PENGARUH KOMPOS LAMTORO DAN LARUTAN MIKROORGANISME LOKAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill)

(1)

PENGARUH KOMPOS LAMTORO DAN LARUTAN

MIKROORGANISME LOKAL TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN HASIL TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill)

Oleh

EKO BUDI ARIYADI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS

Pada

Program Studi Pascasarjana Magister Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AGRONOMI

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(2)

(3)

ABSTRACT

EFFECT OF COMPOST LEUCAENA AND SOLUTIONS LOCAL MICROORGANISMS ON GROWTH AND YIELD OF TOMATO

(Lycopersicum esculentum Mill) by

Eko Budi Ariyadi

The study aimst to, (1) Compare the effect to composting and compost without leucaena in the growth and productions of tomato plants, (2) Compare and determine the MOL solutions exact solutions of the five tested MOL to improve the growth and yield of tomato, (3) Determine the interaction between compost leucaena with five MOL solutions tested and MOL as the best solutions to improve yield of tomato.

Research has been conducted in the village Sukamarga Rajabasa parent, Lampung port subdistricts Rajabasa in January to June 2011. Research using a split plot design 2 x 6 are arranged in a randomized complete block design with three replications. The first factor is without compost leucaena with doses of 0 tonnes/ha (M0) and compost leucaena with a dose of 20 tonnes/ha (M1). The second factor is the MOL solution with five treatments consisting of MOL shoots (Bamboo sp) (E1), MOL fruit rot (E2), MOL urine (E3), MOL banana weevil (E4), MOL cebreng (Gliricida sepium) (E5) with each dose - each 5 ml/liter, and without giving MOL as control (E0).


(4)

The results showed that (1) Compost leucaena not increase uptake of N, P, K in leaves, stover weight, photosynthate distribution, fruit production and sugar content in tomatoes. But leucaena compost improves tomato plant height, (2) MOL solution gives a good response on the growth of tomato plants. MOL solution of banana weevil deliver the highest rates in the rate of plant growth, cebreng MOL solution gives the highest rates in N uptake and uptake K2O, MOL solution of urine while giving the highest rate on plant height, (3) Interaction compost leucaena and MOL solutions increases the rate growth of tomato and tomato plants height.


(5)

ABSTRAK

PENGARUH KOMPOS LAMTORO DAN LARUTAN

MIKROORGANISME LOKAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill)

Oleh

Eko Budi Ariyadi

Penelitian bertujuan untuk, (1) Membandingkan pengaruh pemberian kompos lamtoro dan tanpa kompos lamtoro dalam pertumbuhan dan produksi tanaman tomat, (2) Membandingkan dan menentukan larutan MOL yang tepat dari lima larutan MOL yang diujikan untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tomat, (3) Menentukan interaksi antara kompos lamtoro dengan lima larutan MOL yang diujikan sebagai larutan MOL terbaik dalam meningkatkan hasil tomat.

Penelitian telah dilaksanakan di kelurahan Sukamarga Rajabasa Induk, Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung pada bulan Januari sampai Juni 2011. Penelitian menggunakan rancangan split plot 2 x 6 yang disusun dalam rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah tanpa kompos lamtoro dengan dosis 0 ton/ha (M0) dan kompos lamtoro dengan dosis 20 ton/ha (M1).


(6)

Faktor kedua adalah larutan MOL dengan lima perlakuan yang terdiri dari MOL rebung (Bamboo sp)(E1), MOL buah busuk (E2), MOL urin (E3), MOL bonggol pisang (E4), MOL cebreng (Gliricida sepium) (E5) dengan dosis masing – masing 5 ml/liter, dan tanpa pemberian MOL sebagai kontrol (E0).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kompos lamtoro tidak meningkatkan serapan hara N, P, K pada daun, bobot brangkasan, distribusi fotosintat, produksi buah dan kandungan gula pada tomat. Tetapi kompos lamtoro meningkatkan tinggi tanaman tomat, (2) Larutan MOL memberikan respon yang baik pada pertumbuhan tanaman tomat. Larutan MOL bonggol pisang memberikan angka tertinggi pada laju tumbuh tanaman, larutan MOL cebreng memberikan angka tertinggi pada serapan N dan serapan K2O, sedangkan larutan MOL urin memberikan angka tertinggi pada tinggi tanaman, (3) Interaksi kompos lamtoro dan larutan MOL meningkatkan laju tumbuh tanaman tomat dan tinggi tanaman tomat.


(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.1 Tujuan Penelitian... 6

1.2 Kerangka Pemikiran... 7

1.3 Hipotesis ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Agro-ekologi Tanaman Tomat... 9

2.2 Pertanian Organik... 10

2.3 Bahan Organik dan Kompos...12

2.3.1 Bahan Organik... 12


(15)

2.4 Kompos Lamtoro... 15

2.5 Larutan MOL... 17

III. BAHAN DAN METODE... 22

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 22

3.2 Bahan dan Alat... 22

3.3 Metode penelitian... 22

3.4 Pelaksanaan Penelitian... 24

3.4.1 Pembibitan... 24

3.4.2 Persiapan Tanam... 25

3.4.3 Pengomposan dan Pembuatan Larutan MOL.... 26

3.4.4 Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman... 30

3.4.4.5 Pengamatan... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 36

4.1 Hasil... 36

4.1.1 Laju Tumbuh Tanaman... 37

4.1.2 Analisis Serapan Hara N, P, K Daun... 38

4.1.2.1 Analisis Serapan Hara N Daun...38

4.1.2.2 Analisis Serapan Hara P Daun...39


(16)

4.1.3 Tinggi Tanaman... 41

4.1.4 Bobot Brangkasan... 42

4.1.5 Distribusi Fotosintat ... 43

4.1.5.1 Distribusi Fotosintat Akar...43

4.1.5.2 Distribusi Fotosintat Batang...44

4.1.5.3 Distribusi Fotosintat Daun...45

4.1.6 Jumlah Buah Tomat/Tanaman... 45

4.1.7 Produksi Buah Tomat/Tanaman... 46

4.1.8 Produksi Buah Tomat/Petak... 47

4.1.9 Kandungan Gula (Brix)... 47

4.2 Pembahasan... 48

4.2.1 Analisis Tanah...48

4.2.2 Analisis Bakteri...50

4.2.3 Analisis Pertumbuhan Tanaman...52

4.2.3.1 Laju Tumbuh Tanaman...52

4.2.4 Analisis Serapan Hara N, P, K Daun...53

4.2.4.1 Analisis Serapan Hara N Daun...53

4.2.4.2 Analisis Serapan Hara P Daun...54

4.2.4.3 Analisis Serapan Hara K Daun...56


(17)

4.2.5.1 Tinggi Tanaman...57

4.2.5.2 Bobot Brangkasan... 58

4.2.5.3 Distribusi Fotosintat... 59

4.2.5.3.1 Distribusi Fotosintat Akar...59

4.2.5.3.2 Distribusi Fotosintat Batang...60

4.2.5.3.3 Distribusi Fotosintat Daun...61

4.2.5.4 Produksi Tanaman Tomat...62

4.2.5.5 Kandungan Gula (Brix)... 63

V. KESIMPULAN DAN SARAN...65

5. 1Kesimpulan...65

5. 2Saran...65

DAFTAR PUSTAKA... ...67 LAMPIRAN


(18)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian organik merupakan sistem managemen produksi yang dapat

meningkatkan kesehatan tanah maupun kualitas ekosistem tanah dan produksi tanaman. Dalam pelaksanaannya pertanian organik menitikberatkan pada penggunaan input yang dapat diperbaharui dan bersifat alami serta menghindari penggunaan input sintesis maupun produk rekayasa genetik (Andoko, 2002).

Gerakan kembali ke alam (back to nature)yang dilandasi oleh kesadaran pentingnya menjaga kesehatan dan kelestarian lingkungan hidup, kini menjadi gaya hidup (trend) masyarakat dunia. Grafik perkembangan dan penerapan pendekatan pertanian organik terus meningkat seiring dengan semakin jelasnya dampak negatif dari pendekatan pembangunan pertanian dengan input luar tinggi (High External Input Agriculture-HEIA) (Andoko, 2002).

Pertanian konvensional selain menimbulkan dampak negatif dari penggunaan pertisida sintesis, ternyata pemberian input berupa pupuk anorganik juga

menimbulkan masalah. Sulystiowati (1999) menyatakan bahwa akibat penggunaan pupuk kimia tanah menjadi keras, sehingga energi yang dibutuhkan untuk

mengolah tanah menjadi lebih berat. Cacing-cacing tanah yang berfungsi

menggemburkan tanah secara alami tidak mampu mengikuti kecepatan penguraian yang diperlukan manusia.


(19)

Pupuk anorganik selain dapat menurunkan kandungan bahan organik dalam tanah ternyata menyebabkan kecenderungan penurunan pH pada lahan pertanian. Pemakaian pupuk kimia seperti urea dan ZA secara terus menerus membuat kondisi tanah semakin masam. Penggunaan pupuk N-sintetik secara berlebihan juga menurunkan efisiensi P dan K serta memberikan dampak negatif seperti gangguan hama dan penyakit (Musnawar, 2003).

Peningkatan produksi tomat yang tinggi perlu adanya budidaya tanaman tomat yang baik. Salah satu unsur budidaya tanaman adalah pemupukan. Pupuk kompos EM merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan pada pertanian saat ini. Pupuk kompos adalah pupuk organik (dari bahan jerami, pupuk kandang, sampah organik, dll) hasil fermentasi dengan teknologi EM-4 yang dapat digunakan untuk menyuburkan tanah dan menekan pertumbuhan patogen dalam tanah, sehingga efeknya dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman (Alex, 2011).

Bahan organik kompos berpengaruh langsung terhadap sifat fisika tanah. Menurut Leiwakabessy, Wahjudin, dan Suwarno (2003) fungsi bahan organik adalah (1) memperbaiki struktur tanah, (2) menambah ketersediaan unsur N, P, dan S, (3) meningkatkan kemampuan tanah mengikat air, (4) memperbesar kapasitas tukar kation (KTK), dan (5) mengaktifkan mikroorganisme. Hal ini disebabkan karena kompos banyak mengandung asam-asam organik seperti asam malat, asam laktat, asam oksalat, asam sitrat, asam amino dan lainnya. Asam-asam organik tersebut merupakan pelaku agregasi, sehingga penggunaan kompos dapat meningkatkan agregasi dan kestabilan agregat pada tanah-tanah yang peka erosi (Alex,2011).


(20)

Rachman, Djuniwati, dan Idris (2008) melaporkan bahwa penambahan bahan organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan selain menambah bahan organik tanah juga memberikan kontribusi terhadap ketersediaan hara N, P, dan K, serta mengefisienkan penggunaan anorganik.

Larutan MOL merupakan larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia di alam seperti bonggol pisang, maja, lamtoro dll. Larutan MOL mengandung unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro (Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe), selain itu memiliki manfaat diantaranya dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosae sehingga meningkatkan kemampuan

fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara, dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca, dan serangan patogen penyebab penyakit, merangsang pertumbuhan cabang produksi, serta

meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah, serta mengurangi gugurnya daun, bunga dan bakal buah (Redaksi Agromedia, 2009). Bahan utama dalam larutan MOL terdiri dari tiga komponen yaitu

1. Karbohidrat. Bahan yang dibutuhkan bakteri/mikroorganisme sebagai sumber energi. Karbohidrat dapat diperoleh antara lain dari air cucian beras, nasi basi, singkong, gandum, dedak/bekatul dan lain – lain.

2. Glukosa. Bahan yang dibutuhkan bakteri/mikroorganisme sebagai sumber energi yang bersifat spontan (cepat digunakan oleh bakteri). Glukosa dapat


(21)

diperoleh dari gula pasir, gula merah, molases, air gula, air kelapa, air nira dan lain – lain.

3. Sumber bakteri (mikroorganisme lokal). Sumber bakteri dapat diperoleh antara lain dari buah – buahan busuk, sayuran busuk, keong mas, nasi basi, rebung bambu, bonggol pisang, urin sapi, urin kelinci, tapai singkong, buah maja,dan kotoran hewan. Bakteri dalam larutan MOL tidak hanya mengandung satu jenis bakteri saja tetapi bisa mengandung beberapa bakteri, sepertiRhizobiumsp, Azospirilliumsp, Azotobactersp,

Pseudomonassp, Bacillussp, danBakteri pelarut phospat (Purwasasmita, 2009b).

Hasil penelitian Ekamaida (2008) menunjukkan bahwa pemberian kompos MOL dapat meningkatkan ketersediaan sifat fisik tanah (pasir, liat, debu) dan

meningkatkan unsur hara tanah yaitu kadar karbon, N total tanah, P-tersedia tanah, kalium, natrium, kalsium, magnesium, kapasitas tukar kation tanah, pH, C/N tanah dan KB tanah. Pemberian Kompos MOL juga dapat meningkatkan populasi mikroba tanah dan penggunaan kompos MOL jauh lebih baik dibandingkan dengan penggunaan pupuk anorganik. Herniawati dan Nappu (2012) melaporkan bahwa larutan MOL dapat berfungsi sebagai dekomposer, pupuk hayati dan sebagai pestisida organik ramah lingkungan serta MOL bermanfaat sebagai salah satu cara untuk mengatasi pencemaran lingkungan oleh limbah pertanian dan rumah tangga, memperbaiki kualitas tanah dan tanaman, memperkaya biota tanah


(22)

dan menghasilkan produk yang aman dan sehat untuk mendukung pertanian organik.

Pupuk organik cair juga berperan sebagai komponen bioreaktor yang bertugas menjaga proses tumbuh tanaman secara optimal. Fungsi dari bioreaktor sangatlah kompleks antara lain penyuplai nutrisi melalui mekanisme eksudat, kontrol mikroba sesuai kebutuhan tanaman, menjaga stabilitas kondisi tanah menuju kondisi yang ideal bagi pertumbuhan tanaman, bahkan kontrol terhadap penyakit yang dapat menyerang tanaman (Purwasasmita, 2009b).

Pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan konsentrasi atau dosis yang diaplikasikan terhadap tanaman. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair melalui daun memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik daripada pemberian melalui tanah (Hanolo, 1997). Semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin tinggi, begitu pula dengan semakin seringnya aplikasi pupuk daun yang dilakukan pada tanaman, maka kandungan unsur hara juga semakin tinggi. Namun pemberian dengan dosis yang berlebihan justru akan mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada tanaman (Suwandi dan Nurtika, 1987).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair dosis 10 liter/ha merupakan aplikasi pupuk yang paling baik dalam menghasilkan bobot segar polong buncis per hektar yaitu sebesar 8,07 ton, sedangkan frekuensi pemberian pupuk organik cair dua kali penyemprotan adalah aplikasi


(23)

penyemprotan yang paling baik dalam menghasilkan bobot segar polong buncis yaitu 7,58 ton per hektar (Rizqiani, Ambarwati, danYuwono, 2007).

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut :

1. Apakah kompos lamtoro yang digunakan sebagai pupuk organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tomat?

2. Larutan MOL manakah yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman tomat agar hasil tomat meningkat?

3. Apakah interaksi antara larutan MOL dengan kompos lamtoro dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tomat?

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

1. Membandingkan pengaruh pemberian kompos lamtoro dan tanpa kompos lamtoro dalam pertumbuhan dan produksi tanaman tomat.

2. Membandingkan dan menentukan larutan MOL yang tepat dari lima larutan MOL yang diujikan untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tomat.

3. Menentukan interaksi yang tepat antara kompos lamtoro dengan lima larutan MOL yang diujikan sebagai larutan MOL terbaik dalam meningkatkan hasil tomat.


(24)

3.2. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Skema kerangka pemikiran tentang pupuk organik cair MOL dan kompos lamtoro.

Skema diatas (Gambar 1) menunjukkan bahwa kompos yang dibuat dari daun lamtoro dan difermentasikan dengan EM-4 dapat digunakan untuk menyuburkan tanah dan menekan pertumbuhan patogen dalam tanah, sehingga efeknya dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Sedangkan MOL sebagai cairan hasil proses fermentasi dari bahan-bahan alami yang disukai sebagai media hidup dan berkembangnya mikroorganisme yang berguna untuk mempercepat penghancuran bahan organik/decomposer atau tambahan nutrisi, sehingga MOL dapat digunakan sebagai pupuk organik cair yang mengandung unsur hara mikro dan makro serta bakteri-bakteri perombak bahan organik serta dapat


(25)

meningkatkan hasil produksi tomat. Selain itu MOL juga dapat digunakan sebagai pestisida nabati.

3.3. Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :

1. Pemberian pupuk kompos lamtoro sebagai pupuk organik akan meningkatkan hasil tanaman tomat.

2. Larutan MOL (mikro organisme lokal) akan meningkatkan hasil tanaman tomat.

3. Interaksi antara pupuk kompos lamtoro dengan larutan MOL akan meningkatkan hasil tanaman tomat.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk mempelajari sistem pertanian berkelanjutan dengan cara mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia secara bertahap dalam budidaya tanaman tomat. Petani diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia dan mulai memanfaatkan bahan-bahan alami yang tersedia di sekitar lingkungan seperti kotoran hewan dan sisa-sisa tanaman untuk dijadikan bahan organik kompos pengganti pupuk kimia dan larutan MOL.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agro-ekologi Tanaman Tomat

Tanaman tomat dapat tumbuh subur di berbagai ketinggian tempat, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi disesuaikan dengan jenis varietasnya.

Tanaman tomat dapat hidup pada ketinggian 1.000 – 1.250 meter dari permukaaan laut. Tanaman tomat juga tidak menyukai banyak hujan dan sinar matahari yang terik sehingga tomat lebih cocok ditanam di daerah pegunungan yang kering dan sejuk (Redaksi Agromedia, 2009).

Tanaman tomat membutuhkan penyiraman air yang cukup. Daerah yang cocok untuk bertanam tomat memiliki kisaran intensitas curah hujan antara 750 – 1.250 mm per tahun atau merata sepanjang tahun. Tanaman tomat menghendaki

kelembaban yang cukup dan seimbang antara kelembaban udara dan kelembaban tanah (Redaksi Agromedia, 2009).

Faktor iklim sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman tomat. Tanaman tomat memerlukan penyinaran matahari minimal 8 jam per hari karena untuk

pembentukan klorofil, pertumbuhan tanaman, dan kualitas produksi tanaman. Tanaman tomat juga membutuhkan suhu rata-rata tahunan berkisar 24oC – 28oC pada siang hari dan 15oC – 20oC pada malam hari (Bina Karya Tani, 2009). Pertumbuhan tanaman tomat akan lebih baik ditanam pada tanah yang datar atau sedikit miring, solum dalam dan mempunyai drainase yang baik, liat mengandung


(27)

pasir, gembur, banyak mengandung bahan organik dan permiabilitas sedang. Tanaman tomat dapat tumbuh optimal pada tanah dengan pH 5,5 – pH 6,8 tetapi tanaman tomat masih toleran pada derajat keasaman dengan pH 5 – pH 7. Derajat keasaman tanah berpengaruh terhadap kegiatan organisme tanah terutama dalam penguraian bahan organik tanah dan tersedianya zat-zat hara yang dapat diserap oleh tanaman (Bina Karya Tani, 2009).

2.2. Pertanian Organik

Pertanian organik menurut pakar pertanian barat merupakan hukum pengembalian (low of return) yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanian maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman. Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman bukan memberi makanan langsung pada tanaman

(Sutanto, 2002).

Sistem pertanian organik mengutamakan penggunaan bahan organik dan

pendaurulangan limbah sistem pertanian berbasis bahanhigh input energy (bahan fosil) seperti pupuk kimia dan pestisida yang dapat merusak sifat-sifat tanah dan pada akhirnya menurunkan produktifitas tanah untuk waktu yang akan datang. Sistem pertanian alternatif yang menggunakan teknologi masukan rendah (low input energy) diyakini mampu memelihara kesuburan tanah dan kelestarian


(28)

lingkungan sekaligus dapat mempertahankan atau meningkatkan produktifitas tanah (Nuryani dan Handayani, 2003).

