Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan daerah merupakan salah satu rangkaian dasar keberhasilan dari pembangunan nasional, yang bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam UUD 1945 dalam Pasal 27 ayat 2 menetapkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Selain itu dalam Pasal 34 menetapkan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipeli hara oleh Negara”. Dua ketentuan pasal tersebut dalam penjelasan telah cukup jelas bahwa dalam hal ini, Negara bertanggungjawab atas penanganan permasalahan sosial dan kesejahteraan di dalam masyarakat. Pembangunan Kabupaten Badung merupakan bagian integral dari pembangunan Daerah Provinsi Bali serta pembangunan nasional, selain itu Badung merupakan salah satu tujuan pariwisata dunia. Sebagai destinasi pariwisata Indonesia dan dunia, Badung menjadi harapan untuk mengais rezeki tidak hanya para pengusaha, pekerja kantoran maupun buruh bangunan mengais kehidupan di daerah pariwisata ini. 1 Bagi kaum pencari kerja yang berharap untuk meningkatkan taraf hidup di kota besar, kadang tidak dibarengi dengan kemampuan pendidikan dan keahlian yang cukup untuk bersaing di dunia kerja. Dalam persaingan mendapatkan pekerjaan inilah terdapat orang-orang yang tersingkirkan dan mencoba untuk bertahan hidup dengan membanjiri sektor-sektor informal entah dengan menjadi pemulung atau dengan cara meminta-minta. Masyarakat ini bisa digolongkan sebagai masyarakat miskin, banyak bukti menunjukkan bahwa yang disebut sebagai orang atau keluarga miskin pada umumnya selalu lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga seringkali makin tertinggal jauh dari masyarakat lain yang memiliki potensi lebih tinggi. 2 Sehingga mengakibatkan orang-orang tersebut akan mengalami keputusasaan. Dari keputusasaan inilah mereka akan melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, salah satu diantaranya dengan menjadi “Gelandangan dan Pengemis” atau yang sering disebut dengan “Gepeng”. Dengan berkembangnya gelandangan dan pengemis gepeng di Kabupaten Badung terlebih di daerah Kuta, diduga akan mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban umum. Dikarenakan gelandangan dan pengemis gepeng dianggap sebagai 1 Pemerintah Kabupaten Badung, 2014, Terkait Upaya Penanggulangan Gepeng, Disosnaker Lakukan Rapat Koordinasi URL : http:www.Badungkab.go.id, diakses pada tanggal 21 April 2015 2 Dr. Bagong Suyanto, 2013, Anatomin Kemiskinn dan Strategi Penanganannya, Faktor Kemiskinan Masyarakat Pesisir, Kepulauan, Perkotaan dan Dampak dari Pembangunan di Indonesia, In-TRANS Publishing, Malang, h.7 sampah masyarakat yang harus di tuntaskan secara maksimal. Maka sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah kabupaten Badung telah membuat Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2001 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum, spesifik dari perda ini adalah dikhususkan pada Pasal 24 ayat 2 yaitu dilarang melakukan pekerjaan untuk meminta-minta dimuka umum baik dijalan, taman dan tempat-tempat lain di Kabupaten Badung dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Dalam hal ini yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 24 ayat 2 adalah gelandangan dan pengemis gepeng. Apabila terbukti melanggar ketentuan pasal tersebut dapat dikenai pidana kurungan paling lama 3 tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,- lima juta rupiah sebagaimana tercantum dalam pasal 42 ayat 1 Perda Badung No. 4 tahun 2001 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum. Alasan kabupaten Badung membuat perda tersebut karena bertujuan untuk menciptakan dan meningkatkan kondisi Badung yang aman, tertib, bersih, dan kondusif. Agar terciptanya kondisi tersebut pihak Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP memnpunyai peranan penting dalam menegakkan Perda yang ada di wilayahnya. Namun kenyataannya menurut data yang diperoleh dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung jumlah gepeng yang ada di Badung pada tahun 2011 mencapai 556 gepeng, pada tahun 2012 mencapai 410 gepeng, dan selanjutnya pada tahun 2013 mencapai 430 gepeng. 3 Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 24 ayat 2 Perda Badung No. 4 Tahun 2001. Ini tentunya sebuah fakta yang belum mampu diupayakan pemerintah untuk menanganinya secara maksimal. Melihat banyaknya pelanggaran ketentuan Pasal 24 ayat 2 Perda Badung No. 4 Tahun 2001 di wilayah Badung, penulis tertarik untuk mencoba menelaah lebih dalam mengenai penanggulangan gelandangan dan pengemis di kabupaten Badung. Dan faktor apa saja yang menjadi kendala dalam penanggulangan gelandangan dan penegmis gepeng. Dengan alasan tersebut, penulis mengangkat penelitian dengan judul “Efektivitas Penanggulangan Gelandangan Dan Pengemis di Kabupaten Badung ”. Pemerintah selaku pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya fenomena sisoal ini diharapkan untuk lebih sadar dengan kenyataan yang terjadi didalam masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah