EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI KOLOID

(1)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari materi dan perubahannya, zat-zat yang terlibat dalam perubahan kimia itu sendiri adalah unsur dan senyawa. Selain itu, ilmu kimia juga merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang ber-kembang berdasarkan pada fenomena alam.

Pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik kimia sebagai proses, pro-duk, dan sikap. Hendaknya pembelajaran kimia tidak hanya dipelajari sekedar konsep, prinsip, hukum, dan teori yang cendrung bersifat hafalan, akan tetapi di-dukung dengan fakta yang erat kaitannya dengan materi pembelajaran serta dapat diterapkan dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari. Kimia sebagai proses ilmiah karena dengan mempelajarinya dapat memperoleh pengalaman lam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan ataupun eksperimen yang da-pat diterapkan pada pembelajaran materi kimia di sekolah.

Pada faktanya, pembelajaran kimia yang diterapkan sebagian besar guru di seko-lah lebih mementingkan pada produk saja. Siswa seharusnya tidak hanya disuapi dengan berbagai teori saja, tetapi hendaknya ikut aktif dalam pembelajaran di ke-las dalam proses menemukan fenomena yang ada pada kehidupan sehari-hari yang erat kaitannya dengan kimia. Hal ini didukung dengan fakta yang ditemukan di lapangan pada salah satu sekolah di Bandar Lampung yaitu SMA YP Unila. Dari


(2)

data yang diperoleh, berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran ter-sebut pembelajaran kimia menggunakan metode ceramah, tetapi terkadang juga menggunakan media pembelajaran yaitu power point. Saat diskusi berlangsung, faktanya hanya sebagian kecil saja siswa yang aktif berkontribusi. Selain itu, praktikum kimia dilakukan pada materi tertentu saja, misalnya materi asam-basa. Sebagian besar siswa kurang fokus dalam menyimak materi pembelajaran pada saat guru menjelaskan. Hal ini terlihat pada saat kegiatan belajar mengajar ber-langsung, banyak aktivitas-aktivitas yang dilakukan siswa yang dapat menggang-gu proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran perlu ada-nya suasana yang terbuka, akrab dan saling menghargai. Hendakada-nya juga meng-hindari suasana belajar yang kaku, penuh dengan ketegangan dan sarat dengan perintah dan instruksi yang membuat peserta didik menjadi pasif, tidak bergairah, dan mudah mengalami kebosanan (Budimansyah, 2002).

Pada pembelajaran kimia, idealnya guru tidak hanya menjadikan produk akhir se-bagai satu-satunya aspek penilaian yang diprioritaskan. Akan tetapi, hendaknya memperhatikan juga aspek penilaian yang lain, misalnya sikap dan proses pembe-lajaran. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran adalah inti yang akan disampaikan, tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia, jumlah siswa, fasilitas, dan kondisi siswa (Suryabrata, 1993). Untuk mendapatkan hasil yang baik, tentunya menggunakan model pembelajaran yang tepat dan cocok dengan karakteristik siswa serta materi yang akan diajarkan. Ada berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan referensi bagi gu-ru dalam mengajar. Setiap model pembelajaran tersebut, tentunya mempunyai


(3)

3

kelebihan dan kekurangannya. Salah satu model pembelajaran yang dapat digu-nakan adalah model pembelajaran problem solving. Model pembelajaran problem solving adalah suatu penyajian materi pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini, siswa menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, membuat referensi, dan merumuskan kesimpulan. Model pembelajaran problem solving terdiri dari 5 fase, yaitu mengorientasikan siswa pada masalah (fase 1), mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut (fase 2), menetapkan jawaban sementara dari masalah (fase 3), menguji keaktifan jawaban sementara (fase 4), dan menarik kesimpulan (fase 5)

(Depdiknas, 2008).

Koloid merupakan salah satu materi kimia kelas XI IPA yang dipelajari pada ak-hir semester genap. Koloid ini merupakan salah satu jenis zat yang dipelajari da-lam ilmu kimia. Koloid banyak ditemukan dada-lam kehidupan sehari-hari, contoh koloid adalah susu, santan, es krim, asap kendaraan, agar-agar, keju, dan lain-lain. Kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari koloid adalah mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari serta membuat berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada di ling-kungan sekitar. Untuk pencapaian kompotensi dasar tersebut, tentunya diperlu-kan suatu proses belajar mengajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan berbagai fakta, konsep dan teori dengan keterampilan proses sains. Proses-proses tersebut dijabarkan dari pengkajian terhadap apa yang di-lakukan ilmuwan yang disebut keterampilan proses sains (Soetardjo, 1998).


(4)

Keterampilan proses sains terbagi menjadi 2, yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Salah satu keterampilan proses dasar yaitu keteram-pilan mengelompokkan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002), mengelompok-kan merupamengelompok-kan keterampilan proses sains untuk dapat memilah berbagai objek pe-ristiwa yang didasarkan pada sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan kelom-pok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat menumbuhkan semangat belajar sehingga siswa menjadi lebih aktif dan mampu memecahkan masalah serta mencari solusinya se-cara ilmiah, terutama masalah yang erat kaitannya dengan ilmu kimia dan diha-rapkan mampu menediha-rapkan keterampilan mengelompokkan. Sehingga, dapat berpengaruh dalam meningkatkan penguasaan konsep. Model pembelajaran problem solving diharapkan cocok untuk meningkatkan keterampilan mengelom-pokkan serta penguasaan konsep pada materi koloid melalui fase-fase pada model pembelajaran problem solving.

Pada hasil penelitian Adiyana (2009), diperoleh bahwa penerapan model problem solving pada pembelajaran kimia dapat meningkatkan aktivitas belajar, kompe-tensi kerja ilmiah, pemahaman konsep kimia dan respon positif siswa. Oleh ka-rena itu, dipandang perlu mengadakan penelitian ini guna mengetahui bagaimana efektivitas model pembelajaran problem solving sebagai upaya meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep, khususnya pada materi koloid.


(5)

5

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Dalam Mening-katkan Keterampilan Mengelompokkan dan Penguasaan Konsep pada Materi Koloid”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan pada materi koloid?

2. Bagaimana model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep pada materi koloid?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan penelitian ini ada-lah mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran problem solving dalam me-ningkatkan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep pada materi koloid.


(6)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu: 1. Siswa

Dengan diterapkannya pembelajaran menggunakan model problem solving da-pat meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep pada materi koloid.

2. Guru dan calon guru

Guru dan calon guru dapat memperoleh model pembelajaran yang efektif pada materi koloid. Sehingga, pembelajaran menggunakan model problem solving dapat dijadikan alternatif pemilihan model pembelajaran yang inovatif serta menunjang kegiatan belajar mengajar di kelas pada mata pelajaran kimia di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian pada penelitian ini adalah: 1. Lokasi penelitian di SMA Yayasan Pendidikan Unila.

2. Pembelajaran pada penelitian ini menggunakan model pembelajaran problem solving menurut Depdiknas (2008) yang terdiri dari 5 fase. Fase 1, meng-orientasikan siswa pada masalah. Fase 2, mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan masalah. Fase 3, menetapakan jawaban se-mentara dari masalah tersebut. Fase 4, menguji kebenaran jawaban sese-mentara dan fase 5 adalah menarik kesimpulan.


(7)

7

3. Pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila diperoleh perbedaan rerata skor pretest dan posttest setelah pembelajaran menggunakan model problem sol-ving yang ditunjukkan dengan nilai n-Gain.

4. Keterampilan proses sains yang diamati adalah keterampilan mengelompok-kan. Indikator keterampilan mengelompokkan yang diamati dalam penelitian ini adalah mencari persamaan, mencari perbedaan, membandingkan, meng-kontraskan, dan mencari dasar penggolongan.

5. Penguasaan konsep dalam penelitian ini ditandai dengan tercapaianya komtensi yang terdapat dalam indikator kognitif produk, yaitu mendefinisikan pe-ngertian; memberikan contoh-contoh koloid yang ada dalam kehidupan sehari-hari; menjelaskan hasil pengamatan berupa gambar atau tabel dan memberikan contoh beberapa sifat koloid dalam kehidupan sehari-hari tentang efekTyndall, gerak Brown, koagulasi, adsorpsi, dialisis, dan elektroforesis; menjelaskan pe-ristiwa terjadinya muatan listrik pada partikel koloid (elektroforesis); mendefi-nisikan koloid liofil dan liofob serta perbedaan sifat keduanya dengan contoh yang ada di lingkungan; serta menjelaskan pembuatan dengan cara kondensasi dan dispersi.


(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidu-pan sehari-hari. Masalah dapat terjadi pada berbagai aspek kehidukehidu-pan manusia. Masalah dapat dipecahkan dengan adanya tahapan-tahapan pada proses berpikir yang ilmiah. Untuk itu, diperlukannya pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan cara memecahakan masalah untuk melatih proses berpikir siswa menyele-saikan masalah dalam kehidupannya. Menurut Arends dalam Trianto (2010), da-lam mengajar guru biasanya selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang mem-berikan pelajaran tentang bagaimana cara siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaiakan masalah, tetapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya dapat menyelesaikan masalah.

Model pembelajaran dengan cara memecahkan masalah (problem solving) meru-pakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang dibutuhkan untuk penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian yang nyata dari permasalahan yang nyata. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori kontruktivisme. Kontruk-tivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001), “kontruktivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita


(9)

9

peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain”.

Hamalik (2001) mengemukakan bahwa problem solving adalah proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan kesimpulan yang tepat dan cermat. Problem solving yaitu suatu pendekatan dengan cara problem identification untuk ketahap syntesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga mencapai tahap aplikasi selanjutnya comprehension untuk mendapatkan solution dalam penyelesaian masalah tersebut. Tentunya, dalam memberikan pembelaja-ran problem solving mempunyai proses serta tahapan-tahapan tertentu.

Tahap-tahap model problem solving (Depdiknas, 2008) yaitu meliputi :

1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain.

3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada tahap kedua di atas.

4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam tahap ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini diperlukan demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain. 5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan

terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Menurut Nasution (1992) mempelajari aturan perlu, terutama untuk memecahkan masalah. Problem solving merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan. Problem solving prosesnya terletak dalam diri siswa. Variabel dari luar hanya be-rupa instruksi verbal yang membantu atau membimbing siswa untuk memecahkan masalah itu. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana siswa


(10)

menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru. Namun memecahkan masalah tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga mengha-silkan pelajaran baru. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pre-eksperimen. Desain penelitian menggunakan One Group Pretest-Posttest Design (Sugiyono, 2010).

Pembelajaran problem solving ini akan lebih produktif bila dalam pelaksanaannya disatukan metode diskusi dan kerja kelompok, sebagaimana yang dikemukakakan oleh Djsastra (1985) yaitu :

“Dalam praktek mengajar di kelas model problem solving ini sebaiknya diper-gunakan bersama-sama dengan metode diskusi dan metode proyek, tetapi yang jelas model problem solving ini akan lebih produktif (lebih stabil) bila disatu-kan dengan metode diskusi”.

Dalam pelaksanaannya, model pembelajaran problem solving biasanya dapat gabungkan dengan metode diskusi. Hal ini bertujuan agar pembelajaran yang di-lakukan lebih produktif, siswa dapat bersama-sama dengan teman sekelompoknya berdiskusi dalam memecahkan permasalahan yang diberikan. Terdapat 3 ciri uta-ma dari pembelajaran problem solving yaitu sebagai berikut:

a. Pembelajaran problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran. Artinya dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.

b. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah.

Pembelajaran problem solving menempatkan masalah sebagai kunci dari proses pembelajaran.


(11)

11

c. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.

Kelebihan dan kekurangan pembelajran problem solving menurut Djamarah dan Zain (2002) adalah sebagai berikut.

1. Kelebihan pembelajaran problem solving

a. Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan. b. Membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara

terampil.

c. Model pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya siswa banyak menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.

2. Kekurangan pembelajaran problem solving

a. Memerlukan keterampilan dan kemampuan guru. Hal ini sangat penting karena tanpa keterampilan dan kemampuan guru dalam mengelola kelas pada saat strategi ini digunakan maka tujuan pengajaran tidak akan tercapai karena siswa menjadi tidak teratur dan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran

b. Memerlukan banyak waktu. Penggunaan model pembelajaran problem solving untuk suatu topik permasalahan tidak akan maksimal jika waktunya sedikit, karena bagaimanapun juga akan banyak langkah-langkah yang harus diterapkan terlebih dahulu dimana masing-masing langkah membutuhkan kecekatan siswa dalam berpikir untuk

menyelesaikan topik permasalahan yang diberikan dan semua itu

berhubungan dengan kemampuan kognitif dan daya nalar masing-masing siswa

c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari mendengarkan dan menerima informasi yang disampaikan guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan masalah sendiri dan kelompok memerlukan banyak sumber belajar sehingga menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa. Sumber-sumber belajar ini bisa di dapat dari berbagai media dan buku-buku lain. Jika sumber-sumber ini tidak ada dan siswa hanya mempunyai satu buku / bahan saja maka topik permasalahan yang diberikan tidak akan bisa diselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran, perlu adanya suasana yang terbuka, akrab, dan saling menghargai. Hendaknya juga menghindari suasana belajar yang kaku, penuh dengan ketegangan dan sarat perintah dan instruksi yang dapat


(12)

membuat peserta didik menjadi pasif, tidak bergairah, dan mudah mengalami kebosanan (Budimansyah, 2002).

B. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses yaitu merupakan bagian dari studi sains yang harus dipelajari oleh siswa. Jika mengajarkan bidang studi sains berupa produk dan fakta, konsep dan teori saja belum lengkap, karena itu baru mengajarkan salah satu komponen-nya saja. Proses dapat didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah, dapat juga di-perinci menjadi sejumlah komponen yang harus dikuasai seseorang apabila hen-dak melakukan penelitian dibidangnya. Saintis mengembangkan teori antara lain melalui keterampilan proses sains, misalnya pengamatan, klasifikasi (mengelom-pokkan), inferensi (menyimpulkan), merumuskan hipotesis, dan melakukan eks-perimen. Jadi, proses belajar mengajar dengan keterampilan proses sains adalah proses belajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan berbagai fakta, konsep, dan teori dengan keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa (Soetardjo, 1998).

Menurut Gagne dalam Dahar (1996) keterampilan proses sains adalah kemam-puan-kemampuan dasar tertentu yang dibutuhkan untuk menggunakan dan mema-hami sains. Setiap keterampilan proses merupakan keterampilan yang khas yang digunakan oleh semua ilmuwan, serta dapat digunakan untuk memahami fenome-na apapun juga. Keterampilan proses sains mempunyai cakupan yang sangat luas, sehingga aspek-aspek keterampilan proses sains dapat digunakan dalam beberapa pendekatan dan model pembelajaran.


(13)

13

Demikian halnya dalam model pembelajaran yang dikembangkan yaitu problem solving, keterampilan proses sains menjadi bagian yang tidak terpisah dalam ke-giatan belajar mengajar yang dilaksanakan.

Menurut Dahar (1985) keterampilan proses terdiri dari mengamati, menafsirkan pengamatan, meramalkan, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep, meren-canakan penelitian, berkomunikasi, mengajukan pertanyaan.

Adapun salah satu keterampilan proses sains yang ingin ditingkatkan pada pene-litian ini adalah keterampilan mengelompokkan. Indikator keterampilan menge-lompokkan adalah mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciri-ciri, men-cari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu objek. Pengelompokkan objek adalah cara memilah objek berdasarkan ke-samaan, perbedaan, dan hubungan. Ini merupakan langkah penting menuju pema-haman yang lebih baik tentang objek yang berbeda dari gejala alam. Mengelom-pokkan adalah proses yang digunakan ilmuan untuk mengadakan penyusunan atau pengelompokkan atas objek-objek atau kejadian. Keterampilan mengelompokkan dapat dikuasai apabila siswa dapat melakukan dua keterampilan berikut ini: a. Mengidentifikasi dan memberi nama sifat-sifat yang dapat diamati dari

seke-lompok objek yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengeseke-lompokkan. b. Menyusun mengelompokkan dalam tingkat-tingkat tertentu sesuai dengan

sifat-sifat objek.

Mengelompokkan berguna melatih siswa menunjukkan persamaan, perbedaan, dan hubungan timbal baliknya (Cartono, 2007).


(14)

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002), mengelompokkan merupakan keteram-pilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khu-susnya, sehingga didapatkan golongan/kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Contoh kegiatan yang menampakkan keterampilan mengelompokkan adalah mengelompokkan makhluk hidup selain manusia menjadi dua kelompok misalnya: binatang dan tumbuhan serta mengklasifikasikan cat berdasarkan warna dan kegiatan lain yang sejenis.

C. Penguasaan Konsep

Menurut Uno (2007), konsep merupakan simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil tafsiran terhadap suatu fakta atau realita dan hubungan antara berbagai fakta. Suatu konsep dapat diklasifikasikan berdasarkan ciri-ciri tertentu, misalnya pada materi penelitian ini yaitu konsep tentang jenis-jenis koloid. Kompetensi dasar materi pokok koloid yaitu mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari serta membuat berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada disekitarnya.

Indikator kognitif produk pada materi koloid yaitu mengidentifikasi pengertian koloid, memberikan contoh-contoh koloid yang ada dalam kehidupan sehari-hari, menjelaskan hasil pengamatan berupa tabel ataupun gambar tentang efek Tyndall, gerak Brown, dialisis, koagulasi, adsorpsi, dan elektroforesis serta memberikan contoh-contohnya dalam kehidupan sehari-hari, menjelaskan peristiwa terjadinya muatan listrik pada partikel koloid (elektroforesis), mendefinisikan koloid liofil dan liofob serta perbedaan keduannya dengan contoh yang ada di lingkungan, serta menjelaskan cara pembuatan koloid dengan cara kondensasi dan dispersi.


