SELEKSI NOMOR- NOMOR HARAPAN KEDELAI (Glycine max [L.] Merril) GENERASI F5 HASIL PERSILANGAN WILIS x MLG 2521

(1)

SELEKSI NOMOR- NOMOR HARAPAN KEDELAI (Glycine max [L.] Merril) GENERASI F5 HASIL PERSILANGAN WILIS x MLG 2521

(Skripsi)

Oleh

NOVIAZ ADRIANI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

SELEKSI NOMOR- NOMOR HARAPAN KEDELAI (Glycine max [L.] Merril) GENERASI F5 HASIL PERSILANGAN WILIS x MLG2521

OLEH

NOVIAZ ADRIANI

Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Namun produktivitas kedelai lokal rendah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumen. Dengan produktivitas yang rendah diperlukan upaya agar produksi kedelai lokal meningkat yaitu membentuk

varietas unggul baru.

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengestimasi nilai keragaman karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil persilangan antara Wilis x Mlg2521 (2)

mengestimasi nilai heritabilitas dan keragaman dalam arti luas karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis x Mlg2521 (3) mengetahui

nomor-nomor harapan generasi F5 hasil persilangan Wilis x Mlg2521. Rancangan

perlakuan terdiri atas 16 genotipe dan dua tetua. Perlakuan ditata dalam rancangan perlakuan teracak sempurna dengan dua ulangan. Jarak tanam 20 x 50 cm dan setiap genotipe terdapat 20 tanaman.


(3)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Besaran nilai keragaman fenotipe yang luas terdapat pada karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 butir, Besaran nilai keragaman genotipe untuk umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman memiliki kriteria sempit. (2) Besaran nilai duga heritabilitas yang tinggi terdapat pada umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, dan bobot 100 butir, sedangkan untuk karakter jumlah polong per tanaman dan bobot biji per tanaman memiliki heritabilitas rendah. (3) Terdapat 16 nomor genotipe harapan yaitu 7.199.4-14; 7.24.1.-2; 7.64.1-3; 7.90.2-1; 7.64.1-8; 7.144.2-3; 7.192.1-16;

7.199.4-1; 7.199.4-2; 7.199.4-15; 7.83.5-4; 7.23.3-3; 7.83.5-3; 7.83.5-1; 7.73.3-1; 7.192.1-15 yang diranking berdasarkan bobot biji per tanaman dan bobot 100 butir sebagai dasar pertimbangan.

Kata kunci: seleksi, kedelai, nomor harapan, generasi F5


(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar lampung, pada tanggal 16 November 1992, sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak Hi. Ir. Hazai Fauzi, MM dan Ibu Hj. Maidawati, BBA.

Penulis menyelesaikan Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Masjid Agung Kalianda pada tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Rawa Laut Bandar Lampung pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 23 Bandar Lampung pada tahun 2007, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 8 Bandar Lampung pada tahun 2010.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2010, melalui jalur PKAB (Penelusuran

Kemampuan Akademik dan Bakat). Pada tahun 2012/2013 penulis aktif sebagai anggota bidang Komisi I Keuangan di DPM Fakultas Pertanian. Penulis juga tercatat sebagai sepuluh besar mahasiswa berprestasi agroteknologi tahun ajaran 2012/2013.

Pada bulan Juli-Agustus 2013, penulis melaksanakan Praktik Umum di BPTP KP. Natar, kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pada bulan Januari-Maret 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Karang Mulya,


(9)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, Kupersembahkan hasil karya yang diiringi rasa

syukur dan bangga ini sebagai ungkapan rasa kasih sayang, hormat

dan bukti bakti ku untuk Umi dan Abi, yang senantiasa menjadi

sumber penyemangat untuk dapat menyelesaikan skripsi ini

kakakku Mohammad Adriez Faidhzal, adikku Triaz Rizmaulia dan Achmad Fauzan Arief, yang senantiasa menjadi warna dalam hidupku.

Serta sepupu ku Fitria Nurhikmah yang sangat membantu dalam proses penelitian berlangsung..

Keluarga, Sahabat seperjuangan dan


(10)

(11)

SANWACANA

Alhamdulillahhirobbil’alaamiin segala puji bagi Allah SWT, Rabb yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Seleksi Nomor-Nomor Harapan Tanaman Kedelai

(Glycine Max [L]. Merrill) Generasi F5 Persilangan Wilis X Mlg2521” adalah salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Lampung.

Penulis berharap, skripsi yang merupakan wujud dari kerja keras, dan do’a serta didukung dengan bantuan dan keterlibatan berbagai pihak ini akan bermanfaat dikemudian hari. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P., selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan

perhatian, pemikiran, dan bimbingan yang sangat membangun selama penulis melakukan perkuliahan, penelitian, dan penyelesaian skripsi.

2. Dr. Ir. Maimun Barmawi, M.S., selaku Pembimbing kedua yang telah memberikan ilmu pengetahuan, saran, kritik, semangat, dan kesabaran yang tak terhingga saat membimbing dalam penelitian ini.

3. Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P selaku Penguji dan Ketua Jurusan yang telah memberikan pengarahan, memberikan ilmu pengetahuan, kritik, dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(12)

4. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S, sekalu Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Orang tua tercinta Abi dan Umi yang selalu memberikan doa, motivasi penuh dan memberikan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Teman-teman satu penelitian Jefri Julkarnain, Riza Aprianti, S.P., Tety Maryenti, S.P., Nurrul Aslichah,S.P., Cristian Raymon, Dimas Nugroho yang telah membantu dan terlibat dalam penelitian dan memberikan masukan dalam pembuatan skripsi ini.

7. Sahabat seperjuangan Amey item, Wanda bontet, Dewi Mentari, tjut Viany, Diansa, Novri PS, Andini Negara, Intan A Bellapama, Mesa Suberta, Ajiewh, Debby

Agsari, Eka Purnama, Sherly Ardhani, Bangun Ferdian, Agung ari, terima kasih bukan hanya untuk kebersamaan, keakraban, kebahagiaan tetapi juga kesulitan dan duka yang selama ini selalu dilalui bersama.

8. Senior 2009, Syarif Hidayat, S.P., yang telah memberikan dukungan dan masukan selama proses penelitian berlangsung.

9. Teman-teman Agroteknologi 2010 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan mereka dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin..

Bandar Lampung, Mei 2014


(13)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 5

1.3 Kerangka Pemikiran ... 5

1.4 Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Tanaman Kedelai ... 8

2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai ... 8

2.1.2 Morfologi Tanaman Kedelai ... 9

2.1.3 Syarat Tumbuh ... 12

2.2 Pemuliaan Tanaman Kedelai ... 12

2.2.1 Perakitan varietas unggul pada tanaman kedelai ... 12

2.2.2 Silsilah genotipe yang digunakan... 13

2.2.3 Peningakatan homosigositas... 15

2.3 Keragaman ... 17

2.3.1 Definisi ... 17


(14)

iv

2.3.3 Hasil penelitian yang berhubungan dengan

keragaman ... 18

2.3.4 Batasan keragaman ... 19

2.4 Heritabilitas ... 22

2.4.1 Definisi ... 22

2.4.2 Faktor yang mempengaruhi heritabilitas ... 22

2.4.3 Hasil penelitian yang berhubungan dengan heritabilitas . 25 2.4.4 Batasan heritabilitas ... 26

III. BAHAN DAN METODE ... 28

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

3.2 Bahan dan Alat ... 28

3.3 Metode Penelitian ... 29

3.4 Analisis Data ... 29

3.5 Pelaksanaan Penelitian ... 30

3.5.1 Persiapan lahan... 30

3.5.2 Penanaman dan pemberian pupuk dasar ... 31

3.5.3 Pelabelan ... 31

3.5.4 Perawatan dan pemeliharaan ... 31

3.5.5 Pemanenan ... 32

3.5.6 Peubah yang diamati ... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Hasil Penelitian ... 34

4.1.1 Keragaman fenotipe dan genotipe ... 34


(15)

v

4.1.3 Nomor-nomor harapan ... 37

4.2 Pembahasan ... 39

4.2.1 Keragaman fenotipe dan genotipe ... 39

4.2.2 Nilai duga heritabilitas arti luas ... 41

4.2.3 Nomor-nomor harapan kedelai populasi F5 hasil persilangan Wilis x Mlg2521... 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 45

5.2 Saran ... 46

PUSTAKA ACUAN ... 47


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Proporsi heterozigot dan homozigot pada satu lokus dengan dua

allele yang berbeda ... 16 2. Tata letak benih kedelai F5 hasil persilangan Wilis x Mlg2521 ... 54


(17)

i

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Analisis ragam yang digunakan untuk generasi F5

persilangan Wilis x Mlg2521. ... 29

2. Ragam dan kriteria keragaman fenotipe pada populasi F5

hasil persilangan Wilis x Mlg2521. ... 35

3. Ragam dan kriteria keragaman genotipe pada populasi F5

hasil persilangan Wilis x Mlg2521. ... 35

4. Nilai tengah dan simpangan baku fenotipe populasi F5

hasil persilangan Wilis x Mlg2521. ... 36

5. Nilai duga heritabilitas arti luas. ... 37 6. Nomor-nomor harapan generasi F5 persilangan Wilis x

Mlg2521. ... 38

7. Silsilah genotipe yang digunakan. ... 51 8. Analisis ragam, nilai keragaman, dan heritabilitas untuk

tinggi tanaman. ... 55 9. Analisis ragam, nilai keragaman, dan heritabilitas untuk

jumlah cabang. ... 56 10. Analisis ragam, nilai keragaman, dan heritabilitas untuk

jumlah polong. ... 57 11. Analisis ragam, nilai keragaman, dan heritabilitas untuk

bobot biji per tanaman. ... 58 12. Analisis ragam, nilai keragaman, dan heritabilitas untuk


(18)

vii

13. Analisis ragam, nilai keragaman, dan heritabilitas untuk

umur berbunga. ... 60 14. Analisis ragam, nilai keragaman, dan heritabilitas untuk


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai mengandung sekitar 40% protein, 20% lemak, 35% karbohidrat, dan 5% mineral sehingga makanan yang berasal dari kedelai dikenal mempunyai kandungan tinggi protein dan rendah kandungan lemak jenuh. Kedelai adalah jenis kacang-kacangan yang sangat mudah dicerna oleh tubuh dikarenakan kandungan protein dalam kedelai sangat baik sebagai pengganti protein hewani atau daging.

