Analisis Kapasitas Simpan Air pada DAS Cisarua, Kabupaten Bogor

ANALISIS KAPASITAS SIMPAN AIR
PADA DAS CISARUA, KABUPATEN BOGOR

ABDUL AZIZ

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kapasitas
Simpan Air pada DAS Cisarua, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan
arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013
Abdul Aziz
NIM F44090059

ABSTRAK
ABDUL AZIZ. Analisis Kapasitas Simpan Air pada DAS Cisarua, Kabupaten
Bogor. Dibimbing oleh PRASTOWO.
Kerusakan DAS dapat ditandai dengan perubahan tata guna lahan dari daerah
tangkapan hujan dengan koefisien aliran permukaan berubah menjadi tanah
terbuka dengan koefisien run off. Perhitungan neraca air menggunakan persamaan
Tornthwaite dapat digunakan untuk menghitung fluktuasi penyimpanan air di
suatu wilayah. Analisis neraca air dilakukan pada DAS Cisarua dengan total area
seluas 2491.90 ha. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kapasitas
simpan air, menghitung ketersediaan air (berdasarkan data curah hujan),
menghitung kebutuhan air, dan memberikan rekomendasi pengelolaan limpasan
dan pengisian air tanah di wilayah DAS Cisarua. Berdasarkan rasio ideal limpasan
dan pengisian air tanah, komposisi hutan 50% di DAS Cisarua dianggap ideal,
karena memiliki persentase limpasan oleh 51%. Komposisi pemukiman di DAS
Cisarua (30%) dianggap ideal, karena persentase limpasan 49%. Daya dukung
lingkungan berbasis neraca air daerah dapat diketahui dengan menghitung

kapasitas ketersediaan air di wilayah itu. Dengan kepadatan 2080 jiwa / km2 dan
curah hujan 1870.1 mm/tahun, dapat diketahui bahwa wilayah DAS Cisarua pada
tahun 2010 berada dalam keadaan overshoot. Metode konservasi yang dapat
digunakan adalah pembangunan sumur infiltrasi dan reboisasi.
Kata kunci: kapasitas simpan air, neraca air, limpasan, pengisian air tanah

ABSTRACT
ABDUL AZIZ. Analysis of Water Storage Capacity of Cisarua Watershed, Bogor
Regency. Supervised by PRASTOWO.
Watershed degradation could be characterized by changes in land use of
catchment area with low run off coefficient to bare land with high run-off
coefficient. Water balance calculation using Tornthwaite equation could be used
to calculate fluctuation of water storage in a region. Water balance analysis was
conducted at the Cisarua watershed with total area of 2491.90 ha. The objective of
this research were to analyse water storage capacity, to calculate water avaibility
(based on rainfall data), to calculate water demand, and to provide
recommendations of run-off and groundwater recharge management in Cisarua
watershed areas. Based on ideal ratio of run-off and groundwater recharge, the
composition of the forest area of 50% in Cisarua watersheds is considered ideal,
because it has a percentage of run-off by 51%. Residential area composition in

Cisarua watershed (30%) is considered ideal, because the run off percentage is
49%. Environmental carrying capacity based on water balance of an area could be
determined by calculating the capacity of water availability in the region. With a
density of 2080 habitant / km2 and precipitation of 1870.1 mm / year, it could
know that Cisarua watershed areas in 2010 were in the state of overshoot.
Conservation methods that could be used in efforts to manage run-off excess were
the construction of infiltration wells and reforestation
Keywords: storage capacity, water balance, run-off, groundwater recharge

ANALISIS KAPASITAS SIMPAN AIR
PADA DAS CISARUA, KABUPATEN BOGOR

ABDUL AZIZ

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Kapasitas Simpan Air pada DAS Cisarua, Kabupaten
Bogor
Nama
: Abdul Aziz
NIM
: F44090059

Disetujui oleh
Pembimbing Skripsi

Dr. Ir. Prastowo, M.Eng
NIP. 19580217 198703 1 004

Diketahui oleh

Ketua Departemen

Prof. Dr Ir Budi Indra Setiawan, M.Agr
NIP. 19600628 198503 1 002

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah kapasitas simpan air,
dengan judul Analisis Kapasitas Simpan Air pada DAS Cisarua, Kabupaten
Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Prastowo, M.Eng selaku
pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Balai
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung, Bapak Rukhyat staf Stasiun
Meteorologi Klas III citeko yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta
dyah ayu larasati ainun baehaqie abdullah atas segala doa dan kasih sayangnya.
Tak lupa ungkapan terima kasih diberikan untuk teman-teman SIL 46 atas
kebersamaannya selama ini serta teman-teman Dramaga Regency blok D no. 26

yang selalu memberikan dukungan.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Abdul Aziz

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

I.


1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1

1.2 Perumusan Masalah

2

1.3 Tujuan Penelitian

2

1.4 Manfaat Penelitian

3


1.5 Ruang Lingkup Penelitian

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

3

2.1 Daerah Aliran Sungai

3

2.2 Neraca Air

5

2.3 Presipitasi


5

2.4 Evapotranspirasi

5

2.5 Simpanan Air

7

2.6 Limpasan

8

2.7 Daya Dukung Lingkungan

9

2.8 Konservasi Tanah dan Air


10

III.

METODOLOGI PENELITIAN

11

3.1 Lokasi dan Waktu

11

3.2 Alat dan Bahan

11

3.3 Metode Penelitian

11


IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

13

4.1 Kondisi Umum DAS Cisarua

13

4.2 Presipitasi, Evapotranspirasi, dan Kapasitas Simpan Air

17

4.3 Analisis Neraca Air

18

4.4 Daya Dukung Lingkungan

22

4.5 Evaluasi Dampak Perubahan Penutupan Lahan

23

4.6 Pengelolaan Limpasan dan Pengisian Air Tanah

24

V.

SIMPULAN DAN SARAN

27

5.1

Simpulan

27

5.2

Saran

27

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

67

DAFTAR TABEL

1. Pembagian hujan menjadi limpasan, air tanah dan evapotranspirasi
menurut daerah dan zona iklim didunia
2. Koefisien tanaman (Kc)
3. Nilai kapasitas cadangan lengas tanah berdasarkan tekstur tanah dan
kelompok tanaman
4. Koefisien limpasan (C) untuk daerah tangkapan air lahan
pertanian(kelompok tanah B)
5. Kriteria penetapan status DDL-Air
6. Jumlah Penduduk, Luas Desa, dan Kepadatannya di Desa Citeko,
Cibeureum, Cisarua, dan Kopo Tahun 2010
7. Proporsi Tutupan Lahan DAS Cisarua
8. Hasil analisis neraca air pada DAS Cisarua tahun 2006 dan 2009
9. Hasil analisis neraca air pada berbagai komposisi luas hutan di DAS
Cisarua
10. Hasil analisis neraca air pada berbagai komposisi luas pemukiman di
DAS Cisarua
11. Ketersediaan air DAS Cisarua tahun 2010
12. Rekapitulasi nilai neraca air

4
6
8
9
10
14
14
18
19
21
23
23

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian
2. Peta tutupan lahan DAS Cisarua tahun 2006
3. Peta tutupan lahan DAS Cisarua tahun 2009
4.Grafik curah hujan andalan 80% dan nilai ETP
5. Kurva neraca air berbagai komposisi luas hutan
6. Kurva neraca air berbagai komposisi luas pemukiman
7. Nomogram penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca
air wilayah DAS Cisarua
8. tipikal lubang resapan biopori
9. Tipikal sumur resapan
10. Tipikal kolam resapan

13
15
16
17
20
22
23
24
25
26

DAFTAR LAMPIRAN
1. Tabel perhitungan nilai curah hujan andalan (mm) dengan Metode
W.Bull (2003-2012)
2. Data Iklim rata-rata Stasiun Citeko
3. Nilai evapotranspirasi potensial (mm) pada scenario komposisi luas
hutan
4. Nilai evapotranspirasi potensial (mm) pada scenario komposisi luas
pemukiman
5. Perhitungan nilai koefisien tanaman tertimbang, kapasitas simpan air,
koefisien limpasan tertimbang tahun 2006 dan 2009
6. Perhitungan neraca air DAS Cisarua tahun 2006 dan 2009
7. Perhitungan neraca air komposisi luas hutan
8. Perhitungan neraca air pada komposisi luas pemukiman
9. Tampak samping lubang biopori
10. Denah sumur resapan
11. Tampak sampimg sumur resapan
12. Denah kolam resapan
13. Tampak samping kolam resapan

29
30
31
32
33
34
36
49
62
63
64
65
66

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah tangkapan hujan dan tempat
mengalirnya air hujan menuju ke sungai (Maryono, 2004). Suatu DAS merupakan
suatu sistem ekologis atau ekosistem dimana di dalamnya terjadi hubungan timbal
balik antara makhluk hidup, khususnya manusia dengan segala aktivitasnya,
dengan lingkungannya yang bersifat alami. Aktivitas manusia akan sangat
mempengaruhi keadaan DAS, baik yang bersifat membangun seperti
pemeliharaan dan rehabilitasi maupun yang bersifat merusak. Kenyataan umum
yang dialami beberapa DAS dewasa ini adalah meluasnya daerah-daerah gundul
dan tidak subur akibat penebangan hutan yang tidak terkendali, semakin tingginya
erosi, dan semakin merosotnya kondisi DAS.
Kerusakan DAS dapat ditandai dengan perubahan tata guna lahan dari
daerah tangkapan hujan dengan koefisien aliran permukaan (koefisien run off)
rendah (sebagian besar air hujan diserapkan ke tanah) berubah menjadi tanah
terbuka dengan koefisien run off tinggi (sebagian air hujan menjadi aliran
permukaan). Rendahnya daya dukung DAS dapat diamati dengan semakin
mengecilnya luas areal hutan, semakin luasnya lahan untuk hunian dan prasarana
dan semakin banyaknya tanah terbuka atau lahan kritis. Akibat hancurnya DAS,
banjir akan terjadi di musim penghujan (Maryono, 2004). Memperbaiki daya
dukung DAS pada prinsipnya adalah memperbanyak kemungkinan air hujan dapat
meresap secara alamiah ke dalam tanah sebelum masuk ke sungai atau mengalir
ke hilir.
Menurut Seyhan (1990), bila memandang suatu sistem yang mengalir yang
dapat diterapkan pada suatu daerah aliran sungai, akan nampak bahwa struktur
sistem adalah daerah aliran sungai yang merupakan lahan total dan permukaan air
yang dibatasi oleh suatu batas air topografi serta yang memberikan sumbangan
terhadap debit suatu sungai pada irisan melintang tertentu. Faktor iklim, tanah
(topografi, tanah, geologi, geomorfologi) dan tata guna lahan membentuk
subsistem dan bertindak sebagai operator dalam mengubah urutan waktu
terjadinya presipitasi secara alami menjadi urutan waktu limpasan yang
dihasilkannya. Oleh sebab itu, dapat dipastikan setiap perubahan yang terjadi pada
faktor-faktor operator akan berdampak pada limpasan yang kemudian akan
meningkatkan jumlah erosi. Meningkatnya bagian dari curah hujan yang menjadi
nilai limpasan juga akan berdampak pada penurunan kapasitas simpan air pada
suatu daerah. Kapasitas simpan air di suatu daerah berhubungan dengan suplai air
untuk kebutuhan manusia di sekitarnya.
Berdasarkan prinsip neraca air, perubahan presipitasi dan limpasan akan
berpengaruh pada infiltrasi dan cadangan lengas tanah. Secara garis besar neraca
air merupakan penjelasan tentang hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan
aliran ke luar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu dari proses
sirkulasi air. Salah satu metode perhitungan neraca air yang sering digunakan
adalah neraca air Thornthwaite. Pada metode ini, semua aliran masuk dan keluar
air serta nilai kapasitas cadangan air tanah pada lokasi dengan kondisi tanaman

2
tertentu digunakan untuk mendapatkan besarnya kadar air tanah, kehilangan air,
surplus air dan defisit air.
Bagian hulu DAS Ciliwung mencakup areal seluas 146 km2 yang
merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 300 m sampai 3.000 m dpl.
Di bagian hulu sedikitnya terdapat 7 Sub DAS, yaitu: Tugu, Cisarua, Cibogo,
Cisukabirus, Ciesek, Ciseuseupan, dan Katulampa. Bagian hulu dicirikan oleh
sungai pegunungan yang berarus deras dan variasi kemiringan lereng yang tinggi
(2-15% , 15-45% dan lebih dari 45%). Kondisi kemiringan sungai ini
menyebabkan aliran air yang dari hulu sungai berkecepatan tinggi tetapi pada
daerah yang landai kecepatan aliran air berkurang drastis, sehingga aliran air
berpotensi meluap ke luar sungai. Penelitian dilakukan di Sub DAS Cisarua.
Karakteristik DAS (sifat fisik tanah, jenis penggunaan lahan, jaringan drainase),
kapasitas infiltrasi, kapasitas simpan/cadangan air DAS, curah hujan, dan debit
sungai merupakan beberapa parameter yang diperlukan dalam perhitungan neraca
air.
Penerapan analisis neraca air pada Sub DAS Cisarua akan dapat
menggambarkan kondisi aktual ketersediaan air serta dampak lainnya pada DAS
tersebut. Dengan begitu, hasil analisis akan dapat dijadikan dasar usulan
rekomendasi yang tepat. Menurut Schwab et al (1981), tutupan vegetasi dapat
memperlambat aliran permukaan dan meningkatkan daya tahan tanah terhadap air
pada suatu wilayah. Hasil analisis ini dapat dijadikan dasar usulan rekomendasi
yang tepat.

1.2 Perumusan Masalah
DAS merupakan suatu sistem ekologis atau ekosistem dimana di dalamnya
terjadi hubungan timbal balik antara makhluk hidup, khususnya manusia dengan
segala aktivitasnya, dengan lingkungannya yang bersifat alami. Aktivitas manusia
sangat berpengaruh terhadap keadaan DAS, baik yg bersifat positif maupun
negatif. Aktivitas manusia yang bersifat negatif mengakibatkan kerusakan DAS.
Kerusakan DAS mengakibatkan tingginya nilai koefisien limpasan dan turunnya
nilai kapasitas simpan air pada DAS tersebut. Rendahnya daya dukung DAS dapat
diamati dengan semakin mengecilnya luas areal hutan, semakin luasnya lahan
untuk hunian dan prasarana dan semakin banyaknya tanah terbuka atau lahan
kritis. Akibat hancurnya DAS, banjir akan terjadi di musim penghujan.
Memperbaiki daya dukung DAS pada prinsipnya adalah memperbanyak
kemungkinan air hujan dapat meresap secara alamiah ke dalam tanah sebelum
masuk ke sungai atau mengalir ke hilir.

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah:
1. Menghitung potensi suplai air di wilayah DAS Cisarua
2. Menghitung kapasitas simpan air per kapita di wilayah DAS Cisarua
3. Memberikan rekomendasi atau arahan upaya peningkatan kapasitas
simpan air di wilayah DAS Cisarua.

3
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk masyrakat khususnya
masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor di wilayah DAS Cisarua.
Sebagai informasi awal ataupun bahan perencanaan dalam upaya pengelolaan
sumberdaya air khususnya peningkatan nilai kapasitas simpan air dan
pemeliharaan DAS agar ketersediaan air dapat dimanfaatkan dan dijaga
semaksimal mungkin sehingga dapat mengurangi nilai limpasan dan mencegah
banjir datang lagi di masa yang akan datang.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi hanya pada DAS cisarua yang merupakan bagian dari
DAS Ciliwung bagian hulu. Analisa yang dilakukan dititik beratkan pada analisis
neraca air dan perhitungan nilai kapasitas simpan air.

II.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat didefinisikan sebagai areal yang dibatasi
oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan
yang jatuh di atasnya, baik dalam bentuk aliran permukaan, aliran bawah tanah
dan aliran bumi ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau laut (Manan,
1976).
Menurut Seyhan (1990) faktor utama di dalam DAS yang sangat
mempengaruhi kapasitas sumberdaya air adalah sebagai berikut :
1. Vegetasi
Vegetasi merupakan pelindung bagi permukaan bumi terhadap
hempasan air hujan, hembusan angin dan teriknya matahari. Fungsi
utama dari vegetasi adalah melindungi tanah. Perlindungan ini
berlangsung dengan cara :
a. Melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang
jatuh.
b. Melindungi tanah terhadap daya merusak aliran air di atas
permukaan tanah.
c. Memperbaiki kapasitas infiltrasi dan struktur tanah serta daya
absorbsi/daya simpan air.
2. Tanah
Tanah selain berfungsi sebagai media tempat tumbuhnya vegetasi
juga berfungsi sebagai pengatur tata air. Peranan tanah dalam mengatur
tata air tergantung pada tingkat kemampuan tanah untuk meresapkan air
yang dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tanah, makin
banyak air yang dapat diserap dan masuk ke dalam profil tanah
persatuan waktu, sehingga dengandemikian jumlah air yang tersimpan
pada DAS menjadi lebih banyak.

4
Menurut Asdak (2007), paramater hidrologis yang dapat dimanfaatkan
untuk menelaah kondisisuatu DAS adalah data klimatologi (curah hujan, suhu,
klimatologi), limpasan permukaan (run off), debit sungai, sedimentasi, potensi air
tanah, koefisien regim sungai, koefisien limpasan, nisbah debit maksimum
minimum serta frekuensi dan periode banjir. Kondisi DAS dianggap normal
apabila :
a. Koefisien limpasan berfluktuasi secara normal (nilai C dari sungai
utama di DAS yang bersangkutan dari tahun ke tahun cenderung
kurang lebih sama besarnya).
b. Angka koefisien varians (CV) debit aliran kecil (lebih kecil dari 10%).
c. Angka koefisien regim sungai (nisbah Qmax/Qmin) juga normal (tidak
terus naik dari tahun ke tahun).
Manajemen DAS ditujukan untuk memperbaiki, memelihara dan
melindungi keadaan DAS agar dapat menghasilkan hasil air (water yield) untuk
kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan masyarakat, yakni
air minum, industri, irigasi, tenaga listrik, rekreasi, dan sebagainya (Manan, 1976).
Oleh karena itu, pengetahuan hidrologi (termasuk neraca air) dan pengaruh hutan
akan sangat membantu pelaksanaan manajemen DAS.
Menurut Falkenmark and Rockström (2004), kondisi yang biasa terjadi pada
faktor curah hujan dan komponennya termasuk limpasan, pengisian air tanah dan
evapotrasnpirasi tergantung pada tipe daerah iklim dan zona penutupan lahan.
Pembagian hujan menjadi limpasan, air tanah, dan evapotranspirasi menurut
daerah dan zona iklim di dunia disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pembagian hujan menjadi limpasan, air tanah dan evapotranspirasi
Daerah
iklim

Zona

Subtropical
dan tropical

Desert
Savanna
Dry
subhumid
savanna
Wet
savanna
Tundra
Taiga
Mixed
Forest
Wooded
Steppes
Wet
evergreen
equatorial
forest

Subartic
temperate

Equatorial

Curah hujan
(mm/tahun)

Limpasan
(mm/tahun)

Air tanah
(mm/tahun)

Total
Evapotranspirasi
(mm/tahun)

300

18

2

280

1000

100

30

870

1850

360

240

1200

370
700

70
160

40
140

260
400

750

150

100

500

650

90

30

530

2000

600

600

800

menurut daerah dan zona iklim didunia
Sumber: L’vovich dalam Falkenmark dan Rockstrom (2004)

