ANALISIS KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MEMPREDIKSI PADA MATERI KOLOID DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

(1)

ANALISIS KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MEMPREDIKSI PADA MATERI KOLOID DENGAN

MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

Oleh MIFTA HANIFA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

ANALISIS KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MEMPREDIKSI PADA MATERI KOLOID DENGAN

MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

Oleh MIFTA HANIFA

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan siswa dalam mengelompokkan dan memprediksi pada materi koloid menggunakan model pembelajaran Problem Solving untuk siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 12 Bandar Lampung. Penelitian ini merupakan pre-eksperimen dengan one shot case study. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Berdasar-kan hasil analisis data dapat disimpulBerdasar-kan bahwa untuk keterampilan menge-lompokkan, pada kelompok tinggi 10% siswa berkriteria sangat baik, 70% siswa berkriteria baik, dan 20% siswa lainnya berkriteria cukup. Pada kelompok sedang 15% siswa berkriteria sangat baik, 50% siswa berkriteria baik, dan 35% siswa lainnya berkriteria cukup. Pada kelompok rendah 10% siswa berkriteria sangat baik, 60% siswa berkriteria cukup, dan 30% siswa lainnya berkriteria cukup. Untuk keterampilan memprediksi pada kelompok tinggi 20% siswa berkriteria sangat baik, 50% siswa berkriteria baik, dan 30%


(3)

sangat baik, 40% siswa berkriteria baik dan 30% siswa lainnya berkriteria cukup. Pada kelompok rendah, 40% siswa berkriteria baik, dan 50% siswa berkriteria cukup, dan 10 % siswa lainnya berkriteria kurang.

Kata kunci : Problem Solving, keterampilan mengelompokkan, dan keterampilan memprediksi.


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme ... 7

B. Model Pembelajaran Problem Solving ... 8

C. Keterampilan Proses Sains ... 12

D. Kemampuan Kognitif ... 16

E. Konsep ... 17

F. Kerangka Pemikiran ... 23

G. Anggapan Dasar ... 24

H. Hipotesis Umum ... 24

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Subjek Penelitian ... 25


(8)

B. Metode dan Desain Penelitian ... 25

C. Data Penelitian ... 26

D. Instrumen Penelitian ... 26

E. Validasi Instrumen Penelitian ... 27

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 28

G. Teknik Pengelompokkan ... 30

H. Analisis Data ... 32

1. Pengolahan data tes tertulis ... 32

2. Pengolahan data kuesioner (angket) ... 34

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 35

B. Pembahasan ... 38

1. Model Pembelajaran Problem Solving ... 40

2. Indikator keterampilan proses sains mengelompokkan ... 45

3. Indikator keterampilan proses sains memprediksi... 47

4. Kendala selama penelitian ... 49

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 50

B. Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang ber-kembang berdasarkan pada pengamatan terhadap fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia yaitu, kimia sebagai produk, kimia sebagai proses, dan kimia sebagai sikap. Kimia sebagai produk yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Sedangkan kimia sebagai proses yaitu keterampilan-keterampilan dasar yang merupakan paduan antara kemampuan fisik, kemampu-an berfikir dkemampu-an berbuat. Keterampilkemampu-an-keterampilkemampu-an proses tersebut disebut ke-terampilan proses sains. Oleh sebab itu pembelajaran kimia harus memperhati-kan karakteristik kimia sebagai produk, proses dan sikap.

Keterampilan proses meliputi mengamati (menghitung, mengukur, mengklasi-fikasikan, mencari hubungan ruang/ waktu), membuat hipotesis, merencanakan penelitian, mengendalikan variabel, menginterpretasi, menyusun kesimpulan, meramalkan, menerapkan ,dan mengkomunikasikan (Semiawan ,1992).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan dengan guru kimia SMA Negeri 12 Bandar Lampung diperoleh informasi bahwa selama ini pembelajaran kimia masih berpusat pada guru (teacher center). Metode


(10)

pem-belajaran yang dominan digunakan adalah metode ceramah. Jika diberi pertanya-an siswa cenderung diam dpertanya-an tidak mencoba menjawab.

Standar kompetensi (SK) materi koloid yaitu menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa dalam mempelajari koloid adalah membuat berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada disekitar dan mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada materi koloid dapat dilatihkan keterampilan proses sains pada siswa. Contohnya dengan melakukan percobaan sifat-sifat koloid siswa dilatihkan keterampilan mengamati. Hasil pe-ngamatan dilatihkan keterampilan mengamati, mengukur, mengelompokkan, mengkomunikasikan, meramalkan, mengklasifikasikan, dan menyimpulkan. Keterampilan proses sains yang dapat dikembangkan yaitu keterampilan menge-lompokkan dan memprediksi. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Rosnawati (2011) yang berjudul “Analisis keterampilan proses sains siswa SMA kelas XI pada sub pokok bahasan sifat-sifat koloid melalui pembelajaran STM”. Hasil penelitiannya menyatakan keterampilan mengukur, mengamati, mengklasifikasi-kan, menyimpulmengklasifikasi-kan, dan mengkomunikasikan termasuk kategori baik.

Untuk melatihkan keterampilan proses sains yaitu keterampilan mengelompokkan dan memprediksi. Untuk mengembangkan keterampilan proses sains tersebut, diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu mengarahkan siswa untuk memecahkan masalah yaitu model pembelajaran Problem Solving. Hal ini sesuai dengan penelitian yang di-lakukan oleh Sulastri (2012) menunjukkan bahwa keterampilan mengamati, menafsirkan hasil pengamatan, meramalkan,


(11)

meren-canakan penelitian, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, mengaju-kan pertanyaan, dan mengkomunikasimengaju-kan hasil penelitian pada materi hidrolisis garam melalui penerapan model problem solving. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa model pembelajaran problem solving dapat mengembangkan KPS siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Hal ini menunjukkan bahwa melalui materi koloid dapat dikembangkan keterampilan proses sains, khususnya keterampilan mengelompokkan dan memprediksi.

Problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berbasis peme-cahan masalah yang berlandaskan pada pembelajaran konstruktivisme. Langkah-langkah pembelajaran problem solving menurut Depdiknas (Nessinta, 2009) dibagi menjadi 5 tahapan yakni pengorentasian siswa pada masalah, mencari data yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut, menetapkan jawaban sementara, menguji kebenaran jawaban sementara tersebut, dan menarik

kesimpulan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Suprini (2012) yang berjudul

“Analisis keterampilan proses sains siswa kelas XI pada pembelajaran sifat-sifat

koloid menggunakan metode discovery-inquiry”. Hasil penelitiannya yaitu penggunaan metode discovery-inquiry pada pembelajaran sifat-sifat koloid dapat mengembangkan keterampilan proses sains dengan baik.

Kemampuan kognitif dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yakni kelompok kemampuan kognitif tinggi, sedang, dan rendah. Siswa dengan kemampuan kog-nitif tinggi, cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan kemampuan kognitif sedang dan rendah (Nasution, 2000). Melalui model


(12)

problem solving diharapkan keterampilan proses sains dan kemampuan kognitif siswa dapat meningkat.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat keterampilan proses sains siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 12 Bandar Lampung pada materi Sistem Koloid dengan judul “Analisis Keterampilan Mengelompok-kan dan Memprediksi pada Materi Koloid Dengan MenggunaMengelompok-kan Model Pem-belajaran Problem Solving”.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah keterampilan mengelompokkan pada materi koloid dengan menggunakan model pembelajaran problem solving untuk siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah?

2. Bagaimanakah keterampilan memprediksi pada materi koloid dengan menggunakan model pembelajaran problem solving untuk siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk men-deskripsikan keterampilan mengelompokkan dan memprediksi pada materi koloid dengan menggunakan model pembelajaran problem solving untuk siswa


(13)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:

1. Sebagai pengalaman secara langsung dalam melatih keterampilan

mengelompokkan dan keterampilan memprediksi bagi siswa dalam memahami materi kimia.

2. Memberikan informasi kepada guru-guru kimia SMA Negeri 12 Bandar Lampung mengenai keterampilan mengelompokkan dan keterampilan memprediksi pada materi koloid menggunakan model pembelajaran Problem Solving.

3. Sebagai referensi kepada sekolah untuk perbaikan mutu pembelajaran yang melatih keterampilan proses sains siswa, diantaranya keterampilan menge-lompokkan dan keterampilan memprediksi berdasarkan fakta.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk lebih memahami gambaran penelitian ini, maka perlu diberikan penjelasan terhadap istilah-istilah untuk membatasi rumusan masalah yang akan diteliti. Istilah-istilah yang dapat dijelaskan adalah sebagai berikut :

1. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dansebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya) (KBBI, 2002).

2. Indikator keterampilan proses sains yang diteliti adalah keterampilan me-ngelompokkan dan memprediksi.


(14)

3. Indikator keterampilan mengelompokkan adalah mampu menentukan

perbedaan, mengkontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.

4. Indikator keterampilan memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan. 5. Model pembelajaran Problem Solving adalahsalah satu model pembelajaran

berbasis konstruktivisme yang terdiri dari 5 tahap yaitu pengorientasian siswa pada masalah, mencari data yang dapat digunakan untuk memecahkan

masalah tersebut, menetapkan jawaban sementara, menguji kebenaran jawaban sementara tersebut, dan menarik kesimpulan. (Depdiknas dalam Nessinta, 2009)


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Belajar merupakan hal pokok dalam proses pendidikan. Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi, termasuk ahli psikologi pendidikan. Secara sederhana Anthony Robbins (Trianto, 2007) mendefinisikan belajar

sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Dari definisi ini, dimensi belajar memuat beberapa unsur, yaitu: (1) penciptaan hubungan, (2) sesuatu hal

(pengetahuan) yang sudah dipahami, dan (3) sesuatu (pengetahuan) yang baru. Dalam makna belajar, di sini bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar belum diketahui (nol), tetapi merupakan keterkaitan dari dua pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan yang baru.

Slavin (Trianto, 2007) juga mengemukakan definisi belajar sebagai suatu perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Bahwa antara belajar dan perkembangan sangat erat kaitannya.

Lebih lanjut lagi Slavin (Nurhadi dan Senduk, 2002) mengemukakan, teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran kons-truktivis (constructivist theories of learning). Teori konskons-truktivis ini menyatakan


(16)

bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kom-pleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apa-bila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner.

Satu prinsip yang penting dalam psikologi pendidikan menurut teori ini adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Menu-rut Nur (Trianto, 2007) siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam be-naknya. Guru dapat memberikan kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri. Guru juga mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.

Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: 1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif;

2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; 3. Mengajar adalah membantu siswa belajar;

4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; 5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa; dan

6. Guru adalah fasilitator.

Menurut Von Glaserfeld (1989) dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001), agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan:

1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali peng-alaman. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut.


(17)

2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan memban-dingkan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjut-nya membuat klasifikasi dan mengkons-truksi pengetahuannya.

3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain (selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya.

B. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Menurut Arends dalam Trianto (2010), dalam mengajar guru biasanya selalu me-nuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana cara siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaiakan masa-lah, tetapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya dapat menyelesaikan masalah.

Model pembelajaran dengan cara memecahkan masalah (problem solving) meru-pakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang dibutuhkan untuk penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian yang nyata dari permasalahan yang nyata. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori kontruktivisme. Kontru-ktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001), “kontruktivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain”.