Menurut Badan Pusat Statistik (2013), produksi kedelai dalam negeri tahun 2012 hanya sekitar 700.000 ton/ tahun sedangkan kebutuhan nasional yakni 2,2 juta ton/ tahun sehingga Indonesia harus mengimpor kedelai sekitar 1,8 juta ton/ tahun. Dengan produktivitas yang rendah diperlukan adanya usaha agar produksi kedelai dalam negeri meningkat. Dengan demikian, ketergantungan impor akan berkurang dan membantu menghemat devisa negara. Usaha peningkatan

produktivitas kedelai perlu dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi impor.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai adalah penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi. Pemuliaan tanaman


(20)

2

diperlukan dalam perakitan varietas unggul kedelai. Langkah dalam perakitan unggul dengan menyilangkan dua tetua kedelai. Pada persilangan terjadi penggabungan sifat yang dimiliki oleh masing-masing tetua dan dapat menjadi sumber yang menimbulkan keragaman genetik pada keturunannya (Barmawi, 2007).

Secara umum, program pemuliaan tanaman terdiri atas tiga tahapan penting yaitu (1) menciptakan populasi tanaman yang memiliki keragaman genetik yang cukup besar, (2) menseleksi genotipe-genotipe yang memiliki karakter khusus yang diinginkan pemulia, dan (3) melakukan pengujian dan evaluasi genotipe-genotipe terpilih tersebut (Dudley dan Moll, 1969 dikutip oleh Wibowo, 2002).

Pada penelitian ini digunakan zuriat F5 hasil persilangan antara Wilis dan Mlg2521.

Wilis memiliki keunggulan produksi tinggi tetapi tidak tahan terhadap Cowpea

Mild Mottle Virus (CPMMV) dan Soybean Stunt Virus (SSV), sedangkan Mlg2521

memiliki ketahanan terhadap SSV tetapi produksi rendah. Dari hasil persilangan tersebut diharapkan akan terjadi gabungan sifat dari kedua tetuanya, sehingga akan didapat kedelai yang tahan terhadap penyakit SSV dan produksi tinggi atau paling tidak sama dengan produksi Wilis. Akan tetapi pada penelitian ini hanya dilihat dari daya hasilnya saja.

Untuk mendapatkan genotipe yang berdaya hasil tinggi, perlu dilakukan seleksi dari keturunan hasil persilangan antara Wilis dan Mlg2521. Seleksi dilakukan pada

generasi F5. Supaya seleksi efektif, perlu diestimasi parameter besaran genetik


(21)

3

Parameter genetik merupakan ciri dari suatu populasi tanaman yang menentukan keefektifan seleksi. Menurut Bringgs dan Knowles (1967) yang dikutip oleh Hakim (2010), parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan agar seleksi efektif dan efisien yaitu keragaman genotipe, heritabilitas, korelasi, dan pengaruh dari karakter-karakter yang erat hubungannya dengan hasil. Keragaman yaitu perbedaan yang ditimbulkan dari suatu penampilan populasi tanaman. Keragaman genetik merupakan landasan bagi pemulia untuk memulai suatu kegiatan perbaikan tanaman. Besarnya keragaman genetik merupakan dasar untuk menduga keberhasilan perbaikan genetik di dalam program pemuliaan tanaman (Rachmadi, 2000).

Heritabilitas merupakan salah satu tongkat pengukur yang banyak digunakan dalam pemuliaan tanaman. Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat memberikan petunjuk apakah suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi

menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan dengan faktor lingkungan (Knight ,1979).

Benih yang digunakan adalah benih yang berasal dari penelitian Maimun

Barmawi, Hasriadi Mat Akin, Nyimas Sa’diyah tahun 2012 dengan dibantu oleh beberapa mahasiswa agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Persilangan antara Wilis x Mlg2521 ini telah menghasilkan zuriat hingga generasi

ke lima. Dua belas genotipe terpilih hasil pengujian Yantama (2012)

menunjukkan bahwa memiliki karakter yang lebih unggul dalam hal bobot biji per tanaman dan jumlah polong per tanaman dibandingkan dengan kedua tetuanya.


(22)

4

Dari 12 genotipe harapan yang dipilih untuk ditanam adalah genotipe nomor 7 karena genotipe tersebut menempati pertingkat pertama. Langkah berikutnya yaitu benih F3 genotipe nomor 7 yang diuji oleh Sari (2013) untuk mengestimasi

keragaman fenotipe dan genetik serta heritabilitas dalam arti luas.

Hasil penelitian Sari (2013) menunjukkan bahwa keragaman genetik dan fenotipe untuk berbagai karakter agronomi termasuk ke dalam kriteria sempit sampai luas. Besaran nilai heritabilitas dalam arti luas termasuk ke dalam kriteria sedang sampai tinggi. Jjuga diperoleh nomor-nomor harapan yang produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan tetua Wilis dan Mlg2521. Tahapan selanjutnya adalah

menguji sebanyak 25 genotipe harapan populasi F4 yang dipilih berdasarkan bobot

biji per tanaman dan bobot 100 butir. Pengujian dilakukan oleh Barmawi dkk. (2013). Keragaman genetik dan fenotipe untuk berbagai karakter yang diamati termasuk ke dalam kriteria sempit sampai luas dan besaran nilai heritabilitas dalam arti luas termasuk ke dalam kriteria rendah sampai tinggi. Diperoleh 14 genotipe harapan yang memiliki nilai tengah bobot biji per tanaman dan bobot 100 butir yang lebih berat dibandingkan dengan kedua tetuanya.

Keragaman dan heritabilitas dapat diamati pada karakter agronomi tanaman. Karakter agronomi merupakan karakter-karakter yang berperan dalam penentuan atau pendistribusian potensi hasil suatu tanaman (Sofiari dan Kirana, 2009). Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut.

1. Berapa nilai keragaman karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil


(23)

5

2. Berapa nilai heritabilitas dan keragaman dalam arti luas karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis x Mlg2521?

3. Apakah terdapat nomor-nomor harapan dari generasi F5?

1.2Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah dapat disusun tujuan penelitian sebagai berikut.

1. Mengestimasi nilai keragaman karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil

persilangan antara Wilis x Mlg2521.

2. Mengestimasi nilai heritabilitas dan keragaman dalam arti luas karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis x Mlg2521.

3. Mengetahui nomor-nomor harapan kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis

x Mlg2521.

1.3Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, maka disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan terhadap perumusan masalah. Ragam genetik merupakan faktor penting dalam pemuliaan tanaman. Nilai ragam genetik yang tinggi menguntungkan bagi pemulia untuk melakukan seleksi sesuai dengan standar kualitas yang diinginkan oleh pemulia untuk generasi berikutnya. Ragam genetik yang sempit menunjukkan bahwa suatu populasi tersebut cenderung homogen.

Nilai heritabilitas yang diperoleh dapat digunakan untuk mengetahui kemiripan antartetua dengan zuriat hasil persilangan. Nilai heritabilitas sangat dipengaruhi


(24)

6

oleh besarnya nilai ragam genetik untuk suatu sifat pada suatu populasi. Apabila nilai heritabilitas tinggi, mengindikasikan bahwa sebagian besar keragaman fenotipe disebabkan oleh keragaman genetik. Dengan demikian, diharapkan seleksi akan menghasilkan kemajuan genetik yang tinggi untuk beberapa karakter agronomi yang menjadi perhatian.

Hasil penelitian Yantama (2012) menunjukkan bahwa generasi F2 hasil

persilangan Wilis x Mlg 2521 memiliki baik ragam fenotipe dan genotipe yang luas

untuk umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman, sedangkan bobot 100 butir termasuk kriteria sempit. Kemudian untuk nilai heritabilitas yang diamati pada generasi F2 persilangan Wilis x Mlg2521 memiliki nilai heritabilitas dalam arti

luas yang tinggi pada semua karakter yang diamati berkisar 0,52—0,97.

Pada populasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg2521, memiliki keragaman fenotipe

dan genotipe yang luas untuk beberapa karakter yang diamati. (Belum

dipublikasikan). Nilai heritabilitas pada generasi F3 pada karakter umur berbunga,

tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman memiliki nilai heritabilitas dalam arti luas yang beragam pada beberapa karakter yang diamati. (Belum dipublikasikan).

Pada generasi F4 yang dilakukan oleh Maimun Barmawi, Hasriadi Mat Akin dan

Nyimas Sa’diyah terdapat keragaman fenotipe dan genotipe yang luas— sempit pada beberapa karakter yang diamati. Pada generasi F4 nilai heritabilitas sedang

terdapat pada karakter tinggi tanaman dan jumlah cabang yakni berkisar 22,2— 43%. Pada bobot 100 butir benih dan jumlah polong termasuk ke dalam kriteria


(25)

7

rendah yakni 0,47—2,8% dan bobot biji per tanaman memiliki kriteria tinggi yaitu 97,95%.

Diharapkan pada generasi F5 memiliki nilai keragaman fenotipe yang luas dan

keragaman genotipe yang sempit pada beberapa karakter yang diamati, serta memiliki nilai heritabilitas yang beragam pada beberapa karakter yang diamati mengingat pada generasi F5 ini heterozigotnya 6,25% dan homozigositasnya

93,75%, diharapkan pada generasi ini populasi lebih seragam dan seleksi masih bisa dilakukan untuk memperoleh nomor-nomor harapan unggul untuk generasi F5.

1.4Hipotesis

Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.

1. Karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil persilangan antara Wilis x

Mlg2521 memiliki keragaman fenotipe yang luas dan keragaman genotipe

yang sempit pada beberapa karakter yang diamati.

2. Karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis x Mlg2521

mempunyai nilai heritabilitas dalam arti luas yang beragam pada beberapa karakter yang diamati.

3. Terdapat nomor-nomor harapan untuk karakter agronomi kedelai generasi F5


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kedelai

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Kedelai

Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril). Berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika. Menurut Acquaah (2008), sistematika tumbuhan tanaman kedelai adalah sebagai berikut: Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Genus : Glycine


(27)

9

2.1.2 Morfologi tanaman kedelai

Tanaman kedelai yang dibudidayakan merupakan tanaman tegak,

bersemak dan berdaun banyak. Apabila tanaman kedelai memiliki ruang tumbuh yang cukup, tanaman akan membentuk cabang yang sedalam–dalamnya

(Poehlman, 1959). Adie dan Krisnawati (2007) menambahkan bahwa

karakteristik kedelai yang dibudidayakan (Glycine max L. Merril) di Indonesia merupakan tanaman semusim, tanaman tegak dengan tinggi 40 - 90 cm,

bercabang, memiliki daun tunggal dan daun bertiga, bulu pada daun dan polong tidak terlalu padat dan umur tanaman antara 72 - 90 hari. Kedelai introduksi umumnya tidak memiliki atau memiliki sangat sedikit percabangan dan sebagian bertrikoma padat baik pada daun maupun polong.

Sistem perakaran pada kedelai terdiri dari sebuah akar tunggang yang

terbentuk dari calon akar sekunder yang tersusun dalam empat barisan sepanjang akar tunggang, cabang akar sekunder, dan cabang akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Bintil akar pertama terlihat 10 hari setelah tanam.

Umumnya sistem perakaran terdiri dari akar lateral yang berkembang 10 - 15 cm di atas akar tunggang. Dalam berbagai kondisi, sistem perakaran terletak 15 cm di atas akar tunggang, tetap berfungsi mengapsorpsi dan mendukung kehidupan tanaman (Adie dan Krisnawati, 2007).

Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak daun yang umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuning-kuningan. Bentuk daun bermacam-macam yaitu oval dan segitiga. Warna dan bentuk daun tergantung pada varietas masing-masing (Pitojo, 2003).


(28)

10

Tanaman kedelai berbatang pendek (30 cm – 100 cm) memiliki 3 – 6 cabang dan berbentuk tanaman perdu. Pada pertanaman yang rapat seringkali tidak terbentuk cabang atau hanya bercabang sedikit. Batang tanaman kedelai

berkayu, biasanya kaku dan tahan rebah, kecuali tanaman yang dibudidayakan di musim hujan atau tanaman yang hidup di tempat yang ternaungi (Pitojo, 2003). Bentuk daun kedelai ada dua macam, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Bentuk daun diperkirakan mempunyai korelasi yang sangat erat dengan potensi produksi biji. Umumnya daerah yang mempunyai tingkat kesuburan tanah tinggi sangat cocok untuk varietas kedelai yang mempunyai bentuk daun lebar. Daun mempunyai stomata, berjumlah antara 190 − 320/m2

(Adisarwanto, 2008).

Bunga kedelai berbentuk seperti kupu-kupu dan terdiri atas kelopak, tajuk, benang sari (anteredium) dan kepala putik (stigma). Warna mahkota bunga kedelai yaitu putih atau ungu tergantung varietasnya. Bunga jantan pada kedelai terdiri dari sembilan benang sari yang membentuk tabung benang sari. Bunga yang masih kuncup, kedudukan kepala sari berada di bawah kepala putik, tetapi pada saat kepala sari menjelang pecah tangkai sari memanjang sehingga kepala sari

menyentuh kepala putik yang menyebabkan terjadi pada saat bunga masih tertutup menjelang mekar (Kasno dkk., 1992).

Kedelai merupakan tanaman dikotil semusim dengan percabangan sedikit, sistem perakaran akar tunggang, dan batang berkambium. Kedelai dapat berubah penampilan menjadi tumbuhan setengah merambat dalam keadaan pencahayaan rendah (Rukmana dan Yuniarsih, 1995). Kacang kedelai termasuk famili


(29)

11

Leguminosae (kacang-kacangan). Pada akar tanaman kedelai terdapat bintil-bintil akar berupa koloni bakteri Rhizobium japonicum. Bintil akar akan terbentuk sekitar 10—20 hari setelah tanam (Suprapto, 2001). Kecambah kedelai

tergolong epigeous, yaitu keping biji muncul di atas tanah. Warna hipokotil, yaitu bagian batang kecambah di bawah keping, ungu atau hijau yang berhubungan dengan warna bunga. Kedelai yang berhipokotil ungu berbunga ungu, sedangkan yang berhipokotil hijau berbunga putih.

Akar tanaman kedelai terdiri atas akar tunggang, akar lateral, dan akar serabut. Pada tanah yang gembur, akar ini dapat menembus tanah sampai kedalaman 1,5 m. Pada akar lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri rhizobium pengikat N dari udara. Bintil akar ini biasanya akan terbentuk 15-20 hari setelah tanam. Pada tanah yang belum pernah ditanami kedelai atau kacang-kacangan lainnya, bintil akar tidak akan tumbuh. Selain sebagai penyerap unsur hara dan penyangga tanaman, pada perakaran ini adalah merupakan tempat terbentuknya bintil/nodul akar yang berfungsi sebagai pabrik alami terfiksasinya nitrogen udara oleh aktivitas bakteri Rhizobium.

Benih kedelai memilki tipe perkecambahan epigeal yaitu pada saat berkecambah kotiledon akan terangkat ke atas dan dari kotiledon akan keluar calon daun. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, bundar, atau bulat agak pipih. Besar biji bervariasi, tergantung dari varietasnya. Besar biji diukur dari bobot per 100 butir biji kering. Kedelai berbiji kecil (6—10 g per 100 biji), berbiji sedang 13 g per 100 biji, dan besar (lebih dari 13 g per 100 biji). Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio


(30)

12

terletak di antara keping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada dinding buah. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong tetapi ada pula yang bundar atau bulat agak pipih (Suprapto, 2001).

2.1.3 Syarat tumbuh

Kedelai tumbuh baik pada dataran rendah dari 1 hingga 600 m diatas permukaan laut, curah hujan antara 150-200 mm/bulan, suhu antara 30-150C pada berbagai jenis tanah yang drainasenya baik (Kasno dkk., 1992). Iklim kering lebih cocok untuk tanaman kedelai dibandingkan dengan iklim lembab (Sudarni, 1994). Tekstur tanahnya lempung berpasir dan liat, struktur gembur, pH nya diantara 5,5-7, untuk optimal 6,8. (Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2011). Kedelai yang ditanam pada tanah yang mengandung kapur dan tanah bekas ditanami padi akan lebih memuaskan hasilnya. Disini kedelai dapat tumbuh dengan mudah, karena struktur tanah masih baik dan tidak membutuhkan pemupukan awal (Aak, 1989).

2.2 Pemuliaan Tanaman Kedelai

2.2.1 Perakitan varietas unggul pada tanaman kedelai

Pemuliaan tanaman dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang perubahan – perubahan susunan genetika sehingga diperoleh tanaman yang menguntungkan manusia. Hayes dkk. (1975) menyimpulkan bahwa tujuan dari pemuliaan tanaman adalah untuk memperoleh varietas atau hibrida agar lebih efisien dalam


(31)

13

luasnya serta tahan pada lingkungan yang ekstrim seperti kekeringan, serangan hama dan penyakit, dan sebagainya.

Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri akibat terjadi silang dalam yang menyebabkan terjadi peningkatan jumlah individu-individu homozigot. Akibat silang dalam terjadi fiksasi sifat-sifat keturunan atau di lain pihak terjadi pula proses-proses penghanyutan genetik. Dalam beberapa generasi silang dalam, populasi semula akhirnya terbagi-bagi ke dalam galur-galur. Keragaman yang terbesar terlihat pada keragaman antargalur. Di antara galur-galur tersebut kini merupakan kelompok-kelompok populasi yang secara genetik berbeda (Kasno dkk., 1992).

Seleksi merupakan suatu proses pemuliaan tanaman dan merupakan dasar dan seluruh perbaikan tanaman untuk mendapatkan kultivar unggul baru. Tiga fase penting dalam kegiatan pemuliaan tanaman, yaitu: (1) menciptakan keragaman genotip dalam suatu populasi tanaman, (2) menyeleksi genotip yang mempunyai gen-gen pengendali karakter yang diinginkan, dan (3) melepas genotipe/kultivar terbaik untuk produksi tanaman.

2.2.2 Silsilah genotipe yang digunakan

Benih kedelai yang digunakan dalam peneitian ini merupakan hasil penelitian Maimun Barmawi, Hasriadi Mat Akin, Nyimas Sa’diyah yang dibantu oleh beberapa mahasiswa dari Jurusan Hama dan Penyakit tanaman dan Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2010. Penelitian ini diawali dengan seleksi tetua yang tahan terhadap Cowpea Mild Mottle Virus


(32)

14

(CPMMV) pada tahun 2001 (Fertani, 2001). Dari hasil penelitian tersebut diperoleh galur yang tahan terhadap (CPMMV) yaitu galur Mlg2521. Menurut

Asadi (2010) galur Mlg2521 memiliki ketahanan terhadap soybean stunt virus

(SSV).

Pada tahun 2009 dilakukan persilangan antara varietas Wilis dan galur Mlg2521

oleh Maimun Barmawi. Penanaman F1 dilakukan oleh mahasiswa yang

mengambil mata kuliah pemuliaan tanaman semester genap pada tahun 2011 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung diperoleh 80 benih unggul yang selanjutnya digunakan untuk benih F2 oleh Yantama dan Sigit pada bulan

November 2011 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung.

Dari penelitian Yantama (2012) diperoleh 12 nomor genotipe harapan yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan tetuanya dan seluruh genotipe yang hidup yaitu 7, 46, 72, 31,62, 58, 23, 10, 13, 70, 74 dan 36. Dari nomor-nomor harapan terpilih lalu dipilih nomor genotipe tujuh (peringkat pertama) yang memiliki jumlah polong per tanaman 378 polong, bobot biji per tanaman 118,27 g, dan jumlah biji 825 biji.

Selanjutnya dari 825 biji tersebut dilakukan pengacakan dan didapat 300 sampel benih yang ditanam sebagai populasi generasi F3 persilanganWilis x Mlg2521

dilakukan oleh Yurida Sari dan Tisa pada Oktober 2012 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung, diperoleh nomor-nomor harapan dari penanaman F4 yang diharapkan dapat menjadi genotipe unggul, yaitu nomor

genotipe 199, 24, 23, 178, 61, 22, 287, 82, 218, 277, 83, 143, 3, 21, 64, 261, 74, 75, 141, 90, 104, 42, 160, 58,192, 123, 97, 144, 140, 176, 260, 44, 66, 73, 85, 52,


(33)

15

56, 62, 70, 57, 105, 31, 110, 28, 38, 162, 103, 213, 7, dan 207. Kemudian penanaman F4 dilakukan oleh Maimun Barmawi pada April 2013 di lahan

Politeknik Negeri Lampung diperoleh 15 nomor-nomor harapan yang diharapkan dapat menjadi genotipe unggul, yaitu nomor genotipe 199, 24, 23, 83, 3, 64, 261, 141, 90, 192, 144, 44, 73, 1.61 dan 4.61 yang akan ditanam sebagai populasi F5

hasil persilangan Wilis x Mlg2521 (Tabel 7, lampiran).

2.2.3 Peningkatan homosigositas

Ciri khusus varietas tanaman menyerbuk sendiri yang dikembangkan melalui biji adalah susunan genetiknya homosigot, kecuali varietas hibrida. Untuk

memperoleh tanaman homosigot dari hasil hibridisasi atau dari populasi heterogen, peranan seleksi amat penting artinya. Sasaran yang hendak dicapai adalah sifat unggul pada homosigot.

Kedelai merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri (self polination). Tanaman menyerbuk sendiri yang disilangkan heterosigot makin kurang keragaman genetiknya disebabkan terjadi penyerbukan sendiri terus menerus dan terjadi perubahan susunan genetik pada masing–masing pasangan. Alel mengarah ke homosigositas, sehingga susunan genetik dalam tanaman semua / sebagian besar homosigot.

Sampai dengan filial ketiga (F3), proporsi yang homozigot dominan adalah ¼ AA

+ (½) (¼) AA = (3

/8) AA, sedangkan yang homozigot resesif juga sama, yaitu (3 /8) aa dan yang heterozigot adalah (¼) Aa (Mangoendidjojo, 2003). Bila


(34)

16

adalah (1 – 1/2n) = (2n– 1)/2n. terlihat bahwa F5 proporsi yang homozigot sudah

90% dan pada F11 sudah hampir 100% (Gambar 1).

P : AA x aa

F1 : Aa

100%

F2 : AA Aa aa

0,25 0,50 0,25

F3 : AA Aa aa

0,375 0,25 0,375

F4 : AA Aa aa

0,4375 0,125 0,4375

F5 : AA Aa aa

0,4675 0,0625 0,4675

Gambar 1. Proporsi Heterozigot dan Homozigot pasa satu lokus dengan Dua Allele yang berbeda

Pasangan gen homosigot akan tetap homosigot dengan adanya penyerbukan sendiri. Pasangan gen – gen heterosigot akan terjadi segresi apabila diserbuki sendiri dan menghasilkan genotipe homosigot dan heterosigot dengan

perbandingan yang sama. Apabila terjadi penyerbukan sendiri secara terus

x

x

x

x


(35)

17

menerus maka genotipe yang terbentuk adalah cenderung homosigot atau genotip homosigot makin lama makin besar proporsinya.

2.3Keragaman

2.3.1 Definisi

Parameter genetik terdiri atas keragaman, nilai duga heritabilitas dan kemajuan seleksi. Keragaman genetik adalah suatu besaran yang mengukur variasi penampilan yang disebabkan oleh komponen-komponen genetik. Penampilan suatu tanaman dengan tanaman lainnya pada dasarnya akan berbeda dalam beberapa hal. Dalam suatu sistem biologis, keragaman(variabilitas) suatu penampilan tanaman dalam populasi dapat disebabkan oleh variabilitas genetik penyusun populasi, variabilitas lingkungan, dan variabilitas interaksi genotipe x lingkungan (Rachmadi, 2000).

2.3.2 Faktor yang mempengaruhi keragaman

Menurut Crowder (1997), keragaman genetik terjadi karena pengaruh gen dan interaksi gen-gen yang berbeda-beda dalam suatu populasi. Keragaman genetik terjadi akibat setiap populasi tanaman mempunyai karakter genetik yang berbeda. Keragaman genetik tanaman dapat terlihat jika ditanam pada lingkungan yang sama, sedangkan keragaman fenotipe adalah keragaman yang terjadi apabila tanaman dengan kondisi genetik yang sama ditanam pada lingkungan yang berbeda. Seleksi akan efektif jika keragamannya luas dan sebaliknya tidak akan efektif bila keragamannya sempit (Rachmadi, 2000).


(36)

18

Keragaman yang terdapat dalam suatu jenis tanaman disebabkan oleh dua faktor keragaman yang disebabkan oleh lingkungan dan keragaman yang disebabkan oleh sifat-sifat yang diwariskan atau genetik. Jika keragaman penampilan suatu karakter tanaman terutama disebabkan oleh faktor genetik maka sifat tersebut akan diwariskan pada generasi selanjutnya (Rachmadi, 2000).

2.3.3 Hasil penelitian yang berhubungan dengan keragaman

Ragam fenotipe Generasi Seleksi F6 hasil persilangan varietas Slamet x

Nakhonsawan menunjukkan keberbedaan dari ragam gabungan kedua tetua untuk sifat umur panen, jumlah cabang, jumlah buku, jumlah buku subur, jumlah

polong, jumlah polong bernas, jumlah biji, jumlah biji bernas, ukuran biji dan produksi biji, sedangkan jumlah cabang relatif sama dengan ragam gabungan kedua tetua. Penguraian ragam fenotipe atas ragam genotipe dan ragam

lingkungan menghasilkan ragam genotipe yang cukup besar sampai sangat besar untuk semua sifat kecuali jumlah cabang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingginya ragam fenotipa disebabkan oleh tingginya ragam genotipe. Tingginya ragam genotipe ini berimplikasi pada tingginya nilai heritabilitas arti luas sesuai kriteria Stanfield (1991).(Jambormias, 2007).

Populasi F2 hasil persilangan Wilis x Mlg2521 memiliki keragaman fenotipe yang

luas untuk umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman, sedangkan bobot 100 butir termasuk sempit. Demikian pula untuk keragaman genotipe, populasi F2 juga

menunjukkan keragaman genotipe yang luas untuk karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman,


(37)

19

sedangkan jumlah cabang produktif dan bobot 100 butir termasuk kategori sempit. Suatu karakter memiliki keragaman fenotipe dan genotipe luas apabila ragam fenotipe dan genotipe karakter tersebut lebih besar dua kali simpangan bakunya dan keragaman sempit apabila ragam fenotipe dan genotipenya lebih kecil dua kali simpangan bakunya. Keragaman fenotipe dan genotype yang luas dari karakter yang diamati ini memberikan peluang berhasilnya seleksi (Yantama, 2012).

Nilai ragam fenotipik tertinggi di populasi F4 hasil persilangan Tanggamus

dengan Tegal terdapat pada karakter jumlah biji dan terendah pada karakter jumlah cabang. Populasi F4 hasil persilangan Sibayak dengan Argomulyo, nilai

ragam fenotipik tertinggi dimiliki oleh karakter jumlah biji dan terendah pada karakter jumlah cabang. Populasi F4 hasil persilangan Sibayak dengan Tegal, nilai

ragam fenotipik tertinggi terdapat pada karakter jumlah biji dan terendah pada karakter jumlah cabang. Semakin bervariasi atau luas kisaran datanya maka semakin besar ragam yang diperoleh. Karakter jumlah biji memiliki kisaran data terluas (4-132 butir) dan karakter jumlah cabang memiliki kisaran terendah (0-6 cabang). Walpole (1995) mengungkapkan bahwa nilai ragam yang lebih besar berarti bahwa kumpulan data lebih bervariasi.

2.3.4 Batasan keragaman

Keragaman genetik terjadi akibat setiap populasi tanaman mempunyai karakter genetik yang berbeda. Keragaman genetik tanaman dapat terlihat apabila tanaman ditanam pada lingkungan yang sama, sedangkan keragaman fenotipe yaitu


(38)

20

ditanam pada lingkungan yang berbeda. Seleksi akan efektif jika keragamannya luas dan sebaliknya tidak akan efektif bila keragamannya sempit (Rachmadi, 2000).

Keragaman dan heritabilitas tanaman dapat diketahui melalui pengamatan karakter tanaman. Karakter tanaman tersebut secara umum terbagi menjadi dua, yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif merupakan karakter-karakter yang perkembangannya dikondisikan oleh aksi gen atau gen-gen yang memiliki sebuah efek yang kuat atau dikendalikan oleh sedikit gen, seperti warna bunga, bentuk bunga, bentuk buah, bentuk daun, dan bagian tanaman lain. Sedangkan karakter kuantitatif merupakan karakter yang dikendalikan oleh banyak gen-gen yang masing-masing berkontribusi terhadap penampilan atau ekspresi karakter kuantitatif tertentu, seperti tinggi tanaman, jumlah butir benih, hasil, dan lain sebagainya (Baihaki, 2000).

Ukuran besar kecilnya variabilitas dinyatakan dengan variasi (variation), yaitu besarnya simpangan setiap nilai pengamatan dari nilai rata-rata. Terjadinya variasi bisa disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan atau faktor keturunan atau genetik.

1. Variasi yang timbul karena faktor lingkungan sering disebut sebagai

non-heritable variation. Artinya adanya variasi tersebut tidak diwariskan kepada

keturunannya.

2. Variasi yang timbul karena faktor genetik dinamakan heritable variation,

yakni variasi yang diwariskan kepada keturunannya. Variasi genetik dapat terjadi karena adanya pencampuran material pemuliaan, rekombinasi genetik


(39)

21

sebagai akibat adanya persilangan-persilangan, dan adanya mutasi ataupun poliploidisasi (Institut Pertanian Bogor, 2008); (Mangoendidjojo, 2003) ukuran luas sempitnya keragaman dinyatakan dengan variasi, yaitu besarnya simpangan setiap nilai pengamatan dari nilai rata-rata. Terjadinya variasi disebabkan adanya pengaruh lingkungan dan genetik (Institut Pertanian Bogor, 2008).

Menurut Rachmadi (2000), dalam suatu sistem biologis keragaman suatu penampilan tanaman dalam populasi dapat disebabkan oleh keragaman genetik penyusun populasi, keragaman lingkungan, dan keragaman interaksi genotipe x lingkungan. Jika variabilitas penampilan suatu karakter tanaman disebabkan oleh faktor genetik, maka keragaman tersebut dapat diwariskan pada generasi

selanjutnya. Sehingga, pada tanaman yang diperbanyak melalui biji, segregasi gen terjadi dari generasi ke generasi. Hal ini terjadi karena semakin

meningkatnya homosigositas yang menyebabkan meningkatnya variabilitas genetik.

Keragaman yang terdapat dalam suatu jenis tanaman disebabkan oleh dua faktor keragaman yang disebabkan oleh lingkungan dan keragaman yang disebabkan oleh sifat-sifat yang diwariskan atau genetik. Jika keragaman penampilan suatu karakter tanaman terutama disebabkan oleh faktor genetik maka sifat tersebut akan diwariskan pada generasi selanjutnya (Rachmadi, 2000).


(40)

22

2.4Heritabilitas

2.4.1 Definisi heritabilitas

Secara mutlak tidak dapat diketahui apakah suatu sifat ditentukan oleh faktor genotipe atau faktor lingkungan. Faktor genotipe tidak akan menampakkan sifat yang dibawa kecuali berada dalam lingkungan yang sesuai. Keragaman yang ada pada populasi suatu tanaman disebabkan oleh faktor genotipe atau lingkungan. Penentuan faktor mana yang lebih berperan terhadap keragaman populasi tanaman, maka didefinisikan apa yang disebut heritabilitas.

Nilai duga heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara ragam genetik dan ragam fenotipe yang menunjukkan besarnya proporsi faktor genetik dalam fenotipe suatu karakter tanaman (Fehr, 1987). Apabila nilai heritabilitas sama dengan 1 berarti keturunan memilikii nilai fenotipik yang sama dengan rata-rata tetua, nilai heritabilitas 0,5 berarti untuk setiap penambahan satu unit

fenotipik dari nilai tengah tetua hanya dapat diharapkan terjadi penambahan 0,5 unit pada keturunannya (Standfield, 1991).

2.4.2 Faktor yang mempengaruhi heritabilitas

Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya pengukuran heritabilitas antara lain karakteristik populasi, sampel genotip yang diteliti, metode perhitungan, seberapa luasnya evaluasi genotip, adanya ketidakseimbangan pautan yang terjadi, dan tingkat ketelitian selama penelitian. Nilai duga

heritabilitas dibutuhkan untuk mengetahui proporsi penampilan yang diakibatkan oleh pengaruh genetik yang diwariskan kepada keturunannya. Nilai duga


(41)

23

Heritabilitas berkisar 0,0 – 1,0, nilai duga heritabilitas sebesar 1,0 menunjukkan bahwa semua variasi penampilan tanaman yang disebabkan oleh faktor genetik sedangkan nilai duga heritabilitas 0,0 menunjukkan bahwa tidak satupun dari variasi tanaman yang muncul dalam populasi tersebut disebabkan oleh faktor genetik (Rachmadi, 2000).

Nilai duga heritabilitas arti luas merupakan perbandingan antara ragam genetik dan ragam fenotipe yang menunjukkan besarnya proporsi faktor genetik dalam fenotipe suatu karakter. Heritabilitas arti sempit memberikan indikasi derajat kemiripan antar tetua dengan keturunannya atau mengukur proporsi ragam genetik yang diwariskan pada keturunannya (Fehr, 1987). Menduga heritabilitas kadang-kadang menghasilkan taksiran yang terletak diluar kisaran normalnya yaitu negarif atau lebih dari satu. Hal ini diduga karena jumlah data yang terbatas, hal ini disebabkan salah satu penyebab-penyebab berikut:

1. Keragaman yang disebabkan oleh lingkungan yang berbeda untuk kelompok yang berbeda

2. Metode statistik yang tidak tepat sehingga tidak dapat memisahkan ragam genetik dengan lingkungan yang efektif

3. Kesesuaian mengambil contoh

Kisaran nilai heritabilitas menurut Whirter (1979), adalah sebagai berikut : Tinggi : H > 0,5

Sedang : 0,2 ≤ H ≤ 0,5 Rendah : 0,2 < H


(42)

24

Menurut Rachmadi (2000), konsep heritabilitas mengacu pada peranan faktor genetik dan lingkungan pada pewarisan suatu karakter tanaman. Sehingga, pendugaan heritabilitas suatu karakter akan sangat terkait dengan faktor

lingkungan. Faktor genetik tidak akan mengekspresikan karakter yang diwariskan apabila faktor lingkungan yang diperlukan tidak mendukung ekspresi gen dari karakter tersebut. Sebaliknya, manipulasi terhadap faktor lingkungan tidak akan mampu menjelaskan pewarisan suatu karakter apabila gen pengendali karakter tersebut tidak terdapat pada populasi tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi heritabilitas yaitu : 1. Karakteristik Populasi

Pendugaan heritabilitas suatu karakter dipengaruhi oleh besarnya nilai varians genetik yang ada dalam suatu populasi.

2. Sampel Genotipe yang Dievaluasi

Jumlah segregasi yang mungkin timbul dalam suatu populasi tergantung pada konstitusi gen yang mengendalikannya.

3. Metode Perhitungan

Penggunaan metode pendugaan nilai heritabilitas disesuaikan dengan karakteristik populasi, ketersediaan materi genetik, atau tujuan pendugaan. 4. Keluasan Evaluasi Genotipe

Pendugaan heritabilitas suatu karakter, relatif rendah apabila evaluasi didasarkan pada individu tanaman. Sebaliknya akan relatif tinggi jika didasarkan pada penampilan keturunan yang diuji secara multilokasi.


(43)

25

5. Ketidakseimbangan Pautan

Dua alel pada suatu lokus dapat terpaut (Linked) secara coupling (AB/ab) atau secara repulsion (Ab/Ab). Suatu populasi dapat dikatakan dalam

ketidakseimbangan pautan apabila frekuensi pautan coupling dan repulsion

tidak seimbang.

6. Pelaksanaan Percobaan

Pada suatu desain percobaan, peranan faktor lingkungan ditunjukkan oleh komponen galat percobaan. Besarnya nilai galat percobaan menyebabkan menurunnya pendugaan varians genetik suatu karakter. Sehinggga, pengaruh faktor lingkungan yang besar secara tidak langsung akan mempengaruhi besarnya nilai duga heritabilitas suatu karakter (Rachmadi, 2000).

2.4.3 Hasil penelitian yang berhubungan dengan heritabilitas

Pada penelitian Keragaan, keragaman genetik dan heritabilitas sebelas sifat

kuantitatif kedelai pada generasi seleksi F5 persilangan varietas Slmet x

Nakhonsawan yang dilakukan oleh E. Jambormias, dkk tahun 2004 melaporkan

bahwa Analisis silsilah nilai heritabilitas berbasis informasi kekerabatan memperlihatkan reduksi nilai heritabilitas antarfamili dan intrafamili yang berkisar antara sedang hingga tinggi untuk hampir semua sifat pada Generasi Seleksi F4 . Hasil ini menunjukkan telah terjadi penurunan heterozigositas dan

fiksasi gen pada sebagian famili Generasi Seleksi F5 (Jambormias, 2007).

Nilai heritabilitas pada populasi F2 hasil persilangan Willis x Mlg2521

menunjukkan heritabilitas dalam arti luas yang tinggi berkisar antara 0,52-0,97 menunjukkan bahwa karakter tersebut lebih banyak dikendalikan oleh faktor


(44)

26

genetik daripada faktor lingkungan (Suharsono dkk., 2006; Suprapto, 2007). Tingginya nilai heritabilitas ini disebabkan oleh tingkat segregasi yang paling maksimum pada populasi F2 (Fehr, 1987; Allard, 2005). Nilai heritabilitas yang

tinggi dari karakter-karakter yang diamati mengindikasikan bahwa seleksi dapat diterapkan secara efisien pada karakter tersebut (Yantama, 2012).

Nilai heritabilitas yang termasuk ke dalam kriteria tinggi terdapat pada karakter polong hampa di populasi F4 hasil persilangan Tanggamus dengan Tegal (0.76)

dan karakter tinggi tanaman pada populasi F4 hasil persilangan Sibayak dengan

Argomulyo (0.67). Karakter yang memiliki nilai heritabilitas sedang terdiri dari 3 karakter yang terdiri dari karakter jumlah buku pada populasi F4 hasil persilangan

Tanggamus dengan Tegal (0.39), jumlah cabang pada populasi F4 hasil

persilangan Sibayak dengan Argomulyo (0.31), dan polong hampa pada populasi F4 hasil persilangan Sibayak dengan Tegal (0.42). Selain 5 karakter

tersebut, semuanya memiliki nilai heritabilitas yang rendah (Yono, 2008).

2.4.4 Batasan heritabilitas

Heritabilitas merupakan suatu parameter yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu genotipe populasi tanaman dalam mewariskan karakteristik yang dimiliki. Pendugaan nilai heritabititas suatu karakter sangat terkait dengan faktor lingkungannya. Faktor genetik tidak akan mengekspresikan karakter yang diwariskan apabila faktor lingkungan tidak mendukung. Sebaliknya, sebesar apapun manipulasi yang dilakukan terhadap faktor lingkungan tidak akan mempu mewariskan suatu karakter yang diinginkan apabila gen pengendali karakter tersebut tidak ada (Rachmadi, 2000).


(45)

27

Menurut Barmawi dkk., (2013), nilai duga heritabilitas (daya waris) tanaman kedelai pada karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman adalah tinggi. Nilai duga heritabilitas tanaman kedelai rendah terdapat pada karakter jumlah cabang produktif, dan bobot 100 butir menunjukkan nilai duga heritabilitas yang sedang.

Heritabilitas didasarkan pada jumlah variasi fenotipik dalam sekelompok individu yang disebabkan oleh variasi genetik. Gen memainkan peran dalam

pengembangan dasar semua sifat organisme. Meskipun demikian, variasi dari suatu sifat dalam populasi sepenuhnya disebabkan variasi lingkungan atau variasi genetik atau kombinasi dari keduanya (Brooker, 2009).

Seleksi akan lebih efektif jika karakter yang menjadi target seleksi memiliki nilai heritabilitas yang tinggi. Heritabilitas sangat penting dalam menentukan metode seleksi dan pada generasi mana sebaiknya karakter yang diinginkan diseleksi (Herawati, 2009). Heritabilitas adalah suatu parameter genetik yang mengukur kemampuan suatu genotipe dalam populasi tanaman untuk mewariskan

karakteristik-karakteristik yang dimiliki. Mc.Whirter (1979), membagi nilai heritabilitas arti luas menjadi tiga kelas yaitu:

Heritabilitas tinggi apabila nilai H > 0,5 Heritabilitas sedang apabila nilai 0,2 ≤ H ≤ 0,5 Heritabilitas rendah apabila nilai H< 0,2


(46)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari September 2013 sampai dengan Januari 2014. Penanaman dilakukan di Lab. Lapang Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan kemudian dilanjutkan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah genotipe kedelai generasi F5 hasil

persilangan Wilis x Mlg2521, tetua Wilis dan Mlg2521, insektisida berbahan aktif

karbofuran , Fungisida berbahan aktif Mancozeb 80%, insektisida berbahan aktif

delhtametrin 25g/l. Pupuk Urea 50 kg/ha, SP36 100 kg/ha, KCl 100 kg/ha, dan

pupuk organik 10 g/tanaman. Benih-benih yang digunakan adalah benih galur

kedelai hasil pemuliaan Maimun Barmawi, Hasriadi Mat Akin dan Nyimas Sa’diyah.. Alat yang digunakan adalah sabit, cangkul, koret, meteran, gunting, tali rafia, patok, tugal, gembor, bambu, kantung panen, plastik, golok, jaring, mistar, knapsack sprayer, dan alat tulis.


(47)

29

3.3 Metode Penelitian

Rancangan perlakuan terdiri atas 16 genotipe F5 hasil persilangan Wilis x Mlg2521

dan dua tetua. Perlakuan ditata dalam rancangan perlakuan teracak sempurna dengan dua ulangan. Jarak tanam 20 x 50 cm dan setiap genotipe terdapat 20 tanaman (Gambar 2.).

3.4 Analisis Data

Data dianalisis ragam dengan menggunakan model Random, satu lokasi satu musim (Baihaki, 2000).

Tabel 1. Analisis ragam yang digunakan untuk generasi F5 Wilis x Mlg2521.

Sumber Keragaman Derajat bebas (db) Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Nilai Harapan Kuadrat Tengah

Kelompok n-1 JKk

Genotipe g-1 JKg KTg(M2)

2 r

2

e

Galat (n-1)(g-1) JKe KTe(M1)

2

e

Setelah didapat data dengan menggunakan analisis varians, maka dapat dicari nilai keragamannya yaitu :

Ragam genetik (

2g) diduga dengan rumus :

2

g= (M2-M1)/r

Ragam lingkungan (

2

e) diduga dengan rumus :

2 e= M1

Ragam Fenotipe (

2

f ) diduga dengan rumus:

2 2

2

e g

f

 


(48)

30

Suatu karakter populasi tanaman memiliki keragaman genetik dan keragaman fenotipe yang tinggi apabila ragam genetik dan ragam fenotipe lebih besar dari dua kali simpangan bakunya.

Rumus mencari simpangan baku untuk data sampel:

g

= ]

2 2

[

2 22 12

2  dbgalat

M dbgenotipe M r f

= ] 2 [

2 21

2 dbgalat

M r

(Hauller and Miranda, 1988)

Karena itu dapat dihitung nilai heritabilitas dalam arti luas (H) dengan rumus:

% 100 2 2 x H p g   

Mc.Whirter (1979), membagi nilai heritabilitas arti luas menjadi tiga kelas yaitu:  Heritabilitas tinggi apabila nilai H > 0,5

 Heritabilitas sedang apabila nilai 0,2 ≤ H ≤ 0,5  Heritabilitas rendah apabila nilai H< 0,2 3.5 Pelaksanaan Penelitian

3.5.1 Persiapan Lahan

Pengolahan lahan dilakukan dengan mencangkul tanah sedalam 20-30 cm kemudian diratakan dan dihaluskan menggunakan cangkul. Lahan penelitian dibuat dengan ukuran 8 x 10 m, dengan jarak tanam 20 x 50 cm dan dua ulangan. Jarak antar ulangan 1 meter. Genotipe yang diuji sebanyak 16 dengan 1 tetua Wilis dan 1 Tetua Mlg2521. (terlampir pada gambar 2).


(49)

31

3.5.2 Penanaman dan pemberian pupuk dasar

Penanaman dilakukan dengan cara menugal tanah sedalam 3-5 cm dan tiap lubang tanam berisi 1 butir benih. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 50 x 20 cm. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang , 50 kg Urea/ha, 100 kg SP36/ha, dan 100 kg KCl/ha. Pemberian pupuk kandang dilakukan saat tanam dengan cara dimasukkan ke lubang tanam 10 g/tanaman. Pupuk kimia diberikan selama dua kali yaitu pertama pada saat tanaman berumur 15-20 hari. Pemupukan kedua diberikan pada saat menjelang pembungaan (25 hari setelah tanam). Pada lubang tanam juga dimasukkan insektisida berbahan aktif delhtametrin 0-15 butir per tanaman agar benih yang ditanam tidak rusak oleh serangga atau hewan lain.

3.5.3 Pelabelan

Kedelai yang telah ditanam per barisnya diberi tanda dengan bambu yang telah diberi keterangan tentang benih yang ditanam. Setelah benih kedelai tumbuh, tiap tanaman diberi label. Label tersebut berisi nama kedelai hasil persilangan F2 dan

tanggal penanaman.

3.5.4 Perawatan dan pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pengendalian hama penyakit, memperhatikan label yang rusak, memperhatikan patok dan paranet yang rusak, dan penyiangan gulma. Penyiraman dilakukan setiap sore hari. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif delhtametrin 25g/ldan fungisida berbahan aktif Mancozeb 80%.


(50)

32

dari serangan hama dan penyakit yang dapat menganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penyiangan gulma dilakukan setiap seminggu sekali secara mekanis dengan menggunakan sabit atau koret.

3.5.5 Pemanenan

Pemanenan ditentukan berdasarkan penampilan dari luar dan umur tanaman. Ciri-ciri umum tanaman kedelai siap panen yaitu, polong secara merata berwarna kuning kecoklatan, batangnya telah kering, dan sebagian besar daunnya telah kering dan rontok. Pemanenan dilakukan dengan cara mengambil tanaman kedelai secara utuh mencabut satu per satu tanaman, kemudian dimasukkan ke dalam kantung panen yang berbeda untuk masing-masing tanaman, dan diberi label pada kantung panen yang berisi nomor tanaman, dan tanggal panen.

3.4.6 Peubah yang diamati

Pengamatan dilakukan pada setiap tanaman. Peubah-peubah yang diamati sebagai berikut :

1. Umur tanaman berbunga

Dihitung berdasarkan jumlah hari sejak tanam sampai berbunga 50% tanaman/ baris berbunga.

2. Umur panen

Dihitung berdasarkan jumlah hari sejak tanam sampai 50 % dari tanaman pada masing-masing baris yang bisa dipanen.


(51)

33

3. Tinggi Tanaman

Diukur dari pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman. Pengukuran tinggi tanaman diukur setelah panen.

4. Jumlah cabang produktif

Dihitung berdasarkan banyaknya cabang tanaman yang dapat menghasilkan polong beruas.

5. Jumlah polong per tanaman

Dihitung berdasarkan jumlah polong yang muncul pada setiap tanaman. Penghitungan ini dilakukan setelah panen.

6. Bobot 100 biji

Ditimbang dengan timbangan elektrik berdasarkan rata-rata bobot 100 biji kering yang konstan dan diambil secara acak dengan kadar air 12%. 7. Bobot biji per tanaman


(52)

45

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Besaran nilai keragaman fenotipe yang luas terdapat pada karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman dan bobot 100 butir, kemudian untuk keragaman genotipe yang sempit terdapat pada karakter umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman memiliki kriteria sempit.

2. Besaran nilai duga heritabilitas yang tinggi terdapat pada beberapa karakter yang diamati yaitu umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, dan bobot 100 butir, sedangkan untuk karakter jumlah polong per tanaman dan bobot biji per tanaman memiliki heritabilitas rendah. 3. Berdasarkan bobot biji pertanaman dan bobot 100 butir, terdapat 16 genotipe

harapan baru yaitu 7.199.4-14; 7.24.1.-2; 7.64.1-3; 7.90.2-1; 7.64.1-8; 7.144.2-3; 7.192.1-16; 7.199.4-1; 7.199.4-2; 7.199.4-15; 7.83.5-4; 7.23.3-3; 7.83.5-3; 7.83.5-1; 7.73.3-1; 7.192.1-15 yang memiliki kisaran 44,7—61,2 gram untuk bobot biji pertanaman dan 10,2—14,5 gram untuk bobot 100 butirnya.


(53)

46

5.2 Saran

Perlu dilakukan pengujian lanjutan untuk 16 nomor harapan terpilih yang didapatkan pada generasi F5 ini agar dapat dihasilkan genotipe-genotipe unggul


(54)

PUSTAKA ACUAN

Aak. 1989. Kedelai. Kanisius: Yogyakarta. 84 hlm.

Adie, M.M dan A. Krisnawati. 2007. Peluang peningkatan kualitas biji kedelai. Prosiding. Risalah Seminar. 23 November 2008. Badan Litbang

Pertanian. Pp.216-230.

Allard, R. W., 2005. Principles of Plant Breeding. Jhon Wiley and Sons, New York. 485 pp.

Acquaah, G. 2008. Principles of Genetics and Plant Breeding. Blackwell Publishing : USA. 569 pp.

Adisarwanto, T. 2008. Budidaya Kedelai Tropika. Penebar Swadaya: Jakarta. Asadi., dan D. Nurwita. 2010. Identifikasi sumber daya genetik kedelai tahan

penyakit virus kerdil kedelai. Buletin Plasma Nutfah. 16 (2):. 107-112.

Badan Pusat Statistik. 2013. Data Produksi Tanaman Kedelai. Jakarta : Katalog BPS 521.

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas Padjajaran. Bandung. 91 hlm.

Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heritabilitas sifat ketahanan kedelai

terhadap Cowppea Mild Mottle Virus populasi Wilis x Mlg 2521. J.HPT

Tropika. 7(1):48-52.

Brooker, J. R. 2009. Genetics, Analysis and Principles. The Mc Graw-Hill. Companies, Inc. University of Minnesota: Minneapolis. 844 hlm. Crowder, L. V. 1990. Ketahanan Penyakit pada Tanaman. Dalam Genetika

Tumbuhan. Diedit oleh Soetarsono. Diterjemahkan oleh Kusdiarti, L.

Yogyakarta. Gadjah mada University press. Hlm 357. Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 2011. Kedelai.

http://www.deptan.go.id/ditjentan/. Diakses tanggal 31 Oktober 2011. Fehr, W.R. 1987. Principle of cultivar Development : Theory and Technique.


(55)

48

Fertani, E. Y. 2001. Uji ketahanan beberapa kultivar kedelai (Glycine max [L.] Merrill) terhadap CPMMV dan pengaruhnya terhadap kehilangan hasil

kedelai. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. 58 hlm.

Hakim, L. 2010. Keragaman genetik, Heritabilitas dan Korelasi Beberapa Karakter Agronomi pada Galur F2 Hasil Persilangan Kacang Hijau

(Vigna radiate (L.) Wilczek). Berita Biologi. 10(1): 23-32.

Hallauer, A.R., and J.B. Miranda. 1988. Quantitative genetics in maize breeding.

Second Edition. Iowa State University Press/Ames. Iowa. p. 337—368. Hayes, H. K., F. R. Immer, dan D. C. Smith. 1975. Methodes of Plant Breeding.

McGraw Hill. New York : 1 – 10.

Herawati, R., Bambang S. Poerwoko, dan iswari S. Dewi. 2009. Keragaman genetik dan karakter agronomi galur haploid ganda padi gogo dengan

sifat-sifat tipe baru hasil kultur antera. J.Agron Indonesia. 37(2): 87-94.

Institut Pertanian Bogor. 2008. Pembentukan keragaman genetik dan

pengujiannya.

http://pttipb.wordpress.com/category/04-pembentukan-keragaman-genetik-dan-pengujiannya/ Diakses tanggal 25 Oktober 2012. 4 hlm.

Jambormias, E., Surjono H. Sutjahjo, Muhammad Jusuf, Suharsono. 2007.

Keragaan dan Keragaman Genetik Sifat-sifat Kuantitatif Kedelai

(Glycine max L. Merrill) pada Generasi Seleksi F6 Persilangan Varietas

Slamet x Nakhonsawan. Bul. Agron. 35(3) : 168 – 175.

Jambormias, E., S. H. Sutjahjo, M. Jusuf, Suharsono Keragaan, keragaman genetik

dan heritabilitas sebelas sifat kuantitatif kedelai pada generasi seleksi F5

persilangan varietas Slmet x Nakhonsawa.Jurnal Pertanian Kepulauan.

3(2) : 115 - 124

Kasno, A., M.Dahlan, dan Hasnam. 1992.Pemuliaan Tanaman

Kacang-Kacangan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Jawa Timur. 439

hlm.

Knight, R, 1979. Practical in Statistics and Quantitative Genetic. In R. Knight, (ed). A course manual in Plant Breeding. Australian Vice-Chancelors Cominttee. P.214-225.

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. 182 hlm.

Martono, B. 2009. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi antar- karakter

kuantitatif nilam (Pogostemon sp) hasil fusi protoplas. Jurnal Littri.


(56)

49

Mc.Whirter, K. S. 1979. Breeding of Cross Pollinated Crops. In R. Knight (ed) Plant Breeding. A. A. U. C. S., Brisbane.

Pinaria, A., A. Baihaki, R. Setiamihardja dan A.A. Daradjat (1995) Variabilitas Genetik dan Heritabilitas Karakter-Karakter Biomasa 53 genotipe

Kedelai. Zuriat, 6 (2), 88-92.

Pitojo. S. 2003. Benih Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 84 hlm.

Poehlman, J.M. 1979. Breeding Field Crop. AVI publishing Company Inc. Wetsport. Connecticut. 483 hlm.

Poespadarsono. 2005. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. PAU Institut Pertanian Bogor. Bogor. 169 hlm..

Rachmadi, M.. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif.

Universitas Padjajaran : Bandung. 159 hlm.

Rukmana, M.,dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Penebar Swadaya. Jakarta. 34 hlm.

Sudarni, S. 1994. Interaksi antara virus bantut kedelai (ssv) dan virus kerdil

kedelai (Glycine max [L] Merrill).Skripsi. IPB. Bogor. (tidak

dipublikasikan)

Suharsono, dkk. 2006. Analisis ragam, heritabilitas, dan pendugaan kemajuan

seleksi populasi F2 dari persilangan kedelai kultivar Slamet dan

Nokonsawon.Jurnal Tanaman Tropika. XI (2) : 86-93.

Sujiprihati. S, M.Syukur, dan R. Yunianti. 2005. Pendugaan ragam genetik dan

heritabilitas beberapa karakter vegetatif dan hasil jagung manis. Jurnal

Agrotropika : 75-78

Suprapto. 2001. Bertanam Kedelai. Jakarta. Penebar Swadaya. 76 hlm. Sa’diyah, N., M. Widiastuti, dan Ardian. 2013. Keragaan, keragaman, dan

heritabilitas karakter agronomi kacang panjang (Vigna unguiculata)

generasi F1 hasil persilangan tiga genotipe. J. Agrotek Tropika. 1(1):32-37.

Sari, Y. 2013. Estimasi keragaman dan heritabilitas karakter agronomi kedelai

(Glycine max [L.] merrill Famili F3 hasil persilangan antara Wilis x

Mlg2521. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar

lampung. 60 hlm.

Sofiari, E. dan R. Kirana. 2009. Analisis pola segregasi dan distribusi beberapa


(57)

50

Stanfield, W.D. 1991. Genetika. Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 417 hlm.

Walpole, R. E. 1992. Pengantar Statistik. Edisi ke 3. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Wahdah, R. 1996. Variabilitas dan pewarisan laju akumulasi bahan kering pada

biji kedelai. (Disertasi). Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

Bandung. 130 hlm.

Wahyuni, S., N.Bermawie, dan D. Seawita. 2010. Penampilan Morfologi, Variabilitas Fenotipik Produksi dan Ukuran Gelondong Tanaman Jambu

Mete Hasil Persilangan. Jurnal Littri. 16(4):141-149.

Wibowo, C. S. 2002. Pendugaan Parameter Genetik Karakter Toleran Naungan

pada Generasi F2 Persilangan Kedelai (Glycine max(L.) Merrill.).

(Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 44 pp.

Yantama, E., N. Sa‘diyah, M. Barmawi., 2013. Kemajuan Genetik Dan Heritabilitas Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L.] Merrill)

Generasi F2 Persilangan Wilis Dan Mlg2521. Prosiding Semirata FMIPA

Universitas Lampung.

Yono, Dwi. 2008. Evaluasi genotipe kedelai F4 pada kondisi cekaman intensitas


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Besaran nilai keragaman fenotipe yang luas terdapat pada karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman dan bobot 100 butir, kemudian untuk keragaman genotipe yang sempit terdapat pada karakter umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman memiliki kriteria sempit.

2. Besaran nilai duga heritabilitas yang tinggi terdapat pada beberapa karakter yang diamati yaitu umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, dan bobot 100 butir, sedangkan untuk karakter jumlah polong per tanaman dan bobot biji per tanaman memiliki heritabilitas rendah. 3. Berdasarkan bobot biji pertanaman dan bobot 100 butir, terdapat 16 genotipe

harapan baru yaitu 7.199.4-14; 7.24.1.-2; 7.64.1-3; 7.90.2-1; 7.64.1-8; 7.144.2-3; 7.192.1-16; 7.199.4-1; 7.199.4-2; 7.199.4-15; 7.83.5-4; 7.23.3-3; 7.83.5-3; 7.83.5-1; 7.73.3-1; 7.192.1-15 yang memiliki kisaran 44,7—61,2 gram untuk bobot biji pertanaman dan 10,2—14,5 gram untuk bobot 100 butirnya.


(2)

46

5.2 Saran

Perlu dilakukan pengujian lanjutan untuk 16 nomor harapan terpilih yang didapatkan pada generasi F5 ini agar dapat dihasilkan genotipe-genotipe unggul


(3)

PUSTAKA ACUAN

Aak. 1989. Kedelai. Kanisius: Yogyakarta. 84 hlm.

Adie, M.M dan A. Krisnawati. 2007. Peluang peningkatan kualitas biji kedelai. Prosiding. Risalah Seminar. 23 November 2008. Badan Litbang

Pertanian. Pp.216-230.

Allard, R. W., 2005. Principles of Plant Breeding. Jhon Wiley and Sons, New York. 485 pp.

Acquaah, G. 2008. Principles of Genetics and Plant Breeding. Blackwell Publishing : USA. 569 pp.

Adisarwanto, T. 2008. Budidaya Kedelai Tropika. Penebar Swadaya: Jakarta. Asadi., dan D. Nurwita. 2010. Identifikasi sumber daya genetik kedelai tahan

penyakit virus kerdil kedelai. Buletin Plasma Nutfah. 16 (2):. 107-112. Badan Pusat Statistik. 2013. Data Produksi Tanaman Kedelai. Jakarta : Katalog

BPS 521.

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas Padjajaran. Bandung. 91 hlm.

Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heritabilitas sifat ketahanan kedelai terhadap Cowppea Mild Mottle Virus populasi Wilis x Mlg 2521. J.HPT Tropika. 7(1):48-52.

Brooker, J. R. 2009. Genetics, Analysis and Principles. The Mc Graw-Hill. Companies, Inc. University of Minnesota: Minneapolis. 844 hlm. Crowder, L. V. 1990. Ketahanan Penyakit pada Tanaman. Dalam Genetika

Tumbuhan. Diedit oleh Soetarsono. Diterjemahkan oleh Kusdiarti, L.

Yogyakarta. Gadjah mada University press. Hlm 357. Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 2011. Kedelai.

http://www.deptan.go.id/ditjentan/. Diakses tanggal 31 Oktober 2011. Fehr, W.R. 1987. Principle of cultivar Development : Theory and Technique.


(4)

48

Fertani, E. Y. 2001. Uji ketahanan beberapa kultivar kedelai (Glycine max [L.] Merrill) terhadap CPMMV dan pengaruhnya terhadap kehilangan hasil

kedelai. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. 58 hlm.

Hakim, L. 2010. Keragaman genetik, Heritabilitas dan Korelasi Beberapa Karakter Agronomi pada Galur F2 Hasil Persilangan Kacang Hijau (Vigna radiate (L.) Wilczek). Berita Biologi. 10(1): 23-32.

Hallauer, A.R., and J.B. Miranda. 1988. Quantitative genetics in maize breeding. Second Edition. Iowa State University Press/Ames. Iowa. p. 337—368. Hayes, H. K., F. R. Immer, dan D. C. Smith. 1975. Methodes of Plant Breeding.

McGraw Hill. New York : 1 – 10.

Herawati, R., Bambang S. Poerwoko, dan iswari S. Dewi. 2009. Keragaman genetik dan karakter agronomi galur haploid ganda padi gogo dengan sifat-sifat tipe baru hasil kultur antera. J.Agron Indonesia. 37(2): 87-94. Institut Pertanian Bogor. 2008. Pembentukan keragaman genetik dan

pengujiannya.

http://pttipb.wordpress.com/category/04-pembentukan-keragaman-genetik-dan-pengujiannya/ Diakses tanggal 25 Oktober 2012. 4 hlm.

Jambormias, E., Surjono H. Sutjahjo, Muhammad Jusuf, Suharsono. 2007. Keragaan dan Keragaman Genetik Sifat-sifat Kuantitatif Kedelai

(Glycine max L. Merrill) pada Generasi Seleksi F6 Persilangan Varietas Slamet x Nakhonsawan. Bul. Agron. 35(3) : 168 – 175.

Jambormias, E., S. H. Sutjahjo, M. Jusuf, Suharsono Keragaan, keragaman genetik

dan heritabilitas sebelas sifat kuantitatif kedelai pada generasi seleksi F5

persilangan varietas Slmet x Nakhonsawa.Jurnal Pertanian Kepulauan.

3(2) : 115 - 124

Kasno, A., M.Dahlan, dan Hasnam. 1992.Pemuliaan Tanaman

Kacang-Kacangan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Jawa Timur. 439

hlm.

Knight, R, 1979. Practical in Statistics and Quantitative Genetic. In R. Knight, (ed). A course manual in Plant Breeding. Australian Vice-Chancelors Cominttee. P.214-225.

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. 182 hlm.

Martono, B. 2009. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi antar- karakter kuantitatif nilam (Pogostemon sp) hasil fusi protoplas. Jurnal Littri. XV(1) : 9–15.


(5)

Mc.Whirter, K. S. 1979. Breeding of Cross Pollinated Crops. In R. Knight (ed) Plant Breeding. A. A. U. C. S., Brisbane.

Pinaria, A., A. Baihaki, R. Setiamihardja dan A.A. Daradjat (1995) Variabilitas Genetik dan Heritabilitas Karakter-Karakter Biomasa 53 genotipe Kedelai. Zuriat, 6 (2), 88-92.

Pitojo. S. 2003. Benih Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 84 hlm.

Poehlman, J.M. 1979. Breeding Field Crop. AVI publishing Company Inc. Wetsport. Connecticut. 483 hlm.

Poespadarsono. 2005. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. PAU Institut Pertanian Bogor. Bogor. 169 hlm..

Rachmadi, M.. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif. Universitas Padjajaran : Bandung. 159 hlm.

Rukmana, M.,dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Penebar Swadaya. Jakarta. 34 hlm.

Sudarni, S. 1994. Interaksi antara virus bantut kedelai (ssv) dan virus kerdil kedelai (Glycine max [L] Merrill).Skripsi. IPB. Bogor. (tidak dipublikasikan)

Suharsono, dkk. 2006. Analisis ragam, heritabilitas, dan pendugaan kemajuan seleksi populasi F2 dari persilangan kedelai kultivar Slamet dan

Nokonsawon.Jurnal Tanaman Tropika. XI (2) : 86-93.

Sujiprihati. S, M.Syukur, dan R. Yunianti. 2005. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitas beberapa karakter vegetatif dan hasil jagung manis. Jurnal Agrotropika : 75-78

Suprapto. 2001. Bertanam Kedelai. Jakarta. Penebar Swadaya. 76 hlm. Sa’diyah, N., M. Widiastuti, dan Ardian. 2013. Keragaan, keragaman, dan

heritabilitas karakter agronomi kacang panjang (Vigna unguiculata) generasi F1 hasil persilangan tiga genotipe. J. Agrotek Tropika. 1(1):32-37. Sari, Y. 2013. Estimasi keragaman dan heritabilitas karakter agronomi kedelai

(Glycine max [L.] merrill Famili F3 hasil persilangan antara Wilis x Mlg2521. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar lampung. 60 hlm.

Sofiari, E. dan R. Kirana. 2009. Analisis pola segregasi dan distribusi beberapa karakter cabai. J. Hort. 19 (3) : 255-263


(6)

50

Stanfield, W.D. 1991. Genetika. Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 417 hlm.

Walpole, R. E. 1992. Pengantar Statistik. Edisi ke 3. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Wahdah, R. 1996. Variabilitas dan pewarisan laju akumulasi bahan kering pada biji kedelai. (Disertasi). Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. 130 hlm.

Wahyuni, S., N.Bermawie, dan D. Seawita. 2010. Penampilan Morfologi, Variabilitas Fenotipik Produksi dan Ukuran Gelondong Tanaman Jambu Mete Hasil Persilangan. Jurnal Littri. 16(4):141-149.

Wibowo, C. S. 2002. Pendugaan Parameter Genetik Karakter Toleran Naungan pada Generasi F2 Persilangan Kedelai (Glycine max(L.) Merrill.). (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 44 pp.

Yantama, E., N. Sa‘diyah, M. Barmawi., 2013. Kemajuan Genetik Dan Heritabilitas Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L.] Merrill)

Generasi F2 Persilangan Wilis Dan Mlg2521. Prosiding Semirata FMIPA

Universitas Lampung.

Yono, Dwi. 2008. Evaluasi genotipe kedelai F4 pada kondisi cekaman intensitas cahaya rendah : 92 hlm.