Produktivitas karkas dan non karkas sapi potong lokal berdasarkan tingkat perlemakan tubuh

PRODUKTIVITAS KARKAS DAN NON KARKAS
SAPI POTONG LOKAL BERDASARKAN
TINGKAT PERLEMAKAN TUBUH

MUHAMMAD ISMAIL

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Produktivitas Karkas dan
Non Karkas Sapi Potong Lokal berdasarkan Tingkat Perlemakan Tubuh adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Muhammad Ismail
D151114031

RINGKASAN
MUHAMMAD ISMAIL. Produktivitas Karkas dan Non Karkas Sapi Potong Lokal berdasarkan Tingkat Perlemakan Tubuh. Dibimbing oleh RUDY PRIYANTO
dan HENNY NURAINI.
Populasi sapi potong lokal Indonesia memiliki potensi yang sangat besar
dengan tingkat pemotongan cenderung meningkat setiap tahunnya. Permasalahan
utama di industri daging nasional adalah sangat beragamnya kondisi sapi yang
dipotong di rumah pemotongan hewan, terutama tingkat perlemakan tubuh.
Perbedaan tingkat perlemakan tubuh diduga berpengaruh terhadap produktivitas
sapi potong lokal Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh tingkat perlemakan
tubuh terhadap produktivitas karkas dan non karkas sapi potong lokal pada setiap
ukuran kerangka. Penelitian menggunakan 144 ekor sapi potong lokal jantan
dewasa yang berasal dari 18 rumah potong hewan pada sepuluh provinsi di
Indonesia, terdiri atas 48 ekor sapi kerangka kecil (sapi bali dan sapi madura), 27
ekor sapi kerangka sedang (sapi peranakan ongole dan sapi sumba ongole), dan 69

ekor sapi kerangka besar (sapi silangan lokal).
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan tiga taraf perlakuan yaitu tingkat perlemakan kurus, sedang, dan
gemuk. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analisa ragam dan diuji
lanjut menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan untuk mengetahui beda antar
perlakuan.
Hasil penelitian menunjukkan semakin baik tingkat perlemakan tubuh, maka
bobot potong, bobot karkas, dan persentase karkas semakin meningkat. Pengaruh
tingkat perlemakan tubuh terhadap bobot dan persentase non karkas menunjukkan
hasil yang bervariasi. Walaupun demikian, data menunjukkan peningkatan perlemakan tubuh akan diikuti peningkatan bobot komponen non karkas dan penurunan persentase komponen non karkas.
Kondisi pemotongan sapi penelitian belum mencapai kondisi pemotongan
yang optimal, baik dari segi proporsi maupun rataan bobot potongnya. Proporsi
tingkat perlemakan tubuh ideal (kondisi gemuk) sebesar 19.44 % dari total ternak
yang diamati. Rataan umum bobot potong sapi kerangka kecil, sedang, dan besar
masing-masing yaitu 270.30, 354.78, dan 389.33 kg.
Kata kunci: produktivitas, sapi potong lokal, tingkat perlemakan tubuh, ukuran
kerangka

SUMMARY
MUHAMMAD ISMAIL. Carcass and Non Carcass Productivity of Local Beef

Cattle based on Body Fatness Score. Supervised by RUDY PRIYANTO and
HENNY NURAINI.
Indonesia has a potentially local beef cattle population which contributes
markedly to the national beef production. The main problem of the cattle industry
is the diverse condition of cattle fatness slaughtered at the processing plant. The
differences in cattle fatness may influence productivity of the local beef cattle.
The study was aimed to evaluate the effect body fatness on carcass and non
carcass productivity within each frame size of local beef cattle. This study used
144 male local beef cattle obtained from eighteen slaughter houses within ten
provinces in Indonesia. They comprised 48 heads of small frame size cattle (bali
and madura cattle), 27 heads of medium frame size cattle (ongole cross and sumba
ongole cattle), and 69 heads of large frame size cattle (local crossbreed cattle).
The experiment used Completely Randomized Design. The collected data were
then analyzed using analysis of variance and further between treatment differences
were tested by Duncan Multiple Range Test.
The results showed that increased body fatness score would be followed by
increased slaughter weights, carcass weights, and carcass percentages. The effect of
body fatness on weights and percentages of non carcass components showed varying
results. Nevertheless, it was suggested that increased fatness score would be followed
by increased weights and decreased percentages of non carcass components.

The cattle used in this study have not reached optimal slaughtered point,
both in proportion and average slaughter weight. Proportion of ideal body fatness
level (fat condition) was 19.44 % from the total animal observed. General average
of slaughter weight for small, medium, and large frame size 270.30 kg, 354.78 kg,
and 389.33 kg, respectively
Keywords: productivity, local beef cattle, body fatness score, frame size

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PRODUKTIVITAS KARKAS DAN NON KARKAS
SAPI POTONG LOKAL BERDASARKAN
TINGKAT PERLEMAKAN TUBUH


MUHAMMAD ISMAIL

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Erika Budiarti Laconi, MS.

Judul Tesis

:


Nama
NIM

:
:

Produktivitas Karkas dan Non Karkas Sapi Potong Lokal berdasarkan
Tingkat Perlemakan Tubuh.
Muhammad Ismail
D151114031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Rudy Priyanto
Ketua

Dr Ir Henny Nuraini, MSi
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Salundik, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 11 Oktober 2013

Tanggal Lulus: 04 Desember 2013

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 adalah kajian

potensi sapi potong lokal dengan judul Produktivitas Karkas dan Non Karkas Sapi
Potong Lokal berdasarkan Tingkat Perlemakan Tubuh.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Rudy Priyanto dan Dr Ir Henny
Nuraini, MSi selaku pembimbing, serta Prof Dr Ir Erika Budiarti Laconi, MS dan
Dr Ir Salundik, MSi yang telah banyak memberi saran saat pengujian hasil penelitian tesis. Penghargaan penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal peternakan
dan Kesehatan Hewan dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang
telah membantu pendanaan penelitian serta rekan-rekan Tim Survey Karkas
Tahun 2012 yang telah membantu pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Harry Herman
Kabul, ibunda Siti Nurjanah, istriku Danirih SPt, kedua anakku Muhammad Aufa
Fathurrahman dan Syauqi Khairul Azzam, serta seluruh keluarga besar Harry
Herman Kabul dan (Alm.) Tjarwan atas segala do’a dan perhatian yang diberikan
kepada penulis. Tak lupa terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh dosen
ITP atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan, rekan-rekan Pasca ITP
angkatan 2011 dan 2012, staf Laboratorium Ruminansia Besar, dan staf administrasi Pasca ITP atas dukungan dan kerja samanya selama penulis menyelesaikan studi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Muhammad Ismail


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian


1
1
2
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Produktivitas
Karkas dan Non Karkas
Ukuran Kerangka Tubuh
Perlemakan Tubuh

2
2
3
4
5

3 METODE

Waktu dan Tempat
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Peubah Pengamatan
Analisis Data

6
6
7
7
7
10
10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Produktivitas Karkas Sapi Potong Lokal
Produktivitas Non Karkas Sapi Potong Lokal
Upaya Peningkatan Produktivitas Sapi Potong Lokal

10
10
11
14
18

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

20
20
20

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

20
26

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.