(18)

Hamalik (1994) mengemukakan bahwa problem solving adalah proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan kesimpulan yang tepat dan cermat. Problem solving yaitu suatu pendekatan dengan cara problem identification untuk ketahap syntesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga mencapai tahap aplikasi selanjutnya comprehension untuk mendapatkan solution dalam penyelesaian masalah tersebut. Tentunya, dalam memberikan pembelaja-ran problem solving mempunyai proses serta tahapan-tahapan tertentu.

Tahap-tahap model problem solving (Depdiknas, 2008) yaitu meliputi :

1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain.

3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada tahap kedua di atas.

4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam tahap ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan modelmodel lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.

5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Menurut Nasution (1992) mempelajari aturan perlu, terutama untuk memecahkan masalah. Problem solving merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan. Problem solving prosesnya terletak dalam diri siswa. Variabel dari luar hanya be-rupa instruksi verbal yang membantu atau membimbing siswa untuk memecahkan masalah itu. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru. Namun memecahkan masalah


(19)

tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga mengha-silkan pelajaran baru.

Pembelajaran problem solving ini akan lebih produktif bila dalam pelaksanaannya disatukan metode diskusi dan kerja kelompok, sebagaimana yang dikemukakakan oleh Djsastra (1985) yaitu :

“Dalam praktek mengajar di kelas model problem solving ini sebaiknya diper-gunakan bersama-sama dengan metode diskusi dan metode proyek, tetapi yang jelas model problem solving ini akan lebih produktif (lebih stabil) bila disatu-kan dengan metode diskusi”.

Dalam pelaksanaannya, model pembelajaran problem solving biasanya dapat gabungkan dengan metode diskusi. Hal ini bertujuan agar pembelajaran yang di-lakukan lebih produktif, siswa dapat bersama-sama dengan teman sekelompoknya berdiskusi dalam memecahkan permasalahan yang diberikan. Terdapat 3 ciri uta-ma dari pembelajaran problem solving yaitu sebagai berikut:

a. Pembelajaran problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran. Artinya dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.

b. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Pem-belajaran problem solving menempatkan masalah sebagai kunci dari proses pembelajaran.

c. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.

Kelebihan dan kekurangan pembelajran problem solving menurut Djamarah dan Zain (2002) adalah sebagai berikut.


(20)

1. Kelebihan pembelajaran problem solving

a. Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan. b. Membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara

terampil.

c. Model pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya siswa banyak menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.

2. Kekurangan pembelajaran problem solving

a. Memerlukan keterampilan dan kemampuan guru. Hal ini sangat penting karena tanpa keterampilan dan kemampuan guru dalam mengelola kelas pada saat strategi ini digunakan maka tujuan pengajaran tidak akan tercapai karena siswa menjadi tidak teratur dan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran

b. Memerlukan banyak waktu. Penggunaan model pembelajaran problem solving untuk suatu topik permasalahan tidak akan maksimal jika waktunya sedikit, karena bagaimanapun juga akan banyak langkah-langkah yang harus diterapkan terlebih dahulu dimana masing-masing langkah membutuhkan kecekatan siswa dalam berpikir untuk

menyelesaikan topic permasalahan yang diberikan dan semua itu

berhubungan dengan kemampuan kognitif dan daya nalar masing-masing siswa

c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari mendengarkan dan menerima informasi yang disampaikan guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan masalah sendiri dan kelompok memerlukan banyak sumber belajar sehingga menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa. Sumber-sumber belajar ini bisa di dapat dari berbagai media dan buku-buku lain. Jika sumber-sumber ini tidak ada dan siswa hanya mempunyai satu buku / bahan saja maka topik permasalahan yang diberikan tidak akan bisa diselesaikan dengan baik.

C. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses yaitu merupakan bagian dari studi sains yang harus dipelajari oleh siswa. Jika mengajarkan bidang studi sains berupa produk dan fakta, konsep dan teori saja belum lengkap, karena itu baru mengajarkan salah satu komponen-nya saja. Proses dapat didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah, dapat juga di-perinci menjadi sejumlah komponen yang harus dikuasaai seseorang apabila


(21)

hen-dak melakukan penelitian dibidangnya. Saintis mengembangkan teori antara lain melalui keterampilan proses, misalnya pengamatan, klasifikasi (mengelompok-kan), inferensi (menyimpul(mengelompok-kan), merumuskan hipotesis, dan melakukan eksperi-men. Jadi, proses belajar mengajar dengan keterampilan proses adalah proses belajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, konsep-konsep, dan teori-teori dengan keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa itu sendiri (Soetardjo, 1998).

Setiawan (Hariwibowo, 2008) mengemukakan empat alasan teori belajar keterampilan proses harus diwujudkan dalam proses belajar dan pembelajaran, yaitu:

a. Dengan kemajuan yang sangat pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi,

guru tidak mungkin lagi mengajarkan semua fakta dan konsep dari sekian mata pelajaran, karena waktunya tidak akan cukup.

b. Siswa-siswa, khususnya dalam usia perkembangan anak, secara psikologis

le-bih mudah memahami konsep,apalagi yang sulit, bila disertai dengan contoh-contoh konkrit, dialami sendiri, sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. J. Piaget mengatakan bahwa intisari pengetahuan adalah kegiatan atau aktivitas, baik fisik maupun mental.

c. Ilmu pengetahuan dapat dikatakan bersifat relatif, artinya suatu kebenaran teori

pada suatu saat berikutnya bukan kebenaran lagi, tidak sesuai lagi dengan situ-asi. Suatu teori bisa gugur bila ditemukan teori-teori yang lebih baru dan lebih jitu. Jadi, suatu teori masih dapat dipertanyakan dan diperbaiki. Oleh karena itu, perlu orang-orang yang kritis, mempunyai sikap ilmiah. Wajar kiranya ka-lau siswa sejak dini sudah ditanamkan dalam dirinya sikap ilmiah dan sikap


(22)

kritis ini. Untuk saat ini, dengan menggunakan keterampilan proses maka tuju-an tersebut dapat tercapai.

d. Proses belajar dan pembelajaran bertujuan membentuk manusia yang utuh

ar-tinya cerdas, terampil dan memiliki sikap dan nilai yang diharapkan. Jadi, pe-ngembangan pengetahuan dan sikap harus menyatu. Dengan keterampilan memproses ilmu, diharapkan berlanjut kepemilikan sikap dan mental.

