PENELANTARAN ISTRI SEBAGAI ALASAN GUGAT CERAI (Studi Kasus Perkara Putusan No.1117/ Pdt.G/ 2014 /PA.Mlg dan 392/Pdt.G/2014/PA.Mlg)

PENELANTARAN ISTRI SEBAGAI ALASAN GUGAT CERAI
(Studi Kasus Perkara Putusan No.1117/ Pdt.G/ 2014 /PA.Mlg dan
392/Pdt.G/2014/PA.Mlg)

SKRIPSI

Oleh:
AGUS SANTOSO
NIM. 201110020311060

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN SYARI’AH
2016

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur atas segala nikmat dan rahmat dari Allah SWT. yang telah
memberikan segala kasih sayangnya kepada semua makhluk-Nya, serta mengajarkan ilmu
dan betapa pentingnya ilmu tersebut agar bisa menjadi cahaya yang menerangi jalannya
selama hidup di dunia. Dengan ilmu manusia bisa ditinggikan derajatnya serta dapat menjadi
bekal di akhirat kelak. Dengan ini, melalui rahmat yang diberikan Allah SWT, akhirnya

penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat waktu dan melalui perjuangan yang panjang.
Penulis menyadari bahwa selama menyelesaikan tugas akhir ini, membutuhkan proses
yang sangat panjang dan tidak akan selesai tanpa adanya bantuan berbagai pihak. Baik secara
langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu, penulis perlu menyampaikan rasa syukur
dan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orangtua, ayahanda Sukarji dan ibunda tersayang Sujiati, yang tanpa hentinya
memberikan dukungan serta doa dalam perjalanan penulis untuk menuntut ilmu,
keberhasilan dan kesuksesan penulis. Tanpa itu semua tugas akhir ini tidak akan bisa
selesai.
2. Kepada nenek dari ayah dan ibu, yang selama ini memberikan doa, semangat dan
motivasi.
3. Kepada adik penulis, Susi Indah Sari yang tercinta.
4. Kepada Moch. Dzajuli selaku bapak asuh waktu tinggal di asrama ar-rahmah yang
telah mendukung dan memberikan kesempatan waktunya untuk mengarahkan penulis
sampai seperti ini.
5. PDM Kab. Blitar yang telah memberikan surat rekomendasi kepada penulis untuk
mendapatkan beasiswa di UMM

6. Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M. Ap. Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Malang. Yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menuntut ilmu di

kampus ini.
7. Drs. Faridi, M. Si. Selaku Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Malang yang telah memberikan izin penulisan tugas akhir ini.
8. Idaul Hasanah, M.HI. selaku dosen pembimbing II sekaligus Ketua Jurusan Syariah
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang yang telah mendidik dan
memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir
ini.
9. Ahda Bina Afianto, LC., M.HI. selaku dosen wali angkatan 2011, yang selalu
memberikan nasehat dan arahan kepada penulis dan teman-teman selama perkuliahan.
10. Dr. Pradana Boy ZTF, MA. Selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan
pengarahan dan masukan kepada penulis sehingga skripsi ini diselesaikan dengan
baik.
11. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 baik syariah maupun tarbiyah yang telah
menjadi teman perantauan selama 4 tahun ini.
12. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini,
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Pada akhir kata ini, penulis menyampaikan dalam skripsi ini tidak ada kebenaran
yang mutlak. Pasti ada kesalahan baik itu dari tulisan ini, maka dari itu penulis
mengucapkan permohonan maaf. Muda-mudahan skripsi ini bermanfaat dan menambah
wawasan bagi yang membacanya. Amin.

Malang,
Penulis

DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN………………………………………………………………………… i
SAMPUL DALAM…………………………………………………………………………ii
LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………………………iii
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………….………..iv
MOTTO……………………………………………………………………………….……..v
PERSEMBAHAN…………………………………………………………………….…….vi
PERNYATAAN KEASLIAN……………………………………………………..……….vii
ABSTRAK………………………………………………………………………………….viii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. ix
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..xi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………...…………………..xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………..……………………….. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………..……………………. 9
C. Tujuan Penelitian……………………………………….……………………... 9
D. Manfaat Penelitian………………………………………….…………………. 9

E. Telaah Pustaka………………………………………………..……..………... 10
F. Metode Penelitian………………………………………....…………………... 12
1. Jenis Penelitian………………………………………….………….……... 12
2. Sifat Penelitian ............................................................................................. 13

3. Pendekatan Penelitian ................................................................................. 13
4. Sumber Data……………………………….……………………………….. 13
G. Sistematika Penulisan……………………….………………………………… 14
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Tentang Hak dan Kewajiban Suami Istri……………….. 17
1. Pengertian Suami dan Istri………………………………………………. 17
2. Hak dan Kewajiban Suami – Istri……………………………………….. 26
B. Tinjauan Umum Tentang Perceraian……………………………………….. 32
1. Pengertian Percerain……………………………………………………... 32
2. Bentuk Putusan Perceraian……………………………………………… 40
3. Alasan Perceraian ............................……………………………………... 44
C. Tinjauan Umum Tentang Penelantaran…………………………………….. 45
1. Pengertian Penelantaran…………………………………………………. 45
2. Penelantaran Sebagai Alasan Istri Mengajukan Cerai Gugat………… 47
D. Peran dan Tugas Hakim ................................................................................... 56

BAB III ANALISA dan HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Perkara…………………………………………………………….. 61
B. Landasan Hukum…………………………………………………………….. 69
C. Pertimbangan Hakim………………………………………………………… 76
D. Analisis Gugat Cerai Menurut Ulama’ Mazhab ...............………………… 90
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………….……………………………. 109
B. Saran…………………………………………….…………………………… 110

DAFTAR PUSTAKA…………………………………….……………………………… 112
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Daftar Riwayat Hidup……………………….…………………………………. 114
B. Perkara Putusan ................................................................................................... 114
1. Putusan I Nomor 1117/Pdt.G/2014/PA.Mlg .................................................. 115
2. Putusan II Nomor 392/Pdt.G/2014/PA.Mlg .................................................. 180

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran. (2009). Terjemah & Asbabul Nuzul. Surakarta: Al-Hanan.
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Ropaun Rambe & Murki Agafi. (2001). Implementasi Hukum Islam. Jakarta: Pt Perca.
Setiawan, Aang. (2012). Ketidakmampuan Suami Mmberi Nafkah Dalam Kasus Perceraian.
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.
Ma’arief, Akhsanoel. (2008).

Tinjaun Hukum Islam Terhadap Pernikahan Lanjut Usia

Kaitannya Dengan Pemenuhan Nafkah Suami Terhadap Istri. Institut Agama Islam
Negeri Wali Songo Semarang.
Ropaun Rambe & Murki Agafi. (2001). Implementasi Hukum Islam. Jakarta: Pt Perca.
Syarifuddin, Amir. (2006). Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia; Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alvabeta.
Jhonson. (1988). C.L. Ex Familia. New Brunswick: Rutger University Press.
Gray, John. (2000). Mars and Venus Together Forever, Mars dan Venus Bersatu Selamanya.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hadikusuma, Hilma. (1990). Hukum Perkawinan Indonesia “Menurut Perundangan, Hukum
Adat dan Hukum Agama”. Bandung: Penerbit Mandar Maju.
Simanjuntak. (1999). Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Karya Unipress.
Komariah. (2013). Hukum Perdata. Malang: UMM Press.

Simanjuntak. (1999). Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Karya Unipress.
Majid, Abdul. (2005). Panduan Hukum Keluarga Sakinah. Surakarta: Era intermedia.
Simanjuntak. (1999). Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Karya Unipress.
Majid, Abdul. (2005). Panduan Hukum Keluarga Sakinah. Surakarta: Era intermedia.

Djoko Prakoso dan Ketut Murtika. (1987). Asas-Asas Hukum Perkawinan Di Indonesia.
Jakarta: Bina Aksara.
Hamdani. (2002). Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam). Jakarta: Pustaka Amani.
Majid, Abdul. (2005). Panduan Hukum Keluarga Sakinah. Surakarta: Era intermedia.
Undang-Undang Perkawinan Indonesia No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jakarta:
Cemerlang.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Pasal 1 angka 1 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)
Banjirembun.blogspot.co.id/2012/06/landasan-hakim-dalam-memutuskan-perkara.html?m=1
diakses pada tanggal 7 maret 2016 jam 22.00
file:///G:/intnet/contohMetodePenelitianNormatifdenganpenelitianempiris._rul.htm
pada tanggal 20 Oktober 2015 jam 13.00

diakses


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah SWT telah menciptakan manusia dari jenis laki-laki dan perempuan
dimuka bumi ini dengan dibekali kesempurnaan akal dan hawa nafsu. Dia tidak
mau menjadikan manusia seperti mahluk lainnya yang hidup bebas mengikuti
nalurinya, sehingga tidak mengenal adanya batas-batas yang telah digariskan
ajaran agama. Oleh karena itu, demi kehormatan dan martabat serta demi
kelestarian hidup manusia, Allah telah memberi jalan yang terbaik bagi mahlukNya supaya merasakan kebahagiaan, karena setiap manusia yang berada di atas
pemukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia.
Salah satu jalan untuk mencapai bahagia dan memperoleh kehormatan
ialah dengan jalan perkawinan yakni ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga,
rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1
Setelah berlangsung akad nikah maka suami dan istri akan diikat oleh ketentuanketentuan agama yang berhubungan dengan kehidupan suami istri. Untuk dapat
dilangsungkan perkawinan, diperlukan syarat-syarat, baik menurut ketentuan
hukum Islam maupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2

1


Undang-Undang Perkawinan Indonesia No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 1. Jakarta:
Cemerlang. Hal.2
2
Ropaun Rambe & Murki Agafi. Implementasi Hukum Islam. Jakarta: Pt Perca. 2001. hal.49

1

Berkaitan dengan hidup berumah tangga, setiap orang pasti mengharapkan
kehidupan yang layak membina rumah tangga bahagia, hidup rukun dan damai,
harmonis dan ideal, memikul tanggung jawab, baik untuk mereka berdua
maupun untuk keturunan mereka. Agama menetapkan bahwa suami
bertanggungjawab mengurus kehidupan istri. Oleh karena itu, suami diberi
derajat setingkat lebih tinggi daripada istrinya. Penetapan ini menunjukan bahwa
laki-laki lebih berkuasa dari wanita tetapi hanya menunjukan bahwa laki-laki
adalah pemimpin rumah tangga disebabkan telah terjadinya akad nikah. Allah
menganugrahkan laki-laki kekuatan jasmani untuk berusaha dan dalam
menghadapi persoalan laki-laki lebih banyak menggunakan akal pikiran
dibanding wanita.
Dalam perkawinan, Islam menempatkan wanita pada kedudukan yang

terhormat dan kepadanya diberikan hak-hak kemanusiaan yang sempurna.
Wanita (istri) adalah pasangan dan partner pria dalam membina rumah tangga
dan mengembangkan keturunan hal ini sebagaimana yang tersirat didalam
firman-Nya:

‫ِ ْـ ُﻬ َ ﺎ‬

ٍ ِ ٍ ‫ﺎ أَ ـﻬﺎ ﺒ ﺎس ﺒ ـ ُﻮﺒ ﺜ ُ ﺒ ِﺬي ﺧَ َ ُ ِ َـ ْﻔ‬
ِ
َ َ
ْ ْ َ
َ‫ﺲ َوﺒﺣ َﺪة َو َﺧَ َ ْـ َﻬﺎ َزْو َﺟ َﻬﺎ َو‬
ُ َ
ُ
‫ِﺜ َﺟﺎً َ ِ ًﲑﺒ َوِ َﺴﺎءً َوﺒ ـ ُﻮﺒ ﺒ َ ﺒ ِﺬي َ َﺴﺎءَُﻮ َن ِِ َو ْﺒﻷ َْﺜ َﺣ َﺎم إِن ﺒ َ َ ﺎ َن ََْ ُ ْ َﺜِ ًﺎ‬

Artinya :“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan


2

perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” 3

Dalam perkawinan derajat suami istri sama, Jika ada perbedaan maka itu
hanya akibat fungsi dan tugas utama yang diberikan Allah kepada masingmasing sehingga kelebihan suami yang tidak ada pada istri dan sebaliknya akan
saling melengkapi, bantu membantu dan saling menopang. Jelas terlihat bahwa
tanggungjawab nafkah istri dan keluarga adalah dibebankan kepada suami.
Kewajiban suami dalam hal ini memberikan yang terbaik bagi keluarganya
sejauh yang dimiliki dan diusahakannya.

Tujuan dasar setiap pembentukan rumah tangga yaitu untuk
mendapatkan keturunan yang shaleh, dapat hidup tentram, tercipta suasana
sakinah yang disertai rasa kasih sayang. Ikatan rumah tangga telah diawali oleh
ijab qobul yang dilakukan oleh calon suami dan wali nikah pada waktu akad
nikah. Sesuai dengan prinsip perkawinan yang dikandung dalam Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 31 bahwa kedudukan
suami istri adalah sama dan seimbang baik dalam kehidupan rumah tangga
maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Kewajiban suami terhadap istrinya
adalah memberikan nafkah lahir (sandang, pangan dan papan) dan batin yakni
menggauli istri dengan baik, menjaga,dan melindungi istri serta harus dapat
mewujudkan kehidupan perkawinan yang diharapkan Allah yakni keluarga yang

3

QS. An-Nisa’ [4]: 1.

3

sakinah, mawadah dan rahmah. Sedangkan kewajiban istri terhadap suami
adalah menggauli suami dengan baik, memberikan rasa cinta kasih yang
seutuhnya untuk suami, taat dan patuh kepada perintah suami selama suami tidak
menyuruh untuk melakukan perbuatan maksiat, menjaga diri dan harta suami
jika suami tidak ada dirumah serta manjaga diri dari segala hal yang tidak
disenangi suami.

Adapun kewajiban bersama antara suami dan istri yaitu memelihara dan
mendidik anak keturunan yang lahir dari perkawinan tersebut serta memelihara
kehidupan rumah tangga bersama yang sakinah, mawadah dan rahmah.
Sebagaimana yang diatur dalam ketentuan hukum islam dan juga peraturan
perundang-undangan yang berlaku, bahwa suami istri tidak hanya mempunyai
hak, namun juga mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan dalam rangka
mencapai tujuan perkawinan itu sendiri. 4

Tercapainya tujuan tersebut sangat bergantung pada eratnya hubungan
antara keduanya baik suami maupun istri dan pergaulan baik antara keduanya.
Akan lebih eratnya lagi apabila hubungan tersebut antara keduanya baik suami
dan istri tetap menjalankan kewajibannya sebagai suami istri yang baik. Hal ini
sebagaimana yang tertuang dalam firman Allah SWT:

4

Ropaun Rambe & Murki Agafi. Implementasi Hukum Islam. Jakarta: Pt Perca. 2001. Hal. 53

4

ِ ٍ
ِ
‫ﺎﺧَ َ ﺒﷲُ ِﰲ أ َْﺜ َﺣﺎ ِ ِﻬ إِن‬
ُ َ َ‫َوﺒْ ُ ﻄ‬
َ َ َ ْ ُ ْ َ ‫ﺎت َـَـَﺮ ْ َ ِﺄَ ْـ ُﻔﺴ ِﻬ َ َََﺔ ـُ ُﺮوء َو َ َﳛ َﳍُ أَن‬
ِ
ِ ِ ِ ِ ِ
ِ
ِ ِ ِ ِ ِ ‫َﺧ ِﺮ و ـ ُﻮَُـ ُﻬ أ‬
َ
ُ َ ‫ُ ـُ ْﺆ ﺎﷲ َوﺒَْـ ْﻮم ﺒْﻷ‬
ُ ْ ُ‫َﺣ َﺮﱢﺚ ﰲ ﺛَ َ إ ْن أ ََﺜ ُﺒﺚوﺒ إ ْ َ ًﺣﺎ َوَﳍ‬
ِ
ِ
ِ ِ
ِ ِ ِ ِ
ٌ ‫ﺒ ﺬي ََْﻬ ﺎْ َ ْ ُﺮوف َو ﱢﺮ َﺟﺎل ََْﻬ َﺚ َﺜ َﺟﺔٌ َوﺒﷲُ َ ِﺰ ٌﺰ َﺣ‬
Artinya :“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang
diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan
hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti
itu jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita
mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkat kelebihan
daripada istrinya. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” 5

