15
dari tahun 2010 sebesar 53,29 lalu menurun sebesar 4,28 menjadi 49,01 di tahun 2011. Standar rasio PPAP yaitu
≥ 81, semakin tinggi rasio ini berarti semakin baik posisi aktiva lancar untuk memenuhi kewajiban jangka
pendeknya yang harus segera dipenuhi. Rata-rata PPAP pada BPR di Jawa Tengah selama tahun 2010 termasuk kurang sehat dan tahun 2011 termasuk
tidak sehat karena berada dibawah standar yang ditetapkan Bank Indonesia. Berdasarkan Tabel 4, rasio NPM pada BPR di Jawa Tengah selama
tahun 2010 – 2011 mengalami peningkatan. Dapat dilihat dari rata-rata rasio
NPM dari tahun 2010 sebesar 10,71 dan meningkat sebesar 5,5 pada tahun 2011 menjadi 16,21. Semakin besar nilai rasionya, mengindikasikan tingkat
kesehatan bank semakin baik. Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata BPR di Jawa Tengah selama periode penelitian mengalami peningkatan pada laba
bersih dan pendapatan operasional yang menjadikan rasio selama periode penelitian mengalami peningkatan. Angka NPM menunjukkan kemampuan
bank dalam menghasilkan laba bersih sebelum pajak net income ditinjau dari sudut pendapatan operasinya sebesar 10,71 pada tahun 2010 dan 16,21
pada tahun 2011. Hal tersebut menandakan bahwa selama periode penelitian menunjukkan peningkatan dalam kinerja manajemen BPR di Jawa Tengah.
Berdasarkan Tabel 4, rasio ROA pada BPR di Jawa Tengah selama tahun 2010
– 2011 mengalami peningkatan. Dapat dilihat rata-rata rasio ROA pada tahun 2010 sebesar 2,94 dan meningkat sebesar 1,53 menjadi 4,47
di tahun 2011. Standar rasio ROA yaitu 1,215, semakin besar rasio ROA bank maka menunjukkan tingkat keuntungan laba yang dicapai bank
membesarmeningkat. Hal ini menandakan bahwa semakin baik posisi bank dari segi penggunaan dan pemanfaatan aset yang dimilikinya. Meskipun
terdapat nilai minimum negatif yang mengindikasikan adanya bank yang mengalami kerugian, rata-rata rasio ROA selama periode penelitian
memperlihatkan kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan laba secara keseluruhan relatif tinggi. Hal ini menunjukkan BPR di Jawa
Tengah selama periode penelitian semakin baik dalam penggunaan asetnya.
16
Berdasarkan Tabel 4, rasio BOPO pada BPR di Jawa Tengah tahun 2010
– 2011 mengalami penurunan. Dapat dilihat dari nilai rata-rata yang didapat pada tahun 2010 sebesar 87,96 lalu mengalami penurunan sebesar
6,62 dan menjadi 81,34 pada tahun 2011. Standar rasio BOPO yaitu ≤
93,52, semakin kecil rasio BOPO berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan, sehingga kemungkinan suatu bank
dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Meskipun pada rasio BOPO ini terdapat nilai maksimum 188,29 pada tahun 2010 dan 125,33 pada tahun
2011 yang melebihi nilai yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, selama periode penelitian BPR di Jawa tengah rata-rata mengalami penurunan. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin rendah prosentase BOPO maka akan semakin baik keadaan BPR di Jawa Tengah dikarenakan biaya operasional yang
digunakan semakin kecil. Berdasarkan Tabel 4, Cash Ratio pada BPR di Jawa Tengah selama
tahun 2010 – 2011 mengalami penurunan. Dilihat dari rata-rata Cash Ratio
dari tahun 2010 sebesar 21,53 lalu menurun sebesar 0,66 menjadi 20,87 di tahun 2011. Standar Cash Ratio yang ditetapkan
Bank Indonesia, yaitu ≥ 4,05. Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata BPR di Jawa Tengah
selama periode penelitian mengalami penurunan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa selama periode penelitian masih ada beberapa BPR di Jawa Tengah yang belum menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit
karena Cash Ratio masih melebihi dari standar yang ditetapkan Bank Indonesia.