Menurut Esler & Esler (1996) keterampilan proses sains dikelompokkan seperti pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan Proses Dasar Keterampilan Proses Terpadu

Mengamati (observasi) Inferensi Mengelompokkan (klasifikasi) Menafsirkan (interpretasi) Meramalkan (prediksi) Berkomunikasi Mengajukan pertanyaan Berhipotesis Penyelidikan Menggunakan alat/bahan Menerapkan Konsep Melaksanakan percobaan

Menurut Gagne dalam Dahar (1996) keterampilan proses sains adalah kemam-puan-kemampuan dasar tertentu yang dibutuhkan untuk menggunakan dan mema-hami sains. Setiap keterampilan proses merupakan keterampilan yang khas yang digunakan oleh semua ilmuwan, serta dapat digunakan untuk memahami fenome-na apapun juga. Keterampilan proses sains mempunyai cakupan yang sangat luas, sehingga aspek-aspek keterampilan proses sains dapat digunakan dalam beberapa pendekatan dan model pembelajaran. Demikian halnya dalam model pembelajar-an ypembelajar-ang dikembpembelajar-angkpembelajar-an yaitu problem solving, keterampilpembelajar-an proses sains menjadi bagian yang tidak terpisah dalam kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan.


(23)

Keterampilan proses merupakan konsep yang luas. Para ahli banyak yang men-coba menjabarkan keterampilan proses menjadi aspek-aspek yang lebih rinci, seperti yang dikemukakan oleh Funk dalam Nur (1996) keterampilan proses ter-diri dari: Keterampilan proses tingkat dasar yang terter-diri dari mengobservasi, mengklasifikasi, mengkomunikasikan, mengukur, memprediksi, menyimpulkan, dan keteram-pilan proses terpadu yang terdiri dari menentukan variabel, me-nyusun tabel data, membuat grafik, menghubungkan antar variabel, memproses data, menganalisis penyelidikan, menyususn hipotesis, menentukan variabel, merencanakan penyelidikan, dan bereksperimen.

Menurut Dahar (1985) keterampilan proses terdiri dari mengamati, menafsirkan pengamatan, meramalkan, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep, meren-canakan penelitian, berkomunikasi, mengajukan pertanyaan. Menurut Semiawan (1992) keterampilan proses meliputi mengamati (menghitung, mengukur, meng-klasifikasikan, mencari hubungan ruang/ waktu), membuat hipotesis, merencana-kan penelitian, mengendalimerencana-kan variabel, menginterpretasi, menyusun kesimpulan, meramalkan, menerapkan ,dan mengkomunikasikan.

Adapun salah keterampilan proses sains yang ingin ditingkatkan pada penelitian ini adalah keterampilan mengelompokkan dan memprediksi. Indikator keteram-pilan mengelompokkan adalah mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolo-ngan terhadap suatu obyek. Pengelompokkan obyek adalah cara memilah obyek berdasarkan kesamaan, perbedaan, dan hubungan. Ini merupakan langkah penting menuju pemahaman yang lebih baik tentang obyek yang berbeda dari gejala alam.


(24)

Mengelompokkan adalah proses yang digunakan ilmuan untuk mengadakan pe-nyusunan atau pengelompokkan atas obyek-obyek atau kejadian-kejadian. Ke-terampilan mengelompokkan dapat dikuasai apabila siswa dapat melakukan dua keterampilan berikut ini:

a. Mengidentifikasi dan memberi nama sifat-sifat yang dapat diamati dari seke-lompok obyek yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengeseke-lompokkan. b. Menyusun mengelompokkan dalam tingkat-tingkat tertentu sesuai dengan

sifat-sifat obyek.

Mengelompokkan berguna melatih siswa menunjukkan persamaan, perbedaan, dan hubungan timbal baliknya (Cartono, 2007).

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002), mengelompokkan merupakan keteram-pilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khu-susnya, sehingga didapatkan golongan/ kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Contoh kegiatan yang menampakkan keterampilan mengelom-pokkan adalah mengelommengelom-pokkan makhluk hidup selain manusia menjadi dua kelompok: binatang dan tumbuhan , mengklasifikasikan cat berdasarkan warna dan kegiatan lain yang sejenis.

Salah satu indikator dari keterampilan proses sains yang selanjutnya yaitu

memprediksi. Memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan. Apabila siswa dapat menggunakan pola-pola hasil pengamatannya untuk mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamatinya, maka siswa tersebut telah mempunyai


(25)

ke-mampuan proses memprediksi. Prediksi bisa berdasarkan metode ilmiah atau pun subjektif belaka. Cartono (2007) menyusun indikator-indikator keterampilan memprediksi sebagai berikut : menggunakan pola-pola hasil pengamatan dan me-ngemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati.

D. Kemampuan Kognitif

Kemampuan kognitif merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Kemampuan kognitif siswa adalah gambaran tingkat pengeta-huan atau kemampuan siswa terhadap suatu materi pembelajaran yang sudah dipe-lajari dan dapat digunakan sebagai bekal atau modal untuk memperoleh pengeta-huan yang lebih luas dan kompleks lagi, maka dapat disebut sebagai kemampuan kognitif (Winarni, 2006).

Lebih lanjut Nasution dalam Winarni (2006) mengemukakan bahwa secara alami dalam satu kelas kemampuan kognitif siswa bervariasi, jika dikelompokkan men-jadi 3 kelompok, maka ada kelompok siswa berkemampuan tinggi, menengah, dan rendah.

E.Konsep

Menurut Dahar (1996), konsep merupakan kategori-kategori yang kita berikan pada stimulus-stimulus yang ada di lingkungan kita. Konsep-konsep menyedia-kan skema-skema terorganisasi untuk menentumenyedia-kan hubungan di dalam dan di-antara kategori-kategori. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan


(26)

generalisasi-generalisasi. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.

Herron et al. (1977) dalam Saputra (2012) mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam me-rencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label

konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep, contoh, dan non contoh.


(27)

F. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan mengelompokkan dan memprediksi pada materi koloid melalui penerapan model pembelajaran problem solvin untuk siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Siswa pada kelas XI IPA1 SMA Negeri 12 Bandar Lampung memiliki kemampuan kognitif yang berbeda. Kemampuan kognitif siswa dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Pada saat proses pembelajaran siswa dikelom-pokan secara heterogen. Penelitian ini hanya menggunakan satu kelas yang diberi perla-kuan dengan model pembelajaran problem solving.

Fase pertama dalam model pembelajaran problem solving adalah mengidentifikasi masalah untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya. Fase kedua adalah mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Proses pencarian data diperoleh dengan mengkaji literatur berupa buku pelajaran atau dapat juga memanfaatkan media internet. Dalam fase ini peranan guru sebagai fasilitator sangat penting. Hasil yang diperoleh dari fase ini adalah siswa dapat mengembangkan keteram-pilan proses mengamati, menafsirkan, mengajukan pertanyaan, mengelompokkan dan penyelidikan. Fase ketiga adalah menetapkan jawaban sementara dari masa-lah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan pada data yang temasa-lah dipe-roleh pada langkah kedua. Hasil dari fase ketiga ini adalah siswa dilatih untuk mengembangkan keterampilan proses memprediksi dan merumuskan hipotesis atau dugaan sementara. Fase keempat adalah menguji hipotesis yang telah dibuat. Pengujian hipotesis umumnya dilakukan melalui percobaan. Dari fase ini hasil


(28)

yang diperoleh siswa adalah dapat mengembangkan keterampilan proses me-ngamati, berkomunikasi, melakukan percobaan dan penyelidikan serta meng-gunakan alat dan bahan. Pada fase ini keaktifan, kreatifitas, dan rasa ingin tahu siswa sangat diperlukan dalam pembelajaran. Fase terakhir dalam pembelajaran problem solving adalah menarik kesimpulan (inferensi). Dari fase ini hasil yang dicapai siswa adalah dapat mengembangkan keterampilan proses menarik ke-simpulan.

Dari uraian di atas terlihat bahwa model pembelajaran problem solving sangat mendukung siswa untuk mengembangkan keterampilan proses sains yang di-milikinya terutama keterampilan mengelompokkan dan memprediksi yang sangat relevan dengan langkah keempat dan langkah kelima model pembelajaran

problem solving.

G. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMAN 12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi subyek penelitian mempunyai kemampuan kognitif yang heterogen.

H. Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:

1. Semakin tinggi kemampuan kognitif siswa, maka akan semakin tinggi pula keterampilan siswa dalam mengelompokkan.

2. Semakin tinggi kemampuan kognitif siswa, maka akan semakin tinggi pula keterampilan siswa dalam memprediksi.


(29)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Subyek Penelitian

Pada penelitian ini pengambilan subyek didasarkan pada pertimbangan kelas yang memiliki kemampuan kognitif heterogen. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dipilih siswa kelas XI IPA1 SMAN 12 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2012/2013 dengan jumlah 40 siswa sebagai subyek penelitian.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pre-eksperimen dengan desain penelitian one shot case study. Pada desain ini hanya diberi suatu perlakuan kemudian diobservasi. Dengan desain sebagai berikut (Creswell, 1997) :

Keterangan: X = Perlakuan yang diberikan O = Posttest


(30)

C. Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Data hasil tes sebelum pembelajaran (pretest) mengenai materi hasil kali kelarutan yang bertujuan untuk mengelompokkan siswa sesuai kelompok kognitifnya.

2. Data kinerja guru. 3. Data aktivitas siswa.

4. Data hasil tes setelah pembelajaran (posttest) mengenai materi koloid melalui model pembelajaran problem solving.

5. Data keterlaksanaan proses pembelajaran koloid.

D.Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Silabus dan RPP

2. Lembar Kerja Siswa yang digunakan berjumlah 4 buah yaitu LKS 1 mengenai sistem koloid melalui percobaan, LKS 2 jenis-jenis koloid berdasarkan fasa terdispersi dan medium pendispersinya melalui percobaan, LKS 3 sifat-sifat koloid melalui media video, dan LKS 4 pembuatan koloid serta penerapan dalam kehidupan sehari-hari melalui percobaan

3. Tes Tertulis yang digunakan yaitu

(a) pretest materi hasil kali kelarutan yang terdiri dari 5 soal dalam bentuk uraian yang digunakan untuk mengelompokkan siswa sesuai dengan kelompok kognitif nya.


(31)

(b) posttest materi koloid yang terdiri dari 4 soal dalam bentuk uraian yang sesuai untuk mengukur keterampilan proses sains yang meliputi

keterampilan mengelompokkan dan memprediksi.

4. Lembar observasi yang digunakan terdiri dari lembar aktivitas siswa dan lembar kinerja guru. Pengisian lembar observasi dilakukan dengan cara memberi tanda check list pada kolom yang telah disediakan.

5. Kuesioner (Angket) yang diberikan bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran materi koloid melalui penerapan model pembelajaran problem solving. Daftar pertanyaan bersifat tertutup, yaitu alternatif jawaban telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.

E. Validitas Instrumen Penelitian

Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Untuk itu, perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen yang akan digunakan. Pengujian instrumen penelitian ini menggunakan validitas isi. Adapun pengujian validitas isi ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan de-ngan mede-nganalisis kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indika-tor, kisi-kisi soal dengan butir-butir pertanyaan posttest. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka instrumen dianggap valid dan dapat digunakan untuk mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan. Dalam mekanisme kerjanya, cara judgment memerlukan ketelitian dan keahlian penilai. Untuk itu peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini


(32)

peneliti meminta bantuan kepada Dra. Ila Rosilawati, M.Si. dan Drs. Tasviri Efkar, M.Si selaku dosen pembimbing penelitian untuk mengujinya.

F. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi pendahuluan

a. Meminta izin kepada kepala SMA Negeri 12 Bandar Lampung untuk melaksanakan penelitian.

b. Mengadakan observasi sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan infor-masi mengenai data siswa, karakteristik siswa, jadwal, cara mengajar guru kimia di kelas, dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat diguna-kan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian.

c. Menentukan model pembelajaran yang cocok untuk digunakan pada materi pokok koloid berdasarkan keterampilan proses sains yang ingin dikem-bangkan.

d. Menentukan kelas yang digunakan sebagai subyek penelitian berdasarkan karakteriktik siswa dan pertimbangan dari guru mata pelajaran kimia.

2. Pelaksanaan penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu: a. Tahap persiapan

1) Membuat instrumen penelitian yang akan digunakan untuk mengum-pulkan data mengenai keterampilan proses sains siswa melalui penerapan model pembelajaran Problem Solving.


(33)

b. Tahap pelaksanaan penelitian

1) Melaksanakan proses pembelajaran materi koloid pada subyek pene-litian melalui penerapan model pembelajaran Problem Solving. 2) Memberikan posttest kepada subyek penelitian.

3) Memberikan kuesioner (angket) kepada subyek penelitian setelah pem-belajaran materi koloid.

c. Tahap analisis data

1) Menganalisis data berupa jawaban tes tertulis siswa dan jawaban kuesioner (angket) untuk memperoleh informasi mengenai keterampil-an proses sains siswa.

2) Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian. 3) Menarik kesimpulan


(34)

Alur prosedur penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan berikut ini:

Gambar 1. Prosedur pelaksanaan penelitian

G.Teknik Pengelompokan Siswa

Siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan kognitifnya ke dalam tiga kelom-pok yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan kelomkelom-pok ini berdasarkan hasil nilai pretes mengenai materi hasil kali kelarutan.

Pengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan kognitifnya, dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Mengurangi nilai terbesar dengan nilai terkecil untuk menentukan rentang. Observasi Pendahuluan

Posttest Kuesioner Pembelajaran Problem Solving Membuat instrumen penelitian Validasi instrumen penelitian

Analisis Data

Simpulan Pembahasan

Menentukan Subyek Penelitian

Perbaikan Perbaikan

T ah ap p er siap an T ah ap p elak san aa n T ah ap an alis is d ata T ah ap p en d ah u lu an


(35)

b. Menentukan banyak kelas interval menggunakan rumus:

n = banyak data

c. Membagi rentang dengan banyak kelas untuk menentukan panjang interval. d. Menentukan mean menggunakan rumus:

Keterangan: Mx = Mean

∑FiXi = Jumlah frekuensi siswa dikali nilai tengah = Jumlah frekuensi siswa

e. Menentukan standar deviasi menggunakan rumus:

Keterangan:

SDx = Standar Deviasi

= Jumlah frekuensi siswa

∑FiXi = Jumlah frekuensi siswa dikali nilai tengah

= Jumlah frekuensi siswa dikali kuadrat nilai tengah f. Menghitung mean + SD dan mean – SD

g. Mengelompokkan kemampuan kognitif siswa ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah menurut Sudijono (2008).

Berikut ini kriteria pengelompokkan siswa dan cara penentuan mean dan standar deviasi menurut Sudijono (2008).


(36)

Tabel 4. Kriteria pengelompokkan siswa

Kriteria pengelompokkan Kriteria Kelompok Jumlah Siswa

Nilai ≥ mean + SD Nilai ≥ 79,187 Tinggi 9

Mean –SD ≤ nilai < mean + SD 60,91 ≤ Nilai <79,187 Sedang 22 Nilai < mean - SD Nilai < 60,91 Rendah 9

H.Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pengolahan data tes tertulis

Untuk menganalisis data yang berasal dari tes tertulis berupa soal uraian, dilaku-kan dengan cara:

a. Memberi skor pada setiap jawaban siswa pada tes tertulis berbentuk uraian ber-dasarkan pedoman jawaban yang telah dibuat.

b. Menjumlahkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan indikator keterampilan proses sains mengelompokkan dan memprediksi.

c. Mengubah skor menjadi nilai, dengan menggunakan persamaan:

d. Menghitung nilai rata-rata siswa untuk keterampilan mengelompokkan dan memprediksi pada kelompok tinggi, sedang dan rendah

e. Menentukan kriteria tingkat keterampilan siswa untuk nilai rata-rata yang dida-pat pada poin d berdasarkan skala kriteria tingkat keterampilan siswa seperti yang diungkapkan oleh Arikunto (1997).


(37)

Tabel 5. Kriteria Tingkat Kemampuan Siswa

Skor Kriteria

81-100 Sangat baik

61-80 Baik

41-60 Cukup

21-40 Kurang

0-20 Sangat kurang

f. Menentukan kriteria tingkat kemampuan siswa untuk nilai siswa pada

keterampilan siswa mengelompokkan dan memprediksi berdasarkan Tabel 5. g. Menentukan jumlah siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk

setiap kriteria tingkat kemampuan.

h. Menentukan persentase siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk setiap kriteria tingkat kemampuan.