Pada dasarnya perkawinan dilakukan untuk selamanya sampai matinya
salah seorang dari suami istri tersebut. Inilah yang dikehendaki agama islam,
namun dalam keadaan tertentu ada hal-hal yang menghendaki putusnya
pekawinan itu dalam arti bilamana hubungan perkawinan tetap dilanjutkan maka
kemudharatan akan terjadi, dalam hal ini Islam membenarkan putusnya
pekawinan sebagai langkah terakhir dari usaha melanjutkan rumah tangga dan
dengan hal itu bermaksud juga sebagai suatu jalan keluar yang terbaik. 6

5

QS. Al-Baqarah [2]:228
Amir Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia; Antara Fiqh Munakahat dan UndangUndang Perkawinan. Jakarta: Kencana. 2006. Hal. 190
6

5

Perkawinan di Indonesia selain diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974
tentang perkawinan juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam
KHI terdapat tambahan mengenai alasan terjadinya perceraian yang berlaku
khusus kepada suami istri yang memeluk Agama Islam, yaitu suami melanggar
taklik talak atau jatuhnya karena suatu syarat yang disepakati setelah akad.
Dalam alasan tersebut, untuk memenuhi kehidupan keluarga yang bahagia dan
tentram, dibutuhkan masing-masing suami istri yang bisa manjalankan hak dan
kewajibanya. Sehingga satu sama lain merasa tercukupi dan tidak ada yang
merasa ditelantarkan atau keadilan tidak terpenuhi. Seperti halnya suami yang
menelantarkan istrinya dengan tidak menafkahi, maka kehidupan dalam
keluarga itu bisa retak bahkan istri bisa mengajukan cerai. Ketika dalam rumah
tangga tidak bisa lagi di pertahankan maka hukum yang terdapat dalam UU No.
1 Tahun 1974 tentang perkawinan diatas bisa dijadikan dasar.

Setiap perkara perceraian yang diajukan ke Pangadilan Agama harus
memenuhi salah satu ketentuan pasal 116 Kompilasi Hukum Islam tersebut.
Salah satu putusan perceraian yang akan dikaji peneliti adalah Putusan
Pengadilan Agama No. 1117/Pdt.G/2014/PA.Mlg dan 392/Pdt.G/2014/PA.Mlg
tentang perceraian dengan alasan penelantaran istri.

Dalam pasal di atas bisa dijadikan alasan atau dasar yang kuat untuk
memutuskan perkara nomor 1117/Pdt.G/2014 dan 392/Pdt.G/2014/PA.Mlg
yang ada di Pengadilan Agama Malang tentang perceraian antara suami istri.
Bahwa penggugat dan tergugat pada kedua perkara tersebut yang semula
berjalan harmonis, akan tetapi menjadi berubah yaitu terjadi perselisihan dan

6

pertengkaran yang disebabkan Tergugat tidak mencukupi nafkah kepada
Penggugat, dan sering membentak-bentak Penggugat dengan mengatakan katakata yang kotor dan bukan pada tempatnya serta dalam perkara nomor
392/Pdt.G/2014/PA.Mlg Tergugat malah meninggalkan Penggugat selama 3
tahun dan tidah sama sekali memberi nafkah serta tidak ada kabar sampai
gugatan ini diajukan di Pengadilan Agama. Sedangkan di dalam al-Quran sudah
dijelaskan tentang tanggung jawab sebagai suami yang artinya:

ِ ‫ﻮﺚ َ ِﺜْزـُﻬ وِﺴﻮـُﻬ ِﺎ ْ ﺮ‬
ِ
‫وف‬
ُ َ ْ َ ُ ُ ُ‫َو َ َﻰ ﺒ ْ َ ْﻮ‬
ُْ َ
Artinya :“kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada
Para ibu dengan cara ma'ruf’ 7