Pertanian organik (organik farming) awalnya berkembang di kota Paris, Prancis. Ide diciptakannya sistem pertanian ini timbul dari banyaknya kotoran kuda yang terdapat di dalam kota, yang perlu ditangani secara serius untuk tujuan kebersihan dan kesehatan. Dari tumpukan kotoran kuda yang tebalnya 50 cm maka dilakukan penanaman tanaman secara intensif. Selanjutnya, sistem ini diintroduksikan ke Australia dan Amerika, di mana dalam pengembangannya jumlah pupuk kandang dikurangi, namun memasukkan unsur pengerjaan tanah secara intensif dan

penggunaan tanaman hidup dalam tanaman ganda sebagai mulsa hidup, serta penggunaan kompos. Prinsip dasar pertanian organik adalah penggunaan bahan-bahan organik pada tahapan budidaya, dan menjaga

keselarasan/keharmonisan atau inter-relasi di antara komponen ekosistem

(manusia, hewan , tanaman, dan sumber daya alam) secara berkesinambungan dan lestari (Zulkarnain, 2009).

Perkembangan pertanian organik di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan pertanian organik dunia, bahkan dapat dikatakan pemicu utama pertanian organik domestik adalah tingginya permintaan hasil pertanian organik di negara-negara maju. Hal ini dipicu oleh (1) menguatnya kesadaran lingkungan dan gaya hidup alami dari masyarakat, (2) dukungan kebijakan pemerintah nasional, (3) dukungan industry pengolahan pangan, (4) dukungan pasar konvensional (supermarket menyerap 50% produk pertanian organik), (5) adanya harga


(29)

premium di tingkat konsumen, (6) adanya label generik, (7) adanya kampanye nasional pertanian organik secara gencar (Surono, 2007).

Indonesia yang beriklim tropis dengan topografi yang beragam, mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi, memungkinkan budidaya beragam sayur-sayuran, seperti sayuran daun, batang, buah, dan umbi. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian organik di Indonesia memiliki prospek yang baik karena peluang

aplikasi yang cukup besar. Selain itu, kesadaran masyarakat akan lingkungan yang bersih dan aman serta pemahaman akan hidup sehat yang makin meningkat

merupakan dasar yang baik bagi pengembangan produk yang aman dan sehat untuk dikonsumsi. Secara morfologi, sayuran organik memiliki penampilan yang lebih alami dengan rasa yang lebih enak, renyah, halus, kurang berserat

(Zulkarnain, 2009).

Secara kuantitatif kandungan pupuk organik lebih sedikit dibanding dengan pupuk anorganik dalam satuan volume yang sama. Tetapi dengan aplikasi yang terus menerus dalam waktu tertentu berpengaruh lebih positif, baik secara fisika, kimia maupun biologi (Musnawar, 2004). Bentuk pupuk organik yang memiliki tingkat kebaikan yang cukup banyak adalah bentuk granuler dibandingkan dengan bentuk remah (crumble), butiran (prill), lempengan (flake) (Simanungkalit, 2006).


(30)

2.3. Bahan Organik dan Kompos 2.3.1 Bahan Organik

Bahan organik merupakan salah satu penyusun tanah, yang berperan penting dalam merekatkan butiran tanah primer menjadi butiran sekunder untuk

membentuk agregat tanah yang mantap. Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3% – 5% tetapi

pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Bahan organik di dalam tanah biasanya terdapat pada lapisan atas setebal 10 – 15 cm. jumlah dan ketebalan lapisan atas ini bergantung pada proses yang terjadi seperti pelapukan,

penambahan mineralisasi, erosi, pembongkaran, dan pencucian (leaching), serta pengaruh lingkungan seperti drainase, kelembaban, suhu, ketinggian tempat, dan keadaan geologi (Suhardjo, Supartini, dan Kurnia, 1993). Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya juga terhadap pertumbuhan tanaman adalah :

a. Sebagai regulator yaitu memperbaiki struktur tanah. b. Sumber unsur hara N,P,S, unsur mikro dan lain-lain. c. Menambah kemampuan tanah untuk menahan air.

d. Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (Kapasitas tukar kation tanah menjadi tinggi).


(31)

Tanah yang kaya bahan organik bersifat lebih terbuka sehingga aerasi tanah lebih baik dan tidak mudah mengalami pemadatan daripada tanah yang mengandung bahan organik rendah. Tanah yang kaya bahan organik mempunyai warna yang lebih kelam, menyerap sinar matahari lebih banyak, lebih banyak oksigen dan air yang diserap oleh perakaran tanaman, lebih sedikit hara yang terfiksasi oleh mineral tanah sehingga yang tersedia bagi tanaman lebih besar (Sutanto, 2002). Bahan organik dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar dan bahan organik halus (humus). Humus berasal dari hancuran bahan organik kasar serta

senyawa-senyawa baru yang dibentuk dari hancuran bahan organik tersebut melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah. Humus merupakan senyawa yang resisten (tidak mudah hancur) berwarna hitam atau coklat dan mempunyai daya menahan air dan unsur hara yang tinggi (Hardjowigeno, 1987).

2.3.2 Kompos

Pupuk kompos EM merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan pada pertanian saat ini. Pupuk kompos adalah pupuk organik (dari bahan jerami, pupuk kandang, sampah organik, dll) hasil fermentasi dengan teknologi EM-4 yang dapat digunakan untuk menyuburkan tanah dan menekan pertumbuhan patogen dalam tanah, sehingga efeknya dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman (Alex, 2011).


(32)

Bahan organik kompos berpengaruh langsung terhadap sifat fisika tanah. Hal ini disebabkan karena kompos banyak mengandung asam-asam organik seperti asam malat, asam laktat, asam oksalat, asam sitrat, asam amino dan lainnya. Asam-asam organik tersebut merupakan pelaku agregasi, sehingga penggunaan kompos dapat meningkatkan agregasi dan kestabilan agregat pada tanah-tanah yang peka erosi (Alex, 2011). Hakim, Adiningsih, dan Rochayati (1986) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dapat menambah cadangan unsur hara di dalam tanah, memperbaiki struktur tanah dan menambah kandungan bahan organik.

Pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah diantaranya, dapat memperbaiki pH tanah, meningkatkan kandungan C – organik, meningkatkan KTK tanah karena bahan organik mempunyai daya jerap kation yang lebih besar daripada koloid liat dan dapat melepaskan P dari P terfiksasi manjadi P – tersedia bagi tanaman. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman pangan (Suwardi, 1997). Endriani (2003)

melaporkan bahwa pemberian kompos selain meningkatkan produksi sayuran juga mempertinggi kandungan vitamin C dalam sayuran tersebut. Penelitian Rahman, Rukka, dan Vibrina (2008) menunjukkan pemberian kompos memberikan respon yang baik terhadap pertumbuhan tanaman sawi yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat basah pada saat panen.

Keuntungan lain dengan pemakaian kompos adalah dapat dibuat dari berbagai sumber bahan organik dan dalam waktu relatif singkat (1 – 2 minggu), sehingga dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk. Hal ini dapat membantu petani


(33)

dalam menyediakan pupuk organik dalam jumlah cukup dan dengan waktu singkat. Oleh karena itu, penggunaan kompos diharapkan dapat dengan cepat memberi pengaruh terhadap proses perbaikan sifat fisik dan kimia tanah, dan penyediaan hara bagi tanaman dengan mudah, cepat dan murah (Endriani, 2003). 2.4. Kompos Lamtoro

Lamtoro, petai cina, atau petai selong adalah sejenis perdu dari suku Fabaceae (Leguminosae, polong-polongan) yang digunakan dalam penghijauan atau pencegahan erosi. Tanaman lamtoro berasal dari Amerika tropis, tanaman ini sudah ratusan tahun dimasukkan ke Jawa untuk kepentingan pertanian dan kehutanan, dan kemudian menyebar ke pulau-pulau yang lain di Indonesia (Soerodjotanoso,1993).

Daun lamtoro banyak sekali digunakan untuk pakan ternak, terutama ternak dari golangan ruminansia. Biji dan daun lamtoro banyak mengandung mimosin sejenis asam amino hingga 4% dari berat keringnya. Mimosin yang tinggi dapat

menyebabkan kerontokan rambut pada ternak non-ruminansia. Selain Pakan, tanaman lamtoro dapat di ekstrak sebagai pupuk cair terutama pada daunnya yang mengandung 3,84% N, 0,2% P, 2,06% K, 1,31% Ca, 0,33% Mg. Daun lamtoro juga dapat digunakan sebagai pestisida nabati (Soerodjotanoso,1993).

Penelitian Palimbungan, Labatar, dan Hamzah (2006) menunjukkan pupuk organik cair lamtoro dapat memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan tinggi tanaman dan berat segar tanaman sawi pada dosis 250 cc/liter air. Adanya respon yang baik dari pemberian pupuk organik cair lamtoro disebabkan oleh jenis


(34)

dan jumlah hara yang dikandung. Kandungan hara pada daun lamtoro terdiri-dari 3,84% N; 0,2% P; 2.06% K; 1,31% Ca; 0,33% Mg merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan oleh tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya (Soerodjotanoso,1993).

Kompos lamtoro merupakan jenis pupuk kompos yang sama dengan jenis pupuk kompos lainnya, yang difermentasikan dengan EM-4 digunakan untuk

menyuburkan tanah dan menekan pertumbuhan patogen dalam tanah, sehingga efeknya dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Hasil penelitian menunjukkan kandungan hara 3,84% nitrogen pada ekstrak daun lamtoro

menyebabkan pertumbuhan awal tanaman sawi akan terpacu secara optimal. Hal ini dapat dijadikan acuan bahwa kandungan kompos lamtoro sama dengan kandungan zat hasil penelitian, sehingga dapat digunakan sebagai pupuk organik (Palimbungan, Labatar, dan Hamzah. 2006).

2.5. Larutan MOL (Mikro Organisme Lokal)

Herniwati dan Nappu (2012) melaporkan bahwa pemanfaatan MOL merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kemandirian petani karena dalam

pembuatan dan pengaplikasiannya murah dan mudah dilaksanakan oleh petani dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada disekitarnya. Larutan MOL (Mikro Organisme Lokal) merupakan larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia di alam seperti bonggol pisang, maja, lamtoro dll. Larutan MOL mengandung unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro (Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe) dan juga mengandung bakteri yang


(35)

berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai agen pengendali hama dan penyakit tanaman (Syaifudin, Mulyani, dan Sulastri, 2010).

Peran MOL dalam kompos, selain sebagai penyuplai nutrisi juga berperan sebagai komponen bioreaktor yang bertugas menjaga proses tumbuh tanaman secara optimal. Fungsi dari bioreaktor sangatlah kompleks antara lain penyuplai nutrisi melalui mekanisme eksudat, kontrol mikroba sesuai kebutuhan tanaman, menjaga stabilitas kondisi tanah menuju kondisi yang ideal bagi pertumbuhan tanaman, bahkan kontrol terhadap penyakit yang dapat menyerang tanaman (Purwasasmita, 2009b).

Purwasasmita (2009b) melaporkan bahwa MOL memiliki tiga jenis komponen utama yaitu :

1. Karbohidrat seperti air cucian beras (tajin), nasi bekas, singkong, kentang, gandum.

2. Glukosa seperti dari gula merah diencerkan dengan air, cairan gula pasir, gula batu dicairkan, air gula, dan air kelapa.

3. Sumber bakteri seperti keong emas, kulit buah-buahan misalnya tomat, papaya, air kencing, atau apapun yang mengandung bakteri.

Larutan MOL mengandung unsur hara makro, mikro, dan mengandung

mikroorganisme yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan agen pengendali hama dan penyakit tanaman sehingga dapat


(36)

digunakan sebagai dekomposer, pupuk hayati, dan pestisida organik

(Purwasasmita, 2009b). Hasil analisis unsur hara dalam beberapa larutan MOL terdapat unsur hara makro (N, P, K) dan mikro (Fe, S, Zn), data tersaji pada Tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1. Kandungan unsur hara MOL

Larutan MOL pH C N P2O5 K2O S C/N Fe Zn

% % ppm me/100g % ppm ppm

Buah papaya 4,01 24,55 1,16 0,05 0,07 0,62 21 3,18 1,27 Daun cebreng 4,60 28,86 2,43 0,04 0,05 0,32 12 8,71 3,48 Bonggol pisang 3,69 26,82 1,73 1,10 0,13 0,34 16 3,30 1,32 Buah maja + Urin 4,59 23,82 1,70 0,07 0,09 0,44 14 5,03 2,01 Nasi 4,41 24,92 1,04 1,12 0,13 0,20 24 2,09 0,84 Ikan asin 3,66 23,47 1,66 1,32 0,36 0,23 14 3,49 1,40 Rebung 3,64 24,92 1,62 0,08 0,09 0,32 15 2,70 1,08 Sayuran 3,45 22,77 1,23 0,18 0,21 0,31 19 7,67 3,07 (Santosa, 2008).

Larutan MOL juga memiliki beberapa faktor yang menentukan kualitas larutan tersebut, antara lain media fermentasi, kadar bahan baku atau substrat, bentuk dan sifat mikroorganisme yang aktif didalam proses fermentasi, pH, temperatur, lama fermentasi, dan rasio C/N larutan MOL (Hidayat, 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi daun gamal dan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata terhadap kualitas larutan MOL. Perlakuan konsentrasi daun gamal 600 g/liter dengan lama fermentasi tiga minggu memiliki kualitas larutan MOL yang terbaik (Seni, Atmaja, dan Sutari, 2013). Hasil penelitian Mukhlis,

Purwaningsih, dan Anggorowati (2012) menunjukkan bahwa pemberian berbagai jenis MOL dapat memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah


(37)

yang sama serta kombinasi MOL sayuran dan buahan lebih efektif untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman bawang merah.

Larutan MOL juga berfungsi sebagai pestisida alami. Larutan MOL daun cebreng dan MOL buah maja terdapat 4 jenis bakteri yang mampu menekanRhizoctonia oryzae danCercospora sp secara invitro. Bakteri-bakteri yang menguntungkan dalam larutan MOL diduga berasal dari bahan dasar yaitu bagian tanaman (bagian permukaan tanaman) yang digunakan untuk cairan MOL. Bakteri yang sering ditemukan di daerah rizoplen antara lainAchromobacter, Azospirillum,

Azotobacter, Bacillus, Clostridium, Herbaspirillum, danPseudomonas. Selain itu bakteri yang diperoleh dari larutan MOL diduga mempunyai kemampuan sebagai perangsang pertumbuhan (Plant of Growth Promoting Rhizobacteria) (Santosa, 2008).

Kurnia, Arbianto, dan Aryantha (2003) melakukan analisis sampel larutan MOL berenuk, larutan MOL air kelapa, dan sampah dapur. Ditemukan dalam larutan MOL bernuk banyak mengandungBacillussp, Sacharomycessp, Azospirillumsp, danAzotobacter. Sedangkan MOL sampah dapur mengandungPseudomonas, Aspergilussp, danLactobacillus sp.

Syaifudin, Mulyani, dan Sulastri (2010) melaporkan uji antagonisme bakteri hasil isolasi terhadap Rhyzoctonia oryzae, diketahui ada 6 isolat bakteri yang

mempunyai kemampuan sebagai agen antagonis untuk jamurRhyzoctonia oryzae yaitu 1 isolat dari MOL berenuk, 1 isolat dari MOL bonggol pisang, 3 isolat dari MOL daun cebreng, 1 isolat dari MOL pucuk waluh. Uji organisme bakteri dari


(38)

19 isolat hasil dari isolasi MOL terhadap Cercospora oryzae menunjukkan 4 isolat bakteri memiliki kemampuan sebagai agen antagonis untuk menekan jamurC. oryzae., 2 dari MOL bernuk, 1 dari MOL daun cebreng, 1 dari MOL pisang. Setianingsih (2009) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa perlakuan priming dengan larutan MOL cebreng dapat meningkatkan daya kecambah benih padi, keserempakan tumbuh, panjang akar, berat brangkasan basah dan berat

brangkasan kering yang tinggi. MOL cebreng juga lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan produksi padi, dapat juga menekan serangan penyakit bercak daun oleh cendawanCercospora oryzae dengan tingkat serangan yang terendah. Penelitian Aktiviyani (2008) menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang berarti terhadap hasil panen padi dengan berbagai variasi perlakuan, sehingga tidak ada korelasi yang positif antara penambahan jumlah kompos dan MOL terhadap hasil panen padi. Rata-rata hasil panen adalah 4,29 ton/ha.

Penelitian Rizqiani, Ambarwati, danYuwono (2007) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair dosis 10 liter/ha merupakan aplikasi pupuk yang paling baik dalam menghasilkan bobot segar polong buncis per hektar yaitu sebesar 8,07 ton, sedangkan frekuensi pemberian pupuk organik cair dua kali penyemprotan adalah aplikasi penyemprotan yang paling baik dalam

menghasilkan bobot segar polong buncis yaitu 7,58 ton per hektar. Penelitian Parman (2007) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair 4 ml/liter memberikan hasil signifikan terhadap jumlah daun, diameter umbi kentang, berat basah tanaman dan berat basah umbi kentang.


(39)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Sukamarga Rajabasa Induk Kecamatan Rajabasa dari bulan Januari 2011 sampai dengan Juni 2011.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tomat varietas Permata yang diproduksi PT East West Seed Indonesia, gula aren, dedak

(bekatul), sekam padi, daun lamtoro, kapur dolomite, EM-4 yang di produksi oleh PT Songgo Langit Persada, air, bambo, label, biopestisida Pestona yang di

produksi oleh PT Nasa (insektisida), insektisida Matador 25 EC, Benlate, pestisida Antracol 70 WP, Regent 50 SC, dan pupuk urea, ZA, KCl, dan SP-36.

Alat – alat yang digunakan adalah plastik, oven, eksikator, timbangan analitik, pipet, hand refractometer, mulsa hitam perak.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian diterapkan menurut rancangan split plot 2 x 6 yang di susun dalam rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan dan pemisahan nilai tengah dilakukan dengan menggunakan uji BNT pada taraf nyata 5%. Pada penelitian ini perlakuan diaplikasikan dengan dua faktor. Faktor pertama adalah tanpa kompos lamtoro (M0) sebagai kontrol dan kompos lamtoro dosis 20 ton/ha (M1), faktor kedua


(40)

adalah larutan MOL dengan lima perlakuan MOL yang terdiri dari MOL rebung (Bamboo sp) dosis 5 ml/ liter (E1), MOL buah busuk dosis 5 ml/liter (E2), MOL urin dosis 5 ml/liter (E3), MOL bonggol pisang dosis 5 ml/liter (E4), MOL cebreng (Gliricida sepium) dosis 5 ml/liter (E5) dan tanpa pemberian MOL sebagai kontrol (E0).

Gambar 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian yang meliputi benih tomat varietas permata (A), Larutan EM4 untuk pembuatan kompos (B), Daun lamtoro untuk bahan kompos lamtoro (C), dan biopestisida Pestona dan pestisida biologi BVR (D).

A

B


(41)

3.4. Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Pembibitan

Benih tomat varietas Permata disemai dalam polibag . Media disiapkan 1 minggu sebelum penyemaian benih. Media penyemaian adalah campuran tanah yang sudah di ayak, pupuk kandang, dan pasir bersih dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Sebelum dilakukan penyemaian perlu dilakukan pemilihan benih yang bernas untuk mengurangi persentase kegagalan perkecambahan. Pemilihan ini dilakukan dengan merendam benih tomat di dalam air selama ± 2 jam. Persemaian diberi naungan agar tidak terkena sinar matahari langsung dan derasnya curahan air hujan. Persemaian dijaga agar tidak kekeringan, penyiraman cukup dilakukan 1 kali sehari yaitu pada waktu pagi atau sore hari. Dalam pemindahan bibit tomat yang perlu diperhatikan adalah saat pindah tanam, yaitu diusahakan tanah semai tetap utuh. Bibit siap dipindahkan ke lapang setelah berumur 14 hari setelah tanam atau bibit yang telah memiliki 3 – 5 helai daun sejati. Bibit yang akan ditanam di lahan dipilih yang baik yaitu batangnya tegar, warna daun hijau, tidak


(42)

Gambar 3. Pembibitan benih tomat dalam polybag dan bibit tomat yang siap dipindahkan dilahan.

