EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI TERMOKIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI

EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI
TERMOKIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN
MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI

Oleh
ANTON HARMOKO

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

ABSTRAK
EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI

TERMOKIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN
MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI

Oleh
ANTON HARMOKO

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas model Learning Cycle
3E pada materi termokimia dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi. Penelitian menggunakan metode preexperimental dengan
Static Group Comparison or Posttest Only With Nonequivalent Control Groups.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA YP Unila
Bandar Lampung. Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan
sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA3 dan XI IPA4. Efektivitas
model Learning Cycle 3E diukur berdasarkan perbedaan rerata nilai posttest dan
uji-t yang signifikan. Nilai rerata posttest keterampilan mengkomunikasikan kelas
eksperimen dan kelas kontrol yaitu 69,90 dan 64,27; dan nilai rerata posttest keterampilan inferensi kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu 64,00 dan 59,62.
Hasil uji-t menunjukkan bahwa model Learning Cycle 3E efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi.
Kata kunci: keterampilan inferensi, keterampilan mengkomunikasikan, model
learning cycle 3E

DAFTAR ISI


Halaman
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
I.

II.

PENDAHULUAN ..................................................................................

1

A. Latar Belakang....................................................................................

1

B. Rumusan Masalah ..............................................................................

4


C. Tujuan Penelitian ...............................................................................

5

D. Manfaat Penelitian .............................................................................

5

E. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................

6

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................

7

A. Pembelajaran Konstruktivisme ..........................................................

7


B. Teori Belajar Perkembangan Jean Piaget...........................................

8

C. Model Learning Cycle 3E ..................................................................

9

D. Keterampilan Proses Sains.................................................................

11

E. Hasil Penelitian Yang Relavan............................................................ 12
F. Kerangka Pemikiran ...........................................................................

13

G. Anggapan Dasar ................................................................................


14

H. Hipotesis Umum ................................................................................

15

III. METODOLOGI PENELITIAN .............................................................

16

A. Populasi dan Sampel........................................................................... 16

v

B. Metode dan Desain Penelitian ...........................................................

17

C. Jenis dan Sumber Data........................................................................ 17
D. Variabel Penelitian... .......................................................................... 17

E. Instrumen Penelitian ............................................................

18

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian .......................................................

19

G. Analisis Data Penelitian dan Pengujian Hipotesis............................. 20
1. Analisis Data Penelitian.................................................................. 20
2. Pengujian Hipotesis........................................................................

20

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................

24

A. Hasil Penelitian ..................................................................................


24

B. Pembahasan ........................................................................................ 26
V.

SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 36
A. Simpulan ............................................................................................

36

B. Saran ..................................................................................................

37

DAFTAR PUSTAKA

38

LAMPIRAN
1. Silabus Kelas Eksperimen...................................................................

2. RPP Kelas Eksperimen........................................................................
3. Silabus Kelas Kontrol..........................................................................
4. RPP Kontrol.........................................................................................
5. Lembar Kerja Siswa............................................................................
6. Kisi-kisi Dan Rubrik Posttest.............................................................
7. Soal Posttest .......................................................................................
8. Nilai Keterampilan Mengkomunikasikan Kelas Eksperimen.............
9. Nilai Keterampilan Inferensi Kelas Eksperimen.................................
10. Nilai Keterampilan Mengkomunikasikan Kelas Kontrol..................
11. Nilai Keterampilan Inferensi Kelas Kontrol......................................
12. Pengujian Hipotesis...........................................................................
13. Surat Bukti Penelitian........................................................................

40
44
79
83
94
135
144

146
147
148
149
150
168

vi

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala
alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sebagai penguasaan kumpulan
pengetahuan tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri
dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut agar dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006).

Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA, dimana dalam membelajarkannya mencakup dua bagian yakni kimia sebagai produk dan kimia sebagai proses (BSNP,

2006). Kimia sebagai produk meliputi sekumpulan pengetahuan yang terdiri dari
fakta-fakta, konsep-konsep, teori, dan prinsip-prinsip ilmu kimia. Kimia sebagai
proses adalah dalam pembelajaran kimia dituntut kerja ilmiah yang dibangun melalui pengembangan keterampilan-keterampilan proses sains seperti mengamati
(observasi), mengelompokkan, meramalkan (prediksi), mengkomunikasikan, dan
inferensi. Keterampilan proses sains (KPS) pada pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya. KPS dimaksudkan untuk melatih dan mengembangkan
keterampilan intelektual atau kemampuan berpikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan

2

mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip pengetahuan yang selanjutnya dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah. Pembelajaran dengan KPS
berarti memberi kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan,
tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, siswa perlu dilatih menggunakan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi sehingga siswa dapat memecahkan
permasalahan yang dihadapinya secara mandiri sebagai proses untuk terus selalu
belajar dimana kedua keterampilan ini merupakan bagian dari KPS.