Selain itu dalam perkara nomor 1117/Pdt.G/2014/PA.Mlg, Akibat
perselisihan atau pertengkaran tersebut di atas mengakibatkan terjadinya pisah
ranjang selama 2 (dua) tahun berjalan sejak gugatan tersebut diajukan, dan
Tergugat dalam perselisihan atau pertengkaran malah menjadi rumah tangga
tidak menentu, berani dengan ibu Penggugat dengan mengatakan yang bukanbukan sebagai seorang kepala rumah tangga, artinya menunjukkan rumah tangga
antara Penggugat dan Tergugat jelas-jelas tidak dapat dipertahankan lagi, maka
jalan keluar yang terbaik adalah perceraian daripada membina rumah tangga
yang selalu berselisih atau bertengkar. Tergugat sebagai seorang suami
seharusnya bertanggung jawab terhadap Penggugat dan anaknya, akan tetapi

7

QS. Al-Baqarah [2]: 233

7

Tergugat tidak memperdulikan Penggugat dan Penggugat bekerja sendiri untuk
mencukupi dirinya sendiri.
Jika dengan sengaja suami menelantarkan dan menzdahalimi istri dan
anaknya dengan meninggalkan sampai beberapa tahun lamanya tidak ada kabar
dan tidak memberikan nafkah. Maka itu adalah kesalahan dan dia (suami)
berdosa karena telah melalaikan kewajibannya sebagai seorang suami dan ayah
bagi anak-anaknya. Istri dapat menuntut hak-haknya, Jika nafkah tersebut tidak
dapat dipenuhi oleh suami. Kemudian suami menginggalkan istri dua tahun
berturut-turut, atau tidak memberi nafkah wajib tiga bulan lamanya, atau
menyakiti badan/jasmani istri, atau membiarkan/tidak mempedulikan istri enam
bulan lamanya. Maka dengan alasan tersebut istri dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Agama. Gugatan ini dapat berakibat kepada perceraian. Yang
disebut dengan tafriq qadha’I (peceraian melalui Pengadilan Agama).
Sebagaimana tertuang dalam siqhat ta’liq (alasan perceraian) yang di ikrarkan
oleh suami saat setelah akad nikah berlangsung.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian skripsi mengenai perkara penelantaran seorang suami
terhadap istri. Dengan perkara putusan yang sudah banyak dan tidak asing lagi
di Pengadilan Agama Malang khususnya perkara penelantaran, maka penulis
ingin meneliti beberapa atau dua kasus perkara saja di Pengadilan Agama
Malang yang mengangkat masalah dengan menjadikan fokus penelitian skripsi
yang berjudul “PENELANTARAN ISTRI SEBAGAI ALASAN GUGAT
CERAI” (Studi Kasus Perkara Putusan No.1117/ Pdt.G/ 2014 /PA.Mlg dan
392/Pdt.G/2014/PA.Mlg).
8

B. Rumusan Masalah
Agar lebih praktis dan operasional, maka peneltian ini dapat di rumuskan
sebagai berikut:
1. Apa dasar hukum dan pertimbangan hakim dalam memutus perkara cerai
gugat

terhadap

suami

menelantarkan

istri

pada

perkara

no.1117/Pdt.G/2014/PA.Mlg dan 392/Pdt.G/2014/PA.Mlg?
2. Bagaimana tinjauan hukum islam terhadap dasar hukum dan pertimbangan
hakim di dalam memutus perkara cerai gugat terhadap putusan perkara
tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui dasar hukum yang berkaitan dengan penelantaran oleh
suami terhadap istri yang diputuskan oleh hakim.
2. Untuk mengkaji bagaimana pandangan hukum islam terhadap putusan nomor
1117/Pdt.G/2014/PA.Mlg dan 392/Pdt.G/2014/PA.Mlg.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah khasanah ilmu pengetahuan
keislaman di bidang hukum acara perdata.

