Dalam prakteknya proses penuntutan dibagi menjadi tahap pra-penuntutan dan tahap penuntutan. Akan tetapi hukum acara pidana indonesia yakni KUHAP
sendiri memuat kedua tahap ini dalam satu bab saja, adapun bab itu adalah Bab Penuntutan Bab XV.
a. Tahap pra-penuntutan.
Tahap pra-penuntutan dimulai saat penuntut umum menerima berkas perkara dari penyidik. Dalam waktu tujuh hari penuntut umumjaksa harus
menentukan apakah berkas perkara tersebut sudah lengkap. Lengkap artinya bukti-buktinya cukup dan berkasnya disusun menurut KUHAP.
29
Kalau penuntut umum berpendapat berkasnya belum lengkap maka penuntut harus
mengembalikannya kepada penyidik disertai dengan petunjuk-petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi. Dalam waktu empat belas hari
penyidik harus menyelesaikan penyidikan tambahan itu sesuai dengan petunjuk- petunjuk penuntut umum. Sebaliknya, berkas perkara dianggap sudah lengkap dan
penyidikan dianggap telah selesai apabila sejak penyerahan berkas tersebut penuntut umum tidak mengembalikannya kepada penyidik. Akan tetapi dalam
tahap pra-penuntutan ini ternyata dapat menjadi permasalahan dalam praktik. Tidak ada suatu ketentuan dalam Undang-undang No.81 Tahun 1981 yang
mengatur berapa kali berkas perkara bolak-balik antara penyidik dan penuntut umum dalam hal perkara tersebut menurut pandangan penuntut umum belum
lengkap.
30
29
R.M. Surakhman dan Andi Hamzah, Jaksa di Berbagai Negara : peranan dan kedudukannya. Jakarta: Sinar Grafika, 1995. hlm. 35.
30
Moerad B.M, Pontang, Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam Perkara Pidana. Bandung: Alumni, 2005. hlm. 195.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu, dalam Pasal 30 1 e dan penjelasannya Undang-undang tentang Kejaksaan RI UU No. 16 Tahun 2004 memberi wewenang kepada
kejaksaan melakukan penyidikan tambahan, tetapi penyidikan tersebut terbatas pada perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, atau dapat meresahkan
masyarakat, dan atau dapat membahayakan keselamatan negara; di samping itu, penyidikan tambahan tersebut harus diselesaikan dalam waktu empat belas hari
dan juga tidak dilakukan terhadap tersangka serta memegang prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik.
b. Tahap penuntutan.
Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas
perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan. Apabila penuntut umum berpendapat bahwa penuntutan dapat
dilakukan, ia dalam waktu secepatnya akan membuat surat dakwaan. Menurut Pasal 1 butir 7 KUHAP penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya
diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pcngadilan. Disamping juga sebaliknya, apabila penuntut umum berpendapat bahwa
dari hasil penyelidikan tidak dapat dilakukan penuntutan, karena tidak cukup alasan bukti, atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana
atau perkara ditutup demi hukum, maka penuntut umum membuat surat ketetapan. Isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka dan bila tersangka
ditahan wajib segera dibebaskan. Turunan surat ketetapan itu wajib disampaikan
Universitas Sumatera Utara
kepada : Tersangka, Keluarga Tersangka, Penasehat Hukum Tersangka, Pejabat Rutan, Penyidik dan Hakim.
Di samping itu Pasal 137 KUHAP menyatakan bahwa penuntut umum berwenang melakukan penuntutan tcrhadap siapa saja yang didakwa melakukan
suatu tindak pidana dengan melimpahkan perkaranya ke pengadilan. Wewenang eksklusif penuntutan ini sudah lama dijalankan sejak zaman penjajahan Belanda.
Oleh karena itu, adalah tugas jaksa untuk memonitor langkah-langkah penyidikan.
31
A. Surat dakwaan sebagai dasar pemeriksaan perkara pidana
Jadi wewenang menentukan apakah akan menuntut atau tidak menuntut bukan diberikan kepada polisi, melainkan kepada jaksa.
Rumusan surat dakwaan haruslah sejalan dengan hasil pemeriksaan penyidikan. Rumusan surat dakwaan yang menyimpang dari hasil pemeriksaan
penyidikan merupakan surat dakwaan yang palsu dan tidak benar. Surat dakwaan yang demikian tidak dapat dipergunakan jaksa menuntut terdakwa. Misalnya, dari
hasil dan kesimpulan pemeriksaan penyidikan jelas secara murni terdakwa diperiksa melakukan perbuatan penipuan berdasarkan Pasal 378 KUHP.
Kemudian dari hasil pemeriksaan penyidikan tersebut penuntut umum merumuskan surat dakwaan pencurian berdasarkan Pasal 362 KUHP. Dalam
contoh ini rumusan surat dakwaan sudah jauh menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan. Apabila penyimpangan yang seperti ini diperkenankan dalam
pelaksanaan penegakan hukum, kita telah menghalalkan penuntut umum berbuat sesuka hati mendakwa seseorang atas sesuatu yang tidak pernah dilakukannya.
31
R.M. Surakhman dan Andi Hamzah. op. cit., hlm. 36.
Universitas Sumatera Utara
Keleluasaan yang demikian tidak dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis, dan dapat dianggap merupakan penindasan kepada terdakwa. Jika
seandainya terdakwa menjumpai perumusan surat dakwaan yang jauh menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan, terdakwa dapat mengajukan
keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan dimaksud. Demikian juga hakim, apabila menjumpai rumusan surat dakwaan yang menyimpang dari hasil
pemeriksaan penyidikan, dapat menyatakan surat dakwaan tidak dapat diterima atas alasan isi rumusan surat dakwaan kabur atau obscuur libel, karena isi
rumusan surat dakwaan tidak senyawa dan tidak menegaskan secara jelas fakta tindak pidana yang ditemukan dalam pemeriksaan penyidikan dengan apa yang
diuraikan dalam surat dakwaan. Apabila pengadilan menerima pelimpahan berkas perkara, seharusnya
pihak pengadilan meneliti secara saksama apakah surat dakwaan yang diajukan tidak menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan. Dan tentang menyimpang
atau tidaknya rumusan surat dakwaan dengan hasil pemeriksaan penyidikan dapat diketahui hakim dengan jalan menguji rumusan surat dakwaan dengan berita acara
pemeriksaan penyidikan.
32
Hal yang penting diperhatikan tentang fungsi surat dakwaan dalam pemeriksaan sidang pengadilan bahwa fungsi surat dakwaan dalam sidang
pengadilan merupakan landasan dan titik tolak perneriksaan terdakwa. Berdasarkan rumusan surat dakwaan dibuktikan kesalahan terdakwa. Pemeriksaan
sidang tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan. Jika surat dakwaan berisi tuduhan melakukan perampokan pada malam hari
32
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Penyidikan dan Penuntutan , Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. hlm. 387.
Universitas Sumatera Utara
dengan mempergunakan senjata yang didahului dengan pembongkaran dan penembakan, maka nantinya sepanjang ruang lingkup itulah sebagai batas-batas
pemeriksaan dalam persidangan. Sudah seharusnya persidangan tidak boleh melakukan pemeriksaan terhadap kejahatan dan keadaan lain diluar apa yang
didakwakan. Itulah sebabnya undang-undang mewajibkan penuntut umum menyusun rumusan surat dakwaan yang jelas, supaya mudah mengarahkan
jalannya pemeriksaan sidang. Cara dan arah pemeriksaan dalam persidangan harus melingkupi semua
pihak, apakah hakim yang memimpin persidangan, penuntut umum yang bertindak sebagai penuntut, terdakwa maupun penasihat hukum yang berperan
sebagai pendamping terdakwa, mesti terikat pada rumusan surat dakwaan. Menyimpang dari itu, dianggap sebagai kekeliruan dan perkosaan kepada usaha
penegakan hukum serta mengakibatkan perkosaan kepada diri terdakwa karena kepadanya dilakukan pemeriksaan mengenai sesuatu yang tidak didakwakan
kepadanya. Tujuan dan guna surat dakwaan adalah sebagai dasar atau landasan
pemeriksaan perkara di dalam sidang pengadilan. Hakim di dalam memeriksa suatu perkara tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat
dakwaan. Dengan demikian seorang terdakwa yang dihadapkan ke sidang pengadilan hanya dapat dijatuhi hukuman karena telah terbukti melakukan tindak
pidana seperti yang disebutkan atau yang dinyatakan jaksa dalam surat dakwaan. Oleh karena itu, pendekatan perneriksan persidangan harus bertitik tolak dan
diarahkan kepada usaha membuktikan tindak pidam yang dirumuskan dalam surat dakwaan. Penegasan prinsip ini pun sejalan dengan putusan Mahkamah Agung
Universitas Sumatera Utara
tanggal 16 Desember 1976 No. 68 KKR1973, yang menyatakat Putusan pengadilan harus berdasarkan pada tuduhan, yang dalam hal ini berdasarkn Pasal
315 KUHP, walaupun kata-kata yang tertera dalam surat tuduhan lebih banyak ditujukan pada Pasal 310 KUHP.
33
1. Bagi Penuntut Umum.
Diharapkan pemeriksaan sidang tidak menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan, yang dapat
mengakibatkan pemeriksaan dan pertimbangan putusan menyimpang dari apa yang dimaksudkan dalam surat dakwaan, maka untuk mencapai keadaan itu,
sebenarnya diperlukan kesadaran hak dan kewajiban dari masing-masing penegak hukum.
Dengan demikian dapat daimabil kesimpulan bahwa arti pentingnya surat dakwaan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam sidang pengadilan adalah sebagai
berikut:
Surat dakwaan merupakan dasar penuntutan perkara ke pengadilan dan juga dasar untuk pembuktian dan pembahasan juridis dalam tuntutan pidana
requsitoir; dasar untuk rnelakukan upaya hukum. 2.
Bagi TerdakwaPenasihat Hukum Surat dakwaan merupakan dasar untuk melakukan pembelaan dengan
menyiapkan bukti-bukti kebalikan terhadap apa yang didakwakan oleh penuntut umum.
3. Bagi Hakim
Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan di persidangan dan pedoman untuk mengambil keputusan yang akan dijatuhkan.
33
Ibid., hlm. 388.
Universitas Sumatera Utara
B. Pertimbangan Penuntut Umum dalam Membuat Surat Dakwaan Secara Terpisah
Surat dakwaan sangat penting dalam hukum acara pidana, karena menjadi dasar pemeriksaan di sidang pengadilan. Pada Pasal 141 KUHAP yang
menyangkut bentuk surat dakwaan kumulasi, undang-undang dan praktek hukum memberi kemungkinan menggabungkan beberapa perkara atau
beberapa orang dalam satu surat dakwaan. Dengan jalan penggabungan tindak pidana dan pelaku-pelaku tindak pidana dalam suatu surat dakwaan perkara
atau pelaku-pelakunya dapat diperiksa dalam suatu persidangan pengadilan yang sama.
Berbeda halnya dengan apa yang diatur ketentuan Pasal 141 KUHAP, pertimbangan penuntut umum dalam membuat surat dakwaan terpisah
berpedoman pada Pasal 142 Undang-undang No. 8 Tahun 1981 KUHAP. Ketentuan ini boleh dikatakan merupakan kebalikan ketentuan Pasal 141, pada
Pasal 142 KUHAP memberi wewenang kepada penuntut umum untuk melakukan pemecahan berkas perkara dari satu berkas menjadi beberapa berkas perkara.
Pemecahan berkas perkara ini dulu disebut splitsing. Memecah satu berkas perkara menjadi dua atau lebih atau a split trial.
34
34
Ibid., hlm. 442.
Menurut M. Yahya Harahap, pakar hukum acara, pemisahan berkas perkara bukan tren yang muncul
belakangan. Sejak zaman HIR, itu sudah lazim dipraktekkan di pengadilan. “Pada
Universitas Sumatera Utara
masa lalu, tujuan memecah perkara itu terkait karena kurangnya saksi. Sehingga untuk mencukupi saksi sebagai alat bukti, berkas dipecah”.
35
a. Berkas yang semula diterima penuntut umum dari penyidik,
dipecah menjadi dua atau beberapa berkas perkara, Pada dasarnya pemecahan berkas perkara terjadi disebabkan faktor pelaku
tindak pidana terdiri dari beberapa orang. Pemecahan berkas perkara ini dapat terjadi pada beberapa perkara yang merupakan tindak pidana yang terdiri dari
beberapa orang, sedangkan saksinya tidak ada selain para pelaku tindak pidana, misalnya kasus pemerkosaan, ataupun korupsi. Untuk menghindari pelaku terlepas
atau terbebas dari pertanggungjawaban hukum pidana, apabila terdakwa terdiri dari beberapa orang, dan dari hasil penyelidikan penuntut umum ragu untuk
meneruskan perkara ke pengadilan karena kekurangan bukti dan saksi, maka penuntut umum dapat menempuh kebijaksanaan untuk memecah berkas perkara
menjadi beberapa berkas sesuai dengan jumlah terdakwa. Untuk mencegah terjadinya penerapan yang salah terhadap pemecahan
berkas perkara ini maka pada pelaksanaannya ada beberapa ketentuan dalam pemecahan berkas perkara, yaitu :
b. Pemecahan dilakukan apabila yang menjadi terdakwa dalam
perkara tersebut, terdiri dari beberapa orang. Dengan pemecahan berkas dimaksud, masing-masing terdakwa didakwa dalam satu
surat dakwaan yang berdiri sendiri antara yang satu dengan yang lain,
c. Pemeriksaan perkara dalam pemecahan berkas perkara,
35
website : http:www.modusaceh-news.comfileshalhal11edisi36des2007.pdf
diakses pada tanggal 30 Mei 2008.
Universitas Sumatera Utara
tidak lagi dilakukan bersamaan dalam suatu persidangan. Masing-masing terdakwa diperiksa dalam persidangan yang
berbeda. d.
Pada umumnya, pemecahan berkas perkara menjadi penting, apabila dalam perkara tersebut kurang bukti dan kesaksian.
Biasanya “splitsing” dilakukan dengan membuat berkas perkara baru dimana para tersangka saling menjadi saksi, sehingga diperlukan pemeriksaan
baru, baik tersangka maupun saksi.
36
C. Pemeriksaan Penyidikan dalam Pemecahan Berkas
Dengan pemecahan berkas perkara menjadi beberapa perkara yang berdiri sendiri, antara seseorang terdakwa dengan
terdakwa yang lain, masing-masing dapat dijadikan sebagai saksi secara timbal balik. Kalau para terdakwa diadili secara terpisah maka diharapkan terdakwa
dapat dihadapkan satu sama lainnya untuk menguatkan bukti dan keterangan saksi. Sedangkan apabila mereka digabung dalam suatu berkas dan
pemeriksaan persidangan, antara yang satu dengan yang lain tidak dapat dijadikan saling menjadi saksi yang timbal balik.
Setelah penuntut umum menentukan berkas perkara harus dipecah maka timbul pertanyaan siapa yang melakukan pemeriksaan penyidikan dalam
pemecahan berkas perkara. Seperti yang diterangkan, salah satu urgensi pemecahan berkas perkara menjadi beberapa berkas yang berdiri sendiri, dimaksudkan untuk
menempatkan para terdakwa masing-masing menjadi saksi secara timbal balik di antara sesama mereka. Oleh karena itu jelas diperlukan kembali pemeriksaan
36
Departemen Kehakiman Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana, Jakarta: Yayasan Pengayoman, tt. hlm. 90.