3.4.2 Persiapan Tanam

Sebelum tanah diolah dilakukan pengambilan sampel tanah untuk dianalisis. Analisis diperlukan untuk mengetahui kandungan hara tanah terutama N, P, K, C-organik serta pH tanah. Selanjutnya dalam pengolahan tanah percobaan dibuat petakan – petakan tanah yang dicangkul sedalam 30 – 40 cm kemudian dibuat bedengan – bedengan dengan ukuran lebar 100 cm , panjang 400 cm dan tinggi 40 cm. Permukaan bedengan diratakan kemudian ditutup dengan plastik mulsa hitam perak. Pada bedengan dibuat lubang tanam dengan jarak tanam 50 x 50 cm dan jarak antar ulangan 0,5 m. Setiap lubang tanam diberi kompos lamtoro 0,5 – 1 Kg atau ± 20 ton/ha.


(43)

Gambar 4. Pengolahan tanah untuk penanaman (A), Bedengan yang telah siap untuk penanaman (B), Tanah bedengan yang diberi kapur dolomit (C), Bedengan yang telah diberi mulsa dan lubang tanam untuk pindah tanam bibit tomat (D).

Tabel 2. Analisis Tanah Awal Sebelum Penelitian

No Parameter Satuan Hasil Analisis Harkat 1. pH - 5,48 Masam 2. Nitrogen (N) % 0,27 Sedang

3. Posfor (P2O5) ppm 3,28 Sangat rendah 4. Kalium(K2O) me/100g 20,34 Rendah

5. C – Organik % 2,01 Sedang 6. C/N - 7,48 Sangat rendah 7. KTK me/100g 15,14 Rendah 8. Tekstur :

Pasir % 36,20 Rendah Debu % 20,40 Rendah Liat % 43,40 Tinggi Sumber : Hasil analisis Laboratorium Tanah Politeknik Negeri Lampung

A

B


(44)

3.4.3 Pengomposan dan Pembuatan Larutan MOL

Kompos yang berasal dari daun lamtoro (Kotak 1) dibuat sebelum melakukan penelitian. Kompos tersebut setelah selesai dibuat selanjutnya di analisis untuk mengetahui kandungan N, P, K, C-organik dan pH. Kompos diberikan seminggu sebelum menanam bibit tomat pada lubang tanam yang telah dipersiapkan dengan dosis aplikasi yaitu 0 ton/ha dan 20 ton/ha.

Tabel 3. Analisis Pupuk Kompos Lamtoro

No Parameter Satuan Hasil Analisis Harkat 1. pH - 7,18 Netral 2. Nitrogen (N) % 0,83 Sangat tinggi 3. Posfor (P2O5) ppm 0,37 Sangat rendah 4. Kalium(K2O) me/100g 0,22 Rendah

5. C – Organik % 19,25 Sangat tinggi 6. C/N - 23,24 Tinggi Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Tanah Politeknik Negeri Lampung

Larutan MOL berasal dari rebung (Bamboo sp), buah – buahan busuk, bonggol pisang, cebreng, dan urin (Kotak 2 dan Kotak 3) dibuat sebelum melakukan penelitian. Larutan MOL tersebut difermentasikan selama 14 hari dan diaplikasikan 2 hari sekali setelah bibit tomat berumur 21 hari.

Penanaman dilakukan setelah bibit hasil semaian pada polibag berumur 14 hari. Kegiatan pemeliharaan meliputi penyiraman, pemberian ajir, penyiangan gulma dan pengendalian hama penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari, yaitu pada pagi atau sore hari kecuali hujan. Pemberian ajir dilakukan saat tomat mencapai


(45)

ketinggian 20 – 25 cm. Ajir yang digunakan berukuran 1,5 m terbuat dari bambu. Gulma dikendalikan secara manual dengan menggunakan cangkul, sedangkan pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan memberikan biopestisida dan insektisida.

Cara membuat kompos daun lamtoro Bahan – bahan :

 500 Kg daun lamtoro kering  200 Kg pupuk kandang  50 Kg dedak halus  50 Kg sekam padi  250 gr gula aren  1 liter EM4  20 liter air Cara membuat :

 Disiapkan lubang pemeraman dengan luas 4 m2 dengan kedalaman 0,6 m.  Lubang dilapisi plastik hingga tertutup seluruh permukaan lubang.

 Daun lamtoro kering, pupuk kandang, dedak, sekam padi dimasukkan dalam lubang dan dicampur rata (bahan 1).

 Gula aren, EM4, dan air dicampur kemudian disiramkan pada bahan 1

 Tutup bahan tersebut dengan plastik dan difermentasikan selama 1 bulan dan jangan terkena sinar matahari. Bila suhu bahan naik hingga lebih 50oC, bahan dibolak balik.  Setelah 1 bulan disimpan kompos siap digunakan.


(46)

Gambar 5. Pencampuran bahan yang digunakan untuk pembuatan kompos lamtoro

Cara membuat larutan MOL (bonggol pisang, rebung, cebreng, dan buah –buahan busuk).

Bahan – bahan :

 1 Kg bonggol pisang, rebung, cebreng (bahan 1)  5 Kg buah – buahan busuk (bahan 2)

 1,5 ons gula aren  1 liter air kelapa  1 liter urin sapi Cara membuat :

 Bonggol pisang, rebung, cebreng dipotong – potong sedangkan buah – buahan busuk diblender kemudian disaring.

 Gula aren, air kelapa, dan urin sapi dicampur pada bahan 1 dan 2

 Seluruh campuran bahan dimasukkan ke dalam wadah dan dibiarkan agar memadat.  Campuran bahan dalam wadah tersebut ditutup rapat dan diberi lubang agar gas dapat

dikeluarkan selama fermentasi.

 Campuran bahan difermentasikan selama 2 minggu

 Setelah 2 minggu difermentasi kemudian diperas dan diambil sarinya, pupuk siap digunakan.

Kotak 2. Teknik pembuatan larutan MOL (bonggol pisang, rebung, cebreng, dan buah – buahan busuk).


(47)

Gambar 6. Bahan – bahan yang digunakan untuk membuat larutan MOL

Gambar 7. Larutan MOL yang siap digunakan


(48)

Cara membuat larutan MOL urin Bahan – bahan :

 1 liter urin sapi  1 liter air kelapa Cara membuat :

 Urin dan air kelapa dicampurkan di dalam wadah tertutup dan diberi lubang agar gas dapat dikeluarkan selama fermentasi.

 Campuran bahan difermentasikan selama 2 minggu  Setelah 2 minggu difermentasi pupuk siap digunakan. Kotak 3. Teknik pembuatan larutan MOL urin

8.1..4 Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman

Bibit tomat ditanam setelah berumur 14 hari setelah tanam pada polibag, hal yang perlu diperhatikan dalam pemindahan bibit ke lapangan adalah kondisi tanah dalam polibag tidak hancur, sehingga akar bibit tomat tidak rusak.

Kemudian, untuk mengendalikan hama ulat digunakan pestisida organik Pestona dengan dosis 5 cc – 10 cc/liter, sedangkan untuk mengendalikan hama walang sangit digunakan BVR dengan dosis 1 – 2 gr/liter. Pestisida organik tersebut diaplikasikan secara bergantian 2 minggu sekali.

Untuk mengendalikan penyakit tanaman busuk daun digunakan fungisida Dithane M – 45 dengan dosis 1,6 – 2,4 Kg/ha dan disemprotkan 1 minggu sebelum panen. Panen buah tomat mulai umur 70 – 93 hst, sebaiknya tomat dipanen saat buah sudah sampai pada fase semburat (breaker stage).


(49)

Gambar 8. Bibit tanaman tomat umur 14 HST yang telah dipindahkan ke lahan (A), Penyemprotan larutan MOL (B).

Tabel 4. Analisis Tanah Setelah Penelitian

No Parameter Satuan Hasil Analisis Harkat 1. pH - 5,88 Masam 2. Nitrogen (N) % 0,19 Rendah

3. Posfor (P2O5) ppm 5,24 Sangat rendah 4. Kalium(K2O) me/100g 14,62 Rendah

5. Kalium(K-dd) me/100g 0,22 Sangat rendah 6. C – Organik % 0,83 Rendah 7. C/N - 4,26 Sangat rendah

8. KTK me/100g 5,02 Sangat rendah Sumber : Hasil analisis Laboratorium Tanah Politeknik Negeri Lampung

8.5 Pengamatan

Untuk menguji kesahihan kerangka pemikiran dan hipotesis yang diajukan maka dilakukan pengamatan terhadap variabel – variabel berikut :


(50)

1. Analisis Tanah Sebelum Penelitian

Analisis tanah dilakukan dengan cara mengambil sampel tanah pada lapisan olah tanah sedalam 20 cm dengan sistem zigzag. Parameter yang diukur adalah pH, N total, P tersedia, K total, C organic, tekstur, dan KTK.

2. Analisis Tanah Setelah Penelitian

Analisis tanah dilakukan dengan cara mengambil sampel tanah pada lapisan olah tanah sedalam 20 cm dengan sistem zigzag. Parameter yang diukur adalah pH, N total, P2O5, K2O, K-dd, C-organik, rasio C/N, KTK.

3. Analisis Kompos Lamtoro

Analisis kompos lamtoro dilakukan sebelum kompos diaplikasikan ke lahan. Parameter yang diukur adalah pH, N total, P tersedia, K, C organik.

