Cerai gugat akibat disfungsi pola relasi dalam keluarga (analisis putusan perkara No.81/Pdt.G/2007/PA.Srg)

(1)

CERAI GUGAT AKIBAT DISFUNGSI POLA RELASI

DALAM KELUARGA

(Analisis Putusan Perkara Nomor. 81/Pdt.G/2007/PA.Srg)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

Agus Khaeroni

204044103081

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AKHWAL SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1432H/2011M


(2)

(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan kemudahan yang diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah dan terlimpah kepada Nabi Muhammad saw.

Selama penyusunan skripsi ini penulis banyak menerima bimbingan dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs H. A Basiq Djalil SH. MA dan Kamarusdiana S.Ag, MH masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Program Studi Ahwal Syakhshiyyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Drs. Djawahir Hejazziey, SH. MA sebagai Ketua Koordinator Teknis Program Non Reguler Fakultas Syariah dan Hukun Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus sebagai dosen pembimbing skripsi penulis.

4. Drs H. Ahmad Yani M.Ag sebagai Sekretaris Koordinator Teknis Program Non Reguler Fakultas Syariah dan Hukun Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(6)

5. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA dan Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, MA. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang penuh dengan rasa sabar dalam memberikan arahan, saran serta motivasi selama penulisan skripsi ini.

6. Segenap Dosen dan Karyawan di Lingkungan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pengetahuan dan bantuannya kepada penulis.

7. Kedua orang tua ku tercinta Ayahanda H. Syahruddin Suaeb dan Ibunda Hj, Hasanah Syarif yang tanpa pernah lelah selalu memberikan ”Senyuman serta tetesan air mata doa untuk kesuksesan anak -anaknya”. Kakang dan mamang-mamangku terhormat kang Dayat, mangaling, mangimi, mangibi yang selalu memberikan semangat dalam selimut cinta dan kasih, serta adik-adikku tersayang. jagoan aang (Ade Saeful Bahrie), teteh (Susantie Hasanah), Nong (Naela Nurul Fauziyah) dan si Bontot boboho, Dede Badriyatussyfa` Semoga kalian kelak kan mereguk manisnya arti sebuah perjuangan. yakinlah bahwa tak ada yang sia-sia di dunia ini!! Dan si cantik nan lucu ade ku sumber inspirasiku yang sangat kucintai Semoga kelak jadi anak yang solehah, berbakti terhadap kedua orang tua. Berguna bagi agama bangsa dan negara. amin.

8. Sahabat-sahabat suka duka ku yang ga mungkin terlupakan dalam segala hal, Ibu Hj. Mufida dan bapak moh. Syafi`i, adikku aldy sebagai juru ketik, bang Hasim aki aki yang di tuakan, si bontot Zainudin yang selalu di rundung masalah sungguh kasian, H.Achdi Gufron mantab no coment, Alunk jalani sambil tawakal aja, Gozel abang panutan dalam menyikapi hidup, jejen si kecil cabe rawit, Bots, `el, sidz, Ucok, serta partner bisnisku mumuh, dedeen, madun.


(7)

maha guruku yang selalu sabar tanpa lelah mendoakanku kang pepen terima kasih tuk sekotak senyuman yang diberikan bagi penulis ketika penulis menghadapi masa-masa sulit.

9. Saudara keluarga dan sahabat-sahabatku di GM Bandung, krez, pa uka, pa ensu, dll yang telah banyak mengajarkan diri ini untuk menjadi pribadi yang ramah dan sederhana I love you all.

10. Teman Peradilan Agama 2004, khususnya kelas B. Terima kasih untuk tahun-tahun yang menyenangkan.

Serta Besar harapan penulis bahwa skripsi ini dapat menambah khazanah keilmuan dan bermanfaat bagi banyak pihak. Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis berharap peneliti-peneliti selanjutnya dapat melakukan perbaikan.

Akhir kata penulis ucapkan. Jazakumullah Khairan Katsirin

Jakarta, 07 Februari 2011

Penulis

.


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... LEMBAR PENGESAHAN ... LEMBAR PERNYATAAN ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ...

BAB I PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang Masalah ... B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... D. Review Studi Terdahulu ... E. Metode Penelitian ... F. Sistematika Penulisan ...

BAB II CERAI GUGAT DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Perceraian Dalam Tinjauan Fikih ... B. Perceraian Dalam Tinjauan Perundang-Undangan dan KHI ... C. Akibat perceraian...

BAB III PROSEDUR CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA A. Prosedur Cerai Gugat... B. Perkara Cerai Gugat di Pengadilan Agama... C. Komparasi Putusan Hakim Nomor 532/Pdt.G/2008/PA.bgr,

Putusan Hakim Nomor 63/Pdt.G/2009/PA.JT, dan


(9)

BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN DISFUNGSI POLA RELASI SEBAGAI ALASAN UNTUK MENGAJUKAN GUGATAN PERCERAIAN

A. Landasan Yuridis Pemeriksaan Cerai Gugat ... B. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Serang ... C. Analisis Pertimbangan dan Dasar Putusan Hakim Pengadilan

Agama Serang ...

BAB V PENUTUP ... A. Kesimpulan ... B. Saran- Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesempurnaan sebuah perkawinan dapat terwujud apabila disertai dengan

kesadaran, bahwa perkawinan itu memiliki misi dalam kehidupan. Oleh karena itu

agama sangat menganjurkan agar dapat menjauhkan individu dan masyarakat dari

berbagai keburukan moral dan ahlak, supaya dapat mencapai kebahagiaan hidup di

dunia dan akhirat. Dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa pernikahan yaitu

akad yang sangat kuat Mitsaqan Ghalidhan untuk mentaati perintah Allah dan

melaksakan-Nya merupakan ibadah.1

Perkawinan bertujuan untuk menenteramkan (menenangkan) jiwa,

melestarikan, memenuhi kebutuhan biologis dan melaksanakan latihan dalam

memikul tanggung jawab atau bisa disebut dengan mewujudkan rumah tangga yang

sakinah, mawaddah dan rahmat.2

Allah mengangkat derajat manusia di atas makhluk-makhluk-Nya yang lain.

Hal ini dapat kita lihat dengan adanya ketetapan pernikahan bagi manusia. Dengan

pernikahan pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat. Ikatan suami

1

Inpres No 1 Tahun 1974 Tentang Kompilasi Hukum Islam pasal 2

2


(11)

isteri adalah ikatan paling suci dan paling kokoh atau disebut dengan Mitsaqan

Ghalidhan (perjanjian yang kokoh).3

Pada prinsipnya tujuan perkawinan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Hal ini ditegaskan dalam UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 yaitu ucapan lahir

batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.4

Namun, terkadang fenomena berbicara lain, perkawinan yang diharapkan sakinah, mawadah, warohmah ternyata karena satu dan lain hal harus kandas di tengah jalan. Kondisi rumah tangga mengalami perselisihan, pertengkaran serta suami

isteri sudah tidak dapat lagi didamaikan maka Islam memberi solusi dengan perceraian atau talak. Perceraian atau talak merupakan obat terakhir untuk mengakhiri pertentangan dan pergolakan antara suami isteri serta menjadi jalan keluar yang layak

untuk keduanya. Kendati dibolehkan Allah membenci perceraian atau talak. Hadits Nabi Muhammad SAW :

Artinya :

"Allah tidak menghalalkan sesuatu yang paling dibencinya daripada thalaq". (HR. Abu Daud)5

3

Sayyid Syabiq, Fikih Sunah Jld 8, (Bandung : Al-Maarif),1990. Hal 7

4

Undang-undang Perkawinan Republik Indonesia No 1 tahun 1974, Arkola, Surabaya

5


(12)

Namun jika perceraian adalah jalan terbaik bagi keduanya maka hal ini dapat saja dilakukan, firman Allah SWT dalam Al-Qur’an :

…….. ……..

Artinya :

―Dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, Maka Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui‖. (Q.S. Al Baqarah : 227)

Dalam ayat lain Allah berfirman :

                                                  Artinya :

―Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(129) Jika keduanya bercerai, Maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. dan adalah Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana.‖ (Q.S. An Nisaa : 129-130).6

Pasal 19 Ayat 2 Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menjelaskan keadaan yang dapat dijadikan alasan perceraian diantaranya :

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain

sebagainya yang sulit disembuhkan.

6

Quraish, Shihab. Tafsir Al-Misbah, Kesan-Kesan dan Keserasian Al-Qur`an, Surat An-Nissa 129-130 (Jakarta:Lentera Hati, 2002)hal. 606. vol.2


(13)

a. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa

izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar

kemampuannya.

b. Salah satu pihak mendapat hukuman selama 5 tahun atau lebih berat setelah

perkawinannya berlangsung

c. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau

penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban suami istri.

d. Antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan

tidak ada harapan untuk rukun lagi dalam rumah tangga.7

Dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan dua alasan lagi yang termuat

dalam Pasal 116 Poin g dan h sebagai berikut :

a. Suami melanggar taklik talak

b. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan ketidakrukunan dalam

rumah tangga

Adapun sighat taklik yang diucapkan suami setelah aqad nikah kepada

istri adalah :

Sewaktu-waktu saya :

1. Meninggalkan istri saya dua tahun berturut-turut

2. Atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya.

7

Asro Satroatmojo, Hukum Perkawinan di Indonesia,, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), hal. 122-123.


(14)

3. Atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya

4. Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya enam bulan lamanya.

Kemudian isteri saya tidak ridha dan mengadukan halnya kepada

pengadilan agama dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan

tersebut, dan isteri saya membayar uang sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu

rupiah) sebagai ’iwadh (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.

Kemudian pengadilan tersebut saya kuasakan untuk menerima uang ’iwadh itu dan kemudian menyerahkan kepada Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) pusat untuk keperluan ibadah sosial.

Dalam proses pernikahan biasanya mempelai wanita ditanya apakah

mohon mempelai laki-laki mengucapkan taklik talak atau tidak, demikian halnya

dengan mempelai laki-laki. Dan hampir dapat dipastikan keduanya setuju agar

taklik talak dibacakan dan mempelai laki-laki membacakan sendiri taklik talak di

hadapan istri.

Secara singkat taklik talak adalah suatu talak yang digantungkan pada

suatu hal yang mungkin terjadi yang telah disebutkan dalam suatu perjanjian yang

telah diperjanjikan lebih dulu.8 Meski bukan merupakan syarat namun

Departemen Agama menganjurkan kepada pejabat daerah agar dalam pernikahan

itu dibacakan taklik talak (Maklumat Kementrian Agama No. 3 Tahun 1953).

8

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan,


(15)

Sighat taklik dirumuskan sedemikian rupa untuk melindungi istri dari sikap

kesewenang-wenangan suami, jika istri tidak rela atas perlakuan suami maka istri

dapat mengajukan gugatan perceraian berdasarkan terwujudnya syarat taklik talak

yang disebutkan dalam sighat taklik.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih

lanjut apakah disfungsi pola relasi dalam keluarga termasuk dalam kategori taklik

talak atau bukan, yang kemudian akan diajukan sebagai skripsi untuk mencapai

gelar sarjana hukum islam berjudul “Cerai Gugat Akibat Disfungsi Pola Relasi

Dalam Keluarga (Analisis Putusan No 81/Pdt.G/2007/PA.Srg)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas arah pembahasan skripsi ini penulis membatasi

masalah dalam pokok bahasan analisis putusan nomor 81/pdt.G/2007/PA.

Serang, yaitu ―Cerai Gugat Akibat Disfunsi Pola Relasi dalam keluarga di Pengadilan Agama Serang.

2. Perumusan Masalah

Untuk memperjelas masalah pembahasan ini, maka dirumuskan

masalahnya sebagai berikut. Didalam ilmu fiqih dan undang-undang yang

berkewajiban memberi nafkah terhadap keluarga adalah suami akan tetapi pada

kenyataan dilapangan yang akan penulis teliti ini yang memberi nafkah keluarga


(16)

Rumusan tersebut dijabarkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Bagaimana hukum Islam menjelaskan hak dan kewajiban suami isteri?