5
2.2 Neraca Air
Neraca air merupakan persamaan yang menggambarkan prinsip bahwa
selama selang waktu tertentu, masukan air total pada suatu ruang tertentu harus
sama dengan keluaran total ditambah perubahan bersih dalam cadangan. (Seyhan,
1977). Neraca air dapat dihitung pada luasan dan periode waktu tertentu menurut
keperluannya. Perhitungan neraca air pada suatu daerah tangkapan (Thornthwaite
and Mather, 1957) dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (1):
P = ET + ΔSt......................................................................................................... (1)
Dimana:
P
: Presipitasi (mm/bulan)
ET
: Evapotranspirasi (mm/bulan)
ΔSt
: Perubahan cadangan air (mm/bulan)
Penyusunan neraca air di suatu tempat dimaksudkan untuk mengetahui
jumlah netto dari air yang diperoleh sehingga dapat diupayakan pemanfaatannya
sebaik mungkin. Dalam perhitungan neraca air lahan, data masukan yang
diperlukan yaitu curah hujan, suhu udara bulanan, penggunaan lahan, jenis tanah
atau tekstur tanah, letak garis lintang.
2.3 Presipitasi
Presipitasi terjadi apabila uap air atmosfer memiliki kelembaban yang tinggi.
Air yang mencapai bumi dari atmosfer berbentuk hujan, hujan salju, hujan es, atau
embun. Setelah mencapai permukaan bumi, air hujan tersebut dapat menjadi air
limpasan permukaan, permukaan penyimpanan air, es glacial, air untuk tanaman,
air tanah, atau mungkin menguap kembali ke atmosfer. Penguapan laut adalah
sumber terbesar (sekitar 90%) presipitasi (IIT, 2008). Presipitasi dalam segala
bentuk (seperti salju, hujan batu es, dan hujan), jatuh ke atas vegetasi, batuan,
permukaan tanah, permukaan air, dan saluran-saluran sungai (Seyhan, 1990).
Untuk mempelajari keadan suatu daerah tangkapan sehubungan dengan
curah hujannya. Analisis curah hujan dengan peluang tertentu dapat menggunakan
persamaan W.bull yaitu :
……………..………………………………………………………...(2)
dimana :
P
: Peluang
m
: Urutan kejadian menurut besarnya
n
: Jumlah tahun pengukuran
2.4 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan kombinasi dari dua proses, evaporasi dan
transpirasi. Evapotranspirasi merupakan proses kembalinya kelembaban ke
atmosfer. Air di permukaan apapun, terutama permukaan tanah liat, kolam, kali,
sungai, danau, dan laut, yang dipanasi oleh sinar Matahari hingga mencapai titik
dimana air dapat diubah menjadi uap, atau bentuk gas. Uap air kemudian naik ke
atmosfer.

6
Ada dua istilah evapotranspirasi yang umum digunakan yaitu
evapotranspirasi aktual dan potensial. Evapotranspirasi aktual adalah air yang
dikeluarkan yang tergantung pada kelembaban udara, suhu, dan kelembaban
relatif. Evapotranspirasi aktual merupakan nilai evapotranspirasi yang sebenarnya
terjadi pada suatu daerah. Sedangkan evapotranspirasi potensial adalah sejumlah
air yang menguap di bawah kondisi optimal diantara persediaan air yang terbatas.
Evapotranspirasi potensial umumnya diduga dari unsur-unsur iklim.
Beberapa contoh pendugaan besarnya evapotranspirasi yang telah dikembangkan
adalah metode Blaney Criddle, metode Thonthwaite, metode Penman.
Menurut Doorenbos and Pruitt (1977), untuk wilayah dimana terdapat data
suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, dan lama penyiranan matahari,
disarankan untuk menggunakan metode Penman. Dibanding dengan metode yang
lain, metode ini dianggap memberikan hasil yang memuaskan. Pendugaan nilai
evapotranspirasi dengan metode Penman menggunakan software Cropwat
berdasarkan persamaan (3).
ETo = c [W.Rn + (1-W).f(u).(ea-ed)] ...................................................................(3)
dimana :
ETo : evapotransirasi tanaman acuan (mm/hari)
W
: suhu-berhubungan dengan faktor pembobot
Rn
: lama penyinaran matahari setara dengan evaporasi (mm/hari)
f(u)
: faktor kecepatan angin
ea-ed : perbedaan antara tekanan jenuh dan aktual rata-rata
c
: faktor penyesuaian
Perhitungan nilai ETP dapat dilihat pada persamaan (4).
ETP = Kc. ETo.................................................................................................... (4)
dimana :
ETP : Evapotranspirasi potensial tanaman (mm/hari)
Kc
: koefisien pertanaman
Nilai evapotranspirasi potensial (ETP atau ETcrop) tergantung pada nilai
evapotranspirasi acuan (ETo) dan koefisien tanaman.
Tabel 2. Koefisien tanaman (Kc)
Jenis lahan
Kebun campuran
Tegalan/ladang
Pemukiman
Sawah Irigasi
Semak belukar
Sawah tadah hujan
Rumput
Sumber : Doorenbos and Pruitt (1977)

Kc
0.8
0.9
0
1.15
0.8
0.8
0.8

7
2.5 Simpanan Air
Simpanan atau cadangan air merupakan besaran yang menunjukkan jumlah
air tersedia di dalam suatu batasan ruang tertentu, yang merupakan hasil interaksi
antara aliran masuk dan aliran keluar pada ruang tersebut.
Menurut Thornthwaite dan Mather (1957), kapasitas cadangan lengas tanah
bergantung pada dua faktor jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang
terdapat pada permukaan tanah tersebut. Menurut Zelfi dalam Parapat (1997),
besarnya cadangan lengas tanah pada suatu daerah perakaran dapat berubah-ubah
dan dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi serta daya menahan air oleh tanah.
Perubahan ini diidentifikasi dengan adanya perubahan kelembaban pada zona
perakaran. Menurut Thornthwaite dan Mather (1957), kapasitas simpanan air
tanah (STo) dihitung dengan persamaan (5).
STo = (KLfc – KLwp) x dZ ..................................................................................(5)
dimana :
KLfc : kadar lengas tanah kapasitas lapang (mm)
KLwp : kadar lengas tanah titik layu permanen (mm)
dZ
: kedalaman jeluk tanah (mm)
Analisa perubahan cadangan lengas tanah pada suatu daerah, dapat
dilakukan dengan menggunakan persamaan (6):
△ST = STi – ST(i-1) .............................................................................................(6)
dengan :
△ST : perubahan cadangan lengas tanah
STi
: cadangan lengas tanah pada bulan ke-i (mm/bulan)
Thornthwaite dan Mather (1957) telah memberikan pedoman untuk menentukan
nilai kapasitas cadangan lengas tanah di daerah seperti terlihat pada Tabel 3.

8
Tabel 3. Nilai kapasitas cadangan lengas tanah berdasarkan tekstur tanah dan kelompok
tanaman
Klasifikasi tanaman
Tanaman berakar
dangkal

Tanaman berakar
sedang

Tanaman berakar
dalam

Tanaman buahbuahan

Tanaman hutan

Tekstur tanah
Pasir halus
Lempung berpasir halus
Lempung berdebu
Lempung berliat
Liat
Pasir halus
Lempung berpasir halus
Lempung berdebu
Lempung berliat
Liat
Pasir halus
Lempung berpasir halus
Lempung berdebu
Lempung berliat
Liat
Pasir halus
Lempung berpasir halus
Lempung berdebu
Lempung berliat
Liat
Pasir halus
Lempung berpasir halus
Lempung berdebu
Lempung berliat
Liat

Air tersedia
(mm/m)
100
150
200
250
300
100
150
200
250
300
100
150
200
250
300
100
150
200
250
300
100
150
200
250
300

Daerah
perakaran
(m)
0.50
0.50
0.62
0.40
0.25
0.75
1.00
1.00
0.80
0.50
1.00
1.00
1.25
1.00
0.67
1.50
1.67
1.50
1.00
0.67
2.50
2.00
2.00
1.60
1.17

Sumber: Thornthwaite dan Mather, 1957
2.6 Limpasan
Seyhan (1990) mendefinisikan limpasan sebagai bagian presipitasi (juga
kontribusi-kontribusi permukaan dan bawah permukaan) yang terdiri atas gerakan
gravitasi air dan nampak pada saluran permukaan dari bentuk permanen maupun
terputus-putus. Jika evapotranspirasi potensial lebih kecil dibandingkan
evapotranspirasi aktual, maka akan terjadi defisit air. Hal ini ditunjukkan dalam
persamaan (7):
D = ETP - ETA .................................................................................................... (7)
dimana :
D
: defisit air (mm/bulan)

Cadangan
lengas tanah
(mm)
50
75
100
100
75
75
150
200
200
150
100
150
250
250
200
150
250
300
250
200
250
300
400
400
350

9
Setelah simpan air telah mencapai kapasitas cadangan lengas tanah (water
holding capacity), kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai CHlebih. Air ini
merupakan kelebihan setelah air tanah terisi kembali. Dengan demikian CHlebih
dihitung sebagai nilai curah hujan dikurangi dengan nilai evapotranspirasi.
Selanjutnya, CHlebih akan menjadi limpasan dan pengisian air tanah. CHlebih
ditentukan dengan persamaan (8).
S = P – ETP - △ST ………………………………………………………………(8)
dengan :
S
: CHlebih (mm/bulan)
Curah hujan lebih kemudian akan diturunkan dalam bentuk limpasan dan
pengisian air tanah. Besarnya limpasan sebanding dengan proporsi koefisien
limpasan pada wilayah tersebut. Sedangkan besarnya pengisian air tanah
merupakan sisa nilai curah hujan lebih yang tidak menjadi limpasan. Total
limpasan dan pengisian air tanah dapat dikelola dan dijadikan water supply. Untuk
menduga besaran limpasan yang terjadi di suatu wilayah, perlu diketahui nilai
koefisien aliran permukaan. Schwab et al (1981) menyatakan bahwa koefisien
aliran permukaan (C) didefinisikan sebagai nisbah laju puncak aliran permukaan
terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju
infiltrasi tanah, tanaman penutup dan intensitas hujan. Nilai C untuk DAS
pertanian bagi tanah kelompok hidrologi B tertera pada Tabel 4. Frekuensi
terjadinya hujan mempengaruhi debit air dalam DAS.
Tabel 4. Koefisien limpasan (C) untuk daerah tangkapan air lahan
pertanian(kelompok tanah B)
No

Tanaman Penutup Tanah dan
Kondisi Hidrologi
1
2
3
4
5

Tanaman dalam baris, buruk
Tanaman dalam baris, baik
Padian, buruk
Padian, baik
Padang rumput potong,
pergiliran tanaman, baik
6 Padang rumput potong,
penggembalaan tetap, baik
7 Hutan dewasa, baik

Koefisien C untuk Laju Hujan
25 mm/jam
0.63
0.47
0.38
0.18
0.29

100 mm/jam
0.65
0.56
0.38
0.21
0.36

200 mm/jam
0.66
0.62
0.38
0.22
0.39

0.02

0.17

0.23

0.02

0.10

0.15

Sumber: Schwab, et al, (1981)
2.7 Daya Dukung Lingkungan
Daya dukung lingkungan berbasis neraca air suatu wilayah dapat diketahui
dengan menghitung kapasitas ketersediaan air pada wilayah tersebut, yang
besarnya sangat tergantung pada kemampuan menjaga dan mempertahankan
dinamika siklus hidrologi pada daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS). Upaya
mempertahankan siklus hidrologi secara buatan sangat ditentukan oleh
kemampuan meningkatkan kapasitas simpan air, baik penyimpanan secara ”alami”
melalui upaya rehabilitasi dan konservasi wilayah hulu DAS, maupun

10
secara ”struktur buatan” seperti waduk/bendungan, embung, dan lainnya
(Prastowo, 2010).
Analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air (DDL-air)
menunjukkan perbandingan antara kondisi suplai air pada suatu wilayah dengan
kebutuhan yang ada. Dari perbandingan keduanya, akan diperoleh status kondisi
ketersediaan air pada wilayah tersebut. Status daya dukung lingkungan berbasis
neraca air membandingkan antara nilai CHandalan dengan water footprint untuk
menilai status DDL-air. Kriteria status DDL-air tidak cukup dengan “surplus
defisit” saja namun untuk menunjukkan besaran relatif, perlu juga dinyatakan
dengan nilai “rasio supply/demand” (Prastowo, 2010). Kriteria penetapan status
daya dukung lingkungan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria penetapan status DDL-Air
Kriteria
Rasio supply/demand > 2
Rasio supply/demand 1-2
Rasio supply/demand < 1

Status DDL-Air
Daya dukung lingkungan aman (sustain)
Daya dukung lingkungan aman bersyarat
(conditional sustain)
Daya dukung lingkungan telah terlampaui
(overshoot)

Sumber: Prastowo (2010)
Ketersediaan air yang dinyatakan sebagai CHandalan dihitung dengan peluang
kejadian hujan ≥ 50%, dengan metode perhitungan yang lazim digunakan, seperti
metode Hazen, metode Gumbel, atau metode lainnya. Menurut Prastowo (2010),
perhitungan kebutuhan air dapat dihitung dari hasil konversi terhadap kebutuhan
hidup layak, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
DA = N x KHLA ..................................................................................................(9)
dimana :
DA
: Total kebutuhan air (m3/tahun)
N
: Jumlah penduduk (jiwa)
KHLA : Kebutuhan air untuk hidup layak (1600 m3 air/kapita/tahun) 2 x 800 m3
air/kapita/tahun,
dimana



800 m3 air/kapita/tahun adalah kebutuhan air untuk keperluan
domestik dan untuk menghasilkan pangan
2,0 adalah faktor koreksi untuk memperhitungkan kebutuhan hidup
layak yang mencakup kebutuhan pangan, domestik dan lainnya
2.8 Konservasi Tanah dan Air

Tanah menurut pengertian sehari-hari ialah tempat berpijak makhluk hidup
di darat, pondasi tempat tinggal, dan sebagainya. Secara ilmiah, tanah merupakan
media tempat tumbuh tanaman. Menurut Arsyad (2006), konservasi tanah dalam
arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang
sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan

11
syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti yang
sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya mencegah kerusakan tanah oleh
erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Konservasi air pada
prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian
seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang
merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Konservasi tanah
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan
yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu
dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh karena itu konservasi tanah dan konservasi air
merupakan dua hal yang berhuibungan erat sekali; berbagai tindakan konservasi
tanah adalah juga tindakan konservasi air.
Koefisien C didefinisikan sebagai nisbah antara laju puncak aliran
permukaane terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi nilai C
adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan (Arsyad,
2006). Salah satu rekomendasi yang dapat diberikan dalam konservasi tanah dan
air khususnya untuk daerah aliran sungai adalah dengan pengelolaan limpasan,
pembuatan sumur resapan, kolam resapan, lubang biopori, dan penghijauan daerah
aliran sungai.

III.

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu

Lokasi yang diamati adalah DAS Cisarua yang merupakan bagian dari
SubDAS Ciliwung di bagian hulu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini
dilakukan dari bulan Februari sampai Juni 2013.
3.2 Alat dan Bahan
Dalam pelaksanaan penelitian, peralatan dan bahan yang akan digunakan
untuk menunjang kegiatan antara lain: Seperangkat computer dengan program
Microsoft Excel, ArcGis 9.3, dan CROPWAT 8.0, alat tulis, kamera digital, dan
data-data sekunder berupa peta tata guna lahan dan data iklim.
3.3 Metode Penelitian
Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1. Tahapan yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah:
1. Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mengetahui dan mempelajari teori
maupun metode yang digunakan dalam menganalisis kapasitas simpan air
dan parameter yang mempengaruhinya.
2. Pengumpulan data dan informasi
Data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan data
sekunder. Data sekunder ini meliputi: Peta DAS Cisarua berupa peta tata
guna lahan, data iklim dari Stasiun BMKG Citeko meliputi curah hujan
bulanan, suhu, kelembaban, lama penyinaran matahari, dan kecepatan

12
angin sepuluh tahun terakhir, dan data jumlah penduduk di wilayah DAS
Cisarua.
3. Pengolahan dan Analisis Data
a) Menentukan status daya dukung lingkungan
1) Menghitung CH andalan sebagai nilai ketersediaan air
2) Menghitung jumlah kebutuhan air (water footprint) menggunakan
persamaan (9).
3) Membandingkan nilai rasio perbandingan nilai ketersediaan dan
kebutuhan air untuk mendapatkan status daya dukung lingkungan
berdasarkan Tabel 5.
b) Melakukan analisis neraca air
1) Mengidentifikasi penutupan lahan pada DAS Ciliwung melalui
peta penggunaan lahan.
2) Melakukan perhitungan curah hujan andalan dengan metode W.
bull, persamaan (2) Metode ini dipilih karena metode inimerupakan
metode yang paling sering digunakan dalam penentuhan curah
hujan andalan dengan asumsi nilai peluang kebenaran 80%.
3) Melakukan perhitungan evapotranspirasi dengan Persamaan (3)
dan (4). Nilai evapotranspirasi ditentukan dengan metode Penman
yang di aplikasikan menggunakan software CROPWAT.
4) Menghitung selisih hujan (P) dan evapotranspirasi potensial (ETP).
5) Menghitung accumulated potential water losses (APWL) dengan
akumulasi air bulan ke-i = {Akumulasi air bulan ke-(i-1) + nilai PETP bulan i}. Nilai negatif P-ETP menununjukkan potensi defisit
air yang merupakan hasil penjumlahan setiap bulannya. Untuk
wilayah basah, jumlah P-E dari setiap bulan bernilai positif. Oleh
karena itu, perhitungan akumulasi kehilangan air dimulai dari 0.
6) Menghitung kapasitas simpan air (water storage capacity (STo)).
Tabel penyimpanan air memberikan nilai penyimpanan air dalam
tanah setelah dikurangi dengan akumulasi kehilangan air yang
terjadi. Nilai yang terdapat pada tabel tersebut bergantung pada
kapasitas cadangan lengas tanah dan kedalaman akar. Nilai
kapasitas cadangan lengas tanah ditentukan pada Tabel 3. STo
kemudian ditentukan dengan persamaan (5).
7) Menghitung cadangan lengas tanah (water holding capacity/St).
Nilai cadangan lengas tanah pada awal periode dianggap sama
dengan nilai cadangan lengas tanah maksimum (kapasitas simpan
air tanah). Selanjutnya, jika nilai P>ETP, nilai cadangan lengas
tanah tidak akan berubah. Namun, jika nilai PSTo, maka STi = STo,
STi = {STi-1 + (P-ETP) }...........................................................(10).
8) Menghitung perubahan cadangan lengas tanah (△St) dengan
menggunakan persamaan (6). Jika nilai cadangan lengas tanah
sama dengan nilai kapasitas simpannya, diasumsikan tidak terjadi
perubahan dalam penyimpanan air.
9) Menghitung evapotranspirasi aktual (ETa)
Untuk bulan basah (P>ETp), maka ETa = Etp

13
Untuk bulan kering (PEp,
dengan persamaan neraca air Thornthwaite and Mather (8).
11) Membuat kurva neraca air.
c) Menyusun perencanaan tata guna lahan sebagai upaya peningkatan
simpanan air.
1) Mengidentifikasi lahan dan kesesuaian lahan. Hasil neraca air
sebagai dasar penentuan wilayah yang perlu dilakukan konservasi.
2) Memberikan rekomendasi terhadap lahan.

Kepadatan
Penduduk

Curah hujan
bulanan

Suhu,
kelembaban,
LPM, Kec. Angin

Tekstur tanah,
Luas areal,
Tutupan lahan

Water
Footprint

CHandalan
Metode W.Bull

CROPWAT
(Metode Penman)

Penentuan nilai
Water Holding
Capacity

Kebutuhan
air

Nilai P

Nilai ETp

Nilai STo

Analisis neraca air
Daya dukung lingkungan

Perencanaan tata guna lahan dan upaya peningkatan kapasitas simpan air
Gambar 1 Diagram alir penelitian

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum DAS Cisarua
Secara administratif DAS Cisarua termasuk dalam wilayah Kabupaten
Bogor. Bagian hulu DAS Ciliwung mencakup areal seluas 146 km2 yang
merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 300 m sampai 3.000 m dpl.
Di bagian hulu sedikitnya terdapat 7 Sub DAS, yaitu: Tugu, Cisarua, Cibogo,
Cisukabirus, Ciesek, Ciseuseupan, dan Katulampa. DAS Cisarua terdapat di
daerah wisata puncak mulai dari Kebun Raya Cibodas sampai Taman Safari
Indonesia. Hal ini tentunya memberikan kontribusi positif terhadap naiknya debit

14
Sungai Cisarua dan menurunnya kapasitas simpan air di DAS tersebut. Aliran
Sungai Cisarua melewati empat desa di Kecamatan Cisarua, yaitu Des Citeko,
Desa Cibeureum, Desa Leuwimalang, dan Desa Kopo. Tabel 6 menyajikan data
mengenai jumlah penduduk, luas desa, dan kepadatannya per desa tahun 2010.
Tabel 6. Jumlah Penduduk, Luas Desa, dan Kepadatannya di Desa Citeko,
Cibeureum, Cisarua, dan Kopo Tahun 2010
Desa

Jumlah penduduk (jiwa)

Luas (Km2)

11662
14681
6666
18833
51842

5.84
11.19
1.36
6.53
24.92

Citeko
Cibeureum
Leuwimalang
Kopo
Jumlah

Kepadatan
(Jiwa/ Km2)
1997
1312
4901
2884
2080

Sumber: Badan Pusat Statistik , 2010
Penggunaan lahan yang terdapat di DAS Cisarua diantaranya pertanian
lahan kering, hutan, perkebunan, pemukiman, sawah, dan semak belukar. Jumlah
penggunaan lahan pemukiman di DAS Cisarua meningkat dari tahun 2006 ke
tahun 2009 yaitu dari 10,36% menjadi 17,95%. Sedangkan luas hutan di DAS
Cisarua menurun dari 35,13% menjadi 17,95% dari tahun 2006 ke tahun 2009.
Perubahan penggunaan lahan ini tidak terlepas dari campur tangan manusia dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Peta tutupan lahan DAS Cisarua pada
tahun 2006 dan 2009 disajikan lengkap pada Gambar 2 dan Gambar 3. Proporsi
tutupan lahan DAS Cisarua pada tahun 2006 dan 2009 ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Proporsi Tutupan Lahan DAS Cisarua
Keterangan
Pertanian Lahan Kering
Hutan
Pemukiman
Perkebunan
Sawah
Semak/belukar
Tanah kosong
Gedung
Air tawar
Jumlah

