C. Macam-macam Akta
Pasal 1867 KUH Perdata yang berbunyi: pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan akta autentik maupun dengan tulisan-tulisan akta di
bawah tangan. Dari bunyi pasal tersebut, maka akta dapat dibedakan atas:
1. Akta Autentik
Mengenai akta autentik diatur dalam pasal 165 HIR, yang bersamaan bunyinya dengan pasal 285 Rbg, yang berbunyi: “Akta autentik adalah suatu akta
yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dari para ahli warisnya dan
mereka yang mendapat hak daripadanya tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanya
diberitahukan itu berhubungan langsung dengan perihal pada akta itu.
38
Pasal 165 HIR dan pasal 285 Rbg memuat pengertian dan kekuatan pembuktian akta autentik sekaligus. Pengertian akta autentik dijumpai pula dalam
pasal 1868 KUH Perdata, yang berbunyi: “suatu akta autentik adalah suatu akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di
hadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu di tempat akta itu dibuat. Akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris yang berkedudukan sebagai
akta otentik menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-undang
38
G.H.S. Lumban Tobing, Op. cit, hal. 42.
Universitas Sumatera Utara
Jabatan Notaris
39
, hal ini sejalan dengan pendapat Philipus M. Hadjon, bahwa syarat akta otentik, yaitu:
40
a. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang bentuknya baku
b. Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum.
Dikemukakan pula oleh Irawan Soerojo, bahwa ada 3 tiga unsur esenselia agar terpenuhinya syarat formal suatu akta otentik, yaitu:
41
a. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang
b. Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum
c. Akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang
untuk itu dan di tempat dimana akta itu dibuat. Menurut C. A. Kraan, akta otentik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
42
a. Suatu tulisan, dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti
atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut
ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan saja.
b. Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat
yang berwenang.
39
M. Ali Boediarto, Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung, Hukum Acara Perdata Setengah Abad, Jakarta: Swa Justitia, 2005, hal. 152
40
Philipus M. Hadjon, Formulir Pendaftaran Tanah Bukan Akta Otentik, Surabaya Post, 31 Januari 2001, hal. 3
41
Irawan Soerojo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Surabaya: Arkola, 2003, hal. 148.
42
Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007, hal. 3-4.
Universitas Sumatera Utara
c. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang harus dipenuhi; ketentuan
tersebut mengatur tata cara pembuatannya sekurang-kurangnya memuat ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu
tulisan, nama dan kedudukan jabatan pejabat yang membuatnya c.q data dimana dapat diketahui mengenai hal-hal tersebut.
d. Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan
pekerjaan yang mandiri serta tidak memihak dalam menjalankan jabatannya.
e. Pernyataan atau fakta dari tindakan yang disebut oleh pejabat adalah
hubungan hukum di dalam bidang hukum privat. Menurut G. H. S. Lumban Tobing, apabila suatu akta hendak memperoleh
stempel otentisitas, hal mana terdapat pada akta notaris, maka menurut ketentuan dalam pasal 1868 KUH Perdata, akta yang bersangkutan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
43
a. Akta itu harus dibuat oleh door atau di hadapan ten overstaan seorang
pejabat umum Pasal 38 Undang-undang Jabatan Notaris yang mengatur tentang sifat dan
bentuk akta tidak menentukan mengenai sifat akta. Dalam pasal 1 angka 7 Undang-undang Jabatan Notaris menentukan bahwa akta notaris adalah
akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-undang Jabatan Notaris, dan
secara tersirat dalam pasal 58 ayat 2 Undang-undang Jabatan Notaris
43
G. H. S. Lumban Tobing, Op. cit, hal. 42.
Universitas Sumatera Utara
disebutkan bahwa notaris wajib membuat daftar akta dan mencatat semua akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris
Akta yang dibuat oleh door notaris dalm praktek notaris disebut akta rellas atau akta berita acara berisi berupa uraian notaris yang dilihat dan
disaksikan notaris sendiri atas permintaan para pihak, agar tindakan atau perbuatan para pihak yang dilakukan dituangkan ke dalam bentuk akta
notaris. Akta yang dibuat di hadapan ten overstaan notaris, dalam praktek notaris disebut akta pihak, yang berisi uraian atau keterangan,
pernyataan para pihak yang diberikan atau yang diceritakan di hadapan notaris. Para pihak berkeinginan agar uraian atau keterangannya
dituangkan ke dalam bentuk akta notaris.
44
b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang
Ketika kepada para notaris masih diberlakukan peraturan jabatan notaris PJN, masih diragukan apakah akta yang dibuat sesuai dengan undang-
undang? Pengaturan pertama kali notaris Indonesia berdasarkan Instruktie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie dengan Stbl. No. 11,
tanggal 7 Maret 1822,
45
kemudian dengan Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie Stbl. 1860: 3, dan Reglement ini berasal dari Wet op
het Notarisambt 1842, kemudian Reglement tersebut diterjemahkan menjadi PJN.
46
44
Ibid, hal. 51.
45
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Jakarta: Rayawali, 1982, hal. 24-25.
46
Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba Serbi Praktek Notaris, Jakarta, Ichtiar Baru van Hoeve, 1994, hal. 362.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun notaris di Indonesia diatur dalam bentuk Reglement, hal tersebut tidak dimasalahkan karena sejak lembaga notaris lahir di
Indonesia, pengaturannya tidak lebih dari bentuk Reglement, dan secara kelembagaan dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 1954, yang tidak
mengatur mengenai bentuk akta. Setelah lahirnya Undang-undang Jabatan Notaris, keberadaan notaris mendapat pengukuhan karena bentuknya
ditentukan oleh undang-undang, dalam hal ini ditentukan dalam pasal 38 Undang-undang Jabatan Notaris.
47
c. Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus
mempunyai wewenang untuk membuat akta itu. Wewenang notaris meliputi empat hal, yaitu:
48
1 Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang harus
dibuat itu 2
Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang -orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat
3 Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu
dibuat
47
Notaris dan PPAT diberi kewenangan untuk membuat surat kuasa membebankan hak tanggungan SKMHT berdasarkan pasal 15 ayat 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996.
Dengan menggunakan parameter pasal 38 Undang-undang Jabatan Notaris tersebut, maka SKMHT tidak memenuhi syarat sebagai akta notaris, sehingga notaris dalam membuat surat kuasa
membebankan hak tanggungan tidak dapat menggunakan blanko SKMHT yang selama ini ada,t tapi notaris wajib membuatnya dalam bentuk akta notaris dengan memenuhi semua ketentuan yang
tercantum dalam pasal 38 Undang-undang Jabatan Notaris. Jika notaris dalam membuat surat kuasa membebankan hak tanggungan masih menggunakan blanko SKMHT, maka notaris telah
bertindak di luar kewenangannya, sehingga SKMHT tersebut tidak mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta otentik, tetapi hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di
bawah tangan.
48
G. H. S. Lumban Tobing, Op. cit, hal. 49.
Universitas Sumatera Utara
4 Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta
itu
2. Akta di Bawah Tangan