2. Apakah Disfungsi Pola Relasi dalam Keluarga dapat memicu terjadinya

konflik dalam rumah tangga?

3. Apakah Putusan Pengadilan Agama Serang No. 81 / Pdt.G / 2007 sesuai

dengan hukum yang berlaku?

Rincian di atas merupakan kerangka pertanyaan yang hendak diteliti dan

dicarikan jawabannya, sehingga penelitian ini didasarkan dalam kerangka

pencarian jawaban tersebut dilakukan dalam proses identifikasi terhadap

fakta-fakta dan realita yang sedang berlaku maupun yang pernah berlaku.

C. Tujuan Penelitian dan Manfaaat Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan

sebagaia berikut:

1. Untuk mengetahui perspektif hukum islam dan tinjauan perundang-undangan

dalam menjelaskan hukum yang berlau

2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara cerai

gugat di Pengadilan Agama

3. Untuk mengetahui putusan Pengadilan Agama Serang No.81/Pdt.G/2007

tentang Disfungsi Pola Relasi dalam Keluarga dapat dibenarkan menurut


(17)

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari penelitian ini

diantaranya sebagai berikut:

1. Dalam lembaga pustaka, hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai

bahan ilmiah dalam memperkaya studi analisa yurisprudensi.

2. Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang lebih utama tentang

Cerai Gugat Akibat Disfungsi Pola Relasi Keluarga dalam Analisa Putusan

No.81/Pdt.G/2007PA.Srg.

3. Dapat mengetahui prosedur persidangan dalam hukum acara Pengadilan

Agama Serang.

4. Sebagai pengetahuan hukum secara teori dan praktek di Pengadilan Agama

terutama masalah perceraian akibat Disfungsi Pola Relasi dalam Keluarga.

D. Review Studi Terdahulu

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berusaha semaksimal

mungkin mengendalikan dan menekan angka perceraian kepada titik paling rendah.

Perceraian yang dilakukan tanpa kendali dan sewenang-wenang akan mengakibatkan

kehancuran bukan hanya bagi pasangan suami istri tapi juga kepada anak-anak yang

mestinya di asuh dan dipelihara dengan baik. Kegagalan rumah tangga bukan saja

membahayakan rumah tangga itu sendiri tapi juga kehidupan masyarakat. Hampir

separuh kenakalan remaja yang terjadi di beberapa negara diakibatkan oleh keluarga


(18)

Undang-undang merumuskan bahwa perceraian harus dilakukan di depan

pengadilan, perceraian yang dilakukan di luar pengadilan dianggap tidak sah dan

tidak mempunyai landasan hukum, dengan demikian tidak diakui kebenarannya.

Undang-undang Perkawinan tidak melarang perceraian hanya dipersulit

pelaksanaannya. Artinya tetap dimungkinkan terjadi perceraian jika seandainya

benar-benar tidak dapat dihindarkan dan perceraian harus dilaksanakan secara baik

dihadapan sidang pengadilan.

Penggunaan hak cerai dengan sewenang-wenang dengan dalih bahwa

perceraian adalah hak suami adalah pemikiran yang keliru, karena istripun dapat

menggugat suami untuk bercerai apabila ada hal yang menurut keyakinannya rumah

tangga yang sudah dibina itu tidak dapat diteruskan.

Cerai gugat adalah cerai yang didasarkan atas adanya gugatan yang diajukan

oleh seorang isteri agar perkawinan dengan suaminya menjadi putus. Dalam agama

Islam dapat berupa gugatan karena suami melanggar taklik talak, gugatan karena

Syiqaq, Fasakh dan gugatan karena alasan-alasan sebagaimana tersebut dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksaan undang-undang Nomor 1 tahun 1974

tentang perkawinan. yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah.

Dalam hukum Islam, perceraian yang diputuskan oleh Hakim karena pelanggaran taklik talak adalah sah. Kendati secara yuridis Pasal 19 PP No 9 Tahun 1975 telah cukup memadai dan telah memenuhi jiwa Undang-undang yang menganut asas mempersukar terjadinya perceraian, namun dalam KHIPasal 116 selain alasan di atas ditambahkan lagi


(19)

alasan yakni suami melanggar taklik talak atau murtad yang menyebabkan ketidak rukunan dalamrumah tangga.

Skripsi-skripsi lain yang membahas tentang cerai gugat diantaranya, Muhammad Roiz Rizwan, dengan judul Kesadaran Hukum Wanita Indonesia dalam Hal Perkawinan, menjelaskan tentang hak-hak wanita dalam berumah tangga terutama tentang pengajuan gugatan cerai kepada suami ketika terjadi pelanggaran taklik talak oleh suami.

Saiful Bahri, dengan judul Cerai Gugat Akibat Suami di Penjara, menjelaskan tentang cerai gugat yang disebabkan terhentinya nafkah yang menjadi tanggung jawab suami karena sebab terpenjara.

Serta Halimatus Saadah, dengan judul Cerai Gugat karena Penganiyaan Suami, dan Zaenudin dengan judul Cerai Gugat Isteri Hamil, yang masing-masing menjelaskan tentang pelanggaran taklik talak No 5, yaitu kekerasan rumah tangga yang dilakukan oleh suami kepada isterinya.

Dari keterangan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang cerai gugat serta prosedur pengambilan putusan majlis hakim pengadilan agama Serang pada kasus Cerai Gugat Akibat Disfungsi Pola Relasi Dalam Keluarga.

E. Metode Penelitian

Dalam upaya mendapatkan data yang akurat, lengkap dan obyektif. Untuk penyusunan skripsi ini penulis menggunakan penelitian antara lain:

1. Jenis penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hukum normativ, dimana pada penelitian hukum normativ yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang


(20)

mungkin mencakup bahan hukum primer, skunder dan tertier. Penelitian kepustakaan dilakukan melalui pengkupasan dari buku-buku dan peraturan Perundang-undangan. Disamping kitab-kitab Fiqh, Al-Qur’an dan Hadist. Serta sebagai literatur lainnya yang dapat dijadikan sebagai rujukan yang mengacu dan berhubungan dengan bahasan yang sedang dikerjakan. Dengan kata lain penelitian dilakukan untuk Cerai Gugat Akibat Disfungsi Pola Relasi Keluarga, secara sistematis dan akurat berdasarkan data yang didapat di Pengadilan Agama Serang.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan data primer yaitu data yang

diperoleh dari buku-buku umum, buku-buku Islam, dan data-data tertulis lainnya

termasuk di dalamnya bahan hukum sekunder berupa peraturan

perundang-undangan dan yurisprudensi berupa Putusan No.81/Pdt.G/20007 PA.Srg, yang

berkaitan dengan bahasan skripsi.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis yaitu melalui penelitian

kepustakaan yang diharapkan dapat membantu penulis dalam mengembangkan

teori-teori yang dapat membantu permasalahan penulis.

4. Pengolahan dan Analisis Data

Seluruh data yang penulis peroleh dari kepustakaan dan Pengadilan Agama

Serang diseleksi dan disusun yang kemudian data tersebut diklasifikasikan dari


(21)

Selain itu, dalam penyusunan skripsi ini penulis juga mengacu pada Buku

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, agar penulisan skripsi ini sesuai dengan

kaidah penulisan skripsi. Dengan pengendalian terjemah Al-Qur’an dan Hadits ditulis satu spasi dan daftar pustaka Al-Qur’an ditulis di awal.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan, skripsi dibagi dalam lima bab dengan

sistematika sebagai berikut:

Bab Pertama pendahuluan. Dalam bab ini, meliputi latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan maslah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian,

dan sistematika penulisan.

Bab Kedua cerai gugat dalam perspektif hukum Islam, bab ini akan

menjelaskan tentang cerai gugat dalam tinjauan fikih yang mencakup pengertian,

dasar hukum dan macam cerai gugat, serta menjelaskan tentang cerai gugat dalam

tinjauan perundang-undangan, yang kemudian diakhiri dengan penjelasan prosedur

pemutusan perkara.

Bab Ketiga prosedur cerai gugat di Pengadilan Agama, pada bab ini akan

dijelaskan tentang pengkomparasian putusan hakim pada perkara cerai gugat di

Pengadilan Agama Kota Bogor Nomor 532/Pdt.G/2008/PA.bgr, di Pengadilan

Agama Jakarta Timur Nomor 63/Pdt.G/2009/PA.JT, dan Pengadilan Agama Serang


(22)

Bab Keempat pertimbangan hakim dalam Putusan Disfungsi Pola Relasi

sebagai alasan untuk mengajukan gugatan percerai yang meliputi ananalisis

pertimbangan dan dasar putusan hakim Pengadilan Agama Serang serta pertimbangan

hakim Pengadilan Agama Serang.

Bab Kelima penutup, dalam bab ini penulis mencoba menyimpulkan

permasalahan yang dibahas dalam skripsi serta memuat saran-saran yang dapat


(23)

BAB II

PERCERAIAN DALAM FIKIH DAN HUKUM POSITIP

Pada bab ini penulis terlebih dahulu akan memaparkan tentang perihal

perceraian sebelum kemudian menjelaskan tentang prosedur pemutusan perkara pada

perceraian.

A. Perceraian dalam Tinjauan Fikih 1. Pengertian Perceraian

Pengertian perceraian dalam istilah fikih disebut ―Talak” atau ―Furqah”, talak

berarti ―membuka ikatan, membatalkan perjanjian”. Furqohberarti ―bercerai”, lawan dari berkumpul.9 Talak menurut bahasa ialah membuka ikatan, dan menurut syara`

adalah melepaskan tali perkawinan atau mengakhiri tali pernikahan antara suami dan

isteri. Sedangkan menurut istilah perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan

putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu. Dan talak

menurut Imam Taqiyuddin adalah melepaskan ikatan atau menceraikan.10

Putusnya perkawinan adalah istilah hokum yng digunakan dala undang-undang

perkawinan untuk menjelaskan perceraian atau berakhirnya hubungan perkawinan

antara orang laki-laki dan seorang perempuan yang selama ii idup sebagai suami

9

Kamal Muhtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan (Jakarta: Bulan Bintang, 1974) cet ke 2, hal 156

10

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqih Munakahat Undang-undang Perdata (Jakarta: Prenada Media 2006), cet ke 1, hal 198


(24)

isteri.11perceraian dalam istilah fikih disebut ―talaq‖ atau ―furqah‖ berarti membuka ikatan, membatalkan peranjian. Furqah berarti ―bercerai‖, lawan dari berkmpul. Kemudian kedua perkataan ini dijadikan istilah oleh ahli fikih yang berarti perceraian

antara suami dan isteri.12

Talak menurut bahasa adalah membuka ikatan, sedangkan menurut syara`

adalah melepaskan tali perkawinan dan menakhiri tali pernikahan antara suami

isteri.13 Sedangkan talak menurut istilah adalah memutuskan tali perkawinan yang

sah dai piha suami dengan kata-kata yang khusus, atau dengan apa yang dapat

menggantikan kata-kata tersebut.14

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perceraian merupakan segala macam

bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh suami yang telah ditetapkan oleh hakim dan

perceraian yang disebabkan meninggalnya salah seseorang dari suami atau isteri.

Prof. Subekti, SH., menyatakan bahwa perceraian adalah penghapusan

perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan

itu.15

11

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqih Munakahat Undang-undang Perdata (Jakarta: Prenada Media 2006), cet ke 1, hal 198

12

Kamal Muhtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan (Jakarta: Bulan Bintang, 1974) cet ke 2, hal 156

13

Djaman Nur, Fikih Munakahat, (Semarang , Dina Utama, 1993),, cet ke-1 h.134

14

S. Ziyad Abbas, Fikih Wanita Islam, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1991), h. 43

15


(25)

Jadi, dari beberapa definisi tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa talak merupakan pemutus hubungan suami dan isteri serta hilanglah pula hak

dan kewajiban suami isteri. Meskipun dalam pengucapan talak menggunakan

lafaz-lafaz tertentu, namun penekanannya dimaksudkan bertujuan yang sama yaitu untuk

berpisah antara suami isteri dalam artian putusnya perkawinan.

2. Dasar Hukum Perceraian

Pada prinsipnya suatu perkawinan itu ditujukan untuk selama hidup dan

kebahagiaan yang kekal abadi bagi pasangan suami isteri yang bersangkutan.16 Salah

satu asas yang disyari`atkan ialah perkawinan untuk selama-lamanya yang diliputi

rasa kasih-sayang dan cinta-mencintai, karena itu agama Islam mengharamkan

perkawinan yang tujuannya hanya untuk sementara waktu yang tertentu sekedar

untuk melepaskan hawa nafsu saja, seperti nikah Mut`ah, nikah Muhalil, nikah

Muwaqqat, dan sebagainya.

Dalam melaksanakan mahligai rumah tangga, kemungkinan terjadinya

kesalah pahaman antara suami isteri, salah satu diantara mereka atau keduanya tidak

melaksakan kewajiban sebagaimana mestinya. Bahkan terkadang menimbulkan

kebencian, kebengisan dan pertengkaran yang terus menerus terjadi antara suami

isteri tersebut. Perkawinan yang demikian akan menimbulkan perceraian yang lebih

besar dan meluas diantara angota-angota keluarga yang telah terbentuk.

16

Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1996), cet ke 1, hal 98


(26)

Untuk menjaga hubungan keluarga dan menghindari suatu pertengkaran yang terjadi terus menerus maka agama Islam mensyari`atkan perceraian, akan tetapi bukan berarti bahwa Agama Islam menyukai perceraian, agama Islam tetap memandang perceraian sebagai suatu yang mustahil sesuatu yang tidak diharapkan akan terjadi karena bertentangan dengan asas-asas hukum Islam.17

Adapun dasar hukum perceraian menurut hukum Islam terdapat dalam firman Allah SWT:                                                                              Artinya:

―Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang

ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang Telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. [Al-Baqarah:229].18

3. Macam-macam Perceraian

Menurut hukum Islam, putusnya hubungan perkawinan (perceraian ) dapat terjadi karena Talaq, khulu’, Syiqaq, Fasakh, Ta’lik, Dzihar, Ila’, Li’an, dan Riddah

17

Muhtar, hal 156

18

Dr. Ade Dedi Rohayana, Ilmu Qowaid Fiqhiyyah, Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008), hal. 216


(27)

(Murtad).19 Berikut ini akan penulis jelaskan secara ringkas macam-macam perceraian tersebut.

1. Talak

Talak adalah melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami isteri. Dalam Kompilasi Hukum Islam menjelaskan talak adalah ikrar suami di hadapan

sidang Pengadilan Agama.

Adapun macam-macam talak menurut Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai berikut :

a. Talak Raj’i adalah talak kesatu atau kedua dimana suami berhak rujuk selama isteri masih dalam masa Iddah.

b. Talak Ba’in, talak Ba’in ada dua macam antara lain :

1) Talak Ba’in Sughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tetapi boleh akad nikah baru dengan mantan suaminya.

2) Talak Ba’in Kubra adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak ini tidak boleh dan tidak dapat dinikahkan kembali kecuali apabila pernikahan

itu dilakukan setelah mantan isterinya menikah dengan orang lain dan

kemudian terjadi perceraian ba’da dukhul dan telah habis masa iddahnya. c. Talak Suni adalah talak yang diperbolehkan, yaitu talak yang dijatuhkan terhadap

isteri yang sedang suci dan tidak dicampuri pada waktu sucinya tersebut.