Universitas Sumatera Utara
penyidikan. Dengan adanya pemecahan berkas perkara ini maka dengan sendirinya mementahkan kembali pemeriksaan kepada proses pemeriksaam penyidikan.
Kalau begitu, dengan adanya keharusan untuk kembali melakukan pemeriksaan penyidikan, maka pemeriksaan penyidikan yang diakibatkan
pemecahan berkas tetap menjadi wewenang instansi penyidik walaupun pemecahan berkas dilakukan penuntut umum. Alasan utama dalam hal ini adalah
pada hakikatnya pemecahan berkas perkara masih dalam tahap prapenuntutan. Dengan demikian pemeriksaan penyidikan belum selesai dan masih tetap
menjadi wewenang instansi penyidik. Atas pertimbangan tersebut maka dalam pemecahan berkas perkara pemeriksaan penyidikan dilakukan oleh
penyidik dengan jalan pihak penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik, dalam arti untuk melakukan penyidikan tambahan, serta
pemeriksaan penyidikan pemecahan berkas perkara dilakukan oleh penyidik berdasar petunjuk yang diberikan oleh penuntut umum.
37
D. Manfaat Pembuatan Surat Dakwaan Secara Terpisah
Tata cara pengembalian berkas baik yang dilakukan oleh penuntut umum kepada pihak penyidik maupun oleh pihak penyidik kepada penuntut
umum dalam rangka pemecahan berkas perkara, berpedoman kepada ketentuan tata cara dan batas-batas tenggang waktu yang ditentukan dalam Pasal 110 ayat
4 dan Pasal 138 ayat 2 KUHAP.
Sebagaimana telah diuraikan terlebih dahulu dalam tulisan ini bahwa penuntut umum dapat membuat surat dakwaan terpisah terhadap tindak pidana
37
M. Yahya Harahap, op. cit., hlm. 442-443.
Universitas Sumatera Utara
yang dilakukan oleh beberapa orang. Pemisahan berkas perkara hanya dapat diperkenankan dengan ketentuan apabila terdakwa dalam perkara tersebut terdiri
dari beberapa orang, dan pemecahan berkas perkara dilakukan apabila dalam perkara tersebut kurang bukti dan kesaksian yang dapat memberatkan terdakwa.
Adapun yang menjadi manfaat dalam pemisahan berkas perkara dalam proses persidangan pidana, khususnya bagi para penegak hukum adalah sebagai berikut :
a. Bagi Hakim : Memudahkan Hakim dalam menjalankan proses pemeriksaan, dimana
surat dakwaan terpisah pada waktu pemecahan berkas perkara telah disusun sedemikian rupa untuk menambah bukti dan keterangan saksi dari terdakwa
lainnya yang telah dipisah surat dakwaannya sehingga akan mengungkap perbuatan pidana terdakwa.
b. Bagi Jaksa Penuntut Umum Pemisahan berkas perkara ini bermanfaat bagi Jaksa Penuntut Umum
sebagai alat agar jangan sampai terdakwa lepas dari segala tuntutan pidana atau melepaskan diri dari pertanggung-jawaban hukum atas tindak pidana yang
dilakukan terdakwa.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
KASUS DAN TANGGAPAN KASUS
A. Kasus KEJAKSAAN NEGERI MEDAN
“ UNTUK KEADILAN “
SURAT DAKWAAN NO. REG.PER : PDM – 190Ep.1022007
a. Identitas Terdakwa
Nama Lengkap : HASAN
Tempat Lahir : Besitang
Umur Tgl.lahir : 33 tahun Tgl 03 April 1973
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Jln. Palem I No. 1408 Kec- Medan
Helvetia Agama
: Islam Pendidikan
: D3 Pekerjaan
: Karyawan PT. Securiccor Indonesia
b. Penahanan