Pemanfaatan sumberdaya pesisir Karakteristik masyarakat nelayan

13 sekaligus diperlakukan sebagai alternatif atau prototip gerakan yang akan ikut berperan aktif dalam mensukseskan pembangunan kelautan Satria, 2002.

2.2.3 Pemanfaatan sumberdaya pesisir

Secara etis dan sosiologis, partisipasi masyarakat itu sangat penting dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan sustainable development. Secara etis, pembangunan kelautan harus memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi sebagai subyek dan bukan sebagai obyek. Secara sosiologis, keberhasilan pembangunan kelautan akan ditentukan oleh keterlibatan masyarakat dengan segenap sumberdayanya. Pelibatan ini akan menemui kesejatian dalam proses pembangunan kelautan Satria, 2002. Lebih penting lagi adalah secara politik harus terdapat usaha penguatan rakyat sebagai basis untuk memagari kepentingan mereka, khususnya berkaitan dengan pelaku ekonomi lainnya yang memiliki kekuatan penetrasi modal dan teknologi yang lebih besar. Model ini bergerak dalam dua level besar ; pertama, memberi ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Kedua, secara politik memberikan penguatan kepada masyarakat dalam usahanya menjalankan proses pembangunan, melalui usaha penguatan kesadaran transpormatif, penguatan organisasi, penguatan ekonomi, penguatan jaringan kerjasama, dan penguatan advokasi Kusnadi, 2000. Lawrence 1998 dalam Satria 2002 menyebutkan, pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan tergantung pada perhatian kepada masalah pengelolaan dan perencanaan yaitu: 1 Pengakuan terhadap pentingnya aspek ekonomi dan sosial dari wilayah pesisir. 2 Kemampuan dalam mengambil keputusan untuk merencanakan dan mengelola pemanfaatan wilayah pesisir secara berkenjutan. 3 Integrasi pengelolaan pemanfaatan wilayah pesisir yang beragam kedalam struktur sosial, budaya, hukum dan administrasi dari wilayah pesisir. 4 Pemeliharaan keutuhan fungsional dari wilayah pesisir serta ekosistem komponennya.

2.2.4 Karakteristik masyarakat nelayan

Horton et al. 1991 dalam Satria 2002, mendefinisikan masyarakat adalah sekumpulan manusia secara relatif mandiri, cukup lama hidup bersama, mendiami suatu 14 wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan sebagian besar kegiatannya didalam kompleks tersebut. Dalam membedakan pengertian masyarakat dari satuan-satuan sosial lainnya, menurut Koentjaraningrat 1990 dalam Satria, 2002 dengan membuat matriks masyarakat yang terdiri dari sumbu horisontal yang merupakan satu-satuan sosial dan sumbu vertikal yang merupakan unsur pengikat satuan sosial tersebut. Satuan-satuan sosial tersebut mencakup kerumunan, golongan sosial, katagori sosial, jaringan sosial, kelompok, himpunan dan komunitas. Unsur pengikatnya mencakup pusat orientasi, sarana interaksi, aktivitas interaksi, kesinambungan, identitas, lokasi, sistem adat dan norma, organisasi tradisional, organisasi buatan serta pimpinan. Identitas tempat merupakan unsur pengikat yang penting dan dapat membedakannya dari satuan sosial lainnya. Secara sosiologis, karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakteristik masyarakat agraris seiring dengan perbedaan karakteristik sumber daya yang dihadapinya. Dimana masyarakat agraris yang direpresentasikan kaum petani menghadapi sumber daya yang terkontrol, yaitu pengelolaan lahan untuk produksi suatu komoditas dengan output yang relatif dapat diprediksi sehingga mobilitas usaha yang terjadi relatif rendah dan elemen resiko tidak terlalu besar Satria, 2002. Masyarakat nelayan menghadapi sumberdaya yang merupakan open access, yang menyebabkan nelayan harus berpindah-pindah untuk memperoleh hasil yang maksimal, sehingga elemen resikonya menjadi sangat tinggi. Kondisi sumberdaya yang beresiko akan membawa karakteristik dan sikap dari masyarakat pesisir dalam hal ini nelayan adalah keras, tegas dan terbuka. Pendekatan untuk memahami fenomena permasalahan kenelayanan tidak bisa diseragamkan sehingga program relokasi pun jangan sampai disamakan dengan program transmigrasi petani bedol desa atau hijrah. Dalam pendekatan sosiologi, masyarakat pesisir berbeda dengan masyarakat pertanian yang basisnya kegiatan di darat. Hal ini disebabkan sosiologi masyarakat pesisir ini direkonstruksi dari basis sumberdaya resources, sedangkan sosiologi pedesaaan berbasis pada society sehingga pendekatannya pun harus berbeda. Dengan demikian, kajian-kajian sosiologi masyarakat 15 pesisir bersumber pada aktivitas masyarakat yang terkait dengan sumberdaya perikanan Satria, 2002. Sikap dan persepsi masyarakat mengenai sumberdaya pesisir dan laut di Indonesia, yang pertama adalah kenyataan bahwa pengetahuan formal masyarakat Indonesia tentang sumberdaya pesisir dan laut yang ada kurang. Hal ini berakibat pada kurangnya dasar pemikiran bagi pengambilan keputusan tentang pemanfaatan langsung sumberdaya pesisir dan laut tersebut. Di samping itu kenyataan di atas mengakibatkan kurangnya kemampuan masyarakat untuk berperan langsung dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam perumusan kebijakan kelautan. Yang kedua adalah masyarakat Indonesia menempatkan nilai yang tinggi bagi sumberdaya pesisir dan laut bagi tujuan pemanfaatan fungsional misalnya sebagai sumber pangan dan amenitas misalnya rekreasi. Masyarakat memberikan perhatian yang tinggi dalam hal penurunan nilai sumberdaya pesisir dan laut serta mengkaitkan kualitas sumberdaya tersebut pada kualitas hidup mereka dan bersedia untuk ikut serta dalam upaya tersebut. Yang terakhir adalah bahwa dalam perumusan kebijakan bagi wilayah pesisir dan lautan, para penentu kebijakan harus memberikan perhatian penuh baik kepada kepentingan masyarakat secara umum dan kepentingan lembaga yang mewakili kepentingan masyarakat tersebut Dutton et al. , 2001. Kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga formal pada saat ini sangatlah rentan. Efektivitas bentuk-bentuk pengelolaan yang telah direformasi atau bentuk-bentuk pengelolaan baru akan sangat tergantung pada kepercayaan publik yang harus dibangun sejalan dengan proses kebijakan. Di samping itu, efektivitas pengelolaan tersebut juga akan tergantung pada perhatian yang diberikan kepada konstituen yang lebih luas yang ada dalam setiap proses pengambilan keputusan di tingkat lokal maupun nasional.

2.2.5 Interaksi dan konflik sosial masyarakat