Berdasarkan Tabel 4, BPR di Jawa Tengah selama tahun 2010 – 2011
mengalami penurunan pada rasio LDR. Pada tahun 2010 rasio LDR sebesar 83,83 lalu menurun sebesar 4,98 dan menjadi 78,85 pada tahun 2011.
Standar rasio LDR yaitu ≤ 94,75, semakin tinggi rasio LDR maka semakin
rendah pula kemampuan likuiditas suatu bank. Penurunan ini menunjukkan bahwa selama periode penelitian BPR di Jawa Tengah membaik meskipun
terdapat nilai maksimum sebesar 130,65 pada tahun 2010 yang melebihi batas ketetapan tingkat kesehatan bank. Berdasarkan data yang diperoleh, rata-
17
rata BPR di Jawa Tengah selama periode penelitian mengalami kenaikan pada dana yang diterima oleh bank melalui pembiayaan yang menjadikan rasio
selama periode penelitian mengalami penurunan.
4.2 Kesehatan BPR berdasarkan Rasio CAMEL
Setelah melakukan perhitungan nilai rasio CAMEL, selanjutnya adalah melakukan analisis nilai kredit faktor rasio CAMEL pada BPR di Jawa
Tengah tahun 2010 – 2011 dengan mengalikan bobot rasio.
Tabel 4.2 Rata-rata Nilai Kredit Faktor CAMEL
Tahun 2010 - 2011
No. Faktor yang Dinilai
Bobot Rasio
Rasio Nilai
Kredit Nilai Kredit
Faktor 1.
CAR a. 2010
30 30,96
310,6 30
b. 2011 30
24,98 250,8
30 2.
NPL a. 2010
25 7,03
103,13 25
b. 2011 25
6,72 105,2
25 PPAP
a. 2010 5
53,29 53,29
2,66 b. 2011
5 49,01
49,01 2,45
3. NPM
a. 2010 20
10,71 10,71
20 b. 2011
20 16,21
16,21 20
4. ROA
a. 2010 5
2,94 196
5 b. 2011
5 4,47
298 5
BOPO a. 2010
5 87,96
150,5 5
b. 2011 5
81,34 233,25
5 5.
Cash Ratio a. 2010
5 21,53
430,6 5
b. 2011 5
20,87 417,4
5 LDR
a. 2010 5
83,83 124,68
5 b. 2011
5 78,85
144,6 5
Sumber: Lampiran 2
Keterangan: Rasio
= rumus masing-masing rasio Nilai Kredit
= formulasi masing-masing rasio NK Faktor
= nilai maksimum x bobot rasio
Nilai Kredit Faktor untuk rasio CAR pada faktor permodalan sebesar 30 dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa rasio CAR baik selama tahun
2010 maupun tahun 2011 memenuhi nilai maksimum dari prosentase pada bobot faktor permodalan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Hal tersebut
menunjukkan bahwa rata-rata BPR di Jawa Tengah selama tahun 2010 - 2011
18
mampu dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha serta menampung kemungkinan risiko kerugian yang diakibatkan dalam
operasional bank. Nilai Kredit Faktor untuk rasio NPL pada faktor kualitas aktiva
produktif sebesar 25 baik pada tahun 2010 maupun tahun 2011 sedangkan rasio PPAP sebesar 2,66 pada tahun 2010 dan sebesar 2,45 pada tahun 2011.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas aktiva produktif selama periode penelitian tahun 2010
– 2011 belum memenuhi nilai maksimum dari prosentase bobot rasio, yang berarti BPR di Propinsi Jawa Tengah masih
kurang didalam menunjukkan kemampuan bank dalam menjaga kolektibilitas atau pinjaman yang disalurkan.
Nilai Kredit Faktor untuk rasio NPM pada faktor manajemen sebesar 20 dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa rasio NPM baik selama tahun
2010 maupun tahun 2011 memenuhi nilai maksimum dari prosentase pada bobot faktor manajemen yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan bank dalam mengumpulkan tingkat keuntungan laba yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan
pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Nilai Kredit Faktor untuk rasio ROA pada faktor rentabilitas sebesar 5
dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa rasio ROA baik selama tahun 2010 maupun tahun 2011 memenuhi nilai maksimum dari prosentase pada bobot
faktor rentabilitas untuk rasio ROA yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat keuntungan yang dicapai bank semakin
besar dan posisi bank dalam penggunaan aset juga semakin baik. Sedangkan Nilai Kredit Faktor untuk rasio BOPO sebesar 5 dimana nilai tersebut juga
menunjukkan bahwa rasio BOPO baik selama tahun 2010 maupun tahun 2011 memenuhi nilai maksimum dari prosentase rasio BOPO yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa BPR di Jawa Tengah selama periode penelitian semakin efisien dalam melakukan kegiatan
operasionalnya, karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil dibandingkan pendapatan yang diterima.
