategori-kategori yang kita berikan pada stimulus-stimulus yang ada di lingkungan kita. Konsep-konsep menyediakan
skema-skema terorganisasi untuk menentukan hubungan di dalam dan di antara
kategori-kategori. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental
yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasigeneralisasi.
Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang
berhubungan.

Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) berpendapat bahwa belum ada definisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya konsep
disamakan dengan ide. Markle dan Tieman dalam Fadiawati (2011) mendefinisikan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada satupun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Untuk itu diperlukan
suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisi-kan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan. Herron
et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) juga mengemukakan bahwa analisis konsep
merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah
digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk. Analisis
konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep,
contoh, dan non contoh.

Tabel 2. Analisis konsep materi koloid.
No

Label Konsep

(1)
1.

(2)
Suspensi

2.

Larutan

3.

Koloid

4.

Aerosol

Definisi Konsep
(3)
Suspensi
merupakan
campuran heterogen
yang terdiri dari
dua fasa dan dapat
dibedakan antara
zat terlarut dengan
zat pelarut.
campuran homogen
yang terdiri dari
satu fasa dan tidak
dapat dibedakan
antara zat terlarut
dengan zat pelarut.
Koloid adalah suatu
bentuk campuran
yang keadaanya
terletak antara
larutan dan
suspensi(campuran
kasar)
Aerosol merupakan
jenis koloid dari
partikel padat atau
cair yang terdispersi
dalam gas

Jenis
Konsep
(4)
Konsep
konkret

Atribut Konsep
Kritis
Variabel
(5)
(6)
 Suspensi
 Partikel
 Campuran
 zat
heterogen
 Zat terlarut
dan zat
pelarut dapat
dibedakan

Konsep
konkret

 larutan
 campuran
homogen
 zat terlarut
dan pelarut
tidak dapat
dibedakan
 Koloid
 Campuran
yang terletak
antara
suspensi dan
larutan
 aerosol
 koloid dari
partikel
padat/cair
yang
terdispersi

Konsep
abstrak
contoh
konkret

Konsep
abstrak
contoh
konkret

Superordinat
(7)
 sistem
dispersi

Konsep
Koordinat
(8)
 larutan
 koloid

 partikel
 zat

 sistem
dispersi

 suspensi
 koloid

 Larutan
elektrolit
dan non
elektrolit
 Larutan
asam basa

 Partikel
 zat

 sistem
dispersi

 larutan
 suspensi

 partikel
 zat

 jenis-jenis
koloid

 sol
 emulsi
 buih
 gel

Subordinat
(9)
-

Contoh
(10)
Campuran air
denganpasir
campuran
minyak
dengan air

Non
Contoh
(11)
Santan,
susu

Larutan gula,
larutan garam

campuran
air dan
pasir,camp
uran
minyak
dengan air

 sol
 emulsi
 buih
 aerosol
 gel

Susu, santan
,cat ,tinta

Campuran
air dengan
minyak,
campuran
pasir
dengan air

 Aerosol
padat
 Aerosol cair

Asap, debu
dalam udara
Kabut dan
awan

Air sungai,
cat

19

20

No

Label Konsep

Definisi Konsep

(1)

(2)

(3)

5.

Jenis
Konsep
(4)

Sol

Sol merupakan
jenis koloid dari
partikel padat yang
terdispersi dalam
zat cair

Konsep
abstrak
contoh
konkret

Emulsi

Emulsi merupakan
jenis koloid dari zat
cair yang terdispersi
dari zat cair lagi

Konsep
abstrak
contoh
konkret

7.

Buih

Buih merupakan
jenis koloid yang
terdiri dari gas yang
terdispersi dalam
zat cair

Konsep
abstrak
contoh
konkret

8.

Gel

Gel merupakan
jenis koloid yang
setengah kaku (
antara padat dan
cair)

Konsep
abstrak
contoh
konkret

6.

