3
BAB I MEMAHAMI KESUSASTRAAN JAWA
Pendidikan Sastra
Kesusastraan berasal dari kata dasar sastra. Kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta  yaitu  “sas”  yang  artinya  mengajar  dan  “tra”  yang  artinya  alat.  Oleh
karena itu sastra dapat diartikan sebagai alat untuk mengajar. Contoh: buku, pena dan tulisan. Adapun kesusastraan bermakna: Alat untuk mengajarkan ilmu. Buah
karya yang disusun dengan bahasa yang baik. Sedangkan bentuk kesusastraan ada dua,  yaitu:  Kesusastran  lesan  yang  berwujud  dongeng,  syair,  puisi,  peribahasa,
dan  lain-lain.  Kesusastraan  tulis  yang  berwujud  novel,  naskah,  babad,  dan  juga puisi, syair dan lain-lain yang sudah ditulis.
Pendidikan  kesusasteraan  merupakan  pendidikan  yang  harus  diikuti  oleh umum, lebih-lebih kalangan pegawai istana dan pemuka masyarakat Zoetmulder,
1985:  179.  Kesadaran  mengenai  makna  penting  kedudukan  ilmu  bahasa,  sastra, sejarah, antropologi, kemanusiaan, kema-syarakatan, keagamaan, dan tata negara
telah  memberi  inspirasi  para  pejabat  kerajaan  untuk  mendirikan,  mengem- bangkan, dan membantu proses pendidikan.
Kesusastraan  tulis  di  nusantara  berkembang  sejak  jaman  adanya  tulisan. Tulisan  pada  jaman  dahulu  berwujud  prasasti,  misalnya  prasasti  di  Candi
Prambanan  dan  prasasti  Candi  Ratu  Boko.  Setelah  ada  daun  rontal,  maka  mulai ada kesusastraan yang berupa kekawin yang ditulis di atas daun rontal tadi.
4
Proses Kreatif
Karya sastra yang paling tua adalah Sêrat Canda-karana yang dibuat pada masa  dinasti  Çailendra  yang  berkuasa  sekitar  tahun  700  Çaka.  Sêrat
Candakarana  ini  berisi  tentang  pelajaran  persajakan  Poerbatjaraka,  1957:  1. Proses  kreatif  kepengarangan  Jawa  selalu  mengalami  perkembangan.  Setelah
berkembang  sedemikian  rupa  hingga  saat  ini,  maka  kesusastraan  tulis  dapat dibedakan  menjadi  dua  golongan  besar  yakni:  Gancaran  Prosa  dan  Geguritan
Puisi. Prosa  adalah  karya  sastra  yang  disusun  dengan  bahasa  tutur  biasa.
Kalimat-kalimatnya  seperti  dalam  kalimat  tutur  keseharian.  Adapun  yang termasuk  prosa  adalah  dongeng,  babad,  wiracarita,    novel,  essei,  dan  sandiwara.
Kesusastraan yang padat berisi dan diolah dengan bahasa indah disebut geguritan atau  puisi.  Keindahan  bahasa  puisi  Jawa  terletak  pada  tiga  macam  yaitu  Wilet,
wirama dan purwakanthi. Wilet  yaitu  kelak-kelok  suara  agar  ajeg,  beruntun  dan  memiliki  makna
yang tinggi.  Wirama  yaitu panjang pendek, keras  liat dan tinggi rendah  jatuhnya suara. Purwakanthi termasuk  salah satu jenis puisi Jawa. Purwakanti atau dhong
dhinging  suara.  Puisi  merupakan  kesusastraan  yang  sangat  disenangi  oleh masyarakat  sejak  jaman  kuno  sampai  sekarang.  Puisi  di  jaman  kuno  disebut
kekawin karena mempergunakan bahasa  kawi. Sastra  dan  budaya  Jawa  yang  adiluhung  sangat  berpengaruh  di  seluruh
pelosok nusantara. Bahkan di kawasan regional Asia Tenggara, kebudayaan Jawa menempati  posisi  yang  sangat  vital.  Penyebaran  orang  Jawa  di  berbagai  benua
5 pasti  membawa  tradisi  dan  adat  istiadatnya.  Oleh  karena  itu,  kebudayaan  Jawa
secara  aktif  menyesuaikan  diri  dengan  arus  globalisasi.  Hal  ini  ditandai  dengan adanya  pergaulan  yang  kosmopolit  dalam  percaturan  internasional.  Tanah  Jawa
misuwur  sebagai  negeri  yang  gemah  ripah  loh  jinawi,  didukung  oleh  tanahnya yang  sangat  subur.  Topografi  yang  relatif  datar  dan  penduduknya  yang  terdidik,
serta seni  budaya  yang edi peni  membuat tanah  Jawa senantiasa  menjadi  impian bagi seluruh penduduk dunia.
Dalam  konsteks  historis,  tanah  Jawa  menjadi  pusat  diplomasi  luar  negeri bagi  seluruh  penduduk  nusantara.  Dari  interaksi  lokal  merambah  kawasan
nasional, regional dan internasional. Benua Eropa, Australia, Amerika Afrika dan Asia,  semuanya  kasmaran  dengan  keelokan  tanah  Jawi.  Ketika  nusantara
dipersatukan  kembali  dalam  negara  kesatuan  Republik  Indonesia,  orang-orang Jawa tampil terdepan dalam kepemimpinan nasional. Ciri kepemimpinan nasional
pun  terpengaruh  dengan  gaya  kepemimpinan  Jawa.  Dengan  demikian,  dalam rangka  memajukan  kebudayaan  nasional,  budaya  Jawa  memberikan  sumbangsih
yang  besar sekali  maknanya. Misalnya saja, semboyan  negara Bhinneka Tunggal Ika, adalah berasal dari kata mutiara yang dirangkai oleh Empu Tantular, seorang
pujangga istana Majapahit. Perbendaharaan  sastra  Jawa  terus  mengalami  kemajuan  setelah  hadirnya
agama  Islam.  Keraton  Demak  Bintara,  Pajang,  Mataram,  Surakarta,  Yogyakarta, Mangkunegaran  dan  Pura  Pakualaman  aktif  mengembangkan  sastra  budaya.
Kitab-kitab  Jawa  kuna  disalin  dan  diterjemahkan  dalam  metrum  baru,  sehingga isinya lebih mudah untuk dilakukan sebagai obyek pengkajian.
6
BAB II SASTRA JAWA PROSA