Pada kenyataannya proses pembelajaran di sekolah-sekolah, guru masih menerapkan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Pembelajaran masih terfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, ceramah,
penugasan, dan latihan. Akibatnya pembelajaran kimia menjadi kehilangan daya
tariknya dan lepas relevansinya dengan dunia nyata yang seharusnya menjadi

objek ilmu pengetahuan tersebut (Depdiknas, 2008).

Hal itu diperkuat dengan hasil observasi yang telah dilakukan di SMA YP Unila
Bandar Lampung, dimana guru masih menerapkan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, penugasan, dan kadang-kadang dilakukan praktikum
sehingga keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi siswa kurang dilatih.
Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat untuk mengatasi
permasalahan tersebut sehingga keterampilan proses sains (KPS) siswa dapat meningkat. Salah satunya model yang diharapkan dapat meningkatkan KPS siswa
adalah Learning Cycle 3E.

3

Model Learning Cycle 3E merupakan salah satu model pembelajaran yang berfilosofi konstruktivisme yang diharapkan mampu meningkatkan KPS siswa, terutama pada materi termokimia. Model Learning Cycle 3E teridiri dari tiga tahapan yaitu tahap eksplorasi, tahap eksplain, dan tahap elaborasi yang harus dilewati
secara teratur. Pada tahap eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan
melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum, mendiskusikan fenomena alam, mengamati fenomena alam, dan lain-lain. Pada tahap eksplain diharapkan terjadi
proses menuju kesetimbangan antara konsep yang telah dimiliki siswa dengan
konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang membutuhkan daya
nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Sedangkan pada tahap
elaborasi siswa diberikan suatu permasalahan yang berbeda dari tahap sebelumnya
dengan tujuan agar siswa dapat menerapkan konsep yang telah dipahami sehingga
dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena siswa mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari (Karplus dan Their
dalam Fajaroh dan Dasna, 2007).

Beberapa kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa kelas XI IPA semester
ganjil adalah mendeskripsikan perubahan entalpi suatu reaksi, reaksi eksoterm dan
endoterm serta menentukan H reaksi berdasarkan percobaan, hukum Hess, data
perubahan entalpi pembentukan standar, dan data energi ikatan. Pada materi
termokimia terdapat sub materi yang berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari,
misalnya saja reaksi yang melepaskan kalor (reaksi eksoterm) dan menyerap kalor
(reaksi endoterm). Materi ini dapat dilatihkan keterampilan mengkomunikasikan
dan inferensi. Siswa dapat mengkomunikasikan data yang diperoleh dari hasil

4

praktikum mengenai reaksi eksoterm dan reaksi endoterm. Siswa dapat menyimpulkan (inferensi) dari hasil pengamatan yang telah diperoleh.

Beberapa hasil penelitian yang mengkaji penerapan model pembelajaran learning
cycle adalah Retnaningati (2011) bahwa model pembelajaran learning cycle dapat
meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Agustyaningrum (2011) bahwa
pembelajaran Learning Cycle 5E dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa. Wibowo (2010) bahwa model pembelajaran Learning Cycle 5E
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah berhasil menggunakan model
learning cycle untuk meningkatkan keterampilan proses sanis (KPS) siswa.
Untuk mengetahui efektif tidaknya model Learning Cycle 3E dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan infereni siswa di SMA YP Unila
Bandar Lampung, maka akan dilaksanakan penelitian yang berjudul: “Efektivitas
Model Learning Cycle 3E Pada Materi Termokimia Dalam Meningkatkan
Keterampilan Mengkomunikasikan dan Inferensi”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimanakah efektivitas model Learnig Cycle 3E pada materi termokimia
dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan siswa kelas XI IPA3
SMA YP Unila Bandar Lampung?

5

2. Bagaimanakah efektivitas model Learning Cycle 3E pada materi termokimia
dalam meningkatkan keterampilan inferensi siswa kelas XI IPA3 SMA YP
Unila Bandar Lampung?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan efektivitas model Learning Cycle 3E dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi pada materi termokimia.

D. Manfaat Penelitian
Kegunaan atau manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1.

Bagi Siswa
a. Melatih keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi melalui penerapan model Learning Cycle 3E.
b. Memperoleh pengalaman belajar siswa dengan menggunakan model
Learning Cycle 3E.

2.

Bagi Guru dan Calon Guru
Menjadi alternatif salah satu model pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi.

3.

Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran kimia di
sekolah tersebut.

6

E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1.

Sampel penelitian adalah kelas XI IPA3 dan XI IPA4 SMA YP Unila Bandar
Lampung.

2.

Indikator keterampilan mengkomunikasikan yang diteliti yaitu:
a. Mengubah data narasi ke dalam bentuk tabel.
b. Mengungkapkan pendapat atau memberikan penjelasan secara tertulis.

3.

Indikator keterampilan inferensi yang diteliti yaitu:
a. Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena
setelah mengumpulkan data.
b. Mampu menginterpretasi data dan informasi.

4.

Efektif jika hasil uji-t terdapat perbedaan yang signifikan antara thitung dan
ttabel.

5.

Model Learning Cycle 3E, yaitu salah satu model pembelajaran berbasis
konstruktivisme yang terdiri dari 3 tahap yaitu (1) tahap eksplorasi
(exploration); (2) tahap eksplain (explaination); (3) tahap elaborasi
(elaboration).

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme
Menurut Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi
(bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan
(realitas). Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari
kenyataan. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada tetapi
pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan
melalui kegiatan seseorang.

Menurut Slavin (Trianto, 2010) teori pembelajaran konstruktivisme merupakan
teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benarbenar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja
memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan
susah payah dengan ide-ide.

Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya.
Bettencourt (1989) menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi
tahu tentang sesuatu (Suparno, 1997).

8

Ciri atau prinsip dalam belajar menurut Suparno (1997) sebagai berikut:
1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang
mereka lihat, dengar, rasakan dan alami,
2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus,
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar
bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri,
4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia
fisik dan lingkungannya,
5. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, subjek
belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan
bahan yang sedang dipelajari.

Menurut Sagala (2010), konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi)
pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tibatiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah untuk
diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut
dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Landasan berfikir konstruktivisme adalah lebih menekankan pada
strategi memperoleh dan mengingat pengetahuan.

B. Teori Belajar Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Jean Piaget mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar adalah interaksi
antara individu dan lingkungan dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Teori ini mengenal konsep bahwa belajar adalah hasil interaksi yang terusmenerus akan berlangsung antara individu dan lingkungan melalui proses

9

memasukkan pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada (asimilasi)
dan menyesuaikan diri dengan informasi yang baru (akomodasi).
Menurut Jean Piaget dalam Bell (1994), belajar adalah:
Interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan. Artinya,
pengetahuan itu suatu proses, bukannya suatu “barang”. Karena itu untuk
memahami pengetahuan orang dituntut untuk mengenali dan menjelaskan
berbagai cara bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam proses pembelajaran Jean Piaget dalam Bell (1994), menyarankan:
Pengguna metode aktif yang menghendaki siswa menemukan kembali atau
merekonstruksi kebenaran-kebenaran yang harus dipelajarinya. Guru berperan mengatur dan menciptakan situasi dan menyajikan masalah yang
berguna.

Kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar adalah interaksi
antara individu dan lingkungan dan terjadi terus-menerus. Kognitif merupakan
pusat penggerak berbagai kegiatan kita, seperti mengenali lingkungan, melihat
berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik kesimpulan, dan sebagainya.

C. Model Learning Cycle 3E
Learning Cycle (LC) merupakan sah satu model pembelajaran yang telah diakui
dalam pendidikan, khususnya pendidikan IPA. Model ini merupakan model yang
mudah untuk digunakan oleh guru dan dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa. Learning cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa
sehingga pembelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai
dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif.

10

Learning cycle merupakan model pembelajaran yang dilandasi oleh filsafat
konstruktivisme. Pembelajaran melalui model siklus belajar mengharuskan siswa
agar dapat membangun sendiri pengetahuannya dengan memecahkan permasalahan yang dibimbing oleh guru. Model ini memiliki tiga langkah sederhana yaitu
fase explroration, guru memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerjasama
dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk melakukan dan mencatat pengamatan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum.
Fase explaination, siswa lebih aktif untuk menentukan atau mengenal suatu
konsep berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya di dalam fase
eksplorasi. Fase elaboration, dimaksudkan mengajak siswa untuk menerapkan
konsep pada contoh kejadian yang lain, baik yang sama ataupun yang lebih tinggi
tingkatan-nya.
Karplus dan Their (dalam Fajaroh dan Dasna, 2007) mengungkapkan
bahwa: Siklus belajar (Learning cycle) adalah suatu model pembelajaran
yang berpusat pada siswa (student centered). Learning cycle merupakan
rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa
sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus
dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Learning cycle 3
phase terdiri dari fase-fase eksplorasi (exploration), penjelasan konsep
(concept introducttion/explaination), dan penerapan konsep (elaboration).
Kimia merupakan komponen dari mata pelajaran IPA di SMA akan sangat sesuai
bila dalam pembelajarannya menggunakan model learning cycle, mengingat kimia
merupakan ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa alam secara molekuler.
Siswa diharapkan dapat membangun sendiri pengetahuan kognitif melalui indera
untuk melihat gejala-gejala yang ada di sekitarnya dan kedudukan guru hanya sebagai fasilitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut mulai dari perencanaan (terutama perangkat pembelajaran), pelaksanaan (terutama pemberian

11

pertanyaan-pertanyaan arahan dan proses pembimbingan) dan evaluasi berfungsi
mengetahui sejauh mana pengetahuan yang diperoleh.

D. Keterampilan Proses Sains
Pendekatan keterampilan proses sains dirancang dengan beberapa tahapan yang
diharapkan akan meningkatkan penguasaan konsep. Tahapan-tahapan pendekatan
pembelajaran keterampilan proses sains menurut Dimyati dan Mudjiono (Fitriani,
D, 2009):
Pendekatan keterampilan proses cocok diterapkan pada pembelajaran sains.
Pendekatan pembelajaran ini dirancang dengan tahapan: (1) Penampilan
fenomena. (2) apersepsi, (3) menghubungkan pembelajaran dengan pengetahuan awal yang dimiliki siswa, (4) demonstrasi atau eksperimen, (5)
siswa mengisi lembar kerja, (6) guru memberikan penguatan materi dan penanaman konsep dengan tetap mengacu kepada teori permasalahan.

Penerapan pendekatan pembelajaran keterampilan proses sains memungkinkan
siswa untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang pada dasarnya sudah
dimiliki oleh siswa. Hal itu didukung oleh pendapat Arikunto (2006):
Pendekataan berbasis keterampilan proses adalah wawasan atau anutan
pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang
bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya
keterampilan-keterampilan intelektual tersebut telah ada pada siswa.

Pendekatan keterampilan proses sains bukan tindakan instruksional yang berada
diluar kemampuan siswa. Pendekatan keterampilan proses sains dimaksudkan
untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa. Menurut
pendapat Tim action Research Buletin Pelangi Pendidikan (1999) keterampilan
proses sains dibagi menjadi dua antara lain:
1) Keterampilan proses dasar (Basic Science Proses Skill), meliputi observasi,
klasifikasi, pengukuran, berkomunikasi dan inferensi.

12

Tabel 1. Indikator keterampilan proses sains dasar
Keterampilan dasar
Observasi
(observing)

Klasifikasi
(Classifying)
Pengukuran
(measuring)

Berkomunikasi
(communicating)

Inferensi

Indikator
Mampu menggunakan semua indera (penglihatan,
pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk
mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat
benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.
Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciriciri, mencari kesamaan, membandingkan dan
menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek
Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk
menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran
suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang,
luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu
mendemontrasikan perubahan suatu satuan pengukuran ke satuan pengukuran lain.
Memberikan/menggambarkan data empiris hasil
percobaan atau pengamatan dengan tabel, menyusun
dan menyampaikan laporan secara sistematis, menjelaskan hasil percobaan, membaca tabel, mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.
Mampu menjelaskan data hasil pengamatan dan
menyimpulkan dari fakta yang terbatas.

