Gaya Komunikasi Pemimpin dan Keefektifan Kelompok Tani dalam Melaksanakan Program Konservasi Tanah dan Air Kasus Di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor

(1)

GAYA KOMUNIKASI PEMIMPIN DAN KEEFEKTIFAN

KELOMPOK TANI DALAM MELAKSANAKAN

PROGRAM KONSERVASI TANAH DAN AIR

(Kasus di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor)

RIMUN WIBOWO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Case in Upper Ciliwung Watershed, Cisarua Bogor ABSTRACT

Generally, soil and water conservation program in Indonesia generally and in Upper Ciliwung Watershed especially, put a farmers group as executor in the fields. Considering this situation, the key success factor for soil and water conservation measures is how far effectiveness of farmers group in executing these activities. The objective of this research are: (1) to identify farmers group effectiveness in executing soil and water conservation activities; (2) to analyze a relationship between communications style of farmers group leader and farmer group’s effectiveness in executing soil and water conservation measure; (3) to analyze a relationship between communication style of farmers group leader and a maturity and characteristics of farmers group members. This research was designed as descriptive co relational. Primer data was collected through interviewed to four farmers group members in four villages in Cisarua Sub District in Bogor Regency with 161 respondents. The collected data were analyzed by Correlation Spearman Test. The main results of this research show: (1) the farmer groups in Upper Ciliwung have a good effectiveness; (2) communication style of the farmers groups leader are tend to linier; and (3) farmer groups members are paternalistic performance. Convergence communication style conducive for achieving farmer groups’ effectiveness. Convergence communication style of farmer group’s leader tend to be applied in the maturity of farmer groups members. This communication style able to promote farmer groups participation in conservation activities. The farmer group leaders tend to apply convergence communication style when: (1) member of farmer groups have a good income; (2) member of farmer groups use convergence communication; and (3) member of farmer groups have several jobs, which need certain skill.

Key words: communications style, farmer group leader, effectiveness, soil and conservation.


(3)

ABSTRAK

RIMUN WIBOWO. GAYA KOMUNIKASI PEMIMPIN DAN KEEFEKTIFAN

KELOMPOK TANI DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM KONSERVASI TANAH DAN AIR (Kasus di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor).

Dibimbing oleh SUMARDJO, HADIYANTO dan RINEKSO SOEKMADI.

Kelompok tani merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan kegiatan konservasi tanah dan air di DAS, khususnya DAS Ciliwung Hulu. Oleh karena itu penentu utama kesuksesan kegiatan konservasi tanah dan air adalah sejauhmana keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air di kelompoknya. Keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air diduga kuat berhubungan dengan gaya komunikasi pemimpinnya. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengungkapkan tingkat keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air; (2) Menjelaskan tingkat keeratan hubungan antara gaya komunikasi pemimpin kelompok tani dengan keefektifan kelompok tani; dan (3) Menjelaskan kaitan antara gaya komunikasi pemimpin kelompok tani dengan tingkat kedewasaan dan karakteristik anggota kelompok tani.

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian yang bersifat diskriptif korelasional. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara kepada 161 anggota kelompok tani dari empat kelompok tani di DAS Ciliwung Hulu, Cisarua Bogor. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan Uji Korelasi Spearman.

Hasil utama penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) kelompok tani di DAS Ciliwung Hulu memiliki keefektifan kelompok yang tinggi; (2) gaya komunikasi pemimpim cenderung linier dan (3) anggota kelompok tani bercirikan paternalistik. Keefektifan kelompok tani tersebut berhubungan dengan gaya komunikasi pemimpin kelompok tani. Gaya komunikasi pemimpin kelompok tani yang convergence (dua arah), cenderung mendorong tercapainya kelompok tani yang efektif dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air.

Gaya komunikasi pemimpin kelompok tani yang convergence (dua arah), cenderung terjadi pada kelompok tani yang telah dewasa. Gaya komunikasi yang demikian kondusif bagi tumbuhnya partisipasi anggota kelompok tani.

Para pemimpin kelompok tani cenderung menerapkan gaya komunikasi

convergence (dua arah) pada: (1) anggota kelompok tani yang memiliki pendapatan tinggi; (2) anggota kelompok tani yang bergaya komunikasi

convergence (dua arah) dan (3) anggota kelompok tani yang selain sebagai petani juga memiliki pekerjaan yang memerlukan keterampilan khusus seperti petani jamur, petani bunga, menjahit, tukang bangunan, pegawai asuransi dan staf desa.


(4)

Dengan ini Saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:

GAYA KOMUNIKASI PEMIMPIN DAN KEEFEKTIFAN KELOMPOK TANI DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM KONSERVASI TANAH DAN AIR (Kasus di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor).

adalah benar merupakan karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2006

Rimun Wibowo KMP/ P.22500024


(5)

GAYA KOMUNIKASI PEMIMPIN DAN KEEFEKTIFAN

KELOMPOK TANI DALAM MELAKSANAKAN

PROGRAM KONSERVASI TANAH DAN AIR

(Kasus di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor)

RIMUN WIBOWO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

Kasus Di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor

Nama : Rimun Wibowo

NRP : P 22500024

Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Menyetujui,

1.Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sumardjo, MS Ketua

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.ScF Anggota

Ir. Hadiyanto, MS Anggota

Mengetahui, 2.Ketua Program Studi Komunikasi

Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sumardjo, MS

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Ponorogo Jawa Timur, 2 Juli 1969, putra kelima dari enam bersaudara keluarga Somowardi (alm) dan Tumpak (alm). Pendidikan SD-SLTA ditempuh di kota kelahiran penulis. Pada tahun 1989 diterima di IPB melalui jalur USMI, kemudian pada tahun 1990 penulis masuk Jurusan GMSK Faperta IPB, lulus 7 Maret 1994.

Setelah lulus S-1 IPB penulis bekerja di berbagai program pengembangan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia hingga sekarang. Pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Lembaga Bangun Desa Sejahtera (LBDS) di Jakarta pada tahun 1999-2001. Sejak tahun 1999 hingga sekarang memimpin Lembaga Pengembangan Masyarakat (LPM) EQUATOR, yang didirikan oleh penulis bersama rekan-rekannya. Kemudian pada tahun 2001 merintis Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insantama, sebuah SDIT full day school pertama di Kota Bogor, yang berada di bawah Yayasan Insantama Cendekia di mana penulis menjabat sebagai sekretaris. Penulis pernah mengajar mata kuliah pengembangan masyarakat di Jurusan Pengembangan Masyarakat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta pada tahun 2001-2002.

Beberapa proyek yang pernah diikuti secara individual antara lain:

National Watershed Management Conservation Project–IBRD (1996-1998) sebagai Training Specialist; Special Program for Food Security FAO sebagai

Participatory Rural Appraisal (PRA) Specialist (2000); Studi Kelayakan Pembentukan Lembaga Pengelola Sub DAS Citarik di Bandung dan Sumedang, OECF/JBIC (2002/2003) sebagai Koordinator Tim; Interisland Transportation Project ADB TA No. 4038-INO sebagai Social and Resettlement Specialist

(2003); Small Scale Technical Assistance (SSTA) ADB TA 4429-INO sebagai

Resettlement Specialist (2005) dan sebagai pelatih Kewirausahaan dan

Participatory Rural Appraisal (PRA) di berbagai daerah.

Penulis menikah dengan Ir. Siti Rosyidah pada tahun 1995 dan telah dikaruniai dua orang putra: Muhammad Shiddiq Ilham Noor dan Zaky Muhammad Noor.


(8)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas kehendak-Nya karya ilmiah ini akhirnya berhasil diseleasaikan oleh penulis. Penelitian ini yang berjudul: Gaya Komunikasi Pemimpin dan Keefektifan Kelompok Tani dalam Melaksanakan Program Konservasi Tanah dan Air, Kasus Di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada bulan April-Mei 2005.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Sumardjo, MS, Ir. Hadiyanto, MS, dan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.ScF selaku pembimbing. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Ir. Sutisna Riyanto, MS selaku penguji dari luar komisi pembimbing.

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan penghargaan kepada istri tercinta yang selalu mendorong dan membantu sehingga terselesaikannya sekolah dan karya ilmiah ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman di LPM EQUATOR terutama Sdri. Eni Kardiwiyati, S.Sos, M.Si yang telah membantu secara moril maupun materiil dalam penulisan karya ilmiah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan ide penelitian lebih lanjut dan berguna bagi para pihak yang terkait.

Bogor, Februari 2006 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……….. x

DAFTAR GAMBAR ………... xii

DAFTAR LAMPIRAN………... xiii

PENDAHULUAN ……….…………. 1 Latar Belakang ……….. 1

Permasalahan ……….... 5

Tujuan .……….. 7

Kegunaan Penelitian ………. 8

TINJAUAN PUSTAKA ………. 9

Gaya Kepemimpinan ……… 9

Gaya Kepemimpinan dan Komunikasi ……….………… 17

Komunikasi ……….……….. 20

Komunikasi Efektif dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya ……. 22

Keefektifan Komunikasi dalam Kelompok ……….. 24

Karakteristik Individu ……….……….. 30

Perilaku Komunikasi ……….……… 32

Pelaksanaan Konservasi Tanah dan Air di DAS Ciliwung Hulu..….…. 34

Beberapa Kasus Mengenai Konservasi Tanah dan Air (KTA) dan Kelompok Tani ... 39 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS………... 42

Kerangka Pemikiran………... 42

Hipotesis………. 53

METODOLOGI PENELITIAN……… 54

Lokasi dan Waktu Penelitian……….……… 54

Lokasi Penelitian……….……… 54

Waktu Penelitian……….……… 55

Metode Pengambilan Contoh……… 55


(10)

Validitas dan Reliabilitas Instrumen……….. 65

Metode Analisis Data………. 67

HASIL DAN PEMBAHASAN……… 69

Keadaan Umum Lokasi………...…..………. 69

Keadaan Umum Populasi…..………. 70

Keadaan Umum Kelompok Tani ………... 70

Karakteristik Anggota Kelompok Tani……….….. 80

Usia, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan....………... 80

Jenis Pekerjaan, Tingkat Pendapatan, Jumlah Tanggungan, dan Tingkat Penguasaan Lahan……….... 82 Akses terhadap Media Massa, Gaya Komunikasi Anggota, Tingkat Partisipasi, dan Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok Tani... 84 Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok Tani ……….….…. 87

Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani ..….………..….…. 88

Keefektifan Kelompok Tani dalam Melaksanakan Kegiatan KTA .…..…. 89

Hubungan antar Variabel yang Diteliti...………. 95

Hubungan antara Karakteristik dan Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok Tani... 99 Hubungan antara Karakteristik Anggota Kelompok Tani dan Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani... 99 Hubungan antara Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok Tani dan Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani... 101 Hubungan antara Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani dan Keefektifan Kelompok Tani... 102 SIMPULAN DAN SARAN…………..……….. 106

Simpulan... 106

Saran... 106

DAFTAR PUSTAKA …...……… 108


(11)

GAYA KOMUNIKASI PEMIMPIN DAN KEEFEKTIFAN

KELOMPOK TANI DALAM MELAKSANAKAN

PROGRAM KONSERVASI TANAH DAN AIR

(Kasus di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor)

RIMUN WIBOWO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Case in Upper Ciliwung Watershed, Cisarua Bogor ABSTRACT

Generally, soil and water conservation program in Indonesia generally and in Upper Ciliwung Watershed especially, put a farmers group as executor in the fields. Considering this situation, the key success factor for soil and water conservation measures is how far effectiveness of farmers group in executing these activities. The objective of this research are: (1) to identify farmers group effectiveness in executing soil and water conservation activities; (2) to analyze a relationship between communications style of farmers group leader and farmer group’s effectiveness in executing soil and water conservation measure; (3) to analyze a relationship between communication style of farmers group leader and a maturity and characteristics of farmers group members. This research was designed as descriptive co relational. Primer data was collected through interviewed to four farmers group members in four villages in Cisarua Sub District in Bogor Regency with 161 respondents. The collected data were analyzed by Correlation Spearman Test. The main results of this research show: (1) the farmer groups in Upper Ciliwung have a good effectiveness; (2) communication style of the farmers groups leader are tend to linier; and (3) farmer groups members are paternalistic performance. Convergence communication style conducive for achieving farmer groups’ effectiveness. Convergence communication style of farmer group’s leader tend to be applied in the maturity of farmer groups members. This communication style able to promote farmer groups participation in conservation activities. The farmer group leaders tend to apply convergence communication style when: (1) member of farmer groups have a good income; (2) member of farmer groups use convergence communication; and (3) member of farmer groups have several jobs, which need certain skill.

Key words: communications style, farmer group leader, effectiveness, soil and conservation.


(13)

ABSTRAK

RIMUN WIBOWO. GAYA KOMUNIKASI PEMIMPIN DAN KEEFEKTIFAN

KELOMPOK TANI DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM KONSERVASI TANAH DAN AIR (Kasus di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor).

Dibimbing oleh SUMARDJO, HADIYANTO dan RINEKSO SOEKMADI.

Kelompok tani merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan kegiatan konservasi tanah dan air di DAS, khususnya DAS Ciliwung Hulu. Oleh karena itu penentu utama kesuksesan kegiatan konservasi tanah dan air adalah sejauhmana keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air di kelompoknya. Keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air diduga kuat berhubungan dengan gaya komunikasi pemimpinnya. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengungkapkan tingkat keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air; (2) Menjelaskan tingkat keeratan hubungan antara gaya komunikasi pemimpin kelompok tani dengan keefektifan kelompok tani; dan (3) Menjelaskan kaitan antara gaya komunikasi pemimpin kelompok tani dengan tingkat kedewasaan dan karakteristik anggota kelompok tani.

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian yang bersifat diskriptif korelasional. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara kepada 161 anggota kelompok tani dari empat kelompok tani di DAS Ciliwung Hulu, Cisarua Bogor. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan Uji Korelasi Spearman.

Hasil utama penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) kelompok tani di DAS Ciliwung Hulu memiliki keefektifan kelompok yang tinggi; (2) gaya komunikasi pemimpim cenderung linier dan (3) anggota kelompok tani bercirikan paternalistik. Keefektifan kelompok tani tersebut berhubungan dengan gaya komunikasi pemimpin kelompok tani. Gaya komunikasi pemimpin kelompok tani yang convergence (dua arah), cenderung mendorong tercapainya kelompok tani yang efektif dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air.

Gaya komunikasi pemimpin kelompok tani yang convergence (dua arah), cenderung terjadi pada kelompok tani yang telah dewasa. Gaya komunikasi yang demikian kondusif bagi tumbuhnya partisipasi anggota kelompok tani.

Para pemimpin kelompok tani cenderung menerapkan gaya komunikasi

convergence (dua arah) pada: (1) anggota kelompok tani yang memiliki pendapatan tinggi; (2) anggota kelompok tani yang bergaya komunikasi

convergence (dua arah) dan (3) anggota kelompok tani yang selain sebagai petani juga memiliki pekerjaan yang memerlukan keterampilan khusus seperti petani jamur, petani bunga, menjahit, tukang bangunan, pegawai asuransi dan staf desa.


(14)

Dengan ini Saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:

GAYA KOMUNIKASI PEMIMPIN DAN KEEFEKTIFAN KELOMPOK TANI DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM KONSERVASI TANAH DAN AIR (Kasus di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor).

adalah benar merupakan karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2006

Rimun Wibowo KMP/ P.22500024


(15)

GAYA KOMUNIKASI PEMIMPIN DAN KEEFEKTIFAN

KELOMPOK TANI DALAM MELAKSANAKAN

PROGRAM KONSERVASI TANAH DAN AIR

(Kasus di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor)

RIMUN WIBOWO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(16)

Kasus Di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor

Nama : Rimun Wibowo

NRP : P 22500024

Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Menyetujui,

1.Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sumardjo, MS Ketua

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.ScF Anggota

Ir. Hadiyanto, MS Anggota

Mengetahui, 2.Ketua Program Studi Komunikasi

Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sumardjo, MS

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Ponorogo Jawa Timur, 2 Juli 1969, putra kelima dari enam bersaudara keluarga Somowardi (alm) dan Tumpak (alm). Pendidikan SD-SLTA ditempuh di kota kelahiran penulis. Pada tahun 1989 diterima di IPB melalui jalur USMI, kemudian pada tahun 1990 penulis masuk Jurusan GMSK Faperta IPB, lulus 7 Maret 1994.

Setelah lulus S-1 IPB penulis bekerja di berbagai program pengembangan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia hingga sekarang. Pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Lembaga Bangun Desa Sejahtera (LBDS) di Jakarta pada tahun 1999-2001. Sejak tahun 1999 hingga sekarang memimpin Lembaga Pengembangan Masyarakat (LPM) EQUATOR, yang didirikan oleh penulis bersama rekan-rekannya. Kemudian pada tahun 2001 merintis Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insantama, sebuah SDIT full day school pertama di Kota Bogor, yang berada di bawah Yayasan Insantama Cendekia di mana penulis menjabat sebagai sekretaris. Penulis pernah mengajar mata kuliah pengembangan masyarakat di Jurusan Pengembangan Masyarakat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta pada tahun 2001-2002.

Beberapa proyek yang pernah diikuti secara individual antara lain:

National Watershed Management Conservation Project–IBRD (1996-1998) sebagai Training Specialist; Special Program for Food Security FAO sebagai

Participatory Rural Appraisal (PRA) Specialist (2000); Studi Kelayakan Pembentukan Lembaga Pengelola Sub DAS Citarik di Bandung dan Sumedang, OECF/JBIC (2002/2003) sebagai Koordinator Tim; Interisland Transportation Project ADB TA No. 4038-INO sebagai Social and Resettlement Specialist

(2003); Small Scale Technical Assistance (SSTA) ADB TA 4429-INO sebagai

Resettlement Specialist (2005) dan sebagai pelatih Kewirausahaan dan

Participatory Rural Appraisal (PRA) di berbagai daerah.

Penulis menikah dengan Ir. Siti Rosyidah pada tahun 1995 dan telah dikaruniai dua orang putra: Muhammad Shiddiq Ilham Noor dan Zaky Muhammad Noor.


(18)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas kehendak-Nya karya ilmiah ini akhirnya berhasil diseleasaikan oleh penulis. Penelitian ini yang berjudul: Gaya Komunikasi Pemimpin dan Keefektifan Kelompok Tani dalam Melaksanakan Program Konservasi Tanah dan Air, Kasus Di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada bulan April-Mei 2005.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Sumardjo, MS, Ir. Hadiyanto, MS, dan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.ScF selaku pembimbing. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Ir. Sutisna Riyanto, MS selaku penguji dari luar komisi pembimbing.

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan penghargaan kepada istri tercinta yang selalu mendorong dan membantu sehingga terselesaikannya sekolah dan karya ilmiah ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman di LPM EQUATOR terutama Sdri. Eni Kardiwiyati, S.Sos, M.Si yang telah membantu secara moril maupun materiil dalam penulisan karya ilmiah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan ide penelitian lebih lanjut dan berguna bagi para pihak yang terkait.

Bogor, Februari 2006 Penulis


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……….. x

DAFTAR GAMBAR ………... xii

DAFTAR LAMPIRAN………... xiii

PENDAHULUAN ……….…………. 1 Latar Belakang ……….. 1

Permasalahan ……….... 5

Tujuan .……….. 7

Kegunaan Penelitian ………. 8

TINJAUAN PUSTAKA ………. 9

Gaya Kepemimpinan ……… 9

Gaya Kepemimpinan dan Komunikasi ……….………… 17

Komunikasi ……….……….. 20

Komunikasi Efektif dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya ……. 22

Keefektifan Komunikasi dalam Kelompok ……….. 24

Karakteristik Individu ……….……….. 30

Perilaku Komunikasi ……….……… 32

Pelaksanaan Konservasi Tanah dan Air di DAS Ciliwung Hulu..….…. 34

Beberapa Kasus Mengenai Konservasi Tanah dan Air (KTA) dan Kelompok Tani ... 39 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS………... 42

Kerangka Pemikiran………... 42

Hipotesis………. 53

METODOLOGI PENELITIAN……… 54

Lokasi dan Waktu Penelitian……….……… 54

Lokasi Penelitian……….……… 54

Waktu Penelitian……….……… 55

Metode Pengambilan Contoh……… 55


(20)

Validitas dan Reliabilitas Instrumen……….. 65

Metode Analisis Data………. 67

HASIL DAN PEMBAHASAN……… 69

Keadaan Umum Lokasi………...…..………. 69

Keadaan Umum Populasi…..………. 70

Keadaan Umum Kelompok Tani ………... 70

Karakteristik Anggota Kelompok Tani……….….. 80

Usia, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan....………... 80

Jenis Pekerjaan, Tingkat Pendapatan, Jumlah Tanggungan, dan Tingkat Penguasaan Lahan……….... 82 Akses terhadap Media Massa, Gaya Komunikasi Anggota, Tingkat Partisipasi, dan Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok Tani... 84 Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok Tani ……….….…. 87

Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani ..….………..….…. 88

Keefektifan Kelompok Tani dalam Melaksanakan Kegiatan KTA .…..…. 89

Hubungan antar Variabel yang Diteliti...………. 95

Hubungan antara Karakteristik dan Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok Tani... 99 Hubungan antara Karakteristik Anggota Kelompok Tani dan Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani... 99 Hubungan antara Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok Tani dan Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani... 101 Hubungan antara Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani dan Keefektifan Kelompok Tani... 102 SIMPULAN DAN SARAN…………..……….. 106

Simpulan... 106

Saran... 106

DAFTAR PUSTAKA …...……… 108


(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Tipologi Organisasi Berdasarkan Kualitas Hubungan Pemimpin dan Pengikut, Struktur Tugas, dan Kekuasaan

Kedudukan... 11

2. Aspek-aspek Komunikasi……….. 32

3. Model Komunikasi Linier, Relational dan Convergence... 45 4. Keterkaitan Gaya Kepemimpinan dan Gaya Komunikasi

Pemimpin Kelompok Tani...

46

5. Indikator Tingkat Kedewasaan Berkelompok……….. 48 6. Indikator Keefektifan Kelompok dalam Melaksanakan KTA. 49 7. Ciri-ciri Perilaku Kelompok Tani yang Pro-Konservasi dan

Kontra-Konservasi Tanah dan Air...

50

8. Jumlah Sampel pada Setiap Kelompok Tani 55

9. Karakteristik Anggota Kelompok Tani (Dimensi Variabel, Kriteria, dan Selang Skornya)...

61

10. Tingkat Kedewasaan/Kesiapan Kelompok Tani (Dimensi

Variabel, Kriteria dan Selang Skornya)...

63

11. Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani (Dimensi Variabel, Kriteria dan Selang Skornya)...

64

12. Keefektifan Kelompok Tani (Dimensi Variabel, Kriteria dan Selang Skornya)...

65

13. Jumlah Anggota Kelompok Tani dari Masing-masing

Kelompok Tani...

70

14. Sebaran Anggota Kelompok Tani menurut Usia, Jenis

Kelamin dan Tingkat Pendidikan...

81

15. Sebaran Anggota Kelompok Tani menurut Kategori Pekerjaan, Pendapatan, Jumlah Tanggungan, dan

Penguasaan Lahan...

82

16. Jenis Penguasaan Lahan Anggota Kelompok Tani ... 84 17. Kepemilikan Media Massa dari Anggota Kelompok Tani... 85 18. Sebaran Anggota Kelompok Tani menurut Akses ke Media

Massa, Gaya Komunikasi Responden, Tingkat Partisipasi Anggota Anggota Kelompok Tani...

86

19. Sebaran Anggota Kelompok Tani menurut Tingkat

Kedewasaannya...

87


(22)

22. Sumber Pengetahuan KTA anggota Kelompok Tani ... 90 23. Alasan Anggota Kelompok Tani Menyetujui untuk

Melaksanakan Kegiatan KTA...

91

24. Keragaan Kegiatan KTA yang Dilaksanakan oleh Kelompok Tani Berdasarkan Jenisnya ...

92

25. Luas Wilayah Daerah Penelitian Berdasarkan Kelas Lereng... 93 26 Jumlah Tegakan yang Direkomendasikan berdasarkan Kelas

Kemiringan Lahan...


(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Jenjang Tingkah Laku Pemimpin………... 13

2. Gaya Kepemimpinan Dasar (Basic Leadership Behavior Style)………..

16

3. Empat Gaya Dasar Kepemimpinan……… 18

4. Kerangka Pemikiran Gaya Komunikasi Pemimpin dan Keefektifan Kelompok Tani Konservasi Tanah dan Air dalam Melaksanakan Program Konservasi Tanah dan Air....

52

5. Papan Nama Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar, Desa Tugu Utara...

72

6. Salah Satu Bangunan Dam Pengendali (erosi) di Sungai Kecil di Tugu Selatan...

75

7. Papan Nama Kelompok Tani Kali Cimandala, Desa

Batulayang...

77

8. Papan Nama Kelompok Tani Kali Bunga Wortel, Desa Citeko...

79 9. Kerapatan Tegakan dan Kemiringan Lahan di Daerah

Penelitian...

93

10. Dam Penahan dan Sumur Resapan………. 94

11. Hubungan Antar Variabel yang Diteliti... 98 12. Gaya Komunikasi Pemimpin sesuai dengan Tingkat

Kedewasaan Anggota Kelompok Tani...


(24)

Nomor Teks Halaman

1. Peta Kawasan DAS Ciliwung……….………... 112

2. Peta Situasi Kecamatan Cisarua Bogor……….. 113 3. Rangkuman Hasil Analisis ujicoba Kuesioner………... 114


(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu agro-ekosistem, yang di dalamnya terdapat komponen-komponen biofisik, aspek sosial, ekonomi, kemasyarakatan, serta kelembagaan yang kesemuanya satu dengan yang lain saling bertautan dan saling mempengaruhi. Aktivitas pada suatu komponen dalam sistem ini akan mempengaruhi komponen sistem yang lain. Saling mempengaruhi antar komponen ini menghasilkan suatu keadaan yang secara langsung berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat sekitar dalam jangka pendek, maupun secara tidak langsung pada kelompok masyarakat lain dalam jangka panjang.

Beberapa fenomena bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, diyakini lebih banyak disebabkan oleh pengelolaan DAS yang tidak konsisten dengan komitmen konservasi tanah dan air, serta perilaku budidaya pertanian sebagai salah satu mata pencaharian yang cenderung menyebabkan terdegradasinya DAS.

Disamping fenomena alam tersebut, pengaruh yang paling nyata adalah semakin terdegradasinya DAS maupun kawasan penyangganya, akan semakin menurunkan produktivitas lahan di daerah tersebut, sehingga menyebabkan pengusahaan budidaya pertanian menjadi rendah. Perkembangan berikutnya akan menurunkan pendapatan petani. Lebih jauh, kerusakan DAS yang semakin meningkat akan memerlukan penanganan dengan biaya maupun tenaga yang sangat besar bagi pemerintah setempat.


(26)

Secara faktual di lapangan, pemerintah di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah (Ditjen Bangda) Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dan Departemen Kehutanan telah berupaya terus melakukan upaya-upaya rehabilitasi dan konservasi. Bentuk-bentuk upaya-upaya tersebut dilakukan baik secara fisik maupun pendekatan sumber daya manusia yang berada di DAS, karena komunitas ini (petani di DAS) yang sehari-hari berhadapan dan melakukan kegiatan ekonomi di DAS.

Dalam rangka melestarikan lingkungan hidup tersebut, pemerintah telah memiliki pengalaman (lesson learned) yang cukup penting untuk ditelaah, yaitu penyelenggaraan penghijauan dan reboisasi sejak 1976. Dari pengalaman tersebut dapat ditarik pelajaran bahwa untuk lebih mengoptimalkan keberhasilan dan keberlanjutan penyelenggaraan kegiatan konservasi tanah dan air yang dikemas dalam penghijauan dan reboisasi perlu ditingkatkan: partisipasi aktif masyarakat melalui wadah kelompok tani (World Bank, 1992).

Kelompok tani sebagai salah satu komunitas yang dekat dengan DAS di tingkat lapangan, diharapkan menjadi suatu institusi di tingkat akar rumput (grass root) yang tumbuh dan berkembang dari, oleh, dan untuk masyarakat pelaku kegiatan konservasi tanah dan air (penghijauan) di mana kegiatan tersebut berlangsung. Dengan demikian keberhasilan kegiatan konservasi tanah dan air (penghijauan) akan sangat ditentukan oleh realisasi tujuan kelompok tani untuk melakukan konservasi tanah dan air.

Indikator keberhasilan pelaksanaan program rehabilitasi dan konservasi yang dilakukan oleh kelompok tani, dapat dilihat dari kemampuan merealisasikan tujuan program antara lain: (i) melakukan kegiatan budidaya pertanian yang


(27)

3

berwawasan lingkungan; (ii) aktivitas sipil teknis pendukung; dan (iii) kemampuan kelompok tani mengelola bantuan dana yang dapat dilihat dari kemampuan kelompok tani memupuk modal dan menggulirkannya untuk keperluan lainnya (revolving fund) (DEPDAGRI, 1999).

Suatu kelompok tani, untuk mencapai tujuannya sekurang-kurangnya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal berkaitan dengan adanya iklim yang kondusif yang diberikan pemegang kebijakan sehingga kelompok tani diberi kemudahan melalui peraturan dan perundang-undangan dan berbagai bentuk pemberdayaan lainnya. Sedangkan faktor internal adalah faktor yang bersumber dan terjadi dalam organisasi atau kelompok tani tersebut. Salah satu faktor internal yang diduga banyak mempengaruhi pencapaian tujuan kelompok tani adalah kepemimpinan dari pemimpin kelompok tani tersebut. Pemimpin kelompok tani dipandang sebagai agen primer di dalam menentukan struktur, suasana kelompok, tujuan, ideologi, serta aktivitas kelompok tani. Oleh karena itu kepemimpinan merupakan kunci bahkan titik sentral organisasi atau kelompok apapun (Yunasaf 1997).

Menurut Gibson dan Hodgetts (1991), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Proses ini tentu memerlukan keahlian berkomunikasi yang efektif, yaitu kemampuan menyampaikan makna sehingga orang lain terpengaruh dan mau mengerjakan suatu kegiatan yang diharapkan. Setiap gaya kepemimpinan tertentu dari pemimpin kelompok tani, diduga akan memiliki gaya komunikasi yang tertentu pula yang akan mempengaruhi keefektifan kelompok yang dipimpinnya.


(28)

Beberapa kelompok tani di kawasan Cisarua Puncak melakukan usahatani konservasi tanah dan air (KTA) di DAS Ciliwung Hulu. Beberapa jenis sayuran yang biasa ditanam oleh anggota kelompok tani adalah kol, wortel, daun bawang, dan kentang. Dalam perkembangannya usaha tani sayuran ini semakin sedikit diusahakan oleh anggota kelompok tani seiring dengan terjualnya lahan-lahan pertanian mereka kepada para pengembang perumahan atau individu untuk keperluan tempat peristirahatan (villa). Dilaporkan oleh penyuluh setempat bahwa hanya sekitar 70 persen dari anggota kelompok tani yang masih membudidayakan sayuran tersebut. Dari jumlah itu tidak lebih dari 5 persen yang memiliki lahan sendiri, sedangkan lainnya mengolah tanah milik orang lain sebagian besar sebagai penggarap dan sebagian kecil dengan cara menyewa.

Kelompok tani yang melakukan usaha budidaya pertanian sebagian juga melaksanakan beberapa upaya penyelamatan lingkungan, dalam hal ini khususnya kegiatan konservasi tanah dan air untuk menjaga DAS Ciliwung Hulu. Fenomena ini cukup menarik karena mayoritas anggota kelompok tani di DAS Ciliwung Hulu adalah penggarap. Selain itu menurut pernyataan penyuluh dan hasil pengamatan peneliti, upaya-upaya konservasi tanah dan air yang dilakukan kelompok tani telah mengalami beberapa kendala. Kendala tersebut utamanya berasal dari para pemilik lahan yang tidak ingin tanahnya dipakai untuk kegiatan konservasi tanah dan air. Selain itu resistensi dan penolakan yang mengarah kepada kekerasan kerap dilakukan oleh oknum tertentu yang menginginkan lahan di DAS Ciliwung Hulu tersebut untuk dijadikan pemukiman/villa. Padahal tindakan oknum tersebut telah melanggar Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Keputusan Presiden Nomor 114


(29)

5

Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (BOPUNJUR).

Setiap tindakan di kawasan BOPUNJUR sesungguhnya telah diatur dengan Keppres tersebut sehingga konservasi tanah dan air di kawasan tersebut terjamin. Kegiatan konservasi harus dijalankan di semua kawasan BOPUNJUR yang meliputi kawasan hutan lindung, cagar alam, taman nasional, taman wisata, sempadan sungai, sekitar mata air, sekitar situ/danau, budidaya pertanian (tanaman tahunan/perkebunan, lahan basah, tanaman pangan lahan kering), permukiman, perkotaan, dan kawasan perdesaan.

Tanggapan respon kelompok tani dalam menyikapi kendala yang dihadapi pun berbeda-beda. Ada kelompok tani yang tetap konsisten melakukan kegiatan konservasi tanah dan air, namun ada pula kelompok tani yang menyurutkan langkah untuk melakukan kegiatan konservasi tanah dan air. Bervariasinya tanggapan kelompok tani terhadap kendala yang dihadapi dan bervariasinya keragaan kelompok tani dalam melakukan kegiatan konservasi tanah dan air (KTA) ini diduga akibat dari bervariasinya gaya komunikasi pemimpin kelompok tani. Bervariasinya gaya komunikasi pemimpin kelompok tani diduga berhubungan erat dengan beragamnya gaya kepemimpinan kelompok tani. Fenomena-fenomena inilah yang melatarbelakangi dilakukannya studi ini, untuk melihat keterkaitan antara berbagai keadaan yang telah diuraikan di atas.

Permasalahan

Penyelenggaraan kegiatan konservasi tanah dan air di Indonesia pada umumnya dan di kawasan DAS Ciliwung Hulu pada khususnya, menempatkan kelompok tani sebagai ujung tombak pelaksana kegiatan di lapangan. Oleh


(30)

karena itu salah satu penentu utama kesuksesan kegiatan konservasi tanah dan air di suatu daerah adalah sejauhmana keefektifan kelompok tani.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua kelompok tani berjalan efektif dalam menjalankan fungsinya untuk melaksanakan kegiatan konservasi tanah dan air. Hasil penelitian-peneletian sebelumnya menunjukkan bahwa ada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keefektifan kelompok. Faktor eksternal berkaitan dengan adanya iklim yang kondusif yang diberikan pemegang kebijakan sehingga kelompok diberi kemudahan melalui peraturan dan perundang-undangan dan berbagai bentuk pemberdayaan lainnya. Sedangkan faktor internal adalah faktor yang bersumber dan terjadi dalam kelompok tersebut. Salah satu faktor internal yang diduga banyak mempengaruhi pencapaian tujuan kelompok adalah kepemimpinan kelompok. Pemimpin kelompok dipandang sebagai agen primer di dalam menentukan struktur, suasana kelompok, tujuan, ideologi serta aktifitas kelompok.

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Proses ini tentu memerlukan keahlian berkomunikasi yang efektif, yaitu kemampuan menyampaikan makna sehingga orang lain terpengaruh dan mau mengerjakan suatu kegiatan yang diharapkan (Gibson dan Hodgetts, 1991). Setiap gaya kepemimpinan tertentu dari pemimpin kelompok tani, diduga memiliki gaya komunikasi yang tertentu pula, yang berpengaruh terhadap keefektifan kelompok yang dipimpinnya. Diduga gaya komunikasi pemimpim yang tepat adalah yang gaya dapat menyesuaikan dengan tingkat kedewasaan anggota kelompok tani yang dipimpinnya.


(31)

7

Dari uraian di atas, maka peneliti merumuskan masalah-masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air di daerah penelitian?

2. Benarkah keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air berhubungan dengan gaya komunikasi pemimpin kelompok tani? 3. Seberapa erat hubungan antara gaya komunikasi pemimpin kelompok tani

dengan tingkat kedewasaan dan karakteristik anggota kelompok tani?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan hubungan-hubungan antara variabel keefektifan kelompok tani dalam melaksanakan kegiatan konservasi tanah dan air, gaya komunikasi pemimpin kelompok tani, kedewasaan dan karakteristik anggota kelompok tani. Sehubungan dengan permasalahan yang telah dirumuskan, secara khusus penelitian ini bertujuan:

1. Mengungkapkan tingkat keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air di daerah penelitian.

2. Menjelaskan tingkat keeratan hubungan antara gaya komunikasi pemimpin kelompok tani dengan keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air.

3. Menjelaskan kaitan antara gaya komunikasi pemimpin kelompok tani dengan tingkat kedewasaan dan karakteristik anggota kelompok tani.


(32)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian komunikasi kelompok kecil pada bidang konservasi tanah dan air. Disamping itu pemahaman gaya komunikasi pemimpin dan keefektifan kelompok diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai pengaruhnya terhadap kesuksesan pelaksanaan konservasi tanah dan air di kawasan daerah aliran sungai (DAS).

Adapun secara praktis, penelitian ini diharapkan:

1. Sebagai salah satu alat evaluasi terhadap hasil pemberdayaan kelompok tani yang telah dilakukan selama ini khususnya di wilayah Kecamatan Cisarua (kawasan DAS Ciliwung Hulu).

2. Sebagai bahan masukan untuk perbaikan sistem pembinaan dan pengembangan kelompok tani sejenis, terutama dalam aspek yang terkait dengan cara-cara komunikasi pemimpin kelompok.

3. Dapat dijadikan instrumen pendekatan (disamping pendekatan yang telah ada) dalam rangka meningkatkan peran masyarakat khususnya kelompok tani untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan konservasi tanah dan air.


(33)

TINJAUAN PUSTAKA

Gaya Kepemimpinan

Setiap pemimpin agar bisa melaksanakan tugasnya harus memiliki wewenang atau kekuasaan. Berdasarkan wewenang itulah pemimpin akan membimbing, menggerakkan, dan mengarahkan mereka yang dipimpinnya menuju tujuan bersama. Cara menggunakan wewenang dapat berbeda-beda dari satu pemimpin ke pemimpin yang lain. Perbedaan cara penggunaan wewenang ini dapat menciptakan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Reberu dalam Mukoddam (1983) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan adalah cara pemimpin membawa diri sebagai pemimpin; cara ia “berlagak” dalam menggunakan kekuasaan.

Gaya kepemimpinan bisa otoriter, artinya sangat memaksakan, sangat mendesakkan kekuasaannya pada bawahan. Bawahan dikendalikan dan diperintah seperti tidak mempunyai martabat manusia yang dapat mempunyai pikiran dan kehendak sendiri. Gaya otoriter menyebabkan seseorang pemimpin mengatur semuanya supaya dikerjakan sesuai dengan kehendaknya. Ia menjadi seorang diktator.

Sebaliknya, seorang pemimpin bisa bergaya demokratis. Ia sadar, bahwa manusia-manusia berderajat sama. Karena itu sang pemimpin tetap berusaha menghormati dan memperhitungkan pendapat dan saran orang lain. Ia akan menghindari hal-hal yang dirasa tidak sejalan dengan martabat manusiawi bawahannya. Pembantu-pembantu terdekatnya, ia perlakukan sebagai rekan dalam iklim persaudaraan dan bawahan yang terendahpun akan ia hormati sebagai subyek yang berhak mempunyai harga diri dan memiliki pendapat sendiri.


(34)

Kepemimpinan paternalistik dapat ditambahkan sebagai salah suatu gaya kepemimpinan. Kepemimpinan paternalistik menganggap bawahan hanya sebagai “anak yang belum dewasa”, karena itu selalu bersikap sebagai seorang bapak. Ia yang mengatur, mengambil prakarsa, merencanakan, dan ia pula yang melaksanakan menurut pahamnya sendiri. Ia tidak bersikap diktator, tetapi ia sangat membatasi kemungkinan anak buahnya untuk turut serta dalam merumuskan kebijaksanaan dan mengambil keputusan. Gaya paternalistik ini masih sering dijumpai di wilayah yang bertradisi feodal, atau bekas wilayah jajahan (Mukoddam, 1983).

Slamet (1978) berpendapat bahwa pada dasarnya semua gaya kepemimpinan itu berada diantara dua kutub ekstrim dari suatu kontinum, yaitu gaya kepemimpinan yang sepenuhnya berorientasi pada tugas yang harus diselesaikan oleh organisasi di satu kutub, dan gaya kepemimpinan yang sepenuhnya pada menjalankan hubungan baik di dalam organisasi, di kutub yang lain. Artinya, gaya kepemimpinan yang banyak kita jumpai sehari-hari adalah gaya kepemimpinan yang merupakan kombinasi antara kedua gaya ekstrim itu dengan perbandingan yang berbeda-beda tergantung kepada situasinya. Baik tidaknya, atau efektif tidaknya suatu gaya kepemimpinan sangat ditentukan oleh situasi organisasi yang bersangkutan. Dengan kata lain gaya kepemimpinan yang terbaik adalah gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi organisasi yang ada.

Setiap pemimpin harus memahami situasi lingkungan atau keadaan, sifat-sifat, dan sikap para anggota yang dipimpinnya untuk bisa menentukan gaya kepemimpinan yang paling tepat untuk diterapkan. Berkenaan dengan situasi


(35)

11

kelompok atau organisasi itu, Fiedler (James et al., 1984) menjelaskan adanya tiga faktor utama yang perlu diperhatikan dalam mempelajari situasi organisasi, yaitu pertama, adalah hubungan antara pemimpin dan anggota, apakah hubungan itu baik, jelek, atau jelek sekali. Kedua, struktur tugas yang dipikul oleh organisasi itu, apakah tugas itu dan apakah cara pelaksanaannya jelas, atau tidak jelas. Ketiga, adalah kekuasaan yang dimiliki oleh kedudukannya sebagai pemimpin itu kuat atau lemah. Kombinasi dari ketiga faktor utama yang berbeda-beda itu menghasilkan adanya delapan kemungkinan jenis organisasi atau kelompok, seperti terlihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Tipologi Organisasi Berdasarkan Kualitas Hubungan Pemimpin dan Pengikut, Struktur Tugas, dan Kekuasaan Kedudukan

Deskripsi Situasi Jenis Kelompok/ Organisasi Hubungan Anggota dengan Pemimpin Struktur Tugas Kekuasaan/ Kedudukan Pemimpin Gaya Kepemimpinan yang efektif

I Baik Jelas Kuat Berorientasi tugas

II Baik Jelas Lemah Berorientasi

hubungan

III Baik Tidak

Jelas

Kuat Berorientasi tugas

IV Baik Tidak

Jelas

Lemah Berorientasi hubungan

V Jelek Jelas Kuat Berorientasi tugas

VI Jelek Jelas Lemah Berorientasi

hubungan

VII Jelek Tidak

Jelas

Kuat Berorientasi tugas

VIII Jelek Tidak

Jelas

Lemah Berorientasi hubungan

Sumber: Fiedler (James et al., 1984)

Seorang pemimpin akan dapat menentukan gaya kepemimpinan yang tepat dengan memperhatikan dan memperhitungkan secara seksama situasi organisasi berdasarkan tiga faktor utama tersebut. Tabel 1 menunjukkan gaya


(36)

kepemimpinan bagi delapan jenis organisasi. Jenis organisasi yang pertama dapat digunakan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas. Jenis organisasi kedua, hubungan pemimpin dengan anggotanya baik, struktur tugas juga jelas, tetapi pemimpin akan menghadapi masalah dalam pembinaan organisasi karena kekuasaan/kedudukannya yang lemah. Dalam hal ini, penggunaan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan akan lebih tepat. Untuk organisasi yang ketujuh, karena hubungan pemimpin dan anggota jelek, struktur tugas juga tidak jelas, namun karena kekuasaan pemimpin kuat maka gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas akan lebih baik.

Situasi suatu organisasi atau kelompok dapat berubah dari waktu yang satu ke waktu yang lain, disebabkan adanya perubahan yang terjadi pada ketiga faktor utama itu. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin sebaiknya juga dapat diubah-ubah disesuaikan dengan perubahan situasinya.

Berkenaan dengan dua macam orientasi gaya kepemimpinan seperti yang telah diuraikan, James et al. (1984) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan yang berorientasi tugas digambarkan oleh perilaku pemimpin yang ”authoritarian” dan untuk yang berorientasi hubungan digambarkan oleh perilaku pemimpin yang ”demokratis”. Secara umum disepakati bahwa pemimpin-pemimpin itu mempengaruhi pengikut-pengikut mereka dengan dua cara: (1) mereka menjelaskan kepada pengikut-pengikutnya apa yang akan dikerjakan dan bagaimana melakukannya, atau (2) mereka mengikutsertakan pengikut-pengikutnya untuk bertanggungjawab dengan mengikutsertakan mereka dalam penyusunan rencana dan pelaksanaannya. Pertama adalah gaya kepemimpinan


(37)

13

sebagai akibatnya semua kebijaksanaan ditentukan oleh pemimpin. Kedua adalah, kepemimpinan ”demokratis”, yang lebih bebas dan menekankan aktivitas mereka pada hubungan manusia, karena kebijaksanaan mereka terbuka untuk didiskusikan dan dipertimbangkan kelompok.

Otoriter Demokratis

Terpusat pada tugas

Terpusat pada hubungan Penggunaan wewenang oleh pemimpin

Kebebasan yang diberikan pada bawahan Pemimpin membuat keputusan dan mengumum kannya Pemimpin menawarkan keputusan kepada anggota kelompok Pemimpin mengemu kakan keputusan, anggota kelompok boleh bertanya Pemimpin mengemu kakan rencana keputusan, konsultasi dengan anggota kelompok Pemimpin mengemuka kan masalah, minta gagasan anggota kelompok, baru membuat keputusan Pemimpin mengemu kakan masalah, anggota kelompok membuat keputusan Pemimpin memberi-kan kebebasan sebanyak-banyaknya kepada anggota kelompok untuk menentukan masalah dan mengambil keputusan.

Gambar 1. Jenjang Tingkah Laku Pemimpin

Salah satu usaha untuk mengintegrasikan berbagai perilaku pemimpin telah dilakukan oleh Tannenbaum dan Schmidt (Holt, 1990). Usaha ini mereka gambarkan dalam suatu jenjang perilaku pemimpin yang dapat berpusat pada kepentingan pemimpin “authoritarian” atau pada kepentingan pemimpin “demokratis” seperti tampak dalam ilustrasi di bawah ini.

Holt (1990) menjelaskan Gambar 1 sebagai berikut. Perilaku pemimpin-pemimpin pada ujung “authoritarian” dari kontinum cenderung berorientasi pada


(38)

tugas dan menggunakan kekuasaan, untuk mempengaruhi pengikut-pengikutnya. Pemimpin-pemimpin yang ada pada ujung demokrasi cenderung berorientasi pada kelompok dan memberikan pada pengikutnya kebebasan melakukan pekerjaan mereka.

Berkenaan dengan orientasi gaya kepemimpinan “Michigan Leadership Studies” (James et al., 1984) menggunakan konsep gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hasil dengan penjelasan sebagai berikut. Pemimpin-pemimpin yang berorientasi pada pekerja sangat memperhatikan aspek hubungan dalam pekerjaan mereka. Mereka memandang setiap pekerja penting dan memberikan perhatian pada setiap orang, mengakui individualitas dan kebutuhan-kebutuhan pribadi mereka. Pemimpin-pemimpin yang berorientasi pada aspek produksi dan teknik dari pekerjaan mereka; pekerja-pekerja diperlakukan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi.

Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dari sejumlah besar penelitian di “Research Center for Group Dynamic”, Zander dan Cartwrigt (1968) menyatakan bahwa tujuan kelompok ialah: (1) tercapainya beberapa tujuan tertentu dari kelompok, dan (2) pemeliharaan atau pemantapan kelompok itu sendiri.

Kategori yang pertama tampaknya sama dengan konsep tugas seperti yang telah dibicarakan di atas, yaitu “Authoritarian Orientation” dan “Productive Orientation”. Sedangkan kategori yang kedua sama dengan konsep hubungan, yaitu “Democration Orientation”, dan “Employe Orientation”.

Mengenai perilaku pemimpin ini Holt (1990) dengan mengacu kepada


(39)

15

pemimpin ada dalam dua dimensi, yaitu: “Initiating Structure” dan

“Consideration”. “Initiating Structure” menunjukkan perilaku pemimpin dalam hubungannya dengan anggota-anggota kelompok kerja dan usaha pemimpin untuk menetapkan pola-pola organisasi yang baik, saluran-saluran komunikasi dan metode-metode prosedur. “Consideration” menunjukkan perilaku pemimpin yang memperlihatkan rasa persahabatan, saling mempercayai, saling menghargai, dan hubungan yang intim antara pemimpin dengan anggota-anggota dari stafnya.

Mengenai keefektifan perilaku kepemimpinan, Harsey dan Blanchard dalam Holt (1990) mengemukakan bahwa: Perilaku yang efektif ditunjukkan oleh skor yang tinggi, baik pada “initiating structure” maupun pada “consideration”. Sebaliknya perilaku kepemimpinan yang tidak efektif ditandai oleh skor yang rendah pada kedua dimensi itu. Berdasarkan hasil observasi ini, dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin yang berhasil harus mendorong kedua tujuan pokok, yaitu: pencapaian tujuan dan pemeliharaan kelompok, atau ia harus mendorong kegiatan kerjasama yang efektif dan efisien. Oleh karena itu “Ohio State Leadership Studies” cenderung untuk menyimpulkan bahwa “high Initiating Structure and High Consideration” adalah perilaku pemimpin yang ideal.

Gaya kepemimpinan yang layak bagi suatu organisasi belum tentu layak bagi organisasi yang lain, karena keefektifan seorang pemimpin tergantung pada kemampuannya menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan situasi organisasi dan kebutuhan pengikutnya. Harsey dan Blanchard (Holt, 1990) berpendapat bahwa semakin sesuai gaya kepemimpinan menejer-menejer dengan situasi dan kebutuhan-kebutuhan pengikut mereka, maka baik tujuan pribadi maupun organisasi akan dapat dicapai dengan lebih baik.


(40)

Harsey dan Blanchard (Holt, 1990) pada saat menjelaskan model-model gaya kepemimpinan, mengatakan ada empat “quadrant” perilaku dasar kepemimpinan yaitu “high relationship and high task; high task and low relationship”, “high relationship and low task”, low task and low relationship”, seperti yang disajikan pada Gambar 2.

(High)

Realationshi

p

(Low)

“High Relationship

and low task”

“High Task and High Relationship”

“Low Task and Low Relationship”

“High Task and Low Relationship”

(High)

(Low) Task Behavior

Gambar 2. Gaya Kepemimpinan Dasar (Basic Leadership Behavior Style)

Empat “quadrant” di atas menggambarkan perbedaan gaya kepemimpinan yang esensial yang perlu mendapatkan perhatian secara mendalam oleh setiap pemimpin. Pada dasarnya tiap pemimpin akan mengambil cara tertentu tergantung pada masalah yang dihadapinya. Setiap gaya kepemimpinan yang dipergunakan akan meliputi kombinasi “task behavior” dan “relationship behavior”. Kedua jenis perilaku “task and relationship” yang menjadi dasar gaya kepemimpinan didefinisikan sebagai berikut: “Task Behavior” adalah kewenangan pemimpin-pemimpin untuk mengatur/menetapkan peranan anggota-anggota kelompoknya, menjelaskan kegiatan-kegiatan apa yang harus dikerjakan


(41)

17

masing-masing, bila, di mana, dan bagaimana seharusnya menyelesaikan tugas-tugas itu; yang ditunjukkan oleh adanya usaha untuk menetapkan pola-pola organisasi yang dirumuskan dengan baik, saluran-saluran komunikasi, cara-cara menyelamatkan pekerjaan. Sedangkan “Relationship Behavior” adalah keleluasaan pemimpin memelihara hubungan pribadi antara pemimpin-pemimpin itu sendiri dengan anggota kelompoknya dengan menyediakan saluran-saluran komunikasi, memberi bantuan sosioemosional, sentuhan-sentuhan psychologis (hal-hal yang dapat membangkitkan semangat) dan kebebasan berperilaku.

Gaya Kepemimpinan dan Komunikasi

Tannenbaum dan Massarik (Dahnke dan Clatterbuck, 1990), menyatakan kepemimpinan adalah pengaruh seseorang (individu) dalam suatu situasi yang secara langsung, melalui proses komunikasi, yang bertujuan untuk sesuatu hasil yang ingin dicapai secara spesifik. Menurut konsep ini maka yang dimaksud kepemimpinan substansinya lebih kepada proses saling mempengaruhi. Artinya proses saling mempengaruhi ini dapat saja berganti tergantung pada derajat hubungan yang sedang dilakukan yang mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Proses yang terjadi dilakukan melalui suatu aktivitas komunikasi.

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain yang diarahkan sebagai upaya untuk mencapai tujuan tertentu. Proses ini secara alamiah membutuhkan penggunaan keahlian komunikasi yang efektif. Namun demikian pemimpin yang efektif haruslah lebih dari sekedar seorang komunikator, tapi seseorang yang mampu menyampaikan makna sehingga dapat melaksanakan upayanya dalam melaksanakan tujuan tertentu (Gibson dan Hudgetts, 1991).


(42)

Tinggi

Supporting Coaching

Tingkat Komunikasi

Delegating Directing

Rendah Tinggi

Tingkat Pengarahan

Gambar 3. Empat Gaya Dasar Kepemimpinan

Sebagaimana diuraikan di atas Gibson dan Hodgetts (1991) menyatakan bahwa empat gaya kepemimpinan ini akan mempengaruhi gaya komunikasi yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Pertama, pemimpin otoriter menyuruh bawahannya apa yang harus dikerjakan. Kedua, pemimpin paternalistik hampir sama dengan tipe pemimpin otoriter tetapi masih memberikan kesempatan untuk berdiskusi terhadap suatu masalah serta menyediakan ruang untuk timbal balik kepada bawahannya. Pemimpin kedua ini cenderung berlaku sebagai seorang bapak. Ketiga, pemimpin partisipatif yang mengijinkan bawahannya untuk berkomunikasi dan mendukung dan menghargai gagasan dari semua anggota. Dalam hal ini terdapat suasana dengan berkembangnya gagasan secara bebas. Keempat, kepemimpinan laissez-faire yang mana setiap bawahan dapat melakukan komunikasi antara satu dengan yang lain dan melakukan aktivitas, sementara pemimpinan memegang peranan yang sangat pasif.


(43)

19

Gibson dan Hodgetts (1991) menyatakan bahwa selain komunikasi yang dilakukan seorang pemimpin berbeda akibat dari empat gaya kepemimpinan (yaitu kepemimpinan otoriter, kepemimpinan paternalistik, kepemimpinan partisipatif, serta kepemimpinan laissez-faire), maka komunikasi juga berbeda bila dilihat dari konsekuensi posisi seorang pemimpin. Posisi yang dimaksudkan adalah apakah berada pada level manajemen tingkat bawah, level manajemen menengah, ataukah level manajemen tingkat atas (top level management). Hal ini amat erat kaitannya bahwa perbedaan level seorang pemimpin pada posisi manajemennya berkonsekuensi dengan penguasaan teknis pada kegiatan tertentu maupun kemampuan berpikir. Secara umum penguasaan teknis atau kemampuan berpikir konseptual akan berbeda secara proporsional pada ketiga tingkatan manajemen di mana seorang pemimpin berada. Konsekuensinya komunikasi yang dilakukan oleh seorang pemimpin diorientasikan pada keberhasilan tugasnya, pada posisi mana ia berada pada level manajemen.

Beebe dan Masterson (1994) memandang gaya kepemimpinan lebih sederhana, yaitu terdapat tiga gaya kepemimpinan. Gaya-gaya tersebut antara lain otoritarian, demokratis, dan leissez-faire. Pemimpin yang otoritarian umumnya sangat superior pada anggota kelompok. Gaya demokratis lebih memberikan peluang kepada anggota kelompok untuk memberikan sharing dalam rangka mengambil keputusan. Sementara kepemimpinan leissez-faire memberikan kebebasan kepada para anggotanya untuk mampu mengarahkan dirinya sendiri. Gaya kepemimpinan yang terdapat suatu kelompok akan memberikan implikasi secara psikis pada anggota. Kelompok dengan pemimpin yang demokratis memberikan tingkat kepuasan yang lebih besar daripada gaya kepemimpinan yang


(44)

leissez-faire. Hal ini juga terjadi pada kelompok yang memiliki pemimpin otokratik, umumnya lebih produktif bila dibandingkan dengan gaya kepemimpinan leissez-faire. Perlu dicatat bahwa tingkat produktivitas kelompok dengan pemimpin otokratik akan meningkat, umumnya hanya jika terdapat kehadiran pemimpin.

Komunikasi

Pengertian komunikasi dapat dilihat dari dua model, yaitu model linier dan model konvergen. Model linier misalnya dikemukakan oleh Laswell (1948), komunikasi adalah “siapa mengatakan apa, melalui saluran apa, kepada siapa, dan dengan efek apa”. Demikian pula yang dikemukakan oleh Rogers dan Shoemaker (1981), komunikasi adalah proses pengoperan pesan-pesan dari sumber kepada penerima, dengan kata lain komunikasi adalah pemindahan ide-ide dari sumber dengan harapan akan merubah tingkah laku penerima. Sedangkan komunikasi menurut model konvergen yang dikemukakan oleh Kincaid dan Schramm (1977) adalah komunikasi merupakan suatu proses dimana partisipasi antar-peserta menciptakan dan memberikan informasi kepada yang lain untuk mencapai saling pengertian.

Barlund (Liliweri, 1994) menyatakan proses komunikasi dimaksudkan sebagai serial gerakan yang memberi dan menerima pesan yang bermanfaat untuk mencapai tujuan akhir. Paling tidak terdapat enam proposisi dalam proses komunikasi, yaitu komunikasi merupakan sesuatu yang dinamis, berkelanjutan, berputar dalam fungsi, tidak dapat diulangi secara persis/tepat, tidak dapat dibalik, bersifat kompleks.


(45)

21

Pada kenyataannya elemen-elemen dalam proses komunikasi dapat disebutkan antara lain: Sumber Komunikasi, Encoder, Pesan, Saluran, Decoder, dan Penerima Komunikasi. Dalam proses komunikasi terdapat maksud komunikasi yang dapat disebutkan yaitu maksud yang bersifat kognitif yang bersifat imbauan pada pikiran, maksud bersifat atau berhubungan persuasive yang bersifat imbauan emosi, serta maksud hiburan (entertainment) yang bersifat menyenangkan. Sebagai sebuah proses, maka komunikasi adalah aktivitas dinamis yang dapat disebut tak berujung dan berpangkal. Aktivitas komunikasi yang dijalankan dan akibat sebagai dampak komunikasi tidak dapat bersifat balik atau irreversible. Elemen-elemen komunikasi saling berinteraksi dan membentuk pengertian tertentu sebagai substansi yang diterima oleh komunikator maupun komunikan (Berlo, 1960).

Secara teoritis terdapat beberapa teori yang berkenaan dengan proses komunikasi. Sarbaugh (Mulyana, 2000) menyatakan terdapat beberapa prinsip berkenaan dengan proses komunikasi. Prinsip pertama, komunikasi adalah suatu sistem sandi bersama yang terdiri dari dua aspek –verbal dan nonverbal. Prinsip kedua, kepercayaan dan perilaku yang berlainan di antara pihak dan berkomunikasi merupakan landasan bagi asumsi-asumsi yang berbeda untuk memberikan respon. Prinsip ketiga, adalah tingkat mengetahui dan menerima kepercayaan dan perilaku orang lain. Bukanlah sekedar pengetahuan mengenai perbedaan yang menimbulkan masalah melainkan tingkat penerimaan dari orang yang melakukan komunikasi.


(46)

Komunikasi Efektif dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Komunikasi dapat digolongkan sebagai yang efektif tergantung pada tujuan komunikasi yang ditentukan. Sedangkan ketepatan komunikasi sangat erat kaitannya dengan hambatan yang muncul dalam komunikasi. Meningkatkan ketepatan berarti mengeliminasi hambatan yang muncul. Sebaliknya meningkatnya hambatan komunikasi akan mengeliminasi ketepatan komunikasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketepatan komunikasi bila dilihat dari sumber maupun penerima pesan adalah: Keahlian komunikasi; sikap; tingkat pengetahuan; pemahaman terhadap struktur sosial (Berlo, 1960).

Komunikasi dikatakan efektif bila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya. Dengan kata lain komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima (Tubbs dan Moss, 1996). Sebagaimana dinyatakan oleh Goyer (1970), diacu dalam Tubbs dan Moss (1996) bila S adalah pengirim atau sumber pesan dan R penerima pesan, maka komunikasi disebut mulus dan lengkap bila respons yang diinginkan S dan respons yang diberikan R identik:

R = Makna yang ditangkap penerima S = Makna yang dimaksud pengirim = 1

Dari formulasi di atas nilai = 1 yang menunjukkan kesempurnaan penyampaian dan penerimaan pesan, dan nilai ini jarang diperoleh.

Menilai keefektifan komunikasi hanya dapat dilakukan apabila diketahui tujuan dari komunikasi. Dengan kata lain yang diinginkan dari hasil komunikasi itulah yang dapat menjadi ukuran keefektifan komunikasi. Umumnya keefektifan


(47)

23

komunikasi dapat diukur dari: tingkat pemahaman, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan. Selanjutnya pemahaman sering diartikan sebagai tambahan informasi. Kesenangan yang dimaksud sebagai salah satu tujuan komunikasi antara lain hasil yang diharapkan dari proses komunikasi untuk meningkatkan dan mempertahankan hubungan insani serta memberikan nuansa hiburan. Pengaruh pada sikap dimaksudkan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi atau mempersuasi seseorang untuk merubah sikap. Selanjutnya yang dimaksud hubungan yang makin baik adalah komunikasi dilakukan untuk memperbaiki hubungan dan saling pengertian sehingga dapat menunjang kepercayaan. Sedangkan tindakan merupakan kemauan melaksanakan dengan sesungguhnya apa yang dipesankan dalam komunikasi (Tubbs dan Moss, 1996).

Gibson dan Hudgetts (1991) menyatakan bahwa komunikasi yang efektif adalah sebuah tritunggal atau “Triad” yang terdiri dari pemimpin, para anggota, dan lingkungan tempat mereka melakukan aktivitas. Pemimpin adalah seseorang yang dapat membangun sebuah lingkungan kerja sehingga kelompok dapat ditingkatkan perannya. Para anggota dalam kelompok memegang peranan sebagai elemen kritis dalam komunikasi yang efektif. Bagaimanapun bagusnya peran seorang ketua atau pemimpin tanpa dukungan para anggota, akan menjadi sia-sia. Bagian ketiga dari tritunggal ini adalah lingkungan. Lingkungan yang tepat akan memberikan suatu motivasi melaksanakan tugas yang lebih baik. Tim atau kelompok dapat ditingkatkan perannya apabila lingkungan dapat dipolakan sesuai kebutuhan yang mempermudah pencapaian tugas.


(48)

Keefektifan Komunikasi dalam Kelompok

Cathcart dan Samovar (1974) mengatakan bahwa beberapa ahli mendefinisikan kelompok berdasarkan karakter-karakter sebagai berikut:

(1) Persepsi dan kognisi dari anggota kelompok. Maknanya menyatakan, persepsi anggota kelompok yang didasarkan pada asumsi pemikiran (alasan) bahwa para anggota seharusnya sadar akan hubungan diantara mereka, dan konsekuensinya setiap individu mengakui eksistensi anggota yang lain. (2) Kepuasan motivasi dan kebutuhan. Didasari pada pemikiran akan adanya

kepercayaan pemenuhan beberapa kebutuhan.

(3) Tujuan kelompok. Pertemuan antara beberapa orang adalah dengan tujuan tertentu sehingga pertemuan itu menjadi bermakna.

(4) Organisasi kelompok. Pertemuan antara dua orang atau lebih dalam sebuah unit sosial kemudian mengikatkan diri dalam norma tertentu untuk mengatur hubungan itu.

(5) Interdependensi dari anggota kelompok. Konsekuensi dari kelompok tersebut kemudian akan terjalin saling kebergantungan antara anggota yang satu dengan yang lainnya.

(6) Interaksi. Hakekat dari kelompok adalah adanya interaksi, yang kemudian membedakannya dengan agregat (Shaw dalam Cathcart dan Samovar 1974).

Beebe dan Masterson (1994) mendefinisikan kelompok kecil sebagai suatu kelompok yang memungkinkan berlangsungnya proses komunikasi tatap muka di antara orang-orang yang memiliki tujuan bersama, orang-orang yang merasa menjadi bagian kelompok, dan orang-orang yang ada di dalamnya saling mempengaruhi satu dengan lainnya.


(49)

25

Secara rinci definisi di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

(1) Komunikasi tatap muka sebagai konsekuensi kelompok kecil, maka komunikasi verbal dan non verbal sebagai bagian emosional untuk saling memahami.

(2) Pertemuan dengan sebuah tujuan yang dikehendaki/ditetapkan karena adanya tujuan kolektif yang terus dijaga sampai terwujud.

(3) Perasaan memiliki (bagian) dari kelompok tersebut berimplikasi pada munculnya kepemilikan identitas pada kelompok.

(4) Saling mempengaruhi/saling terkait pada tanggungjawab masing-masing anggota sehingga anggota merasa bertanggung jawab atas perencanaan yang disepakati untuk mencapai tujuan.

Dahnke dan Clatterbuck (1990) mendefinisikan bahwa kelompok kecil adalah kumpulan dari dua atau lebih individu yang berinteraksi satu dengan yang lainnya, dan saling pengaruh mempengaruhi. Lebih jauh dinyatakan bahwa variabel-variabel seperti dua orang atau lebih serta saling pengaruh-mempengaruhi adalah variabel yang menentukan eksistensi sebuah kelompok kecil. Sedangkan variabel lain seperti motivasi, tujuan, struktur organisasi menjadi suatu pendukung terhadap variabel utama yang telah disampaikan sebelumnya.

Beberapa perspektif tersebut dapat disimpulkan bahwa jika kelompok cukup eksis, anggotanya akan sangat termotivasi untuk bergabung, serta mereka menyadari akan eksistensinya. Sehingga hal yang esensial dalam kelompok adalah tujuan kelompok, yang menyuratkan secara eksplisit bahwa motivasi dari kelompok sangat mungkin adalah sebuah bentuk kelompok, eksistensi kelompok


(50)

artinya penerimaan terhadap anggota dan organisasi (yang merupakan formasi dan interrelasi dari aturan, status, dan norma) menjadi sebuah konsekuensi dari proses kelompok.

Dahnke dan Clatterbuck (1990) menyatakan komposisi kelompok merujuk pada cara berperilaku, kemampuan, keahlian, latar belakang, karakteristik personal (seperti usia, gender, kemampuan, dan atribut berupa kepribadian, dan karakteristik bagaimana antar yang satu berelasi dengan yang lain. Prosesnya (proses kelompok) dipengaruhi oleh dua hal: (1) Karakteristik anggota dan bagaimana mereka bereaksi terhadap yang lain. (2) Kombinasi dari anggota ini akan mempengaruhi kemampuan performansi kelompok sebagai sebuah keseluruhan unit. Lebih lanjut dijelaskan ukuran kelompok berpengaruh terhadap kedekatan, bentuk hubungan dan pengambilan keputusan. Disamping itu secara umum anggota yang lebih heterogen akan memberikan keuntungan terhadap peningkatan/sumbangan karena kemampuan, keahlian, pengetahuan yang dibawanya, dibanding kelompok yang sangat homogen.

Deutsch, diacu dalam Hare (1962) menemukan, bahwa dibandingkan kelompok yang tidak bersaing, maka kelompok yang bekerjasama, memiliki karakteristik:

(1) Motivasi individu yang lebih kuat.

(2) Pembagian divisi pekerjaan yang jelas dan terkoordinasi. (3) Lebih efektif dalam komunikasi antar anggota.

(4) Lebih bersahabat (Friendliness) dalam suasana pertemuan-pertemuan yang dilakukan.


(51)

27

Suatu pemikiran tentang sistem kelompok secara konsepsional diajukan oleh Stogdill (1959) direvisi dan diperluas oleh Bass, B.M (1981). Ia memiliki keyakinan bahwa prestasi kelompok dapat dicapai dengan bentuk-bentuk linier yang diajukannya secara berurutan, yaitu masukan (input), penengah media-(throughput), hasil (output). Masukan kelompok (group input) termasuk di dalamnya antara lain, karakteristik pada anggota kelompok, seperti kepribadian.

Hare (1962) menyatakan bahwa terdapat kecenderungan yang kuat bahwa kelompok akan lebih produktif jika mereka terdiri dari anggota-anggota kelompok yang:

(1) mempunyai jenis kelamin yang sama. (2) kohesivitas yang tinggi.

(3) ukuran relatif kecil.

(4) mempunyai jaringan komunikasi dengan feedback yang maksimum. (5) dan mempunyai pemimpin yang ahli (mempunyai keterampilan).

Superioritas kelompok atas individu berkenaan dengan produktivitas, biasanya lebih besar pengaruhnya (hubungannya) pada masalah-masalah manual daripada kegiatan (tugas) intelektual. Kelompok akan kehilangan akurasi dan efisiensi jika: (1) Tidak ada pembagian divisi tugas yang jelas; (2) Masalah kontrol yang begitu besar; (3) Kelompok mengembangkan standar produktivitas yang lebih rendah daripada kemampuan individu sebenarnya (Hare, 1962).

Anggota-angota kelompok bekerjasama untuk mencapai dua tujuan: melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggotanya. Tujuan pertama dapat diukur dari hasil kerja kelompok, sedangkan tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (Rakhmat, 1989).


(52)

Mc David dan Harari (Cathcart & Samovar, 1974) menyatakan bahwa sifat utama organisasi yang didefinisikan sebagai kelompok adalah fungsi yang seragam keterkaitan antar elemen dan mekanisme pengaturan. Mc David and Harari mendefinisikan kelompok sebagai sebuah kelompok secara psikologi sosial adalah sebuah sistem yang terorganisasi dari dua atau lebih individu yang saling terkait dalam fungsi-fungsi dengan seperangkat hubungan peran antar anggotanya dan seperangkat norma yang mengatur fungsi-fungsi kelompok dan anggotanya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa efektifitas komunikasi kelompok adalah proses komunikasi yang terjadi dalam kelompok dipengaruhi oleh interaksi anggota kelompok yang memiliki karakteristik yang khas, proses atau fasilitasi oleh pemimpin, serta beberapa faktor eksternal lainnya, sehingga komunikasi tersebut dapat dicapai sesuatu yang menjadi tujuan dari kelompok sekaligus memiliki dimensi terpenuhinya kebutuhan angota kelompok.

Ada beberapa faktor yang saling berinteraksi dalam suatu kelompok sehingga menimbulkan sebuah suasana (atmosphere) dan perasaan (feeling) kelompok. Suasana dan perasaan tersebut menerangkan bagaimana para anggota kelompok berkomunikasi, dengan siapa mereka berkomunikasi, dan seberapa sering mereka berkomunikasi mempengaruhi kepuasan mereka demikian juga (sama halnya) dengan produktivitas. Hal ini dapat dijelaskan, ketika komunikasi yang bebas dan terbuka, dan setiap individu berpartisipasi, kesemua anggota (kelompok) cenderung untuk merasakan daya tarik terhadap kelompok dan konsekuensinya menerima kepuasan secara personal. Kondisi yang demikian dapat digunakan oleh kelompok sebagai daya kekuatan bagi kelompok untuk


(53)

29

menyelesaikan masalah (konflik) secara konstruktif, karena keterbukaan dan kepercayaan antara sesamanya. Pada akhirnya dengan mengembangkan dan memelihara sebuah iklim kelompok yang “positif” akan mempengaruhi produktivitas. Di dalam iklim kelompok yang positif terdapat komitmen personal pada kelompok, kebergantungan personal pada kelompok, kekuatan kelompok yang mengatasi individu dalam kelompok. Kondisi yang terbentuk seperti ini akan memunculkan dengan dirasakannya kepuasan individual yang lebih besar serta dimungkinkan produktivitas kelompok yang lebih besar pula (Beebe dan Masterson, 1994).

Beberapa variabel yang berinteraksi membentuk iklim kelompok dapat disebutkan antara lain:

(1) Cara Berkomunikasi antar anggota kelompok dapat meliputi pola respon meliputi respon defensive ataukah supportive, respon kofirmasi ataukah diskonfirmasi, memperhatikan dengan mendengar, analisis ataukah empati. (2) Kohesivitas Kelompok, yang dapat diukur dengan kualitas komunikasi dan

intensitas komunikasi interpersonal, menyangkut tingkat keseringan antar anggota kelompok berkomunikasi secara interpersonal.

(3) Jaringan Komunikasi, akan menunjukkan saluran komunikasi jaringan yang berpengaruh pada iklim kelompok demikian juga produktivitas kelompok. Dalam konteks komunikasi dalam kelompok, terdapat beberapa hal yang berpengaruh antara lain jaringan komunikasi dan ukuran kelompok.

(4) Ukuran Kelompok, yang mempunyai konsekuensi bagaimana peran untuk berpartisipasi terdistribusi yang selanjutnya akan berpengaruh pada tingkat kepuasan setiap anggota kelompok. Ukuran kelompok (jumlah individu yang


(54)

ada dalam kelompok) membawa implikasi pada jumlah hubungan yang terjadi dalam kelompok (Beebe dan Masterson, 1994).

Karakteristik Individu

Secara garis besar terdapat dua faktor yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Faktor biologis berhubungan dengan aspek fisik dan biologis personal. Sedangkan aspek sosiopsikologis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga komponen yaitu komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif (Rakhmat, 1989).

Lionberger dan Gwin (1982) menyatakan beberapa faktor harus dipertimbangkan dalam melakukan strategi untuk menghasilkan komunikasi efektif antara lain:

(1) Variabel personal, di dalamnya termasuk pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan orang tua, kemampuan pengelolaan, kesehatan, umur maupun sikap. (2) Variabel situasional, yakni ukuran lahan, kualitas tanah, suplai air, kelompok

sosial, kebijakan pemerintah, suplai tenaga kerja, kebiasaan cara berpikir dan aktivitas, dan standar untuk menyatakan baik atau benar.

(3) Variabel antara, yang termasuk disini antara lain informasi, fasilitas, tranportasi, kebijakan pemerintah, program penyuluhan, tujuan-tujuan personal dari anggota kelompok, serta tujuan kelompok itu sendiri.

(4) Variabel perilaku maupun variabel dampak, di antaranya adopsi terhadap varietas bibit baru, implementasi praktek budidaya yang baru, serta praktek-praktek bertani yang baru.

Bettinghaus (1973) menyatakan dalam hubungannya dengan perilaku komunikasi dan adopsi inovasi, ada beberapa peubah karakteristik sosial ekonomi


(55)

31

yang berhubungan dengan perilaku komunikasi antara lain karakteristik demografi seperti: umur, pendidikan, pengetahuan, dan pendapatan.

Ichwanudin (1998) dalam hasil penelitiannya menemukan bahwa karakteristik individu seperti pendidikan, pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga, berhubungan nyata dengan perilaku komunikasi dalam hal ini perilaku mencari informasi. Umur dan pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, berhubungan nyata dengan perilaku komunikasi dalam hal menyebarkan informasi.

Lebih lanjut komposisi kelompok sesungguhnya merupakan atau merujuk pada individu-individu yang berada dalam kelompok, menyangkut karakteristik personal, kebiasaan berperilaku, serta bereaksi atau memberi respon terhadap stimulasi individu lain. Ini berarti komposisi kelompok menyangkut karakteristik dari anggota kelompok, sedangkan yang lain adalah berkenaan dengan kombinasi dari karakteristik anggota yang variatif tadi menimbulkan resultante tertentu dalam kelompok sebagai keseluruhan. Selanjutnya karakteristik personal yang penting dalam konteks interaksi dalam kelompok dapat disebutkan antara lain umur, jenis kelamin, dan kemampuan (pengetahuan atau intelektual). Beberapa karakteristik ini akan mempengaruhi bagaimana mereka berperilaku dalam kelompok (Dahnke dan Clatterbuck, 1990).

Perilaku Komunikasi

Gould dan Kolb, diacu dalam Hapsari (1994) menyatakan perilaku merupakan padanan dari kata behavior dalam bahasa Inggris. Pengertian yang sangat umum, perilaku menunjukkan tindakan atau respon dari sesuatu atau sistem apapun dalam hubungan dengan lingkungan atau situasi.


(56)

Perilaku komunikasi adalah tindakan atau kegiatan dalam melakukan proses komunikasi seperti mencari, menerima, atau menyebarkan informasi. Peubah perilaku komunikasi menurut Rogers (1983) antara lain: keterdedahan terhadap saluran komunikasi, interpersonal, keterdedahan terhadap media massa dan partisipasi sosial, keterhubungan dengan sistem sosial dan mencari informasi tentang inovasi.

Berlo (1960) menyatakan bahwa perilaku komunikasi seseorang akan menjadi kebiasaan pelakunya. Mengamati perilaku komunikasi, seyogyanya dipertimbangkan bahwa pada dasarnya seseorang akan melakukan kegiatan komunikasi sesuai dengan tujuan dan kebutuhannya berdasarkan penalaran sendiri.

Perilaku komunikasi dapat dideskripsikan dalam porsi yang dapat dipertimbangkan yaitu sebagai permainan, perilaku alat, sebagian lagi sebagai perilaku egosentris. Beberapa aspek komunikasi yang penting menurut Kinchaid & Schramm (1977) perlu mendapat perhatian bagi seseorang dalam menggunakan komunikasi sebagai alat untuk memenuhi kebutuhannya dan disesuaikan dengan fungsinya, yaitu aspek keluar dan aspek kedalam. Tabel 2 menunjukkan aspek-aspek komunikasi.