4. Analisis Bakteri Larutan MOL

Analisis bakteri dilaksanakan di Laboratorium HPT Universitas Lampung. Analisis ini dilakukan setelah larutan MOL difermentasikan selama 2 minggu. 5. Analisis Pertumbuhan Tanaman Tomat

5.1 Laju Tumbuh Tanaman (LTT)

Laju tumbuh tanaman diukur 2 kali pada saat tanaman tomat berumur 27 – 37 HST dan 37 – 47 HST. Laju tumbuh tanaman dihitung dengan rumus :


(51)

Keterangan :

W2 = bobot kering total tanaman pada waktu t2. W1 = bobot kering total tanaman pada waktu t1. t2 = waktu pengamatan sesudah t1.

t1 = waktu pengamatan tertentu. A = luas lahan tempat tumbuh. (Gardneret al, 1991)

6. Analisis Serapan Hara N, P, dan K Daun

Serapan N, P, dan K daun di analisis pada tanaman yang berumur 27 – 37 HST. Daun diambil sebanyak 20 – 30 daun kemudian dinalisis. Analisis dilakukan di Laboratorium Tanah Politeknik Negeri Lampung.


(52)

7. Analisis Pertumbuhan Vegetatif

7.1 Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur berumur 27 hari setelah tanam sampai awal pembentukan bunga pada tanaman (56 hari setelah tanam).

7.2 Bobot Brangkasan (g)

Pengamatan bobot brangkasan dilakukan pada masa vegetative maksimal diamati dilapang umur sekitar 37 – 57 HST. Bobot brangkasan yaitu akar, batang, daun, dan bunga yang dikeringkan didalam oven pada suhu 80oC selama 48 jam (sampai beratnya konstan).

7.3 Distribusi Fotosintat (%)

7.3.1 Distribusi fotosintat akar Rumus Distribusi Fotosintat Akar :

7.3.2 Distribusi fotosintat batang Rumus Distribusi Fotosintat Batang :


(53)

7.3.3 Distribusi fotosintat daun Rumus Distribusi Fotosintat Daun :

8. Produksi Tanaman Tomat

8.1 Jumlah Buah Tomat (butir/tanaman).

Jumlah buah dari panen umur 71 HST – 93 HST diambil lima sampel tanaman dengan kriteria setengah dari bagian buahnya sudah berwarna kuning

kemerahan (fase semburat/ breaker). 8.2 Produksi Buah per Tanaman (g).

Sejumlah buah dari lima sampel tanaman per petak perlakuan, dipanen

kemudian ditimbang bobot buahnya, dengan kriteria buah sudah setengah dari bagian buahnya berwarna kuning kemerahan (fase semburat/breaker). Data dirata-ratakan dari panen ke dua dan ke tiga.

8.3 Produksi Buah per Petak (g).

Sejumlah buah dari 1 petak perlakuan, dipanen kemudian ditimbang bobot buahnya, minimal lima sampel tanaman per petak perlakuan.


(54)

Gambar 9. Buah tomat siap panen (A), Buah tomat yang telah di panen (B), Buah tomat yang layak jual (C), Buah tomat yang tidak layak jual (D).

9. Kualitas Buah Tomat

9.1 Kandungan Gula Total (oBrix)

Kadar gula total diukur dengan refractometer. Buah tomat dibelah menjadi dua bagian kemudian peras buah yang telah dipotong dan diteteskan cairan juice tomat tersebut pada permukaan kaca refractometer. Pembacaan skala

A

B


(55)

dilakukan dengan cara meneropong dan mengarahkan alat pada tempat yang terang.

Gambar 10. Alat refractometer yang digunakan untuk mengukur kadar gula (A), Pembacaan skala dengan meneropong dan mengarahkan pada tempat yang terang (B).


(56)

V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah

1. Kompos lamtoro tidak meningkatkan serapan hara N, P, K pada daun, bobot brangkasan, distribusi fotosintat, produksi buah dan kandungan gula pada tomat. Tetapi kompos lamtoro meningkatkan tinggi tanaman tomat. 2. Larutan MOL memberikan respon yang baik pada pertumbuhan tanaman

tomat. Larutan MOL bonggol pisang memberikan angka tertinggi pada laju tumbuh tanaman, larutan MOL cebreng memberikan angka tertinggi pada serapan N dan serapan K2O, sedangkan larutan MOL urin memberikan angka tertinggi pada tinggi tanaman.

3. Interaksi kompos lamtoro dan larutan MOL meningkatkan laju tumbuh tanaman tomat dan tinggi tanaman tomat.

3.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh pupuk kompos dan larutan MOL dengan tanaman dan dosis yang berbeda.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, J. 2000. Peranan Bahan Organik Tanah dalam Sistem Usaha Tani Konservasi. Pusat penelitian dan Pengembangan Peternakan. Jakarta. Adrianton, 2010. Pertumbuhan dan Nilai Gizi Tanaman Rumput Gajah pada

Berbagai Interval Pemotongan. Jurnal Agroland Vol. 17(3) : 192 – 197 Adrianton, 2011. Aspek Fisiologi Rumput Gajah Terhadap Interval dan Tinggi

Pemangkasan serta Pemberian Air Yang Berbeda. Media Litbang Sulteng Vol. 4(2) : 105 – 110

Aktiviyani, S. 2008. Pengelolaan Pemupukan pada Pertanian Padi Organik dengan Metode System of Rice Intensification (SRI) di Desa Sukakarsa Kabupaten Tasikmalaya. Tesis Pasca Sarjana PSDH-LHT SITH. ITB. Bandung. Alex, S. 2011. Sukses Mengolah Sampah Organik Menjadi Pupuk Organik.

Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Alfandi, 2006. Pengaruh Tinggi Pemangkasan (Ratoon) dan Pupuk Nitrogen Terhadap Produksi Padi (Oryza sativa L) Kultivar Ciherang. Jurnal Agrijati 2 : 1 – 7

Ameriana, M. 1995. Pengaruh Petunjuk Kualitas Terhadap Persepsi Konsumen Mengenai Kualitas Buah. Buletin Penelitian Hortikultura 27(4) : 8 – 14 Andoko, A. 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.108

hlm

Baharuddin, Badawi, dan Zaenab, M. 2005. Uji Efektivitas Formulasi Seed Coating Berbahan Aktif BakteriPseudomonas fluorescens danBacillus subtilis Untuk Pengendalian Penyakit Layu Fusarium (Fusarium

oxysporum) Pada Tanaman Tomat. Prosiding Seminar Ilmiah dan

Pertemuan Tahunan PBJ dan PFJ XVI Komda Sulsel. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fapertahut UNHAS.

Bina Karya Tani. 2009. Pedoman Bertanam Tomat. C.V.Yrama Widya. Jakarta.132 hlm.

Budianto, A.V.F, Farida, N.,Loru kii, K. 2007. Perbandingan Hasil Tanaman Jagung pada Kondisi Tanpa Pupuk, Dipupuk NPK dan Dipupuk Bokashi Kirinyu (Chromolaena odorata L). Agroteksos Vol. 17(1) : 39 – 45


(58)

Dewi, I.R. 2007. Rhizobacteria Pendukung Pertumbuhan Tanaman. Makalah Ilmiah. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Jatinangor.

Djazuli, M., Darwati, I., dan Rosita, S.M.D. 2001. Studi Pola Pertumbuhan dan Serapan Hara NPK Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb). Warta Tumbuhan Obat Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.

Ekamaida. 2008. Pengelolaan Lahan Pertanian Ramah Lingkungan Dengan Sistem Intensifikasi Tanaman Padi Melalui Pemanfaatan Mikroorganisme Lokal Dalam Pembuatan Kompos (Studi Kasus di Desa Sidodadi Kabupaten Deli Serdang). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatra Utara Medan. Endriani. 2003. Pengaruh Residu Bokashi Kotoran Sapi Terhadap Sifat Fisika

Ultisol dan Hasil Tanaman. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi, Jambi 2003. Gardner, P. F, R.B Pearce, R.L. Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plants

(Fisiologi Tanaman Budidaya : Terjemahan Herawati dan Susilo). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 428 hlm.

Hakim, Adiningsih, dan Rochayati. 1986. Peranan Bahan Organik dalam Meningkatkan Efisiensi Pupuk dan Produktifitas Tanah. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk. Puslitbang Bogor.

Hanolo, W. 1997. Tanggapan tanaman selada dan sawi terhadap dosis dan cara pemberian pupuk cair stimulant. Jurnal Agrotropika 1 (1) : 25 – 29. Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. 219

hlm.

Harjadi, S.S. 1993. Pengantar Agronomi. P.T. Gramedia. Jakarta. 238 hlm.

Hayati, E., Mahmud, T., dan Fazil, R. 2012. Pengaruh Jenis Pupuk Organik dan Varietas Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annum L). Jurnal Pertanian Vol 7(2) : 1 – 10.

Herniwati dan Nappu, B. 2011. Peran Dan Pemanfaatan Mikroorganisme Lokal (MOL) Mendukung Pertanian Organik. Buletin No. 5 : 1 – 7. BPTP Sulawesi Selatan Badan Litbang Pertanian Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

Hersanti. 2008. Potensi Bakteri Asal Beberapa Jenis MOL Sebagai Agen Pengendali Patogen dan Sebagai Perangsang Pertumbuhan Semai Tanaman Padi. Hasil Penelitian Internal. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Jatinangor. Hidayat. 2006. Mikrobiologi Industri. Andi Offset. Yogyakarta. 236 hlm.


(59)

Intara, Y.I., Sapei, A., Erizal, Sembiring, N., dan M.H. Bintoro, D. 2011.

Pengaruh Pemberian Bahan Organik Pada Tanah Liat dan Lempung Berliat Terhadap Kemampuan Mengikat Air. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol 16 (2) : 130 – 135

Juanda, D dan B. Cahyono. 2000. Ubi Jalar. Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta. 92 hlm.

Jumin, H.B. 1989. Dasar – Dasar Agronomi. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta. 238 hlm.

Kurnia, K.P., Arbianto, dan I.N.P. Aryantha. 2003. Studi Patogenitas Bakteri Entamopathogenik Lokal pada larvaHyposidra talaka WLK dan Optimasi Medium Pertumbuhannya. Seminar Bulanan Bioteknologi – PPAU

Bioteknologi ITB. 15 September 2004. Bandung.

Leiwakabessy, F.M., U.M. Wahjudin, dan Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Lingga, P. dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 110 hlm

Ma’sum, M., Soedarsono, J., dan Susilowati, L.E. 2003. Biologi Tanah. CPIU Pasca IAEUP, Bagpro. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia. Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Mukhlis, Purwaningsih, dan Anggorowati, D. 2012. Pengaruh Berbagai Jenis Mikroorganisme Lokal (MOL) Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah Pada Tanah Aluvial. Artikel Ilmiah Jurusan Budidaya Pertanian. Universitas Tanjungpura.

Musnawar, I.E. 2004. Pupuk Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. 106 hlm. Nuraeni, S. dan A.Fattah. 2007. Uji Efektivitas Bakteri AntagonisPsudomonas

flourescens danP. putida untuk MengendalikanP. solanacearum

penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Murbei. Jurnal Parennial. Vol 3(2) : 44 – 48

Nuryani, H. dan Handayani, S. 2003. Sifat Kimia Entisol Pada Sistem Pertanian Organik. Jurnal Penelitian Pertanian. Vol 10(2) : 63 – 69.

Palimbungan, N., R. Labatar.,dan F. Hamzah. 2006. Pengaruh Ekstrak Daun Lamtoro Sebagai Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Sawi. Jurnal Agrisistem. Vol 2(2) : 96 – 101.

Pantastico, E.B. 1989. Fisiologi Pasca Panen, Penangan, dan Pemanfaatan Buah – Buahan dan Sayur – Sayuran Tropika dan Subtropika (Terjemahan


(60)

Parman, S. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kentang (Solanum tuberosum L). Buletin Anatomi dan Fisiologi. Vol. XV(2) : 21 – 31.

Purnomo, D., Yunus, A., Budiastuti, S. 2011. Budidaya Padi Berwawasan Lingkungan Dengan MetodeSystem Of Rice Intensification (SRI) dan Penggunaan Pupuk Organik Cair. Jurnal EKOSAINS Vol 3(1) : 25 – 32. Purwasasmita, M. 2009a. Mengenal SRI (System of Rice Intensification). Penebar

Swadaya. Jakarta.

Purwasasmita, M. 2009b. Mikroorganisme Lokal Sebagai Pemicu Siklus

Kehidupan Dalam Bioreaktor Tanaman. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia, 19 – 20 Oktober 2010.

Rachman, I.A., S. Djuniwati, dan K. Idris. 2008. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk NPK Terhadap Serapan Hara dan Produksi Jagung di Inceptisol Ternate. Jurnal Tanah dan Lingkungan Vol 10(1) : 7 – 13.

Rahman, A., H. Rukka., dan L. Vibriana. 2008. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi dengan Pemberian Bokashi. Jurnal Agrosistem. Vol 4(2) : 75 – 80.

Rahman, R. 1997. Uji efektivitas bakteri rhizofer (Group Fluorescent

Pseudomonas) sebagai Plant Growth – Promoting Rhizobacteria (PGPR) dan penekanannya terhadap penyakit layu (Pseudomonas solanacearum) pada tanaman kentang (Solanum tuberosum). Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanudin. Ujung pandang. 56 hlm.

Redaksi Agromedia. 2009. Panduan Lengkap Budidaya Tomat. Agromedia Pustaka Jakarta. 234 hlm.

Redaksi Trubus. 2012. Mikroba Juru Masak Tanaman. PT. Trubus Swadaya. Jakarta. 60 hlm.

Rizqiani, N.F., E. Ambarwati., N.W. Yuwono. 2007. Pengaruh Dosis dan Frekuensi Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buncis (Phaseolus vulgaris L) Dataran Rendah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol. 7(1) : 43 – 53.

Rosmarkam, A dan Yuwono, N.W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 219 hlm.

Santoso, B.B dan B.S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura. Indonesian Australia Eastern University Project. 187 hlm.


(61)

Santosa, E. 2008. Peranan Mikroorganisme Lokal (MOL) Dalam Budidaya Tanaman Padi Metode System of Rice Intensification (SRI). Workshop Nasional SRI. Direktorat Pengelolaan Lahan dan Air. Departemen Pertanian. 21 Oktober 2008. Jakarta.

Seni, Y.I.A, Atmaja, D.I.W, dan Sutari, S.W.N. 2013. Analisi Kualitas Larutan MOL Berbasis Daun Gamal (Gliricidia sepium). E. Jurnal

Agroekoteknologi Tropika. Vol 2(2) : 135 – 144

Setianingsih, R. 2009. Kajian Pemanfaatan Pupuk Organik Cair Mikroorganisme Lokal (MOL) dalam Priming, Umur bibit, dan Peningkatan Daya Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L.) (uji coba penerapan system of rice intensification (SRI)). Tesis Pasca Sarjana. UNS. Solo.

Simanungkalit, R.D.M., Suriadikarta, D.A., Saraswati, R., Setyorini, D., dan Hartatik, W. 2006. Pupuk Organik Dan Pupuk Hayati (Organic Fertilizer and Biofertilizer). Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. 283 hlm.

Soerodjotanoso. 1993. Pengembangan Tanaman Lamtoro pada Tanah-Tanah Kritis. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suhardjo, H.,M. Supartini, dan U. Kurnia. 1993. Bahan Organik Tanah. Dalam informasi Penelitian tanah, air, pupuk, dan lahan. Serial popular

No.3/PP/SP/1993. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Sulystiowati, A.1999. Pertanian Organik dalam Sejarah. Wacana edisi 17 Mei –

Juni 1999. Jakarta.

Sumarsono. 2011. Analisis Kuantitatif Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Soy beans). Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. 7 hlm.

Surono, I. 2007. Pertanian Organik : Pertanian Masa Depan Yang Menjanjikan (Terjemahan). From Cottage Industry to Conglomerates : The

Transformation of The US Organic Food Industry. Paper dalam Prosiding Konferensi Ilmiah IFOAM di Swiss. 2000.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius. Jakarta. 211 hlm.

Suwandi dan N. Nurtika.1987. Pengaruh pupuk biokimia “Sari Humus” pada tanaman kubis. Bulletin Penelitian Hortikultura 15 (20) : 213 – 218. Suwardi. 1997. Effective Microorganism, ‘EM’ antara Promosi dan Kenyataan.

Makalah Ilmiah.

Syaifudin, A., L. Mulyani., dan E. Sulastri. 2010. Pemberdayaan Mikro

Organisme Lokal Sebagai Upaya Peningkatan Kemandirian Petani. Karya Tulis.


(62)

Syukur, A. 2007. Kajian Pengaruh Pemberian Macam Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jahe di Inceptisol. Karanganyar. Jurnal Pertanian Vol 6(2) : 124 – 134.

Villareal, R.L. 1980. Tomatoes in the tropics. Westview Press. Boilder Colorado. 174p

Wijayanti, A dan W. Widodo. 2005. Usaha Meningkatkan Kualitas Beberapa Varietas Tomat Dengan Sistem Budidaya Hidroponik. Ilmu Pertanian Vol 12(1) : 77 – 83.

Yulia, E. dan Widiantini, F. 2007. Potensi Bakteri Antagonis Filoplen Daun Mangga Dalam Menekan Penyakit Antraknosa Buah Mangga (Mangifera indica L). Jurnal Agrikultura Vol 18(1) : 53 – 59.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, J. 2000. Peranan Bahan Organik Tanah dalam Sistem Usaha Tani Konservasi. Pusat penelitian dan Pengembangan Peternakan. Jakarta. Adrianton, 2010. Pertumbuhan dan Nilai Gizi Tanaman Rumput Gajah pada

Berbagai Interval Pemotongan. Jurnal Agroland Vol. 17(3) : 192 – 197 Adrianton, 2011. Aspek Fisiologi Rumput Gajah Terhadap Interval dan Tinggi

Pemangkasan serta Pemberian Air Yang Berbeda. Media Litbang Sulteng Vol. 4(2) : 105 – 110

Aktiviyani, S. 2008. Pengelolaan Pemupukan pada Pertanian Padi Organik dengan Metode System of Rice Intensification (SRI) di Desa Sukakarsa Kabupaten Tasikmalaya. Tesis Pasca Sarjana PSDH-LHT SITH. ITB. Bandung. Alex, S. 2011. Sukses Mengolah Sampah Organik Menjadi Pupuk Organik.

Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Alfandi, 2006. Pengaruh Tinggi Pemangkasan (Ratoon) dan Pupuk Nitrogen Terhadap Produksi Padi (Oryza sativa L) Kultivar Ciherang. Jurnal Agrijati 2 : 1 – 7

Ameriana, M. 1995. Pengaruh Petunjuk Kualitas Terhadap Persepsi Konsumen Mengenai Kualitas Buah. Buletin Penelitian Hortikultura 27(4) : 8 – 14 Andoko, A. 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.108

hlm

Baharuddin, Badawi, dan Zaenab, M. 2005. Uji Efektivitas Formulasi Seed Coating Berbahan Aktif BakteriPseudomonas fluorescens danBacillus subtilis Untuk Pengendalian Penyakit Layu Fusarium (Fusarium

oxysporum) Pada Tanaman Tomat. Prosiding Seminar Ilmiah dan

Pertemuan Tahunan PBJ dan PFJ XVI Komda Sulsel. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fapertahut UNHAS.

Bina Karya Tani. 2009. Pedoman Bertanam Tomat. C.V.Yrama Widya. Jakarta.132 hlm.

Budianto, A.V.F, Farida, N.,Loru kii, K. 2007. Perbandingan Hasil Tanaman Jagung pada Kondisi Tanpa Pupuk, Dipupuk NPK dan Dipupuk Bokashi Kirinyu (Chromolaena odorata L). Agroteksos Vol. 17(1) : 39 – 45


(2)

Dewi, I.R. 2007. Rhizobacteria Pendukung Pertumbuhan Tanaman. Makalah Ilmiah. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Jatinangor.

Djazuli, M., Darwati, I., dan Rosita, S.M.D. 2001. Studi Pola Pertumbuhan dan Serapan Hara NPK Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb). Warta Tumbuhan Obat Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.