2) Keterampilan proses terpadu (Intergrated Science Proses Skill), meliputi merumuskan hipotesis, menamai variabel, mengontrol variabel, membuat definisi
operasional, melakukan eksperimen, interpretasi, merancang penyelidikan,
dan aplikasi konsep.

E. Hasil Penelitian Yang Relevan
Retnaningati (2011), melakukan penelitian di SMA Negeri 3 Surakarta menggunakan
Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) Untuk Meningkatkan Ke-

terampilan Proses Sains Siswa. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR) yang terdiri dari 2 siklus.
Ternyata model pembelajaran learning cycle dapat meningkatkan keterampilan
proses sains siswa.

13

Agustyaningrum (2011), melakukan penelitian di SMP Negeri 2 Sleman menggunakan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E dengan desain penelitian mengacu

pada kelas spiral yang terdapat empat tahapan setiap siklusnya. Ternyata pembelajaran Learning Cycle 5E dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa.

Wibowo (2010), melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Lembang menggunakan
Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle 5E) pada mata pelajaran
teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Metode Penelitian yang digunakan adalah Kuasi Eksperimen dengan desain penelitian Non Equivalence Control Group Design. Ternyata, model pembelajaran
Learning Cycle 5E dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

F. Kerangka Pemikiran
Model learning cycle 3E merupakan pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk lebih aktif. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
model learning cycle 3E melalui beberapa tahapan kegiatan, yakni pada tahap pertama yaitu tahap eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca
inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui
kegiatan-kegiatan seperti praktikum, mengamati percobaan, mendiskusikan
fenomena alam, mengamati fenomena alam, dan lain-lain. Tahap berikutnya,
yaitu tahap eksplain. Tahap ini diharapkan terjadi proses menuju kesetimbangan
antara konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dengan konsep-konsep yang baru
dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang membutuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada tahap ini siswa akan mendiskusikan

14

pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam LKS. Kemudian berdasarkan data yang
diperoleh dari hasil praktikum siswa diminta untuk mengkomunikasikan data tersebut dalam bentuk tabel dan dapat mengambil suatu kesimpulan berdasarkan permasalahan yang sedang dihadapi sebagai pemahaman awal. Pada tahap ini keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi dilatihkan kepada siswa. Pada
tahap terakhir, yakni tahap elaborasi dimana siswa diberikan suatu permasalahan
yang berbeda dari tahap sebelumnya dengan tujuan agar siswa dapat menerapkan
konsep sehingga dapat meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan
inferensi, karena siswa mengetahui penerapan nyata dari konsep yang telah mereka pelajari pada tahap sebelumnya. Berdasarkan permasalahan tersebut, siswa
dilatihkan kembali untuk mengkomunikasikannya dan mengambil kesimpulan sebagai pemahaman lebih lanjut. Pada akhirnya, berdasarkan uraian dan langkahlangkah di atas, diharapkan model Learning Cycle 3E dapat meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi siswa.

G. Anggapan Dasar
Beberapa hal yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.

Siswa kelas XI IPA SMA YP Unila Bandar Lampung Tahun 2012-2013 yang
menjadi subyek penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama.

2.

Perbedaan hasil rerata nilai posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk
keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi siswa semata-mata terjadi
karena perbedaan perlakuan selama proses belajar.

15

3.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan hasil belajar kimia siswa
kelas XI IPA3 dan XI IPA4 semester ganjil SMA YP Unila Bandar Lampung
tahun pelajaran 2012/2013 diabaikan.

H. Hipotesis Umum
Sebagai pemandu dalam melakukan analisis maka perlu disusun hipotesis umum
dengan perumusan sebagai berikut:
Model Learning Cycle 3E efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi siswa pada materi pokok termokimia.