(15)

15

Penguasaan konsep akan mempengaruhi ketercapaian hasil belajar siswa. Suatu proses dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang didapatkan meningkat atau mengalami perubahan setelah siswa melakukan aktivitas belajar, pendapat ini di-dukung oleh Djamarah dan Zain (2002) yang mengatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah ber-akhirnya melakukan aktivitas belajar. Proses belajar seseorang sangat dipenga-ruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pembelajaran yang digunakan guru dalam kelas, dalam belajar juga dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilaku-kan siswa sebagai usaha untuk meningkatdilaku-kan penguasaan materi. Penguasaan ter-hadap suatu konsep tidak mungkin baik jika siswa tidak meakukan belajar karena siswa tidak akan tahu banyak tentang materi pelajaran. Sebagian besar materi pelajaran yang dipelajari di sekolah terdiri dari konsep-konsep. Semakin banyak konsep yang dimiliki seseorang, semakin banyak alternatif yang dapat dipilih dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Penguasaan terhadap suatu konsep akan lebih baik jika siswa terus belajar, se-hingga siswa dapat mengetahui banyak materi pembelajaran. Sebagian besar materi pembelajaran yang dipelajari di sekolah terdiri dari berbagai konsep. Se-makin banyak konsep yang dimiliki siswa, maka alternatif yang dapat dipilih dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya akan bertambah banyak. Menurut Sagala (2003) definisi konsep adalah:

Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menghasilkan produk pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak.


(16)

Konsep merupakan pokok utama yang mendasari keseluruhan sebagai hasil ber-pikir abstrak manusia terhadap benda, peristiwa, fakta yang menerangkan banyak pengalaman. Pemahaman dan penguasaan konsep akan memberikan suatu apli-kasi dari konsep tersebut, yaitu membebaskan suatu stimulus yang spesifik se-hingga dapat digunakan dalam segala situasi dan stimulus yang mengandung kon-sep tersebut. Jika belajar tanpa konkon-sep, proses belajar mengajar tidak akan ber-hasil. Hanya dengan bantuan konsep, proses belajar mengajar dapat ditingkatkan lebih maksimal. Untuk mempermudah tercapainya hal tersebut, maka diperlukan instrumen. Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksa-naan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 1997). Instrumen ini menggunakan validitas isi. Menurut Ali (1992), validitas isi adalah kesesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran adalah inti yang akan disampaikan, tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia, jumlah siswa, fasilitas, dan kondisi siswa (Suryabrata, 1993).


(17)

17

D. Data Penelitian yang Relevan Tabel 1. Data penelitian orang lain

No Nama dan

Tahun Judul Penelitian Metode/Desain Hasil

1. Adiyana, Gede. P, 2009 Meningkatkan Aktivitas Belajar, Kompetensi Kerja Ilmiah dan Pemahaman Konsep Siswa melalui Penerapan Model Problem Solving pada Pembelajaran Kimia

Penelitian Tindakan Kelas (PTK)/ Siklus Belajar

Penerapan model problem solving pada pembelajaran kimia dapat meningkatkan aktivitas belajar, kompetensi kerja ilmiah, pemahaman konsep kimia dan respon positif siswa 2. Lidiawat,

2011 Efektivitas Penerapan Metode Problem Solving Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Koloid Kuasi Eksperimen/ Pretest-Posttest Control Group Design Penerapan metode problem solving lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep daripada pembelajarn konvensional. 3. Hertanti,

Tri I., 2009 Peningkatan Pemahaman Konsep Hakikat Biologi Sebagai Ilmu Dengan Pembelajaran Problem Solving Melalui Media VCD Lingkungan Bagi Siswa kelas X2 SMA

Muhammadiyah I Semarang Penelitian Tindakan Kelas/Siklus Belajar 1. Pembelajaran dengan berbasis problem solving dapat meningkatkan pemahaman konsep Biologi sebagai ilmu sehingga kreatifitas siswa dalam memecahkan masalah yang terjadi di dalam lingkungan meningkat. 2. Pemanfaatan

media

pembelajaran yang berupa VCD lingkungan dapat dipakai sebagai


(18)

pengganti ekosistem yang asli, sehingga dapat

meningkatkan pemahaman konsep biologi sebagai ilmu. 3. Pembelajaran

dalam kelompok kecil dapat meningkatkan pemahaman konsep biologi sebagai ilmu dan terciptanya kerjasama diantara siswa sehingga siswa dapat dengan mudah

menyelesaikan tugas-tugasnya.

E. Kerangka Berpikir

Model pembelajaran problem solving sebagai salah satu faktor pendukung penca-paian tujuan pembelajaran yang menempati peran penting dalam proses pembela-jaran. Kemampuan guru untuk memilih dan menerapkan model pembelajaran yang tepat akan menentukan sejauh mana siswa dapat mengembangkan keteram-pilan proses sains siswa dalam pembelajaran IPA, khususnya mata pelajaran ki-mia. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa adalah dengan model pembelajaran problem sol-ving. Model ini membiasakan siswa untuk mampu memecahkan permasalahan secara ilmiah, yaitu secara rasional dan dapat dibuktikan melalui percobaan.


(19)

19

Fase pertama dalam model pembelajaran problem solving adalah mengidentifikasi masalah untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya. Fase kedua adalah mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Proses pencarian data diperoleh dengan mengkaji literatur berupa buku pelajaran atau dapat juga memanfaatkan media internet. Dalam fase ini peranan guru sebagai fasilitator sangat penting. Hasil yang diperoleh dari fase ini adalah siswa dapat mengembangkan keteram-pilan proses mengamati, menafsirkan, mengajukan pertanyaan, mengelompokkan dan penyelidikan. Fase ketiga adalah menetapkan jawaban sementara dari masa-lah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan pada data yang temasa-lah dipe-roleh pada langkah kedua. Hasil dari fase ketiga ini adalah siswa dilatih untuk mengembangkan keterampilan proses memprediksi dan merumuskan hipotesis atau dugaan sementara. Fase keempat adalah menguji hipotesis yang telah dibuat. Pengujian hipotesis umumnya dilakukan melalui percobaan. Dari fase ini hasil yang diperoleh siswa adalah dapat mengembangkan keterampilan proses menga-mati, berkomunikasi, melakukan percobaan dan penyelidikan serta menggunakan alat dan bahan. Pada fase ini keaktifan, kreatifitas, dan rasa ingin tahu siswa sa-ngat diperlukan dalam pembelajaran. Fase terakhir dalam pembelajaran problem solving adalah menarik kesimpulan. Dari fase ini hasil yang dicapai siswa adalah dapat mengembangkan keterampilan proses menarik kesimpulan.

Dari uraian di atas terlihat bahwa model pembelajaran problem solving sangat mendukung siswa untuk mengembangkan keterampilan proses sains yang dimi-likinya terutama keterampilan mengelompokkan yang sangat relevan dengan langkah kedua model pembelajaran problem solving.


(20)

F. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Siswa-siswa kelas XI IPA4 semester genap SMA YP UNILA TP 2011/2012

yang menjadi subjek penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama da-lam penguasaan konsep kimia.

2. Tingkat kedalaman dan keluasan materi yang dibelajarkan sama.

3. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi peningkatan keterampilan me-ngelompokkan dan penguasaan konsep pada materi pokok koloid siswa kelas XI semester genap SMA YP UNILA TP 2011/2012 di kelas XI IPA4 sekecil

mungkin sehingga dapat diabaikan.

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep pada materi koloid.


(21)

21

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Latar Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA4 SMA YP Unila Bandar

Lampung yang terdiri dari 28 siswa. Penelitian ini dimulai sejak bulan Maret hingga Mei 2012.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer yaitu data hasil tes sebelum pembelajaran (pretest) dan data hasil tes setelah pem- belajaran (posttest). Sedangkan, sumber data yaitu siswa kelas XI IPA4 SMA YP

Unila Bandar Lampung.

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah pre-eksperimen. Desain penelitian menggunakan One Group Pretest-Posttest Design (Sugiyono, 2010).

Tabel 2. Desain Penelitian

Pretest Perlakuan Posttest

O1 X O2

Keterangan:

O1 : nilai pretest sebelum perlakuan ;O2 : nilai posttest setelah perlakuan


(22)

D. Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran menggunakan model problem solving. Sedangkan, yang bertindak sebagai variabel terikat yaitu kete-rampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep.

E. Alur Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan dua kali tes. Tes yang dilakukan se-belum pembelajaran dengan model problem solving (pretest) dan tes yang dilaku-kan setelah pembelajaran dengan model problem solving (posttest), meliputi: a. Pelaksanaan pretest untuk mengetahui kemampuan awal keterampilan

menge-lompokkan dan penguasaan konsep, yang terdiri dari 10 soal pilihan jamak (materi KSP) dan 2 soal uraian (materi koloid).

b. Pelaksanaan penelitian disesuaikan dengan jadwal mata pelajaran, serta dilak-sanakan dalam rentang waktu yang telah ditentukan yaitu 2 kali pertemuan dalam seminggu.

c. Pelaksanaan posttest untuk mengetahui kemampuan akhir keterampilan me-ngelompokkan dan penguasaan konsep serta perbedaan sebelum pembelajaran dengan model problem solving dan sesudah pembelajaran dengan model problem solving. Terdiri dari 15 soal pilihan jamak dan 2 soal uraian materi koloid.


(23)

23

Adapun langkah-langkah yang dikembangkan dalam alur penelitian yaitu:

Gambar 1. Alur Penelitian

F. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul da-ta untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan dada-ta (Arikunto, 1997). Adapun bentuk instrumen yang digunakan adalah Lembar Kerja Siswa (LKS), soal pretest, soal posttest, serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan silabus yang su-dah berkarakter.

Tes awal (Pretest) Pembelajaran dengan model problem solving

Tes akhir (Postest)

Tabulasi dan analisis data

Temuan

Kesimpulan Observasi Penyusunan Perangkat


(24)

LKS yang digunakan berbasis model pembelajaran problem solving yang erdiri dari LKS 1-4. LKS 1, yaitu mendefinisikan pengertian koloid. LKS 2, yaitu memberikan contoh-contoh yang ada dalam kehidupan sehari-hari dan mengelom-pokkan jenis koloid berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersi. LKS 3 dan 4, yaitu mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidu-pan sehari-hari.

Soal pretest terdiri dari 10 soal pilihan jamak dan 2 soal uraian. Sedangkan, soal posttest terdiri dari dari 15 soal pilihan jamak dan 2 soal uraian. Pada soal pre-test, 10 soal pilihan jamak menggunakan materi pembelajaran sebelumnya yaitu KSP. Soal ini untuk mengukur kemampuan awal siswa dalam penguasaan kon-sep sebelum pembelajaran menggunakan model problem solving. Kemudian, 2 soal uraian tersebut digunakan untuk mengetahui kemampuan awal keterampilan mengelompokkan siswa. Pada soal posttest, 15 soal pilihan jamak untuk meng-ukur kemampuan akhir siswa dalam penguasaan konsep setelah pembelajaran me-nggunakan model problem solving dan 2 soal uraian untuk mengetahui kemampu-an akhir keterampilkemampu-an mengelompokkkemampu-an siswa pada materi koloid.

Instrumen yang digunakan hanya menggunakan uji validitas. Validitas adalah su-atu ukuran yang menunjukkan keakuratan susu-atu instrumen. Instrumen dapat dika-takan akurat apabila mampu mengukur apa yang diinginkan serta dapat mengung-kap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Dalam konteks pengujian kevali-dan instrumen dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu cara judgment atau penilaian, dan pengujian empirik.


(25)

25

Instrumen ini menggunakan validitas isi. Menurut Ali (1992), validitas isi adalah kesesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur. Adapun pengujian ini, dilakukan dengan cara judgment. Pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan

pengukuran, indikator pembelajaran, dan butir-butir pertanyaannya. Jika hal-hal tersebut sudah terdapat kesesuaian, maka dapat dikatakan bahwa instrumen dianggap valid. Instrumen tersebut sudah dapat digunakan untuk mengumpulkan data sesuai dengan kepentingan penelitian. Dalam melakukan judgment

diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, oleh karena itu peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini, dilakukan oleh Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si. dan Dra. Chansyanah Diawati, M.Si sebagai dosen pembimbing untuk mengujinya.

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Observasi pendahuluan

a. Peneliti meminta izin kepada Kepala SMA YP Unila untuk melaksanakan penelitian.

b. Peneliti menentukan populasi dan sampel penelitian sebanyak satu kelas. 2. Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a. Tahap persiapan

Peneliti menyusun silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan instrumen tes.


(26)

b. Tahap pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu: 1. Memberikan pretest pada siswa

2. Tahap pembelajaran problem solving 3. Memberikan posttest pada siswa

H. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makana atau ar-ti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masa-lah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya untuk mengetahui peningkatan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep siswa. Nilai hasil pretest dan posttest dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dari hasil yang diperoleh, kemudian tahap selanjutnya mencari nilai dari n-Gain .

I. Gain Ternormalisasi

Setelah dilakukan pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem solving maka, data yang diperoleh dari hasil skor pretest dan posttest dianalisis untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa pada subjek penelitian. Me-nurut Meltzer, besarnya peningkatan dihitung dengan rumus indeks gain (normalized gain), yaitu:

100 x maksimal

skor

benar yang jawaban skor

Siswa


(27)

27

Hasil perhitungan tersebut, kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi dari Hake seperti terdapat pada tabel berikut:

Tabel 3. Klasifikasi gain ( g )

Besarnya g Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang


(28)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam pene- litian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dalam kategori sedang.

2. Model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep dalam kategori rendah.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Bagi calon peneliti lain yang akan menerapkan pembelajaran problem solving, hendaknya lebih mengoptimalkan persiapan yang diperlukan pada tiap fase dalam model pembelajaran problem solving terutama fase

merumuskan hipotesis dengan menginstruksikan kepada siswa untuk lebih banyak mencari data-data yang berhubungan dengan materi pembelajaran yaitu koloid. Ini terdapat pada fase 2, fase pengumpulan data.

2. Bagi calon peneliti disarankan untuk lebih inovatif dalam pengelolaan kelas agar dapat meminimalisir gangguan yang ditimbulkan siswa pada proses pembelajaran dikarenakan kurang fokus dalam memperhatikan penjelasan guru dan pasif pada saat diskusi berlangsung.


(29)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 1992. Strategi Penelitian Pendidikan. Angkasa. Bandung.

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Budimansyah, Dasim. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio. Ganesindo. Bandung.

Cartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung.

Dahar, R.W. 1996. Teori – teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Dahar, R.W. 1985. Teori – teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Depdiknas. 2008. Rambu-Rambu Pengakuan Kerja dan Hasil Belajar (PPKHB). Depdiknas. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah, S.B dan A. Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.


(30)

Justiana, S dan Muchtaridi. 2010. Chemistry for Senior High School Year XI. Yudistira. Jakarta.

Lidiawati. 2011. Efektivitas Penerapan Metode Problem Solving Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Koloid (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Nasution, S. 1992. Berbagai Pendekatan dalam proses Belajar dan Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.

Pannen, P., D. Mustafa, dan Sekarwinahyu. 2001. Kontruktivisme dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.

Purba, M. 2006. Kimia SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Soetardjo. 1998. Proses Belajar Mengajar Dengan Metode Pendekatan Keterampilan Proses. SIC. Surabaya.

Suryabrata, Sumadi. 1993. Metode Penelitian. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Predana

Media. Jakarta.


(31)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN

MENGELOMPOKKAN DAN PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI KOLOID

(Skripsi)

Oleh

YURI ANDRIANI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(32)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN

PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI KOLOID

Oleh

YURI ANDRIANI

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan pengu-asaan konsep pada materi koloid. Penelitian ini dilakukan di SMA YP Unila Bandar Lampung, metode yang digunakan yaitu pre-eksperiment dengan One Group Pretest Posttest Design. Efektivitas model pembelajaran problem solving diukur berdasarkan selisih rerata skor pretest dan posttest. Hasil penelitian me-nunjukkan n-gain keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep pada materi koloid berturut-turut 0,41 dan 0,29.

Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model problem solving efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep sis-wa kelas XI IPA4 pada materi koloid.

Kata kunci: pembelajaran problem solving, keterampilan mengelompokkan, penguasaan konsep.


(33)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata kelak dikemudian hari terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas, maka saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.

Bandar Lampung, 6 Oktober 2012

Yuri Andriani NPM 0853023059


(34)

MOTTO

Langitpun tak selamanya mendung, maka setelah hujan yang lebatpun akan ada pelangi yang indah,, semua akan indah pada waktunya

Ada kiasan, rumput tetangga itu biasanya lebih hijau. Tetapi, bagiku rumput sendiri adalah yang paling hijau. Itulah indahnya rasa syukur.

Sabar itu Berbuah Manis (Mango-Taste)


(35)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan nikmat Iman dan Islam, kesehatan jiwa-raga, serta ketenangan hati dalam menjalani kehidupan

dalam menggapai Ridho-Mu. Dengan penuh rasa syukur dan ucapan terimakasih kupersembahkan karyaku nan penuh ketekunan, kesabaran,

sepenuh cinta dan akhirnya sabarpun berbuah manis: *Teristimewa untuk ayah dan amak tercinta...

Atas pengorbanan dan kesabarannya dalam membesarkanku dengan penuh cinta kasih, setiap do’a dan restu yang terlantun untukku disetiap waktunya, mengajariku cara menatap kehidupan, mendidikku dengan cara tersendiri,

memberikanku semangat juang serta rasa optimis yang selalu berapi-api, dan materi yang selalu tercurahkan dalam memberikan yang terbaik

teruntuk sang buah hati.

*Almarhumah uniku sayang (Dona Puspa Leni, Amd Keb), semoga ALLAH memberikan tempat yang terbaik di sisi-Nya dan kelak kita dapat dipertemukan

di jannah-Nya. Tetaplah dalam senyum kedamaianmu yang selalu memotivasiku.

*Ajoku tongga (Briptu Irwan Saputra), kakakku semata wayang yang selalu memberi penjagaan kepadaku dan mendo’akanku.

*Adikku moncos (Vidia Zainatul Husna), yang selalu memberikan do’a dan semangat serta menjadi pelipur lara dengan gurauannya.

