Bahan geolistrik un tuak bsuak.

(1)

KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE DI UNIVERSITAS NEGERI

PADANG KAMPUS AIR TAWAR

SKRIPSI

untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar sarjana sains

MEDIA FEBRINA

NIM. 01984

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2012


(2)

(3)

(4)

(5)

Media Febrina :Estimasi Kedalaman Batuan Dasar Menggunakan Metoda Geolistrik Tahanan Jenis Konfigurasi Dipole-dipole di Universitas Negeri Padang Kampus Air Tawar

Keberadaan batuan dasar di Universitas Negeri Padang (UNP) kampus Air Tawar belum diketahui. Mengingat pentingnya fungsi UNP sebagai penghasil tenaga-tenaga ahli dan profesional serta seringnya terjadi aktivitas tektonik di wilayah ini, maka perlu dilakukan penelitian keberadaan batuan dasar. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kedalaman, nilai tahanan jenis dan jenis batuan dasar sehingga menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan di UNP kampus Air Tawar, serta menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya baik dibidang Geologi maupun dibidang Geofisika lainnya yang berkaitan dengan batuan dasar.

Penelitian dasar yang bersifat deskriptif dilakukan menggunakan metoda geolistrik tahanan jenis konfigurasi Dipole-dipole. Lokasi penelitian ini yaitu di UNP kampus Air Tawar tepatnya di 4 lintasan. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran kemudian diolah menggunakan software Res2dinv dengan inversi Robust Constraint sehingga diperoleh model 2D bawah permukaan bumi. Interpretasi dan analisa data dilakukan dengan cara membandingkan tahanan jenis yang diperoleh dengan tabel tahanan jenis dan kondisi geologi daerah pengukuran. Hasil penelitian ini yaitu diduga terdapat batuan dasar di Lintasan 1 dan 2 pada kedalaman lebih dari 25,2 m, tepatnya di sekitar titik sounding dengan nilai tahanan jenis 513 – 622 Ωm dan 632 – 2150 Ωm. Lintasan 3 juga ditemukan batuan dasar dengan nilai tahanan jenis 596,5 - 734 Ωm pada kedalaman lebih dari 21,85 m yaitu di sekitar titik sounding. Lintasan 4 tidak ditemukan adanya batuan dasar, kemungkinan batuan dasar di Lintasan 4 terdapat pada kedalaman lebih dari 29,5 m. Batuan dasar tersebut ditafsirkan sebagai batuan dasar Andesite yang menjadi dasar bagi batuan-batuan di atas lapisannya.


(6)

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaian skripsi yang berjudul Estimasi Kedalaman Batuan Dasar Menggunakan Metoda Geolistrik Tahanan Jenis Konfigurasi Dipole-dipole di Universitas Negeri Padang Kampus Air Tawar.

Adapun penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar sarjana sains pada Program Studi Fisika, Jurusan Fisika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Padang. Penulis mendapatkan bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak selama penyelesaian skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Drs. Akmam, M.Si sebagai pembimbing I dan sebagai Ketua Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Padang.

2. Ibu Fatni Mufit, S.Pd, M.Si sebagai pembimbing II.

3. Bapak Dr. H. Ahmad Fauzi, M.Si, Bapak Drs. Mahrizal, M.Si, Bapak Dr. Hamdi, M.Si dan Bapak Harman Amir, S.Si, M.Si selaku tim penguji. 4. Bapak Drs. Masril, M.Si sebagai Penasehat Akademis.

5. Ibu Dra. Yurnetti, M.Pd sebagai Sekretaris Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Padang.

6. Ibu Dra. Hidayati, M.Si sebagai Ketua Prodi Fisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Padang.


(7)

Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Padang.

8. DP2M DIKTI yang telah memberikan bantuan dana penelitian ini melalui PKM.

9. Teman satu perjuangan selama penyelesaian skripsi, Elvi Novia S dan Nelvira Rizalmi terima kasih atas bantuan dan kerja samanya.

10. Edi Kurnia, S.Si, Elsi Ariani, S.Si, Sesri Santurima, S.Si, Nofri Hardisal, Yogi Refiyon dan teman-teman tim geolistrik 2009, terima kasih atas bantuan teknis selama pengambilan data.

11. Bapak Tunsri Febrison dan Bapak Ahmad Syamsuardi yang telah membantu perbaikan alat sehingga pengambilan data dapat diselesaikan.

12. Kedua orang tua yang selalu mendukung penulis. 13. Teman-teman seangkatan dan seperjuangan.

14. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Padang , Agustus 2012

Media Febrina Nim. 01984


(8)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan dan Rumusan Masalah ... 4

D. Pertanyaan Penelitian ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

G. Definisi Istilah ... 6

BAB II KERANGKA TEORITIS A. Kajian Teori ... 8

1. Batuan Dasar ... 8

2. Tahanan Jenis Batuan ... 16

3. Metoda Geolistrik Tahanan Jenis ... 20

4. Konfigurasi Dipole-dipole ... 25

5. Kondisi Geologi Daerah Penelitian ... 27

6. Metoda Inversi Robust Constraint... 31 4


(9)

C. Kerangka Berfikir ... 34

BAB III METODA PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 36

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 36

C. Parameter yang Diamati ... 38

D. Instrumentasi / Alat dan Bahan ... 38

E. Prinsip Kerja Ares Multielectrode ... 39

F. Prosedur Penelitian ... 42

G. Teknik Analisis dan Interpretasi Data ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deksripsi Data ... 46

B. Analisa dan Interpretasi Data ... 49

C. Pembahasan ... 68

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...73

B. Saran ...73

DAFTAR PUSTAKA ...74

LAMPIRAN ...77


(10)

Tabel Halaman 1. Batuan Sedimen Klastik beserta Nama Partikel dan Endapannya

... 13

2. Tahanan Jenis Batuan Beku dan Metamorf ... 17

3. Tahanan Jenis Batuan Sedimen

... 18

4. Data Kedalaman Sumur Air Tanah di Sekitar UNP Kampus Air Tawar

... 30

5. Data Kedalaman Maksimum dan Panjang Lintasan pada Setiap

Lintasan Pengukuran

... 47

6. Nilai Tahanan Jenis Semu Minimum dan Maksimum pada Setiap Lintasan

... 48

7. Hasil Interpretasi Data Lintasan 1 (FE – FIS) dengan inversi Robust

Constraint 0,001

... 53

8. Hasil Interpretasi Data Lintasan 1 (FE – FIS) dengan inversi Robust

Constraint 0,005

... 54


(11)

57

10. Hasil Interpretasi Data Lintasan 2 (Gerbang UNP – FT) dengan

inversi Robust Constraint 0,005

... 59

11. Hasil Interpretasi Data Lintasan 3 (FIK – Lab. Biologi) dengan

inversi Robust Constraint 0,001

... 61

12. Hasil Interpretasi Data Lintasan 3 (FIK – Lab. Biologi) dengan

inversi Robust Constraint 0,005

... 63

13. Hasil Interpretasi Data Lintasan 4 (Balai Bahasa – Mesjid Al Azhar)

dengan inversi Robust Constraint 0,001

... 66

14. Hasil Interpretasi Data Lintasan 4 (Balai Bahasa – Mesjid Al Azhar)

dengan inversi Robust Constraint 0,001

... 67

15. Nilai Tahanan Jenis dan Kedalaman Batuan Dasar Masing-masing Lintasan

... 69


(12)

Gambar Halaman

1. Karakteristik Reservoir Batuan Dasar

9


(13)

3. Dua Elektroda Arus dan Dua Elektroda Potensial di Atas Permukaan Tanah yang Homogen Isotropis dengan Resistivitas ρ

22

4. Susunan Elektroda pada Konfigurasi Dipole-dipole 25

5. Kedalaman yang Dapat Dicapai Konfigurasi Dipole-dipole 25

6. Peta Geologi Kota Padang

28

7. Kerangka Berfikir Penelitian

35

8. Desain Lintasan Pengukuran di UNP Kampus Air Tawar 37

9. Ares Multielectrode

40

10. Display Data Kedalaman pada Pengukuran Geolistrik 45

11. Penampang Model 2D Lintasan 1 (FE – FIS) dengan inversi Robust

Constraint 0,001

50

12. Penampang Model 2D Lintasan 1 (FE – FIS) dengan inversi Robust

Constraint 0,005

53

13. Penampang Model 2D Lintasan 2 (Gerbang UNP – FT) dengan

inversi Robust Constraint 0,001

56


(14)

inversi Robust Constraint 0,005 58

15. Penampang Model 2D Lintasan 3 (FIK – Lab. Biologi) dengan

inversi Robust Constraint 0,001

60

16. Penampang Model 2D Lintasan 3 (FIK – Lab. Biologi) dengan

inversi Robust Constraint 0,005

62

17. Penampang Model 2D Lintasan 4 (Balai Bahasa – Mesjid Al Azhar)

dengan inversi Robust Constraint 0,001

64

18. Penampang Model 2D Lintasan 4 (Balai Bahasa – Mesjid Al Azhar)

dengan inversi Robust Constraint 0,005

66


(15)

Lampiran Halaman

1. Data Lintasan 1 (FE – FIS) ... 77

2. Data Lintasan 2 (Gerbang UNP – FT) ... 78

3. Data Lintasan 3 (FIK – Lab. Biologi) ... 79

4. Data Lintasan 4 (Balai Bahasa – Mesjid Al Azhar) ... 80


(16)

(17)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kota Padang merupakan salah satu wilayah yang sering terjadi gempabumi dengan kekuatan cukup besar yaitu lebih dari 5 SR, bahkan pada tanggal 30 September 2009 terjadi gempabumi dengan kekuatan 7,6 SR. Menurut Munir (1995: 143), “Gempabumi yang dasyat akan mengakibatkan berubahnya susunan lapisan bumi”. Berdasarkan hal tersebut diperkirakan gempabumi yang sering terjadi di Kota Padang dapat menyebabkan berubahnya struktur batuan termasuk batuan dasar.

Universitas Negeri Padang (UNP) kampus Air Tawar merupakan salah satu lembaga pendidikan tinggi di Indonesia yang menghasilkan tenaga-tenaga ahli dan profesional baik dibidang Kependidikan maupun non Kependidikan. Mengingat pentingnya fungsi kampus ini untuk kemajuan bangsa serta seringnya terjadi aktivitas tektonik di wilayah ini maka perlu dilakukan penelitian-penelitian tentang Kebumian di wilayah ini baik dibidang Geofisika maupun dibidang Geologi, salah satunya penelitian tentang keberadaan batuan dasar.

Batuan dasar merupakan batuan yang paling tua diantara batuan yang ada di sekitar wilayahnya. Batuan dasar memiliki sifat yang sangat kompak pada lapisan bagian bawah, sementara pada lapisan atas cenderung mengalami pelapukan. Proses pelapukan yang terjadi pada lapisan atas batuan


(18)

dasar akan membentuk lapisan batuan baru. Lapisan batuan baru tersebut juga akan mengalami pelapukan sehingga terbentuk jenis batuan yang lain. Berdasarkan sifat tersebut diketahui bahwa batuan dasar dapat menjadi dasar bagi jenis-jenis batuan yang berada di atas lapisannya sehingga keberadaan batuan dasar dapat menjadi salah satu acuan dalam studi tentang struktur batuan di suatu daerah.

