ANALISIS FAKTOR PENYEBAB DAN PENANGGULANGAN PUNGUTAN LIAR PADA PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (CPNSD) KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(1)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB DAN PENANGGULANGAN PUNGUTAN LIAR PADA PENERIMAAN CALON

PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (CPNSD) KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh

A.RICHAD HERIYANSA PUTRA

Peran pegawai negeri sipil yang merupakan penyelenggara tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sangat menentukan guna mencapai tujuan suatu negara, oleh karena itu untuk melaksanakan tugas tersebut dituntut adanya Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi rasa tanggungjawab, disiplin dan dedikasi yang tinggi, serta mampu melakukan kerjasama dalam melaksanakan tugas baik pemerintahan, pembangunan maupun kemasyarakatan. Pentingnya peranan pegawai negeri sebagai penyelenggara urusan pemerintah, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan dibidang kepegawaian. Permasalahan penelitian adalah Apakah yang menjadi faktor penyebab terjadinya tindak pidana pungutan liar pada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Lampung Tengah dan Bagaimanakah penanggulangan pungutan liar pada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Lampung Tengah

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan secara normatif dan empiris, menggunakan data primer dan sekunder, yang diperoleh dari studi pustaka dan studi lapangan, dan analisis data dengan analisis kualitatif dengan cara melakukan wawancara (interview) secara langsung dengan alat bantu daftar pertanyaan yang bersifat terbuka. Dimana wawancara tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik “Purposive Sampling”, yaitu dengan menentukan terlebih dahulu responden/narasumber yang akan diwawancarai pada objek penelitian yang berkaitan dengan permasalahan

Hasil penelitian ini adalah bahwa Beberapa faktor penyebab terjadinya tindak pidana pungutan liar, sebagai upaya pelaku memenuhi kepentingan pribadinya yang pada dasarnya merupakan perbuatan yang merugikan orang lain demi memenuhi kepentingan pribadi, melakukan pemerasan, pungutan liar.Penyebab terjadinya pungutan liar sebagai tindak pidana pada Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNSD) ditinjau dari aspek kriminologis diantaranya terbatasnya lapangan pekerjaan, terbatas nya kemampuan Pegawai Negeri Sipil Daerah, Lemahnya sistem pengawasan penerimaan CPNSD, adanya keterlibatan oknum pejabat atau panitia penerimaan CPNSD.Penanggulangan pungutan liar pada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Lampung Tengah


(2)

penanggulangan sebelum kejahatan terjadi dengan cara penyuluhan hukum, koordinasi pihak terkait, kegiatan pembinaan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, maupun pelatihan dan kursus-kursus, serta kegiatan pembinaan masyarakat dan melalui jalur penal yaitu refresif yang merupakan penanggulangan setelah kejahatan terjadi dengan cara penindakan yang ditujukan ke arah pengungkapan, penghukuman, dan pemidanaan pelaku tindak pidana. Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana Nomor : 377/ Pid.B/ 2008/PN.GS. Majelis Hakim menyatakan bahwa Terdakwa Sofyan Sarladi Bin H. A. Sarladi, dkk, tela terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, dengan bersama-sama melakukan menerima hadiah yang diketahui diberikan karena kekuasaan yang berhubungan dengan jabatannya dan menurut pikiran orang yang memberikan hadiah tersebut ada hubungannya dengan jabatannya yang dilakukan secara berlanjut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 1 (satu) tahun, dan denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar denda tersebut maka akan diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 2 (dua) bulan.

Hendaknya Hakim dalam memberikan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pungutan liar khususnya tindak pidana pada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD), memberikan sanksi pidana yang berat hal ini untuk menimbulkan efek jera kepada pelaku lain supaya tidak melakukan tindak pidana yang serupa. Perlu adanya suatu upaya dalam bentuk kerjasama antara pihak pemerintah daerah, pihak aparat penegak hukum dengan melakukan koordinasi baik dalam melaksanaan penerimaan CPNSD maupun dalam mengungkap terjadinya tindak pidana pada penerimaan CPNSD.


(3)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHSAN

A. Karakteristik Responden

1. Hakim

Nama : Andre Palahandika, SH., M.Hum Pangkat : IV b

Masa Kerja : 22 Tahun

Jabatan : Hakim Pada Pengadilan Negeri Gunung Sugih

2. Jaksa Penuntut Umum

Nama : Andritama Anasiska Pangkat : III c

Masa Kerja : 16 Tahun

Jabatan : Jaksa pada Kejaksaan Negeri Gunung Sugih

3. Penyidik

Nama : Nur Salim Pangkat : Briptu Masa Kerja : 10 Tahun


(4)

Nama : Erna Dewi, S.H., M.H Pangkat : IV a

Masa Kerja : 25 Tahun Jabatan : Lektor Kepala

B. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pungutan Liar Pada Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Lampung Tengah dan Dasar Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Putusan Nomor 377/ Pid.B/ 2008/ PN.GS

Prasetya Irawan, menyatakan bahwa pegawai atau karyawan adalah sumber daya manusia yang memiliki organisasi, dan harus dipekerjakan secara efisien, manusiawi dan efektif. Menurut Sugianti Kaboel bahwa pegawai adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan mendapatkan imbalan gaji sesuai dengan peraturan yang tertentu.

Faktor penyebab dari pelaku adalah :

a. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi kunci dalam memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakan korupsi. b. Kelemahan pengajaran- pengejaran agama dan etika.

c. Kurang nya pendidikan d. Kemiskinan

Menurut Andi Hamzah, bahwa penyebab terjadinya korupsi adalah :

a. Kekurangan gaji pegawai negeri sipil dibandingkan kebutuhan yang semakin hari semakin meningkat

b. Latar Belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi

c. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien yang akan memberikan peluang orang untuk korupsi

d. Modernsasi mengembangkan korupsi ( Andi Hamzah : 105 : 2004)


(5)

Lampung Tengah menyatakan bahwa mempelajari faktor penyebab terjadinya tindak pidana merupakan upaya nalisis kriminologis yaitu penyelidikan terhadap kejahatan dan masalah prevensi kejahatan yang berkaitan dengan kejahatan-kejahatan dan tindakan-tindakan yang bersifat non punitif. Sebagai studi mengenai kejahatan maka dalam penelitian kriminologi terutama memperhatikan penemuan-penemuan sebab-sebab kejahatan dan akibatnya serta berbagai cara penanggulangan. Sejalan dengan pesatnya pembangunan disegala bidang, maka hampir setiap warga negara diberbagai wilayah dihadapkan dengan munculnya berbagai macam kejahatan, sebagai contoh korupsi, suap, nepotisme, pemalsuan identitas (perjokian), pungutan liar (pungli) pada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNSD) sebagai contoh di Lampung.

Berdasarkan hasil penelitian pada Kejaksaan Negeri Gunung Sugih menurut Andritama Anasiska, selaku Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa terjadinya tindak pidana menunjukkan bahwa kemajuan pembangunan dan kebutuhan akan lapangan tenaga kerja yang terjadi sekarang banyak berpengaruh terhadap pola tingkahlaku dan kehidupan masyarakat, seperti telah merombak struktur masyarakat dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai akibat dari penyimpangan terhadap norma-norma hukum inilah, maka tindak pidana pungutan liar pada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNSD) dapat menjurus pada suatu kejahatan. Pungutan liar merupakan penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan yang terjadi dikarenakan adanya pengaruh dari berbagai faktor, maka tindak pidana tersebut dapat terlaksana.


(6)

penerimaan CPNSD yang dilakukan oleh oknum pegawai pemerintah daerah adalah melakukan pemungutan biaya kepada Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNSD) yang lolos dalam seleksi penerimaan Pegawai Negeri atau sering disebut dengan istilah Pungli (Pungutan Liar). Pungutan liar terhadap calon Pegawai Negeri Sipil Daerah ini pada umumnya merupakan kegagalan dari sistem control diri terhadap impuls-impuls yang kuat dan dorongan yang instingtif, serta sentimen-sentimen hebat yang kemudian disalurkan lewat perbuatan kejahatan, pemalsuan, kolusi, karena merasa perlu atau membutuhkan pekerjaan dengan tindak pidana yaitu dengan menggunakan kewenangan atau kekuasaan yang dapat menekan Calon Pegawai Negeri Sipil yang ujian atau seleksi penerimaan CPNSD.