*Motivatorku nan tak lelah memberikan pencerahan....


(36)

ii SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan ridho-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “ Efektivitas Model Pembelajaran Pro-blem Solving Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan dan Pengu-asaan Konsep pada materi Koloid” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila. 2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA. 3. Ibu Dra. Noor Fadiawati, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Kimia.

4. Ibu Dra. Noor Fadiawati, M.Si., selaku Pembimbing I, atas keikhlasan waktu, ilmu, kesabaran, motivasi dan bimbingannya.

5. Ibu Dra. Chansyanah Diawati, M.Si., selaku Pembimbing II, atas keikhlasan waktu, kesabaran, motivasi dan bimbingannya.

6. Ibu Nina Kadaritna, M. Si., selaku Pembimbing Akademik dan Pembahas atas bimbingan, keikhlasan waktu, motivasi, kesabaran, nasihat dan bantuannya. 7. Seluruh Dosen dan staf di Jurusan PMIPA Universitas Lampung.

8. Bapak Drs. H. Berchah Pitoewas, M.H, selaku Kepala SMA YP Unila Bandar Lampung dan Ibu Ismita Dewi, S.Pd, selaku guru mitra, yang telah


(37)

iii memberikan izin penulis untuk melaksanakan penelitian dan kerjasamanya. Serta kepada siswa/i XI IPA4 atas antusias dalam mengikuti pembelajaran.

9. Teristimewa untuk Ayah dan Amak, serta uni, ajo, moncos yang selalu memberikan kasih sayang, cinta, doa yang tulus dan tak pernah putus, dan segala pengorbanan, motivasi, kesabarannya.

10.ASA (Niyut, Ipin Rina, Duli Anjun, Adek Vera, Icha) serta SW (Oelein, Yusnia, Chy, Cin, Lia), Agitce, Dita Mba San atas kasih sayang yang dibalut dalam persahabatan dilingkaran ketulusan yang mengajarkanku arti tegar. 11.Spesial aneka rasa tim yummy-script: Anjun dan Agitce.

12.Patner kerja organisasi yang merupakan orang-orang luar biasa, khususnya: Mba Umil, Mba Aulia, Mba Rita, K’Pazar, K’heroe, K’ii, Hanif, April, Rahman, Susi, Umi, Opang, Diky, Mahfudz, Andrian, Mba Desta. 13.Sahabat seperjuanganku Mr.Che, 08 Reg, dan Kakak-Adik Tingkat (Meli,

Metha, Wirda, Ence, Je, Dee, Orin, Emi, Rosma, Pipit, Nurul, Nurma, Dewi, Rendi, Andri, Gede, Olan, Galih, Deni, Marmus, Elia, Wayan, Evy, Pitli, Yuli, Nopi, Putu, Lini, Mila, Ana, Sulis, Fitsuk, Arum, Resi, Diky, Mahfudz, Dela, Vina, Ena, Elsa, Dena, Irma, Lastri, Rina, Indah, Titin, Je, Usep, dll.

Akhirnya, penulis meminta maaf atas ucapan dan tingkah yang kurang berkenan dihati selama masa studi S1 ini. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan

hidayahnya kepada kita semua dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin. Bandar Lampung, 6 Oktober 2012

Penulis


(38)

`iv DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... vii DAFTAR GAMBAR ... viii I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 5 C. Tujuan Penelitian ... 5 D. Manfaat Penelitian ... 6 E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving)... 8 B. Keterampilan Proses Sains (Keterampilan Mengelompokkan) ... 12 C Penguasaan Konsep ... 14 D. Data Penelitian yang Relevan ... 17 E. Kerangka Berpikir ... 18 F. Anggapan Dasar ... 20 G. Hipotesis Umum ... 20 III. METODE PENELITIAN

A. Latar Penelitian ... 21 B Jenis dan Sumber Data ... 21


(39)

`v C Metode dan Desain Penelitian ... 21 D. Variabel Penelitian ... 22 E . Alur Peneltian ... 22 F. Instrumen Penelitian ... 23 G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 25 H. Teknik Analisis Data ... 26 I. Gain Ternormalisasi ... 26 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 28 B. Pembahasan ... 30 V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 52 B. Saran ... 52 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Silabus ... 53 2. RPP ... 61 3. Lembar Kerja Siswa (LKS 1) ... 94 4. Kisi-kisi Soal Pilihan Jamak (Pretest) ... 99 5. Kisi-kisi Soal Pilihan Jmak (Posttest)... 101 6. Kisi-kisi Soal (Pretest dan Posttest) Ket.Mengelompokkan ... 103 7. Soal pretest ... 105 8. Soal posttest ... 154


(40)

`vi 9. Kunci Jawaban pretest pilihan jamak ... 110 10. Kunci Jawaban posttest pilihan jamak dan essay posttest-pretest ... 118 11. Lembar Observasi Kinerja Guru ... 121 12. Lembar Penilaian Aspek Psikomotor ... 125 13. Lembar Penilaian Aspek Afektif ... 131 14. Perhitungan ... 139 15. Surat Penelitian Pendahuluan ... 142 16. Surat Penelitian ... 143


(41)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Noor Fadiawati, M.Si ___________

Sekretaris : Dra. Chansyanah Diawati, M.Si ___________

Penguji

Bukan Pembimbing : Dra. Nina Kadaritna, M.Si. ___________

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. H. Bujang Rahman M.Si NIP. 19600315 198503 1 003


(42)

Judul Skripsi : EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN

PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI KOLOID

Nama Mahasiswa : Yuri Andriani No. Pokok Mahasiswa : 0853023059 Program Studi : Pendidikan Kimia Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Noor Fadiawati, M. Si. Dra. Chansyanah Diawati, M.Si

NIP. 19660824 199111 2 001 NIP 19660824 199111 2 002

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Dr. Caswita, M.Si.


(43)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alur Penelitian ... 23 2. Grafik Rerata Perolehan Skor Pretest dan Posttest Keterampilan

Mengelompokkan ... 29 3. Grafik Rerata Perolehan Skor Pretest dan Posttest Penguasaan Konsep ... 29


(44)

vii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data Penelitian yang Relevan ... 17 2. Desain Penelitian ... 21 3. Klasifikasi n-gain... 21 4. Perolehan Skor Pretes, Skor Posttest dan n-Gain Keterampilan


(45)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari materi dan perubahannya, zat-zat yang terlibat dalam perubahan kimia itu sendiri adalah unsur dan senyawa. Selain itu, ilmu kimia juga merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang ber-kembang berdasarkan pada fenomena alam.

Pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik kimia sebagai proses, pro-duk, dan sikap. Hendaknya pembelajaran kimia tidak hanya dipelajari sekedar konsep, prinsip, hukum, dan teori yang cendrung bersifat hafalan, akan tetapi di-dukung dengan fakta yang erat kaitannya dengan materi pembelajaran serta dapat diterapkan dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari. Kimia sebagai proses ilmiah karena dengan mempelajarinya dapat memperoleh pengalaman lam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan ataupun eksperimen yang da-pat diterapkan pada pembelajaran materi kimia di sekolah.

Pada faktanya, pembelajaran kimia yang diterapkan sebagian besar guru di seko-lah lebih mementingkan pada produk saja. Siswa seharusnya tidak hanya disuapi dengan berbagai teori saja, tetapi hendaknya ikut aktif dalam pembelajaran di ke-las dalam proses menemukan fenomena yang ada pada kehidupan sehari-hari yang erat kaitannya dengan kimia. Hal ini didukung dengan fakta yang ditemukan di lapangan pada salah satu sekolah di Bandar Lampung yaitu SMA YP Unila. Dari


(46)

data yang diperoleh, berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran ter-sebut pembelajaran kimia menggunakan metode ceramah, tetapi terkadang juga menggunakan media pembelajaran yaitu power point. Saat diskusi berlangsung, faktanya hanya sebagian kecil saja siswa yang aktif berkontribusi. Selain itu, praktikum kimia dilakukan pada materi tertentu saja, misalnya materi asam-basa. Sebagian besar siswa kurang fokus dalam menyimak materi pembelajaran pada saat guru menjelaskan. Hal ini terlihat pada saat kegiatan belajar mengajar ber-langsung, banyak aktivitas-aktivitas yang dilakukan siswa yang dapat menggang-gu proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran perlu ada-nya suasana yang terbuka, akrab dan saling menghargai. Hendakada-nya juga meng-hindari suasana belajar yang kaku, penuh dengan ketegangan dan sarat dengan perintah dan instruksi yang membuat peserta didik menjadi pasif, tidak bergairah, dan mudah mengalami kebosanan (Budimansyah, 2002).

Pada pembelajaran kimia, idealnya guru tidak hanya menjadikan produk akhir se-bagai satu-satunya aspek penilaian yang diprioritaskan. Akan tetapi, hendaknya memperhatikan juga aspek penilaian yang lain, misalnya sikap dan proses pembe-lajaran. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran adalah inti yang akan disampaikan, tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia, jumlah siswa, fasilitas, dan kondisi siswa (Suryabrata, 1993). Untuk mendapatkan hasil yang baik, tentunya menggunakan model pembelajaran yang tepat dan cocok dengan karakteristik siswa serta materi yang akan diajarkan. Ada berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan referensi bagi gu-ru dalam mengajar. Setiap model pembelajaran tersebut, tentunya mempunyai


(47)

3

kelebihan dan kekurangannya. Salah satu model pembelajaran yang dapat digu-nakan adalah model pembelajaran problem solving. Model pembelajaran problem solving adalah suatu penyajian materi pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini, siswa menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, membuat referensi, dan merumuskan kesimpulan. Model pembelajaran problem solving terdiri dari 5 fase, yaitu mengorientasikan siswa pada masalah (fase 1), mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut (fase 2), menetapkan jawaban sementara dari masalah (fase 3), menguji keaktifan jawaban sementara (fase 4), dan menarik kesimpulan (fase 5)

(Depdiknas, 2008).

Koloid merupakan salah satu materi kimia kelas XI IPA yang dipelajari pada ak-hir semester genap. Koloid ini merupakan salah satu jenis zat yang dipelajari da-lam ilmu kimia. Koloid banyak ditemukan dada-lam kehidupan sehari-hari, contoh koloid adalah susu, santan, es krim, asap kendaraan, agar-agar, keju, dan lain-lain. Kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari koloid adalah mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari serta membuat berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada di ling-kungan sekitar. Untuk pencapaian kompotensi dasar tersebut, tentunya diperlu-kan suatu proses belajar mengajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan berbagai fakta, konsep dan teori dengan keterampilan proses sains. Proses-proses tersebut dijabarkan dari pengkajian terhadap apa yang di-lakukan ilmuwan yang disebut keterampilan proses sains (Soetardjo, 1998).


(48)

Keterampilan proses sains terbagi menjadi 2, yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Salah satu keterampilan proses dasar yaitu keteram-pilan mengelompokkan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002), mengelompok-kan merupamengelompok-kan keterampilan proses sains untuk dapat memilah berbagai objek pe-ristiwa yang didasarkan pada sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan kelom-pok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat menumbuhkan semangat belajar sehingga siswa menjadi lebih aktif dan mampu memecahkan masalah serta mencari solusinya se-cara ilmiah, terutama masalah yang erat kaitannya dengan ilmu kimia dan diha-rapkan mampu menediha-rapkan keterampilan mengelompokkan. Sehingga, dapat berpengaruh dalam meningkatkan penguasaan konsep. Model pembelajaran problem solving diharapkan cocok untuk meningkatkan keterampilan mengelom-pokkan serta penguasaan konsep pada materi koloid melalui fase-fase pada model pembelajaran problem solving.

Pada hasil penelitian Adiyana (2009), diperoleh bahwa penerapan model problem solving pada pembelajaran kimia dapat meningkatkan aktivitas belajar, kompe-tensi kerja ilmiah, pemahaman konsep kimia dan respon positif siswa. Oleh ka-rena itu, dipandang perlu mengadakan penelitian ini guna mengetahui bagaimana efektivitas model pembelajaran problem solving sebagai upaya meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep, khususnya pada materi koloid.


(49)

5

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Dalam Mening-katkan Keterampilan Mengelompokkan dan Penguasaan Konsep pada Materi Koloid”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan pada materi koloid?

2. Bagaimana model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep pada materi koloid?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan penelitian ini ada-lah mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran problem solving dalam me-ningkatkan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep pada materi koloid.


(50)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu: 1. Siswa

Dengan diterapkannya pembelajaran menggunakan model problem solving da-pat meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep pada materi koloid.

2. Guru dan calon guru

Guru dan calon guru dapat memperoleh model pembelajaran yang efektif pada materi koloid. Sehingga, pembelajaran menggunakan model problem solving dapat dijadikan alternatif pemilihan model pembelajaran yang inovatif serta menunjang kegiatan belajar mengajar di kelas pada mata pelajaran kimia di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian pada penelitian ini adalah: 1. Lokasi penelitian di SMA Yayasan Pendidikan Unila.

2. Pembelajaran pada penelitian ini menggunakan model pembelajaran problem solving menurut Depdiknas (2008) yang terdiri dari 5 fase. Fase 1, meng-orientasikan siswa pada masalah. Fase 2, mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan masalah. Fase 3, menetapakan jawaban se-mentara dari masalah tersebut. Fase 4, menguji kebenaran jawaban sese-mentara dan fase 5 adalah menarik kesimpulan.


(51)

7

3. Pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila diperoleh perbedaan rerata skor pretest dan posttest setelah pembelajaran menggunakan model problem sol-ving yang ditunjukkan dengan nilai n-Gain.

4. Keterampilan proses sains yang diamati adalah keterampilan mengelompok-kan. Indikator keterampilan mengelompokkan yang diamati dalam penelitian ini adalah mencari persamaan, mencari perbedaan, membandingkan, meng-kontraskan, dan mencari dasar penggolongan.

5. Penguasaan konsep dalam penelitian ini ditandai dengan tercapaianya komtensi yang terdapat dalam indikator kognitif produk, yaitu mendefinisikan pe-ngertian; memberikan contoh-contoh koloid yang ada dalam kehidupan sehari-hari; menjelaskan hasil pengamatan berupa gambar atau tabel dan memberikan contoh beberapa sifat koloid dalam kehidupan sehari-hari tentang efekTyndall, gerak Brown, koagulasi, adsorpsi, dialisis, dan elektroforesis; menjelaskan pe-ristiwa terjadinya muatan listrik pada partikel koloid (elektroforesis); mendefi-nisikan koloid liofil dan liofob serta perbedaan sifat keduanya dengan contoh yang ada di lingkungan; serta menjelaskan pembuatan dengan cara kondensasi dan dispersi.


(52)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidu-pan sehari-hari. Masalah dapat terjadi pada berbagai aspek kehidukehidu-pan manusia. Masalah dapat dipecahkan dengan adanya tahapan-tahapan pada proses berpikir yang ilmiah. Untuk itu, diperlukannya pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan cara memecahakan masalah untuk melatih proses berpikir siswa menyele-saikan masalah dalam kehidupannya. Menurut Arends dalam Trianto (2010), da-lam mengajar guru biasanya selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang mem-berikan pelajaran tentang bagaimana cara siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaiakan masalah, tetapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya dapat menyelesaikan masalah.

Model pembelajaran dengan cara memecahkan masalah (problem solving) meru-pakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang dibutuhkan untuk penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian yang nyata dari permasalahan yang nyata. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori kontruktivisme. Kontruk-tivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001), “kontruktivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita


(53)

9

peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain”.

Hamalik (2001) mengemukakan bahwa problem solving adalah proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan kesimpulan yang tepat dan cermat. Problem solving yaitu suatu pendekatan dengan cara problem identification untuk ketahap syntesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga mencapai tahap aplikasi selanjutnya comprehension untuk mendapatkan solution dalam penyelesaian masalah tersebut. Tentunya, dalam memberikan pembelaja-ran problem solving mempunyai proses serta tahapan-tahapan tertentu.

Tahap-tahap model problem solving (Depdiknas, 2008) yaitu meliputi :

1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain.

3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada tahap kedua di atas.

4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam tahap ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini diperlukan demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain. 5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan

terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Menurut Nasution (1992) mempelajari aturan perlu, terutama untuk memecahkan masalah. Problem solving merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan. Problem solving prosesnya terletak dalam diri siswa. Variabel dari luar hanya be-rupa instruksi verbal yang membantu atau membimbing siswa untuk memecahkan masalah itu. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana siswa


(54)

menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru. Namun memecahkan masalah tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga mengha-silkan pelajaran baru. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pre-eksperimen. Desain penelitian menggunakan One Group Pretest-Posttest Design (Sugiyono, 2010).

Pembelajaran problem solving ini akan lebih produktif bila dalam pelaksanaannya disatukan metode diskusi dan kerja kelompok, sebagaimana yang dikemukakakan oleh Djsastra (1985) yaitu :

“Dalam praktek mengajar di kelas model problem solving ini sebaiknya diper-gunakan bersama-sama dengan metode diskusi dan metode proyek, tetapi yang jelas model problem solving ini akan lebih produktif (lebih stabil) bila disatu-kan dengan metode diskusi”.

Dalam pelaksanaannya, model pembelajaran problem solving biasanya dapat gabungkan dengan metode diskusi. Hal ini bertujuan agar pembelajaran yang di-lakukan lebih produktif, siswa dapat bersama-sama dengan teman sekelompoknya berdiskusi dalam memecahkan permasalahan yang diberikan. Terdapat 3 ciri uta-ma dari pembelajaran problem solving yaitu sebagai berikut:

a. Pembelajaran problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran. Artinya dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.

b. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah.

Pembelajaran problem solving menempatkan masalah sebagai kunci dari proses pembelajaran.


(55)

11

c. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.

Kelebihan dan kekurangan pembelajran problem solving menurut Djamarah dan Zain (2002) adalah sebagai berikut.

1. Kelebihan pembelajaran problem solving

a. Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan. b. Membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara

terampil.

c. Model pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya siswa banyak menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.