Keberadaan dan jenis batuan dasar di UNP kampus Air Tawar belum diketahui. Mengingat UNP kampus Air Tawar masih dalam tahap pembangunan, maka informasi tentang keberadaan dan jenis batuan dasar sangat dibutuhkan. Informasi tersebut dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan di UNP kampus Air Tawar.

Keberadaan dan jenis batuan dasar penyusun lapisan bawah permukaan bumi dapat diperkirakan menggunakan metoda geolistrik tahanan jenis melalui estimasi kedalaman dan nilai tahanan jenis batuan dasar. Metoda ini dilakukan dengan cara mengalirkan arus listrik ke dalam permukaan bumi melalui dua elektroda arus dan mengukur beda potensial listrik yang ditimbulkan di permukaan bumi, sehingga nantinya dapat diketahui nilai tahanan jenis dan kedalaman lapisan bawah permukaan bumi. Nilai tahanan jenis ini mengidentifikasikan penyusun lapisan bawah permukaan bumi tersebut.

Metoda geolistrik memiliki beberapa konfigurasi yaitu Wenner, Schlumberger, Pole-dipole, Pole-pole, Dipole-dipole dan Square. Penelitian ini menggunakan konfigurasi Dipole-dipole untuk mengestimasi kedalaman


(19)

batuan dasar. Konfigurasi Dipole-dipole dapat mencapai kedalaman yang lebih dalam dibandingkan dengan konfigurasi Wenner dan Schlumberger dan sensitif terhadap variasi nilai tahanan jenis secara lateral.

Penelitian mengenai batuan dasar menggunakan metoda geolistrik tahanan jenis telah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia. Astuti (2011) telah melakukan penelitian menentukan kedalaman batuan dasar (Basement) menggunakan pengukuran tahanan jenis di Desa Pacekelan, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Rasimeng dkk (2007) dan Margoworo (2009) juga telah melakukan penelitian identifikasi batuan dasar di Sumberjaya, Lampung Barat dan di Desa Kroyo, Karangmalang, Kabupaten Sragen. Ketiga penelitian tersebut berhasil menggunakan metode geolistrik tahanan jenis dalam menentukan kedalaman batuan dasar dan identifikasi jenis batuan dasar.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Estimasi Kedalaman Batuan Dasar Menggunakan Metoda Geolistrik Tahanan Jenis Konfigurasi Dipole-dipole di Universitas Negeri Padang Kampus Air Tawar”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kedalaman dan jenis batuan dasar sehingga menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan serta dimanfaatkan untuk penelitian selanjutnya baik dibidang Geologi maupun dibidang Geofisika lainnya berkaitan dengan batuan dasar di UNP kampus Air Tawar.


(20)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, terdapat beberapa identifikasi masalah yaitu:

1. Gempabumi yang sering terjadi di Kota Padang diduga menyebabkan berubahnya struktur batuan termasuk batuan dasar di wilayah ini.

2. Belum diketahui kedalaman dan nilai tahanan jenis batuan dasar penyusun lapisan bawah permukaan bumi di UNP kampus Air Tawar.

3. Belum diketahui jenis batuan dasar penyusun lapisan bawah permukan bumi di UNP kampus Air Tawar.

C. Batasan dan Rumusan Masalah

Penulis membatasi masalah pada penelitian ini mengingat adanya keterbatasan waktu dan kemampuan penulis. Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Jumlah lintasan pengukuran pada penelitian ini adalah 4 lintasan dengan panjang lintasan mulai dari 155 m sampai 425 m.

2. Lokasi lintasan pengukuran yang dipilih adalah lokasi yang dapat merentangkan kabel elektroda,

3. Analisa data dilakukan menggunakan software Res2dinv dengan inversi Robust Constraint.

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu “Berapakah


(21)

kedalaman batuan dasar penyusun lapisan bawah permukaan bumi di UNP kampus Air Tawar?”

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah diuraikan maka beberapa hal yang menjadi pertanyaan pada penelitian ini adalah:

1. Berapakah nilai tahanan jenis batuan dasar penyusun lapisan bawah permukaan bumi di UNP kampus Air Tawar?

2. Berapakah kedalaman batuan dasar penyusun lapisan bawah permukaan bumi di UNP kampus Air Tawar?

3. Apakah jenis batuan dasar penyusun lapisan bawah permukaan bumi di UNP kampus Air Tawar?

E. Tujuan Penelitian

Agar penelitian ini lebih terarah dan dapat menjawab pertanyaan penelitian yang telah diuraikan, maka ditetapkan beberapa tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui nilai tahanan jenis batuan dasar penyusun lapisan bawah permukaan bumi di UNP kampus Air Tawar.

2. Mengetahui kedalaman batuan dasar penyusun lapisan bawah permukaan bumi di UNP kampus Air Tawar.

3. Mengetahui jenis batuan dasar penyusun lapisan bawah permukaan bumi di UNP kampus Air Tawar.


(22)

F. Manfaat Penelitian

Penelitian tentang kedalaman batuan dasar ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi yaitu:

1. Memberikan informasi tentang kedalaman dan jenis batuan dasar penyusun lapisan bawah permukaan bumi di UNP kampus Air Tawar. 2. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan

pembangunan di UNP kampus Air Tawar.

3. Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya baik dibidang Geologi maupun dibidang Geofisika lainnya yang berkaitan dengan batuan dasar di UNP kampus Air Tawar.

G. Definisi Istilah

Berikut ini beberapa definisi istilah yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Batuan dasar merupakan batuan yang tersingkap di sekitar tubuh gunung api dan bertindak sebagai alas dari aneka jenis batuan yang dihasilkan oleh gunung api tersebut.

2. Tahanan jenis merupakan sifat fisika yang menunjukkan kemampuan bahan dalam menghambat aliran arus listrik.

3. Metoda geolistrik tahanan jenis merupakan salah satu metoda geofisika yang digunakan untuk mempelajari keadaan bawah permukaan bumi dengan cara mempelajari sifat aliran listrik di dalam batuan di bawah permukaan bumi.


(23)

4. Konfigurasi Dipole-dipole merupakan konfigurasi dalam eksplorasi geolistrik dimana jarak antara kedua elektroda arus dengan jarak kedua elektroda potensial sama.


(24)

KERANGKA TEORITIS A. Kajian Teori

1. Batuan Dasar

Batuan merupakan material yang mengandung satu atau beberapa mineral dan berbentuk padatan. Batuan terbentuk dari campuran mineral yang bergabung secara fisik menjadi satu. Mineral-mineral pembentuk batuan ini dapat dijadikan acuan untuk mengenal jenis-jenis batuan. Awalnya batuan berasal dari magma yang meleleh ke arah permukaan bumi. Akibat suhu permukaan bumi lebih rendah daripada suhu di dalam bumi maka terjadilah pembekuan magma yang membentuk batuan.

Menurut Samodra (2008: 279), “Batuan dasar adalah batuan yang tersingkap di sekitar tubuh gunung api dan bertindak sebagai alas dari aneka jenis batuan yang dihasilkan oleh gunung api tersebut”. Umumnya batuan dasar menjadi dasar tipe batuan yang ada di atasnya.

Ciri-ciri batuan dasar yaitu: memiliki tekstur yang keras, bersifat tidak menyerap air (impermeable) dan tidak memiliki zona pelapisan. Menurut Luthi (2005: 96),

“Karakteristik reservoir batuan dasar adalah sebagai berikut:

a. Reservoir batuan dasar dapat terbentuk dari posisi uplift (terangkat) atau tertinggi hingga lapisan dasar seperti pada Gambar 1.

b. Reservoir batuan dasar terbentuk di bawah lapisan yang tidak selaras. c. Ruang pori-pori batuan dasar terdiri dari celah tektonik dan patahan. d. Semakin ke atas tingkat pelapukan batuan dasar semakin meningkat.”


(25)

Gambar 1. Karakteristik Reservoir Batuan Dasar (Luthi. 2005: 96)

Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa reservoir batuan dasar terdapat pada uplift (terangkat) atau tertinggi. Posisi uplift ini terus naik secara kontinu selama peride waktu yang panjang tergantung pada waktu pelapukan dan erosi. Struktur tinggi pada batuan dasar tersebut dibentuk oleh patahan tektonik yang kemudian ditutupi oleh sedimen. Sedimen muda yang terdapat pada bagian lereng ataupun bagian yang kontak langsung dengan batuan dasar memberikan peluang untuk terbentuknya jebakan minyak bumi pada batuan dasar sehingga memberikan peluang adanya kandungan minyak bumi pada batuan dasar. Batuan dasar selalu berada di bawah lapisan yang tidak selaras. Ketidakselarasan tersebut berperan penting pada reservoir batuan dasar karena dapat menjadi jalur untuk migrasi minyak bumi.

Batuan dasar memiliki nilai tahanan jenis yang cukup tinggi, artinya arus listrik sulit mengalir melalui batuan dasar. Hal ini disebabkan karena batuan dasar memiliki porositas dan permeabilitas yang sangat rendah.


(26)

Menurut Sircar (2004: 148), “Batuan dasar memiliki nilai porositas mendekati nol”, sementara menurut Gutmanis (2010: 4), “Nilai porositas batuan dasar adalah antara 0,1 – 1% dan nilai permeabilitas batuan dasar kecil dari 0,5% kecuali pada zona lapuk yaitu 5 – 10%”. Nilai porositas yang rendah menyebabkan batuan dasar bersifat kurang porus dan sedikit memiliki pori-pori, sementara nilai permeabilitas yang rendah menyebabkan batuan dasar memiliki sedikit kandungan air bahkan tidak sama sekali sehingga kemungkinan arus listrik dapat mengalir melalui batuan dasar sangat kecil.

Rendahnya nilai porositas yang dimiliki oleh batuan dasar memungkinkan terjadinya porositas sekunder pada batuan ini. Menurut Sircar (2004: 148),

“Porositas sekunder yang terjadi pada batuan dasar dibagi atas 2. a. Porositas Tektonik, yaitu berupa patahan, sesar dan sebagainya.

b. Dissolution Porosity yaitu efek dari adanya pelarutan pada wilayah pelapukan ataupun dapat juga terjadi pada wilayah sesar sampai wilayah yang dipengaruhi sirkulasi hidrotermal.”

Batuan dasar dapat ditemukan di permukaan bumi sampai kedalaman yang tak diketahui. Batuan dasar merupakan batuan yang paling tua diantara batuan yang ada disekitar wilayahnya. Batuan dasar yang dimiliki setiap daerah berbeda satu sama lainnya tergantung pada sejarah geologi daerah tersebut sehingga batuan dasar dapat berupa batuan beku, batuan sedimen maupun metamorf.

a. Batuan Beku

Menurut Getis et al (1988: 60), “Batuan beku merupakan batuan yang dibentuk melalui proses pendinginan dan pembekuan oleh


(27)

material-material bumi”. Batuan beku disebut juga batuan induk, karena merupakan fase awal terbentuknya batuan-batuan lain. Menurut Endarto (2005: 23), “Ciri khas batuan beku adalah kenampakannya yang kristalin, yaitu kenampakan suatu massa dari unit-unit kristal yang saling mengunci (interlocking)”.