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA YP Unila
Bandar Lampung tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 238 siswa dan tersebar
dalam enam kelas yang masing-masing kelas terdiri atas 40 siswa untuk empat kelas
dan 39 siswa untuk dua kelas. Dari populasi tersebut diambil dua kelas yang akan
dijadikan sampel penelitian. Satu kelas sebagai kelas eksperimen yang akan diberi
perlakuan dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling purposif. Sampling purposif
dikenal sebagai sampling pertimbangan, pengambilan sampel dilakukan berdasarkan
pertimbangan perorangan atau peneliti (berdasarkan saran dari ahli). Dalam hal ini
seorang ahli yang dimintai saran dalam menentukan dua kelas yang akan dijadikan
sebagai sampel adalah orang yang lebih memahami mengenai kondisi kelas dan
karakter siswa yaitu ibu Ismita Dewi, S. Pd. sebagai guru kimia yang mengajar di
kelas XI IPA SMA YP Unila Bandarlampung. Berdasarkan saran dari guru kimia di
sekolah dan hasil nilai ujian dari materi sebelumnya, maka dua kelas yang dipilih
adalah kelas XI IPA3 dan XI IPA4. Selanjutnya dua kelas sampel tersebut dibagi
menjadi kelas eksperimen yang diterapkan model Learning Cycle 3E, dan kelas
kontrol akan diterapkan pembelajaran konvensional.

17

B. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian ini adalah preexperimental design dengan menggunakan Static
Group Comparison or Posttest Only With Nonequivalent Groups dengan urutan
kegiatan seperti yang terlihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Desain penelitian
Perlakuan

Posttest

Kelas eksperimen

X

O1

Kelas kontrol

-

O2

Kelas

Dengan keterangan O1 adalah posttest yang dilakukan untuk kelas eksperimen, O2
adalah posttest yang dilakukan untuk kelas kontrol, dan X adalah model yang menggunakan Learning Cycle 3E.

C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat
kuantitatif berupa data hasil tes keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi
setelah penerapan pembelajaran (posttest). Data ini bersumber dari seluruh siswa
kelas eksperimen dan seluruh siswa kelas kontrol.

D. Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model yang digunakan yakni model
Learning Cycle 3E dan konvensional. Sebagai variabel terikat yaitu keterampilan
mengkomunikasikan dan inferensi pada materi termokimia siswa kelas XI IPA SMA
YP Unila Bandar Lampung Tahun ajaran 2012-2013.

18

E. Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu.
Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data
untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 1997). Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan berupa soal posttest yang berisi soal uraian
untuk mengetahui keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi yang dimiliki
siswa.

Dalam pelaksanaannya, kelas kontrol dan kelas eksperimen diberikan soal posttest
yang sama. Soal posttest terdiri dari 6 butir soal uraian untuk mengukur keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi setelah penerapan pembelajaran. Agar data
yang diperoleh sahih dan dapat dipercaya, maka instrumen yang digunakan harus
valid, bersifat reliabel atau ajeg, serta memiliki tingkat kesukaran yang tidak terlalu
mudah dan juga tidak terlalu sulit. Untuk itu, perlu dilakukan pengujian terhadap
instrumen yang akan digunakan. Pengujian instrumen dapat dilakukan dengan dua
macam cara, yaitu cara judgment atau penilian, dan pengujian empirik.

Dalam penelitian ini hanya dilakukan pengukuran validitas instrumen saja. Validitas
merupakan suatu ukuran yang menunjukkan kesahihan suatu instrumen. Sebuah
instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur dan
dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Penelitian ini menggunakan validan isi. Kevalidan isi adalah kesesuaian antara instrumen dengan ranah
atau domain yang diukur. Adapaun pengujian kevalidan isi ini dilakukan dengan
cara judgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-

19

butir pertanyaannya. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat
dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data
sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.

Tahap Persiapan

Adapun tahapan persiapannya, yaitu:
a.

Melakukan observasi terhadap kelas yang akan dijadikan sampel penelitian.

b.

Menentukan populasi dan sampel penelitian.

c.

Menyusun silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa
(LKS), dan instrumen penelitian.

2.

Tahap Pelaksanaan

Adapun tahapan pelaksanaannya yaitu:
a.

Melaksanakan kegiatan pembelajaran pada materi termokimia yang telah
ditetapkan di masing-masing kelas, model Learning Cycle 3E diterapkan di kelas
eksperimen serta pembelajaran konvensional diterapkan di kelas kontrol.

b.

Melakukan posttest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol.

c.

Melakukan tabulasi dan analisi data.

Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan
berikut ini:

20

Tahap persiapan
persiapan dan
dan observasi
observasi
Tahap

Penetapan populasi dan sampel

Validasi instrumen
Kelas Eksperimen

Kelas Kontrol

Model Learning Cycle 3E

Konvensional

posttest

posttest
Analisis data
Kesimpulan

Gambar 1. Bagan prosedur pelaksanaan penelitian

G. Analisis Data Penelitian dan Pengujian Hipotesis
1.

Analisis Data Penelitian

Nilai posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol pada penilaian keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi siswa dirumuskan sebagai berikut:
x100.......................(1)
2.

Pengujian Hipotesis

Pengujian yang pertama dilakukan adalah uji normalitas untuk mengetahui apakah
setiap data sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Pengujian selanjutnya yang dilakukan adalah uji homogenitas untuk mengetahui apakah
kedua sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Jika sampel mempunyai
varians yang sama atau homogen, maka uji selanjutnya yang dilakukan adalah uji-t.

21

Teknik pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik,
hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (Ho) dan Hipotesis
alternatif (H1) sehingga rumusan hipotesis menjadi:
Hipotesis:
a.

Keterampilan mengkomunikasikan

H0 : µ 1≤ µ 2 ; rata-rata keterampilan mengkomunikasikan pada materi termokimia
yang diberi model Learning Cycle 3E lebih rendah atau sama dengan
yang diberi konvensional dari siswa SMA YP Unila Bandar Lampung.
H1 : µ 1> µ 2: rata-rata keterampilan mengkomunikasikan pada materi termokimia
yang diberi model Learning Cycle 3E lebih tinggi dari yang diberi
konvensional dari siswa SMA YP Unila Bandar Lampung.

b.

Keterampilan inferensi

H0 : µ 1≤ µ 2 ; rata-rata keterampilan inferensi pada materi termokimia yang diberi
model Learning Cycle 3E lebih rendah atau sama dengan yang diberi
konvensional dari siswa SMA YP Unila Bandar Lampung.
H1 : µ 1> µ 2: rata-rata keterampilan infereni pada materi termokimia yang diberi
model Learning Cycle 3E lebih tinggi dari yang diberi konvensional
dari siswa SMA YP Unila Bandar Lampung.

Keterangan:
µ 1 : rata-rata indikator keterampilan proses sains (KPS) yang diteliti pada kelas
eksperimen.
µ 2 : rata-rata indikator keterampilan proses sains (KPS) yang diteliti pada kelas
kontrol.

22

Setelah diperoleh data nilai siswa, langkah selanjutnya data tersebut digunakan untuk
uji normalitas agar dapat diketahui apakah kedua kelas sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal atau tidak dengan kriteria uji terima Ho jika x2 hitung < x2
tabel dan terima H1 jika x2 hitung ≥ x2 tabel pada taraf kepercayaan α=0,05. Jika
kedua kelas sampel untuk masing-masing KPS yang diukur berasal dari populasi
yang berdistribusi normal, maka langkah selanjutnya digunakan uji homogenitas.

Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian berawal dari kondisi yang sama atau homogen. Hipotesis yang digunakan dalam uji
homogenitas adalah sebagai berikut:
Ho= 12   2 2 (data penelitian mempunyai variansi yang homogen)
H1 = 12   2 2 (data penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen)
Untuk menguji kesamaan dua varians dalam Sudjana (2005) digunakan rumus
sebagai berikut:
…………………. (2)
Keterangan : F = Kesamaan dua varians
Kriteria : Pada taraf 0,05, tolak H0 hanya jika Fhitung ≥ Ftabel (F(α)(n1-1,n2-1)).
Untuk menguji apakah kedua varians tersebut sama atau tidak, maka Fhitung dikonsultasikan dengan Ftabel. Menggunakan α = 5 % dengan dk pembilang = banyaknya data terbesar dikurangi satu dan dk penyebut = banyaknya data yang terkecil
dikurangi satu. Jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima, yang berarti kedua kelas sampel
tersebut mempunyai varians yang sama atau dikatakan homogen. Jika kedua kelas

23

sampel mempunyai varians yang sama atau homogen, maka langkah selanjutnya
yang dilakukan adalah uji-t dengan menggunakan rumus :
thitung 

X1  X 2
1 1
s

n1 n2

..............................(3)

dan

(n1  1) s12  (n2  1) s 22
……………………..(4)
s 
n1  n2  2
2

keterangan:
thitung : kesamaan dua rata-rata

X 1 : rata-rata skor kelas eksperimen
X 2 : rata-rata skor kelas kontrol
s2 : varians
n1 : jumlah siswa kelas eksperimen
n2 : jumlah siswa kelas kontrol

s12 : varians kelas eksperimen
s 22 : varians kelas kontrol
Dengan kriteria pengujian: terima H0 jika t< t1-α dengan derajat kebebasan d(k) = n1 +
n2 – 2 dan tolak H0 untuk harga t lainnya. Dengan menentukan taraf signifikan α =
5% peluang (1- α ).