2. Kekurangan pembelajaran problem solving

a. Memerlukan keterampilan dan kemampuan guru. Hal ini sangat penting karena tanpa keterampilan dan kemampuan guru dalam mengelola kelas pada saat strategi ini digunakan maka tujuan pengajaran tidak akan tercapai karena siswa menjadi tidak teratur dan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran

b. Memerlukan banyak waktu. Penggunaan model pembelajaran problem solving untuk suatu topik permasalahan tidak akan maksimal jika waktunya sedikit, karena bagaimanapun juga akan banyak langkah-langkah yang harus diterapkan terlebih dahulu dimana masing-masing langkah membutuhkan kecekatan siswa dalam berpikir untuk

menyelesaikan topik permasalahan yang diberikan dan semua itu

berhubungan dengan kemampuan kognitif dan daya nalar masing-masing siswa

c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari mendengarkan dan menerima informasi yang disampaikan guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan masalah sendiri dan kelompok memerlukan banyak sumber belajar sehingga menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa. Sumber-sumber belajar ini bisa di dapat dari berbagai media dan buku-buku lain. Jika sumber-sumber ini tidak ada dan siswa hanya mempunyai satu buku / bahan saja maka topik permasalahan yang diberikan tidak akan bisa diselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran, perlu adanya suasana yang terbuka, akrab, dan saling menghargai. Hendaknya juga menghindari suasana belajar yang kaku, penuh dengan ketegangan dan sarat perintah dan instruksi yang dapat


(56)

membuat peserta didik menjadi pasif, tidak bergairah, dan mudah mengalami kebosanan (Budimansyah, 2002).

B. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses yaitu merupakan bagian dari studi sains yang harus dipelajari oleh siswa. Jika mengajarkan bidang studi sains berupa produk dan fakta, konsep dan teori saja belum lengkap, karena itu baru mengajarkan salah satu komponen-nya saja. Proses dapat didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah, dapat juga di-perinci menjadi sejumlah komponen yang harus dikuasai seseorang apabila hen-dak melakukan penelitian dibidangnya. Saintis mengembangkan teori antara lain melalui keterampilan proses sains, misalnya pengamatan, klasifikasi (mengelom-pokkan), inferensi (menyimpulkan), merumuskan hipotesis, dan melakukan eks-perimen. Jadi, proses belajar mengajar dengan keterampilan proses sains adalah proses belajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan berbagai fakta, konsep, dan teori dengan keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa (Soetardjo, 1998).

Menurut Gagne dalam Dahar (1996) keterampilan proses sains adalah kemam-puan-kemampuan dasar tertentu yang dibutuhkan untuk menggunakan dan mema-hami sains. Setiap keterampilan proses merupakan keterampilan yang khas yang digunakan oleh semua ilmuwan, serta dapat digunakan untuk memahami fenome-na apapun juga. Keterampilan proses sains mempunyai cakupan yang sangat luas, sehingga aspek-aspek keterampilan proses sains dapat digunakan dalam beberapa pendekatan dan model pembelajaran.


(57)

13

Demikian halnya dalam model pembelajaran yang dikembangkan yaitu problem solving, keterampilan proses sains menjadi bagian yang tidak terpisah dalam ke-giatan belajar mengajar yang dilaksanakan.

Menurut Dahar (1985) keterampilan proses terdiri dari mengamati, menafsirkan pengamatan, meramalkan, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep, meren-canakan penelitian, berkomunikasi, mengajukan pertanyaan.

Adapun salah satu keterampilan proses sains yang ingin ditingkatkan pada pene-litian ini adalah keterampilan mengelompokkan. Indikator keterampilan menge-lompokkan adalah mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciri-ciri, men-cari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu objek. Pengelompokkan objek adalah cara memilah objek berdasarkan ke-samaan, perbedaan, dan hubungan. Ini merupakan langkah penting menuju pema-haman yang lebih baik tentang objek yang berbeda dari gejala alam. Mengelom-pokkan adalah proses yang digunakan ilmuan untuk mengadakan penyusunan atau pengelompokkan atas objek-objek atau kejadian. Keterampilan mengelompokkan dapat dikuasai apabila siswa dapat melakukan dua keterampilan berikut ini: a. Mengidentifikasi dan memberi nama sifat-sifat yang dapat diamati dari

seke-lompok objek yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengeseke-lompokkan. b. Menyusun mengelompokkan dalam tingkat-tingkat tertentu sesuai dengan

sifat-sifat objek.

Mengelompokkan berguna melatih siswa menunjukkan persamaan, perbedaan, dan hubungan timbal baliknya (Cartono, 2007).


(58)

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002), mengelompokkan merupakan keteram-pilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khu-susnya, sehingga didapatkan golongan/kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Contoh kegiatan yang menampakkan keterampilan mengelompokkan adalah mengelompokkan makhluk hidup selain manusia menjadi dua kelompok misalnya: binatang dan tumbuhan serta mengklasifikasikan cat berdasarkan warna dan kegiatan lain yang sejenis.

C. Penguasaan Konsep

Menurut Uno (2007), konsep merupakan simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil tafsiran terhadap suatu fakta atau realita dan hubungan antara berbagai fakta. Suatu konsep dapat diklasifikasikan berdasarkan ciri-ciri tertentu, misalnya pada materi penelitian ini yaitu konsep tentang jenis-jenis koloid. Kompetensi dasar materi pokok koloid yaitu mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari serta membuat berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada disekitarnya.

Indikator kognitif produk pada materi koloid yaitu mengidentifikasi pengertian koloid, memberikan contoh-contoh koloid yang ada dalam kehidupan sehari-hari, menjelaskan hasil pengamatan berupa tabel ataupun gambar tentang efek Tyndall, gerak Brown, dialisis, koagulasi, adsorpsi, dan elektroforesis serta memberikan contoh-contohnya dalam kehidupan sehari-hari, menjelaskan peristiwa terjadinya muatan listrik pada partikel koloid (elektroforesis), mendefinisikan koloid liofil dan liofob serta perbedaan keduannya dengan contoh yang ada di lingkungan, serta menjelaskan cara pembuatan koloid dengan cara kondensasi dan dispersi.


(59)

15

Penguasaan konsep akan mempengaruhi ketercapaian hasil belajar siswa. Suatu proses dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang didapatkan meningkat atau mengalami perubahan setelah siswa melakukan aktivitas belajar, pendapat ini di-dukung oleh Djamarah dan Zain (2002) yang mengatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah ber-akhirnya melakukan aktivitas belajar. Proses belajar seseorang sangat dipenga-ruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pembelajaran yang digunakan guru dalam kelas, dalam belajar juga dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilaku-kan siswa sebagai usaha untuk meningkatdilaku-kan penguasaan materi. Penguasaan ter-hadap suatu konsep tidak mungkin baik jika siswa tidak meakukan belajar karena siswa tidak akan tahu banyak tentang materi pelajaran. Sebagian besar materi pelajaran yang dipelajari di sekolah terdiri dari konsep-konsep. Semakin banyak konsep yang dimiliki seseorang, semakin banyak alternatif yang dapat dipilih dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Penguasaan terhadap suatu konsep akan lebih baik jika siswa terus belajar, se-hingga siswa dapat mengetahui banyak materi pembelajaran. Sebagian besar materi pembelajaran yang dipelajari di sekolah terdiri dari berbagai konsep. Se-makin banyak konsep yang dimiliki siswa, maka alternatif yang dapat dipilih dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya akan bertambah banyak. Menurut Sagala (2003) definisi konsep adalah:

Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menghasilkan produk pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak.


(60)

Konsep merupakan pokok utama yang mendasari keseluruhan sebagai hasil ber-pikir abstrak manusia terhadap benda, peristiwa, fakta yang menerangkan banyak pengalaman. Pemahaman dan penguasaan konsep akan memberikan suatu apli-kasi dari konsep tersebut, yaitu membebaskan suatu stimulus yang spesifik se-hingga dapat digunakan dalam segala situasi dan stimulus yang mengandung kon-sep tersebut. Jika belajar tanpa konkon-sep, proses belajar mengajar tidak akan ber-hasil. Hanya dengan bantuan konsep, proses belajar mengajar dapat ditingkatkan lebih maksimal. Untuk mempermudah tercapainya hal tersebut, maka diperlukan instrumen. Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksa-naan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 1997). Instrumen ini menggunakan validitas isi. Menurut Ali (1992), validitas isi adalah kesesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran adalah inti yang akan disampaikan, tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia, jumlah siswa, fasilitas, dan kondisi siswa (Suryabrata, 1993).


(61)

17

D. Data Penelitian yang Relevan Tabel 1. Data penelitian orang lain

No Nama dan

Tahun Judul Penelitian Metode/Desain Hasil

1. Adiyana, Gede. P, 2009 Meningkatkan Aktivitas Belajar, Kompetensi Kerja Ilmiah dan Pemahaman Konsep Siswa melalui Penerapan Model Problem Solving pada Pembelajaran Kimia

Penelitian Tindakan Kelas (PTK)/ Siklus Belajar

Penerapan model problem solving pada pembelajaran kimia dapat meningkatkan aktivitas belajar, kompetensi kerja ilmiah, pemahaman konsep kimia dan respon positif siswa 2. Lidiawat,

2011 Efektivitas Penerapan Metode Problem Solving Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Koloid Kuasi Eksperimen/ Pretest-Posttest Control Group Design Penerapan metode problem solving lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep daripada pembelajarn konvensional. 3. Hertanti,

Tri I., 2009 Peningkatan Pemahaman Konsep Hakikat Biologi Sebagai Ilmu Dengan Pembelajaran Problem Solving Melalui Media VCD Lingkungan Bagi Siswa kelas X2 SMA

Muhammadiyah I Semarang Penelitian Tindakan Kelas/Siklus Belajar 1. Pembelajaran dengan berbasis problem solving dapat meningkatkan pemahaman konsep Biologi sebagai ilmu sehingga kreatifitas siswa dalam memecahkan masalah yang terjadi di dalam lingkungan meningkat. 2. Pemanfaatan

media

pembelajaran yang berupa VCD lingkungan dapat dipakai sebagai


(62)

pengganti ekosistem yang asli, sehingga dapat

meningkatkan pemahaman konsep biologi sebagai ilmu. 3. Pembelajaran

dalam kelompok kecil dapat meningkatkan pemahaman konsep biologi sebagai ilmu dan terciptanya kerjasama diantara siswa sehingga siswa dapat dengan mudah

menyelesaikan tugas-tugasnya.

E. Kerangka Berpikir

Model pembelajaran problem solving sebagai salah satu faktor pendukung penca-paian tujuan pembelajaran yang menempati peran penting dalam proses pembela-jaran. Kemampuan guru untuk memilih dan menerapkan model pembelajaran yang tepat akan menentukan sejauh mana siswa dapat mengembangkan keteram-pilan proses sains siswa dalam pembelajaran IPA, khususnya mata pelajaran ki-mia. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa adalah dengan model pembelajaran problem sol-ving. Model ini membiasakan siswa untuk mampu memecahkan permasalahan secara ilmiah, yaitu secara rasional dan dapat dibuktikan melalui percobaan.


(63)

19

Fase pertama dalam model pembelajaran problem solving adalah mengidentifikasi masalah untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya. Fase kedua adalah mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Proses pencarian data diperoleh dengan mengkaji literatur berupa buku pelajaran atau dapat juga memanfaatkan media internet. Dalam fase ini peranan guru sebagai fasilitator sangat penting. Hasil yang diperoleh dari fase ini adalah siswa dapat mengembangkan keteram-pilan proses mengamati, menafsirkan, mengajukan pertanyaan, mengelompokkan dan penyelidikan. Fase ketiga adalah menetapkan jawaban sementara dari masa-lah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan pada data yang temasa-lah dipe-roleh pada langkah kedua. Hasil dari fase ketiga ini adalah siswa dilatih untuk mengembangkan keterampilan proses memprediksi dan merumuskan hipotesis atau dugaan sementara. Fase keempat adalah menguji hipotesis yang telah dibuat. Pengujian hipotesis umumnya dilakukan melalui percobaan. Dari fase ini hasil yang diperoleh siswa adalah dapat mengembangkan keterampilan proses menga-mati, berkomunikasi, melakukan percobaan dan penyelidikan serta menggunakan alat dan bahan. Pada fase ini keaktifan, kreatifitas, dan rasa ingin tahu siswa sa-ngat diperlukan dalam pembelajaran. Fase terakhir dalam pembelajaran problem solving adalah menarik kesimpulan. Dari fase ini hasil yang dicapai siswa adalah dapat mengembangkan keterampilan proses menarik kesimpulan.

Dari uraian di atas terlihat bahwa model pembelajaran problem solving sangat mendukung siswa untuk mengembangkan keterampilan proses sains yang dimi-likinya terutama keterampilan mengelompokkan yang sangat relevan dengan langkah kedua model pembelajaran problem solving.


(64)

F. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Siswa-siswa kelas XI IPA4 semester genap SMA YP UNILA TP 2011/2012

yang menjadi subjek penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama da-lam penguasaan konsep kimia.

2. Tingkat kedalaman dan keluasan materi yang dibelajarkan sama.

3. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi peningkatan keterampilan me-ngelompokkan dan penguasaan konsep pada materi pokok koloid siswa kelas XI semester genap SMA YP UNILA TP 2011/2012 di kelas XI IPA4 sekecil

mungkin sehingga dapat diabaikan.

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep pada materi koloid.


(65)

21

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Latar Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA4 SMA YP Unila Bandar

Lampung yang terdiri dari 28 siswa. Penelitian ini dimulai sejak bulan Maret hingga Mei 2012.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer yaitu data hasil tes sebelum pembelajaran (pretest) dan data hasil tes setelah pem- belajaran (posttest). Sedangkan, sumber data yaitu siswa kelas XI IPA4 SMA YP

Unila Bandar Lampung.

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah pre-eksperimen. Desain penelitian menggunakan One Group Pretest-Posttest Design (Sugiyono, 2010).

Tabel 2. Desain Penelitian

Pretest Perlakuan Posttest

O1 X O2

Keterangan:

O1 : nilai pretest sebelum perlakuan ;O2 : nilai posttest setelah perlakuan


(1)

25

Instrumen ini menggunakan validitas isi. Menurut Ali (1992), validitas isi adalah kesesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur. Adapun pengujian ini, dilakukan dengan cara judgment. Pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan

pengukuran, indikator pembelajaran, dan butir-butir pertanyaannya. Jika hal-hal tersebut sudah terdapat kesesuaian, maka dapat dikatakan bahwa instrumen dianggap valid. Instrumen tersebut sudah dapat digunakan untuk mengumpulkan data sesuai dengan kepentingan penelitian. Dalam melakukan judgment

diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, oleh karena itu peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini, dilakukan oleh Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si. dan Dra. Chansyanah Diawati, M.Si sebagai dosen pembimbing untuk mengujinya.

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Observasi pendahuluan

a. Peneliti meminta izin kepada Kepala SMA YP Unila untuk melaksanakan penelitian.

b. Peneliti menentukan populasi dan sampel penelitian sebanyak satu kelas. 2. Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a. Tahap persiapan

Peneliti menyusun silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan instrumen tes.


(2)

26

b. Tahap pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu: 1. Memberikan pretest pada siswa

2. Tahap pembelajaran problem solving 3. Memberikan posttest pada siswa

H. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makana atau ar-ti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masa-lah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya untuk mengetahui peningkatan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep siswa. Nilai hasil pretest dan posttest dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dari hasil yang diperoleh, kemudian tahap selanjutnya mencari nilai dari n-Gain .

I. Gain Ternormalisasi

Setelah dilakukan pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem solving maka, data yang diperoleh dari hasil skor pretest dan posttest dianalisis untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa pada subjek penelitian. Me-nurut Meltzer, besarnya peningkatan dihitung dengan rumus indeks gain (normalized gain), yaitu:

100 x maksimal

skor

benar yang jawaban skor

Siswa


(3)

27

Hasil perhitungan tersebut, kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi dari Hake seperti terdapat pada tabel berikut:

Tabel 3. Klasifikasi gain ( g )

Besarnya g Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang


(4)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam pene- litian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dalam kategori sedang.

2. Model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep dalam kategori rendah.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Bagi calon peneliti lain yang akan menerapkan pembelajaran problem solving, hendaknya lebih mengoptimalkan persiapan yang diperlukan pada tiap fase dalam model pembelajaran problem solving terutama fase

merumuskan hipotesis dengan menginstruksikan kepada siswa untuk lebih banyak mencari data-data yang berhubungan dengan materi pembelajaran yaitu koloid. Ini terdapat pada fase 2, fase pengumpulan data.

2. Bagi calon peneliti disarankan untuk lebih inovatif dalam pengelolaan kelas agar dapat meminimalisir gangguan yang ditimbulkan siswa pada proses pembelajaran dikarenakan kurang fokus dalam memperhatikan penjelasan guru dan pasif pada saat diskusi berlangsung.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 1992. Strategi Penelitian Pendidikan. Angkasa. Bandung.

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Budimansyah, Dasim. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio. Ganesindo. Bandung.

Cartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung.

Dahar, R.W. 1996. Teori – teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Dahar, R.W. 1985. Teori – teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Depdiknas. 2008. Rambu-Rambu Pengakuan Kerja dan Hasil Belajar (PPKHB). Depdiknas. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah, S.B dan A. Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.


(6)

Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.

Justiana, S dan Muchtaridi. 2010. Chemistry for Senior High School Year XI. Yudistira. Jakarta.

Lidiawati. 2011. Efektivitas Penerapan Metode Problem Solving Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Koloid (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Nasution, S. 1992. Berbagai Pendekatan dalam proses Belajar dan Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.

Pannen, P., D. Mustafa, dan Sekarwinahyu. 2001. Kontruktivisme dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.

Purba, M. 2006. Kimia SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Soetardjo. 1998. Proses Belajar Mengajar Dengan Metode Pendekatan Keterampilan Proses. SIC. Surabaya.

Suryabrata, Sumadi. 1993. Metode Penelitian. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Predana

Media. Jakarta.