Atribut Konsep
Kritis
Variabel
(5)
(6)
dalam gas
 sol
 jenis koloid
 partikel
dari partikel
 zat
padat
terdispersi
dalam zat
cair
 emulsi
 partikel
 terdiri dari
 zat
fase
terdispersi
cair dan
medium
pendispersi
cair
 buih
 Partikel
 Terdiri dari
 zat
fase
terdispersi
gas dan
medium
pendispersi
padat/cair
 gel
 partikel
 koloid yang
 zat
setengah
padat dan
cair

Konsep
Koordinat
(8)

Superordinat
(7)

Subordinat
(9)

Sol sabun, sol
detergen, sol
kanji

Santan,
susu,
mayonaise

 jenis-jenis
koloid






 jenis-jenis
koloid

 aerosol
 sol
 buih
 gel

 Emulsi
padat
 Emulsi cair

Susu,santan,
mutiara, jeli

Kabut,
awan

 jenis-jenis
koloid

 aerosol
 sol
 emulsi
 gel

 Buih cair
 Buih padat

Buih sabun,
karet busa
batu apung

susu,
santan, jeli

 jenis-jenis
koloid

 aerosol
 sol
 emulsi
 buih

aerosol
emulsi
buih
gel

 Sol cair
 Sol padat

(10)

Non
Contoh
(11)

Contoh

-

Gel silika,
gelatin,
agar-agar

Sabun,
karet busa,
awan

20

21

No
(1)
9

Label Konsep
(2)
Efek Tyndall

Definisi Konsep
(3)
Efek Tyandall
adalah tehamburnya
berkas cahaya oleh
koloid

Jenis
Konsep
(4)
Konsep
abstrak

Atribut Konsep
Kritis
Variabel
(5)
(6)
 efek Tyndall
 partikel
 terhamburny
a seberkas
cahaya oleh
partikel
koloid

Superordinat
(7)
 sifatsifatkoloid

Konsep
Koordinat
(8)
 gerak
Brown
 koagulasi
 adsorpsi
 elektroforesis
 dialisis

Subordinat
(9)

-

Contoh
(10)
Sorot lampu
mobil pada
malam yang
berkabut

Non
Contoh
(11)
Pemurnian
gula tebu

10

Gerak Brown

Gerak Brown yaitu
suatu gerak zig-zag
partikel koloid yang
dapat diamati
dengan mikroskop
ultra

Konsep
abstrak

 gerak Brown
 gerak zig zag
yang diamati
dengan
mikroskop
ukktra

 partikel

 sifat-sifat
koloid

 efek
Tyandall
 koagulasi
 adsorpsi
 elektroforesi
s
 dialisis

-

Pengamatan
partikel koloid
pada susu

Sorot
lampu
mobil pada
malam
yang
berkabut

11

Elektroforesis

Pergerakan partikel
koloid dalam
medan listrik

Konsep
abstrak

 elektroforesis

 partikel

 sifat-sifat
koloid

 efek
Tyandall
 koagulasi
 adsorpsi
 gerak brown
 dialisis

-

Untuk
identifikasi
DNA dalam
mengidentifik
asi pelaku
kejahatan

Pengamata
n partikel
koloid pada
susu

Partikel koloid
memiliki
kemampuan
menyerap berbagai
macam zat pada

Konsep
abstrak

 partikel

 sifat-sifat
koloid

 efek
Tyandall
 koagulasi
 elektroforsis
 gerak brown

-

12

Adsorpsi

 parikel
koloid dalam
medan listrik

 Adsorpsi
 Kemampua
n menyerap
berbagai
Macam zat

Pemurnian
gulaPenjernian
air

Sorot
lampu
mobil pada
malam
yang

21

22

No

Label Konsep

(1)

(2)

13.

14.

15.

Koagulasi

Dialisis

Cara Dispersi

Definisi Konsep
(3)
permukaan

Jenis
Konsep
(4)

Atribut Konsep
Kritis
Variabel
(5)
(6)

Superordinat
(7)

pada
permukaan

 Koagulasi
 Penggumpa
lan pada
koloid

 partikel

Konsep
abstrak

 Dialisis
 Campuran
yang dapat
dipisahkan
oleh ionion

 partikel

Konkret

 Dispersi
 Pembuatan
koloid yang
dilakukan
dengan cara
menghalusk
an koloid
dengan
mencampur

 Partikel

Koagulasi yaitu
peristiwa
penggumpalan pada
koloid

Konsep
abstrak

Dialisis yaitu
campuran koloid
yang dapat
dipisahkan dari ionion

Cara dispersi yaitu
pembuatan koloid
dengan cara
mengelilingi atau
menggerus koloid
hingga halus dan
mencampur dengan
medium
pendispersi.

 sifat-sifat
koloid

Konsep
Koordinat
(8)
 dialisis

 efek
Tyandall
 adsorpsi
 elektroforsis
 gerak brown
 dialisis

 sifat-sifat
koloid

 efek
Tyandall
 adsorpsi
 elektroforsis
 gerak brown
 koagulasi

 Cara
Pembuat
an koloid

 Cara
dispersi
 Cara
kondensasi

Subordinat
(9)

-

-

 Cara
dispersi
langsung
 Homogenis
asi
 Peptisasi
 Busur
bredig

Contoh
(10)

Non
Contoh
(11)
berkabut

Sol Fe(OH)3
ditetesi larutan
NaCl

Pemutihan
gula tebu

Proses
pemisahan
hasil-hasil
metabolisme
dari darah oleh
ginjal

Sol
Fe(OH)3
ditetesi
larutan
NaCl

Pembuatan sol
belerang

Pembuatan
sol
Fe(OH)3

22

23

No

Label Konsep

Definisi Konsep

(1)

(2)

(3)

Jenis
Konsep
(4)

Atribut Konsep
Kritis
Variabel
(5)
(6)

Superordinat
(7)

Konsep
Koordinat
(8)

Subordinat
(9)

Contoh
(10)

Non
Contoh
(11)

kan
medium
pendispersi.

16

Cara
Kondensasi

cara pembuatan
koloid dari partikel
kecil (larutan)
menjadi partikel
koloid

Konkret

 kondensasi

 Partikel

 Cara
Pembuat
an koloid

 Cara
kondensasi

 Reaksi
Hidrolisi
s
 Reaksi
Redoks
 Pertukaran
ion

Pembuatan sol
Fe(OH)3

23

2624

F. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan mengkomunikasikan
dan menyimpulkan pada materi koloid melalui penerapan model pembelajaran
problem solving untuk siswa kelompok kognitif tinggi, sedang, dan rendah. Siswa
pada kelas XI IPA1 SMA Negeri 12 Bandar Lampung memiliki kemampuan
kognitif yang berbeda. Kemampuan kognitif siswa dikelompokan menjadi tiga
kelompok yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Pada saat proses pembelajaran siswa
dikelompokan secara heterogen. Penelitian ini hanya menggunakan satu kelas
yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran problem solving.
Fase pertama dalam model pembelajaran problem solving adalah mengidentifikasi
masalah untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan
taraf kemampuannya. Fase kedua adalah mencari data atau keterangan yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Proses pencarian data diperoleh
dengan mengkaji literatur berupa buku pelajaran atau dapat juga memanfaatkan
media internet. Dalam fase ini peranan guru sebagai fasilitator sangat penting.
Hasil yang diperoleh dari fase ini adalah siswa dapat mengembangkan keterampilan proses mengamati, menafsirkan, mengajukan pertanyaan, mengelompokkan
dan penyelidikan. Fase ketiga adalah menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan pada data yang telah diperoleh pada langkah kedua. Hasil dari fase ketiga ini adalah siswa dilatih untuk
mengembangkan keterampilan proses memprediksi dan merumuskan hipotesis
atau dugaan sementara. Fase keempat adalah menguji hipotesis yang telah dibuat.
Pengujian hipotesis umumnya dilakukan melalui percobaan. Dari fase ini hasil