36

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam
penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.

Model Learning Cycle 3E pada materi termokimia efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan siswa kelas XI IPA3 SMA YP Unila
Bandar Lampung, karena pada proses pembelajaran siswa dilatih untuk
mengubah data narasi ke dalam bentuk tabel dan mengungkapkan pendapat
atau memberikan penjelasan secara tertulis.

2.

Model Learning Cycle 3E pada materi termokimia efektif dalam meningkatkan keterampilan inferensi siswa kelas XI IPA3 SMA YP Unila Bandar
Lampung untuk meningkatkan keterampilan inferensi siswa kelas XI IPA3
SMA YP Unila Bandar Lampung, karena pada proses pembelajaran siswa
dilatih agar dapat mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu benda
atau fenomena setelah mengumpulkan data, dan mampu menginterpretasi
data dan informasi.

37

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:
1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian agar lebih memperhatikan pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran lebih maksimal.
2. Model Learning Cycle 3E dapat dipakai sebagai alternatif model pembelajaran
bagi guru dalam membelajarkan materi pokok termokimia dan materi lain
dengan karakteristik materi yang sama.

38

DAFTAR PUSTAKA

Agustyaningrum, Nina. 2010. Implementasi Model Pembelajaran Learning
Cycle 5E untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Kelas IX B SMP Negeri 2 Sleman. Online. Tersedia di: http://eprints.uny.ac.id/7389/1/p-34.pdf. Tanggal Akses: 25 November 2012.
Arends, Richard. (2008). Learning to Teach. Jogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. 2006. Dasar – dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Kimia
SMA/MA. BSNP. Jakarta.
Bell, M.B.G. 1994. Belajar dan Membelajarkan. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Fajaroh dan Dasna. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning
Cycle).Universitas Negeri Malang. Malang.
Fitriani, D. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar Empiris-Induktif (SBEI) Berbasis Keterampilan Proses Sains Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep
Laju Reaksi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Retnaningati, Dewi. 2011. Jurnal Skripsi Penerapan Model Pembelajaran Siklus
Belajar (Learning Cycle) untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains
Siswa Kelas X-2 SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011.
Online. Tersedia di:
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/bio/article/download/40/28. Tanggal
Akses: 25 November 2012.
Sagala, S. 2010 . Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung
Sardiman, AM. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Rineka Cipata. Jakarta.
Tim Action Research Buletin Pelangi pendidikan. 1999. Proses Belajar
Mengajar. Universitas Lampung.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.
Trianto. 2010. Model-Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta.

39

Wibowo, Ari. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning
Cycle) 5E Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Matapelajaran
Teknologi Informasi Dan Komunikasi. Online. Tersedia di: http://cs.upi.edu/uploads/paper_skripsi_dik/PENERAPAN%20MODEL%20PEMBELAJ
ARAN%20SIKLUS%20BELAJAR%20(LEARNING%20CYCLE)%205E
%20DALAM%20MENINGKATKAN%20HASIL%20BELAJAR%20SIS
WA%20PADA%20MATAPELAJARAN%20TEKNOLOGI%20INFORM
ASI%20DAN%20KOMUNIKASI.pdf. Tanggal Akses: 28 Agustus 2012.

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP

0 3 35

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI HUKUM - HUKUM DASAR KIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN INFERENSI DAN PENGUASAAN KONSEP

0 12 70

EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 3E DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN INFERENSI DAN PENGUASAAN KONSEP KESETIMBANGAN KIMIA

0 13 48

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI PADA SISWA SMA

0 5 48

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI

0 12 1

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI REAKSI OKSIDASI-REDUKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP PADA SISWA

0 10 54

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI REAKSI OKSIDASI- REDUKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN INFERENSI DAN PENGUASAAN KONSEP

0 8 61

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI ASAM BASA

0 4 43

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI

0 12 43

EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 6E PADA MATERI KOLOID DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN

2 37 45