9

2. Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa memberi tambahan sumber
referensi terhadap Hakim Pengadilan Agama atau Penegak Hukum dalam
memutuskan perkara yang berkaitan dengan penelitian tersebut.
3. Dengan hasil penelitian ini diharapkan agar bisa dijadikan sumber referensi
dan contoh bagi kita semua yakni masyarakat awam/luas agar lebih berhatihati dalam berumahtangga dan untuk suami agar bisa menjaga serta
bertanggungjawab atas nafkah atau kebutuhan terhadap istri dan anaknya.
E. Telaah Pustaka
Menurut pengamatan dan penelusuran penyusun terhadap buku-buku
dan berbagai karya ilmiah lainya yang berkaitan dengan cerai gugat ada
beberapa buku dan karya ilmiah yang akan penyusun sebutkan:
Pertama, dalam bukunya H.S.A. Al Hamdani tentang Risalah Nikah
(Hukum Perkawinan Islam), menurutnya ada beberapa hak-hak dan
kewajiban suami istri khususnya nafkah suami terhadap istri, hak-hak bukan
benda misalnya bagaimana memperlakukan istri dan manjaga istri, serta
kemudian bagaimana Perceraian dengan putusan hakim.
Kedua, dalam bukunya R. Abdul Djamali, S.H tentang Hukum Islam
Berdasarkan Ketentuan Kurikulum Konsorsium Ilmu Hukum, menurutnya
ada beberapa kewajiban dan hak suami istri di dalam berumah tangga.
Ketiga, dalam bukunya Abdur Rahman I. Doi tentang Inilah Syariah
Islam, menurutnya ada beberapa pecahnya ikatan perkawinan dan tata cara
perceraian.

10

Keempat, Skripsi Muhammad Arif Kurniawan yang berjudul “Cerai
Gugat terhadap Suami yang Melakukan Kekerasan terhadap Istri dalam
Rumah Tangga (Studi terhadap Putusan Pengadilan Agama Yogyakarta
Perkara Nomor 0019/Pdt.G/2010/Pa.YK.Tahun 2010”. Dalam skripsi ini
Muhammad Arif Kurniawan menganalisis kasus perkara seorang suami yang
melakukan kekerasan terhadap istrinya di dalam rumah tangga. Alasan yang
dapat diterima oleh hukum adalah salah satu pihak melakukan kekejaman
atau penganiayaan yang membahayakan pihak lain dan mengakibatkan
perselisian serta pertentangan di dalam rumah tangga.
Kelima, Skripsi Akhsanoel Ma’arif yang berjudul ”Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Pernikahan Lanjut Usia Kaitannya Dengan Pemenuhan
Nafkah Suami kepada Istri (Studi kasus di panti Wredha Purbowuyono Kec.
Wanasari Kab. Brebes)”. Pembahasannya tentang suami tidak menafkahi istri
karena suami sedang sakit.
Keenam, Skripsi Muntaha yang berjudul “Kriteria Minimal Nafkah
Wajib Kepada Istri (Studi Analisis Pendidikan Imam Syafi’i)”.isi dari
karyanya memaparkan tentang pemberian nafkah kepada istri dan kadar yang
diberikan.8
Ketujuh, Skripsi Aang Setiawan yang berjudul “Ketidakmampuan
Suami Mmberi Nafkah Dalam Kasus Perceraian”. Pembahasannya mengenai
seorang istri tidak dinafkahi suami karena suami tidak bekerja dan suami

8

Akhsanoel Ma’arief. Tinjaun Hukum Islam Terhadap Pernikahan Lanjut Usia Kaitannya Dengan
Pemenuhan Nafkah Suami Terhadap Istri. (2008). Institut Agama Islam Negeri Wali Songo
Semarang. hal. 7