Lokasi pengambilan data penelitian
Pengelompokkan ukuran kerangka sapi potong lokal
Kriteria kondisi perlemakan tubuh sapi potong
Produktivitas karkas sapi kerangka kecil berdasarkan perbedaan tingkat perlemakan tubuh
5. Produktivitas karkas sapi kerangka sedang berdasarkan perbedaan
tingkat perlemakan tubuh
6. Produktivitas karkas sapi kerangka besar berdasarkan perbedaan tingkat perlemakan tubuh
7. Bobot non karkas sapi kerangka kecil berdasarkan perbedaan tingkat
perlemakan tubuh
8. Bobot non karkas sapi kerangka sedang berdasarkan perbedaan tingkat perlemakan tubuh
9. Bobot non karkas sapi kerangka besar berdasarkan perbedaan tingkat
perlemakan tubuh
10. Persentase non karkas sapi kerangka kecil berdasarkan perbedaan
tingkat perlemakan tubuh
11.Persentase non karkas sapi kerangka sedang berdasarkan perbedaan
tingkat perlemakan tubuh
12. Persentase non karkas sapi kerangka besar berdasarkan perbedaan
tingkat perlemakan tubuh

6
7
8
11
11
12
14
15
15
17
17
17

DAFTAR GAMBAR
1. Hubungan ukuran kerangka, bobot badan, dan komposisi karkas pada
sapi steer
2. Area pengamatan evaluasi kondisi tubuh
3. Ternak yang digunakan penelitian
4. Derajat perlemakan tubuh pada ternak penelitian
5. Teknik pemotongan karkas yang berbeda di lokasi penelitian

5
6
7
8
9

DAFTAR LAMPIRAN
1. Borang penelitian survei produktivitas karkas dan non karkas sapi
potong lokal
2. Hasil analisis ragam produktivitas karkas sapi pada berbagai ukuran
kerangka
3. Hasil analisis ragam bobot non karkas sapi kerangka kecil
4. Hasil analisis ragam bobot non karkas sapi kerangka sedang
5. Hasil analisis ragam bobot non karkas sapi kerangka besar
6. Hasil analisis ragam persentase non karkas sapi kerangka kecil
7. Hasil analisis ragam persentase non karkas sapi kerangka sedang
8. Hasil analisis ragam persentase non karkas sapi kerangka besar

26
27
28
28
29
29
30
30

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan hewani yang sangat penting dan bernilai strategis untuk mencukupi kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging sapi senantiasa mengalami peningkatan setiap tahunnya. Ditjen PKH
(2012) melaporkan konsumsi daging sapi pada tahun 2011 sebesar 0.417 kg per
tahun dengan peningkatan 14.25 % dari tahun sebelumnya yaitu 0.367 kg per
kapita per tahun.
Peningkatan konsumsi daging sapi direspon pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) Tahun
2014. PSDSK memiliki sasaran yaitu menurunkan impor sapi dan daging hingga
10 % dari kebutuhan konsumsi masyarakat (Kementan 2010).
Populasi sapi potong lokal Indonesia memiliki potensi yang sangat besar.
Menurut BPS (2011) populasi sapi potong sebesar 14 824 373 ekor. Komposisi
rumpun ternak yang dipelihara yaitu sapi bali sebesar 4 789 521 juta ekor
(32.31 %), turunan ongole sebesar 4 281 602 juta ekor (28.88 %), silangan lokal
se-besar 1 452 332 ekor (9.80 %), madura sebesar 1 285 690 ekor (8.67 %), serta
lain-nya sebesar 3 015 228 ekor (20.34 %). Terkait lokasi penyebaran sebanyak
50.8 % berada di pulau Jawa, 18.38 % di pulau Sumatera, 14.18 % di Bali dan
Nusa Tenggara, 12.08 % di pulau Sulawesi, dan 4.68 % tersebar di pulau Kalimantan, Maluku, dan Papua.
Pemotongan sapi memiliki kecenderungan mengalami peningkatan secara
nasional. Tahun 2011 pemotongan sapi mencapai 2.3 juta ekor dengan peningkatan sebesar 8.5 % dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan tingkat pemotongan diharapkan beriringan dengan peningkatan produktivitas sapi yang dipotong.
Produktivitas sapi yang dipotong di rumah potong hewan dapat diukur dari
rataan produksi daging untuk setiap unit ternak yang tercermin pada bobot potong,
bobot karkas, dan persentase karkas (Fapet IPB 2012). Pusdatin (2012) memaparkan bobot potong, bobot karkas, dan persentase karkas sapi potong lokal di Indonesia yaitu 348.14 kg, 180.18 kg, dan 51.54 %.
Permasalahan utama industri daging nasional adalah sangat beragamnya
kondisi sapi potong lokal yang dipotong di rumah potong hewan, baik dari segi
bangsa, umur, maupun tingkat perlemakan tubuh sapi. Keragaman tersebut diduga
mempengaruhi produktivitas sapi potong lokal.
Evaluasi produktivitas sapi dapat dilakukan melalui beberapa metode
diantaranya melalui penimbangan, penilaian perlemakan tubuh, dan ukuran kerangka. Ketiga metode tersebut merupakan cara evaluasi produktivitas yang relatif
mudah dilakukan peternak. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan seperangkat timbangan mekanik maupun digital. Penilaian perlemakan tubuh dilakukan dengan pengamatan maupun perabaan struktur tulang dan perlemakan.
Ukuran kerangka tubuh dilakukan dengan pengukuran tinggi badan sapi.
Evaluasi produktivitas sapi potong lokal telah banyak dilakukan beberapa
peneliti diantaranya Haryoko dan Suparman (2009), Soeharsono et al. (2011), dan
Yosita et al. (2012). Namun, penelitian tersebut terbatas dalam hal ruang lingkup