27
25

yang diperoleh siswa adalah dapat mengembangkan keterampilan proses mengamati, berkomunikasi, melakukan percobaan dan penyelidikan serta menggunakan
alat dan bahan. Pada fase ini keaktifan, kreatifitas, dan rasa ingin tahu siswa sangat diperlukan dalam pembelajaran. Fase terakhir dalam pembelajaran problem
solving adalah menarik kesimpulan. Dari fase ini hasil yang dicapai siswa adalah
dapat mengembangkan keterampilan proses menarik kesimpulan.
Dari uraian di atas terlihat bahwa model pembelajaran problem solving sangat mendukung siswa untuk mengembangkan keterampilan proses sains yang dimilikinya terutama keterampilan mengkomunikasikan dan menyimpulkan yang sangat
relevan dengan langkah keempat dan langkah kelima model pembelajaran
problem solving.

G. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 12
Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi subyek penelitian
mempunyai kemampuan kognitif yang heterogen.

H. Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:
1.

Semakin tinggi kemampuan kognitif siswa, maka akan semakin tinggi pula
keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan.

2.

Semakin tinggi kemampuan kognitif siswa, maka akan semakin tinggi pula
keterampilan siswa dalam menyimpulkan.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Subyek Penelitian

Penentuan subyek penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu
berdasarkan pertimbangan kelas yang memiliki karakteristik kemampuan kognitif
siswa yang heterogen. Maka dipilihlah siswa kelas XI SMA Negeri 12 Bandar
Lampung tahun ajaran 2012/2013 sebanyak satu kelas yaitu kelas XI IPA1 sebagai
subyek penelitian dengan jumlah siswa sebanyak 40 siswa.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pre-eksperimen dengan desain
penelitian yang digunakan adalah one shot case study . Pada desain ini hanya
diberi suatu perlakuan kemudian diobservasi dengan desain sebagai berikut
(Creswell, 1997) :

X

Keterangan:

O

X = Perlakuan yang diberikan
O = Nilai Postes (Sesudah perlakuan)

27

C. Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pretest, data kinerja guru,
data aktivitas siswa data Posttest dan data keterlaksanaan pembelajaran dengan
penerapan model pembelajaran problem solving.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah:
1. Silabus dan RPP pada materi koloid.
2. Lembar Kerja Siswa (LKS), pada penelitian ini menggunakan 4 macam lembar
kerja siswa, yaitu LKS 1 membahas tentang pengertian koloid, LKS 2 membahas tentang jenis-jenis koloid, LKS 3 membahas tentang sifat-sifat koloid, dan
LKS 4 membahas tentang pembuatan koloid.
3. Tes Tertulis yang digunakan yaitu:
a. Pretest materi hasil kali kelarutan yang terdiri dari 8 soal dalam bentuk uraian yang digunakan untuk memperoleh nilai siswa sebagai dasar pengelompokan kemempuan kognitifnya.
b. Posttest yang terdiri dari 4 soal dalam bentuk uraian yang sesuai untuk mengukur keterampilan proses sains siswa yang meliputi keterampilan mengkomunukasikan, dan menyimpulkan pada siswa.
4. Lembar observasi
Lembar observasi terdiri dari lembar aktivitas siswa dan lembar kinerja guru.
Lembar observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa dan kinerja guru
pada proses pembelajaran. Pengisian lembar observasi dilakukan dengan cara
memberikan check list pada kolom yang telah disediakan.

28

5. Kuesioner (Angket)
Kuesioner digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran materi koloid melalui penerapan model pembelajaran problem
solving dan keterampilan proses sains siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Kuesioner ini terdiri dari 6 pertanyaan, jawaban yang disediakan untuk
semua pertanyaan adalah “ ya atau tidak”.
E. Validitas Instrumen Penelitian

Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan
dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat . Untuk itu,
perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen yang akan digunakan. Pengujian
instrumen penelitian ini menggunakan validitas isi. Adapun pengujian validitas
isi ini dilakukan dengan cara judgment.
Mekanisme kerja judgment memerlukan ketelitian dan keahlian penilai. Untuk itu
peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini peneliti meminta
bantuan Ibu Dra. Ila Rosilawati, M.Si dan Drs. Tasviri Efkar M.S sebagai dosen
pembimbing penelitian untuk mengujinya.

F. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1.

Observasi pendahuluan
a. Meminta izin kepada kepala SMA Negeri 12 Banadar Lampung untuk
melaksanakan penelitian

29

b. Mengadakan observasi sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan
informasi mengenai data siswa, karakteristik siswa, jadwal, metode yang
digunakan guru kimia dalam mengajar, dan sarana-prasarana yang ada di
sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan
penelitian.
c. Menentukan kelas yang digunakan sebagai subyek penelitian berdasarkan
karakteriktik siswa dan pertimbangan dari guru mata pelajaran kimia.
2.

Pelaksanaan penelitian

Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu:
a. Tahap persiapan
1) Menyusun perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama proses
pembelajaran di kelas, antara lain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), dan instrumen tes.
2) Melaksanakan pretest pada materi sebelumnya, untuk mengelompokkan
siswa ke dalam kelompok tinggi, sedang dan rendah.
b. Tahap pelaksanaan penelitian
1) Pelaksanaan proses pembelajaran pada subyek penelitian dengan
menggunakan model pembelajaran problem solving.
2) Memberikan posttest.
3) Memberikan kuesioner (angket) kepada siswa setelah pembelajaran
mengenai materi pokok koloid.

30

c. Tahap analisis data
1) Menganalisis jawaban tes tertulis siswa dan jawaban kuesioner (angket)
untuk memperoleh informasi mengenai keterampilan proses sains
siswa.
2) Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian.
3) Penarikan kesimpulan
Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan
di bawah ini :
Observasi Pendahuluan

Menentukan subyek penelitian

Membuat instrumen penelitian

Validasi instrumen penelitian

Pembelajaran problem solving

Posttest

Kuesioner
Analisis Data

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 1. Bagan prosedur pelaksanaan penelitian

31

G. Teknik Pengelompokan Siswa

Siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan kognitifnya ke dalam tiga kelompok yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan kelompok ini berdasarkan nilai
pretest pada materi hasil kali kelarutan. Pengelompokan kemampuan kognitif
siswa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Mengurangi nilai terbesar dengan nilai terkecil untuk menentukan rentang.
b. Menentukan banyak kelas interval menggunakan rumus:
Banyak Kelas = 1 + 3,3 log n
n = banyak data
c. Membagi rentang dengan banyak kelas untuk menentukan panjang interval.
d. Menentukan mean menggunakan rumus:

Keterangan:
Mx

= Mean

∑FiXi = Jumlah frekuensi siswa dikali nilai tengah
= Jumlah frekuensi siswa
e. Menentukan standar deviasi menggunakan rumus:

Keterangan:
SDx

= Standar Deviasi
= Jumlah frekuensi siswa

∑FiXi

= Jumlah frekuensi siswa dikali nilai tengah
= Jumlah frekuensi siswa dikali kuadrat nilai tengah

32

f. Menghitung mean + SD dan mean – SD
g. Mengelompokkan kemampuan kognitif siswa ke dalam kategori tinggi, sedang
dan rendah menurut Sudijono (2008).
Tabel 3. Kriteria pengelompokkan siswa
Kriteria pengelompokkan
Nilai ≥ mean + SD
Mean – SD ≤ nilai < mean + SD
Nilai < mean – SD

Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah

h. Berdasarkan perhitungan dari poin a sampai g, diperoleh hasil perhitungan
seperti pada :
Tabel 4. Data pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan kognitif
Kriteria pengelompokkan
Nilai > 79,187
60,912 < nilai < 79,187
Nilai< 60,912

Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah

Jumlah Siswa
9