digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MAKNA SIMBOLIK TRADISI
NYADRAN PADA RITUAL SELAMETAN
A. Kajian Pustaka
1. Tradisi Nyadran dan Mitos Masyarakat
Penduduk Indonesia terdiri atas bermacam- macam keturunan, ras maupun bangsa. Oleh sebab itu dari masyarakat satu dan masyarakat
lainnya memiliki perbedaan budaya sesuai mata pencaharian. Oleh karena itu Indonesia memiliki baragam kebudayaan, salah satunya adalah
tradisinyadran. Nyadran merupakan cara untuk mengagungkan, menghormati,
dan memperingati roh leluhur. Dalam ritual nyadran ada dua tahap yaitu tahap selametan dan tahap ziarah. Pada tahap selametan biasanya orang
membakar sesajen baik berupa kemenyan atau menyajikan kembang setaman. Setelah selesai orang melakukan sesajen baru orang melakukan
tahap ke dua yaitu ziarah ke makam.
38
Kebiasaan menyembah arwah orang mati, terutama arwah para leluhur atau apa yang disebut cikal
bakal , pendiri desa semula, memainkan peranan yang penting secara
38
Karkono Kamajaya Partokusumo, Kebudayaan Jawa, dan Perpaduannya dengan Islam, Yogyakarta: IKAPI Cabang Yogyakarta, 1995, hlm. 246-247.
37
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
religious. Yang sama pentingnya ialah penghormatan kepada kuburan- kuburan suci yang disebut kramat.
39
Tradisi nyadran merupakan kebudayaan yang telah berkembang di masyarakat yang sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian
masyarakat yang masih mempercayai dan melaksanakan tradisi nyadran secara rutin. Tradisi Nyadran menjadi rutinitas sebagian besar
masyarakat Jawa setiap tahun pada bulan dan hari yang telah ditentukan.Tradisi nyadran hakekatnya adalah simbol yang mewakili
kepentingan dan kebutuhan masyarakat setempat. Tradisi nyadran sudah ada pada masa Hindu-Budha sebelum
agama Islam masuk di Indonesia. Zaman kerajaan Majapahit tahun 1284 ada pelaksanaan seperti tradisi nyadran yaitu tradisi craddha.
40
Kesamaan dari tradisi tersebut pada kegiatan manusia dengan leluhur yang sudah meninggal seperti sesaji dan ritual sesembahan untuk
penghormatan terhadap leluhur yang telah meninggal.
41
Tradisi nyadran merupakan sebuah ritual yang berupa penghormatan kepada arwah nenek
moyang dan memanjatkan doa selamatan. Pelaksanaan tradisi nyadran
pada masa Hindu-Budha menggunakan puji-pujian dan sesaji sebagai perlengkapan ritualnya
sedangkan oleh walisongo diakulturasikan dengan doa-doa dari Al-
39
Zaini Muchtarom, Santri dan Abangan di Jawa, Terjemahan: Sukarsi Jakarta : INIS, 1988, hlm. 31
40
Anonim.http:NovianaWijayati.Blogspot.Com201104tradisi-Nyadran-sebagai- Transformasi-Agama-soaial-dan-Budaya-html. Diakses pada 25 Juni jam 17.00 WIB.
41
Suyitno. 2001. Mengenal Upacara Tradisional Masyarakat suku Tengger. Satu Buku. Tengger. hlm 107.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Quran. Masyarakat Jawa kuno meyakini bahwa leluhur yang sudah meninggal sejatinya masih ada dan mempengaruhi kehidupan anak cucu
atau keturunannya.Karena pengaruh agama Islam pula makna nyadran mengalami pergeseran sebagai upaya untuk berdoa kepada Tuhan. Oleh
karena itu pelaksanaan ziarah kubur juga dimaksud sebagai sarana intropeksi atau perenungan terhadap segala daya dan upaya yang telah
dilakukan selama satu tahun. Upacara tradisional nyadran disebarkan dan diwariskan secara
turun temurun dari suatu generasi ke generasi yang lain, oleh karena itu tradisi ini dapat digolongkan dalam bentuk folklor. Menurut Danandjaja
folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja,secara
tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu
pengingat.
42
Sedangkan menurut John Harold Bruvant melalui Danandjaja berdasarkan tipenya folklor dapat digolongkan dalam tiga
kelompok :
43
a. Folklor lisan, yaitu folklor yang bentuknya murni lisan,
misalnya ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, cerita prosa rakyat, dan nyanyian rakyat.
42
James Danandjaja, Folklor Indonesia Ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997, hlm. 2.
43
Ibid , hlm. 21-22
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
b. Folklor sebagian lisan, yaitu folklor yang bentuknya
merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan, misalnya kepercayaan rakyat, permainan rakyat, adat-istiadat,
upacara dan pesta rakyat. c.
Folklor bukan lisan, yaitu folklor yang bentuknya bukan lisan walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Folklor
ini ada yang berbentuk material dan nonmaterial. Yang berbentuk material bisa berupa arsitektur rakyat, kerajinan
tangan, pakaian serta perhiasan adat, makanan, alat musik, dan senjata.
Berdasarkan penggolongan di atas, upacara tradisional nyadran termasuk folklor sebagian lisan karena di dalamnya terdapat bentuk
foklor lisan, yaitu doa-doa yang digunakan dalam upacara dan juga terdapat bentuk folklor bukan lisan berupa ubarampe dalam upacara
tersebut. Konsepsi dasar Jawa mengenai dunia gaib dunia yang tak
nampak didasarkan pada gagasan bahwa semua perwujudan dalam kehidupan disebabkan oleh makhluk berfikir yang berkepribadian yang
mempunyai kehendak sendiri. Gagasan animis ini dapat dirumuskan demikian : segala sesuatu dalam alam, di dunia hewan dan tetumbuhan,
apakah besar atau kecil, mempunyai nyawanya sendiri.
44
44
Zaini Muchtarom, Santri dan Abangan di Jawa, Terjemahan: Sukarsi Jakarta : INIS, 1988, hlm. 28.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Roh-roh yang disembah oleh orang Jawa pada umumnya disebut hyang
atau yang yang berarti “tuhan”. Tuhan dalam bahasa Jawa terkadang dinamakan Hyang Maha Kuwasa Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tak seorang pun dapat menghitung jumlah para yang.Diantaranya terdapat danyang desa roh pelindung desa. Orang Jawa menganggap
bahwa setiap desa mempunyai roh pelindung sendiri yang tinggal dalam sebatang pohon yang rindang. Penduduk membayangkan bahwa roh-roh
itu sudah tinggal di tempat tersebut sebelum tanah itu dibersihkan untuk pembangunan desa bersangkutan.
45
Masyarakat khususnya di pulau Jawa yang masih melestarikan tradisi penghormatan nenek moyang dalam bentuk perayaan tradisi
nyadran memiliki ikatan yang erat dengan alam. Itu juga sebabnya mereka sangat memperhatikan kejadian-kejadian alam sekitar sebagai
pertanda bagi kejadian-kejadian lain. Oleh karena itu sebagian masyarakat meyakini jika tidak melaksanakan upacara maupun tradisi
yang merupakan adat akan ada bahaya maupun bencanayang terjadi di masyarakat tersebut, biasa masyarakat menyebutnya sebagai mitos. Hal
ini karena masyarakat memiliki sistem budaya tersendiri yang sudah begitu mengakar kuat.
Mitos dalam konteks budaya Jawa bukan sekedar dongeng. Mitos pada kebudayaan Jawa menjadi referensi semua tindakan dan sikap
dalam kehidupan masyarakat Jawa. Tindakan yang dimaksud adalah
45
Ibid, hlm. 28
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
dalam hal spiritual religius, bukan tindakan sehari-hari. Mitos mengandung suatu kebenaran yang tidak boleh diganggu gugat, harus
diikuti, baik suka ataupun tidak suka. Sistem kepercayaan dari suatu masyarakat meliputi semua aspek
kesadaran, gagasan, pengetahuan, cerita rakyatpengetahuan, takhayul, dan legenda yang ada dalam masyarakat. Mitos dan dongeng adalah
suatu bagian yang sangat penting dari dongeng-dongeng yang ada dalam masyarakat. Mereka menyediakan suatu dasar untuk berkesinambungan
hidup masyarakat dan budaya. Melalui mereka dunia memberikan suatu arti. Mitos dan legenda adalah bagian yang nyata dari sistem
kepercayaan.
46
Banyak orang desa yang ingin mendapat berkah atau minta perlindungan terhadap bencana, mengantarkan saji-sajian berupa
kemenyan dan bunga ke tempat sajian pohon besar tersebut serta mengemukakan kesulitannya dan kebutuhannya akan perlindungan
kepada danyang desa. Bukan hanya desa yyang ada danyangnya melainkan juga sawah, pasar, gedung-gedung besar dan sebagainya.
Tempat-tempat yang dikuasai oleh danyang dan tidak dapat dihuni atau dimasuki oleh manusia disebut angker dalam bahasa Jawa yang artinya
“tak dapat didekati”.
47
46
A. M. Moefad, Perilaku Individu Dalam Masyarakat, Jombang: el-Deha Press, Fakultas Dakwah IKAHA, 2007, hlm. 49
47
Zaini Muchtarom, Santri dan Abangan di Jawa, Terjemahan: Sukarsi Jakarta : INIS, 1988, hlm. 28-29.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Mitos merupakan sesuatu hal yang dipercayai oleh sebagian orang, biasa dipakai untuk menakut-nakuti, memberi peringatan, ataupun
diceritakansecara berkelanjutan. Semua mitos yang ada di dunia, merupakan mitos yang telah ada sejak zaman nenek moyang,
dikarenakan cerita yang terus bergulir, atau bisa saja sesuatu mitos berubah dikarenakan zaman yang terus berkembang. Bagi
sebagianorangmitos merupakan sesuatu yang sudah jarang dipercaya, tapi masih juga ada yang percaya tentang mitos-mitos tertentu dan terus
bergulir sampai sekarang.
2. Ritual Selametan sebagai Bentuk Kebudayaan Masyarakat