Berdasarkan data tahun 2009, tindak pidana yang terjadi pada penerimaan CPNSD di Lampung, hal ini menunjukkan bahwa sudah mulai terjadinya tindak pidana penyimpangan dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD). Dari data pada Polda Lampung Tahun 2009 dapat diketahui dari beberapa Pemerintah Daerah yaitu:

a) Lampung Tengah, dengan tersangka Sofyan Sarladi, dan Agus Muharam Isa, telah melakukan tindak pidana menerima hadiah atau janji yang patut diduga atau patut diketahui diberikan berdasarkan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.

b) Lampung Selatan, dengan tersangka Sukarman yang mengaku tidak mengikuti tes CPNSD, melainkan diwakili oleh orang lain tetapi lulus seleksi pada Dinas Pendidikan Punduh Pidada di Kabupaten Pesawaran.


(7)

pengawas ruangan tes CPNSD d SMPN 1 Pahoman, Fitrisia dan Ellyzana dan petugas penerima berkas daftar ulang. Euis Safitri calon perserta tes CPNSD saat itu tengah melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci. Dia bertolak dari Indonesia pada 24 November 2008, tetapi, pada Rabu 14 Januari, Euis Safitri mendaftar ulang.

d) Way Kanan, dengan tersangka tersangka Ganda Febriansyah dan Gustam Apriyansyah. Tersangka Ganda Febriansyah tidak mengikuti tes tertulis penerimaan CPNSD karena sedang menunaikan ibadah haji, pelaksanaan tes dilakukan oleh kakak kandungnya yang bernama Gustam Apriyansyah.

Berdasarkan dari beberapa contoh kasus tindak pidana pada penerimaan CPNSD tersebut di atas dapat diketahui bahwa tindak pidana pungulan liar yang terjadi di Lampung Tengah telah meresahkan masyarakat khususnya peserta CPNSD lainnya, karena melanggar peraturan perundang-undangan dan tata tertip penyelenggaraan penerimaan CPNSD. Tindak pidana ini telah ditangani oleh pihak pemerintah daerah, aparat penegak hukum dan diproses sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, seperti halnya apabila terjadi perjokian yang melibatkan oknum petugas dan pejabat pemerintah daerah.

Tindak pidana pungutan liar pada penerimaan CPNSD di Lampung Tengah bukanlah suatu keadaan yang berdiri sendiri. Tindak pidana timbul karena adanya beberapa sebab dapat ditimbulkan karena keadaan-keadaan tertentu. Demikian pula halnya dengan pemungutan biaya yang dilakukan oleh oknum pegawai Negeri, merupakan suatu bentuk kejahatan yang timbul dikarenakan adanya beberapa sebab dan tiap-tiap sebab dapat ditimbulkan karena keadaan tertentu.


(8)

Andre Palahandika, selaku Hakim menyatakan bahwa penyebab timbulnya kejahatan secara umum akan memperlihatkan banyaknya variasi serta bermacam-macam aspek yang dapat mendukung dan saling berkaitan sehingga terjadinya suatu kejahatan. Teori-teori tentang faktor penyebab kejahatan sangat banyak dikemukakan oleh para sarjana, dimana pendapat yang satu dengan yang lainnya saling berbeda-beda, hal ini timbul karena tinjauan dengan latar belakang yang berbeda pula. Diantara teori tersebut terdapat unsur-unsur yang secara prinsip menunjukkan persamaan dan perbedaan, sehingga apabila digolongkan maka dari perbedaan dan persamaan tersebut dapat ditarik secara garis besar faktor-faktor yang sangat menentukan terhadap suatu kejahatan. Lingkungan sosial atau daerah tempat tinggal, kehidupan sosial dan ekonomi dengan mobilitas penduduk sangat mempengaruhi individu dalam membentuk prilaku baik yang bersifat positif atau criminal. Pengaruh stabilitas dan kejiwaan seseorang sangat dipengaruhi dan tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya, lemahnya pengajaran-pengajaran agama dan etika sehingga seseorang tidak memikirkan akibat yang diperbuat.

Berdasarkan hasil penelitian pada Kejaksaan Negeri Gunung Sugih menurut Andritama Anasiska, selaku Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya kejahatan adalah karena kemiskinan dan kesengsaraan. Apabila diperhatikan pendapat di atas tentang faktor-faktor penyebab timbulnya kejahatan maka sulit untuk menentukan faktor mana yang lebih dominan, hal ini sejalan dengan pemikiran bahwa memang faktor-faktor tersebut sebagai penyebab kejahatan tidak dominan berdiri sendiri tetapi satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi.


(9)

Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan Andre Palahandika, selaku Hakim pada Pengadilan Negeri Gunung Sugih menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya pungutan liar sebagai tindak pidana pada Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNSD) ditinjau dari aspek kriminologis di Lampung Tengah dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :

1. Terbatasnya Lapangan Pekerjaan

Faktor terbatasnya lapangan pekerjaan terlebih untuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD) membuat pelaku berinisiatif untuk melakukan kecurangan sebagai contoh dengan cara penyuapan, menggunakan jasa orang lain untuk menjalani tes atau seleksi penerimaan CPNSD. Terbatasnya lapangan pekerjaan baik pegawai negeri maupun swasta menimbulkan ketatnya persaingan ataupun seleksi CPNSD dengan memberikan imbalan dan dianggap mampu melakukan seleksi maka diharapkan peserta dapat diterima sebagai CPNSD. Kebutuhan akan lapangan pekerjaan merupakan upaya seseorang untuk memenuhi ekonomi atau finansialnya dimana dengan diterima sebagai pegawai negeri maka keadaan ekonominya akan terpenuhi karena telah mempunyai penghasilan tetap dari pemerintah.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa penyebab CPNSD melakukan pungutan liar karena adanya oknum petugas yang menggunakan kekuasaannya untuk meminta imbalan atau hadiah kepada CPNS yang lulus pada seleksi penerimaan pegawai. Pelaku meminta imbalan atau hadiah dimaksudkan supaya dapat mempermudah administrasi penerimaan CPNSD


(10)

pemerintahan yang sering berganti.

2. Terbatasnya Kemampuan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD) Peserta CPNS mempunyai keterbatasan kemampuan, ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh panitia penerima CPNSD. Keterbatasan pengetahuan CPNSD juga sangat mempengaruhi oknum petugas untuk melakukan tindak pidana sebagai contoh kasus pada kasus di Lampung Tengah dengan tersangka Hi. Sofyan Sarladi dan Agus Muharam Isa, yang diduga menerima hadiah atau janji yang patut diduga berasal dari kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya. Indikasi tindak pidana ini karena kurangnya pendidikan.

3. Lemahnya Sistem Pengawasan Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD)

Kejahatan dapat terjadi apabila ada faktor kesempatan walaupun pelaku sudah mempunyai niat tetapi bila tidak ada kesempatan suatu kejahatan atau tindak pidana akan sulit dapat terjadi. Pada penerimaan CPNSD faktor kesempatan sangat mepengaruhi, karena lemahnya sistem pengawasan penerimaan CPNSD, sehingga dapat menimbulkan kejahatan baik yang dilakukan oleh peserta CPNSD ataupun oknum petugas pada seleksi penerimaan CPNSD. 4. Adanya Keterlibatan Oknum Pejabat atau Panitia Penerimaan Calon Pegawai

Negeri Sipil Daerah (CPNSD)

Keterlibatan pihak panitia penerimaan CPNSD merupakan salah satu indikasi terjadinya tindak pidana, dengan adanya keterlibatan Panitian penerimaan CPNSD pelaku dapat dengan leluasa tanpa adanya rasa takut atau sungkan


(11)

penerimaan CPNSD.Indikasi ini disebabkan karena kolonialisme, dimana suatu pemerintahan tidaklah menggugah kesetian dan kepatuhan, serta tiadanya hukuman yang keras.

Menurut erna dewi selaku akademisi penyebab terjadinya tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil daerah Kabupaten Lampung Tengah adalah ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tigkah laku yang menjinakan korupsi, kelemahan pengajaran agama dan etika kurangnya pendidikan, kemiskinan dan tiadanya tindak hukuman yang keras serta faktor budaya kita sendiri.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa faktor utama yang menyebabkan pelaku melakukan tindak pidana pungutan liar pada penerimaan CPNSD adalah terbatasnya lapangan pekerjaan, terbatasnya kemampuan CPNSD, lemahnya sistem pengawasan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD) dan adanya keterlibatan Oknum petugas penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD). Beberapa faktor penyebab terjadinya tindak pidana pungutan liar, sebagai upaya pelaku memenuhi kepentingan pribadinya yang pada dasarnya merupakan perbuatan yang merugikan orang lain demi memenuhi kepentingan pribadi, melakukan pemerasan, pungutan liar. Sikap lebih mementingkan diri sendiri ini sangat berkaitan erat dengan perubahan prilaku sosial serta tuntutan akan standar hidup yang cukup tinggi dewasa ini, dalam hal ini faktor kepentingan pribadi sebenarnya bukan saja hanya berkaitan dengan faktor ekonomi, tetapi juga berkaitan erat dengan kondisi atau kemampuan pelaku


(12)

kewenangan yang dimilikinya.