Tahun 2006
Luas (ha) Persentase (%)
1347.31
54.07
875.52
35.13
258.71
10.38
10.36
0.42
2491.90
100.00

Sumber: BPDAS Citarum - Ciliwung (2012)

Tahun 2009
Luas (ha)
Persentase (%)
1029.49
41.31
531.61
21.33
447.22
17.95
210.20
8.44
75.45
3.03
189.70
7.61
2.32
0.09
0.31
0.01
5.61
0.23
2491.90
100.00

15

Sumber: BPDAS Citarum – Ciliwung (2012)
Gambar 2. Peta tutupan lahan DAS Cisarua tahun 2006

16

Sumber: BPDAS Citarum – Ciliwung (2012)
Gambar 3. Peta tutupan lahan DAS Cisarua tahun 2009

17
4.2 Presipitasi, Evapotranspirasi, dan Kapasitas Simpan Air
Parameter masukan yang digunakan dalam neraca air yaitu presipitasi,
evapotranspirasi, dan kapasitas simpan air. Presipitasi (P) atau curah hujan yang
digunakan adalah curah hujan andalan dengan peluang 80% menggunakan metode
W.Bull. Hal ini mengidentifikasikan nilai andalan satu bulan memiliki peluang
terlampaui 80%. Perhitungan curah hujan andalan pada DAS Cisarua dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Parameter selanjutnya yaitu nilai evapotranspirasi potensial (ETP). Menurut
Doorenbos and Pruitt(1977), untuk wilayah dimana terdapat data suhu,
kelembaban, arah dan kecepatan angin, dan lama penyinaran matahari, disarankan
untuk menggunakan metode Penman. Nilai ETP didapat dengan mengalikan nilai
evapotranspirasi acuan (ETo) dengan koefisien tanaman (Kc). Nilai Kc sangat
berpengaruh terhadap besarnya nilai ETP. Dalam hal ini kondisi dianggap sama
untuk seluruh skenario komposisi hutan dan pemukiman yang digunakan.
Perhitungan nilai ETo disajikan pada Lampiran 2. Gambaran grafik CHandalan dan
nilai ETP tahun 2006 dan 2009 disajikan pada Gambar 4.

400.0
350.0
300.0
250.0
CHandalan

200.0

Etp 2009
150.0

Etp 2006

100.0
50.0

Des

Nov

Okt

Sep

Ags

Jul

Jun

Mei

Apr

Mar

Feb

Jan

0.0

Gambar 4.Grafik curah hujan andalan 80% dan nilai ETP
Dari Gambar 4, bisa dilihat hubungan antara curah hujan dengan ETP.
Dalam satu tahun, nilai CH tidak sama tiap bulannya. Pada bulan juni, juli,
agustus, dan September nilai CH lebih kecil dari nilai ETP. Hal ini menunjukkan
bahwa pada bulan-bulan itu terjadi musim kering karena terjadi defisit curah hujan.
Nilai ETP bulanan untuk skenario komposisi luas hutan disajikan pada Lampiran
3, sedangkan untuk skenario luas pemukiman disajikan pada Lampiran 4. Dalam
komposisi luas hutan, diasumsikan semua jenis tanaman sama dan nilai Kc yg
digunakan adalah 0.9 untuk wilayah hutan dan 0.4 untuk wilayah lainnya.
Sedangkan untuk komposisi luas pemukiman, nilai Kc yg digunakan adalah 0
untuk pemukiman karena tidak ada tanaman dan 0.9 untuk wilayah lainnya.

18
Parameter masukan yang dibutuhkan selanjutnya adalah kapasitas simpan
air. Menurut Thornwaite dan Mather (1957), faktor utama untuk menentukan
kapasitas simpan air yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang
terdapat pada lahan tersebut, sehingga nilai STo pada persentase luas hutan akan
berbeda. Nilai STo ditentukan secara tertimbang sesuai proporsi luasan penutupan
lahan. Untuk wilayah DAS Cisarua, jenis tanah disetiap persentase luas hutan dan
luas pemukiman sama yaitu tanah liat. Dalam hal ini pada persentase wilayah
hutan digunakan nilai STo sebesar 350 mm untuk wilayah hutan dan 87,5 untuk
wilayah lainnya. Sedangkan pada persentase wilayah pemukiman digunakan nilai
STo sebesar 0 untuk pemukiman dan 175 untuk wilayah lainnya. Tabel
perhitungan lengkap nilai Kc, STo, dan C dapat dilihat pada Lampiran 5.
4.3 Analisis Neraca Air
Perhitungan neraca air dapat memberikan gambaran tentang surplus dan
deficit air pada suatu wilayah. Metode yang digunakan adalah menggunakan
persamaan Tornthwaite. Analisis neraca air dilakukan pada DAS Cisarua dengan
luas 2491.90 ha pada tahun 2006 dan 2009. Perubahan penutupan lahan DAS
Cisarua antara dua tahun tersebut terlihat cukup signifikan yang tentunya akan
mempengaruhi kapasitas simpan airnya. Hasil analisis neraca air tahun 2006 dan
2009 dengan beberapa parameter dapat dilihat pada Tabel 8. Perhitungan lengkap
neraca air untuk tahun 2006 dan 2009 terdapat pada Lampiran 6.
Tabel 8. Hasil analisis neraca air pada DAS Cisarua tahun 2006 dan 2009
Tahun
2006
2009

CHlebih
1226.55 mm
1279.51 mm

Parameter
Limpasan
502.89 mm
562.98 mm

Pengisian Air Tanah
723.66 mm
716.53 mm

Pada Tabel 8 dapat dilihat perbandingan surplus, limpasan, dan pengisian air
tanah pada tahun 2006 dan 2009. Pada tahun 2009, CHlebih dan limpasan yang
terjadi lebih besar dibandingkan tahun 2006. Hal ini disebabkan terjadinya
perubahan penutupan lahan selama tahun 2006 sampai 2009 yang mengakibatkan
berkurangnya persentase luas hutan. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan
kapasitas simpan air sebesar 21.12 mm. Penurunan kapasitas simpan air ini
menyebabkan peningkatan CHlebih sebesar 52.96 mm. Hal ini berakibat pada
peningkatan limpasan sebesar 60.09 mm dan penurunan nilai pengisian air tanah
sebesar 7.13 mm. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap besarnya
perubahan limpasan adalah persentase luas DAS (Asdak, 2007). Semakin besar
perubahan tutupan lahan, semakin besar pula perubahan yang terjadi pada
limpasan. Besarnya bagian CHlebih yang menjadi limpasan akan ditentukan oleh
nilai koefisien limpasan (C) yang bergantung pada penutupan lahan.
Analisis neraca air dengan berbagai komposisi luas hutan dilakukan dalam
beberapa skenario. Skenario komposisi luas hutan yang digunakan adalah 0%,
10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%. Presentase luas
hutan pada tahun 2006 sebesar 35.13% dan pada tahun 2009 menurun menjadi
21.33%. Hasil analisis neraca air dari beberapa skenario luas hutan pada DAS
Cisarua dapat dilihat pada Tabel 9.

19
Dapat dilihat pada Tabel 9 terlihat bahwa semakin tinggi persentase luas
hutan menyebabkan penurunan nilai CHlebih. Hal ini serupa dengan limpasan,
nilainya akan menurun seiring meningkatnya persentase luas hutan, namun
sebaliknya untuk nilai pengisian air tanah akan mengalami peningkatan pada
persentase luas hutan yang semakin besar. Pola perubahan nilai limpasan dan
pengisian air tanah disajikan pada Gambar 5. Perhitungan lengkap neraca air
untuk setiap komposisi luas hutan terdapat pada Lampiran 7.
Pada perhitungan persentase komposisi luas hutan, tahun 2006 DAS Cisarua
memiliki kapasitas simpan air sebesar 179.72 mm, sedangkan tahun 2009
menurun menjadi 143.49 mm. Penurunan ini menjadi salah satu meningkatnya
nilai CHlebih dari 1380.64 mm menjadi 1431.70 mm dalam tiap tahunnya atau
bertambah sebesar 51.06 mm. Penambahan ini mengakibatkan peningkatan
limpasan sebesar 87.08 mm dan penurunan pengisian air tanah sebesar 36.02 mm.
Tabel 9. Hasil analisis neraca air pada berbagai komposisi luas hutan di DAS
Cisarua
Simulasi % luas
hutan

2009
2006

0.00
10.00
20.00
21.33
30.00
35.13
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00

Parameter (mm/tahun)
CHlebih
1513.93
1474.86
1436.78
1431.70
1398.67
1380.64
1364.62
1331.74
1298.87
1266.00
1233.13
1200.26
1167.26

Limpasan
984.05
914.41
847.70
838.99
783.26
751.91
723.25
665.87
610.47
557.04
505.58
456.10
408.77

Pengisian Airtanah
529.88
560.45
589.08
592.71
615.41
628.73
641.37
665.87
688.40
708.96
727.55
744.16
759.14

20

Nilai Parameter Neraca Air (mm/tahun)

1600.00
1400.00
1200.00
1000.00
800.00

CHlebih
Limpasan

600.00

Pengisian Air Tanah

400.00
200.00
0.00
0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Simulasi Persentase Luas Hutan (%)

Gambar 5. Kurva neraca air berbagai komposisi luas hutan
Analisis neraca air juga dilakukan dengan berbagai komposisi luas
pemukiman dalam beberapa skenario. Skenario komposisi luas pemukimanyang
digunakan adalah 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan
100%. Presentase luas pemukiman pada tahun 2006 sebesar 10.38% dan
meningkat pada tahun 2009 menjadi 17.95%. Hasil analisis neraca air dari
beberapa skenario luas pemukiman pada DAS Cisarua dapat dilihat pada Tabel 10.
Pada Tabel 10 terlihat bahwa semakin tinggi persentase luas pemukiman
pada DAS Cisarua menyebabkan kenaikan nilai CHlebih. Hal ini serupa dengan
limpasan, nilainya akan meningkat seiring meningkatnya persentase luas
pemukiman. Namun sebaliknya untuk nilai pengisian air tanah akan mengalami
penurunan seiring dengan meningkatnya persentase luas pemukiman. Pola
perubahan nilai limpasan dan pengisian air tanah ditampilkan pada Gambar 10.
Perhitungan lengkap neraca air untuk setiap komposisi luas pemukiman terdapat
pada Lampiran 8.

21
Tabel 10. Hasil analisis neraca air pada berbagai komposisi luas pemukiman di
DAS Cisarua
Simulasi % luas
pemukiman

2006
2009

0.00
10.00
10.38
17.95
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00

Parameter (mm/tahun)
CHlebih
1167.37
1226.55
1228.80
1273.59
1285.71
1344.89
1406.28
1474.86
1548.33
1625.68
1703.07
1780.43
1870.10

Limpasan
466.95
527.42
529.78
578.02
591.43
659.00
731.27
811.17
898.03
991.66
1089.96
1192.89
1309.07

Pengisian air tanah
700.42
699.13
699.02
695.57
694.28
685.89
675.01
663.69
650.30
634.02
613.11
587.54
561.03

Pada perhitungan persentase komposisi luas pemukiman, tahun 2006 DAS
Cisarua memiliki kapasitas simpan air sebesar 156.84 mm, sedangkan tahun 2009
menurun menjadi 143.59 mm. Penurunan ini menjadi salah satu meningkatnya
nilai CHlebih dari 1228.80 mm menjadi 1273.59 mm dalam tiap tahunnya atau
bertambah sebesar 44.79 mm. Penambahan ini mengakibatkan peningkatan
limpasan sebesar 48.24 mm dan penurunan pengisian air tanah sebesar 3.45 mm.
Menurut Falkenmark and Rockström (2004), perbandingan ideal antara
limpasan dan pengisian air tanah terhadap CHlebih adalah 50:50. Dengan demikian,
komposisi luas hutan 50% di DAS Cisarua sudah dianggap ideal, karena
persentase limpasan dan pengisian air tanah berptongan pada titik 50% seperti
pada Gambar 9. Begitu juga dengan komposisi luas pemukiman, komposisi luas
pemukiman 30% pada DAS Cisarua sudah dianggap ideal, karena persentase
limpasan dan pengisian air tanah berpotongan di titik 30% seperti dilihat pada
Gambar 6.
Pada musim kering nilai CHlebih, limpasan, dan pengisian air tanah adalah 0.
Hal ini disebabkan karena nilai curah hujan lebih kecil dari nilai ETP, sehingga
curah hujan yang ada telah habis untuk evapotranspirasi dan pada saat itu
mengalami kondisi defisit air. Secara umum dapat dilihat bahwa kapasitas simpan
air pada suatu wilayah akan berperngaruh pada nilai curah hujan lebih. Pada DAS
Cisarua, selama tahun 2006 sampai 2009, terjadi penurunan kapasitas simpan air,
peningkatan CHlebih, dan peningkatan limpasan. Hal ini terjadi akibat adanya
penurunan persentase luas hutan dan bertambahnya alih fungsi lahan menjadi
pemukiman. Oleh sebab itu, diperlukan pengelolaan limpasan yang tepat untuk
menangani kenaikan limpasan tiap tahunnya.

22

Nilai Parameter Neraca Air (mm/tahun)

2000.00
1800.00
1600.00
1400.00
1200.00
1000.00

CHlebih
Limpasan

800.00

Pengisian air Tanah

600.00
400.00
200.00
0.00
0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
P