2
lokasi penelitian, kajian produktivitas didominasi pada sifat-sifat karkas, jenis
rumpun ternak yang digunakan, dan kondisi perlemakan tubuh.
Keterbatasan data produktivitas sapi potong memerlukan suatu penelitian
yang lebih komprehensif. Ruang lingkup yang perlu diperluas antara lain meliputi
lokasi penelitian, tingkat perlemakan tubuh dari sapi yang dipotong, rumpun ternak yang digunakan, serta kajian produktivitas karkas dan non karkas. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data yang lebih komprehensif dan diharapkan dapat dijadikan rujukan penyusunan kebijakan pengembangan sapi potong nasional.
Perumusan Masalah
Sapi potong lokal yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia memiliki
struktur populasi ternak, karakteristik ukuran kerangka dan tingkat perlemakan
tubuh yang khas. Kekhasan tersebut memerlukan kajian produktivitas, baik sifatsifat karkas maupun non karkas. Tingkat perlemakan tubuh diduga dapat mempengaruhi produktivitas karkas dan non karkas pada setiap ukuran kerangka tubuh
sapi potong lokal.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh tingkat perlemakan
tubuh terhadap produktivitas karkas dan non karkas sapi potong lokal pada berbagai ukuran kerangka tubuh.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat yaitu memperluas cakupan kajian produktivitas sapi potong lokal, sehingga diharapkan dapat melengkapi data penelitian
yang telah ada dan dapat dijadikan rujukan penyusunan kebijakan pengembangan
sapi potong nasional.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini yaitu melakukan pengamatan produktivitas
baik sifat-sifat karkas maupun non karkas yang diperoleh dari beberapa rumah
potong hewan (RPH) di Indonesia. Pengelompokkan sapi didasarkan pada ukuran
kerangka tubuh, taraf perlakuan yang diuji yaitu tingkat perlemakan tubuh, serta
peubah penelitian yang diamati yaitu sifat-sifat karkas dan non karkas.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Produktivitas
Produktivitas sapi potong didefinisikan sebagai gabungan dari sifat produksi
dan reproduksi yang dapat ditingkatkan melalui perbaikan genetik, manajemen
perkawinan, dan perbaikan lingkungan secara terpadu (Ngadiyono 2004). Ditinjau
dari segi produksi dan suplai daging sapi, produktivitas tercermin dari peningkatan bobot badan dan persentase karkas per satu ekor dalam kurun waktu tertentu

3
(Harmini et al. 2011). Soeparno (2005) mengemukakan bahwa berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan, kualitas daging dari karkas yang bersangkutan, serta
potongan karkas yang dapat dijual merupakan faktor-faktor yang menentukan
nilai produktivitas seekor ternak.
Penilaian produktivitas ternak bertujuan untuk menentukan kemajuan usaha
maupun dasar penetapan strategi usaha yang akan dijalankan (Karnaen dan Arifin
2007). Metode penilaian produktivitas ternak menurut Littler (2007) dilakukan
dengan tiga pendekatan yaitu pendekatan pengamatan, perabaan, dan pengukuran
terhadap lokasi kunci dari tubuh ternak hidup. Kriteria kunci yang dapat digunakan untuk penilaian produktivitas, yaitu bobot badan, umur, perlemakan tubuh,
jenis kelamin, potensi perdagingan, rumpun bangsa, ukuran kerangka, maturitas,
kekuatan struktur tubuh, dan temperamen ternak.
Penilaian produktivitas sapi untuk skala industri lebih terbatas, karena industri daging menghindari pemotongan sapi yang berpotensi menghasilkan bobot
karkas yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi (Troxel et al. 2009). Sapi yang
sangat gemuk akan menurunkan produksi daging yang dapat dijual dan sapi yang
sangat kurus akan mempercepat proses pendinginan karkas saat berada di ruang
pendingin (McKiernan dan Sundstrom 2006).
Karkas dan Non Karkas
Karkas didefinisikan bagian dari tubuh sapi sehat yang telah disembelih
secara halal, telah dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala dan kaki mulai
dari tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor, serta lemak yang
berlebih (BSN 2008). Hasil karkas dapat dinyatakan dalam bentuk bobot karkas,
persentase karkas, maupun indeks perdagingan (Wiyatna 2007). Selain itu, menurut Strydom dan Smith (2005) hasil karkas dapat dinyatakan dalam bentuk konformasi karkas (skala 1-5), tingkat kerusakan (skala 1-3), kandungan lemak pada
karkas (skala 0-6), dan tingkat umur ternak (skala A, AB, B, atau C).
Komponen utama dari karkas adalah tulang, daging, dan lemak (Aberle et al.
2001; Field dan Taylor 2008). Karakteristik karkas superior menurut Field dan
Taylor (2008) yaitu proporsi tulang yang sedikit, proporsi daging (lean) yang
tinggi, dan proporsi lemak dalam jumlah yang optimal sesuai permintaan pasar.
Faktor yang mempengaruhi persentase karkas yaitu faktor ternak (jenis kelamin,
rumpun/bangsa, umur, bobot badan, perlemakan tubuh, perototan, dan status kebuntingan), golongan negara, luka memar pada karkas, dan prosedur menghasilkan karkas (McKiernan et al. 2007).
Pada proses pemotongan ternak selain menghasilkan karkas, juga dihasilkan
produk ikutan (by-product). Produk ikutan didefinisikan sebagai seluruh bagian
tubuh ternak selain karkas yang bernilai ekonomis dan diperoleh dari proses
pemotongan dengan nilai kegunaannya kurang dari produk utama (Aberle et al.
2001). Campbell dan Kenney (1994) mengklasifikasikan hasil ikutan dari pangan
asal ternak menjadi tiga bagian, yaitu layak dimakan (edible), tidak layak dimakan
(inedible), dan farmasi (pharmaceutical).
Penetapan layak atau tidaknya organ tubuh dikonsumsi masyarakat sangat
dipengaruhi etika dan budaya. Organ tubuh ternak yang termasuk komponen non
karkas menurut McGee et al. (2008) yaitu organ eksternal (keempat kaki bawah,
kepala, kulit, dan ekor), saluran pencernaan (lambung dan usus), organ-organ

4
metabolik (kantung empedu, limpa, jantung, hati, paru-paru, dan ginjal), trim,
darah, dan lemak (eksternal, ommental, dan mesenteris). Bagian non karkas yang
dapat dikonsumi oleh masyarakat di Indonesia menurut Lestari et al. (2010) yaitu
darah, kulit, kepala, ekor, dan organ dalam (hati, jantung, paru-paru, dan saluran
pencernaan).
Ukuran Kerangka Tubuh
Ukuran rangka (frame size) didefinisikan sebagai cara spesifik identifikasi
tipe kematangan tubuh dan penciri komposisi karkas pada bobot hidup yang sama
(Field dan Taylor 2008). Komposisi karkas berupa tebal lemak punggung pada
rusuk ke-12 dan ke-13 merupakan indikator tipe kematangan tubuh (Ziegler 2007).
Cunningham et al. (2005) menjelaskan lemak punggung dengan ketebalan 13 mm
pada karkas sapi berkualifikasi US Choice diperoleh dari bobot potong yang berbeda.
Ukuran kerangka bangsa sapi diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan pengukuran tinggi pundak atau tinggi panggul (Field 2007). Pengukuran
tinggi dilakukan dengan mengukur jarak tertinggi dari pundak/panggul dengan
tanah dengan permukaan yang datar, badan berdiri tegak, kaki pada posisi simetris,
dan kepala dalam posisi normal (Afolayan et al. 2002). Adapun pembagian ketiga
kelompok tersebut yaitu kerangka kecil (dibawah 117.22 cm), sedang (117.22123.88 cm), dan besar (diatas 123.88 cm).
McKiernan (2005) dan Littler (2007) mengurai karakteristik dari masingmasing ukuran kerangka adalah sebagai berikut :
a. Sapi kerangka kecil memiliki karakteristik yaitu berbadan dan kaki pendek,
potensi kecepatan tumbuh lambat, gemuk pada umur muda (masak dini)
dengan bobot potong yang rendah yaitu 200-300 kg, dan target bobot karkas
yang diinginkan yaitu 150-200 kg.
b. Sapi kerangka sedang memiliki karakteristik yaitu ukuran tubuh lebih panjang,
kecepatan tumbuh relatif lebih cepat, lebih mudah gemuk berbasis rumput dan
bijian, umumnya gemuk pada bobot potong sekitar 300-600 kg, dan target
bobot karkas yang diinginkan yaitu 200-350 kg.
c. Sapi kerangka besar memiliki karakteristik yaitu tumbuh dengan sangat cepat,
sulit gemuk jika hanya berbasis rumput, gemuk pada usia lanjut (masak
lambat) dengan bobot potong yang lebih berat yaitu diatas 600 kg, dan target
bobot karkas yang diinginkan yaitu diatas 350 kg.
Ukuran kerangka dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembentukan karkas (Ziegler 2007). Kerangka kecil hingga sedang memiliki kecenderungan merupakan tipe penggemukan (masak) dini sementara kerangka sedang
hingga besar memiliki kecenderungan merupakan tipe penggemukan (masak)
lambat. Pada umur kronologis yang sama, perbedaan tersebut mengakibatkan
perubahan proporsi jaringan utama karkas yaitu otot, tulang, dan lemak. Gambar 1
dapat dilihat hubungan ukuran kerangka, bobot badan, dan komposisi karkas pada
sapi steer (jantan kastrasi).

5

Lemak

Laju pertumbuhan

Tulang
Otot

Kerangka Besar

Kerangka Sedang

Kerangka Kecil

408

498

589

680

Bobot (kg)

Gambar 1. Hubungan ukuran kerangka, bobot badan, dan komposisi karkas pada
sapi steer (Sumber : Field dan Taylor 2008)
Gambar 1 menunjukkan adanya perbedaan komposisi lemak, otot, dan tulang untuk kerangka kecil, sedang, dan besar pada bobot hidup yang sama. Bobot
potong optimal untuk mendapatkan kombinasi tulang, daging, dan lemak yang
sesuai dengan permintaan pasar dari masing-masing ukuran kerangka akan
berbeda-beda. Menurut Field dan Taylor (2008), sapi kerangka kecil memiliki
bobot potong sekitar 408 kg, kerangka sedang sekitar 498 kg, dan kerangka besar
sekitar 589 kg.
Perlemakan Tubuh
Perlemakan tubuh memiliki peran untuk mencocokkan ternak dengan kebutuhan pasar. Beberapa pasar mensyaratkan sejumlah lemak tertentu sebagai daya
tarik penampilan pada pokok penjualan. Perlemakan tubuh sapi dapat diidentifikasi melalui tiga metode, yaitu pengamatan, perabaan, dan pengukuran. Rasby et
al. (2007) menyatakan bahwa tingkat perlemakan tubuh dapat dilakukan melalui
indikator pengamatan (visual) atau kombinasi pengamatan dan perabaan (palpasi)
struktur tulang untuk menghitung perlemakan
Littler (2007) memaparkan secara pengamatan, sapi gemuk dicirikan dengan
bagian rusuk tidak terlihat, pangkal ekor terlihat melunak, lemak disekitar ekor
meningkat, otot di bagian kaki belakang terlihat berlipat akibat adanya lapisan
lemak, dan ternak jarang bergerak. Area kunci yang dapat digunakan untuk
estimasi tingkat perlemakan tubuh kondisi tubuh yaitu tulang belakang (tulang
processus spinosus dan processus tranversus), pangkal ekor (tail head), tulang
duduk (pin bones), tulang rusuk (ribs), tulang dada (brisket), tulang pinggul (hips
bones) tulang bahu (shoulder), dan tulang (Parish dan Rhinehart 2008). Adapun
ilustrasi dari area pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2.
Metode pengukuran yang dapat digunakan untuk menaksir perlemakan yaitu
penggunaan real time ultrasound scanner (Littler 2007). Rachma dan Harada
(2010) memaparkan bagian tubuh yang dipindai yaitu di antara rusuk keenam dan
ketujuh bagian sisi kiri ternak. Lemak mengisi lapisan diantara kelompok otot dan
didepositkan di area non muskular. Pola deposisi lemak dapat dipengaruhi oleh
bangsa, jenis kelamin, dan manajemen pemeliharaan (Radunz 2012).

6

Rusuk :
- Rusuk depan
- Rusuk ruas ke-12 dan 13

Tulang belakang/Processus spinosus
Processus transversus

Tulang pinggul

Pangkal ekor

Tulang duduk

Bahu

Dada

Gambar 2. Area pengamatan evaluasi kondisi tubuh (Parish dan Rhinehart 2008)

3 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap I dilakukan pada bulan JuniAgustus 2012 dan tahap II dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2013. Pengumpulan data dilakukan di 18 unit rumah potong hewan (RPH) yang tersebar di sepuluh propinsi. Teknik pemilihan lokasi penelitian menggunakan metode purposive
random sampling. Rincian lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Lokasi pengambilan data penelitian
No.
Propinsi
1. Sumatera Utara
2.
3.

Lampung
Banten

4.
5.

DKI Jakarta
Jawa Barat

6.

Jawa Tengah

7.

Jawa Timur

8.

Nusa Tenggara Barat

9.
10.

Kalimantan Selatan
Sulawesi Selatan

Nama RPH
a. RPH Kota Medan
b. RPH Kabupaten Karo
RPH Kota Metro
a. RPH Bayur Kota Tangerang
b. RPH PT Agrisatwa Kabupaten Tangerang
RPH PD Darmajaya Kecamatan Cakung
a. RPH PT Elders Kabupaten Bogor
b. UPTD RPH Kota Bogor
c. RPH Cibinong Kabupaten Bogor
a. RPH Kota Semarang
b. RPH Kota Salatiga
a. RPH PT Surya Jaya Kota Surabaya
b. RPH PD Pegirian Kota Surabaya
a. RPH Banyumulek Kabupaten Lombok Barat
b. RPH Pototano Kabupaten Sumbawa Barat
RPH Kota Banjarmasin
a. RPH Kota Makasar
b. RPH Kabupaten Gowa

7
Bahan
Bahan yang digunakan adalah sapi potong lokal jantan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan gigi seri minimal satu pasang (I1) sebanyak 144
ekor, terdiri atas 48 ekor sapi kerangka kecil (sapi bali dan madura), 27 ekor sapi
kerangka sedang (sapi turunan ongole), dan 69 ekor sapi kerangka besar (sapi
silangan lokal). Contoh ternak yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 3.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3. Ternak yang digunakan penelitian : (a) sapi bali, (b) sapi madura, (c)
sapi turunan ongole, dan (d) sapi silangan lokal (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Alat
Peralatan yang digunakan yaitu seperangkat peralatan rumah potong hewan
dan timbangan digital untuk menimbang bobot potong, bobot karkas, dan bobot
non karkas.
Prosedur Penelitian
Penentuan Kelompok Ukuran Kerangka
Penentuan kelompik ukuran kerangka sapi potong lokal berdasarkan tinggi
badan sapi dewasa hasil pengukuran beberapa penelitian dan kriteria tinggi badan
menurut Field (2007). Pengelompokkan ukuran kerangka sapi potong lokal
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengelompokkan ukuran kerangka sapi potong lokal
Ukuran
Kerangka
Kecil

Kriteria Tinggi
Badan (cm)
< 117.22

Rumpun
Sapi
Bali

Madura

Sedang

117.22-123.88

Besar

> 123.88

Peranakan
Ongole
Silangan
Lokal

Tinggi Badan
(cm)
112.55-115.74
109.88
102.40-108.80
106.97
116.20
114.36-115.91
114.80
Minimal 105
123.60-124.10
128.00
138.54

Sumber
Supriyantono et al. (2008)
Tonbesi et al. (2009)
Soares dan Dryden (2011)
Zurahmah dan The (2011)
Setiadi dan Diwyanto (1997)
Karnaen dan Arifin (2007)
Kutsiyah (2012)
Kementan (2012)
Hartati et al. (2009)
Kutsiyah (2012)
Prabowo et al. (2012)

8
Penentuan Tingkat Perlemakan Tubuh
Area penilaian perlemakan tubuh mengacu pada McKiernan dan
Sundstrom (2006) yaitu tulang rusuk (os costae), tulang belakang (os vertebratae),
tulang panggul (os pelvis), tulang duduk (os ischii), pangkal ekor (os coccigeal),
tulang dada (os sternum), dan bagian perut (abdominal). Kriteria tingkat perlemakan tubuh mengacu pada McKiernan dan Sundstrom (2006) dengan skala yang
digunakan skala 2-6. Ilustrasi dan penjelasan tingkat perlemakan tubuh dari ternak
penelitian dapat dilihat pada Gambar 4 dan Tabel 3.

(a)

(b)

(c)

Gambar 4. Derajat perlemakan tubuh pada ternak penelitian : (a) kurus, (b) sedang, dan (c) gemuk (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Tabel 3. Kriteria kondisi perlemakan tubuh sapi potong
Katagori
Sangat
Kurus
Kurus

Sedang

Gemuk

Deskripsi

Tidak ada lemak di sekitar pangkal ekor. Tulang belakang lebih
bulat, daerah tulang panggul dan rusuk terasa keras, dan tulang
rusuk masih dapat terlihat (Skala 2).
Tulang rusuk membulat dan dapat dirasakan dengan menggunakan
tekanan yang kuat untuk membedakan antar bagian. Di sekitar
pangkal ekor mulai dapat dirasakan adanya lemak (Skala 3).
Tulang rusuk tidak teraba. Di sekitar tulang panggul tertutupi lemak.
Di sekitar pangkal ekor terdapat gundukan kecil lemak yang terasa
lunak saat disentuh (Skala 4).
Tulang rusuk tidak teraba dan tampak bergelombang karena adanya
lipatan lemak. Pangkal ekor dan tulang panggul hampir tertutupi lemak.
Dada dan perut mulai terisi lemak sehingga daerah perut tampak persegi
(Skala 5).

Sangat
Gemuk

Tulang rusuk tidak teraba dan tampak bergelombang akibat adanya
lipatan lemak. Pangkal ekor dan tulang panggul sepenuhnya tertutupi lemak. Dada dan perut terisi penuh, sehingga daerah perut tampak seperti balok. Mobilitas ternak berkurang (Skala 6).
Keterangan : McKiernan dan Sundstrom (2006)
Prosedur Pemotongan dan Pengukuran Peubah
Proses penyembelihan dan pemotongan hingga menjadi karkas mengacu
pada SNI mutu karkas dan daging (BSN 2008). Proses penyembelihan dilakukan
secara halal dengan memotong bagian leher dekat tulang rahang bawah, sehingga
oesophagus, vena jugularis, arteri carotis, dan trachea terpotong sempurna.
Setelah sapi mati, proses pemotongan diawali dengan pemotongan kepala yang

9
dilakukan di antara tulang occipitalis dengan tulang atlas, kemudian ditimbang
sebagai bobot kepala dan diamati perubahan gigi seri.
Pemotongan keempat kaki dilakukan diantara tulang carpus dan metacarpus
untuk kaki depan, sedangkan untuk kaki belakang dilakukan diantara tulang tarsus dan metatarsus. Keempat kaki tersebut, kemudian ditimbang sebagai bobot
keempat kaki. Pengulitan dilakukan dengan membuat irisan dari anus hingga leher
melewati bagian perut dan dada, kemudian dari arah kaki belakang dan kaki depan
menuju irisan sebelumnya, kemudian kulit dilepas dan ditimbang sebagai bobot
kulit basah. Pemisahan ekor dilakukan paling banyak dua ruas tulang belakang
coccygeal terikut pada karkas dan kemudian ditimbang sebagai bobot ekor.
Tahap selanjutnya adalah pengeluaran jeroan (offal). Pengeluaran offal
dilakukan dengan pembelahan tulang pubis, dilanjutkan dengan pembelahan
abdomen, dan tulang sternum sehingga offal dapat dikeluarkan dengan mudah
tanpa mengalami kerusakan atau robek. Offal merah berupa organ-organ metabolis meliputi jantung, trakea, paru-paru, ginjal, limpa, dan hati serta offal hijau
kosong berupa saluran pencernaan yang telah dikeluarkan isi saluran pencernaan
dan dipisahkan dari karkas meliputi esofagus, lambung, usus, dan lemak internal
(ommental dan mesenteris). Organ-organ tersebut kemudian ditimbang sebagai
bobot offal merah dan bobot offal hijau kosong.
Tahap terakhir yaitu pembelahan karkas dilakukan dengan membelah bagian
tubuh sapi menjadi dua atau empat bagian yang simetris kemudian ditimbang
sebagai bobot karkas. Fapet IPB (2012) melaporkan di dalam proses menghasilkan karkas terdapat tujuh macam perbedaan teknik pemotongan. Ketujuh perbedaan tersebut yaitu (a) pemotongan berdasarkan SNI mutu karkas dan daging sapi,
(b) ekor terikut ke dalam karkas, (c) organ ginjal terikut ke dalam karkas, (d) pemotongan ekor dilakukan mulai dari tulang sacralis bukan dari ruas ketiga tulang
caudalis, (e) ekor dan organ reproduksi terikut ke dalam karkas, (f) kaki, paruparu, jantung, dan ekor terikut ke dalam karkas, dan (g) pemisahan daging dari
kerangka tubuh secara langsung (teknik prosot).
Perbedaan-perbedaan tersebut selanjutnya dikoreksi dengan mengacu pada
SNI mutu karkas dan daging sapi untuk menghasilkan potongan karkas yang sama.
Hal ini harus dilakukan karena menurut McKiernan et al. (2007), prosedur kerja
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persentase karkas. Contoh
ilustrasi dari perbedaan teknik pemotongan disajikan Gambar 5.

(a)

(b)

(c)

Gambar 5. Teknik pemotongan karkas yang berbeda di lokasi penelitian : (a) pemotongan berdasarkan SNI, (b) ekor terikut karkas, dan (c) teknik
prosot (Sumber : Dokumentasi Kegiatan Survey Karkas Tahun 2012)

10
Peubah Pengamatan
Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu :
1. Bobot potong. Bobot potong (kg) adalah bobot badan aktual sapi sesaat sebelum dipotong (Boggs dan Merkel 1984).
2. Bobot karkas dan persentase karkas. Bobot karkas (kg) adalah bagian dari
tubuh sapi sehat yang telah disembelih secara halal, telah dikuliti, dikeluarkan
jeroan, dipisahkan kepala dan kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ
reproduksi dan ambing, ekor, serta lemak berlebih (BSN 2008a). Persentase
karkas (%) adalah perhitungan berdasarkan perbandingan antara bobot karkas
dibagi dengan bobot potong dikali 100 %.
3. Bobot dan persentase non karkas. Bobot non karkas (kg) adalah hasil
penimbangan kulit basah, kepala, keempat kaki bawah, ekor, offal merah (hati,
trakea, jantung, limpa, paru-paru, ginjal), offal hijau kosong (lambung yaitu
rumen, retikulum, omasum dan abomasum, serta usus yang telah dibuang dan
dibersihkan dari isi saluran pencernaan setelah dipisahkan dari karkas).
Persentase non karkas (%) adalah perhitungan berdasarkan perbandingan bobot organ-organ non karkas (kulit basah, kepala, ekor, keempat kaki bawah,
offal merah, offal hijau kosong) dengan bobot karkas dikalikan 100 %.
Analisis Data
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Perlakuan pada penelitian ini yaitu perbedaan tingkat perlemakan tubuh
pada masing-masing ukuran kerangka sapi lokal jantan yang terdiri atas tiga taraf
perlakuan yaitu kurus, sedang, dan gemuk.
Bentuk umum dari model linier aditif rancangan acak lengkap dijelaskan
Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut :

Keterangan :
:
:
:
:

Nilai pengamatan pada perlakuan tingkat perlemakan tubuh ke-i dan ulangan
ke-j
Nilai tengah perlakuan (rataan umum)
Pengaruh perlakuan tingkat perlemakan tubuh ke-i
Pengaruh acak pada perlakuan kondisi perlemakan ke-i dan ulangan ke-j

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis ragam
(ANOVA). Perbedaan antar perlakuan diuji lanjut menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih secara purposive random sampling merupakan representasi dari wilayah sentra populasi dan konsumsi daging. Propinsi
Sumatera Utara, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Kalimantan Selatan merepresentasikan wilayah konsumsi daging, sedangkan propinsi Lampung, Jawa

11
Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan merepresentasikan wilayah populasi. Talib dan Noor (2008) menyatakan bahwa pasar industri
daging di Indonesia meliputi propinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Utara, sedangkan wilayah populasi sapi lokal berasal dari Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan.
Pemilihan sapi yang telah mengalami pergantian gigi seri minimal satu pasang (I1) didasarkan pada penelitian Pawere et al. (2012) yang menyatakan bahwa
sapi dengan poel 1 (I1) merupakan proporsi tertinggi untuk umur bakalan sapi
potong. Selain itu, pada umur tersebut diharapkan sapi potong lokal telah mencapai tingkat dewasa tubuh, ditandai kecepatan tumbuh komponen tulang melambat, sedangkan komponen otot dan lemak tumbuh relatif lebih cepat.
Sapi kerangka besar merupakan tipe kerangka tubuh yang dominan dipotong
pada penelitian ini. Tercatat sebesar 69 ekor (47.92 %) merupakan sapi silangan
lokal. Tingginya persentase sapi silangan yang mewakili sapi kerangka besar juga
dilaporkan Fapet IPB (2012). Besaran proporsi sapi silangan yang dipotong di
rumah potong hewan mencapai 59 %. Hal ini karena adanya pergeseran minat
peternak. Sapi silangan diyakini peternak memiliki beberapa keunggulan antara
lain kemampuan pertambahan bobot badan yang cepat, keuntungan finansial yang
didapat peternak lebih tinggi, dan secara sosial dapat mengharumkan nama
peternak yang memenangkan kontes ternak (Hadi dan Ilham 2002; Sodiq dan
Setianto 2007).
Produktivitas Karkas Sapi Potong Lokal
Produktivitas ternak sebagai indikator kemajuan usaha dapat terlihat dari
bobot badan, bobot karkas, maupun persentase karkas yang dihasilkan per satu
ekor. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan tingkat perlemakan tubuh mempengaruhi produktivitas karkas sapi dengan ukuran kerangka yang berbeda.
Pengaruh tingkat perlemakan tubuh terhadap produktivitas sapi pada setiap ukuran
kerangka tubuh dapat dilihat pada Tabel 4 hingga Tabel 6.
Tabel 4. Produktivitas karkas sapi kerangka kecil berdasarkan perbedaan tingkat
perlemakan tubuh
Peubah pengamatan

Tingkat perlemakan tubuh
Rataan umum
(n = 48)
Kurus (n = 8)
Sedang (n = 31) Gemuk (n = 9)
Bobot potong (kg)
213.44+62.92c
264.55+48.01b 340.67+48.32a 270.30+63.07
Bobot karkas (kg)
104.21+39.78c
137.48+29.93b 177.31+24.41a 139.40+37.38
Persentase karkas (%)
47.97+4.27b
51.78+3.27a
52.16+2.99a
51.22+3.64
a
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5%

Tabel 5. Produktivitas karkas sapi kerangka sedang berdasarkan perbedaan tingkat
perlemakan tubuh
Peubah pengamatan

Tingkat perlemakan tubuh
Rataan umum
(n = 27)
Kurus (n = 9)
Sedang (n =8)
Gemuk (n = 10)
Bobot potong (kg)
293.78+35.91b
305.25+34.73b
449.30+47.53a
354.78+83.56
Bobot karkas (kg)
150.04+18.53b
157.27+14.62b
240.82+28.03a
185.80+47.88
Persentase karkas (%)
51.12+3.21a
51.65+2.50a
53.57+1.69a
52.19+2.66
a
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5%

12
Tabel 6. Produktivitas karkas sapi kerangka besar berdasarkan perbedaan tingkat
perlemakan tubuh
Peubah pengamatan

Tingkat perlemakan tubuh
Rataan umum
(n = 69)
Kurus (n = 12)
Sedang (n = 48)
Gemuk (n = 9)
Bobot potong (kg)
348.83+71.40b
382.30+59.26b
480.78+59.00a
389.33+71.36
Bobot karkas (kg)
184.47+41.27b
201.81+31.84b
254.77+32.76a
205.70+38.88
Persentase karkas (%)
52.74+2.01a
52.80+2.63a
53.01+2.59a
52.82+2.49
a
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5%

Bobot Potong dan Bobot Karkas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tingkat perlemakan tubuh memiliki pengaruh nyata terhadap bobot potong dan
bobot karkas. Semakin baik tingkat perlemakan tubuh (kondisi gemuk), maka
bobot potong dan bobot karkasnya semakin tinggi. Hal ini dikarenakan adanya
peningkatan secara struktural berupa peningkatan jumlah maupun luasan jaringan
tubuh meliputi jaringan tulang, otot, lemak, organ-organ vital, dan jaringan terkait
lainnya (Aberle et al. 2001). Peningkatan pada jaringan tulang, otot, dan lemak
sebagai komponen karkas mengakibatkan peningkatan bobot potong senantiasa
diikuti dengan peningkatan bobot karkas.
Rataan umum bobot potong sapi kerangka kecil, sedang, dan besar berdasarkan Tabel 4 hingga Tabel 6 belum mencapai bobot potong yang optimal. Rataan
umum bobot potong sapi kerangka kecil yaitu 270.30 kg (Tabel 4). Bobot ini
berpeluang ditingkatkan mencapai bobot optimal yang direpresentasikan bobot
potong kondisi gemuk yaitu 340.67 kg. Hasil ini ditunjang penelitian Yosita et al.
(2012) dan Halomoan et al. (2001). Yosita et al.(2012) melaporkan sapi bali yang
digemukkan secara intensif menghasilkan bobot potong sebesar 344.60 kg, sedangkan Halomoan et al. (2001) melaporkan bobot potong optimal sapi madura
untuk memenuhi kebutuhan pasar tradisional yaitu 338.07 kg. Bahkan, sapi bali
jantan dewasa menurut Talib et al. (2002) memiliki potensi hingga bobot 395 kg.
Sapi kerangka sedang memiliki kondisi yang serupa dengan sapi kerangka
kecil. Rataan umum bobot potong sapi kerangka sedang berdasarkan Tabel 5 yaitu
354.78 kg. Bobot ini berpeluang ditingkatkan mencapai 395.66 kg (Carvalho et al.
2010), 407.27 kg (Halomoan et al. 2001), 449.30 kg (rataan bobot potong kondisi
gemuk), bahkan hingga mencapai 486.90 kg (Santi 2008).
Sapi kerangka besar memiliki pola yang berbeda dengan sapi kerangka kecil
maupun kerangka sedang. Bobot potong dari rataan umum dan rataan kondisi
gemuk sebesar 389.33 kg dan 480.78 kg (Tabel 6) masih dibawah potensi optimal
seperti yang dilaporkan Santi (2008) dan Prabowo et al. (2012). Santi (2008) melaporkan bahwa sapi silangan lokal memiliki potensi bobot potong mencapai
565.77 kg. Prabowo et al. (2012) melaporkan bobot potong sapi silangan lokal
mampu mencapai bobot sebesar 714 kg melampaui bobot potong yang dilaporkan
Santi (2008).
Evaluasi rataan umum bobot karkas setiap ukuran kerangka belum memenuhi target ideal yang diutarakan McKiernan (2005). Sapi kerangka kecil memiliki rataan bobot karkas 139.40 kg. Bobot tersebut dibawah target idealnya yaitu
150-200 kg. Target tersebut tercapai pada kondisi gemuk dengan rataan bobot karkas sebesar 177.31 kg. Pola sama ditunjukkan juga oleh data sapi kerangka sedang.
Rataan bobot karkasnya sebesar 185.80 kg dengan bobot idealnya yaitu 200-350
kg. Target dapat tercapai pada kondisi gemuk dengan rataan bobot karkas sebesar

13
240.82 kg. Akan tetapi pola tersebut tidak tampak pada sapi kerangka besar. Baik
rataan umum bobot karkas maupun rataan kondisi gemuk yaitu 205.70 dan 254.77
kg, keduanya masih berada dibawah bobot ideal yaitu diatas 350 kg. Target ideal
dapat dicapai pada bobot potongnya mencapai 714 kg, yaitu 401 kg (Prabowo et
al. 2012).
Kondisi bobot potong maupun bobot karkas belum mencapai kondisi optimal dikarenakan sebagian besar pelaku usaha peternakan sapi potong di Indonesia merupakan peternak rakyat. Data BPS (2011) menunjukkan 99.809% dari 5.7
juta pelaku usaha merupakan peternak rakyat, 0.004 % merupakan perusahaan
berbadan hukum, 0.175 % merupakan pedagang, dan 0.012 % pelaku usaha lainnya seperti koperasi, yayasan, pesantren, lembaga penelitian, sekolah, dan sebagainya. Ciri khas peternak rakyat yaitu (a) skala usaha relatif kecil (b) merupakan
usaha rumah tangga (c) penerapan manajemen dan teknologi pemeliharaan masih
konvensional, (d) seringkali ternak digunakan sebagai sumber tenaga kerja dan
tabungan, (e) penguasaan lahan hijauan makanan ternak terbatas dan kebanyakan
masih tergantung pada musim, dan (f) sistem penjualan ternak bersifat insidental
saat membutuhkan dana tunai seperti menutupi biaya sekolah anak, biaya
kesehatan, biaya awal musim tanam, dan kebutuhan lainnya (Yusdja dan Ilham
2006; Harmini et al. 2011).
Persentase Karkas. Hasil penelitian menunjukkan kondisi perlemakan
tubuh berpengaruh nyata (p0.05). Hal ini dikarenakan secara statistik jarak antar rataan yang cukup
dekat dengan keragaman data yang cukup tinggi pada masing-masing kondisi
perlemakan. Khusus keragaman data yang tinggi, faktor penilaian evaluator dan
perlakuan sebelum penyembelihan diduga mempengaruhi data persentase karkas.
Evaluator yang terlatih dapat meningkatkan akurasi penilaian kondisi perlemakan tubuh yang cenderung bersifat subjektif (Neary danYager 2002). Sehingga,
alternatif penilaian perlemakan yang lebih objektif seperti penggunaan real time
ultrasound scanner dapat digunakan untuk meningkatkan akurasi data (Littler
2007). Metode lainnya yang dapat digunakan untuk evaluasi kondisi perlemakan
yaitu X-ray and computerized tomography (CT), nuclear magnetic resonance
(NMR), dan video image analysis (Lawrence dan Fowler 2002)
Faktor perlakuan sebelum penyembelihan erat kaitannya dengan pemuasaan
sapi. Pemuasaan sapi sebelum disembelih bertujuan selain untuk mempermudah
proses penyembelihan, juga berperan memperoleh bobot tubuh kosong (empty body weight) yaitu bobot tubuh setelah dikurangi isi saluran pencernaan, isi kandung
kemih, dan isi saluran urinaria (Williamson dan Payne 1993; Hafid dan Rugayah
2009). Hafid dan Rugayah (2009) melaporkan terjadi penurunan bobot badan
sebesar 1.32-3.18 % pada sapi bali yang mendapatkan perlakuan pemuasaan
selama 12-24 jam. McKiernan et al. (2007) memaparkan sapi yang dipuasakan
selama 16 jam menunjukkan adanya penurunan bobot badan 8 % tetapi persentase
karkasnya meningkat hingga 4 %.
Pada penelitian ini tidak semua sapi yang akan disembelih dilakukan pemuasaan. Kondisi ini mengindikasikan tidak semua pemilik sapi maupun jagal
memperhatikan faktor mengistirahatkan sapi sebelum pemotongan, sehingga faktor pembagi perhitungan karkas dan persentase karkas menjadi lebih beragam.

14
Rataan persentase karkas pada masing-masing ukuran kerangka maupun
kondisi perlemakan tubuh diatas 50 %, kecuali kondisi kurus pada sapi kerangka
kecil sebesar 47.97 %. Rataan maksimal persentase karkas tercapai pada kondisi
gemuk, yaitu 52.16 %, 53.57 %, dan 53.01 % untuk masing-masing sapi kerangka
kecil, sedang, dan besar.
Persentase karkas berdasarkan rataan umum dan komparasi dengan beberapa hasil penelitian dapat dibagi menjadi dua kondisi, yaitu telah mencapai kondisi optimal dan berpotensi untuk ditingkatkan. Sapi kerangka sedang, persentase
karkasnya telah mencapai kondisi optimal, sedangkan sapi kerangka kecil dan
besar persentase karkasnya berpotensi untuk ditingkatkan.
Persentase karkas sapi kerangka sedang dikatagorikan telah mencapai kondisi optimal dikarenakan memiliki rataan persentase yang relatif lebih baik dari
pada rataan persentase karkas ukuran kerangka yang sama seperti dilaporkan Ngadiyono et al. (2008) dan Nusi et al. (2011) yaitu 50.69 % dan 51.27 %. Persentase
karkas sapi kerangka kecil berpotensi ditingkatkan berdasarkan penelitian Tonbesi
et al. (2009), Saka et al. (1997), dan Leo et al. (2012) yaitu 53.94 %, 54.40 %, dan
59.02 %. Persentase karkas sapi kerangka besar berpotensi ditingkatkan berdasarkan penelitian Santi (2008) yaitu 56.95 %. Peningkatan persentase karkas dapat
diperoleh melalui perbaikan manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan konsentrat yang mengandung energi tinggi (Ngadiyono 2004).
Produktivitas Non Karkas Sapi Potong Lokal
Hasil pemotongan ternak akan menghasilkan dua bagian utama yaitu karkas
dan non karkas. Evaluasi produktivitas non karkas meliputi evaluasi bobot dan
persentase non karkas, baik total maupun komponen non karkas. Komponen non
karkas yang dievaluasi meliputi kepala, kulit basah, keempat kaki bawah, ekor,
offal merah, dan offal hijau kosong.
Bobot Non Karkas. Bobot non karkas merupakan bagian dalam penilaian
produktivitas ternak karena beberapa komponennya merupakan bahan pangan
yang disukai masyarakat dan bernilai ekonomi tinggi (Lestari et al. 2010). Data
Ditjen PKH (2012) mencatat volume importasi dan nilai ekonomis dari produk
non karkas pada tahun 2011 mencapai 37 827 949 kg dan USD 87 154 225.
Pengaruh perlemakan tubuh terhadap produktivitas bobot non karkas sapi potong
lokal dapat dilihat pada Tabel 7 hingga Tabel 9.
Tabel 7. Bobot non karkas sapi kerangka kecil berdasarkan perbedaan tingkat perlemakan tubuh
Bobot non karkas
(kg)
Kulit Basah
Kepala
Offal Merah
Offal Hijau Kosong
Keempat Kaki
Ekor
Total
a

Kurus (n = 8)
13.90+3.16c
13.89+3.97b
5.45+2.24c
11.63+3.92b
4.99+0.94c
0.86+0.22a
50.71+13.29c

Tingkat perlemakan tubuh
Sedang (n = 31) Gemuk (n = 9)
20.00+4.26b
26.94+3.25a
15.37+2.97b
19.97+3.40a
8.14+2.19b
10.00+0.92a
14.83+3.56a
15.93+3.74a
5.98+1.19b
7.09+0.36a
0.69+0.33a
0.63+0.08a
65.01+9.69b
80.56+7.59a

Rataan umum
(n = 48)
20.28+5.51
15.99+3.74
8.04 + 2.42
14.50+3.83
6.02+1.21
0.71+0.29
65.54+13.30

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5% (Uji Jarak Berganda Duncan)

15
Tabel 8. Bobot non karkas sapi kerangka sedang berdasarkan perbedaan tingkat
perlemakan tubuh
Bobot non karkas
(kg)
Kulit Basah
Kepala
Offal Merah
Offal Hijau Kosong
Keempat Kaki
Ekor
Total
a

Tingkat perlemakan tubuh
Kurus (n = 9) Sedang (n = 8) Gemuk (n = 10)
28.19 + 4.53b
28.90 + 3.54b
34.65 + 6.11a
15.63+2.85b
16.88+2.22ab
18.95+2.25a
10.91+4.42b
9.37+2.44b
19.75+5.61a
15.17+4.46b
13.26+2.99b
22.47+6.01a
8.06+0.82b
7.92+1.31b
9.31+0.78a
0.96+0.24b
0.90+0.18b
1.19+0.20a
78.92+12.76b
77.24+7.11b
106.33+16.37a

Rataan umum
(n = 27)
30.79 + 5.64
17.23+2.77
13.73+6.41
17.31+6.16
8.48+1.14
1.03+0.24
88.57+18.69

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5%

Tabel 9. Bobot non karkas sapi kerangka besar berdasarkan perbedaan tingkat
perlemakan tubuh
Bobot non karkas
(kg)
Kulit Basah
Kepala
Offal Merah
Offal Hijau Kosong
Keempat Kaki
Ekor
Total
a

Tingkat perlemakan tubuh
Kurus (n = 12) Sedang (n = 48)
Gemuk (n = 9)
28.54+5.65b
30.24+5.98b
41.09+7.95a
18.53+2.95b
20.10+3.28b
22.63+2.33a
12.13+2.20b
13.33+3.51b
22.78+8.82a
22.84+4.57b
22.82+6.53b
28.30+4.40a
8.50+1.23b
9.42+2.09b
12.11+2.01a
1.04+0.19b
1.22+0.23a
1.37+0.20a
91.58+14.60b
97.13+16.21b
128.28+15.44a

Rataan umum
(n = 69)
31.36+7.22
20.16+3.28
14.35+5.43
23.54+6.22
9.61+2.19
1.21+0.24
100.23+19.19

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5%

Hasil analisis statistik pada Tabel 7 hingga Tabel 9 menunjukkan semakin
baik tingkat perlemakan tubuh yang diindikasikan dengan peningkatan bobot potong, maka bobot komponen maupun bobot total non karkas akan semakin meningkat (p