11

tidak peduli dengan istrinya sehingga istri terpaksa dibantu orangtuanya
untuk mencukupi kebutuhan dirinya. 9
Sedangkan dalam Skripsi penulis lebih menekankan pada aspek
tanggung jawab suami yang lepas mengakibatkan istri mengalami
penelantaran dan istri merasa tidak nyaman atau tidak mau mempertahankan
rumah tangganya karena suami yang tidak bertanggung jawab dan mencukupi
kebutuhan keluarga. Dengan demikian hak-hak istri tidak terpenuhi dan atas
dasar hukum suami diajukan atau digugat ke Pengadilan Agama Malang.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang studi putusan perkara nomor
1117/Pdt.G/2014/ PA.Mlg dan 392/Pdt.G/2014/PA.Mlg. Metode yang
penulis lakukan pada penelitian menggunakan metode Yuridis Normatif
yakni metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan
pustaka atau data sekunder belaka 10.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini menggunakan penyusunan yang bersifat deduktif 11.
Yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data deskritif berupa katakata tertulis dari apa yang diamati. Adapun yang dibahas dalam penelitian

9

Aang Setiawan. Ketidakmampuan Suami Mmberi Nafkah Dalam Kasus Perceraian. (2012).
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. hal. 58.
10
file:///G:/intnet/contohMetodePenelitianNormatifdenganpenelitianempiris._rul.htm diambil pada
tanggal 20 Oktober 2015 jam 13.00
11
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alvabeta. 2010. Hal 22.

12

ini tidak berkenaan dengan angka-angka, tetapi mendiskripsikan, dan
memenguraikan putusan Pengadilan Agama Malang dalam memutuskan
tentang perkara cerai gugat oleh suami yang menelantarkan dan tidak
bertanggung jawab kepada istri.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif, artinya dalam mengumpulkan data cenderung menggunakan
metode studi literatur, yaitu data yang dikumpulkan berasal dari data
putusan dan literatur yang ada. Peneliti menganalisa terhadap masalah
masalah yang ada di dalam putusan dan berkaitan dengan pokok
permasalahan yang diperkarakan.
4. Sumber Data
Sumber data adalah subyek dari mana data di peroleh atau sesuatu
yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. 12
Berdasarkan sumbernya, sumber data dalam penelitian dikelompokan
menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sekunder.
a. Sumber Primer
Sumber data primer adalah subyek dari mana data diperoleh secara
langsung dari obyek penelitian yang menggunakan alat pengambilan data
langsung pada obyek sebagai sumber informasi yang dicari. Adapun sumber
data primer dalam penelitian ini adalah dari keputusan Pengadilan Agama

12

Ibid. Hal 17.

13

Malang

Perkara

Nomor

1117/Pdt.G/2014/Pa.Mlg

dan

392/Pdt.G/2014/PA.Mlg.
b. Sumber sekunder
Sumber data sekunder adalah subyek dari mana data diperoleh dari
pihak lain, tidak langsung diperoleh dari obyek penelitian. Yakni Undangundang dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
G. Sistematika Penulisan
Agar pembahasan lebih terarah dan mudah dipahami, maka dalam
menguraikan peneliti berusaha menyusun kerangka secara sistematik.
Sebelum memasuki Bab pertama dan berikutnya, maka penulis skripsi
diawali dengan bagian muka, yang memuat judul, nota pembibing,
pengesahan, persembahan, abstraksi, kata pengantar dan daftar isi.
Penulisan dalam penelitian ini di susun menjadi beberapa BAB,
Pada Bab I akan di sajikan tentang Pendahuluan yakni:
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
F. Metodologi Penelitian
G. Sistematika penulisan.

14

Pada Bab II berisi tentang Landasan teori yakni:
A. Tinjauan Umum Tentang Hak dan Kewajiban Suami Istri
1. Pengertian Suami dan Istri
2. Hak dan Kewajiban Suami – Istri
B. Tinjauan Umum Tentang Perceraian
1. Pengertian Percerain
2. Bentuk Putusan Perceraian
3. Hal yang Menyebabkan Perceraian
C. Tinjauan Umum Tentang Penelantaran
1. Pengertian Penelantaran
2. Penelantaran Sebagai Alasan Istri Mengajukan Cerai Gugat
D. Peran dan Tugas Hakim
Pada Bab III membahas tentang Analisa dan Hasil Penelitian yakni:
A. Deskripsi Perkara
B. Landasan hukum
C. Pertimbangan Hakim
D. Analisa Gugat Cerai Menurut Ulama Mazhab
Pada Bab IV yaitu bab terakhir/penutup yang memuat:
A. Kesimpulan
B. Saran

15