Penerapan Fungsi Pengawasan Dalam Meningkatkan Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil (Studi Di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah)

(1)

PENERAPAN FUNGSI PENGAWASAN DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL

(Studi Di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (Strata-1)

Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Disusun Oleh:

ENGGA SARI HASIBUAN

070903067

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis. Terutama nikmat atas kehidupan yang masih dirasakan oleh penulis sampai saat ini serta nikmat kesehatan yang diberikan hingga penelitian dan penulisan skripsi ini selesai dilakukan. Penulis juga tidak lupa mengucapkan shalawat beriring salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Skripsi ini merupakan sebuah karya tulis yang diperlukan untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan program pendidikan Strata 1 (S1) di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, serta sebagai wadah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan wawasan yang telah diperoleh selama masa perkuliahan.

Adapun judul skripsi ini adalah “Penerapan Fungsi Pengawasan Dalam

Meningkatkan Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil (Studi Di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah)”.

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan fungsi pengawasan di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah dan juga untuk mengetahui bagaimana kondisi disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil di instansi tersebut.


(3)

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis tidak menutup diri atas kritik atau saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapatkan bantuan, dukungan, dan doa dari keluarga tercinta. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang tersayang yaitu Ayahanda Drs. H. Mhd. Jubri

Hasibuan dan Ibunda Yusni yang senantiasa memberikan motivasi dan

mendoakan di setiap langkah perjalanan hidup penulis sejak dilahirkan, dibesarkan, hingga saat ini dapat memperoleh gelar Sarjana. Kepada Ayahanda dan Ibunda, terima kasih karena telah menjadi orang tua yang sangat luar biasa dan sangat sayang kepada penulis. Penulis akan selalu berusaha menjadi anak yang dapat memberikan kebahagiaan bagi Ayahanda dan Ibunda tercinta.

Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, membimbing, dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini secara langsung maupun tidak langsung, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Zakaria, M.SP selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, juga sebagai Dosen Pembimbing


(4)

Skripsi dan Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan bimbingannya kepada penulis selama proses perkuliahan dan yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak/Ibu Staf Pengajar FISIP USU yang telah berjasa dalam memberikan banyak bekal ilmu, nasehat, bimbingan, serta arahan kepada penulis selama penulis menimba ilmu di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 6. Kepada Staf Pegawai Administrasi yang ada di Departemen Ilmu

Administrasi Negara khususnya Kak Dian dan Kak Mega yang telah banyak membantu segala urusan administratif penulis selama masa perkuliahan hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Mual Berto Hutauruk selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah yang dengan senang hati telah menerima penulis untuk melakukan penelitian di kantornya, dan terima kasih atas kesediaannya memberikan segala informasi yang dibutuhkan oleh penulis.

8. Bapak Madison Siregar, Sm.Hk selaku Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah yang juga sangat bersedia memberikan segala informasi yang dibutuhkan penulis terkait dengan penelitian yang dilakukan.


(5)

9. Terima kasih kepada seluruh Kepala Bidang yang di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah yang telah bersedia membantu dan menerima penulis untuk bisa memperoleh informasi yang dibutuhkan. 10.Kepada seluruh Pegawai atau Staf yang ada di Badan Kepegawaian

Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

11.Terima kasih kepada sahabat-sahabat dekat penulis di dalam d’Ring

Sparkle (Wirda Widya Sani, Mala Dalini, Lisa Eliza, dan Maridhayani Sinaga) yang banyak memberikan dukungan dan berbagi

keceriaan yang luar biasa apabila telah berkumpul dengan mereka semua, semoga di waktu yang akan datang kita akan menjadi orang-orang yang sukses dan akan terus ingat pada hari-hari kita sebagai mahasiswi-mahasiswi Ilmu Administrasi Negara FISIP USU.

12.Terima kasih untuk teman-teman magang Kelompok 7 Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai (Mala, Wirda,

Lisa, Maridhayani, Rika Dewi Manurung, Hilda Erwina Simatupang, Apeles Mendrofa, dan Sunarto Sitinjak).

13.Terima kasih untuk seluruh Teman-Teman AN 07 yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, atas kenangan selama masa perkuliahan kurang lebih 4 tahun ini, semoga kita semua sukses dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, agama, dan negara. Amin.

14.Terima kasih kepada sahabat-sahabat dan saudara yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih atas bantuan, motivasi, dan doanya kepada penulis.


(6)

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Medan, Mei 2011 Penulis

ENGGA SARI HASIBUAN 070903067


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

ABSTRAK ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Kerangka Teori ... 7

1.5.1 Fungsi Pengawasan ... 7

1.5.1.1 Pengertian Pengawasan ... 7

1.5.1.2 Tujuan Pengawasan ... 9

1.5.1.3 Tipe-Tipe Pengawasan ... 11

1.5.1.4 Prinsip-Prinsip Pengawasan ... 13

1.5.1.5 Sasaran Pengawasan ... 14

1.5.1.6 Sarana Pengawasan ... 15

1.5.1.7 Jenis-Jenis Pengawasan ... 15

1.5.1.8 Cara-Cara Pengawasan ... 16

1.5.1.9 Proses Dasar Pengawasan ... 18

1.5.1.10 Karakteristik Pengawasan Yang Efektif ... 20


(8)

1.5.2.1 Pengertian Pegawai Negeri Sipil ... 22

1.5.2.2 Pengertian Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil... 23

1.5.2.3 Tujuan Disiplin Kerja ... 25

1.5.2.4 Jenis-Jenis Disiplin ... 26

1.5.2.5 Prinsip-Prinsip Pendisiplinan ... 27

1.5.2.6 Kewajiban Pegawai Negeri Sipil ... 28

1.5.2.7 Larangan Pegawai Negeri Sipil ... 30

1.5.2.8 Tingkat Dan Jenis Sanksi Disiplin ... 31

1.5.2.9 Indikator yang Dapat Meningkatkan Kedisiplinan ... 33

1.6 Penerapan Fungsi Pengawasan Dalam Meningkatkan Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil ... 35

1.7 Definisi Konsep ... 36

1.8 Sistematika Penulisan ... 38

BAB II METODE PENELITIAN ... 39

2.1 Bentuk Penelitian ... 39

2.2 Lokasi Penelitian ... 39

2.3 Informan Penelitian ... 39

2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 41

2.5 Teknik Analisis Data ... 42

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 43

3.1 Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Tengah ... 43

3.1.1 Sejarah Kabupaten Tapanuli Tengah ... 43

3.1.2 Kondisi Geografis Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah ... 46


(9)

3.2 Gambaran Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah ... 48

3.2.1 Profil Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah .... 48

3.2.2 Visi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah ... 51

3.2.3 Misi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah ... 52

3.2.4 Susunan Organisasi ... 53

3.2.5 Uraian Tugas Pokok Dan Fungsi ... 54

BAB IV PENYAJIAN DATA ... 69

4.1 Hasil Wawancara dengan Informan Kunci (key informan) yaitu Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah ... 70

4.2 Hasil Wawancara Dengan Informan Utama ... 78

4.3 Hasil Wawancara Dengan Informan Tambahan ... 81

BAB V ANALISA DATA ... 83

5.1 Sarana Pengawasan Di Badan Kepegawaian Daerah... 83

5.2 Penerapan Fungsi Pengawasan Di Badan Kepegawaian Daerah... 85

5.3 Kondisi Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil ... 86

5.4 Kendala-Kendala Dalam Penerapan Fungsi Pengawasan ... 88

5.5 Kendala Dalam Penegakan Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil ... 89

5.6 Upaya Dalam Meningkatkan Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil... 92

BAB VI PENUTUP ... 95

6.1 Kesimpulan ... 95

6.2 Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48

Tabel 3.2 Tingkat Pendidikan Pegawai Negeri Sipil ... 49

Tabel 3.3 Jumlah Pegawai Yang Telah Mengikuti Diklat ... 50

Tabel 3.4 Jumlah Pegawai Eselon II, III, IV ... 50


(11)

ABSTRAK

PENERAPAN FUNGSI PENGAWASAN DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (STUDI DI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN TAPANULI TENGAH)

Nama : Engga Sari Hasibuan Nim : 070903067

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si

Kedisiplinan sangat penting untuk ditegakkan di dalam suatu organisasi atau instansi pemerintah. Tanpa adanya dukungan disiplin pegawai yang baik, maka akan sulit bagi organisasi untuk dapat mewujudkan berbagai tujuannya. Dengan demikian, keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan selain sangat ditentukan oleh mutu dan profesionalitas, juga sangat ditentukan oleh disiplin para anggotanya. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti di bidang kepegawaian menunjukkan bahwa disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil itu masih kurang baik sehingga apabila hal ini tidak dilakukan upaya perbaikan akan dapat menghambat dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Salah satu cara untuk dapat meningkatkan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil yaitu dengan menerapkan fungsi pengawasan yang maksimal pada instansi pemerintah.

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui penerapan fungsi pengawasan dan kondisi disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah yang dapat membantu untuk mewujudkan tujuan-tujuan dari Badan Kepegawaian Daerah itu sendiri. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Dari data yang diperoleh di lapangan, baik berupa data primer maupun data sekunder menunjukkan bahwa penerapan fungsi pengawasan di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah masih belum maksimal dan harus lebih ditingkatkan lagi untuk dapat meningkatkan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil sehingga dapat mewujudkan dan menyukseskan berbagai tujuan dari Badan Kepegawaian Daerah itu sendiri.


(12)

ABSTRAK

PENERAPAN FUNGSI PENGAWASAN DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (STUDI DI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN TAPANULI TENGAH)

Nama : Engga Sari Hasibuan Nim : 070903067

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si

Kedisiplinan sangat penting untuk ditegakkan di dalam suatu organisasi atau instansi pemerintah. Tanpa adanya dukungan disiplin pegawai yang baik, maka akan sulit bagi organisasi untuk dapat mewujudkan berbagai tujuannya. Dengan demikian, keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan selain sangat ditentukan oleh mutu dan profesionalitas, juga sangat ditentukan oleh disiplin para anggotanya. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti di bidang kepegawaian menunjukkan bahwa disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil itu masih kurang baik sehingga apabila hal ini tidak dilakukan upaya perbaikan akan dapat menghambat dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Salah satu cara untuk dapat meningkatkan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil yaitu dengan menerapkan fungsi pengawasan yang maksimal pada instansi pemerintah.

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui penerapan fungsi pengawasan dan kondisi disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah yang dapat membantu untuk mewujudkan tujuan-tujuan dari Badan Kepegawaian Daerah itu sendiri. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Dari data yang diperoleh di lapangan, baik berupa data primer maupun data sekunder menunjukkan bahwa penerapan fungsi pengawasan di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah masih belum maksimal dan harus lebih ditingkatkan lagi untuk dapat meningkatkan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil sehingga dapat mewujudkan dan menyukseskan berbagai tujuan dari Badan Kepegawaian Daerah itu sendiri.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, maka di bidang pemerintahan sekarang ini telah terjadi perubahan yang sangat besar. Salah satu perubahan itu adalah diwujudkannya tata kepemerintahan yang demokratis dan baik (democratic and good governance). Upaya untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang demokratis, bersih, dan berwibawa selalu menjadi obsesi bagi rakyat dan pemerintahan di jaman modern sekarang ini. Peristiwa dramatis yang membawa kondisi perekonomian kita terpuruk sehingga agak sulit bangkit kembali, merupakan tonggak kesadaran bagi kita semua untuk kembali menata sistem pemerintahan yang baik. Salah satu unsur dalam penyelenggaraan pemerintahan yang perlu memperoleh perhatian dalam upaya reformasi adalah penataan aparatur pemerintah yang meliputi penataan kelembagaan birokrasi pemerintahan, sistem, dan penataan manajemen sumber daya Pegawai Negeri Sipil.

Manajemen kepegawaian di Indonesia proses kegiatannya tidak jauh berbeda dengan proses manajemen kepegawaian pada umumnya, yakni dimulai dari proses kegiatan rekrutmen pegawai, pengembangan, promosi, renumerasi, disiplin, dan pensiun. Dan yang menjadi topik pembahasan dalam penelitian ini adalah mengenai disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil.

Kedisiplinan sangat penting untuk ditegakkan dalam suatu organisasi atau instansi pemerintah. Tanpa adanya dukungan disiplin pegawai yang baik, maka


(14)

akan sulit bagi organisasi untuk dapat mewujudkan berbagai tujuannya. Dengan demikian, keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai suatu tujuan selain sangat ditentukan oleh mutu dan profesionalitas, juga sangat ditentukan oleh disiplin para anggotanya (Malayu Hasibuan, 2008: 194).

Menurut Malayu Hasibuan (2008: 193) kedisiplinan adalah adanya kesadaran dan kesediaan seorang pegawai untuk menaati segala peraturan dan norma-norma yang ada di dalam suatu organisasi pemerintah. Bagi aparatur pemerintahan, disiplin tersebut mencakup unsur-unsur ketaatan, kesetiaan, kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kesanggupan berkorban, dalam arti mengorbankan kepentingan pribadi dan golongannya untuk kepentingan negara dan masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibukukan tentang manajemen kepegawaian sipil di Indonesia oleh Prof. Dr. Miftah Thoha, MPA (2005: 90), menyatakan bahwa di Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan setelah diberlakukannya otonomi daerah terjadi kelebihan pegawai dan berkurangnya beban kerja, sehingga menyebabkan banyak pegawai yang tidak memiliki pekerjaan yang jelas. Keadaan ini menyebabkan kedisiplinan menjadi kurang baik dan menurunkan semangat kerja Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan untuk daerah Kabupaten Tapanuli Tengah juga memiliki hal yang tidak jauh berbeda yaitu masih kurang baiknya disiplin yang dimiliki oleh setiap pegawai yang ada di jajarannya. Hal ini sering disampaikan oleh Bupati Tapanuli Tengah pada saat melaksanakan apel gabungan di lapangan apel Kantor Bupati Tapanuli Tengah. Beliau menghimbau agar seluruh Pegawai Negeri Sipil yang ada di lingkungan


(15)

pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah untuk dapat meningkatkan kedisiplinannya demi menghadapi masa yang akan datang.

Untuk dapat menumbuhkan sikap disiplin dalam diri pegawai, maka sangat diperlukan adanya peraturan disiplin untuk memberikan bimbingan dan sebagai pedoman bagi setiap pegawai dalam menciptakan tata tertib yang baik di dalam suatu organisasi atau instansi pemerintah. Maka, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 yang telah digantikan dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian ditetapkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 yang telah digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi panduan bagi setiap Pegawai Negeri Sipil untuk mewujudkan kedisiplinan dalam organisasi atau instansi tempat kerjanya.

Dalam pelaksanaannya, lembaga-lembaga yang mengatur manajemen Pegawai Negeri Sipil dapat dikoordinir dalam satu badan yaitu Badan Kepegawaian Negara atau di daerah disebut dengan Badan Kepegawaian Daerah. Tugas pokok Badan Kepegawaian Negara atau Badan Kepegawaian Daerah adalah mengambil kebijaksanaan yang menyangkut kepegawaian negeri sipil mulai dari rekrutmen, penempatan, pengembangan, promosi, renumerasi, disiplin, hingga pemberhentian atau pensiun Pegawai Negeri Sipil. Kebijaksanaan yang diambil Badan Kepegawaian Negara menjadi acuan Badan Kepegawaian Daerah dalam mengatur dan mengurus persoalan-persoalan dalam pengelolaan Pegawai Negeri Sipil di daerah (Revida, 2009: 8).

Dalam hal ini yang menjadi objek adalah Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah. Sesuai dengan Peraturan Bupati Tapanuli Tengah


(16)

Nomor 26 Tahun 2008 dijelaskan bahwa Badan Kepegawaian Daerah adalah Perangkat Daerah yang melaksanakan manajemen Pegawai Negeri Sipil untuk membantu Bupati dalam pelaksanaan pembinaan kepegawaian yang meliputi pengembangan dan pemberdayaan sumber daya pegawai, penempatan dan mutasi, serta pembinaan disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Berdasarkan penjelasan Peraturan Bupati Tapanuli Tengah Nomor 26 Tahun 2008 tersebut, salah satu tugas Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah adalah dalam pembinaan disiplin Pegawai Negeri Sipil. Sebagai suatu instansi perangkat daerah yang melakukan pembinaan dan mengupayakan peningkatan disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah, maka sudah menjadi keharusan bahwa Badan Kepegawaian Daerah itu sendiri juga harus memiliki disiplin yang baik. Namun kenyataannya, kondisi disiplin pegawai di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah masih kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya tingkat kehadiran pegawai dalam mengikuti apel di setiap hari-hari kerja, masih terjadinya keterlambatan dalam penyelesaian-penyelesaian tugas yang diberikan, produktivitas pegawai yang masih kurang baik sehingga akan dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi.

Oleh sebab itu, sangat diperlukan adanya penerapan fungsi pengawasan yang lebih efektif yang dilakukan oleh atasan kepada pegawai-pegawainya untuk dapat meningkatkan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah. Karena dengan penerapan fungsi pengawasan akan memberikan penilaian terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dan bila perlu akan melakukan tindakan koreksi agar kegiatan yang


(17)

dilaksanakan sesuai dengan rencana semula yang telah ditetapkan (Manullang, 1996: 128).

Penerapan fungsi pengawasan merupakan upaya yang dilakukan atasan untuk dapat meningkatkan disiplin kerja pegawai demi pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Oleh sebab itu sebelum melakukan pengawasan kepada bawahannya, terlebih dahulu seorang atasan harus memiliki disiplin yang baik dan mampu dijadikan teladan atau panutan dengan memberikan contoh-contoh yang baik kepada para bawahannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik dalam melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Fungsi Pengawasan Dalam Meningkatkan

Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil (Studi Di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah)”.

1.2Perumusan Masalah

Untuk memudahkan penelitian ini agar memiliki arah yang jelas dalam melakukan interpretasi data dan fakta-fakta, maka terlebih dahulu dirumuskan masalah yang akan diteliti.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis dalam melakukan penelitian ini merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

“Bagaimana Penerapan Fungsi Pengawasan Dalam Meningkatkan Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah?”


(18)

1.3Tujuan Penelitian

Suatu penelitian ilmiah dimaksudkan untuk mengembangkan hasil penelitian tersebut untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Tujuan penelitian harus sejalan atau konsisten terhadap permasalahan penelitian.

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan fungsi pengawasan di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah.

2. Untuk mengetahui kondisi disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah:

1. Secara objektif, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk melatih, meningkatkan, dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis, dan metodologi yang digunakan penulis dalam menyusun suatu wacana baru dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan wawasan, khususnya mengenai penerapan fungsi pengawasan dan peningkatan disiplin kerja PNS.

2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi instansi terkait (Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah) mengenai penerapan fungsi pengawasan dan peningkatan disiplin kerja PNS. Penelitian juga diharapkan dapat dijadikan referensi untuk mengambil kebijakan yang mengarahkan kepada kemajuan institusi yang bersangkutan.


(19)

3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah.

1.5Kerangka Teori

Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang akan menjadi pedoman dalam pelaksanaan penelitian. Setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis dalam pelaksanaan penelitian (Sugiyono, 2005: 55).

Adapun yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5.1 Pengawasan

1.5.1.1Pengertian Pengawasan

Fungsi pengawasan (controlling) merupakan salah satu dari fungsi-fungsi manajemen. Menurut G.R. Terry fungsi-fungsi manajemen tersebut terdiri dari Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Penggerakan (Actuating), dan Pengawasan (Controlling). Dengan demikian fungsi pengawasan merupakan salah satu fungsi yang memiliki hubungan dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya terutama dengan fungsi perencanaan. Proses pengawasan tanpa adanya proses perencanaan sebelumnya, tidak akan mungkin dapat dilaksanakan dengan baik karena tidak akan ada pedoman dalam pelaksanaannya.


(20)

Dan sebaliknya, jika perencanaan tanpa adanya pengawasan maka akan menimbulkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan kesalahan-kesalahan yang fatal, diakibatkan tanpa adanya suatu alat yang akan mencegahnya. Menurut Malayu S. P. Hasibuan (2009: 241) antara fungsi pengawasan dan fungsi perencanaan merupakan dua fungsi yang saling mengisi, karena:

1. Proses pengawasan dilaksanakan setelah terlebih dahulu direncanakan. 2. Proses pengawasan dapat dilakukan setelah adanya proses perencanaan

terlebih dahulu.

3. Rencana-rencana akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila pengawasan yang dilakukan baik.

4. Baiknya tujuan yang dicapai oleh suatu organisasi dapat diketahui setelah adanya proses pengawasan dan penilaian yang dilakukan.

Menurut T. Hani Handoko (2003: 359-360) pengawasan dapat diartikan sebagai proses untuk memberikan penjaminan bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen yang telah ditetapkan sebelumnya oleh organisasi akan tercapai. Di dalam pengertian tersebut mengandung unsur-unsur atau cara-cara yang akan membuat suatu kegiatan yang dilaksanakan akan sesuai dengan yang direncanakan.

Menurut Robert J. Mockler dalam Handoko (2003: 360-361) mengatakan pengawasan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sistematis dalam penetapan standar pelaksanaan kinerja pada perencanaan guna melakukan perancangan sistem informasi umpan balik, melakukan perbandingan antara kegiatan yang telah dilaksanakan dengan standar yang telah ditetapkan, melihat penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, dan kemudian mengambil tindakan koreksi sesuai


(21)

dengan yang diperlukan untuk tetap menjamin agar sumber daya yang dimiliki dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan dari organisasi.

Menurut M. Manullang (1996: 128), fungsi pengawasan yang sering juga disebut pengendalian adalah suatu proses untuk menerapkan pekerjaan apa yang telah direncanakan sebelumnya, melakukan penilaian terhadapnya dan bila perlu melakukan tindakan koreksi agar kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana semula yang telah ditetapkan.

Menurut Richard L. Daft (2007: 9) pengawasan (controlling) merupakan fungsi yang keempat dari fungsi-fungsi manajemen yang berarti mengawasi kegiatan pegawai, melihat apakah organisasi mampu dalam mewujudkan tujuannya, dan akan melakukan tindakan koreksi apabila diperlukan.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengawasan adalah suatu proses yang dilakukan agar kegiatan yang dilaksanakan organisasi sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya dan apabila ditemukan penyimpangan-penyimpangan akan dilakukan tindakan koreksi agar kegiatan tersebut kembali pada tujuan awal yang telah ditetapkan.

1.5.1.2Tujuan Pengawasan

Dalam rangka meningkatkan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil untuk mencapai tujuan organisasi, maka pengawasan sangat diperlukan karena mempunyai tujuan-tujuan yang sangat berguna bagi pihak-pihak yang melaksanakannya.

Suatu sistem pengawasan yang baik sangat penting dan berpengaruh dalam proses pelaksanaan kegiatan dalam organisasi pemerintah karena tujuan


(22)

pengawasan adalah mengamati apa yang sebenarnya terjadi dan membandingkan dengan apa yang telah direncanakan dengan maksud untuk secepatnya melaporkan penyimpangan atau hambatan-hambatan kepada pimpinan yang bersangkutan agar dapat diambil tindakan korektif yang perlu.

Menurut Manullang (1996: 128) tujuan utama dari fungsi pengawasan adalah merealisasikan hal-hal yang telah direncanakan. Untuk mampu merealisasikan tujuan utama tersebut, maka pengawasan pada taraf pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang telah dikeluarkan, dan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana berdasarkan penemuan-penemuan tersebut maka dapat diambil tindakan korektif pada waktu sekarang ataupun pada waktu yang akan datang untuk perbaikannya.

Selain itu, menurut Hasibuan (2009: 242) tujuan dari pengawasan adalah: 1. Agar proses pelaksanaan kegiatan yang dilakukan tetap sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkan.

2. Apabila terdapat penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan maka dilakukan tindakan perbaikan.

3. Agar tujuan-tujuan yang dicapai tetap sesuai dengan perencanaannya. Dapat disimpulkan bahwa tujuan pengawasan secara umum adalah usaha untuk dapat mewujudkan hal-hal yang telah direncanakan agar menjadi kenyataan, melakukan tindakan perbaikan apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan, dan menciptakan suatu efektivitas dan efisiensi dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan.


(23)

1.5.1.3Tipe-Tipe Pengawasan

Tipe-tipe pengawasan atau bentuk pengawasan menurut T. Hani Handoko (2003: 361-362) sebagai berikut:

1. Pengawasan Pendahuluan

Pengawasan pendahuluan atau steering controls, merupakan pengawasan yang dirancang dalam pengantisipasian masalah atau penyimpangan-penyimpangan dari standar atau tujuan yang ditetapkan. Pada tipe pengawasan ini, tindakan korektif akan dilaksanakan sebelum suatu kegiatan tertentu selesai dilaksanakan. Jadi, pendekatan pengawasan ini lebih aktif dan agresif karena melakukan identifikasi masalah-masalah atau penyimpangan-penyimpangan dan mengambil tindakan koreksi sebelum suatu masalah terjadi. Pengawasan ini akan menjadi efektif apabila seorang pimpinan mendapatkan informasi yang akurat dan tepat waktu mengenai perkembangan kegiatan yang dilaksanakan serta perubahan yang terjadi dalam lingkungan organisasi.

2. Pengawasan Concurrent

Pengawasan concurrent adalah pengawasan yang dilakukan

bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan. Pada tipe pengawasan ini, aspek-aspek tertentu yang ada dalam suatu prosedur pelaksanaan kegiatan harus disetujui terlebih dahulu atau adanya syarat tertentu yang harus dipenuhi agar kegiatan-kegiatan dapat dilanjutkan kembali sehingga akan lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.


(24)

Pengawasan umpan balik adalah bentuk pengawasan yang menilai dan mengukur hasil-hasil yang telah diperoleh dari penyelesaian suatu kegiatan. Hal-hal yang diukur atau yang dinilai adalah penyebab terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari tujuan dan standar yang telah ditetapkan serta adanya penemuan-penemuan baru dari pelaksanaan kegiatan tersebut yang dapat diterapkan pada kegiatan-kegiatan serupa di masa yang akan datang.

Selanjutnya Malayu Hasibuan (2009: 247) mengelompokkan pengawasan berdasarkan sifat dan waktu pengawasan sebagai berikut:

1. Preventive control yaitu upaya yang dilakukan untuk menghindari

terjadinya kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan maka proses pengawasan dilakukan sebelum kegiatan dijalankan.

2. Repressive control yaitu pengawasan yang dilakukan setelah terdapat

kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Proses pengawasan ini dilakukan agar kegiatan selanjutnya tidak mengalami kesalahan lagi dan berjalan sesuai dengan rencana yang ditetapkan.

3. Pengawasan saat kegiatan berlangsung, yaitu proses pengawasan yang dilakukan ketika suatu kegiatan sedang berjalan dan apabila ditemukan penyimpangan atau kesalahan dalam pelaksanaannya maka akan langsung diambil tindakan perbaikan.

4. Pengawasan berkala yaitu proses pengawasan yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu atau secara berkala.


(25)

5. Pengawasan mendadak yaitu proses pengawasan yang dilakukan secara mendadak untuk mendapatkan informasi dan untuk mengetahui apakah peraturan tetap dijalankan dengan baik atau tidak oleh para pegawai.

6. Pengawasan melekat yaitu proses pengawasan yang dilakukan di setiap tahap kegiatan yang dilakukan, mulai dari sebelum dilaksanakan, saat pelaksanaan, dan sesudah pelaksanaan kegiatan.

1.5.1.4Prinsip-Prinsip Pengawasan

Agar fungsi pengawasan mencapai hasil yang diharapkan, maka pimpinan organisasi atau unit organisasi yang melakukan fungsi pengawasan tersebut harus mengetahui dan menerapkan prinsip-prinsip pengawasan tersebut.

Apabila prinsip-prinsip pengawasan dapat dilakukan secara efektif akan dapat membantu dalam pengaturan dan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya. Menurut Koontz dan O’Donnel dalam Manullang (1996: 128-129) mengatakan prinsip-prinsip pengawasan adalah sebagai berikut:

1. Adanya proses perencanaan sebelum dilakukannya pengawasan.

2. Pimpinan harus memberikan wewenang dan instruksi-instruksi yang jelas kepada bawahannya.

3. Proses pengawasan harus mencerminkan sifat-sifat dan kebutuhan-kebutuhan dari berbagai kegiatan yang akan diawasi.

4. Dengan adanya proses pengawasan diharapkan akan dapat menemukan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan. 5. Proses pengawasan harus dilakukan dengan fleksibel.


(26)

6. Pengawasan harus mampu melihat setiap pola-pola organisasi yang diawasi.

7. Pengawasan yang dilakukan harus bersifat ekonomis.

8. Proses pengawasan yang ada dalam organisasi harus dapat dimengerti dan dipahami oleh pengawas ataupun pihak yang akan diawasi.

9. Pelaksanaan pengawasan diharapkan dapat menjamin akan adanya tindakan perbaikan atau korektif dalam pelaksanaan kegiatan.

1.5.1.5Sasaran Pengawasan

Pengawasan dimaksudkan untuk mencegah ataupun untuk memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian yang terjadi dalam pelaksanaan tugas dan wewenang. Berdasarkan pernyataan tersebut maka sasaran pengawasan menurut Handayadiningrat (1991: 144) adalah sebagai berikut:

1. Mempertebal rasa tanggung jawab kepada pimpinan yang menyerahkan tugas dan wewenang dalam melaksanakan pekerjaan.

2. Mendidik para pegawai agar mereka melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

3. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau kelalaian sehingga tidak mengakibatkan kerugian bagi organisasi.

4. Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan agar pelaksanaan pekerjaan tidak mengalami hambatan-hambatan dan pemborosan.

5. Melalui proses pengawasan, maka tugas-tugas akan dilaksanakan sesuai dengan pola-pola yang telah digariskan dalam rencana.


(27)

1.5.1.6Sarana Pengawasan

Dalam pelaksanaan pengawasan, sarana pengawasan sangat penting untuk diperhatikan. Karena apabila dilalaikan dapat menyebabkan pengawasan menjadi terkendala. Sarana merupakan pedoman yang harus diperhatikan oleh pimpinan organisasi di dalam menggerakkan aktivitas organisasi.

Dengan adanya sarana pengawasan diharapkan penyimpangan, pemborosan, dan penyelewengan dalam organisasi dapat dihindarkan. Sarana dalam pengawasan telah menjadikan tugas, fungsi, dan tanggung jawab pegawai menjadi jelas dan terarah sehingga tumpang tindih dalam pekerjaan dapat dihindari.

Sarana pengawasan tersebut yakni adanya struktur organisasi yang jelas, pelaksanaan yang bijak, perencanaan kerja yang telah tersusun, adanya prosedur kerja, pencatatan dan hasil kerja, serta pembinaan pegawai. Disamping sarana pengawasan terdapat juga unsur-unsur pengawasan, dimana unsur-unsur tersebut harus dilalui oleh setiap pengawasan di dalam melakukan pengawasan.

1.5.1.7Jenis-Jenis Pengawasan

Dalam setiap organisasi, dikenal beberapa jenis pengawasan yang sering dilakukan. Menurut Malayu Hasibuan (2009: 248) jenis-jenis pengawasan yaitu sebagai berikut:

1. Pengawasan Dari Dalam Organisasi (Internal Control)

Pengawasan internal ini merupakan pengawasan yang dilakukan oleh seorang atasan terhadap bawahannya. Hal-hal yang menjadi cakupan pengawasan internal ini adalah semua hal yang dilakukan oleh para


(28)

bawahan dalam organisasi tersebut, antara lain pelaksanaan tugas sehari-hari, prosedur dalam kerja, disiplin pegawai, dan sebagainya. Tindakan ini dilakukan atasan untuk tetap dapat mewujudkan tujuan organisasi.

2. Pengawasan Dari Luar Organisasi (External Control)

Pengawasan eksternal adalah suatu sistem pengawasan dimana mekanisme dan sumber pengawasannya dilakukan oleh pihak luar.

3. Pengawasan Resmi (Formal Control)

Pengawasan resmi adalah pengawasan yang dilakukan oleh organisasi atau instansi yang resmi. Pengawasan resmi ini dapat dilakukan secara intenal ataupun eksternal.

4. Pengawasan Dari Masyarakat (Informal Control)

Informal control ini merupakan pengawasan yang dilakukan oleh

masyarakat terhadap suatu organisasi atau instansi tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung.

1.5.1.8Cara-Cara Pengawasan

Agar pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atau atasan menjadi efektif, maka harus ada data pada pimpinan yang bersangkutan. Untuk pengawasan seperti ini, ada beberapa cara untuk mengumpulkan fakta-fakta menurut Manullang (1996: 132-133) yaitu:

1. Pengawasan Melalui Peninjauan Pribadi

Peninjauan pribadi (personal inspection) adalah pengawasan yang dilakukan dengan jalan meninjau langsung secara pribadi sehingga akan dapat dilihat bagaimana pelaksanaan pekerjaan. Cara mengawasi seperti


(29)

ini akan menimbulkan kesan dalam diri pegawai bahwa mereka diamat-amati secara keras dan kuat sekali.

2. Pengawasan Melalui Laporan Lisan

Melalui cara ini, pengawasan dilakukan dengan mengumpulkan fakta-fakta melalui laporan lisan yang diberikan oleh bawahannya. Wawancara dilakukan kepada orang atau sekelompok orang yang mengetahui tentang hal-hal yang ingin diketahui terutama tentang actual result atau hasil sesungguhnya yang telah dicapai oleh bawahannya dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Dengan cara ini, maka atasan dan bawahan akan sama-sama aktif karena akan tejadi wawancara diantara mereka yaitu bawahan akan melaporkan bagaimana pelaksanaan tugasnya secara lisan dan seorang atasan akan dapat menanyakan lebih lanjut mengenai hal-hal lain yang diperlukannya.

3. Pengawasan Melalui Laporan Tertulis

Laporan tertulis (written report) adalah bentuk laporan pertanggungjawaban seorang pegawai atau bawahan kepada atasannya mengenai pekerjaan yang dilakukannya, sesuai dengan instruksi dan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Dengan adanya laporan tertulis ini, maka seorang atasan akan dapat mempelajari dan akan mengetahui apakah pegawainya tersebut telah melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang didelegasikan kepadanya.

4. Pengawasan Melalui Laporan Kepada Hal-Hal Yang Bersifat Khusus Pengawasan ini dilakukan berdasarkan adanya suatu kekecualian atau


(30)

apabila adanya hal-hal kekecualian. Jadi, pengawasan ini dilakukan apabila ditemukan peristiwa-peristiwa yang istimewa dari suatu kegiatan.

1.5.1.9Proses Dasar Pengawasan

Proses pengawasan adalah kumpulan kegiatan dalam melakukan pengawasan terhadap suatu tugas atau pekerjaan dalam organisasi atau instansi. Proses pengawasan ini terdiri dari beberapa tindakan yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan yang dilaksanakan.

Menurut Malayu Hasibuan (2009: 245) mengemukakan langkah-langkah dalam proses pengawasan adalah sebagai berikut:

1. Penentuan standar-standar yang digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan proses pengawasan.

2. Melakukan penilaian terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan.

3. Melakukan perbandingan antara hasil yang telah dicapai dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

4. Jika terdapat penyimpangan atau kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan maka dilakukan tindakan koreksi atau perbaikan agar kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Proses pengawasan menurut T. Hani Handoko (2003: 362-365) terdiri dari lima tahap, sebagai berikut:

1. Penetapan standar pelaksanaan

Penetapan standar pelaksanaan merupakan tahap pertama dalam proses pengawasan. Standar merupakan suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penilaian hasil pekerjaan.


(31)

2. Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan

Tahap kedua dalam proses pengawasan adalah penentuan pengukuran pelaksanaan pekerjaan. Tanpa adanya usaha untuk melakukan pengukuran terhadap pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan maka penetapan standar hanya akan menjadi sia-sia.

3. Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan

Setelah sistem pengukuran dan monitoring ditetapkan, maka tahap selanjutnya akan dilakukan pengukuran terhadap pelaksanaan kegiatan secara terus-menerus. Beberapa cara yang digunakan dalam melakukan pengukuran pelaksanaan kegiatan yaitu pengamatan, laporan baik lisan maupun tulisan, inspeksi, dan lain-lain.

4. Pembandingan Pelaksanaan dengan Standar dan Analisa Penyimpangan Pembandingan pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan atau dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya merupakan tahap-tahap kritis dalam proses pengawasan yag dilakukan. Tahap ini merupakan tahap yang mudah dilakukan tetapi dapat terjadi kompleksitas saat ditemukan adanya penyimpangan-penyimpangan dan kesalahan-kesalahan.

5. Pengambilan Tindakan Koreksi Bila Diperlukan

Apabila hasil pengawasan yang dilakukan menemukan adanya penyimpangan-penyimpangan dan diperlukan tindakan koreksi, maka tindakan tersebut harus dilakukan untuk pencapaian hasil yang lebih baik. Tindakan koreksi tersebut berupa pengubahan standar, perbaikan pelaksanaan kegiatan, atau kedua-duanya dilakukan secara bersamaan.


(32)

1.5.1.10 Karakteristik Pengawasan Yang Efektif

Agar dapat efektif, setiap pengawasan harus memenuhi kriteria tertentu. Menurut T. Hani Handoko (2003: 373-374) mengemukakan karakteristik pengawasan yang efektif adalah sebagai berikut:

1. Akurat

Data tentang pelaksanaan kegiatan harus akurat agar organisasi tidak salah dalam mengambil tindakan-tindakan koreksi.

2. Tepat waktu

Agar segera dapat mengambil tindakan koreksi atau perbaikan, maka informasi yang ada harus dikumpulkan, disampaikan, dan dievaluasi dengan cepat.

3. Objektif dan menyeluruh

Artinya bahwa setiap data dan informasi yang diperoleh harus mudah dipahami dan lengkap.

4. Terpusat pada titik pengawasan strategik

Proses pengawasan harus terfokus pada bagian-bagian strategis yang sering terjadi kesalahan atau penyimpangan-penyimpangan.

5. Realistik secara ekonomis

Pembiayaan dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan harus dibuat secara realistis yaitu harus adanya keseimbangan antara biaya yang dikeluarkan dengan kegunaan yang akan diperoleh.


(33)

Proses pengawasan harus harmonis dengan kenyataan-kenyataan yang ada dalam organisasi, baik hubungan antara individu maupun antara unit-unit kerja.

7. Terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi

Proses pengawasan yang dilakukan harus dikoordinasikan dengan unit kerja lainnya karena setiap tahap yang dilakukan akan dapat mempengaruhi sukses atau tidaknya seluruh proses yang dilakukan.

8. Fleksibel

Proses pengawasan harus mampu fleksibel dalam pelaksanaannya agar dapat menerima dan memberikan tanggapan, kesempatan, maupun ancaman yang datang dari lingkungan sekitar organisasi atau institusi. 9. Bersifat sebagai petunjuk dan operasional

Pengawasan yang dilakukan harus mampu menjadi petunjuk bagi atasan atas terjadinya penyimpangan-penyimpangan atau kesalahan dari standar yang telah ditetapkan sehingga mampu mengambil tindakan koreksi dengan tepat.

10.Diterima anggota organisasi

Sistem pengawasan yang ada dalam suatu organisasi atau institusi tertentu harus dapat diterima oleh anggota organisasi sehingga akan mendorong kesuksesan para anggota dengan adanya peningkatan tanggung jawab dan prestasi kerja pegawai.


(34)

1.5.2 Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil 1.5.2.1Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri Sipil adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Pasal 2 ayat (2), Pegawai Negeri Sipil terdiri dari Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah. Berdasarkan penjelasan dari undang-undang tersebut, Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah non-Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, instansi vertikal di daerah propinsi/kabupaten/kota, kepaniteraan pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya.

Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah, atau dipekerjakan di luar instansi induknya.


(35)

1.5.2.2Pengertian Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil

Kata disiplin berasal dari bahasa Latin yaitu “discere” yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata “discipline” yang berarti pengajaran atau pelatihan. Pada saat sekarang ini, kata disiplin mengalami perkembangan makna menjadi beberapa pengertian. Yang pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan atau tunduk pada pengawasan. Dan yang kedua disiplin diartikan sebagai latihan yang bertujuan untuk dapat mengembangkan diri agar mampu berperilaku dengan tertib.

Menurut Sinungan (2000: 145) disiplin adalah sikap mental yang akan tercermin di dalam setiap perbuatan atau tingkah laku seseorang, kelompok, maupun masyarakat yang terdiri dari ketaatan terhadap segala peraturan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, mematuhi segala norma dan kaidah-kaidah yang ada dalam masyarakat untuk dapat mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan.

Pendapat lain mengatakan bahwa disiplin adalah suatu tindakan atau perbuatan yang akan mendorong pegawai atau anggota organisasi dalam usaha untuk memenuhi berbagai tuntutan yang diberikan organisasinya. Pendisiplinan pegawai merupakan suatu bentuk pelatihan untuk memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai sehingga mereka akan secara sukarela untuk bekerja secara kooperatif dengan pegawai yang lain dan akan meningkatkan prestasi kerjanya (Sondang P. Siagian, 2000: 305).

Menurut Malayu Hasibuan (2008: 193) kedisiplinan adalah adanya kesadaran dan kesediaan seorang pegawai untuk menaati segala peraturan dan norma-norma yang ada di dalam suatu organisasi pemerintah tersebut. Kesadaran


(36)

adalah adanya sikap sukarela tanpa paksaan dari seorang pegawai untuk menaati segala peraturan, norma yang berlaku serta sadar akan tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakannya. Kesediaan adalah adanya kesesuaian sikap, tingkah laku, dan perbuatan dari seorang pegawai dengan peraturan-peraturan tertulis atau tidak tertulis yang ada dalam organisasi tertentu.

Selanjutnya, disiplin kerja adalah ketaatan pegawai terhadap peraturan, kaidah, pedoman yang berlaku dalam organisasi/instansi maupun pekerjaan (job

description) yang telah ditetapkan kepadanya (Erika Revida, 2009: 14).

Disiplin kerja adalah suatu usaha dari organisasi atau instansi untuk menerapkan dan menjalankan peraturan dan ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap pegawai tanpa terkecuali

Disiplin kerja adalah suatu sikap dan perilaku yang berniat untuk mentaati segala peraturan organisasi yang didasarkan atas kesadaran diri untuk menyesuaikan dengan peraturan organisasi

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan, kaidah, pedoman kerja, job

description yang berlaku dan telah ditetapkan oleh organisasi baik dalam bentuk

tertulis atau tidak tertulis, yang apabila tidak ditaati/dilanggar akan dijatuhi hukuman disiplin guna mewujudkan tujuan organisasi secara efisien dan efektif.


(37)

1.5.2.3 Tujuan Disiplin Kerja

Secara umum dapat disebutkan bahwa tujuan utama disiplin kerja adalah untuk dapat menjaga kelangsungan dari organisasi atau instansi tertentu baik pada hari ini ataupun pada hari esok.

Menurut Malayu Hasibuan (2008: 193-194) tujuan dari adanya disiplin kerja adalah sebagai berikut:

1. Adanya disiplin kerja sangat penting karena dengan baiknya disiplin kerja seorang pegawai, maka prestasi kerjanya juga akan meningkat. Dengan demikian, adanya disiplin kerja yang baik maka suatu organisasi akan dapat mencapai hasil yang optimal.

2. Tindakan disiplin akan dapat menciptakan pegawai-pegawai yang taat akan aturan dan norma-norma yang ada dan berlaku dalam suatu organisasi baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

3. Disiplin kerja yang baik dapat meningkatkan rasa tanggung jawab seorang pegawai atas tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini akan dapat mendorong semangat kerja dari pegawai sehingga mampu mewujudkan tujuan dari organisasi tersebut sebagaimana yang telah diinginkan.

4. Pegawai dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam organisasi kerjanya.

5. Adanya disiplin agar pegawai dapat mewujudkan produktivitas yang tinggi dalam pelaksanaan tugas-tugasnya demi mewujudkan berbagai tujuan organisasi.


(38)

1.5.2.4 Jenis-Jenis Disiplin

Semua organisasi atau instansi akan memiliki standar dan aturan yang harus dilakukan dan dipatuhi oleh pegawai dalam hubungannya dengan pelaksanaan pekerjaannya baik yang tertulis ataupun tidak tertulis sehingga akan dapat mewujudkan tujuan organisasi. Dan untuk bisa mewujudkan hal tersebut sangat diperlukan adanya disiplin. Menurut Marihot Tua Hariandja (2002: 299-303) ada beberapa jenis tindakan disiplin yaitu sebagai berikut:

1. Disiplin Preventif

Disiplin preventif merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendorong setiap pegawai agar menaati peraturan-peraturan yang ada dan standar yang telah ditetapkan sehingga akan dapat mencegah terjadinya pelanggaran atau penyelewengan. Tindakan ini dilakukan tanpa adanya paksaan dari pihak-pihak tertentu sehingga dengan sendirinya akan dapat menciptakan disiplin diri atau self discipline dalam diri pegawai.

Untuk dapat mewujudkan disiplin preventif tersebut, beberapa cara yang perlu dilakukan adalah:

a. Pegawai harus mengetahui dan memahami standar yang berlaku dalam organisasi tempat kerjanya.

b. Standarnya harus jelas

c. Dalam penyusunan standar harus melibatkan pegawai

d. Standar atau aturan harus dinyatakan dalam pernyataan yang positif e. Tindakan disiplin ini harus dilakukan secara komprehensif dengan


(39)

f. Standar dan aturan yang dibuat adalah demi kebaikan bersama bukan untuk kepentingan pihak tertentu saja.

2. Disiplin Korektif

Disiplin korektif adalah tindakan yang dilakukan dan diambil untuk menangani berbagai pelanggaran atau kesalahan yang terjadi terhadap standar dan aturan-aturan yang telah ada dan melakukan pencegahan agar pelanggaran-pelanggaran tersebut tidak terjadi kembali. Tindakan ini biasanya berupa hukuman tertentu yang biasa disebut sebagai tindakan disipliner yang berupa peringatan, skors, dan pemecatan. Tujuan disiplin korektif ini adalah untuk melakukan perbaikan atas perilaku yang melanggar standar dan aturan yang berlaku, melakukan pencegahan agar orang lain tidak melakukan kesalahan atau pelanggaran yang sama, serta upaya untuk tetap mempertahankan standar dan aturan yang ada.

3. Disiplin Progresif

Disiplin progresif adalah adanya pengulangan terhadap kesalahan dan pelanggaran-pelanggaran yang sama akan dapat mengakibatkan jatuhnya hukuman yang lebih berat. Maksud dari tindakan disiplin ini adalah agar pegawai yang melakukan pelanggaran dapat memperbaiki tindakannya sebelum hukuman yang berat tersebut benar-benar dijatuhkan untuknya.

1.5.2.5 Prinsip-Prinsip Pendisiplinan

Prinsip-prinsip pendisiplinan yang dikemukakan oleh Mangkuprawira dan Hubeis (2007: 123-124) adalah:


(40)

1. Pendisiplinan merupakan salah satu upaya yang bertujuan untuk melakukan perbaikan terhadap kinerja pegawai di dalam suatu organisasi. 2. Pendisiplinan pegawai harus sesuai dengan aturan yang berlaku dalam

suatu organisasi atau instansi yang bersangkutan.

3. Pendisiplinan yang dilakukan harus didokumentasikan dengan lengkap dan terperinci mengenai hal-hal seperti rendahnya tingkat kinerja pegawai, sanksinya, dan langkah-langkah yang telah diambil dalam proses perbaikannya.

4. Dalam melaksanakan proses pendisiplinan dapat menggunakan pendekatan dengan memberikan tekanan dan paksaan terhadap pegawai sesuai dengan masalah yang dihadapi.

5. Melibatkan pegawai dalam setiap perencanaan dan pemecahan masalah kedisiplinan yang dihadapi oleh suatu organisasi.

6. Seorang pimpinan harus menjadi teladan dalam proses penegakan disiplin dan harus menunjukkan bagaimana sebenarnya kedisiplinan yang diharapkan tersebut.

1.5.2.6 Kewajiban Pegawai Negeri Sipil

Kewajiban Pegawai Negeri Sipil merupakan hal-hal yang harus dilaksanakan dan ditaati oleh setiap Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang menjadi kewajiban adalah sebagai berikut:

1. Mengucapkan sumpah/janji PNS. 2. Mengucapkan sumpah/janji jabatan.


(41)

3. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah.

4. Menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab.

6. Menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat PNS. 7. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri,

seseorang, dan/atau golongan.

8. Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan.

9. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara.

10.Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil.

11.Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. 12.Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan.

13.Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya.

14.Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat. 15.Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas.


(42)

17.Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

1.5.2.7 Larangan Pegawai Negeri Sipil

Larangan Pegawai Negeri Sipil merupakan hal-hal yang dilarang dan tidak boleh dilakukan oleh seorang Pegawai Negeri Sipil. Menurut Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 yang menjadi larangan bagi Pegawai Negeri Sipil adalah sebagai berikut:

1. Menyalahgunakan wewenang

2. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain.

3. Tanpa izin pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional.

4. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing.

5. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah.

6. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara.


(43)

7. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan.

8. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya.

9. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya.

10.Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani.

11.Menghalangi berjalannya tugas kedinasan.

12.Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

13.Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden.

14.Memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan.

15.Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

1.5.2.8 Tingkat dan Jenis Sanksi Disiplin

Tujuan utama adanya sanksi dalam disiplin kerja bagi para pegawai yang melakukan pelanggaran terhadap aturan dan norma-norma yang berlaku dalam


(44)

organisasi adalah untuk mendidik dan memperbaiki tindakan pegawai yang melakukan pelanggaran disiplin tersebut. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 pasal 7 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, menyatakan bahwa tingkat dan jenis sanksi disiplin kerja terdiri dari hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin sedang, dan hukuman disiplin berat.

1. Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari: a. Teguran lisan

b. Teguran tertulis

c. Pernyataan tidak puas secara tertulis 2. Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari:

a. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun b. Penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun

c. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun. 3. Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari:

a. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun

b. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah c. Pembebasan dari jabatan

d. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS

e. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

Dalam penetapan jenis sanksi disiplin yang akan dijatuhkan kepada pegawai yang melakukan pelanggaran disiplin sebaiknya dipertimbangkan dengan cermat dan teliti bahwa sanksi disiplin yang akan dijatuhkan benar-benar sesuai dan setimpal dengan kesalahan yang telah diperbuat oleh pegawai. Dengan


(45)

demikian, sanksi atau hukuman tersebut dapat diterima dengan rasa keadilan. Bagi pegawai yang pernah mendapatkan sanksi disiplin dan mengulangi kesalahan yang sama, perlu diberikan sanksi atau hukuman disiplin yang lebih berat lagi dengan tetap berpedoman pada peraturan pemerintah yang berlaku agar pegawai tersebut tidak mengulanginya lagi pada masa yang akan datang.

1.5.2.9 Indikator yang Dapat Meningkatkan Kedisiplinan

Disiplin kerja yang tinggi merupakan sebuah harapan yang dimiliki seorang pimpinan terhadap bawahan atau pegawainya. Oleh sebab itu, disiplin harus mendapatkan perhatian yang serius dan penanganan yang intensif dari semua pihak yang terlibat dalam suatu organisasi demi terwujudnya tujuan organisasi tersebut.

Indikator-indikator yang dapat meningkatkan kedisiplinan pegawai menurut Malayu Hasibuam (2008: 195-198) adalah sebagai berikut:

1. Tujuan dan Kemampuan

Dalam hal ini berarti bahwa tujuan dari organisasi atau pekerjaan yang diberikan kepada pegawai harus sesuai dengan kemampuan masing-masing individu agar mereka serius, sungguh-sungguh, dan disiplin dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka.

2. Keteladanan dari Pimpinan

Keteladanan dari seorang pimpinan akan sangat berperan penting dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan karena pimpinan akan dijadikan sebagai contoh yang akan dipedomani bawahannya dalam melaksanakan


(46)

berbagai kegiatan. Jika kedisiplinan pimpinan baik maka kedisiplinan bawahan juga akan baik.

3. Balas Jasa

Faktor balas jasa juga ikut mempengaruhi dalam peningkatan kedisiplinan pegawai. Dengan adanya balas jasa yang sesuai, maka dapat meningkatkan kepuasan dan kecintaan pegawai terhadap pekerjaannya. Apabila kecintaan pegawai terhadap instansi/pekerjaannya meningkat maka kedisiplinan mereka akan baik pula.

4. Keadilan

Adanya keadilan dalam pemberian balas jasa dan pemberian hukuman bagi pegawai yang melakukan pelanggaran akan dapat menciptakan kedisiplinan pegawai yang baik. Dengan demikian, keadilan yang baik akan dapat menumbuhkan kedisiplinan yang baik pula.

5. Pengawasan Melekat (Waskat)

Pengawasan melekat adalah suatu tindakan atau perbuatan yang paling efektif untuk dapat mewujudkan kedisiplinan pegawai. Dalam pelaksanaan waskat ini, akan tercipta kebersamaan antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan tujuan organisasi, pegawai, dan masyarakat. Dengan demikian akan mendukung terciptanya kedisiplinan pegawai yang baik. 6. Sanksi Hukuman

Adanya pemberian hukuman yang sesuai kepada pegawai yang melakukan pelanggaran akan menyebabkan mereka takut untuk melakukan pelanggaran ataupun tindakan indisipliner pada masa yang akan datang.


(47)

Dengan demikian, sanksi atau hukuman ini akan dapat menciptakan kedisiplinan pegawai dalam suatu organisasi.

7. Ketegasan

Perlu adanya ketegasan dari seorang pimpinan/atasan dalam mengambil tindakan bagi pegawai yang melakukan perilaku indisipliner. Pemimpin harus mampu mengambil tindakan tegas terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan demikian, sikap kedisiplinan dalam diri pegawai akan dapat terpelihara dengan baik.

8. Hubungan Kemanusiaan

Hubungan kemanusiaan yang baik sangat penting ada dalam organisasi. Seorang atasan harus mampu menciptakan human relationship yang baik, serasi, dan mengikat, dalam suatu organisasi baik vertikal maupun horizontal. Dengan adanya hubungan kemanusiaan yang serasi akan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi pegawai. Lingkungan kerja yang nyaman dan serasi ini akan dapat meningkatkan kedisiplinan pegawai dalam suatu organisasi.

1.6Penerapan Fungsi Pengawasan Dalam Meningkatkan Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil

Adanya penerapan fungsi pengawasan di dalam suatu organisasi sangatlah penting. Pengawasan merupakan tindakan yang paling nyata dan paling efektif untuk dapat mewujudkan kedisiplinan pegawai dalam suatu organisasi/instansi.


(48)

Oleh karena itu, dengan adanya pengawasan maka disiplin kerja pegawai akan dapat ditingkatkan.

Baiknya tingkat disiplin kerja dapat dilihat dari pegawai itu sendiri yakni dari hasil pekerjaan yang dilakukan, ketaatan kepada pedoman-pedoman kerja, dan pelaksanaan dari job description yang telah ditentukan pada setiap pegawai. Dengan adanya penerapan fungsi pengawasan dalam setiap pekerjaan yang dilakukan, maka seorang pimpinan atau atasan akan dapat melihat bagaimana tingkat kedisiplinan pegawai, mengetahui kelemahan dalam pelaksanaan pekerjaan, hambatan-hambatan yang dihadapi, dan mengetahui kesalahan-kesalahan yang terjadi.

Baiknya disiplin kerja tidak hanya berguna bagi diri pegawai saja, tetapi juga mampu memberikan manfaat yang besar bagi organisasinya. Karena dengan meningkatnya kedisiplinan kerja pegawai maka akan dapat meningkatkan produktivitas pegawai. Peningkatan produktivitas ini akan dapat membantu organisasi untuk mewujudkan tujuan-tujuannya dan dapat mendorong organisasi untuk lebih maju dan lebih baik.

1.7Definisi Konsep

Konsep merupakan istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara suatu kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat penelitian ilmu sosial (Singarimbun, 1995: 33). Berdasarkan definisi tersebut, maka penulis mengemukakan definisi dari konsep-konsep yang ada untuk mendapatkan pembatasan yang jelas. Adapun definisi konsep dari penelitian ini adalah:


(49)

1. Pengawasan

Pengawasan adalah suatu kegiatan mengawasi yang dilakukan oleh atasan yaitu Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah kepada para bawahannya untuk melihat apakah pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai di Badan Kepegawaian Daerah telah sesuai dengan pedoman kerja, petunjuk, ataupun rencana yang telah ditetapkan sebelumnya dan apabila dalam penilaian pekerjaan pegawai ditemukan adanya penyimpangan atau kesalahan-kesalahan maka akan diambil tindakan koreksi/perbaikan agar kegiatan yang dilakukan menjadi terarah menuju pencapaian tujuan Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah.

2. Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil

Disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil adalah sikap, tingkah laku, dan perbuatan dari seorang Pegawai Negeri Sipil di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah yang menunjukkan adanya ketaatan pegawai terhadap peraturan, kaidah atau norma, pedoman kerja, yang berlaku pada instansi yang bersangkutan serta kesanggupan seorang pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan job description yang telah ditetapkan, adanya disiplin pada jam kerja, dan mematuhi pedoman disiplin lain yang ditetapkan bagi Pegawai Negeri Sipil.


(50)

1.8Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, dan sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi, misi, dan struktur organisasi.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini membahas tentang hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan selama penelitian berlangsung dan juga dokumen-dokumen lain yang akan dianalisa.

BAB V ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang kajian dan analisis data yang diperoleh dari lapangan saat penelitian dan memberikan interpretasi terhadap masalah yang diajukan.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran atas penelitian yang dilakukan untuk kemajuan objek penelitian.


(51)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Bentuk Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu. Dalam penelitian ini, seorang peneliti akan mengembangkan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak akan melakukan pengujian hipotesa (Singarimbun, 1995: 4-5). Dengan demikian, penelitian ini akan menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diteliti dan diiringi dengan interpretasi yang rasional dan akurat.

2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Tapanuli Tengah yang beralamat di Jalan Dr. F. L. Tobing No. 18 Pandan.

2.3 Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif ini tidak dikenal adanya populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian ini akan menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses


(52)

penelitian. Menurut Hendarso dalam Suyanto (2005: 171-172) informan penelitian ini meliputi tiga macam yaitu:

1. Informan kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. 2. Informan utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam

interaksi sosial yang diteliti.

3. Informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menentukan informan dengan menggunakan teknik purposive yaitu penentuan informan tidak didasarkan strata, pedoman atau wilayah tetapi didasarkan adanya tujuan tertentu yang tetap berhubungan dengan permasalahan penelitian. Maka peneliti dalam hal ini menggunakan informan yang terdiri atas:

1. Informan kunci, berjumlah satu orang yaitu:

a. Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah 2. Informan utama, berjumlah lima orang yaitu:

a. Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah b. Kepala Bidang Disiplin dan Kesejahteraan Pegawai

c. Kepala Bidang Program, Evaluasi, dan Pelaporan d. Kepala Bidang Pengembangan Karir dan Diklat e. Kepala Bidang Mutasi

3. Informan tambahan, berjumlah delapan orang yaitu:

a. Pegawai atau staf Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah.


(53)

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan instrumen sebagai berikut:

a. Wawancara Mendalam, yaitu dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan atau sejumlah pihak yang terkait dan berhubungan dengan masalah yang diteliti untuk memperoleh data yang lengkap dan mendalam.

b. Observasi atau Pengamatan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung terhadap objek penelitian kemudian mencatat gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui studi bahan-bahan kepustakaan yang perlu untuk mendukung data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan instrumen sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, pendapat para ahli yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.


(54)

b. Studi Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan catatan-catatan tertulis yang ada di lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang menyangkut masalah yang diteliti dengan instansi terkait.

2.5 Teknik Analisis Data

Sesuai dengan metode penelitian, teknik analisis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan analisa data kualitatif. Analisa data kualitatif ini adalah analisis terhadap data yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam menghubungkan fakta-fakta, data, dan informasi. Jadi teknik analisis data kualitatif yaitu dengan menyajikan hasil wawancara dan melakukan analisis terhadap masalah yang ditemukan di lapangan sehingga akan diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti dan kemudian akan ditarik sebuah kesimpulan.


(55)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Tengah 3.1.1 Sejarah Kabupaten Tapanuli Tengah

Wilayah Tapanuli Tengah dahulu dikuasai oleh Kolonial Inggris. Namun dengan Traktat London tanggal 17 Maret 1824, Inggris menyerahkan Sumatera kepada Belanda dan sebagai imbalannya Belanda memberikan Semenanjung Melayu. Pada saat itulah Inggris menyerahkan Barus dan Singkil kepada Belanda. Selanjutnya Belanda memasukkan Teluk Tapian Nauli dalam wilayah Residen Sumatera Barat yang beribukota di Padang. Pada tahun 1859, daerah jajahan Belanda meluas ke daerah Silindung dan meluas lagi ke daerah Toba pada tahun 1883. Oleh karena adanya perluasan wilayah tesebut, Pemerintah Belanda mengeluarkan Staadblad Nomor 193 Tahun 1884 yang menentukan teritorial baru di Keresidenan Tapanuli untuk lebih memperkokoh strategi pembagian dan perluasan wilayah. Keresidenan Tapanuli pada saat itu dibagi atas empat afdeling. Salah satunya adalah Afdeling Sibolga yang meliputi empat onder afdeling yaitu Sibolga dan daerah sekitarnya, Distrik Batang Toru, Barus dan Pakkat, serta Singkil (BPS Kabupaten Tapanuli Tengah, 2010).

Sejak keluarnya Staadblad Nomor 496 Tahun 1906, status Tapanuli yang tadinya bagian dari Sumatera Barat beralih menjadi di bawah Gubernur Sumatera yang berkedudukan di Medan. Selanjutnya wilayah Keresidenan Tapanuli dibagi dalam lima afdeling yaitu Afdeling Natal dan Batang Natal, Afdeling Sibolga dan Batang Toru, Afdeling Padang Sidempuan, Afdeling Nias, Afdeling Tanah Batak.


(56)

Afdeling Sibolga diperintah oleh seorang Contraleur dengan wilayah meliputi 13 Kakurian yang masing-masing dipimpin oleh Kepala Kuria. Pada saat itu Onder Afdeling Barus masih termasuk Afdeling Tanah Batak. Dengan keluarnya Staadblad Nomor 93 Tahun 1933, maka sebagian Onder Afdeling Barus digabung ke Afdeling Sibolga dan sebagian lagi masuk Afdeling Dataran-dataran Tinggi Toba. Selanjutnya dengan Staadblad Nomor 563 Tahun 1937 Onder Afdeling Barus keseluruhannya dimasukkan ke Afdeling Sibolga dimana berdasarkan Staadblad tersebut Keresidenan Tapanuli dibagi atas empat Afdeling yaitu Afdeling Sibolga, Afdeling Nias, Afdeling Sidempuan, Afdeling Tanah Batak. Dan yang termasuk dalam Afdeling Sibolga adalah Onder Distrik Sibolga, Onder Distrik Lumut, dan Onder Distrik Barus (BPS Kabupaten Tapanuli Tengah, 2010).

Setelah dilaksanakannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah khususnya di daerah Kabupaten Tapanuli Tengah tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keresidenan Tapanuli pada tanggal 24 Agustus 1945 menunjuk Sutan Komala Pontas yang pada saat itu merupakan pemimpin Distrik Sibolga menjadi Demang dan sebagai penanggung jawab pelaksanaan roda pemerintahan di Kabupaten Tapanuli Tengah. Kemudian Dr. Ferdinand Lumbantobing menjadi Residen Tapanuli yang berkedudukan di Tarutung. Pada tanggal 15 Oktober 1945, Gubernur Sumatera Mr. T. Mohammad Hasan menyerahkan urusan pembentukan daerah otonom pada pemerintahan daerah kepada masing-masing residen. Bahkan telah dipertegas lagi dengan PP No. 8 Tahun 1947 yang menetapkan bahwa


(57)

kabupaten yang dibentuk oleh residen sekaligus menjadi daerah otonom (BPS Kabupaten Tapanuli Tengah, 2010).

Gubernur Tapanuli Sumatera Timur dengan Keputusan Nomor 1 Tahun 1946 mengangkat dan mengukuhkan Sutan Komala Pontas sebagai Bupati Tapanuli Tengah. Sesuai Keputusan Gubernur Sumatera Timur tanggal 17 Mei 1946, Kota Sibolga dijadikan kota administratif yang dipimpin oleh seorang walikota yang pada saat itu dirangkap oleh Bupati Kabupaten Sibolga, maka pada tanggal 17 November 1947 dibentuk sebuah Dewan Kota. Luas wilayah kota administratif Sibolga ditetapkan dengan Ketetapan Residen Tapanuli Nomor 999 Tahun 1946 (BPS Kabupaten Tapanuli Tengah, 2010).

Di Tapanuli Tengah pada tahun 1946 mulai dilakukan pembentukan kecamatan-kecamatan untuk menggantikan sistem pemerintahan Onder Distrik Afdeling pada masa pemerintahan Belanda. Kecamatan yang pertama sekali dibentuk adalah Kecamatan Sibolga, kemudian Lumut, dan Barus. Sedangkan Kecamatan Sorkam ditetapkan kemudian berdasarkan perintah Residen Tapanuli pada tahun 1947. Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai daerah otonom dipertegas oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 7 Drt 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara dan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah Nomor 19 Tahun 2007 maka ditetapkan tanggal 24 Agustus 1945 sebagai Hari Jadi Kabupaten Tapanuli Tengah (BPS Kabupaten Tapanuli Tengah, 2010).


(58)

3.1.2 Kondisi Geografis Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara, dimana salah satu daerah otonom kabupaten yang dibentuk menurut undang-undang tersebut adalah Tapanuli Tengah. Kabupaten Tapanuli Tengah yang merupakan bagian integral dari wilayah Propinsi Sumatera Utara yang terletak di bagian selatan Kota Medan (Ibukota Propinsi Sumatera Utara) dan berlokasi di Pantai Barat Propinsi Sumatera Utara.

1. Letak Dan Batas Administrasi Daerah

Menurut letak geografis, Kabupaten Tapanuli Tengah berada pada 0 – 1.226 m di atas permukaan laut serta terletak pada 01011’00” – 02022’00” Lintang Utara (LU) dan 98007’ - 98012’ Bujur Timur (BT), dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD).

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan.

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Nias atau secara fisik

dengan Samudera Indonesia. 2. Luas Wilayah

Kabupaten Tapanuli Tengah dengan Ibukotanya Pandan mempunyai luas wilayah daratan sebesar 219.498 Ha sedangkan luas wilayah lautan kurang lebih 400.000 Ha, sehingga secara keseluruhan luas wilayah Kabupaten


(59)

Tapanuli Tengah adalah sekitar 619.498 Ha. Pada tahun 2007 Kabupaten Tapanuli Tengah kembali dimekarkan dari 15 kecamatan menjadi 20 kecamatan, yang terdiri dari 147 desa dan 30 kelurahan.

3. Topografi

Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Pantai Barat Sumatera Utara, berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia dengan garis pantai kurang lebih 200 km dan berada di wilayah yang dilalui jalur Pegunungan Bukit Barisan. Umumnya wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu sekitar 72,36% berada pada ketinggian 25 – 1.000 m di atas permukaan laut.

3.1.3 Kondisi Demografis Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah

Masyarakat Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis antara lain etnis Batak, Melayu, Minangkabau, Jawa, Bugis, Aceh, dan pembauran dari suku-suku bangsa lain sebagai pendatang. Kehidupan etnis yang ada berjalan cukup baik dan harmonis serta memiliki rasa kekeluargaan yang cukup tinggi. Hal ini didukung kegiatan sosial dan adat istiadat di kalangan masyarakat serta didorong rasa kebersamaan sesuai dengan motto Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu ”Sahata Saoloan” atau Seia Sekata.

Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah adalah 310.962 jiwa, yang terdiri atas 156.175 laki-laki dan 154.787 perempuan (Data BPS Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010). Dari hasil Sensus Penduduk 2010 tersebut masih tampak bahwa penduduk laki-laki lebih banyak daripada perempuan.


(60)

3.2 Gambaran Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah 3.2.1 Profil Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah

Badan Kepegawaian Daerah adalah unsur penunjang Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Badan Kepegawaian Daerah ini dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang mempunyai tugas membantu Bupati dalam membina pelaksanaan pembinaan kepegawaian, meliputi pengembangan dan pemberdayaan sumber daya pegawai, penempatan dan mutasi serta pembinaan disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Berdasarkan jenis kelamin, jumlah Pegawai Negeri Sipil yang berada di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah adalah:

Tabel 3.1

Jumlah Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Jenis Kelamin No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1. Laki-laki 21 61.76

2. Perempuan 13 38.24

Total 34 100

Sumber : BKD Kabupaten Tapanuli Tengah, Maret 2011

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah Pegawai Negeri Sipil di Badan Kepegawaian Daerah yang berjenis kelamin laki-laki adalah 21 orang dan yang berjenis kelamin perempuan 13 orang.

Berdasarkan tingkat pendidikan, maka tingkat pendidikan Pegawai Negeri Sipil di Badan Kepegawaian Daerah adalah:


(61)

Tabel 3.2

Tingkat Pendidikan Pegawai Negeri Sipil

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

1. S2 - -

2. S1 18 52.94

3. D3/Sarjana Muda 4 11.77

4. SMA 11 32.35

5. SMP - -

6. SD 1 2.94

Total 34 100

Sumber: BKD Kabupaten Tapanuli Tengah, Maret 2011

Berdasarkan tabel di atas, maka Pegawai Negeri Sipil yang berada di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki tingkat pendidikan mayoritas S1 (Strata 1) dengan jumlah 18 orang, yang berpendidikan D3/Sarjana Muda sebanyak 4 orang, berpendidikan SMA sebanyak 11 orang, dan berpendidikan SD sebanyak 1 orang.

Jumlah pegawai di Badan Kepegawaian Daerah yang telah mengikuti Diklat/penjenjangan karir sebagai berikut:


(1)

5.6 Upaya Dalam Meningkatkan Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil

Dari kondisi dan kendala yang dihadapi dalam penegakan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan disiplin kerja, diantaranya:

1. Adanya Keteladanan, Ketegasan, dan Keadilan dari Atasan/Pimpinan Secara umum keteladanan seorang pimpinan dalam suatu organisasi atau instansi pemerintah maupun swasta mutlak diperlukan karena dengan menerapkan pola keteladanan bagi seorang pimpinan merupakan contoh yang baik untuk ditiru oleh pegawai atau staf. Salah satu ciri keteladanan adalah adanya ketegasan oleh atasan/pimpinan dalam menerapkan suatu peraturan dan perundang-undangan dengan mengawali dari diri seorang pimpinan/atasan itu sendiri. Dengan demikian, seorang pimpinan atau atasan dapat bertindak tegas dalam memberlakukan setiap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil.

Setiap pegawai atau staf diharapkan sama dihadapan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, dengan tidak melihat dari status ataupun latar belakang yang dimiliki oleh pegawai atau staf. Kemampuan seorang atasan memberlakukan pegawai atau staf sama dihadapan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku merupakan titik awal tercapainya keadilan dan disiplin yang ikhlas dari setiap pegawai. Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah selaku pelaksana utama dalam pembinaan disiplin kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah seharusnya dapat menjadikan Badan Kepegawaian Daerah itu sendiri sebagai pilot project dalam pembinaan dan


(2)

meningkatkan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil. Oleh sebab itu, disiplin yang ikhlas sangat diperlukan untuk selanjutnya dapat diterapkan dan ditiru oleh dinas dan instansi lainnya. Dengan tercapainya disiplin yang ikhlas dalam diri setiap pegawai maka disiplin itu sendiri dianggap menjadi kebutuhan dan tidak harus selalu ada komando dari atasan untuk selalu mengarahkan.

2. Pemberian Insentif

Dari sudut meningkatkan penghasilan dan sekaligus untuk memberikan motivasi kerja, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah memberikan insentif kepada pegawai yang pada akhirnya diharapkan dapat lebih meningkatkan disiplin kerja pegawai atau staf dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.

Pemberian insentif berupa uang kepada pegawai atau staf diharapkan dapat menumbuhkan semangat kerja, disiplin terhadap tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab masing-masing. Di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah, pemberian insentif bervariasi mulai dari staf sampai tingkat pimpinan/atasan. Untuk tahun anggaran 2011, besarnya insentif yang diberikan adalah:

a. Pimpinan/Kepala Badan Kepegawaian Daerah : Rp 1.000.000/bulan b. Sekretaris : Rp 750.000/bulan

c. Kepala Bidang : Rp 650.000/bulan d. Kepala Sub Bidang : Rp 600.000/bulan e. Staf : Rp 550.000/bulan


(3)

Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan pengelola manajemen Pegawai Negeri Sipil tidak hanya di dalam instansi itu sendiri tetapi juga di seluruh unit kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah.

3. Memperbanyak Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan

Setiap peraturan perundang-undangan yang ada akan dapat efektif dan mencapai hasil yang maksimal apabila sosialisasi dilakukan dengan melibatkan semua komponen terkait. Demikian juga halnya menyangkut peraturan perundang-undangan mengenai Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil. Oleh sebab itu, sosialisasi adalah salah satu upaya untuk memberhasilkan peningkatan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah. Dengan melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan diharapkan seluruh pegawai atau staf pada Badan Kepegawaian Daerah menjadi pegawai atau staf yang mengerti, patuh, dan taat pada peraturan, sehingga akan tercapai staf yang berkualitas, kompetitif, mempunyai kualitas yang tinggi, dan taat hukum.


(4)

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang Penerapan Fungsi Pengawasan Dalam Meningkatkan Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah, maka dapat diuraikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Penerapan fungsi pengawasan di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah masih belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya terjadi kesalahan-kesalahan di Badan Kepegawaian Daerah itu sendiri. Belum maksimalnya penerapan fungsi pengawasan ini disebabkan adanya kendala-kendala yang dihadapi dalam melaksanakan pengawasan tersebut yaitu kurangnya ketegasan atasan atau pimpinan, eratnya hubungan kekeluargaan yang terjalin di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah, dan rendahnya kesadaran pegawai atau staf terhadap Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) masing-masing.

2. Kondisi disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah masih kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya kegiatan-kegiatan yang tidak penting tetapi masih sering dilakukan oleh pegawai atau staf yang ada di instansi


(5)

dalam menerapkan peraturan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil, kurangnya kesadaran pegawai terhadap disiplin kerja itu sendiri, dan kurangnya motivasi kerja di dalam diri pegawai.

3. Upaya yang dilakukan untuk dapat meningkatkan disiplin kerja pegawai di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah adalah adanya keteladanan, ketegasan dan keadilan dari atasan/pimpinan, pemberian insentif bagi Pegawai Negeri Sipil yang berfungsi sebagai perangsang kerja, serta memperbanyak sosialisasi peraturan perundang-undangan.

6.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai Penerapan Fungsi Pengawasan Dalam Meningkatkan Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah, maka penulis memberikan beberapa saran untuk dapat dijadikan pertimbangan, sehingga dapat melakukan perbaikan ke arah yang lebih baik lagi. Adapun saran-saran itu adalah:

1. Diharapkan pemanfaatan sarana pengawasan dapat lebih diefektifkan atau lebih ditingkatkan lagi.

2. Diharapkan adanya ketegasan atasan atau pimpinan dalam memberlakukan dan menerapkan ketentuan-ketentuan yang menyangkut disiplin kerja. 3. Diharapkan pegawai atau staf lebih banyak mengikuti diklat-diklat


(6)

Sutrisno, Edy. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana.

Thoha, Miftah. 2005. Manajemen Kepegawaian Sipil Di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Peraturan Perundang-Undangan

UU Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. PP Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah.

Peraturan Bupati Tapanuli Tengah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah.

Sumber Website:

tanggal 29 November 2010, pada pukul 21:12 WIB.

Pengertian

Kedisiplinan, diakses pada tanggal 6 Desember 2010, pada pukul 22.00

WIB.

Bahan

Kuliah Manajemen SDM, diakses pada tanggal 9 Februari 2011, pada

pukul 0:03 WIB.

Pengertian

Disiplin Kerja, diakses pada tanggal 9 Februari 2011, pada pukul 0:17