Ekamaida. 2008. Pengelolaan Lahan Pertanian Ramah Lingkungan Dengan Sistem Intensifikasi Tanaman Padi Melalui Pemanfaatan Mikroorganisme Lokal Dalam Pembuatan Kompos (Studi Kasus di Desa Sidodadi Kabupaten Deli Serdang). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatra Utara Medan. Endriani. 2003. Pengaruh Residu Bokashi Kotoran Sapi Terhadap Sifat Fisika

Ultisol dan Hasil Tanaman. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi, Jambi 2003. Gardner, P. F, R.B Pearce, R.L. Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plants

(Fisiologi Tanaman Budidaya : Terjemahan Herawati dan Susilo). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 428 hlm.

Hakim, Adiningsih, dan Rochayati. 1986. Peranan Bahan Organik dalam Meningkatkan Efisiensi Pupuk dan Produktifitas Tanah. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk. Puslitbang Bogor.

Hanolo, W. 1997. Tanggapan tanaman selada dan sawi terhadap dosis dan cara pemberian pupuk cair stimulant. Jurnal Agrotropika 1 (1) : 25 – 29. Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. 219

hlm.

Harjadi, S.S. 1993. Pengantar Agronomi. P.T. Gramedia. Jakarta. 238 hlm.

Hayati, E., Mahmud, T., dan Fazil, R. 2012. Pengaruh Jenis Pupuk Organik dan Varietas Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annum L). Jurnal Pertanian Vol 7(2) : 1 – 10.

Herniwati dan Nappu, B. 2011. Peran Dan Pemanfaatan Mikroorganisme Lokal (MOL) Mendukung Pertanian Organik. Buletin No. 5 : 1 – 7. BPTP Sulawesi Selatan Badan Litbang Pertanian Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

Hersanti. 2008. Potensi Bakteri Asal Beberapa Jenis MOL Sebagai Agen Pengendali Patogen dan Sebagai Perangsang Pertumbuhan Semai Tanaman Padi. Hasil Penelitian Internal. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Jatinangor. Hidayat. 2006. Mikrobiologi Industri. Andi Offset. Yogyakarta. 236 hlm.


(3)

Intara, Y.I., Sapei, A., Erizal, Sembiring, N., dan M.H. Bintoro, D. 2011.

Pengaruh Pemberian Bahan Organik Pada Tanah Liat dan Lempung Berliat Terhadap Kemampuan Mengikat Air. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol 16 (2) : 130 – 135

Juanda, D dan B. Cahyono. 2000. Ubi Jalar. Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta. 92 hlm.

Jumin, H.B. 1989. Dasar – Dasar Agronomi. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta. 238 hlm.

Kurnia, K.P., Arbianto, dan I.N.P. Aryantha. 2003. Studi Patogenitas Bakteri Entamopathogenik Lokal pada larvaHyposidra talaka WLK dan Optimasi Medium Pertumbuhannya. Seminar Bulanan Bioteknologi – PPAU

Bioteknologi ITB. 15 September 2004. Bandung.

Leiwakabessy, F.M., U.M. Wahjudin, dan Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Lingga, P. dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 110 hlm

Ma’sum, M., Soedarsono, J., dan Susilowati, L.E. 2003. Biologi Tanah. CPIU Pasca IAEUP, Bagpro. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia. Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Mukhlis, Purwaningsih, dan Anggorowati, D. 2012. Pengaruh Berbagai Jenis Mikroorganisme Lokal (MOL) Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah Pada Tanah Aluvial. Artikel Ilmiah Jurusan Budidaya Pertanian. Universitas Tanjungpura.

Musnawar, I.E. 2004. Pupuk Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. 106 hlm. Nuraeni, S. dan A.Fattah. 2007. Uji Efektivitas Bakteri AntagonisPsudomonas

flourescens danP. putida untuk MengendalikanP. solanacearum

penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Murbei. Jurnal Parennial. Vol 3(2) : 44 – 48

Nuryani, H. dan Handayani, S. 2003. Sifat Kimia Entisol Pada Sistem Pertanian Organik. Jurnal Penelitian Pertanian. Vol 10(2) : 63 – 69.

Palimbungan, N., R. Labatar.,dan F. Hamzah. 2006. Pengaruh Ekstrak Daun Lamtoro Sebagai Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Sawi. Jurnal Agrisistem. Vol 2(2) : 96 – 101.

Pantastico, E.B. 1989. Fisiologi Pasca Panen, Penangan, dan Pemanfaatan Buah – Buahan dan Sayur – Sayuran Tropika dan Subtropika (Terjemahan


(4)

Parman, S. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kentang (Solanum tuberosum L). Buletin Anatomi dan Fisiologi. Vol. XV(2) : 21 – 31.

Purnomo, D., Yunus, A., Budiastuti, S. 2011. Budidaya Padi Berwawasan Lingkungan Dengan MetodeSystem Of Rice Intensification (SRI) dan Penggunaan Pupuk Organik Cair. Jurnal EKOSAINS Vol 3(1) : 25 – 32. Purwasasmita, M. 2009a. Mengenal SRI (System of Rice Intensification). Penebar

Swadaya. Jakarta.

Purwasasmita, M. 2009b. Mikroorganisme Lokal Sebagai Pemicu Siklus

Kehidupan Dalam Bioreaktor Tanaman. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia, 19 – 20 Oktober 2010.

Rachman, I.A., S. Djuniwati, dan K. Idris. 2008. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk NPK Terhadap Serapan Hara dan Produksi Jagung di Inceptisol Ternate. Jurnal Tanah dan Lingkungan Vol 10(1) : 7 – 13.

Rahman, A., H. Rukka., dan L. Vibriana. 2008. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi dengan Pemberian Bokashi. Jurnal Agrosistem. Vol 4(2) : 75 – 80.

Rahman, R. 1997. Uji efektivitas bakteri rhizofer (Group Fluorescent

Pseudomonas) sebagai Plant Growth – Promoting Rhizobacteria (PGPR) dan penekanannya terhadap penyakit layu (Pseudomonas solanacearum) pada tanaman kentang (Solanum tuberosum). Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanudin. Ujung pandang. 56 hlm.

Redaksi Agromedia. 2009. Panduan Lengkap Budidaya Tomat. Agromedia Pustaka Jakarta. 234 hlm.

Redaksi Trubus. 2012. Mikroba Juru Masak Tanaman. PT. Trubus Swadaya. Jakarta. 60 hlm.

Rizqiani, N.F., E. Ambarwati., N.W. Yuwono. 2007. Pengaruh Dosis dan Frekuensi Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buncis (Phaseolus vulgaris L) Dataran Rendah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol. 7(1) : 43 – 53.

Rosmarkam, A dan Yuwono, N.W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 219 hlm.

Santoso, B.B dan B.S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura. Indonesian Australia Eastern University Project. 187 hlm.


(5)

Santosa, E. 2008. Peranan Mikroorganisme Lokal (MOL) Dalam Budidaya Tanaman Padi Metode System of Rice Intensification (SRI). Workshop Nasional SRI. Direktorat Pengelolaan Lahan dan Air. Departemen Pertanian. 21 Oktober 2008. Jakarta.

Seni, Y.I.A, Atmaja, D.I.W, dan Sutari, S.W.N. 2013. Analisi Kualitas Larutan MOL Berbasis Daun Gamal (Gliricidia sepium). E. Jurnal

Agroekoteknologi Tropika. Vol 2(2) : 135 – 144

Setianingsih, R. 2009. Kajian Pemanfaatan Pupuk Organik Cair Mikroorganisme Lokal (MOL) dalam Priming, Umur bibit, dan Peningkatan Daya Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L.) (uji coba penerapan system of rice intensification (SRI)). Tesis Pasca Sarjana. UNS. Solo.

Simanungkalit, R.D.M., Suriadikarta, D.A., Saraswati, R., Setyorini, D., dan Hartatik, W. 2006. Pupuk Organik Dan Pupuk Hayati (Organic Fertilizer and Biofertilizer). Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. 283 hlm.

Soerodjotanoso. 1993. Pengembangan Tanaman Lamtoro pada Tanah-Tanah Kritis. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suhardjo, H.,M. Supartini, dan U. Kurnia. 1993. Bahan Organik Tanah. Dalam informasi Penelitian tanah, air, pupuk, dan lahan. Serial popular

No.3/PP/SP/1993. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Sulystiowati, A.1999. Pertanian Organik dalam Sejarah. Wacana edisi 17 Mei –

Juni 1999. Jakarta.

Sumarsono. 2011. Analisis Kuantitatif Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Soy beans). Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. 7 hlm.

Surono, I. 2007. Pertanian Organik : Pertanian Masa Depan Yang Menjanjikan (Terjemahan). From Cottage Industry to Conglomerates : The

Transformation of The US Organic Food Industry. Paper dalam Prosiding Konferensi Ilmiah IFOAM di Swiss. 2000.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius. Jakarta. 211 hlm.

Suwandi dan N. Nurtika.1987. Pengaruh pupuk biokimia “Sari Humus” pada tanaman kubis. Bulletin Penelitian Hortikultura 15 (20) : 213 – 218. Suwardi. 1997. Effective Microorganism, ‘EM’ antara Promosi dan Kenyataan.

Makalah Ilmiah.

Syaifudin, A., L. Mulyani., dan E. Sulastri. 2010. Pemberdayaan Mikro

Organisme Lokal Sebagai Upaya Peningkatan Kemandirian Petani. Karya Tulis.


(6)

Syukur, A. 2007. Kajian Pengaruh Pemberian Macam Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jahe di Inceptisol. Karanganyar. Jurnal Pertanian Vol 6(2) : 124 – 134.

Villareal, R.L. 1980. Tomatoes in the tropics. Westview Press. Boilder Colorado. 174p

Wijayanti, A dan W. Widodo. 2005. Usaha Meningkatkan Kualitas Beberapa Varietas Tomat Dengan Sistem Budidaya Hidroponik. Ilmu Pertanian Vol 12(1) : 77 – 83.

Yulia, E. dan Widiantini, F. 2007. Potensi Bakteri Antagonis Filoplen Daun Mangga Dalam Menekan Penyakit Antraknosa Buah Mangga (Mangifera indica L). Jurnal Agrikultura Vol 18(1) : 53 – 59.