Sejarah Munculnya Pemkiran Hassan Hanafi

Pendidikan Hassan Hanafi diawali pada tahun 1948, kemudian dilanjutkan pada Madrasah Tsanawiyah Khalil Agha Kairo yang diselesaikannya selama empat tahun. Semasa Tsanawiyah, ia aktif mengikuti diskusi-diskusi kelompok Ikhwan al-Muslimin. Karena itu, sejak kecil ia telah mengetahui pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh Ikhwan al-Muslimin dan aktifitas- aktifitas sosialnya. Hassan Hanafi tertarik juga untuk mempelajari pemikiran- pemikiran Sayyid Qutb tentang keadilan sosial dan Islam. Sejak itu, ia berkonsentrasi untuk mendalami pemikiran agama, revolusi dan perubahan sosial. Di dunia akademik, Hassan Hanafi aktif memberikan kuliah seperti di Perancis 1969, Belgia 1970, Temple University Philadelphia Amerika Serikat 1971-1975, Universitas Kuwait 1979, Universitas Fez Maroko 1982-1984 dan menjadi Guru Besar tamu di Tokyo 1984-1985, di Persatuan Emirat Arab 1985. Kemudian, ia diangkat menjadi Penasehat Program pada Universitas PBB di Jepang 1985-1987, dan sekembalinya dari Jepang pada tahun 1988 Hassan Hanafi diserahi jabatan Ketua Jurusan Filsafat di Universitas Kairo. Aktifitas di dunia akademik tersebut ditunjang dengan aktifitasnya di organisasi masyarakat. Tercatat, Hanafi aktif sebagai Sekretaris Umum Persatuan Masyarakat Filsafat Mesir. Ia menjadi anggota Ikatan Penulis Asia-Afrika, anggota Gerakan Solidaritas Asia-Afrika serta menjadi Wakil Presiden Persatuan Masyarakat Filsafat Arab. Pemikiran Hassan Hanafi tersebar di dunia Arab sampai ke Eropa. Pada tahun 1981, ia memprakarsai dan sekaligus sebagai pimpinan redaksi penerbitan jurnal ilmiah Al-Yasar al- Islami. Pemikiran yang terkenal dengan al-Yasar al- Islami sempat mendapat reaksi dari penguasa Mesir, Anwar Sadat, yang memasukkannya ke dalam penjara. 1

B. Sejarah Munculnya Pemkiran Hassan Hanafi

1 Moh. Nurhakim, 2003: 8-9 4 Pada tahun 1952-1956 Hanafi duduk di bangku Universitas Kairo untuk mendalami bidang filsafat. Tahun 1954 terjadi pertentangan keras antara gerakan ikhwan dan gerakan revolusi. Ia berada dipihak Muhammad Najib yang berhadapan dengan Nasser, karena yang pertama mempunyai komitmen dan visi keislaman yang jelas. Hanafi mulai optimis setelah Nasser berhasil menasionalisasikan suez dan berubah menjadi pahlawan nasional. Peristiwa demi peristiwa yang dia alami selama dikampus telah membuatnya bangkit menjadi seorang pemikir, pembaharu, dan revormis. Keprihatinan yang muncul saat itu adalah mengapa umat islam selalu mudah dikalahkan dan mengapa konflik internal dikalangan mereka terus terjadi. Dalam keprihatinan semacam itu, hanafi beruntung memperoleh kesempatan untuk belajar di Universitas Sorbonne, Prancis pada tahun 1956-1966. Keberuntungannya disini bukan karena ia berhasil melarikan diri dari situasi sulit di negerinya, akan tetapi ia memperoleh lingkungan yang kondusif untuk mencari jawaban atas persoalan-persoalan mendasar yang sedang dihadapi oleh negerinya dan sekaligus ia mulai merumuskan jawaban-jawaban itu. Sebagaimana ia akui, di Prancis ia dilatih berfikir secara metodologis melalui kuliah-kuliah maupun bacaan-bacaan atas karya orientalis. Ia sempat belajar pada seorang pemikir reformis katolik, J. Gitton, tentang metodologi berfikir, pembaharuan, dan sejarah filsafat. Ia belajar fenomenologi dari Paul Ricoeur dan analisis kesadaran dari Husserl. Sepulangnya dari Prancis pada tahun 1966, semangat Hanafi untuk meneruskan tulisannya tentang pembaharuan peemikiran islam sangat tinggi. Akan tetapi, kekalahan Mesir melawan Israel tahun 1967 membalik niatnya tersebut. Kemudian, ia ikut serta dengan rakyat berjuang dan membangun kembali semangat Nasionalisme. Karena itu, ia memanfaatkan media masa sebagai corong perjuangannya. Ia menulis artikel-artikel untuk menanggapi masalah-masalah actual untuk melacak faktor kelemahan umat islam. Disini, terlihat Hanafi ingin menggabungkan antara semangat akademik dengan semangat kerakyatan. Artinya, 5 sebagai seorang pemikir dan cendekiawan, ia sangat peka terhadap persoalan yang sedang dihadapi masyarakat. Pada tahun yang terakhir tersebut, ia terkena suatu permasalahan dengan pemerintah sehingga ia diminta untuk memilih, antara berhenti dari aktifitasnya di Mesir atau pergi ke Amerika. Akhirnya, ia memilih yang kedua. Sepulang dari Amerika ia berusaha memulai tulisannya tentang pembaharuan pemikiran islam yang telah lama tertunda. Pengalaman itulah antara lain, yang mempertajam pemikirannya dan mendorong dirinya untuk memanfaatkan sisa umurnya untuk menulis dan menyelesaikan problem yang sedang dihadapai oleh dunia Islam. Disini, terlihat bahwa disamping sebagai pemikiran pembaru, ia juga cendekiawan yang mempunyai perhatian besar terhadap persoalan umat, bahkan, ia banyak terlihat langsung dalam kegiatan-kegiatan pergerakan. 2

C. Metodologi Pemikiran Hassan Hanafi