Tabel 2. Aspek-aspek Komunikasi

Fungsi Aspek ke luar Aspek ke dalam

Radar Sosial Mencari informasi, Memberi informasi

Menerima informasi Manipulasi,

Manajemen keputusan

Persuasi, Komando

Interpretasi

Instruksi Mencari pengetahuan, Mengajar

Belajar

Hiburan Menghibur Menikmati


(57)

33

Berlo (1960), membagi perilaku komunikasi dalam 4 level (jenjang) kedalaman, yaitu: (1) hanya sekedar berbicara (only talk), pembicaraan bersifat umum; (2) saling ketergantungan (interdependent), pembicaraan yang lebih intensif dan serius; (3) empati (empathy), ditunjukkan dengan kemampuan untuk menyampaikan saran-saran atas materi yang sedang dibicarakan; (4) interaktif (interactive), ditunjukkan dengan kemampuan saling berdiskusi atau berargumentasi tentang materi yang sedang dibicarakan. Dalam berkomunikasi, seseorang tidak harus memulai dari level pertama, tetapi bisa saja langsung pada level kedua, ketiga atau keempat (Kinchaid & Schramm, 1977).

Peubah perilaku komunikasi menurut Rogers (1983), antara lain: keterdedahan terhadap saluran komunikasi interpersonal, keterdedahan terhadap media massa dan partisipasi sosial, keterhubungan dengan sistem sosial, kosmopolit, kontak dengan agen pembaharu, mencari informasi tentang inovasi, pengetahuan, dan kepemimpinan kepemukaan pendapat.

Terdapat beberapa pengaruh dasar dari kelompok terhadap perilaku komunikasi individu. Pengaruh pada perilaku komunikasi ini pada individu disebut dengan pengaruh sosial. Pengaruh sosial ini antara lain adalah konformitas, fasilitasi sosial, dan polarisasi. Konformitas adalah adanya kecenderungan untuk melakukan hal yang sama apa yang dilakukan oleh kelompok. Fasilitasi sosial adalah kemudahan bagi seorang individu dalam melakukan aktivitas komunikasi karena dipengaruhi oleh kelompok. Polarisasi adalah proses peneguhan terhadap persepsi tertentu individu karena interaksi dalam kelompok. Dengan demikian pengaruh sosial ini secara nyata mempengaruhi perilaku individu dalam berkomunikasi (Rakhmat, 1999).


(58)

Pelaksanaan Koservasi Tanah dan Air di DAS Ciliwung Hulu

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu agro-ekosistem, di mana jasad hidup dan lingkungannya berinteraksi secara dinamik. Kegiatan-kegiatan manusia di dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia, dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan DAS yang cepat dan sering menimbulkan dampak yang negatif yang berupa kerusakan DAS.

Pengelolaan DAS yang baik adalah suatu sistem yang komprehensif dari suatu DAS, di mana semua sumber daya alam terutama tanah, air, vegetasi di atasnya menjadi lebih baik produktif dan terjaga kelestariannya (Eren dalam DPKT, 1996). Dengan demikian pengelolaan DAS yang baik berarti pengunaan tanah dan air secara rasional untuk mendapat manfaat yang optimum dan lestari dengan bahaya kerusakan yang sekecil-kecilnya (Tejwani dalam DPKT, 1996).

Reksowardoyo (1985), diacu dalam Pellokila (2002) menyatakan “…dalam pelaksanannya, pengelolaan DAS mencakup: pengelolaan lahan, pengelolaan air, pengelolaan vegetasi, dan pembinaan aktivitas manusia dalam penggunaan sumberdaya alam”. Sejajar dengan ini hasil rumusan lokakarya DAS terpadu (1985) yang berlangsung di Yogyakarta mendefinisikan bahwa pengelolaan DAS adalah pengelolaan sumberdaya alam terbarui, yaitu vegetasi, tanah dan air agar dapat memberikan manfaat yang maksimal dan berkesinambungan.

Memperhatikan rumusan ini, maka konsep DAS diletakkan sebagai ruang dan/atau wilayah yang di dalamnya terjadi hubungan-hubungan hukum karena adanya interaksi (perbuatan-perbuatan hukum) antara berbagai pihak (subyek-subyek hukum) yang berkepentingan terhadap pengurusan dan/atau pengelolaan


(1)

Kerliner F.N. 1973. Foundation of Behavioral Research. New York: Holt, Reinhart and Winston Inc.

Kinchaid D.L , Wilbur Schramm. 1977. Azas-Azas Komunikasi Antar Manusia. Diterjemahkan oleh Agus Stiadi. Jakarta: LP3ES.

Liliweri A. 1994. Perspektif Teoritis, Komunikasi Antar Pribadi: Suatu Pendekatan ke Arah Psikologi Sosial Komunikasi. Bandung:PT. Cipta Aditya Bakti.

Lionberger HF, Gwin PH. 1982. Communication Strategies: A Guide for Agricultural Change Agents. Illinois: The Interstate Printers & Publishers, Inc.

Ma’mir M. 2001. Perilaku Kepemimpinan Kontaktani Menurut Anggota Kelompok Tani. Tesis. Bogor: IPB.

Megawati S. 2001. Prilaku Komunikasi Kelompok Tani Penghijauan Dalam Beradaptasi Terhadap Sistem Pemberian Dana Langsung. Kasus Penerapan “SPKS” di Kabupaten Cianjur: Tesis. Bogor: IPB

Mukoddam H. 1983. Perbandingan Gaya Kepemimpinan Pengurus dan Perkembangan KUD di Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung. Tesis. Bogor: IPB

Mondy, R.W., A. Sharplin & S.R. Premeaux. 1989. Management and Organizational Behavior. USA: Allyn and Bacon.

Pemerintah Kabupaten Bogor. 2002. Programa Penyuluhan Pertanian. Bogor: UPTF Kecamatan Cisarua Pwemerintah Kabupaten Bogor.

Pellokila YK. 2002. Studi Kebijakan Daerah Aliran Sungai: Konsep Yuridis dan Institusi Pengurusan DAS. Bogor: ICRAF.

Rakhmat, J. 1989. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rogers EM. 1983. Diffusion of Innovation. New York: Mac Millan Publishing Co, Inc.

Rogers EM and Kincaid L. 1981. Communication Network. New York: Mac Millan Publishing Co, Inc.

Saifudin. 1997. Pengaruh Pengelolaan Usaha Tani Terhadap Aliran Permukaan, Sedimen dan Pendapatan Usaha Tani di DAS Nikro Cibugel, Jabar: Tesis. Bogor: IPB.

Sasmita KG. 2001. Analisis Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Daerah Aliran Sungai Cimanuk Hulu, Jabar: Disertasi. Bogor: IPB.


(2)

Schermerhorn, J.R., J.G. Hunt, R.N. Osborn. 1991. Managing Organizational Behavior. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Sembiring S. 1995. Pengaruh Perubahan Penutupan Vegetasi Terhadap Fluktuasi Debit dan Sedimentasi Pada Sub DAS Cijambu, Jawa Barat: Tesis. Bogor: IPB

Singarimbun M. dan S. Effendi. 1989. Metode Penelitian Survey. LP3ES, Jakarta

Slamet M. 1978. Penghimpun, Kumpulan Bacaan Peyuluhan Pertanian. Edisi Ketiga, Bogor.

Sudman S, and Norman MB. 1989. Asking Questions: A Practical Guide to Questionnaire Design. Oxford : Jossey-Bass Publishers.

Suharjo B. 2000. Catatan dan Hand Out: Mata Kuliah Statistika. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.

Sumardjo. 1999. Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani (Kasus di Propinsi Jawa Barat): Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Supriyadi F. 1995. Telaah Keterandalan Pada Kuesioner Keamanan Pangan Sub Topik Fasilitas Rumah Tangga: Skripsi. Bogor: Institut Pertanan Bogor. Stephen P.R. 1984. Management. Third Edition. USA: Prentice-Hall

International, Inc.

Tubbs SL and Moss S. 1996. Human Communication, Prinsip-Prinsip Dasar. Diterjemahkan oleh Deddy Mulyana. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Wahjosumidjo. 1987. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Yunasaf U. 1997. Perilaku Kepemimpinan Kontaktani Menurut Anggota Kelompok Tani. Tesis. Bogor: IPB.

Yusuf Y. 1989. Dinamika Kelompok. Kerangka Studi dalam Perpektif Psikologi Sosial. Bandung: CV. Armico.


(3)

(4)

(5)

Lampiran 3. RangkumanHasil Analisis Uji Coba Kuesioner

1. Rangkuman Hasil Analisis untuk Item Pertanyaan Gaya Komunikasi Anggota Item Pertanyaan Jumlah Responden Jumlah Pertanyaan Koefisein Alpha*)

Gaya Komunikasi Anggota 19 27 0,9330

• Pada tahap perencanaan kegiatan KTA

20 8 0,9011

• Pada tahap pengorganisasian kegiatan KTA

20 4 0,9864

• Pada tahap pelaksanaan kegitan KTA 19 8 0,7757

• Pada tahap pemantauan kegitan KTA 20 7 0,9729

*) pada tingkat signifikansi 5 persen

2. Rangkuman Hasil Analisis untuk Item Pertanyaan Tingkat Partisipasi Anggota Item Pertanyaan Jumlah Responden Jumlah Pertanyaan Koefisein Alpha*)

Tingkat Partisipasi Anggota 17 24 0,9546

• Pada tahap perencanaan kegiatan KTA

19 5 0,8395

• Pada tahap pengorganisasian kegiatan KTA

19 4 0,9570

• Pada tahap pelaksanaan kegitan KTA 20 8 0,8634

• Pada tahap pemantauan kegitan KTA 19 7 0.9211

*) pada tingkat signifikansi 5 persen

3. Rangkuman Hasil Analisis untuk Item Pertanyaan Tingkat Kedewasaan Anggota Item Pertanyaan Jumlah Responden Jumlah Pertanyaan Koefisein Alpha*)

Tingkat Kedewasaan Anggota 15 26 0,9498

• Tingkat pemahaman anggota

kelompok terhadap tujuan kelompok

18 6 0,8283

• Tingkat kekompakan anggota

kelompok

20 7 0,7457

• Tingkat inisiatif anggota kelompok 19 5 0,9187

• Tingkat komitmen anggota kelompok terhadap pencapaian tujuan kelompok

17 8 0,9028


(6)

4. Rangkuman Hasil Analisis untuk Item Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani Item Pertanyaan Jumlah Responden Jumlah Pertanyaan Koefisein Alpha*) Gaya Komunikasi Pemimpin

Kelompok Tani

20 27 0,9575

• Pada tahap perencanaan kegiatan KTA

20 8 0,8979

• Pada tahap pengorganisasian kegiatan KTA

20 4 0,9546

• Pada tahap pelaksanaan kegitan KTA

20 8 0,8757

• Pada tahap pemantauan kegitan KTA

20 7 0,9690

*) pada tingkat signifikansi 5 persen

5. Rangkuman Hasil Analisis untuk Item Efektivitas Kelompok Tani

Item Pertanyaan Jumlah Responden Jumlah Pertanyaan Koefisein Alpha*)

Efektivitas Kelompok Tani 17 47 0,8993

• Tingkat Pengetahuan anggota terhadap kegiatan KTA

20 18 0,8990

• Keadaan sikap anggota terhadap kegiatan KTA

20 14 0,7767

• Tingkat keterampilan anggota terhadap kegiatan KTA

18 11 0,6656

• Tingkat kepuasan anggota terhadap kelompok dan kegiatan KTA

19 4 0,8523