2. Pengolahan data kuesioner (angket)

Analisis data kuesioner dilakukan dengan cara berikut:

a. Memberikan skor untuk setiap nomor dengan kriteria skor 1 untuk jawaban “ya” dan skor 0 untuk jawaban “tidak”.

b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari jawaban seluruh siswa pada setiap per-tanyaan.

c. Menentukan persentase jawaban dari skor yang didapat pada setiap pertanyaan dengan menggunakan persamaan menurut Sudjana (2002).


(38)

Keterangan:

%Xin = Persentase jawaban siswa

∑S = Jumlah siswa yang menjawab ya Smaks = Jumlah total siswa

d. Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan taf-siran Koentjaraningrat (1990) seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Hubungan antara presentase dengan tafsiran

Presentase Tafsiran

0% Tidak ada

1%-25% Sebagian kecil

26%-49% Hampir separuhnya

50% Separuhnya

51%-75% Sebagian besar

76%-99% Hampir seluruhnya


(39)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada penelitian penerapan model pembelajaran problem solving pada materi koloid dapat disimpulkan bahwa:

1.Keterampilan mengelompokkan, pada kelompok tinggi terdapat 10% siswa berkriteria sangat baik, 70% siswa berkriteria baik, dan 20% siswa lainnya berkriteria cukup. Pada kelompok sedang terdapat 15% siswa berkriteria sangat baik, 50% siswa berkriteria baik, dan 35% siswa lainnya berkriteria cukup. Pada kelompok rendah terdapat 10% siswa berkriteria sangat baik, 60% siswa berkriteria baik, dan 30% siswa lainnya berkriteria cukup.

2.Keterampilan memprediksi, pada kelompok tinggi terdapat 20% siswa berkriteria sangat baik, 50% siswa berkriteria baik, dan 30% siswa lainnya berkriteria cukup. Pada kelompok sedang terdapat 30% siswa berkriteria sangat baik, 40% siswa berkriteria baik dan 30% siswa lainnya berkriteria cukup. Pada kelompok rendah terdapat 40% siswa berkriteria baik, 50% siswa berkri-teria cukup, dan 10% siswa lainnya berkriberkri-teria kurang.


(40)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disarankan bahwa: 1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian yang sejenis agar

memperhatikan pengelolaan waktu, serta peneliti harus memiliki kemampuan dan keterampilan dalam mengelola kelas.

2. Calon peneliti juga harus melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada subjek penelitian, agar pada saat awal pelaksanaan penelitian subjek tidak bingung mengikuti alur pembelajaran.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Y. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan Dan Penguasaan Konsep Siswa Pada Materi Koloid.Skripsi.FKIP Unila. Bandar Lampung

Arikunto, S.2004. Penilaian Program Pendidikan. Bina Aksara. Jakarta. Cartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007.

Bandung.

Dahar, R. W. 1996. Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran.Rineka Cipta. Jakarta. Djamarah, S.B. 1996. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. PT. Rineka

Cipta. Jakarta.

Djamarah, S.B dan A. Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Esler, W.K. dan Esler, M.K. 1996. Teaching Elementary cience. California Wadsworth.

Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Hariwibowo, K., R. Febrianto, A. Rengganis, dan Hera. Makalah Pembelajaran-Proses: Pendekatan Keterampilan Proses. [online] http://lubisgrafura.word-press.com/2009/05/26/

makalah-pembelajaran-proses-pendekatan-keterampilan-proses/. Diaksespukul 02.00pm tanggal 15 Februari 2012. Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program

Pendidikan Jarak Jauh S1 PGSD Universitas Sriwijaya. FKIP Universitas Sriwijaya. Palembang. Proceeding of The First International Seminar on Science Education.ISBN: 979-25-0599-7

Lidiawati. 2011. Efektivitas Penerapan Metode Problem Solving Dalam


(42)

Nessinta, N. 2009. Penerapan Metode Problem Solving Pada Materi Pokok Asam Basa Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA 10 Bandar

Lampung. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Nurhadi, B.Y. Dan Senduk, A.G. 2002. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.UniversitasNegeri Malang. Malang Purba, M. 2006. KIMIA SMAUntukKelas XI Jilid 2B. Erlangga. Jakarta. Riyanto, C.A. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran Kuantum Untuk MeningkatkanAktivitas dan Penguasaan Konsep Kimia Koloid

Siswa SMAN 8 Bandar Lampung 2010/2011. Skripsi.FKIP Unila. Bandar Lampung

Roestiyah. 1998. StrategiBelajarMengajar. PT. RinekaCipta. Jakarta.

Rosnawati. 2011. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Kelas XI Pada Sub Pokok Bahasan Sifat-Sifat Koloid Melalui Pembelajaran STM. Skipsi. Diakses tanggal 21Juni 2013 dari

http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=1282

Sanjaya, W. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Group. Jakarta.

Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta. Semiawan, C. 1992. Pendidikan Ketrampilan Proses. Gramedia. Jakarta. Sudbudhy, Endang R dan I M Nuryata. 2010. Pembelajaran Masa Kini.

Sekarmita. Jakarta.

Sudjana. 2005. Metode Statistika Edisi keenam. PT. Tarsito. Bandung. Sugiyono. 2002. Statistika untuk Penelitian. CV. Alfabeta. Bandung. Sukardi.2003. MetodologiPenelitianPendidikanKompetensidanPraktiknya. PT. BumiAksara. Jakarta.

Sulastri, Osi. 2012. Analisis keterampilan proses sains siswa kelas XI pada pembelajaran hidrolisis garam menggunakan model problem solving. Skripsi. Diakses tanggal 21 Juni 2013 dari

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0807604_chapter4.pdf Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius.


(43)

Sub Pokok Bahasan Sifat-Sifat Koloid Menggunakan Metode Discoverry-Inquiri. Skripsi. Diakses tanggal21 Juni 2013 dari

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0808741_chapter1.pdf Susanto, P. 2002. KeterampilanDasarMengajar IPA BerbasisKonstruktivisme. JurusanPendidikanBiologiUniversitasNegeri Malang. Malang


(1)

37

Keterangan:

%Xin = Persentase jawaban siswa

∑S = Jumlah siswa yang menjawab ya Smaks = Jumlah total siswa

d. Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan taf-siran Koentjaraningrat (1990) seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Hubungan antara presentase dengan tafsiran

Presentase Tafsiran

0% Tidak ada

1%-25% Sebagian kecil

26%-49% Hampir separuhnya

50% Separuhnya

51%-75% Sebagian besar

76%-99% Hampir seluruhnya


(2)

52

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada penelitian penerapan model pembelajaran problem solving pada materi koloid dapat disimpulkan bahwa:

1.Keterampilan mengelompokkan, pada kelompok tinggi terdapat 10% siswa berkriteria sangat baik, 70% siswa berkriteria baik, dan 20% siswa lainnya berkriteria cukup. Pada kelompok sedang terdapat 15% siswa berkriteria sangat baik, 50% siswa berkriteria baik, dan 35% siswa lainnya berkriteria cukup. Pada kelompok rendah terdapat 10% siswa berkriteria sangat baik, 60% siswa berkriteria baik, dan 30% siswa lainnya berkriteria cukup.

2.Keterampilan memprediksi, pada kelompok tinggi terdapat 20% siswa berkriteria sangat baik, 50% siswa berkriteria baik, dan 30% siswa lainnya berkriteria cukup. Pada kelompok sedang terdapat 30% siswa berkriteria sangat baik, 40% siswa berkriteria baik dan 30% siswa lainnya berkriteria cukup. Pada kelompok rendah terdapat 40% siswa berkriteria baik, 50% siswa berkri-teria cukup, dan 10% siswa lainnya berkriberkri-teria kurang.


(3)

53

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disarankan bahwa: 1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian yang sejenis agar

memperhatikan pengelolaan waktu, serta peneliti harus memiliki kemampuan dan keterampilan dalam mengelola kelas.

2. Calon peneliti juga harus melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada subjek penelitian, agar pada saat awal pelaksanaan penelitian subjek tidak bingung mengikuti alur pembelajaran.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Y. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan Dan Penguasaan Konsep Siswa Pada Materi Koloid.Skripsi.FKIP Unila. Bandar Lampung

Arikunto, S.2004. Penilaian Program Pendidikan. Bina Aksara. Jakarta. Cartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007.

Bandung.

Dahar, R. W. 1996. Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran.Rineka Cipta. Jakarta. Djamarah, S.B. 1996. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. PT. Rineka

Cipta. Jakarta.

Djamarah, S.B dan A. Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Esler, W.K. dan Esler, M.K. 1996. Teaching Elementary cience. California Wadsworth.

Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Hariwibowo, K., R. Febrianto, A. Rengganis, dan Hera. Makalah Pembelajaran-Proses: Pendekatan Keterampilan Proses. [online] http://lubisgrafura.word-press.com/2009/05/26/

makalah-pembelajaran-proses-pendekatan-keterampilan-proses/. Diaksespukul 02.00pm tanggal 15 Februari 2012. Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program

Pendidikan Jarak Jauh S1 PGSD Universitas Sriwijaya. FKIP Universitas Sriwijaya. Palembang. Proceeding of The First International Seminar on Science Education.ISBN: 979-25-0599-7

Lidiawati. 2011. Efektivitas Penerapan Metode Problem Solving Dalam


(5)

Koloid pada Kelas XI IPA SMAN 1 Abung Semuli TP 2010-2011.Skripsi.FKIP Unila. Bandar Lampung

Nessinta, N. 2009. Penerapan Metode Problem Solving Pada Materi Pokok Asam Basa Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA 10 Bandar

Lampung. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Nurhadi, B.Y. Dan Senduk, A.G. 2002. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.UniversitasNegeri Malang. Malang Purba, M. 2006. KIMIA SMAUntukKelas XI Jilid 2B. Erlangga. Jakarta. Riyanto, C.A. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran Kuantum Untuk MeningkatkanAktivitas dan Penguasaan Konsep Kimia Koloid

Siswa SMAN 8 Bandar Lampung 2010/2011. Skripsi.FKIP Unila. Bandar Lampung

Roestiyah. 1998. StrategiBelajarMengajar. PT. RinekaCipta. Jakarta.

Rosnawati. 2011. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Kelas XI Pada Sub Pokok Bahasan Sifat-Sifat Koloid Melalui Pembelajaran STM. Skipsi. Diakses tanggal 21Juni 2013 dari

http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=1282

Sanjaya, W. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Group. Jakarta.

Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta. Semiawan, C. 1992. Pendidikan Ketrampilan Proses. Gramedia. Jakarta. Sudbudhy, Endang R dan I M Nuryata. 2010. Pembelajaran Masa Kini.

Sekarmita. Jakarta.

Sudjana. 2005. Metode Statistika Edisi keenam. PT. Tarsito. Bandung. Sugiyono. 2002. Statistika untuk Penelitian. CV. Alfabeta. Bandung. Sukardi.2003. MetodologiPenelitianPendidikanKompetensidanPraktiknya. PT. BumiAksara. Jakarta.

Sulastri, Osi. 2012. Analisis keterampilan proses sains siswa kelas XI pada pembelajaran hidrolisis garam menggunakan model problem solving. Skripsi. Diakses tanggal 21 Juni 2013 dari

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0807604_chapter4.pdf Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius.


(6)

Yogyakarta.

Suprini. 2012. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Kelas XI Pada Sub Pokok Bahasan Sifat-Sifat Koloid Menggunakan Metode Discoverry-Inquiri. Skripsi. Diakses tanggal21 Juni 2013 dari

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0808741_chapter1.pdf Susanto, P. 2002. KeterampilanDasarMengajar IPA BerbasisKonstruktivisme. JurusanPendidikanBiologiUniversitasNegeri Malang. Malang