Berdasarkan pembentukannya batuan beku terdiri dari 2 jenis, yaitu batuan beku intrusive dan batuan beku extrusive. Batuan beku intrusive terbentuk di bawah permukaan bumi yang berasal dari pembekuan magma. Contoh batuan beku intrusive antara lain: batuan granit, pegmatit, diabas (dolerit), basalt, gabbro dan monsonit. Batuan beku extrusive terbentuk di atas permukaan bumi yang berasal dari pembekuan lava. Contoh batuan ini antara lain: batuan basalt, andesite, batu apung, dan obsidian (batu kaca).

Proses pembekuan magma lebih lambat daripada pembekuan lava. Hal ini disebabkan karena magma berada di dalam perut bumi yang tertutup dari pendinginan udara. Selama proses pembekuan magma, silikon dan oksigen akan bercampur dengan magma sehingga membentuk kuarsa (quartz) yaitu sejenis mineral yang keras dan padat. Butiran-butiran kuarsa akan berkombinasi membentuk batuan yang disebut granite (Getis et al. 1988: 60).

Lava yang keluar ke permukaan bumi dan bercampur dengan air laut akan mengandung sodium atau calcium aluminosilicates yang dapat membentuk mineral feldspar. Mineral feldspar berkombinasi dengan pyroxene akan membentuk batuan basalt. Batuan basalt ini merupakan batuan yang paling umum di bumi. Berbeda dengan lava


(28)

yang keluar dari erupsi gunung berapi dan langsung mengalami pembekuan dengan cepat akan membentuk pumice dan obsidian. Jika lava bercampur dengan air dan mengalami pembekuan maka lava akan membentuk batuan glassiness.

b. Batuan Sedimen

Batuan sedimen berasal dari pemecahan batuan sebelumnya yang mengalami proses pengendapan setelah dialirkan oleh medium air, udara dan es sehingga terjadi perubahan secara fisik dan kimiawi. Jadi batuan sedimen berasal dari batuan yang telah ada, baik batuan beku, metamorf ataupun batuan sedimen lainnya yang mengalami pelapukan, terbawa pergi dan pengendapan. Menurut Endarto (2005: 96),

“Sifat-sifat utama batuan sedimen yaitu:

1) Adanya bidang perlapisan yaitu struktur sedimen yang menandakan adanya proses sedimentasi.

2) Sifat klastik atau fragmen yang menandakan bahwa butir-butir pernah lepas, terutama pada golongan detritus.

3) Sifat jejak atau adanya bekas-bekas tanda kehidupan (fosil).

4) Jika bersifat hablur, selalu monomineralik, misalnya: gipsun, klasit, dolomit dan rijing.”

Batuan sedimen dapat dikelompokkan menjadi tiga kelas, yaitu Clastic Sediment, Chemically Precipitated Sediment dan Organic Sediment (Strahler et al. 1984: 204).

1) Sedimen Klastik (Clastic Sediment)

Menurut Munir (1995:87), “Sedimen klastik adalah akumulasi partikel-partikel yang berasal dari pecahan batuan dan sisa-sisa kerangka organisme yang telah mati”. Sedimen klastik terdiri dari mineral-mineral yang diperoleh dari pemecahan batuan sebelumnya dimana batuan yang sangat besar pecah menjadi bagian yang sangat


(29)

kecil. Contoh batuan sedimen klastik beserta asal endapannya ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Batuan Sedimen Klastik beserta Nama Partikel dan Endapannya. Nama Partikel Kisaran Ukuran Diameter (mm) Nama Endapa n yang Lepas Nama Batuan Gabungan (Clastic

Sediment) Batu besar Kerikil kasar Kerikil halus Pasir Debu Liat > 256 64 – 256 2 – 64 1/16 – 2 1/256 – 1/16 < 1/256 Kerikil Kerikil Kerikil Pasir Debu Liat Konglomerat Sedimen Breksi Batu pasir Batu pasir

Batu liat, batu lumpur dan shale

(Sumber : Munir.1995: 88)

Konglomerat merupakan batuan yang mengalami sedimentasi dan menjadi padat dimana butir-butir kerikilnya berbentuk bulat-bulat atau halus. Konglomerat ini ditemukan jauh dari sumbernya karena mengalami proses transportasi yang jauh.

Breksi adalah batuan yang hampir sama dengan konglomerat tetapi butir-butirnya berbentuk runcing tidak beraturan. Breksi ditemukan tidak jauh dari sumbernya karena proses transportasinya cukup dekat.

Batu pasir (sandstone) terbentuk dari butiran-butiran pasir (quartz) yang ukurannya mencapai 2 mm. Batu pasir dapat terbentuk hampir di semua tempat, namun lebih sering terbentuk di dasar laut dan gurun (Taylor.2005: 69).

Batu lumpur berasal dari endapan partikel tanah liat yang kecil (lumpur). Batu lumpur umumnya terjadi di daerah yang memiliki


(30)

aliran air yang tenang seperti danau ataupun laut dan sungai-sungai yang memiliki aliran air cukup tenang.

2) Sedimen Kimia (Chemically Precipitated Sediment)

Sedimen kimia terdiri dari campuran mineral anorganik yang mengendap setelah dialirkan laut. Salah satu contoh jenis batuan sedimen ini adalah batu kapur. Batu kapur berasal dari kalsit dan terbentuk di perairan tropis yang dangkal. Kalsit pada beberapa batu kapur berasal dari sisa makhluk laut purba dan ada yang mengendap di air secara kimia sebagai lumpur. Contoh batuan sedimen kimia yang lain yaitu: evaporit, batu gamping, gipsum dan batuan sedimen bersilika.

3) Sedimen Organik (Organic Sediment)

Sedimen organik terdiri dari jaringan tumbuhan dan hewan yang telah mati dan mengalami pengendapan. Contoh batuan sedimen jenis ini adalah Batu Bara. Batu Bara berasal dari timbunan sisa-sisa tumbuhan di dasar danau atau rawa yang berubah menjadi gambut kemudian menjadi Batu Bara muda dan terakhir menjadi Batu Bara.

c. Batuan Metamorf

Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan sebelumnya, sehingga ada beberapa mineral dari batuan asalnya terdapat pula dalam batuan metamorf (Endarto.2005: 83). Batuan ini terbentuk akibat pengaruh tekanan dan temperatur yang cukup tinggi pada batuan beku dan sedimen, sehingga terjadi perubahan fisik dari komposisi mineralnya. Misalnya shale yang merupakan batuan sedimen


(31)

berubah menjadi slate akibat tekanan tinggi, batu kapur menjadi marble akibat kondisi tertentu, begitu juga dengan granite yang dapat menjadi gneiss.

Komposisi mineral pada batuan metamorf yaitu:

1) Mineral-mineral pada batuan metamorf dan batuan beku, seperti: kuarsa, feldspar, muskovit, bijih besi, piroksin dan olivin.

2) Mineral-mineral pada batuan metamorf dan batuan sedimen, seperti: kuarsa, muskovit, kalsit dan dolomit.

3) Mineral-mineral petunjuk pada batuan metamorf, seperti: garnet, andalusit, kianit, klorit, epidot, staurolit dan silimanit.

Menurut Noor (2009: 90), “Perubahan pada beberapa mineral hanya akan stabil pada kondisi tekanan dan temperatur tertentu”. Jika terjadi perubahan tekanan dan temperatur, maka mineral pada batuan akan mengalami reaksi kimia hingga mineral tersebut menjadi stabil pada tekanan dan temperatur tertentu. Beberapa contoh batuan metamorf antara lain: marmer, skarn, hornfel, metaquartzit, schist dan gneiss.

2. Tahanan Jenis Batuan

Tahanan jenis merupakan sifat fisika yang menunjukkan kemampuan material dalam menghambat aliran arus listrik (Marescot. 2009: 7). Berdasarkan kemampuan dalam menghantarkan arus listrik, material dikelompokkan menjadi tiga yaitu konduktor, semikonduktor dan isolator. Konduktor merupakan material yang dapat menghantarkan arus listrik karena banyak memiliki elektron bebas, sebaliknya isolator merupakan material yang tidak dapat menghantarkan arus listrik karena tidak memiliki elektron bebas. Semikonduktor merupakan material dapat


(32)

menghantarkan arus listrik, namun tidak sebaik konduktor. Menurut Telford et al (1976:450),

“Secara umum berdasarkan nilai tahanan listriknya, batuan dan mineral dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

a. konduktor baik : 10-8 Ωm < ρ < 1 Ωm,

b. konduktor menengah : 1 Ωm < ρ < 107 Ωm,

c. isolator : ρ > 107 Ωm”.

Nilai tahanan jenis batuan beku, sedimen dan metamorf ditunjukkan pada Tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Tahanan Jenis Batuan Beku dan Batuan Metamorf

Batuan Tahanan Jenis (Ωm)

Granite Granite porphyry Feldspar porphyry Albite Syenite Diorite Diorite porphyry Porphyrite Carbonatized porphyry Quartz porphyry Quartz diorite Porphyry (various) Dacite Andesite Diabase porphyry Diabase (various) Lavas Gabbro Basalt Olivine norite Peridotite Hornfels Schists Tuffs Graphite schists Slates (various) Gneiss (various) Marmer Skarn

3×102 – 106

4,5×103(basah) – 1,3×106(kering)

4×103(basah)

3×102(basah) – 3,3×103(kering)

102 – 106

104 – 105

1,9×103(basah) – 2,8×104(kering)

10 – 5×104(basah) – 3,3×103(kering)

2,5×103(basah) – 6×104(kering)

3×102 – 3×105

2×104 – 2×106(basah) –1,8×105(kering)

60×104

2×104(basah)

4,5×104(basah) – 1,7×102(kering)

103(basah) – 1,7×105(kering)

20 – 5×107

102 – 5×104

103 – 106

10 – 1,3×107(kering)

103 – 6×104(basah)

3×103(basah) – 6,5×103(kering)

8×103(basah) – 6×107(kering)

20 – 104

2×103(basah) – 105(kering)

10 – 102

6×102 – 4×107

6,8×104(basah) – 3×106(kering)

102 – 2,5×108(kering)


(33)

Quartzites (various) 10 – 2×108

(Sumber : Telford et al. 1976:454)

Tabel 3. Tahanan Jenis Batuan Sedimen

Batuan Tahanan Jenis (Ωm)

Consolidated shales Argillites Conglomerates Sandstones Limestones Dolomite

Unconsolidated wet clay Marls

Clays

Alluvium and sands Oil sands

20 - 2×103

10 - 8×102

2×103 – 104

1 – 6,4×108

50 – 107

3,5×102 - 5×103

20 3 – 70 1 – 100 10 – 800 4 - 800 (Sumber: Telford et al. 1976:455)

Berdasarkan Tabel 2 dan 3 diketahui bahwa batuan beku memiliki nilai tahanan jenis paling tinggi dan batuan metamorf memiliki nilai tahanan jenis yang lebih rendah daripada batuan beku namun lebih tinggi daripada batuan sedimen, sedangkan batuan sedimen memiliki nilai tahanan jenis paling rendah diantara batuan-batuan tersebut.

Hubungan antara rapat arus J dengan kuat medan listrik E menurut Hukum Ohm adalah

J = σ E (1)

dimana σ adalah daya hantar listrik. Jika besar kuat medan listrik E =

V

L , maka diperoleh J=σ V

L sehingga kuat arus I dapat ditulis menjadi Persamaan (2).


(34)

I=JA=σ A

L V (2)

Persamaan (2) memperlihatkan bahwa saat σ konstan, arus total I sebanding dengan beda potensial V. Perbandingan antara V dengan I pada konduktor disebut hambatan.

R=V

I (3)

Hubungan hambatan R dengan daya hantar listrik σ pada suatu logam konduktor dinyatakan dengan menggunakan Persamaan (2) dan (3), yaitu:

R ¿1 σ

L

A (4)

Hubungan antara tahanan jenis ρ dengan daya hantar listrik bahan σ dinyatakan pada Persamaan (5).

¿1

σ (5)

sehingga Persamaan (4) dan (5) menjadi V

I =¿ ρ L

A (6)

Berdasarkan Persamaan (6) dijelaskan bahwa tahanan jenis dengan kuat arus memiliki hubungan berbanding terbalik. Semakin besar nilai tahanan jenis suatu bahan maka arus listrik semakin sulit mengalir. Sebaliknya, semakin kecil nilai tahanan jenis suatu bahan maka semakin arus listrik semakin mudah mengalir melalui bahan tersebut. Jadi, tahanan jenis juga memiliki hubungan berbanding terbalik dengan daya hantar listrik, seperti dinyatakan pada Persamaan (5) di atas.

3. Metoda Geolistrik Tahanan Jenis

Metoda geolistrik merupakan metoda geofisika yang digunakan untuk mengetahui kondisi atau struktur geologi di bawah permukaan bumi dengan cara mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi. Menurut


(35)

Santoso (2002: 111), “Beberapa metoda yang termasuk kelompok ini ialah: tahanan jenis, tahanan jenis Head on, potensial diri, polarisasi terimbas, EM VLF, magnetotelurik, arus telurik, dan elektromagnetik.”

Metoda geolistrik tahanan jenis mempelajari sifat tahanan jenis listrik pada lapisan batuan di bawah permukaan bumi. Metoda ini menggunakan dua elektroda arus dan dua elektroda potensial. Arus listrik dialirkan ke bawah permukaan bumi melalui dua elektroda arus, kemudian beda potensial listrik yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial. Tahanan jenis batuan di bawah permukaan bumi dapat dihitung dari hasil pengukuran arus dan beda potensial listrik tersebut.

Hasil pengukuran arus listrik dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda tertentu, dapat ditentukan variasi harga tahanan jenis masing-masing lapisan di bawah titik ukur (Ardi dkk. 2009: 80). Variasi tahanan jenis lapisan batuan dapat diamati dengan mengubah spasi elektroda sesuai dengan konfigurasi yang digunakan saat pengukuran. Jadi besaran yang diukur pada metoda geolistrik adalah arus listrik dan beda potensial listrik, sedangkan besaran yang dihitung adalah tahanan jenis.

Aliran arus listrik di dalam bumi diasumsikan bahwa bumi merupakan medium homogen isotropis. Ketika arus listrik dialirkan ke dalam bumi, arus listrik akan mengalir ke segala arah dan berbentuk setengah bola, seperti pada Gambar 2 berikut ini:


(36)

Gambar 2. Titik Sumber Arus pada Permukaan dari Medium Homogen (Telford et al. 1976 : 635)

Jika medium homogen isotropis dengan luas A dilalui arus listrik I maka kerapatan arus J dapat dihitung menggunakan Persamaan (2). Jika Persamaan (5) disubstitusikan pada Persamaan (1), maka diperoleh hubungan kerapatan arus J dengan tahanan jenis ρ yaitu:

J = E

ρ (7)

Medan listrik E merupakan potensial gradien yaitu perbedaan potensial atau jatuh tegangan antara kedua titik yang diinjeksikan arus listrik sehingga dapat dinyatakan dengan Persamaan (8).

E = −V= − dVdr (8)

Medan listrik E pada Persamaan (7) disubstitusikan ke Persamaaan (8) akan menunjukkan hubungan antara potensial gradien dengan tahanan jenis ρ dan kerapatan arus J pada Persamaan (9).

dV

dr = − ρJ (9)

Jika kerapatan arus J pada Persamaan (2) disubstitusikan ke Persamaan (9) akan menghasilkan hubungan antara potensial gradien dengan luas permukaan A dan arus listrik I.

dV

dr = − ρ I


(37)

dimana luas permukaan A adalah luas permukaan distribusi arus yaitu setengah bola 2�r2 sehingga perbedaan potensial dV terhadap distribusi arus dr yaitu:

dV = − ρ I

2π r2 dr (11)

Persamaan (11) dapat diselesaikan dengan cara melakukan pengintegralan sehingga diperoleh beda potensial V pada titik r yaitu:

V(r) = ρI

2πr (12)

Menurut Telford et al. (1976:635-636), “Ketika jarak diantara dua elektroda arus terbatas (lihat Gambar 3), potensial yang dekat pada titik permukaan akan dipengaruhi oleh kedua elektroda arus tersebut”.

Gambar 3. Dua Elektroda Arus dan Dua Elektroda Potensial di Atas Permukaan Tanah yang Homogen Isotropis dengan Resistivitas ρ (Telford et al. 1976 : 636)

Berdasarkan Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa r1 adalah jarak antara P1 dengan C1, r2 adalah jarak antara P1 dengan C2, r3 adalah jarak

antara P2 dengan C1 dan r4 adalah jarak antara P2 dengan C2.

Potensial yang disebabkan oleh C1 pada P1 adalah

V1=−A1 r1

= 2π r1

(13)

dimana A1=¿

2π (14)


(38)

V2=

A2 r2

= − 2π r2

(15)

dimana A2=¿

2π=−¿ A1 (16)

Kemudian, diperoleh

V1 + V2 = 2I ρπ

(

r1

1

− 1

r2

)

(17)

Terakhir, dengan mengetahui potensial yang disebabkan oleh kedua elektroda C1 dan C2 pada P2, dapat diukur perbedaan potensial antara P1

dan P2, yaitu:

ΔV = 2I ρπ

{

(

r1

1

−1

r2

)

(

1 r3

1

r4

)

}

(18)

dapat juga ditulis

ρ=K ∆ V

I (19)

dimana

K = 2 π

{

(

r1

1

− 1

r2

)

(

1 r3

1 r4

)

}

−1

(20)

dimana K adalah faktor geometri dari susunan elektroda, yang nilainya berubah sesuai dengan perubahan jarak spasi antara elektroda-elektroda. Persamaan (20) menunjukkan bahwa K bergantung pada susunan atau konfigurasi yang digunakan.

Menurut Akmam (2004: 596), “Secara umum tahanan jenis bumi tidak homogen, berarti bahwa yang terhitung dengan Persamaan (19) di atas adalah tahanan jenis semu (apparent resitivity, ρa)”. Tahanan jenis semu tidak secara langsung menunjukkan nilai tahanan jenis medium, namun mencerminkan distribusi nilai tahanan jenis medium. Hal ini


(39)

disebabkan karena bumi merupakan medium non homogen yang terdiri dari banyak lapisan dengan tahanan jenis yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi potensial listrik yang terukur. Tahanan jenis semu dilambangkan dengan ρa sehingga Persamaan (19) dapat ditulis menjadi:

ρa=K ∆ V

I (21)

Berdasarkan Persamaan (21) dapat disimpulkan bahwa jarak spasi elektroda mempengaruhi tahanan jenis semu.

Berdasarkan variasi spasi elektroda, metoda geolistrik memiliki beberapa konfigurasi yaitu Wenner, Schlumberger, Pole-dipole, Pole-pole, Dipole-dipole dan Square. Penelitian ini menggunakan konfigurasi Dipole-dipole.

4. Konfigurasi Dipole-dipole

Konfigurasi Dipole-dipole merupakan salah satu konfigurasi dalam eksplorasi geolistrik dimana jarak antara elektroda arus dengan jarak antara elektroda potensial sama. Susunan elektroda pada konfigurasi Dipole-dipole dapat dilihat pada Gambar 4 berikut:

Gambar 4. Susunan Elektroda pada Konfigurasi Dipole-dipole (Marescot. 2009:44)

Pengukuran secara manual dilakukan dengan cara mengubah jarak antara elektroda arus dengan jarak elektroda potensial atau mengubah jarak na.

Konfigurasi Dipole-dipole dapat mencapai kedalaman yang lebih dalam dibandingkan dengan konfigurasi Wenner, Schlumberger dan


(40)

Square, selain itu konfigurasi ini sangat baik untuk pengukuran CST (Constant Separation Traversing) (Reynolds. 1997: 433). Pengukuran CST lebih dikenal sebagai metoda Profiling Horizontal yang digunakan untuk menentukan variasi nilai tahanan jenis secara horizontal. Gambar 5 menunjukkan kedalaman yang dapat dicapai oleh konfigurasi Dipole-dipole.

Gambar 5. Kedalaman yang Dapat Dicapai Konfigurasi Dipole-dipole (Sumber: GF. Instrument)

Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa panjang lintasan pengukuran yang digunakan adalah 30 meter dan kedalaman yang dapat dicapai adalah 6 meter. Jadi, kedalaman yang dapat dicapai konfigurasi Dipole-dipole adalah seperlima dari panjang lintasan yang digunakan.

Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa jarak r1, r2, r3, dan r4 sebagai berikut:

r1=na+a=a(n+1) (22)

r2=na (23)

r3=2a+na=a(n+2) (24)

r4=na+a=a(n+1) (25)

Persamaan (22), (23), (24) dan (25) disubstitusikan ke Persamaan faktor geometri K pada Persamaan (20) sehingga diperoleh faktor geometri K untuk konfigurasi Dipole-dipole yaitu:


(41)

K=2πn(n+1)(n+2) (26) Persamaan (26) disubstitusikan ke Persamaan (21) sehingga diperoleh nilai tahanan jenis semu untuk konfigurasi Dipole-dipole seperti Persamaan (27).

ρa=πn(n+1) (n+2)a∆ VI (27)

dimana a merupakan jarak antara dua elektroda arus atau jarak antara dua elektroda potensial, sementara na merupakan jarak antara spasi elektroda arus dengan spasi elektroda potensial.

5. Kondisi Geologi Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UNP kampus Air Tawar, Kota Padang. Wilayah ini merupakan wilayah pesisir pantai Samudera Hindia dimana sebelah barat Kota Padang merupakan dataran pantai yang landai. Sebelah timur berbatasan dengan kaki Bukit Barisan. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Pariaman dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan.

Sungai-sungai besar yang terdapat di Kota Padang antara lain Sungai Anai dan Sungai Bintungan di utara, Sungai Muarapenjalin, Sungai Setarung dan Sungai Batang Arau di Selatan.

Geologi daerah Kota Padang terdiri dari aluvium, batuan gunung api, batuan intrusi, batuan metamorf dan batuan kapur. Batuan yang lebih tua berada di bagian timur wilayah Kota Padang. Penyebaran batuan di


(42)

wilayah Kota Padang terlihat dari bentuk morfologinya. Morfologi landai atau dataran rendah disusun oleh endapan aluvium. Endapan ini terdiri dari lanau, pasir dan kerikil, selain itu juga terdapat endapan rawa. Kawasan endapan rawa di perkotaan saat ini telah menjadi pemukiman penduduk, termasuk di wilayah UNP kampus Air Tawar. Peta geologi Kota Padang dapat dilihat pada Gambar 6 berikut:

Gambar 6. Peta geologi Kota Padang (Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sumatera Barat. 2012)

Keterangan gambar :

Alluvium: Lanau, pasir dan kerikil umumnya terdapat di dataran pantai; termasuk endapan rawa di sebelah utara Tiku, sebelah baratdaya Lubuk Alung dan sebelah timur Padang, setempat kadang-kadang terdapat sisa-sisa batu apung tuf (Qhpt atau Qpt).

Kipas Alluvium: Kebanyakan terdiri dari hasil rombakan andesit berasal dari gunung api strato, Qtau. Permukaannya ditutupi oleh bongka-bongkah andesit. Kipas Alluvium yang terdapat pada lereng-lereng gunung api Kuarter dipetakan sebagai hasil-hasil dari gunung api tersebut.


(43)

Aliran Yang Tak Teruraikan: Lahar, fanglomerat dan endapan-endapan koluvium yang lain.

Tuf Kristal Yang Telah Mengeras: Terdapat di bagian selatan daerah yang dipetakan, pejal dan tersemen baik. Di dekat Sungai Buluh berwarna muda dan terdiri dari matriks yang banyak mengandung serabut-serabut gelas dengan fragmen-fragmen kuarsa, plagioklas dan fragmen-fragmen-fragmen-fragmen batuan gunung api yang berkomposisi menengah hingga asam dengan garis tengah sampai 10cm. Lebih ke selatan lagi warnanya kelabu muda sampai kelabu tua kehijauan dan komposisinya lebih mafik, matriks umumnya kloritik dan tuf mengandung fragmen-fragmen batuan berkomposisi menengah sampai mafik di samping kuarsa dan plagioklas, tak terdapat serabut gelas; agaknya terdapat kontak selaras maupun kontak sesar antara tuf dan andesit. Sumber tuf tidak diketahui.

Andesite dan Tuf: Berselingan dan / atau Andesite sebagai inklusi di dalam tuf.

Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa Alluvium tersebar dari utara ke selatan Kota Padang seperti Kecamatan Nanggalo, Kecamatan Padang Utara, Kecamatan Padang Barat, Kecamatan Padang Timur, sebagian Kecamatan Kuranji dan sebagian Kecamatan Lubuk Kilangan.

Batuan gunung api merupakan batuan gunung berapi yang masih aktif bewarna hitam keabu-abuan hingga putih yang terdiri dari Andesite dan tufa. Batuan ini merupakan batuan yang paling mendominasi geologi Kota Padang. Batuan ini tersebar dari utara ke selatan terutama di seluruh dataran tinggi Kota Padang seperti Kecamatan Pauh, Kecamatan Koto Tangah, sebagian Kecamatan Kuranji, sebagian Kecamatan Lubuk Kilangan, Kecamatan Padang Selatan dan Kecamatan Lubuk Begalung.

Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa Alluvium mendominasi daerah Air Tawar. Alluvium mempunyai nilai tahanan jenis 10-800 Ωm (Telford et al, 1976:455). Alluvium merupakan batuan yang umumnya


(44)

terdiri dari lanau, lempung, pasir, kerikil, pasir lempungan, lempung pasiran. Alluvium berasal dari butiran-butiran batuan lain yang terendapkan oleh air mengalir seperti banjir, arus sungai dan arus laut, selain itu Alluvium juga merupakan hasil rombakan atau pelapukan dari batuan Andesite. Alluvium umumnya bersifat lunak dan tidak kompak.

Wilayah di sekitar UNP kampus Air Tawar juga terdapat air tanah (Groundwater). Hal ini ditunjukkan dengan adanya beberapa penduduk yang menggunakan sumur air tanah sebagai sumber air. Tabel 4 menunjukkan kedalaman beberapa sumur air tanah yang terdapat di sekitar UNP kampus Air Tawar.

Tabel 4. Data Kedalaman Sumur Air Tanah di Sekitar UNP Kampus Air Tawar

No Lokasi Kedalaman

1. Jl. Hamka No 20A 8,0 m

2. Jl. Belibis Blok B No 14 6,0 m

3. Az Zahra 3, Simpang Patenggangan 7,0 m

4. LPMP (dekat FT) 9,0 m

5. Jl. Elang II No. 15 (dekat FE) 9,0 m

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa air tanah di wilayah UNP kampus Air Tawar sudah dapat ditemukan pada kedalaman 6 m hingga kedalaman 9 m.

6. Metoda Inversi Robust Constraint

Data lapangan yang diperoleh saat pengukuran mengandung informasi mengenai sifat-sifat fisis batuan. Informasi tersebut biasanya dapat diketahui jika persamaan matematika yang menghubungkan antara data lapangan dengan sifat-sifat fisis batuan juga diketahui. Persamaan matematika tersebut mengestimasi sifat fisis batuan yang belum diketahui


(45)

melalui proses inversi. Menurut Supriyanto (2007:1), “Proses inversi merupakan proses pengolahan data lapangan yang melibatkan tehnik penyelesaian matematika dan statistik untuk mendapatkan informasi yang berguna mengenai distribusi sifat fisis bawah permukaan bumi.”

Inversi Robust merupakan metoda inversi yang digunakan jika error dan distribusi data tidak normal serta terdapat titik point data yang tajam. Menurut Guitton et al (2003: 1310) “Metoda inversi Robust kurang sensitif terhadap error pengukuran yang besar dibandingkan dengan metoda Least Squares”.

Pengolahan dan analisa data menggunakan metoda inversi Robust pada software Res2dinv terbagi atas 2 yaitu Robust Constraint dan Standart Constraint. Constraint merupakan batasan yang diberikan sebagai informasi tambahan bagi solusi atau model hasil inversi (Grandis.2009:8). Batasan tersebut dapat berupa interval atau nilai minimum dan maksimum dari data geofisika untuk menentukan model awal hasil inversi.

Inversi Robust Constraint memiliki 2 jenis nilai faktor cut-off yaitu data faktor cut-off dan model faktor cut-off. Data faktor cut-off merupakan nilai yang mengatur efek perbedaan antara data pengukuran dengan data hasil perhitungan, misalnya nilai 0,05, artinya perbedaan antara data pengukuran dengan data hasil perhitungan nilai tahanan jenis semu adalah 5%. Sementara model faktor cut-off merupakan nilai yang mengatur tingkat model Robust Constraint yang digunakan. Jika nilai model faktor cut-off yang digunakan besar, misalnya 1 maka model hasil inversi sama dengan model hasil inversi menggunakan Least Squares. Jika nilai model


(46)

faktor cut-off yang digunakan sangat kecil, misalnya 0,001 maka model hasil inversi akan mendekati nilai inversi Robust Constraint yang sebenarnya.

Li et al (2009: 5) menyatakan persamaan inversi Robust seperti Persamaan (28).

´

y= ^(x ,u)+inv(x , u) (28) dimana u= ^−1(x , σ) adalah pengontrol inversi dan x merupakan vektor state dan y merupakan output yang mengandung dua parameter yaitu kedalaman dan tahanan jenis. σ menyatakan input pengontrol pseudo dari sistem inversi. Pengontrol inversi u dari persamaan (28) dapat dinyatakan dengan Persamaan (29).

u=B−1

(x)

[

´ycA1(x)

]

(29)

dimana A(x) dan B(x) adalah fungsi nonlinier dari x. Kesalahan inversi dari inv dapat dinyatakan dengan Persamaan (30).

inv(x ,u)=(x ,u)−^(x ,u) (30) Inversi Robust Constraint dapat membatasi dan meminimalkan perubahan mutlak pada nilai tahanan jenis dan dapat meminimalkan efek outlier dalam data pada model inversi. Inversi ini menghasilkan model antar muka yang tajam di antara daerah yang berbeda dengan nilai tahanan jenis yang berbeda.

B. Penelitian-penelitian yang Relevan

Penelitian yang menggunakan metoda geolistrik tahanan jenis telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Rasimeng dkk (2007) telah melakukan penelitian yang berjudul “Identifikasi Struktur Batuan Basement Menggunakan Metode Resistivitas 2D Sepanjang Jalan Lintas Propinsi di Daerah Potensi Longsor Sumberjaya Lampung Barat”. Penelitian


(47)

ini menyimpulkan bahwa lapisan batuan di bawah jalan lintas propinsi di daerah Sumberjaya sangat bervariasi. Lapisan batuan paling atas terdiri dari endapan batuan gunung api muda yang bercampur dengan aluvium. Menurut Rasimeng dkk (2007:157) lapisan inilah yang berpotensi longsor jika terinfiltrasi oleh air hujan. Lapisan berikutnya adalah lapisan lempung tufaan pada kedalaman 3 – 20 m yang berselang-seling tidak sempurna dengan pasir tufaan. Lapisan terakhir diperkirakan merupakan batuan dasar jenis Andesite yang lebih kompak pada kedalaman lebih dari 20 m dengan nilai tahanan jenis 200 Ωm.

Margaworo (2009:27) juga melakukan penelitian yang berjudul “Identifikasi Batuan Dasar di Desa Kroyo, Karangmalang Kabupaten Sragen Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Dipole-dipole”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa di daerah Kroyo untuk pembangunan pondasi konstruksi ringan sudah dapat dilakukan pada kedalaman 3 m dan untuk batuan dasar di daerah Kroyo sudah dapat ditemukan hingga kedalaman 100,9 m.

Astuti (2011) juga telah melakukan penelitian yang berjudul “Pengukuran Resistivitas untuk Menentukan Kedalaman Batuan Dasar (Basement) (Studi Kasus Desa Pacekelan Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo Jawa Tengah)”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tiap-tiap penampang lapisan terbagi atas tiga lapisan batuan dan batuan dasar ditemukan pada lapisan ketiga dengan nilai tahanan jenis lebih dari 30 Ωm pada kedalaman lebih dari 50 m. Batuan dasar dapat ditemukan pada tiap-tiap


(48)

interpret asi Batuan Dasar Tabel Tahanan Jenis Peta Geologi

Beda Potensial Spasi / Jarak Elektroda Konfigurasi Dipole-dipole Kedalaman Tahanan Jenis Kuat Arus Listrik interpret asi

Metoda Geolistrik Tahanan Jenis

diinjeksika n

lintasan pada lapisan ketiga, kecuali pada titik 8 Lintasan 4 karena pada kedalaman 96,71 m belum menunjukkan kedalaman batuan dasar.

C. Kerangka Berfikir

Kerangka berpikir pada penelitian ini menggunakan metoda geolistrik tahanan jenis. Metoda ini dilakukan dengan cara mengalirkan arus listrik ke bawah permukaan bumi melalui elektroda arus dan elektroda potensial. Susunan elektroda tersebut harus sesuai dengan konfigurasi yang digunakan, untuk penelitian ini menggunakan konfigurasi Dipole-dipole seperti pada Gambar 7.

Saat arus listrik dialirkan ke bawah permukaan bumi, beda potensial akan terukur di permukaan bumi. Jadi variabel yang terukur pada metoda ini adalah kuat arus, beda potensial dan jarak spasi elektroda. Variabel-variabel yang terukur ini kemudian diolah dan dianalisa menggunakan software Res2dinv dengan inversi Robust Constraint sehingga diperoleh tahanan jenis lapisan bawah permukaan bumi. Kedalaman akan diperoleh berdasarkan jarak spasi elektroda. Semakin panjang jarak spasi elektroda maka semakin dalam kedalaman yang diperoleh.


(49)

Gambar 7 menjelaskan bahwa data tahanan jenis diinterpretasikan dengan cara membandingkan dengan tabel tahanan jenis dan geologi daerah penelitian sehingga diperoleh suatu kesimpulan yaitu lapisan batuan dasar bawah permukaan bumi.


(50)

METODA PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dasar yang bersifat deskriptif dimana penelitian ini membutuhkan penelitian lanjutan agar hasil penelitian dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Sumarmin dkk (2010:7), “Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mendeskripsikan suatu gejala, fakta, peristiwa atau kejadian yang sedang atau sudah terjadi”. Penelitian ini mendeskripsikan fenomena alam yaitu menggambarkan struktur batuan dasar penyusun lapisan bawah permukaan bumi yang terdapat di UNP kampus Air Tawar melalui estimasi kedalaman dan tahanan jenis batuan dasar menggunakan metoda geolistrik tahanan jenis konfigurasi Dipole-dipole. B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu Bulan Maret sampai Bulan Juli 2012, mulai dari survei lokasi penelitian, persiapan, pengambilan data, pengolahan data, analisa data dan interpretasi data. Pengambilan data dilakukan di UNP kampus Air Tawar yaitu sebanyak 4 lintasan seperti pada Gambar 8.


(51)

Gambar 8. Desain Lintasan Pengukuran di UNP Kampus Air Tawar

(Sumber: Biro Administrasi Perencanaan dan Sistem Informasi Universitas Negeri Padang. 2010)

Berdasarkan Gambar 8 diketahui bahwa Lintasan 1 dimulai dari sebelah Utara Fakultas Ekonomi tepatnya pada koordinat 00053’41,6” LS dan

100020’59,2” BT menuju ke arah barat daya sampai koordinat 00053’46,5” LS

dan 100021’00,4” BT yaitu sebelah Utara Fakultas Ilmu Sosial dengan titik

sounding pada koordinat 00053’44,6” LS dan 100021’00,5” BT yaitu di depan

Jurusan Geografi. Lintasan 2 dimulai pada koordinat 00053’53,0” LS dan

100021’04,5” BT yaitu gerbang utama UNP menuju ke arah Utara sampai

koordinat 00053’49,4” LS dan 100020’54,8” BT yaitu di sebelah Timur

Fakultas Tehnik dengan titik sounding di koordinat 00053’51,8” LS dan


(52)

sebelah Selatan Fakultas Ilmu Keolahragaan tepatnya pada koordinat 00053’54,4”LS dan 100020’50,6”BT menuju ke arah Timur sampai koordinat

00053’40,7”LS dan 100020’59,9”BT yaitu sebelah Selatan Laboratorium

Biologi. Titik sounding Lintasan 3 terletak pada koordinat 00053’50,8” LS

dan 100020’50,8” BT yaitu di depan Laboratorium FIK. Lintasan 4 terbentang

dari koordinat 00053’58,0” LS dan 100021’01,6” BT yaitu sebelah Selatan

Balai Bahasa UNP menuju ke arah Tenggara sampai koordinat 00053’53,5”

LS dan 100021’03,1” BT yaitu sebelah Utara Mesjid Al-Azhar. Titik sounding

lintasan ini yaitu di dekat Mesjid Al Azhar. C. Parameter yang Diamati

Ada dua jenis parameter pada penelitian ini yaitu parameter yang diukur dan parameter yang dihitung. Parameter yang diukur merupakan parameter yang diperoleh langsung pada saat pengukuran di lapangan yaitu kuat arus listrik (I), beda potensial (V) dan spasi jarak elektroda. Parameter yang dihitung merupakan parameter hasil perhitungan dan analisa dari parameter yang diukur. Parameter yang dihitung pada penelitian ini adalah kedalaman batuan dasar dan tahanan jenis semu (ρa) batuan dasar.

D. Instrumentasi / Alat dan Bahan

Beberapa instrumentasi dan alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:


(53)

1. Satu set Ares (Automatic Resistivitymeter) Multielectrode, terdiri dari: a. Ares Main Unit.

b. 4 gulung kabel elektroda dimana masing-masing terdiri dari 8 elektroda dengan jarak spasi maksimal antar elektroda yaitu 5 meter. c. 32 elektroda.

d. 32 karet. e. 2 palu. f. T-piece.

g. Kabel penghubung aki.

h. RS232 dan USB communication cables. i. AC adapter.

2. 4 gulung kabel elektroda manual. 3. Aki 12 V.

4. Meteran.

5. GPS (Global Positioning System), 6. Komputer Windows XP.

7. Payung.

8. Sarung tangan.

E. Prinsip Kerja Ares Multielectrode

Ares (Automatic Resistivitymeter) merupakan salah satu instrumentasi yang digunakan dalam pengukuran metoda geolistrik dimana arus listrik yang bersumber dari aki diinjeksikan melalui elektroda ke dalam permukaan bumi sehingga dihasilkan variasi beda potensial. Arus listrik dan variasi beda potensial akan mengakibatkan variasi tahanan jenis semu.

Ares Multielectrode seperti pada Gambar 9 dapat melakukan pengukuran geolistrik baik secara otomatis maupun secara manual.


(54)

Pengukuran secara otomatis menggunakan 4 gulung kabel elektroda yang nantinya dihubungkan ke Ares menggunakan T-piece melalui 2 ujung yaitu male dan female. Satu gulung kabel elektroda terdiri dari 8 elektroda sehingga jumlah elektroda yang digunakan adalah 32 elektroda secara bersamaan, oleh karena itu disebut multielectrode. Jarak spasi maksimal antar elektroda adalah 5 meter sehingga panjang lintasan maksimal pengukuran secara otomatis adalah 155 meter.

Berbeda dengan pengukuran secara otomatis, pengukuran secara manual menggunakan 4 gulung kabel elektroda manual yang nantinya dihubungkan ke Ares menggunakan T-piece melalui 4 lobang yaitu lobang merah untuk C1, lobang biru untuk C2, lobang kuning untuk P1 dan lobang

hitam untuk P2. Panjang lintasan untuk pengukuran secara manual adalah tak

terbatas tergantung pada panjang kabel elektroda manual yang dimiliki. Prinsip kerja pengukuran secara otomatis adalah 4 gulung kabel elektroda otomatis dipasang sesuai dengan spasi yang ditentukan secara bersamaan. Setelah kabel elektroda dan aki terhubung dengan Ares, selanjutnya dilakukan input data berupa jenis pengukuran (untuk pengukuran secara otomatis, dipilih 2D/3D Multicable), nama file, lokasi pengukuran, tanggal pengukuran, konfigurasi yang digunakan, beda potensial, error dan data-data lainnya sesuai dengan perintah yang muncul pada display Ares. Kemudian Ares akan mendeteksi secara otomatis pada tiap elektroda yang terpasang dan melakukan pengukuran kuat arus listrik, beda potensial, tahanan jenis semu dan standar deviasi. Data yang terukur akan langsung


(55)

tersimpan pada Ares Main Unit dan dapat didownload menggunakan komputer Windows XP.

Prinsip kerja pengukuran secara manual berbeda dengan pengukuran secara otomatis. Pengukuran secara manual menggunakan 4 gulung kabel elektroda manual yang terdiri dari 4 elektroda yaitu C1, C2, P1 dan P2. Input

data pengukuran secara manual hampir sama dengan pengukuran secara otomatis, perbedaannya yaitu pada jenis pengukuran. Jenis pengukuran untuk pengukuran secara manual adalah RP (Resistivity Profiling). Data yang diperoleh pada pengukuran ini hanya untuk satu titik pengukuran saja dan tidak tersimpan pada Ares Main Unit, sehingga data harus dicatat yaitu berupa arus listrik, beda potensial, tahanan jenis semu dan standar deviasi. F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini diawali dengan tahap persiapan yaitu melakukan kajian melakukan kajian kepustakaan mengenai teori-teori yang mendukung penelitian, survei ke daerah pengukuran atau lokasi pengambilan data untuk menentukan lintasan pengukuran yang akan dilakukan, menentukan panjang lintasan dan koordinat geografis lintasan menggunakan GPS (Global Positioning System), serta mengetahui struktur geologi daerah pengukuran. Selain itu, pada tahap ini penulis juga mempersiapkan semua instrumentasi dan alat yang dibutuhkan pada saat pengukuran nantinya.

Tahap selanjutnya melakukan pengukuran atau pengambilan data sesuai dengan rancangan pengukuran yang telah dibuat. Berikut ini beberapa langkah kerja yang dilakukan saat pengukuran, antara lain:

a. Menentukan lintasan pengukuran yang akan dilakukan pada daerah pengukuran.


(56)

b. Menentukan spasi elektroda yang akan dibuat pada lintasan pengukuran. c. Mengukur lintasan pengukuran sesuai dengan panjang lintasan dan spasi

elektroda yang telah ditentukan, yaitu panjang lintasan 155 m dengan spasi 5 m untuk pengukuran otomatis dan panjang lintasan 425 m dengan spasi 25 m untuk pengukuran secara manual.

d. Menanam elektroda pada setiap spasi elektroda yang telah ditentukan. e. Menghubungkan kabel elektroda pada lintasan tadi dan aki dengan Ares

Multielectrode.

f. Mengaktifkan Ares Multielectrode.

g. Memastikan kondisi aki terisi minimal 85%.

h. Memasukkan input data seperti: jenis pengukuran (2D multicable untuk pengukuran secara otomatis atau RP “Resistivity Profilling” untuk pengukuran secara manual), nama file, lokasi pengukuran, tanggal pengukuran, jenis konfigurasi, panjang dan spasi lintasan, potensial, stacking, error maximum dan sebagainya, sesuai dengan perintah pada display Ares.

i. Melakukan pengukuran.

j. Data yang diperoleh langsung tersimpan pada Ares Main unit. G. Teknik Analisis dan Interpretasi Data

Data yang tersimpan pada Ares Main unit didownload dengan cara menghubungkan Ares Multielectroda dengan komputer windows XP. Data tersebut disimpan dengan tipe file *.dat kemudian diolah menggunakan software Res2dinv.

Res2dinv merupakan suatu program komputer yang dapat menentukan penampang model 2D bawah permukaan bumi berdasarkan nilai tahanan jenis semu di sepanjang lintasan pengukuran. Sumbu y menunjukkan kedalaman lapisan bawah permukaan bumi dan sumbu x menunjukkan posisi elektroda secara horizontal. Penampang tersebut terdiri dari beberapa warna yang


(57)

menunjukkan nilai tahanan jenis. Warna yang sama menunjukkan nilai tahanan jenis yang sama.

Program Res2dinv didesign untuk melakukan inversi data dalam jumlah yang banyak yaitu sekitar 200 hingga 21000 data atau setara dengan data hasil pengukuran menggunakan 25 hingga 16000 elektroda. Pengolahan dan analisis data menggunakan Res2dinv dapat dilakukan dengan beberapa metoda inversi seperti: Least Square, Robust Standart, Robust Constraint, Marquardt and Occam, Time Lapse dan sebagainya.

Penelitian ini melakukan pengolahan dan analisa data menggunakan metoda inversi Robust Constraint. Inversi Robust Constraint merupakan metoda inversi yang digunakan jika error dan distribusi data tidak normal atau terdapat titik point data yang tajam. Inversi Robust Constraint mampu meminimalkan perubahan mutlak pada nilai tahanan jenis. Inversi ini menghasilkan model antar muka yang tajam diantara daerah yang berbeda dengan nilai tahanan jenis yang berbeda.

Inversi Robust Constraint memiliki 2 jenis nilai faktor cut-off yaitu data faktor cut-off dan model faktor cut-off. Nilai data faktor cut-off yang dipilih pada pengolahan data ini adalah 0,05, sementara nilai model faktor cut-off yang dipilih adalah 0,001 sehingga model hasil inversi akan mendekati nilai inversi Robust Constraint yang sebenarnya. Persamaan Robust Constraint dinyatakan pada Persamaan (28).

Data yang telah diolah kemudian diinterpretasikan dengan cara membandingkan nilai tahanan jenis yang diperoleh dari data olahan dengan tabel tahanan jenis berdasarkan referensi dan dibandingkan juga dengan kondisi geologi daerah pengukuran, sehingga diperoleh suatu kesimpulan


(58)

berupa batuan dasar penyusun lapisan bawah permukaan bumi beserta kedalaman dan nilai tahanan jenisnya.

Kedalaman yang dapat dihitung di bawah lapisan permukan bumi menggunakan metoda geolistrik tahanan jenis dinyatakan pada Gambar 10.

Gambar 10. Display Data Kedalaman pada Pengukuran Geolistrik (Loke. 1999: 6).

Berdasarkan Gambar 10 dapat dijelaskan bahwa saat pengukuran dengan spasi elektroda a maka data yang diukur adalah data ke-1 hingga data ke-17 yaitu pada n=1. Selanjutnya spasi elektroda ditambah menjadi 2a maka data yang diukur adalah pada n=2 yaitu data ke-18 hingga data ke-31. Hal ini terus berlaku hingga pengukuran data ke-56 pada n=6. Sementara kedalaman yang dapat dicapai adalah seperlima dari panjang lintasan karena konfigurasi yang digunakan adalah konfigurasi Dipole-dipole. Jika pengukuran menggunakan Station 1 pada Gambar 10, maka kedalaman yang dicapai adalah 3/5 a. Jika pengukuran menggunakan Station 2, maka kedalaman yang dapat dicapai adalah 6/5 a, dan seterusnya.


(59)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Data yang diperoleh dari pengukuran geolistrik menggunakan Ares Multielectrode baik secara otomatis maupun manual adalah beda potensial (V), kuat arus listrik (I), tahanan jenis semu (ρa) dan standar deviasi (st-dev).

Data tersebut kemudian diolah menggunakan software Res2dinv sehingga diperoleh bentuk penampang 2D lapisan bawah permukaan bumi beserta nilai tahanan jenis semu (ρa) dan kedalaman (h).

Pengukuran dilakukan di UNP kampus Air Tawar pada empat lintasan yang berbeda. Pengukuran yang dilakukan di Lintasan 1, 2 dan 4 adalah pengukuran secara otomatis, sementara pengukuran yang dilakukan di Lintasan 3 adalah gabungan pengukuran secara otomatis dan manual sehingga data kedalaman yang diperoleh lebih dalam.

Lintasan 1 terletak di Fakultas Ekonomi (FE) pada koordinat 00053’41,6” LS dan 100020’59,2” BT sampai Fakultas Ilmu Sosial (FIS) pada

koordinat 00053’46,5” LS dan 100021’00,4” BT dengan panjang lintasan 155

m, spasi elektroda 5 m dan jumlah data yang diperoleh adalah 290 data. Titik sounding lintasan ini berada di depan Jurusan Geografi, tepatnya pada koordinat 00053’44,6” LS dan 100021’00,7” BT .

Lintasan 2 terletak pada koordinat 00053’52,7” LS dan 100021’02,6” BT

yaitu di gerbang utama UNP sampai koordinat 00053’53,5” LS dan


(60)

di depan Bank Nagari UNP koordinat 00053’51,8” LS dan 100021’00,5” BT.

Jumlah data yang dipeloleh pada Lintasan 2 adalah 121 data dengan panjang lintasan 155 m dan spasi elektroda 5 m.

Lintasan 3 dimulai pada koordinat 00053’54,4”LS dan 100020’50,6” BT

yaitu di Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) sampai koordinat 00053’40,7”LS

dan 100020’59,9”BT yaitu di Laboratorium Biologi dengan titik sounding di

depan Laboratorium FIK koordinat 00053’50,8” LS dan 100020’50,8” BT.

Pengukuran secara otomatis dan manual yang dilakukan di Lintasan 3 memperoleh data sebanyak 237 data dengan panjang lintasan 425 meter.

Lintasan 4 menghasilkan data sebanyak 300 data dengan panjang lintasan 155 m dan spasi elektroda 5 m. Lintasan 4 ini terletak pada koordinat 00053’58,0” LS dan 100021’01,6” BT yaitu di Balai Bahasa UNP sampai

koordinat 00053’53,5” LS dan 100021’03,1” BT di dekat Mesjid Al Azhar

dengan titik sounding di dekat Mesjid Al Azhar.

Perbandingan antara data kedalaman (h) yang diperoleh dengan panjang lintasan ditunjukkan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Data Kedalaman Maksimum dan Panjang Lintasan pada Setiap Lintasan Pengukuran

No Lintasan

ke- Lokasi KedalamanMaksimum

(m)

Panjang Lintasan (m)

1 1 FE – FIS 29,5 155

2 2 Gerbang UNP – FT 29,5 155

3 3 FIK – Lab. Biologi 104 425

4 4 Balai Bahasa – Mesjid Al


(61)

kedalaman yang dicapai akan semakin dalam. Lintasan 3 (FIK – Lab. Biologi) dengan panjang lintasan 425 m mampu mendeteksi sampai kedalaman 104 m, sementara Lintasan 1 (FE – FIS), 2 (Gerbang UNP – FT) dan 4 (Balai Bahasa – Mesjid Al Azhar) dengan panjang lintasan 155 m hanya mampu mendeteksi sampai kedalaman 29,5 m.

Nilai tahanan jenis semu dari pengukuran geolistrik langsung diperoleh tanpa melakukan perhitungan secara manual, karena pengukuran ini menggunakan Ares (Automatic Resistivitymeter) sehingga nilai tahanan jenis semu langsung diperoleh secara otomatis. Nilai tahanan jenis semu yang diperoleh pada setiap lintasan ditunjukkan secara umum pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Nilai Tahanan Jenis Semu Minimum dan Maksimum pada Setiap

Lintasan N o Lintasa n ke-Lokasi

Pengukuran ρa (Ωm) I (mA) (mV)V

1 1 FE - FIS

ρa min 0,34 120.91 0,08

ρa

maks 493,2 4,92 25,74

2 2 Gerbang UNP - FT

ρa min 0,35 258,36 0,5

ρa

maks

1767,3 8

12,88 4,15 3 3 FIK – Lab. Biologi

ρa min 0,31 102,36 0,02

ρa

maks

376,12 57,58 4,74 4 4 Balai Bahasa –Mesjid Al

Azhar

ρa min 1,41 520,2 0,1

ρa

maks 786,66 5,01 41,82

Tabel 6 menunjukkan nilai tahanan jenis semu maksimum dan minimum beserta kuat arus dan beda potensialnya pada setiap lintasan. Lintasan 1 (FE – FIS) memiliki nilai tahanan jenis semu minimum 0,34 Ωm


(62)

tahanan jenis semu maksimumnya 493,2 Ωm dengan kuat arus sebesar 4,92 mA dan beda potensial 25,74 mV. Nilai tahanan jenis semu minimum pada Lintasan 2 (Gerbang UNP – FT) adalah 0,35 Ωm dan nilai tahanan jenis maksimum 1767,38 Ωm, dengan kuat arus 258,36 mA dan 12,88 mA, beda potensial 0,5 mV dan 4,15 mV.

Nilai tahanan jenis semu minimum pada Lintasan 3 (FIK – Lab. Biologi) adalah 0,31 Ωm dengan kuat arus 102,36 mA dan beda potensial 0,02 sedangkan nilai tahanan jenis semu maksimumnya adalah 376,12 Ωm dengan kuat arus 57,58 mA dan beda potensial 4,74 mV. Tahanan jenis semu minimum pada Lintasan 4 (Balai bahasa – Mesjid Al Azhar) adalah 1,41 Ωm dengan kuat arus 520,2 mA dan beda potensial 0,1 mV, sedangkan tahanan jenis maksimumnya adalah 786,66 Ωm dengan kuat arus 5,01 mA dan beda potensial 41,82 mV.

B. Analisa dan Interpretasi Data

Hasil pengolahan data menggunakan software Res2dinv adalah penampang model 2D bawah permukaan bumi yang menunjukkan nilai tahanan jenis dan kedalaman bawah permukaan bumi. Penampang tersebut terdiri dari beberapa warna yang berbeda-beda. Perbedaan warna ini menunjukkan variasi nilai tahanan jenis semu di bawah permukaan bumi serta menunjukkan jenis material yang terdapat di bawah permukaan bumi. Warna yang sama menunjukkan nilai tahanan jenis semu yang sama juga. Penampang model 2D ini kemudian diinterpretasikan dengan cara


(63)

tabel tahanan jenis (lihat Tabel 3 dan 4) dan geologi daerah pengukuran. 1. Lintasan 1 ( FE – FIS)

Lintasan 1 terbentang dari koordinat 00053’41,6” LS dan

100020’59,2” BT sampai koordinat 00053’46,5” LS dan 100021’00,4” BT

yaitu dari Fakultas Ekonomi (FE) sampai Fakultas Ilmu Sosial (FIS) dengan panjang lintasan 155 m dan spasi elektroda 5 m. Titik sounding lintasan ini terletak di depan Jurusan geografi, tepatnya koordinat 00053’44,6” LS dan 100021’00,5” BT. Gambar 11 menunjukkan hasil

pengolahan data Lintasan 1 (FE – FIS) menggunakan software Res2dinv dengan inversi Robust Constraint 0,001 yaitu berupa penampang model 2D.

Gambar 11. Penampang Model 2D Lintasan 1 (FE – FIS) dengan inversi Robust Constraint 0,001

Berdasarkan Gambar 11 diketahui bahwa rentang nilai tahanan jenis pada Lintasan 1 (FE –FIS) adalah 0,89 – 622 Ωm dengan persentasi


(64)

– FIS) mencapai kedalaman hingga 29,5 m.

Warna-warna pada Gambar 11 menunjukkan kandungan lapisan bawah permukaan bumi berdasarkan nilai tahanan jenis. Daerah di bawah sekitar titik sounding yaitu di depan Jurusan Geografi terdapat beberapa lapisan batuan. Berdasarkan Gambar 11 diketahui bahwa di sekitar titik sounding terdapat lapisan warna orange hingga merah dengan nilai tahanan jenis 85,8 – 513 Ωm dari permukaan hingga kedalaman 4,62 m. Lapisan ini diinterpretasikan sebagai Alluvium dan Sands. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa Alluvium dan Sands memiliki rentangan nilai tahanan jenis 10 – 800 Ωm.

Selanjutnya terdapat lapisan warna kuning di bawah lapisan Alluvium dan Sands. Lapisan ini memiliki nilai tahanan jenis 62,65 – 85,8 Ωm dan diinterpretasikan sebagai Sandstones. Sandstones memiliki rentangan nilai tahanan jenis 1 – 6,4 × 108 Ωm (Telford et al. 1976: 455).

Sandstones ditemukan pada kedalaman 4,62 – 5,76 m. Kedalaman berikutnya yaitu 5,76 – 8,04 m terdapat lapisan warna hijau yang memiliki nilai tahanan jenis 13,29 – 62,65 Ωm. Lapisan ini diinterpretasikan sebagai Clays. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa Clays memiliki rentangan nilai tahanan jenis 1 – 100 Ωm.

Gambar 11 menunjukkan bahwa lapisan Clays berada di sekitar lapisan warna biru tua hingga biru muda yang memiliki nilai tahanan jenis 0,89– 13,29 Ωm. Lapisan ini berada pada kedalaman 8,04 – 18,05 m dan


(65)

nilai tahanan jenis 0,5 – 300 Ωm. Berdasarkan data kedalaman sumur air tanah pada Tabel 4 diketahui kedalaman sumur air tanah di sekitar lintasan ini adalah 9 m. Hal ini menunjukkan bahwa interpretasi data penelitian ini benar, karena mengacu pada data kedalaman sumur tersebut diketahui bahwa kedalaman pipa sumur di sekitar lintasan ini adalah 9 m dimana posisi pipa tersebut diletakkan lebih dalam daripada kedalaman atas Groundwater agar air dapat ditemukan. Sementara berdasarkan hasil penelitian ini, Groundwater ditemukan pada kedalaman 8,04 m. Kedalaman tersebut merupakan kedalaman atas Groundwater.

Lapisan berikutnya ditemukan lagi Clays dan Sandstone secara berurutan dengan kedalaman masing-masing 18,05 – 19,72 m dan 19,72 – 21,4 m. Selanjutnya terdapat lapisan Alluvium dan Sands pada kedalaman 21,4 – 25,2 m.

Lapisan terakhir adalah lapisan dengan nilai tahanan jenis 513 – 622 Ωm. Lapisan ini diduga merupakan lapisan batuan dasar. Lapisan batuan dasar tersebut terdapat pada kedalaman lebih dari 25,2 m. Batuan dasar yang terdapat pada lapisan ini diduga merupakan batuan dasar jenis Andesite. Menurut Telford et al (1976: 454) Andesite memiliki rentangan nilai tahanan jenis 1,7 × 102 – 4,5 × 104 Ωm. Hasil interpretasi data


(66)

Robust Constraint 0,001

Warna Jenis (Ωm)Tahanan Kedalaman (m) Material 85,8 – 513 permukaan – 4,62 Alluvium dan Sands 62,65 – 85,8 4,62 – 5,76 Sandstones

13,29 – 62,65 5,76 – 8,04 Clays

0,89 – 13,29 8,04 – 18,05 Groundwater 13,29 – 62,65 18,05 – 19,72 Clays

62,65 – 85,8 19,72 – 21,4 Sandstones

85,8 – 513 21,4 – 25,2 Alluvium dan Sands 513 - 622 Lebih dari 25,2 Batuan dasar jenis Andesite

Data Lintasan 1 (FE – FIS) juga diolah menggunakan inversi Robust Constraint 0,005 seperti ditunjukkan pada Gambar 12.

Gambar 12. Penampang Model 2D Lintasan 1 (FE – FIS) dengan inversi Robust Constraint 0,005

Berdasarkan Gambar 12 diketahui bahwa rentangan nilai tahanan jenis Lintasan 1 (FE – FIS) menggunakan inversi Robust Constraint 0,005


(1)

Loke, M.H. (1999). Electrical Imaging Surveys for Environmental and Enginering Studies, A Practical Guide to 2-D and 3-D Surveys. Malaysia: Minden Heights.

Luthi, S,M. (2005). “Fractured Reservoir Analysis Using Modern Geophysical Well Techniques: Application to Basement Reservoirs in Vietnam”. Jurnal. Geological Society. Hlm. 95-106.

Marescot, Laurent. (2009). Electrical Surveying. Swiss: University of Fribourg. Margaworo, Ayu. (2009). “Identifikasi Batuan Dasar di Desa Kroyo, Karang

malang Kabupaten Sragen Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Dipole-Dipole”. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Munir, Moch (1995). Geologi dan Mineralogi Tanah. Malang: Pustaka Jaya. Noor, Djauhari. (2009). Pengantar Geologi. Bogor: Universitas Pakuan.

Rasimeng, Syamsurijal. Dasaputra, Andius dan Alimuddin. (2007). “Identifikasi Struktur Batuan Basement Menggunakan Metode Resistivitas 2D Sepanjang Jalan Lintas Propinsi di Daerah Potensi Longsor Sumberjaya Lampung Barat”. Jurnal SIGMA ISSN Vol 10 No 2, Juli 2007. Hlm.151-158.

Reynolds, J.M. (1997). An Introduction to Applied and Environmental Geophysics. New York: Jhon Geophysicsin Hidrogeological and Wiley and Sons Ltd.

Rizalmi, Nelvira. (2012). “Estimasi Kedalaman Batuan Dasar Berdasarkan Nilai Tahanan Jenis Menggunakan Metoda Geolistrik Konfigurasi Schlumberger di Universitas Negeri Padang Kampus Air Tawar”. Skripsi. Padang: Universitas Negeri Padang.

Samodra, Hanang. 2008. “Geologi Batuan Dasar Gunung Ciremai Jawa Barat”. Jurnal Geologi Indonesia 4(5). Hlm. 279-287.

Santoso, Djoko. (2002). Pengantar Teknik Geofisika. Bandung: ITB

Sircar, Anirbid. (2004). “Hydrocarbon Production from Fractured Basement Formations”. Jurnal. Current Science. Vol.87. No.2. Hlm 147-151.

Strahler, Arthur N. Strahler, Alan H. (1984). Elements of Physical Geography. New York: John Wiley & Sons, Inc.


(2)

Universitas Indonesi.

Taylor, Barbara. (1995). Batuan, Mineral dan Fosil. Jakarta: Erlangga.

Telford, W.M. Geldart, L.P, Sheriff R.E and Keys, D.A. (1976). Applied Geophysics. USA: Cambridge University Press.


(3)

Lampiran 1

Data Lintasan 1

Lokasi : Fakultas Ekonomi (FE) – Fakultas Ilmu Sosial (FIS)

Koordinat : 00053’41,6” LS dan 100020’59,2” BT - 00053’46,5” LS dan

100021’00,4” BT

Konfigurasi :Dipole-dipole Panjang Lintasan : 155 m

I (mA) V (mV) AppRes (Ωm) St-dev (%)

8,74 24,81 267,37 0

4,92 25,74 493,32 0

7,5 24,7 310,39 0

29,08 50,19 162,67 0

25,54 62,75 231,57 0

23,36 45,13 182,08 0

41,46 64,25 146,06 0

44,87 84,71 177,92 0

95,2 84,2 83,35 0

28,45 56,3 186,52 0,4

108,83 60,11 52,06 0

28,36 33,06 109,87 0

23,73 26,8 106,44 0

-412,16 7,02 45,12 0,6

157,77 4,82 45,1 0,8

638,96 4,98 38,98 8,1

219,94 3,62 45,21 2,9

640,61 5,22 45,06 0,9


(4)

Lokasi : Gerbang UNP – Fakultas Tehnik (FT)

Koordinat : 00053’52,7” LS dan 100021’02,6” BT - 00053’53,5” LS dan

100021’03,1” BT

Konfigurasi :Dipole-dipole Panjang Lintasan : 155 m

I (mA) V (mV) AppRes (Ωm) St-dev (%)

9,94 35,87 340,16 0

18,51 20,16 102,65 0

15,23 57,61 356,58 0

15,18 90,21 559,94 0

16,72 45,39 255,91 0,1

16,79 69,84 392,04 0

53,63 66,67 117,15 0

24,51 35,88 137,99 0

18,36 37,01 190 0,1

52,07 68,4 123,8 0

67,46 95,48 133,4 0

74,14 88,41 112,39 0

39,11 20,81 50,14 0

-250,3 0,23 39,9 10,5

307,19 2,75 32,34 0,6

314,34 3,69 39,51 0,2

211,39 2,76 32,62 0,4


(5)

Lampiran 3

Data Lintasan 3

Lokasi : Fakultas Ilmu Keolahragaan – Laboratorium Biologi Koordinat : 00053’54,4”LS dan 100020’50,6”BT - 00053’40,7”LS dan

100020’59,9”BT

Konfigurasi :Dipole-dipole Panjang Lintasan : 425 m

I (mA) V (mV) AppRes (Ωm) St-dev (%)

65,29 11,35 16,39 0,6

84,78 24,52 27,25 0,3

86,72 15,95 17,34 0

71,31 25,77 34,06 0,3

97,07 30,19 29,31 0

114,56 33,83 27,83 0

97,27 21,35 20,69 0

102,51 38,17 35,09 0,1

88,82 25,46 27,02 0

64,97 19,41 28,16 0,1

69,19 24,45 33,31 0,2

63,25 23,53 35,06 0,1

69,84 26,71 36,05 0

-68,4 0,59 71,35 3,3

82,4 0,48 54,95 3,6

68,25 0,41 56,61 4,7

98 0,25 10,53 10,5

0,10 758,52 19,12 16,30


(6)

Lokasi : Balai Bahasa – Mesjid Al Azhar

Koordinat : 00053’58,0” LS dan 100021’01,6” - 00053’53,5” LS dan

100021’03,1” BT

Konfigurasi :Dipole-dipole Panjang Lintasan : 1555 m

I (mA) V (mV) AppRes (Ωm) St-dev (%)

6,74 21,83 305,32 0

9,78 25,03 241,27 0

14,36 39,27 257,78 0

17,93 46,41 244 0

22,32 52,42 221,39 0,1

25,27 73,71 274,86 0

26,88 59,13 207,34 0

48,64 53,17 103,04 0

22,9 31,07 127,9 0

37,48 61,5 154,64 0

25,64 58,92 216.56 0

26,77 75,15 264,59 0

41,26 71,06 162,34 0

-350,84 0,88 20,89 0,7

464,01 1,18 21,05 3

625,16 0,45 6,02 2

351,65 1,09 29,23 0,9