C. Penanggulangan Tindak Pidana Pelaku Tindak pidana Pungutan Liar Pada Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Lampung Tengah

Pengaturan mengenai pelaku tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil merupakan suatu bagian strategis yang tidak terpisahkan dalam program pembangunan nasional secara menyeluruh pembinaan kualitas sumber daya manusia. Pengaturan di bidang rekrutmen pegawai.

Berdasarkan hasil penelitian pada Pengadilan Negeri Kelas IA Gunung Sugih, menurut Andre Palahandika, menyatakan bahwa tindak pidana pungutan liar pada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil merupakan pelanggaran atau kejahatan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Berkaitan dengan perkembangan ketenagakerjaan di Indonesia selama ini mengikuti perkembangan teknologi dan industri yang berkembang dalam masyarakat. Perkembangan pembangunan yang terjadi dewasa ini diikuti juga dengan perkembangan dan kebutuhan di bidang ketenagakerjaan, baik di dalam maupun di luar negeri. Tindak pidana dibidang ketenagakerjaan pada perkembangannya dapat dilakukan oleh perseorangan maupun Badan Hukum yang bergerak dibidang jasa ketenagakerjaan oleh suatu jaringan atau sindikat

Berdasarkan hasil penelitian pada Polres Gunung Sugih menurut Nur Salim, menyatakan bahwa upaya penanggulangan tindak pidana baik secara pre-emtif, preventif dan represif pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari upaya-upaya penanggulangan kejahatan pada umumnya. Kejahatan yang terjadi ditengah


(13)

akibat yang ditimbulkannya, sehingga dibutuhkan suatu pengetahuan yang lebih mendalam dan kompherehensif dalam mengambil langkah penanggulangan yang akan dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar penanggulangan yang dilakukan mampu mengurangi dan menekan laju angka kejahatan tindak pidana pungutan liar dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil.

Berdasarkan hasil penelitian pada Pengadilan Negeri Kelas IA Gunung Sugih dan Kejaksaan Negeri Gunung Sugih, menurut Andritama Anasiska dan Andre Palahandika, menyatakan bahwa penanggulangan kejahatan tindak pidana pungutan liar penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil yang biasanya terjadi dapat dibedakan berdasarkan jenis dan bentuk penanggulangan secara Preemtif, preventif (non penal) dan penanggulangan secara represif (penal), penanggulangan tersebut dijabarkan sebagai berikut :

a. Upaya preemtif berupa rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk menangkal atau menghilangkan faktor kriminogen pada tahap sedini mungkin, termasuk upaya untuk meminimalisasi faktor-faktor kriminogen yang ada dalam masyarakat yang bentuk kegiatannya sangat bervariasi, mulai dari menganalisis terhadap kondisi wilayah berikut potensi kerawanan yang terkandung di dalamnya dengan mengadakan penyuluhan hukum.

b. Upaya preventif meliputi rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mencegah secara langsung terjadinya kejahatan atau tindak pidana, mencakup kegiatan pembinaan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan penerimaan calon pegawai negeri sipil, serta kegiatan pembinaan masyarakat yang ditujukan untuk memotivasi segenap lapisan masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif


(14)

pelaku tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil.

c. Upaya represif meliputi rangkaian kegiatan penindakan yang ditujukan kepada upaya terhadap pengungkapan tindak pidana pelaku tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil. Bentuk kegiatan dari penindakan tersebut antara lain penyelidikan, penyidik, penuntutan dan putusan Pengadilan berdasarkan pada Musyawarah Majelis Hakim pada Pengadilan. Sedangkan hasil serta upaya hukum paksa lainnya yang disahkan menurut Undang-Undang.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dan hasil penelitian penulis pada Polres Gunung Sugih, menurut Nur Salim, menyatakan bahwa dalam rangka menanggulangi tindak pidana pelaku tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil pada wilayah hukum Polres Gunung Sugih dibedakan berdasarkan pada penanggulangan secara Preemtif, preventif (non penal) dan penanggulangan secara represif (penal), penanggulangan tersebut dijabarkan sebagai berikut :

1. Upaya preemtif berupa rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk menangkal atau menghilangkan faktor kriminogen pada tahap sedini mungkin, termasuk upaya untuk meminimalisasi faktor-faktor kriminogen yang ada dalam masyarakat yang bentuk kegiatannya sangat bervariasi, mulai dari menganalisis terhadap kondisi wilayah berikut potensi kerawanan yang terkandung di dalamnya dengan mengadakan penyuluhan hukum, kegiatan ini


(15)

kecurigaan atau indikasi terjadinya timbulnya tindak pidana pelaku tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil agar tindak pidana yang dapat terjadi dapat dicegah sebelum semuanya terjadi, mengantisipasi timbulnya tindak pidana pelaku tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil.

2. Upaya preventif

Upaya preventif adalah upaya penanggulangan tindak pidana sebelum terjadinya tindak pidana, upaya ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Koordinasi Kepolisian dengan BKD dan Sekertaris Daerah Kabupaten dan Kota serta semua panitia pelaksanaan penerimaan calon pegawai negeri sipil.

Koordinasi kepolisian dengan pihak dengan BKD dan Sekertaris Daerah Kabupaten dan Kota serta semua panitia penerimaan calon pegawai negeri sipil sebagai salah satu kegiatan kepolisian yang dilakukan oleh polri sebagai upaya mencegah terjadinya tindak pidana dibidang rekrutmen pegawai negeri sipil. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan kerjasama mendatangi, menjelajahi, mengamati, mengawasi, memperhatikan, situasi dan kondisi serta membahas permasalahan hukum yang berkaitan uaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil. Upaya ini dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan, menerima laporan dari masyarakat tindakan atau pelangaran yang diperkirakan akan menimbulkan segala bentuk gangguan


(16)

polri untuk melakukan tindakan-tindakan kepolisian guna memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat.

Koordinasi kepolisian dengan BKD dan Sekertaris Daerah Kabupaten dan Kota serta semua panitia penerimaan calon pegawai negeri sipil menjadi upaya utama sebagai bentuk pelayanan polisi dan merupakan ujung tombak operasional kepolisian guna mencegah bertemunya niat dan kesempatan untuk melakukan tindak pidana dibidang rekrutmen pegawai negeri sipil secara dini. Koordinasi kepolisian merupakan bentuk kerjasama sebagai bagian yang penting dalam pelayanan kepolisian kepada masyarakat karena dapat menghindarkan timbulnya korban penipuan calon tenaga kerja dan penipuan harta benda yang dimiliki calon tenaga kerja.

Koordinasi Kepolisian merupakan kerjasama Kepolisian dengan instansi terkait untuk mencegah bertemunya faktor niat dan kesempatan melakukan tindak pidana. Memelihara dan meningkatkan tertib dan kepatuhan hukum masyarakat serta membina ketentraman masyarakat. Menjaga keselamatan orang, harta benda, hak asasi dan termasuk memberi perlindungan hukum. Memelihara ketertiban, keteraturan dan keamanan umum. Memberikan pelayanan terhadap masyarakat, menerima laporan dan pengaduan. Melakukan tindakan hukum terhadap peristiwa tindak pidana rekrutmen pegawai negeri sipil dan melakukan tindakan hukum lainnya. Memberikan


(17)

pengetahuan masyarakat.

Lebih lanjut menurut Nur Salim menyatakan bahwa koordinasi kepolisian dengan BKD dan Sekertaris Daerah Kabupaten serta semua panitia penerimaan calon pegawai negeri sipil di Kabupaten Lampung Selatan sebagai bentuk upaya pencegahan terjadinya tindak pidana dibidang rekrutmen calon pegawai negeri sipil terdiri dari 2 (dua) macam bentuk yaitu :

a) Koordinasi Rutin, yaitu koordinasi yang dilaksanakan pada waktu tertentu secara rutin yang dilakukan dengan cara melakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dibidang rekrutmen calon pegawai negeri sipil.

b) Koordinasi Insidental yaitu koordinasi yang dilakukan apabila terjadi peristiwa atau tindak pidana dibidang rekrutmen pegawai negeri sipil atau koordinasi yang dapat menimbulkan efek rasa hormat/penghormatan (deference effect) terhadap suatu tindak pidana.

b. Bimmas (Bimbingan Masyarakat)

Salah satu upaya penegakan hukum kepolisian adalah melakukan bimbingan, penyuluhan, pengarahan kepada masyarakat agar dapat memahami perannya dalam rangka kamtibmas. Melalui pemahaman yang benar diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi dan bersama-sama dengan aparat penegak hukum lainnya menciptakan suasana kamtibmas.


(18)

urgen untuk dilakukan karena dengan demikian antara tugas kepolisian dan masyarakat, sehingga terciptanya suatu hubungan hukum yang baik dan saling pengertian yang mendalam tentang perannya masing-masing dalam rangka menjaga ketertiban hukum.

Kondisi kemasyarakatan merupakan salah satu potensi yang sangat besar yang bila tidak dimanfaatkan dengan baik justru akan menjadi beban yang berat bagi Polri dalam menegakkan hukum. Di dalam masyarakat yang pengetahuan hukumnya masih kurang, partisipasi masyarakat di dalam membangun suatu kondisi atau keadaan masyarakat yang aman dan tertib perlu dirangsang secara aktif untuk bahu membahu bersama aparat penegak hukum, khususnya polisi untuk menciptakan suatu suasana ketertiban dan keamanan yang dinamis.

Penyuluhan hukum dari kesatuan sistem operasional kepolisian mempunyai peran yang sangat strategis dalam rangka membangun suatu sikap mental dan budaya masyarakat untuk patuh pada hukum dan sekaligus menjembatani fungsi atau kedudukan polri di satu pihak dan masyarakat pada pihak lain. Hubungan yang kooperatif antara keduanya merupakan suatu modal dasar yang sangat kondusif untuk membangun suatu keadan masyarakat yang aman dan tertib.

c. Tertib Administrasi

Pencatatan dan pendaftaran administrasi pada penerimaan pegawai negeri sipil yang teratur dan tertib dapat menciptakan tertib administrasi


(19)

penyimpangan atau terjadinya tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil dapat dengan mudah ditanggulangi dengan melakukan upaya penyelidikan dan penyidikan yang diperlukan atas pelanggaran dan tindak pidana dibidang rekrutmen pegawai negeri sipil.

c. Partisipasi masyarakat dalam upaya penanggulangan

Dengan mendayagunakan segenap potensi penegakan hukum oleh rakyat perlu digalakkan sistem swakarsa masyarakat dan Polri sebagai tulang punggung kamtibmas perlu mengambil langkah-langkah agar masyarakat dapat mengambil peran aktif dan berpartisipasi dalam pembangunan keamanan dan ketertiban masyarakat langkah-langkah sebagaimana yang dinyatakan oleh Nur Salim yaitu :

1) Meningkatkan Peran Bimmas Polri

Untuk maksud ini Polri perlu melakukan pendekatan masyarakat (sosial approach) dengan berbagai metode seperti penyuluhan hukum, sambang kampung, simulasi, metode bimastral, metode tatap muka, ceramah dan lain-lain.

2) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan bentuk perkumpulan yang diadakan atas dasar prakarsa masyarakat bekerjasama dengan aparat kepolisian yang peduli akan penegakan hukum dan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, contohnya Forum Komunity Pemolisian Masyarakat (FKPM) dan Lembaga


(20)

pegawai negeri sipil 3) Laporan Masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam penanggulangan tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil perlu ditanggapi dengan pelaporan oleh masyarakat umum. Laporan masyarakat merupakan tindakan yang dapat memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam membantu polisi mencegah dan menangulangi tinda pidana tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil. Karena itu laporan masyarakat merupakan bentuk tanggapan dan partisipasi masyarakat secara swakarsa perlu tetap ditingkatkan kegiatannya maupun kemampuan-kemampuan secara teknis yang minimal meliputi :

a) Kemampuan dalam melakukan penjagaan keamanan terhadap tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil.

b) Kemampuan untuk melaporkan terjadinya tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil atau melanggar hukum kepada aparat kamtibmas terdekat.

c) Kemampuan memberikan informasi kepada petugas baik langsung maupun melalui sarana komunikasi yang ada terhadap apa yang dilihat, didengar, disaksikan yang memungkinkan terjadinya tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil.


(21)

dan barang bukti maupun saksi-saksi, tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil.

e) Kemampuan melakukan tindakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil dan segera menyerahkan pelaku yang atau melaporkan kepada kepolisian setempat.

3. Upaya Represif

Tindakan Represif yang dilakukan, sebagai contoh kasus yang terjadi di Gunung Sugih, berdasarkan putusan Nomor : 377/ Pid.B/ 2008/PN.GS. Majelis Hakim menyatakan bahwa Terdakwa Sofyan Sarladi Bin H. A. Sarladi, dkk, tela terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, dengan bersama-sama melakukan menerima hadiah yang diketahui diberikan karena kekuasaan yang berhubungan dengan jabatannya dan menurut pikiran orang yang memberikan hadiah tersebut ada hubungannya dengan jabatannya yang dilakukan secara berlanjut. Perbuatan terdakwa telah melanggar ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 1 (satu) tahun, dan denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar denda tersebut maka akan diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 2 (dua) bulan.


(22)

penipuan calon tenaga kerja Indonesia secara represif merupakan upaya-upaya yang dilakukan oleh aparat kepolisian setelah terjadinya suatu tindak pidana. Upaya-upaya itu meliputi tugas-tugas penyelidikan, penyidikan dan kemudian melimpahkan berita acara pemeriksaan kepada Kejaksaan, untuk selanjutnya oleh Kejaksaan diajukan ke Pengadilan supaya diproses melalui sidang pidana pada tingkat pertama. Upaya-upaya hukum ini dilakukan berturut-turut oleh polisi, jaksa dan Hakim.

Dalam hal penanganan suatu kejahatan menurut hukum pidana aparat kepolisian mempunyai peran yang sangat menentukan untuk mengungkapkan kejahatan dan selanjutnya diproses secara yuridis. Proses yuridis yang dimaksudkan merupakan pelaksanaan dari fungsi-fungsi yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum acara pidana sebagaimana telah diatur di dalam Undang-Undang.

Disamping tugas pokok yang demikian aparat kepolisian mempunyai tugas dan tanggungjawab sekaligus kewajiban untuk melakukan langkah-langkah strategis dan represif bilamana kejahatan terjadi di dalam masyarakat, termasuk terhadap tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil sudah tereklarasi baik secara kualitas maupun kuantitas. Di dalam hal dijumpai adanya tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil, maka upaya-upaya berupa tindakan-tindakan penyelidikan dan penyidikan harus segera dilakukan. Upaya hukum penyidikan terhadap tindak pidana dilakukan untuk mengumpulkan alat bukti


(23)

pengadilan terhadap pelakunya, sehingga dapat dikenakan sanksi hukum yang setimpal upaya ini merupakan bagian dari upaya-upaya penyelesaian perkara sekaligus pelaksanaan penegakan hukum secara nyata dalam hal adanya peristiwa konkrit. Hukum harus ditegakkan, dan pelaku tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil harus dihukum.

Berdasarkan hasil penelitian pada Pengadilan Negeri Kelas IA Gunung Sugih menurut Andre Palahandika, menyatakan bahwa terhadap pelimpahan perkara tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil kepada pengadilan termasuk dalam upaya hukum yang bersifat represif yaitu penegakan hukum pidana yang menggunakan sarana hukum pidana (penal).

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dianalisis bahwa upaya hukum ini dilakukan untuk memberikan sanksi pidana dan upaya penghukuman supaya pelaku tindak pidana jera dan tidak melakukan lagi kejahatan tersebut. Penghukuman terhadap pelaku tindak pidana dilakukan juga dimaksudkan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap calon tenaga kerja Indonesia. Upaya hukum dalam bentuk represif yang telah dilakukan oleh aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) yaitu terlihat dari proses penyelidikan, penyidikan, pembuatan berkas acara pemeriksaan, penyitaan barang bukti, penyerahan tersangka dari Penyidik Polisi kepada Jaksa Penuntut Umum, pembuatan surat dakwaan, pelimpahan tersangka beserta barang bukti ke Pengadilan, penuntutan dari Jaksa Penuntut Umum di muka persidangan sampai pada akhirnya penjatuhan sanksi pidana terhadap terdakwa.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Jenis-Jenis Pidana

1. Pengertian Pidana

Pidana berasal dari bahasa Belanda kata straf, yang adakalanya disebut dengan istilah hukuman, walaupun istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman, karena hukum sudah lazim merupakan terjemahan dari recht.

Soedarto, menyatakan pidana adalah nestapa yang diberikan oleh negara kepada seseorang yang melakukan pelangagaran terhadap ketentuan undang-undang (hukum pidana), sengaja agar dirasakan nestapa, pemberian nestapa atau penderitaan yang sengaja dikenakan kepada seseorang pelanggar undang-undang tidak lain dimaksudkan agar orang itu jera. Hukum pidana sengaja mengenakan penderitaan dalam mempertahankan norma-norma yang diakui oleh hukum. Sanksi yang tajam inilah yang membedakan dengan hukum-hukum yang lain. Ialah sebabnya hukum pidana harus dianggap sebagai sarana terakhir apabila sanksi-sanksi atau upaya-upaya pada bidanga lain tidak memadai.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa pidana lebih tepat didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau diberikan oleh lembaga yang berwenang sebagai bentuk pelaksanaan kewenangan negara kepada pelaku tindak pidana atau terpidana sebagai akibat hukum (sanksi atau penderitaan) bagi pelaku tindak pidana atas perbuatan-perbuatan yang telah melanggar larangan hukum pidana.

Pidana merupakan salah satu perwujudan dari fungsi hukum pidana yang bertujuan mencegah dilakukannya kejahatan pada masa yang akan datang. Upaya pencegahan atau penanggulangan terhadap suatu tindak pidana. Pidana itu sendiri


(25)

merupakan suatu sanksi atau nestapa yang menderitakan, dalam penerapannya fungsi hukum pidana terbagi menjadi 2 (dua) yaitu :

1) Fungsi umum hukum pidana, untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata kehidupan masyarakat.

2) Fungsi khusus hukum pidana, untuk melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sanksi pidana yang sifatnya lebih tajam dari sanksi cabang hukum lainnya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa pidana (sanksi pidana) merupakan perwujudan dari fungsi hukum pidana sebagai aturan hukum atau seperangkat kaidah atau norma hukum yang mengatur tentang suatu perbuatan yang merupakan perbuatan pidana, kapan suatu perbuatan dinyatakan sebagai perbuatan pidana serta menetapkan akibat (sanksi) yang diberikan sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar aturan hukum pidana tersebut. Fungsi hukum pidana salah satunya adalah memberikan pidana kepada pelaku tindak pidana melalui alat-alat perlengkapan negara dalam menjaga ketertiban masyarakat.

2. Jenis-Jenis Pidana

Pidana merupakan sanksi yang diberikan kepada pelaku tindak pidana sebagai akibat dari perbuatan pidana yang telah dilakukannnya. Jenis-jenis pidana secara umum yang terdapat dalam Pasal 10 KUHP yaitu :

1) Pidana Pokok, terdiri dari : a) Pidana mati,

b) Pidana penjara, c) Pidana kurungan, d) Pidana denda

2) Pidana Tambahan terdiri dari : a) Pencabutan hak-hak tertentu,

b) Perampasan barang-barang tertentu, c) Pengumuman putusan hakim.


(26)

Berdasarkan ketentuan Pasal 10 KUHP tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut

Ad.1 Pidana Pokok a) Pidana Mati,

Ketentuan pidana mati terdapat dalam Pasal 11 KUHP menyatakan bahwa pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.Pidana mati adalah sanksi pidana pokok yang terdapat dalam Pasal 10 ayat (1) KUHP, dimana pelaksanaan pidana mati, terhadap pelaku tindak pidana dilakukan dengan ditembak mati, (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 PNPS Tahun 1964)

b) Pidana Penjara pada Pasal 12 KUHP

(1) Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.

(2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut,

(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahanan pidana karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan Pasal 52.

(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun.

c) Pidana Kurungan Pasal 18 KUHP

(1) Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun. (2) Jika ada pidana yang disebabkan karena perbarengan atau pengulangan

atau karena ketentuan Pasal 52, pidana kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan.

(3) Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan.

d) Pidana Denda, dalam Pasal 30 KUHP

(1) Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen.

(2) Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan. (3) Lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan paling

lama enam bulan.

(4) Dalam putusan hakim, lamanya pidana kurungan pengganti ditetapkan demikian; jika pidana dendanya tujuh rupiah lima puluh dua sen atau kurungan, di hitung satu hari; jika lebih dari lima rupiah lima puluh sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen di hitung paling banyak satu hari demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima puluh sen.


(27)

(5) Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan karena perbarengan atau pengulangan, atau karena ketentuan pasal 52, maka pidana kurungan pengganti paling lama delapan bulan.

(6) Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih dari delapan bulan.

Ad.2 Pidana Tambahan

a) Pencabutan Hak-Hak Tertentu, dalam Pasal 35 KUHP

(1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah :

1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu; 2. hak memasuki Angkatan Bersenjata;

3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum.

4. hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri.

5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri;

6. hak menjalankan mata pencarian tertentu.

(2) Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, jika dalam aturan-aturan khusus di tentukan penguasa lain untuk pemecatan itu.

b) Perampasan barang-barang tertentu Pasal 39 KUHP

(1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas.

(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang.

(3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.

c) Pengumuman Putusan Hakim Pasal 43 KUHP

Apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan-aturan umum lainnya, maka ia harus menetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu atas biaya terpidana.

Berdasarkan uraian mengenai jenis-jenis pidana tersebut di atas, pidana yang terdapat dalam ketentuan hukum pidana terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok adalah sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku


(28)

tindak pidana terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda, sedangkan pidana tambahan adalah sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana, dapat berupa pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Penjatuhan pidana tambahan dapat diberikan mengikuti penjatuhan pidana pokok. Klasifikasi terhadap jenis-jenis pidana ini dilakukan untuk menentukan berat atau ringannya hukuman atau sanksi pidana atas suatu jenis tindak pidana yang dilakukan.

Jenis-jenis pidana sebagaimana yang terdapat dalam ketentuan Pasal 10 KUHP, juga diatur didalam peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus (spesialis) dan terkadang mengesampingkan ketentuan pidana yang terdapat dalam KUHP (generalis), sesuai dengan asas hukum Lex specialis derogat legi generalis”. Sebagai contohnya pidana yang mengesampingkan ketentuan pidana yang terdapat pada KUHP adalah :

1) Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak, tidak mengenal adanya pidana mati, terhadap anak nakal dapat dijatuhi pidana pengawasan, dikembalikan kepada orang tua atau negara untuk dilakukan pembinaan.

2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Penyalahgunaan Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Pidana rehabilitasi terhadap pengguna (pecandu) narkotika atau psikotropika pada lembaga rehabilitasi yang telah ditunjuk supaya tidak mengkonsumsi narkotika dan psikotropika lagi. dan lain sebagainya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa pidana atau sanksi pidana merupakan penderitaan, reaksi atas delik, siksaan, pidana dapat


(29)

dijadikan sebagai sarana dalam menanggulangi terjadinya tindak pidana dimasa akan datang (sarana penjeraan) atau sebagai pembalasan terhadap perbuatan pidana yang telah dilakukan terpidana. Pidana sebagai alat negara atau penguasa yang dilimpahkan kepada aparat penegak hukum untuk menegakkan aturan hukum pidana dalam menciptakan kesejahteraan dan keamanan masyarakat. Penjatuhan pidana sebagai pembalasan terhadap terjadinya suatu tindak pidana, apabila dianalisa bertentangan dengan teori pemidanaan, dimana konsep ideal tujuan pemidanaan bukanlah pembalasan, tetapi lebih ditekankan pada konsep pembinaan terhadap pelaku tindak pidana supaya tidak mengulangi tindak pidana.

B. Pengertian Penaggulangan

Penanggulangan adalah: suatu cara untuk menyelesaikan suatu masalah. Artinya: Hal-hal yang bisa dilakukan oleh siapa saja untuk mengatasi problem

dana masalah agar diperoleh hasil yang diharapkan ( www.mpbi.org/files/retno.../20070804_notulensi-pb-rmhretno.pdf)

Penanggulangan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mencegah, menghadapi, atau mengatasi suatu keadaan.

Kegiatan dalam ditujukan untuk mengurangi resiko, bersifat preventif seperti: a) Pencegahan

b) Mitigasi atau penjinakan

c) Kesiapsiagaan meliputi peringatan dini dan perencanaan d) Saat Bencana (tanggap darurat):

e) Peringatan atau tanda bahaya f) Pengkajian darurat


(30)

g) Rencana operasi h) Tanggap darurat i) Setelah bencana: j) Rehabilitasi k) Rekonstruksi

l) Penanggulangan bencana tidak hanya bersifat reaktif: baru melakukan setelah terjadi bencana. Tetapi penanggulangan bencana juga bisa bersifat antisipatif, melakukan pengkajian dan tindakan pencegahan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya bencana.

m) Bencana menimbulkan berbagai kerusakan dan kehilangan. Hal ini akan menyebabkan angka kemiskinan di suatu wilayah yang terkena bencana akan meningkat. Hal inilah yang

C. Pengertian Pungli

Sebelum memberikan analisis lebih lanjut, perlu diketahui terlebih dahulu konsep pungli itu sendiri, kemudian akar sejarah dan prospeknya pada masa mendatang. Istilah Pungli

Perbuatan-perbuatan yang disebut sebagai perbuatan pungli sebenarnya merupakan suatu gejala sosial yang telah ada di Indonesia, sejak Indonesia masih dalam masa penjajahan dan bahkan jauh sebelum itu. Namun penamaan perbuatan itu sebagai perbuatan pungli, secara nasional baru diperkenalkan pada bulan September 1977, yaitu saat Kaskopkamtib yang bertindak selaku Kepala Operasi Tertib bersama Menpan dengan gencar melancarkan Operasi Tertib (OPSTIB), yang sasaran utamanya adalah pungli.


(31)

Istilah pungli sebenarnya hanyalah merupakan istilah politik yang kemudian dipopulerkan lebih lanjut oleh dunia jurnalis. Di dalam dunia hukum (pidana), istilah ini tidak dijumpai. Belum pernah kita mendengar adanya tindak pidana pungli atau delik pungli. Jika kita bersikeras menggunakan istilah pungli, maka secara hukum (pidana), pelaku pungli tidak dapat dihukum. Karena memang tidak ada ketentuan hukumnya yang mengatur secara tegas perbuatan pungli tersebut.

Secara kebetulan, istilah pungli ini juga terdapat dalam kamus bahasa China. Li artinya keuntungan dan Pung artinya persembahan, jadi Pungli diucapkan Puuuung Li, artinya adalah mempersembahkan keuntungan.

Bertolak dari uraian di atas, penulis merasa perlu untuk meluruskan penggunaan istilah pungli tersebut. Pungli merupakan kependekan dari "Pungutan Liar". Semua bentuk pungutan yang tidak resmi, yang tidak mempunyai landasan hukum, maka tindakan pungutan tersebut dinamakan sebagai pungutan liar (pungli). Dalam bekerjanya, pelaku pungli selalu diikuti dengan tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap korban. Pungli = Pemerasan

Jika kita sepakat dengan konsep pungli seperti diuraikan di atas, maka sesungguhnya pungli itu tidak lain adalah merupakan pemerasan. pemerasan dalam dunia hukum pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang, sehingga termasuk dalam kategori tindak pidana.

Rumusan tindak pidana pemerasan dituangkan dalam Pasal 368 KUHP yang secara tegas menetapkan, "Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan


(32)

diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya memberikan barang sesuatu, yang seluruh atau sebagiannya adalah kepunyaan orang itu atau kepunyaan orang lain; atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun".

Pengertian pungli lainnya yang dikemukan oleh Andi Hamzah dalam judul bukunya memberantas mafiah fukum di Indonesiaadalah sebagai berikut :

Pungli adalah istilah yang cukup dikenal orang dimana-mana termasuk di Indonesia dan pada tahun 1957 gejala sosial ini mendapat istilah resmi dalam hukum pidana. dalam Bahasa Indonesia diserap menjadi Korupsi. Arti harafiah dari kata korupsi adalah kebusukan, keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. ( Andi Hamzah : 121 : 2002)

Dasar hukum tindak pidana korupsi adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1957 diundangkan tanggal 29 Maret tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pada tahun 1999 diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian pada tanggal 21 November 2001 diundangkan dan disahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut Andi Hamzah, korupsi dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu ; a. Korupsi antara lain disebabkan karena kurangnya kesadaran dan kepatuhan

hukum diberbagai bidang kehidupan,

b. Korupsi timbul karena ketidak tertiban didalam mekanisme administrasi pemerintah,

c. Korupsi sebagai salah satu pengaruh dari meningkatnya volume pembangunan secara relatif cepat, sehingga pengelolaan, pengendalian dan pengawasan mekanisme tata usaha negara menjadi semakin komplek dan unit yang membuat akses dari birokrasi terutama pada aparatur-aparatur pelayanan


(33)

sosial seperti bagian pemberian izin dan berbagai keputusan, akses inilah yang melahirkan berbagai pola korupsi,

d. Masalah kependudukan, kemiskinan, pendidikan dan lapangan kerja dan akibat kurangnya gaji pegawai dan buruh. ( Andi Hamzah : 151 : 2002)

Pengertian korupsi tergantung dari sudut pandang setiap orang apa dan bagaimana korupsi itu mengejawantah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hal ini ditandai dengan belum terdapat keseragaman pengertian korupsi. W. Sangaji, berpendapat korupsi (corruption) adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang menyuap orang atau kelompok lain untuk mempermudah keinginannya dan mempengaruhi penerima untuk memberikan pertimbangan guna mengabulkan permohonannya, definisi tersebut dapat dikembangkan sebagai berikut :

a. Korupsi adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang memberikan hadiah berupa uang maupun benda kepada si penerima untuk memenuhi keinginannya.

b. Korupsi adalah seseorang atau sekelompok orang meminta imbalan dalam menjalankan kewajibannya.

c. Korupsi adalah mereka yang menggelapkan dan menggunakan uang negara atau milik umum untuk kepentingan pribadi,

d. Korupsi merupakan perbuatan-perbuatan manusia yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara,

e. Korupsi merupakan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain sebagai akibat pertimbangan yang ilegal. ( W Sangaji : 28 : 1998)

W.J.S Poerwadarminta dalam kamus bahasa Indonesia berpendapat bahwa Korupsi adalah perbuatan yang buruk (seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya). (W.J.S Poerwadarminta : 65 : 1995)

Perbuatan-perbuatan korupsi dilakukan bukan saja oleh Pegawai Negeri tetapi juga meliputi orang-orang yang menangani proses pemberian pelayanan yang menerima gaji atau upah dari suatu hukum yang meminta bantuan dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum yang mempergunakan secara ilegal.


(34)

Pengertian korupsi yang dipergunakan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia adalah pengertian korupsi dalam arti yang luas meliputi perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian yang dapat dituntut dan dipidana berdasarkan peraturan undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini yang mengatur mengenai perbuatan-perbuatan yang bersifat koruptif yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pengertian tindak pidana korupsi dapat dilihat dalam penjabaran Pasal 2 sampai Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu :

1) Pasal 2

(1) Seriap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dapar dipidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (Satu milyar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalaM ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

2) Pasal 3

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).


(35)

3) Pasal 5

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, atau; b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara

karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

4) Pasal 6

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang : a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud

untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau,

b. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokad untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

(2) Bagi Hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokad yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

5) Pasal 7

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) :

a. Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang,


(36)

b. Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

c. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indoneseia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang atau,

d. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indoneseia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c,

(2) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) 6) Pasal 8

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

7) Pasal 9

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja memalsukan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus pemeriksaan administrasi.

8) Pasal 10

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja :

a. Mengelapkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jalannya atau;


(37)

b. Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut atau; c. Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau

membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut. 9) Pasal 11

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

10) Pasal 12

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun da pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah):

a. Pegawai negeri atau penyelenggara negera yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,

b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebakan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,

c. Hakim yang menerima hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkankepadanya untuk diadili;

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa tindak pidana korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan seseorang dengan maksud memperkaya diri sendiri orang lain atau korporasi dengan cara melawan hukum. Pada perkembangannya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, tindak pidana korupsi tidak hanya dilakukan oleh pegawai negeri tetapi juga meliputi orang-orang yang menangani proses pemberian pelayanan yang menerima gaji atau upah dari suatu hukum yang meminta bantuan dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum yang mempergunakan secara illegal. Selain itu juga dapat dikenakan


(38)

kepada aparat penegak hukum lainnya seperti advokad, polisi, jaksa dan hakim yang menerima janji, pemberian, hadiah untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu karena jabatannya

D. Pengertian dan Jenis-Jenis Pegawai Negeri Sipil

1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, pengertian Pegawai Negeri Sipil dirumuskan sebagai :

Pegawai negeri yang dimaksudkan oleh undang-undang dan ini adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan perturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian Pegawai Negeri Sipil Daerah, menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah provinsi/kabupaten/kota yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan bekerja pada pemerintah daerah atau dipekerjakan di luar instansi induknya.

Pengertian pegawai negeri dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian adalah:

1) Pegawai negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, (Pasal 1 ayat (1)),


(39)

2) Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan dan memberhentikan pegawai negeri sipil berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, (Pasal 1 ayat (2)), 3) Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas

untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan (Pasal 3 ayat (1)).

2. Jenis-Jenis Pegawai Negeri Sipil

Berdasarkan uraian di atas dapat dianalisis bahwa pegawai negeri terdiri dari : 1) Pegawai Negeri Sipil,

a) Pegawai negeri sipil pusat, b)Pegawai negeri sipil daerah.

2) Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan 3) Anggota Kepolisian Republik Indonesia.

Pegawai Negeri Pusat adalah pegawai negeri sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen Lembaga Pemerintah non-Departemen, Sekertariat Lembaga Tertinggi atau Tinggi Negara, instansi vertikal di daerah provinsi /kabupaten/kota, kepaniteraan pengadilan atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya.

Menurut Sastra Djatmika dan Marsono bahwa didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam pasal-pasal mengenai ”kejahatan jabatan” (Pasal 413 s/d Pasal 437) diberikan beberapa perumusan mengenai istilah pegawai negeri


(40)

yang pada pokoknya dianggap sebagai pegawai negeri atau disamakan dengannya adalah seseorang yang secara tetap atau untuk sementara diserahi sesuatu jabatan publik.

Pengertian menurut KUHP tersebut sangat luas sekali, tetapi pengertian ini hanya berlaku dalam ada orang-orang yang melakukan kejahatan dan pelanggaran jabatan, sehingga arti pegawai negeri menurut KUHP ini tidak berlaku lagi dalam hukum kepegawaian dan disini hanya disinggung untuk mengetahui bahwa dalam hal melakukan beberapa tindak pidana tertentu, maka orang-orang yang bukan pegawai negeri seperti anggota DPR, kepala desa, hansip dan sebagainya dipandang sebagai pegawai negeri.

Pegawai adalah beberapa orang atau sekelompok orang yang mempunyai status tertentu karena pekerjaan. Sedangkan pengertian lain dari pegawai adalah mereka yang secara langsung digerakkan oleh manejer untuk bertindak sebagai pelaksana yang akan menyelenggarakan pekerjaan sehingga menghasilkan karya–karya yang diharapkan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Prasetya Irawan, menyatakan bahwa pegawai atau karyawan adalah sumber daya manusia yang memiliki organisasi, dan harus dipekerjakan secara efisien, manusiawi dan efektif. Menurut Sugianti Kaboel bahwa pegawai adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan mendapatkan imbalan gaji sesuai dengan peraturan yang tertentu.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas terdapat unsur-unsur penting untuk menyatakan seseorang sebagai pegawai negeri yaitu :


(41)

1) Memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,

2) Diangkat oleh pejabat yang berwenang,

3) Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan,

4) Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku,

5) Definisi pegawai negeri tersebut diatas berlaku dalam pelaksanaan semua peraturan kepegawaian dan pada umumnya dalam pelaksanaan semua peraturan perundang-undangan lain kecuali jika diberikan definisi yang lain.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat diketahui bahwa Pegawai Negeri adalah orang yang bekerja pada pemerintah atau negara baik itu pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yang harus diperdayagunakan dan mendapat imbalan gaji sesuai dengan peraturan yang ditentukan.

E. Hak, Kewajiban dan Larangan Pegawai Negeri Sipil

Hak, kewajiban dan larangan ditimbulkan dari adanya hubungan kerja. Hubungan kerja ada setelah dilakukan perjanjian kerja oleh pihak pegawai / buruh dengan pemberi, baik secara tertulis maupun secara lisan dalam jangka yang tertentu maupun tidak ditentukan, hal ini diatur berdasarkan ketentuan Pasal 50 jo Pasal 51 UU Nomor 13 tahun 2003.

Pengertian Peraturan Disiplin PNS adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan dan sanksi apabila kewajiban tidak di taati atau larangan dilanggar oleh PNS. Pengaturan mengenai hak dan kewajiban bagi pegawai diatur dalam pasal 2 PP. Nomor 30 Tahun 1980 dan peraturan pelaksanaannya ditetapkan dengan Surat


(42)

Edaran Kepala BAKN Nomor : 23/SE/ 1980, kewajiban PNS adalah sebagai berikut :

a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah;

b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan dari segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain; c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara , Pemerintah, dan

Pegawai Negeri Sipil;

d. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji PNS dan sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang belaku;

e. Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya; f. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik yang

langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum;

g. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;

h. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan Negara;

i. Memelihara dan meningkatkan keutuhan,kekompakan, persatuan dan kesatuan Korps PNS.

j. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah, terutama di bidang keamanan, keuangan dan materiil;

k. Mentaati ketentuan jam kerja;

l. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;

m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaik-baiknya;

n. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing;

o. Bertindak dan bersikap tegas,tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya; p. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya;

q. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya;

r. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya;

s. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya;

t. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan; u. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun

terhadap masyarakat, sesama PNS , dan terhadap atasan;

v. Hormat menghormati antara sesama warga negara yang memeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang ber-lainan;

w. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam bermasyarakat; x. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang

berlaku;


(43)

z. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelaggaran disiplin.asila dan Undang-undang Dasar 1945

Berdasarkan pasal 3 Peraturan Pemerintah 30 Tahun 1980 setiap Pegawai Negeri Sipil di larang :

a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat negara, Pemerintah atau PNS;

b. Menyalahgunakan wewenangnya;

c. Tanpa ijin pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara asing; d. Menyalahgunakan barang-barang, uang, atau surat-surat berharga milik

negara;

e. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan atau meminjamkan barang-barang, dokumen, surat-surat berharga milik negara secara tidak sah;

f. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan atau orang lain didalam maupun diluar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, golongan, pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;

g. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain didalam maupun diluar lingkungan kerjanya;

h. Menerima hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan PNS yang bersangkutan;

i. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat PNS kecuali untuk kepentingan jabatan;

j. Bertindak sewenang-sewenang terhadap bawahannya;

k. Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang di layaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;

l. Menghalangi jalannya tugas kedinasan;

m. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia negara yang di ketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain; n. Bertindak selaku perantara bagi suatau pengusaha atau golongan untuk

mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Pemerintah;

o. Memiliki saham / modal dalam perusahaan yang kegiatan usahannya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;

p. Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaanya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan;


(44)

q. Melakukan kegiatan usaha dagang baik resmi atau sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komosaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I;

r. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi atau pihak lain

Disiplin PNS adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan dan sanksi apabila kewajiban tidak di taati atau larangan dilanggar oleh PNS, dan setiap yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang adapun jeni dan tingkat hukuman disiplin disesuaikan dengan jenis pelanggaran yang dilakukan oleh setiap PNS terseut.

F. Jenis dan tingkat hukuman disiplin :

Hukuman disiplin ringan terdiri dari : a. Tegoran lisan;

b. Tegoran tertulis; dan

c. Pernyataan tidak puas secara tertulis. Hukuman disiplin sedang terdiri dari :

a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun;

b. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan Gaji berkala untuk paling; lama (satu) tahun;

c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama1(satu) tahun. Hukuman disiplin berat terdiri dari :

a. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1(satu) tahun;

b. Pembebasan dari jabatan;

c. Pemberhentian dengan harmat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil;

d. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Setiap Pegawai Negeri Sipil berhak memperoleh:

a. Gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan tanggungjawabnya (ps. 7 UU No. 43/1999)

b. Memperoleh cuti untuk menjamin kesegaran jasmani dan rohani (ps. 8 UU No. 8/1974)

c. Memperoleh perawatan bagi yang tertimpa kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya (ps. 9 UU No. 8/1974)


(45)

d. Memperoleh tunjangan bagi yang menderita cacat jasmani dan rohani dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga

e. Memperoleh uang duka bagi keluarga PNS yang tewas (ps. 9 UU No. 8/1974) f. Memperoleh pensiun bagi yang memenuhi syarat - syarat yang ditentukan g. Menjadi peserta TASPEN (PP. No 10/1983)

h. Menjadi peserta ASKES (Keppres No. 8/ 1977) i. Menjadi peserta TAPERUM (Keppres No. 64/1994)

Berdasarkan beberapa uraian tentang Kewajiban, larangan dan hak Pegawai Negeri Sipil dapat diketahui bahwa Pegawai Negeri berkewajiban untuk Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah, Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan dari segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain dan setiap pegawai negeri yang melanggar peraturan seperti Menyalahgunakan wewenangnya dapat dikenakan hukuman disiplin yang terbagi menjadi tiga yaitu ringan, sedang dan berat dan setiap pegawai negeri sepil yang telah melaksanakan kewajibannya dan mentaati setiap larangan berhak memperoleh Gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan tanggungjawabnya Memperoleh cuti untuk menjamin kesegaran jasmani dan rohani.