19
Nilai Kredit Faktor untuk Cash Ratio pada faktor likuiditas sebesar 5 dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa Cash Ratio baik selama tahun 2010
maupun tahun 2011 memenuhi nilai maksimum dari prosentase pada bobot faktor likuiditas untuk Cash Ratio yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Sedangkan Nilai Kredit Faktor untuk rasio LDR sebesar 5 dimana nilai tersebut juga menunjukkan bahwa rasio LDR baik selama tahun 2010 maupun
tahun 2011 memenuhi nilai maksimum dari prosentase rasio LDR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kemampuan BPR di Jawa Tengah selama periode penelitian baik didalam membayar kembali simpanan nasabah deposan pada saat ditarik dengan
menggunakan alat likuid yang dimilikinya. Untuk mengetahui tingkat kesehatan BPR di Jawa Tengah selama
periode tahun 2010 – 2011 berdasarkan rasio CAMEL, dapat dilihat dari tabel
rekapitulasi tingkat kesehatan BPR di Jawa Tengah tahun 2010 – 2011:
Tabel 4.3 Rekapitulasi Tingkat Kesehatan BPR
Tahun Kriteria
2010 2011
Pemda Swasta
Pemda Swasta
Sehat 18
34 19
34 Cukup Sehat
1 4
1 5
Kurang Sehat 2
1 -
1 Tidak Sehat
- -
- -
Total 60
60 Sumber: Lampiran 3
Secara umum, BPR di Jawa Tengah selama periode penelitian memiliki predikat sehat. Namun, terdapat BPR yang diantaranya termasuk
dalam predikat cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat. Dari Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa BPR di Jawa Tengah tahun 2010 yang termasuk pada
predikat sehat dalam rentang nilai 81 – 100 berjumlah 52 BPR diantaranya 18
BPR milik pemda dan 34 BPR milik swasta, sedangkan pada tahun 2011 berjumlah 53 BPR diantaranya 19 BPR milik pemda dan 34 BPR milik
swasta. Pada tahun 2010 BPR yang termasuk predikat cukup sehat dalam
20
rentang 66 - 81 berjumlah 5 BPR diantaranya 1 BPR milik pemda dan 4 BPR milik swasta sedangkan pada tahun 2011 berjumlah 6 BPR diantaranya
1 BPR milik pemda dan 5 BPR milik swasta. Tahun 2010 BPR yang termasuk predikat kurang sehat dalam rentang 51 - 66 berjumlah 3 BPR diantaranya 2
BPR milik pemda dan 1 BPR milik swasta sedangkan pada tahun 2011 berjumlah 1 BPR milik swasta. Sedangkan BPR yang termasuk predikat tidak
sehat dalam rentang 0 - 51 tidak ada baik BPR milik pemda maupun milik swasta.
Hasil rekapitulasi tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesehatan BPR di Jawa Tengah selama periode penelitian tahun 2010 sampai dengan tahun
2011 mengalami kenaikan. Dapat dilihat dari Tabel 4.3 dengan jumlah 52 BPR berada di posisi sehat pada tahun 2010 dan meningkat pada tahun 2011
dengan jumlah 53 BPR. Sedangkan terdapat 5 BPR berada di posisi cukup sehat pada tahun 2010 dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 6 BPR. Selain
itu, didukung pula dengan berkurangnya BPR yang berpredikat kurang sehat pada tahun 2010 dengan jumlah 3 BPR dan pada tahun 2011 menjadi 1 BPR,
serta ditunjukkan pula dengan BPR yang berpredikat tidak sehat pun tetap tidak ada perubahan baik tahun 2010 maupun tahun 2011.
4.3 Rasio CAMEL yang Kurang Mendukung Tingkat Kesehatan BPR
Untuk mengetahui rasio CAMEL mana yang kurang mendukung tingkat kesehatan BPR selama periode tahun 2010
– 2011 dapat dilihat dari tabel berikut: