perjanjian antara para pihak yang membuatnya mempunyai derajat dan kondisi yang sama serta mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan seimbang. Namun
tidak demikian halnya dalam ketentuan tentang perjanjian kerja, karena antara para pihak yang mengadakan perjanjian kerja, walaupun pada prinsipnya
mempunyai kedudukan dan derajat yang sama dan seimbang, akan tetapi dikarenakan berbagai aspek yang melingkari di sekelilingnya, seperti telah
diuraikan sebelumnya, maka kenyataan menunjukkan bahwa kedudukan dan derajat bagi para pihak yang mengadakan perjanjian kerja tersebut, menjadi tidak
sama dan seimbang. Perjanjian kerja jika dilihat dari segi obyeknya, maka perjanjian kerja itu
mirip dengan perjanjian pemborongan, yaitu sama-sama menyebutkan bahwa pihak yang satu menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan bagi pihak yang lain
dengan pembayaran tertentu. Namun perbedaannya antara satu dengan yang lainnya, bahwa pada perjanjian kerja ada terdapat gabungan kedinasan atau
kekuasaan antara buruh dan majikan. Sedangkan pada perjanjian pemborongan tidak ada hubungan semacam itu, melainkan melaksanakan pekerjaan yang
tugasnya mandiri.
19
2. Unsur-unsur perjanjian kerja
Unsur-unsur yang harus dipenuhi agar perjanjian bisa dinyatakan sah dan mengikat sebagai undang-undang bagi yang membuatnya, haruslah memenuhi
ketentuan-ketentuan yang ada pada Pasal 1320 KUH Perdata. Demikian juga
dalam perjanjian kerja, pada prinsipnya unsur-unsur seperti yang ditentukan Pasal
19
Djumialdi, Djumialdi, F.X., Perjanjian Kerja, Jakarta: Bina Aksara, 1977, hal. 32. hal. 34-35.
Universitas Sumatera Utara
1320 KUH Perdata tersebut masih juga menjadi pegangan dan harus diterapkan, agar suatu perjanjian kerja tersebut keberadaannya bisa dianggap sah dan
konsekuensinya dianggap sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Walaupun demikian di dalam pembuatan perjanjian kerja, selain tetap
berpedoman pada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, ternyata masih ada unsur- unsur lain yang harus dipenuhi.
Menurut seorang pakar Hukum Perburuhan dari negeri Belanda, yaitu Mr.
MG. Rood, ”bahwa suatu perjanjian kerja baru ada, manakala di dalam perjanjian kerja tersebut telah memenuhi 4 empat syarat, yaitu work, service,time and
pay.
20
a.
Adanya Unsur Pekerjaan Work
Berikut ini adalah penjabarannya:
Di dalam suatu perjanjian kerja tersebut haruslah ada suatu pekerjaan yang diperjanjikan dan dikerjakan sendiri oleh pekerja yang membuat perjanjian
kerja tersebut. Pekerjaan mana yaitu yang dikerjakan oleh pekerja, haruslah berdasarkan dan berpedoman pada perjanjian kerja. Pekerja yang
melaksanakan pekerjaan atas dasar perjanjian kerja, pada pokoknya wajib untuk melaksanakannya sendiri. Sebab apabila para pihak bebas untuk
melaksanakan pekerjaannya, untuk dilakukan sendiri atau menyuruh pada orang lain untuk melakukannya, akibatnya hal tersebut akan sulit untuk
dikatakan sebagai pelaksanaan dari perjanjian kerja. Bahkan pada Pasal 4 Peratuan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah,
dinyatakan bahwa: ”Upah tidak dibayar bila buruh tidak melakukan
20
Mr. MG. Rood, dalam Ibid., hal. 36
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan”. Ketentuan tersebut di atas, bisa disebut when do not work, do not get pay, maksudnya dari kalimat tersebut adalah jika seseorang tidak
mau bekerja, maka berarti seseorang tersebut tidak berkehendak untuk mendapatkan upah. Walaupun demikian di dalam pelaksanaannya, jika
seseorang atau pihak pekerja, sewaktu akan melaksanakan pekerjaannya sebagai implementasi dari isi yang tercantum dalam perjanjian kerja, akan
tetapi berhalangan. Ternyata ketentuan tersebut bisa dikesampingkan, yaitu dalam pelaksanaannya ternyata pekerjaan tersebut bisa diwakilkan
atau digantikan oleh orang lain, sepanjang sebelumnya telah diberitahukan dan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pihak lain, yaitu
majikan selaku pemberi kerja. Ketentuan ini bisa didapat dalam Pasal 1383 KUH Perdata jo 1603a KUHPerdata. Adapun bunyi dari ketentuan-
ketentuan tersebut adalah sebagai berikut: Pasal 1383 KUH Perdata berbunyi: ”Suatu perjanjian untuk berbuat sesuatu tak dapat dipenuhi oleh
seseorang dan pihak ketiga berlawanan dengan kemauan si berpiutang, jika si berpiutang ini mempunyai kepentingan supaya perbuatannya
dilakukan sendiri oleh si berpiutang”. Dalam Pasal 1603a KUHPerdata adalah “Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanyalah dengan
izin majikan ia dapat menyuruh seseorang ketiga menggantikannya Pasal 1383 KUHPerdata”.
b.
Adanya Unsur Pelayanan Service
Bahwa dalam melakukan pekerjaan yang dilakukan sebagai manifestasi adanya perjanjian kerja tersebut, pekerja haruslah tunduk pada perintah
Universitas Sumatera Utara
orang lain, yaitu pihak pemberi kerja dan harus tunduk dan di bawah perintah orang lain, majikan. Dengan adanya ketentuan tersebut,
menunjukkan bahwa pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya berada di bawah wibawa orang lain, yaitu majikan. Dengan adanya ketentuan
tersebut maka seorang Dokter misalnya dalam melaksanakan tugasnya, yaitu memeriksa dan atau mendiagnose pada pasiennya atau seorang
Notaris yang melayani kliennya, dalam melakukan pekerjaannya tidak bisa disamakan dengan pengertian melaksanakan perjanjian kerja. Alasannya,
karena unsur service dalam melakukan pekerjaan tersebut tidak terdapat di dalamnya. Sebab dalam melakukan pekerjaannya, tidak tunduk dan di
bawah perintah orang lain, karena mempunyai keahlian tertentu yang tidak dipunyai dan dikuasai si pemberi kerja, yaitu si pasien atau klien. Di
samping itu, di dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerjaan itu harus bermanfaat bagi si pemberi kerja, misalnya jika dalam suatu perjanjian
kerja dinyatakan bahwa bidang pekerjaan yang dijanjikan adalah suatu pekerjaan pengaspalan jalan. Maka pekerja dalam melaksanakan
pekerjaannya haruslah bermanfaat bagi si pemberi kerjanya, misalnya sejak si pekerja bekerja memecah batu dan menghamparkannya di
sepanjang jalan yang sedang diperkeras atau di aspal. Dengan demikian bisa diambil suatu kesimpulan bahwa prinsip dalam unsure pelayanan
adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pekerja dan harus bermanfaat bagi pemberi kerja, dan sesuai dengan apa yang dimuat di
dalam isi perjanjian kerja. Oleh karena itu, “jika suatu pekerjaan yang
Universitas Sumatera Utara
tujuannya bukan untuk memberikan manfaat bagi pemberi kerja, tetapi mempunyai tujuan untuk kemanfaatan pekerja itu sendiri. Maka tujuan
pekerja melakukan pekerjaan misalnya untuk kepentingan praktek seorang siswa atau mahasiswa, maka perjanjian tersebut jelas bukan merupakan
perjanjian kerja.”
21
c.
Adanya Unsur Waktu Tertentu Time
Melakukan hubungan kerja haruslah dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja atau peraturan perundang-
undangan. Oleh karena itu dalam melakukan pekerjaannya, pekerja tidak boleh melakukan sekehendak dari majikan dan juga boleh dilakukan
dalam kurun waktu seumur hidup, jika pekerjaan tersebut dilakukan selama hidup dari pekerja tersebut, di sini pribadi manusia akan hilang,
sehingga timbullah apa yang dinamakan perbudakan dan bukan perjanjian kerja. Pelaksanaan pekerjaan tersebut di samping harus sesuai dengan isi
dalam perjanjian kerja, juga majikan. Dengan kata lain dalam rangka pelaksanaan pekerjaannya, “buruh tidak boleh bekerja dalam waktu yang
seenaknya saja, akan tetapi harus dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan pada perjanjian kerja atau peraturan perusahaan, dan juga
pelaksanaan pekerjaannya tidak boleh bertentangan ketentuan perundangundangan, kebiasaan setempat dan ketertiban umum.”
22
d.
Adanya Unsur Upah Pay
21
Ibid., hal. 38-39.
22
Ibid., hal. 39-40.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Djumaldi, jika seseorang yang bekerja, dalam melaksanakan pekerjaannya bukan bertujuan untuk mendapatkan upah, akan tetapi yang
menjadi tujuannya adalah selain upah, maka pelaksanaan pekerjaan tersebut sulit untuk dikatakan sebagai pelaksanaan dari perjanjian kerja.
Selanjutnya jika “seseorang bekerja bertujuan untuk mendapatkan manfaat bagi diri pekerja dan bukan untuk bertujuan mencari upah. Maka unsur
keempat dalam suatu perjanjian kerja ini, yaitu unsur pay tidak terpenuhi.”
23
Contoh dari ketentuan tersebut, misalnya dalam hal perjanjian kerja praktek dari seorang pelajar atau mahasiswa. Mereka dalam melaksanakan
masa prakteknya, misalnya mahasiswa dari Akademi Perhotelan dan Pariwisata, maka sewaktu mahasiswa tersebut berpraktek di suatu hotel,
walaupun mereka telah bekerja dan di bawah perintah orang lain serta dalam waktu-waktu tertentu pula. Akan tetapi karena tujuan untuk
melakukan pekerjaan bukan untuk mencari upah, namun untuk menimba ilmu dan meningkatkan pengetahuan serta mencani pengalaman dan juga
untuk mendapatkan tanda kelulusan praktek di suatu hotel dan sekali lagi bukan mencari pemenuhan tentang upah. Dengan demikian bisa diambil
suatu kesimpulan, walaupun ketiga unsur telah terpenuhi, akan tetapi karena unsur yang keempat tidak terpenuhi, yaitu unsur pay atau upah,
maka hubungan tersebut bukan merupakan implementasi dari pelaksanaan suatu perjanjian kerja. Upah maksudnya adalah imbalan prestasi yang
wajib dibayar oleh majikan untuk pekerjaan itu.
24
Jika pekerja diharuskan memenuhi prestasi yaitu melakukan pekerjaan di bawah perintah orang lain yaitu majikan, maka majikan sebagai pihak
pemberi kerja wajib pula memenuhi prestasinya, berupa pembayaran atas upah. Dalam hal menguraikan tentang upah, adalah kewajiban essensial
dan hubungan kontraktual antara penerima kerja, yaitu buruh dengan majikan. Pemberian majikan, yang sifatnya tidak wajib, sesuai dengan
23
Ibid., hal. 41
24
Ibid., hal. 41.
Universitas Sumatera Utara
yang ditentukan di dalam perjanjian kerja atau berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang sifatnya tidak mengikat untuk
dilaksanakan, maka pemberian tersebut tidak bisa dikategorikan atau diklasifikasikan sebagai upah, misalnya berupa bonus, persenan dan
tunjangan hari raya dan lain sebagainya. Hal ini menurut Djumialdi “yang disebut dengan upah adalah imbalan yang diberikan oleh pengusaha
kepada buruh secara teratur dan terus-menerus.”
25
B. Jenis-jenis Perjanjian Kerja