(46)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Pembangunan nasional adalah tujuan pemerintah Indonesia yang dilaksanakan secara berkesinambungan bagi seluruh kehidupan masyarakat Indonesia. Tujuan Negara Indonesia telah ditetapkan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat dan demokrasi, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea keempat menyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Indonesia adalah mewujudkan kesejahteraan umum masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, secara merata baik materiil maupun spirituil.

Pelaksanaan tugas pemerintahan yang sedang mengalami perkembangan menuju kesejahteraan rakyat dengan meningkatkan dan memelihara stabilitas perekonomian keamanan dan situasi politik, maupun pengembangan sumber daya alam dan manusia. Negara Indonesia sebagai negara yang berkembang memerlukan pegawai negeri yang handal dalam menggerakkan roda pemerintahan serta produktifitas kerja yang baik. Pegawai Negeri mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sebagai pelaku dan tujuan pembangunan, selain itu juga bertanggungjawab dalam


(47)

umum ini melibatkan pemerintah atau administrasi negara untuk mengatur hampir setiap bidang kehidupan masyarakat, selaku alat perlengkapan negara yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan.

Peran Pegawai Negeri Sipil yang merupakan penyelenggara tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sangat menentukan guna mencapai tujuan suatu negara, oleh karena itu untuk melaksanakan tugas tersebut dituntut adanya Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi rasa tanggungjawab, disiplin dan dedikasi yang tinggi, serta mampu melakukan kerjasama dalam melaksanakan tugas baik pemerintahan, pembangunan maupun kemasyarakatan. Pentingnya peranan pegawai negeri sebagai penyelenggara urusan pemerintah, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan dibidang kepegawaian.

Konteks permasalahan kepegawaian, khususnya yang berkaitan dengan pegawai negeri sipil berkaitan dengan pelaksanaan tugas (kinerja), perlindungan hukum, korupsi, kolusi dan nepotisme yang terjadi dewasa ini menarik perhatian berbagai kalangan masyarakat, terutama Pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan pengaturan hukum tentang segala hal yang berkaitan dengan kepegawaian. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kewajiban untuk melaksanakan amanat konstitusi yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan membentuk peraturan perundang-undangan berkaitan dengan ketenagakerjaan, selain itu pula, pemerintah menciptakan badan-badan atau dinas-dinas daerah yang bertugas untuk melakukan pengawasan.


(48)

Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Jo. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, pengertian Pegawai Negeri yang dimaksudkan oleh undang-undang dan ini adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan perturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian Pegawai Negeri Sipil Daerah, menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah provinsi/kabupaten/kota yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan bekerja pada pemerintah daerah atau dipekerjakan di luar instansi induknya. Dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 16 ayat (1) menerangkan bahwa untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan dapat mengangkat langsung Pegawai Negeri Sipil bagi mereka yang telah bekerja pada instansi yang menunjang kepentingan nasional.

Keberadaan pegawai negeri dilingkungan suatu lembaga atau instansi pemerintah dimaksudkan untuk membantu kelancaran tugas lembaga atau instansi pemerintah yang bersangkutan dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan. demikian pula halnya dengan pegawai negeri yang terdapat dilingkungan pemerintah daerah. Peranan pegawai negeri sampai saat ini belum diimbangi dengan adanya peraturan hukum yang mengatur secara tegas untuk memperoleh perlindungan


(1)

Judul Skripsi : ANALISIS FAKTOR PENYEBAB DAN PENANGGULANGAN PUNGUTAN LIAR PADA PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (CPNSD) KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Nama Mahasiswa : A.RICHAD HERIYANSA PUTRA No. Pokok Mahasiswa : 0642011003

Program Studi : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Firganefi, S.H., M.H. Tri Andrisman, S.H., M.H. NIP. 1961217 198803 2 003 NIP.19611231 198903 1 023

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati, S.H., M.H. NIP. 19620817 198703 2 003


(2)

Motto

SESUATU HAL YANG BESAR ITU,

BERAWAL DARI LANGKAH

YANG KECIL…’

( A.RICHAD H.P.)

Jadikan lah sabar dan shalat sebagai

penolong mu dan sesungguh nya yang

demikian itu sungguh berat kecuali bagi

orang-

orang yang khusyu’


(3)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kupersembahkan kehadirat Allah SWT Dzat yang tiada bandingnya yang telah menjadikan

Segala sesuatu yang sulit ini menjadi mudah

Dengan segala kerendahan hati Kupersembahkan karya kecilku ini kepada :

Papa (Herman) dan Mama (Amah) tercinta yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, yang selalu berdo’a

disetiap waktu demi kesuksesanku,anakmu tersayang.

Kakek dan Nenek ku( Siti Zubaidah), Adik –adik ku(Reza Harisman, Herma Novita Putri, Yuni Andella ) tersayang yang telah mensuport dan

Mendoakan agar dapat merampungkan pendidikan sampai selesai terimakasih atas dukungannya.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang beragama Islam dan berbintang Capricorn ini dilahirkan di Metro, pada tanggal 16 Januari 1987. Penulis merupakan anak Pertama dari Empat bersaudara, yang merupakan buah cinta kasih dari pasangan Bapak A.Zoebhermansyah dan Ibu Musawamah.

Penulis mengenyam jenjang pendidikan di Taman Kanak-kanak Bhayangkari Metro, dan dilanjutkan Sekolah Dasar Pertiwi Teladan Metro yang diselesaikan pada tahun 1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Metro diselesaikan pada tahun 2002, Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Metro yang diselesaikan pada tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan untuk lebih mematangkan ilmu hukum yang diperoleh, penulis mengkonsentrasikan diri pada bagian Hukum Pidana.

Pada tahun 2008 penulis mengikuti Praktek Kemahiran Latihan Hukum (PKLH) di Kantor Pengacara Yuzar Akuan, S.H. dan Rekan.


(5)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin dan limpahan

karuniaNya, akhirnya skripsi dengan judul “Analisis Faktor Penyebab dan Penanggulangan Pungutan Liar Pada Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah(CPNSD) Kabupaten Lampung Tengah ” sampai juga ketepian. Diawal perjalanan tak terperikan banyak aral yang melintang, jika menengok sejenak kebelakang betapa banyak tonggak dan duri yang menghadang, rasa-rasanya skripsi ini tak sanggup penulis selesaikan. Ternyata Yang Maha Kuasa berkehendak lain dan alhamdulilah, baru sebatas inilah yang sanggup penulis berikan melalui akal pikiran dan hati nurani sembari merenung atas ketidaksempurnaan, Ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada :

1. Bapak Adius Semenguk, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Firganefi, S.H., M.H. selaku Pembimbing I, yang telah memberikan waktu dan fikiran nya, masukan dan arahan serta petunjuk kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Pak Tri Andrisman, S.H., M.H. selaku Pembimbing II, yang telah memberikan masukan dan arahan serta petunjuk kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku ketua bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung dan selaku Pembahas I, yang telah memberikan masukan, saran dan kritikan kepada penulis demi sempurnanya skripsi ini. 5. Pak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. selaku Pembahas II, yang telah

memberikan kritikan-kritikan membangun demi sempurnanya skripsi ini. 6. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan

ilmu yang bermanfaat.

7. Mbak Sri, Mbak Yanti, Mbak Dewi, Mbak Dian selaku staff administrasi, (Kiyai Basir, Kiyai Aprii, Kiyai Zamroni ) terimakasih atas bantuannya.


(6)

8. Kantor Pengacara Yuzar Akuan S.H. dan Rekan yang telah banyak membantu

penulis dalam hal PKLH( magang), (Om Yuzar Akuan, mbk Yun, mbk Win, mas Hansa ) terima kasih atas dukungan nya.

9. Teman-temanku FH dan FHE ’06 (Tania, Debby, Yuka, Puja, Hatta, Dek-bob, Rina, Monda, Vina, Ary, Jepeex, Rangga, Siska, Rico, Ulil, Ria, Abi, Oca, Wangur, Akew, Rio, Ijul, Burhan, Otto, Ringgom dll ) teman-temanku (Duta, Yuddy, Ipo, Sueng, Wahyu, Yolando, Obed, Bobby, Dani, Asta Agung, Cubung, Adin Teddy, Kanjeng Adi, Rio, Desta, Dora, B’Irwan, B’Erick, Maton, Onge’, Gareng, Yopan, Anton, Dira, Anggi, Ria muzamil, dll), saudaraku (Papi, Pakngah, Bunda, Pakcik, Paksu, Ajie Faisal, Ajo Ewin, Aying Dory, Atu & Abang alex, Om Andi Arief & Tante Devy ,David) terimakasih atas Doa dan dukungannya.

10.Almamater yang tercinta.

11.Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Hanya ucapan terimaksaih yang dapat penulis berikan, semoga Allah SWT selalu melimpahkan ridho dan rahmatnya bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Penulis