32 alat-alat bukti seperti yang dimaksud dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP.
M. Yahya Harahap
43
Bahwa jika ditelaah pengertian bukti permulaan yang cukup, pengertiannya hampir serupa dengan yang dirumuskan Pasal 183
KUHAP, ak i harus erdasar pri sip atas i i al pe uktia
yang terdiri sekurang-kurangnya dua alat bukti, bisa terdiri dari dua orang saksi atau saksi ditambah satu alat bukti lain.
H.M.A. Kuffal
44
Bah a a g di aksud de ga ukti per ulaa adalah sa a de ga alat ukti a g sah , seda g ukup ukti e urut KUHAP adalah
sama dengan alat bukti minimal sebagaimana diatur dalam Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP.
Berdasar p e dapat para pakar dapat dike ukaka ah a a g di aksud de ga pe ulaa ukti
a g ukup dala Penjelasan Pasal 74 UU TPPU adalah sama dengan sekurang-kurangnya 2 dua alat bukti yang sah dengan pengertian baik dengan 2 dua jenis alat bukti yang sah sejenis, misalnya
keterangan saksi maupun dengan 2 dua jenis alat bukti yang sah tidak sejenis, misalnya 1 satu keterangan saksi dan 1 satu surat.
45
Jadi, dapat disimpulkan bahwa penyidik tindak pidana asal baru dapat melakukan penyidikan jika telah didapati sekurang-kurangnya 2 dua alat bukti yang sah.
G. Pembuktian Unsur Dakwaan– Frasa Patut Diduganya
Berikutnya adalah mengenai perlunya pembuktian unsur subyektif atau mens rea dan unsur objektif atau actus reus. Unsur mens rea dalam TPPU yang perlu dibuktikan adalah knowledge mengetahui
atau reason to know alasan untuk mengetahui patut menduga dan intended bermaksud.
46
Dalam pe e uha u sur e getahui , pelaku harus e e uhi knowingly dan willingly. Hal ini terkait
dengan pembuktian unsur pasal yaitu bahwa terdakwa mengetahui atau patut menduga perihal sumber dari harta kekayaannya, apakah bersumber dari sumber yang sah atau tidak dan juga
terdakwa mengetahui tentang maksud melakukan transaksi. Menjadi pembahasan yang
erkepa ja ga aitu e ge ai frasa patut diduga a dala UU ini. Perlu diketahui, frasa ini sebenarnya juga menjadi unsur dalam UU mengenai TPPU di beberapa
negara.Berdasarkan kesepahaman bersama negara-negara dalam menyatukan perbedaan rezim hukum, membuat hampir semua delik pencucian uang di negara-negara yang mengkriminalisasi
aktivitas pencucian uang memiliki sejumlah kesamaan, baik negara civil law maupun common law system.
Adapun beberapa kesamaan dalam merumuskan delik pencucian uang khususnya berkenaan dengan frasa patut diduga a g erupaka je is kesalaha dari akti itas pe u ia ua g di e erapa
negara antara lain sebagai berikut:
Malaysia Afrika Selatan
Kanada Swiss
…..the person knows or has reason to
believe, that the property is proceeds
from any unlawful
…knowsor ought reasonably to have
knownthat such property derived or is
derived from or
….knowing or believingthat all or a
part of that property or of those proceeds
was obtained or A perso ho
carries out an act that is aimed at frustrating
the identification of the origin, the tracing
43
M. Yahya Harahap, Perubahan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke IX, Juli 2007, Edisi ke-2, Hlm 158.
44
HMA. Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang, Cetakan ke IX, April 2007, Edisi Revisi, Hlm 28,29.
45
R. Wiyono, Op. Cit.Hlm 212
46
Yenti Garnasih, Op.Cit.Hlm 10
33 a ti it ;…
[Section 3 1 Anti- Money Laundering and
Anti-Terrorism Financing Act 2001]
through a pattern of racketeering
a ti it .. ; [Section 2 Prevention
of Organized Crime Act No. 121 of 1998]
derived directly or indirectly as a result of
a the commision in Canada of a
desig ated offe e... [Section 462.31 1
Criminal Code Canada] or the forfeiture of
assets which he knows or must assume
originate from a felo ,...
[Article 305 bis Swiss Criminal Code]
Sumber: Permohonan ICJR sebagai Pihak terkait dan kesimpulannya dalam Perkara Nomor 77PUU XII2014 perihal Pengujian Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantaasan Tindak
Pidana Pencucian Uang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Frasa ini sudah dikenal hampir 100 tahun yang lalu ketika WvSNI menyatakan berlaku di Indonesia berdasarkan Koninklijk Besluit 15 Oktober 1915 Nomor 33 yang kemudian berdasarkan Pasal 6 UU
No. 1 Tahun 1946 disebut KUHP. Frasa tersebut terdapat dalam Pasal 480 WvSNI sebagai unsur tindak pidana penadahan dan sebagainya yang diterjemahkan, yang diketahuinya atau patut
disangkanya dan frasa ini diantaranya Para Hakim, Para Ahli Hukum pidana tersebut oleh Prof. Muljatno, oleh Prof. Dr. Andi Hamzah, juga dalam KUHP terjemahan resmi BPHN sekarang
dipergunakan secara resmi dalam berbagai pelajaran asas hukum pidana baik dalam BAP penyidikan, surat dakwaan atau surat tuntutan.
Dalam hukum pidana dan dalam berbagai literatur asas hukum pidana frasa tersebut lebih dikenal dengan proparte dolus proparte culpa. Prof. Khomariah juga mengatakan menurut Jan Remmelink di
dalam bukunya yang terakhir, perumusan delik semacam ini dimaksudkan agar tindak pidana jangan dibatasi secara berlebihan dengan menetapkan syarat dolus yang terlalu ketat. Namun juga pada
saat yang sama jangan dibiarkan terlalu longgar dengan cara mengobjektivasi banyak unsur tindak pidana. Hasil akhir yang diharapkan bukanlah tingkat ketelitian yang semakin tinggi tapi justru
kelenturan yang lebih besar. Hal ini dapat dicapai justru tidak dengan menempatkan unsur-unsur atau faktor delik atau justru di luar lingkaran pengaruh dolus melainkan menempatkan sebagian
unsur tersebut ke dalam lingkaran pengaruh dolus, sebagian lainnya diobjektivasi dan sebagian lainnya mengkaitkannya dengan persyaratan culpa.
47
Dalam hukum pidana Inggris
48
dikenal juga dengan istilah recklessness kesembronoan kelapaan kesalahan yang disadari atau dalam istilah Inggrisnya disebut advertent negligence kealpaan yang
penuh perhatian kehati-hatian dan dalam beberapa hal dapat disamakan dengan dolus evantualis. Untuk adanya recklessness
iasa a harus di uktika ah a si pelaku se e ar a e adari suatu keadaa da
e getahui atau dapat e perkiraka ke u gki a terjadi a aki at aka tetapi ia sembrono atau tidak peduli terhadap keadaan atau akibat itu. Hal ini mirip dengan yang dianut
de ga frasa patut diduga aitu setidak-tidaknya memiliki pengetahuan terhadap suatu keadaan tertentu.
Dengan demikian, frasa ini dibuat oleh beberapa negara termasuk Indonesia dengan tujuan agar masyarakat memiliki tingkat kehati-hatian yang tinggi terhadap segala transaksi juga agar waspada
terhadap potensi menjadi pelaku TPPU pasif. Tidak adanya frasa tersebut dapat berpotensi untuk menurunkan rasa waspada masyarakat sehingga memudahkan pelaku TPPU aktif untuk
menyembunyikan ataupun menyamarkan Harta Kekayaannya. Selanjutnya adalah pembuktian unsur intended memiliki maksud, dalam hal ini adalah maksud
untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan yang bersumber dari kejahatan. Di Indonesia sendiri masih sulit untuk membuktikan unsur ini, oleh karena itu Jaksa harus memilih
47
Risalah Persidangan Perkara Nomor 77.PUU.XII.2014 - Tanggal 16 Oktober 2014 Halaman 4 sd 7
48
Barda Nawawi, Perbandingan Hukum Pidana, Depok, Raja Grafindo, Cetakan ke-10, 2013,Hlm 38
34 u sur e a arka disguissing karena dianggap lebih mudah untuk dibuktikan dibandingkan
de ga u sur e e u ika hiding. Karena susah untuk membuktikan hal ini, di Amerika
“erikat di erlakuka ada a ukti pe duku g atau petu juk circumstansial evidance cukup untuk membenarkan adanya unsur tersebut
49
. Dengan demikian, dengan dibuktikannya pengetahuan dari si pelaku mengenai harta kekayaannya, terbukti jugalah unsur intended-nya.
H. Pemeriksaan dalam Persidangan: In Absentia Dalam Pembuktian