19

Chatib Rasyid, Hukum Acara perdata dalam Teori dan Praktek pada Peradilan Agama,


(28)

d. Talak Bid’i adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang dijatuhkan terhadap isteri pada saat isteri sedang haid atau isteri dalam keadaan suci tetapi sudah dicampuri

pada waktu suci tersebut.20

2. Khulu’

Talak Khulu’ atau talak tebus adalah bentuk perceraian atas persetujuan suami isteri yaitu dengan jatuhnya talak satu dari suami kepada isteri dengan tebusan harta atau uang dari pihak isteri yang menginginkan cerai dengan khulu’ tersebut.21

Dasar kebolehan talak khulu’ terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 229:                                                                             

Artinya:‖Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang Telah kamu berikan kepada mereka. Kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim‖. [Q.S. Al-Baqarah: 229] 22

20

Inpres No 1 tahun 1974 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) Departemen Agama, pasal2

21

Syayuti Talib, Hukum Keluarga Indonesia, (jakarta: UI Pres, 1974), cet ke 2, hal 115

22

Quraish, Shihab. Tafsir Al-Misbah, Kesan-Kesan dan Keserasian Al-Qur`an, (Jakarta:Lentera Hati, 2002)hal. 492. vol.1


(29)

Al-Hafizh Ibnu Hajar memberikan ketentuan dalam masalah Khulu ini dengan pernyataannya, bahwasanya Khulu, ialah seorang suami menceraikan isterinya

dengan penyerahan pembayaran ganti kepada suami. Ini dilarang, kecuali jika keduanya atau salah satunya merasa khawatir tidak dapat melaksanakan apa yang diperintahkan Allah. Hal ini bisa muncul karena adanya ketidaksukaan dalam

pergaulan rumah tangga, bisa jadi karena jeleknya akhlak atau bentuk fisiknya. Demikian juga larangan ini hilang, kecuali jika keduanya membutuhkan penceraian, karena khawatir dosa yang menyebabkan timbulnya Al-Bainunah Al-Kubra

(Perceraian besar atau Talak Tiga)

Syaikh Al-Bassam mengatakan, diperbolehkan Khulu (gugat cerai) bagi wanita, apabila sang isteri membenci akhlak suaminya atau khawatir berbuat dosa karena tidak dapat menunaikan haknya. Apabila sang suami mencintainya, maka disunnahkan bagi sang isteri untuk bersabar dan tidak memilih perceraian.23 Perceraian yang diharamkan, hal ini karena dua keadaan:

a) Dari sisi Suami

Apabila suami menyusahkan isteri dan memutuskan hubungan komunikasi

dengannya, atau dengan sengaja tidak memberikan hak-haknya dan sejenisnya

agar sang isteri membayar tebusan kepadanya dengan jalan gugatan cerai, maka

Al-Khulu itu batil, dan tebusannya dikembalikan kepada wanita. Sedangkan status wanita itu tetap seperti asalnya jika Khulu tidak dilakukan dengan lafazh talak.

23

Www. Google.Com Taudhihul Ahkam Min Bulughul Maram, 5/469, Penulis: Ust Kholid syamhudi. Friday, 01 February 2008.


(30)

b) Dari sisi Isteri

Apabila seorang isteri meminta cerai padahal hubungan rumah tangganya baik

dan tidak terjadi perselisihan maupun pertengkaran diantara pasangan suami isteri

tersebut. Serta tidak ada alasan Syar’i yang membenarkan adanya Al-Khulu, maka ini dilarang, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

―Semua wanita yang minta cerai (gugat cerai) kepada suaminya tanpa alasan,

maka haram baginya aroma surga‖ [HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam kitab Irwa’ul Ghalil].24 3. Syiqaq

Syiqaq adalah krisis memuncak yang terjadi antara suami isteri, sehingga antara suami isteri terjadi pertentangan pendapat dan pertengkaran, yang tidak mungkin

dipertemukan dan kedua belah pihak tidak dapat mengatasinya.25

Adapun dasar adanya Syiqaq yaitu firman Allah surat An-nisa ayat 35:

                               

Artinya:‖Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. Jika kedua hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah maha mengenal

lagi maha mengetahui‖. [Q.S.An-Nisa:35]26

24

Shahih Fiqhis Sunnah, 3/342 No. 2035, Penulis: Ust Kholid syamhudi. Friday, 01 February 2008.

25

Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, (Bogor: kencana 2003), hal 241

26

Quraish, Shihab. Tafsir Al-Misbah, Kesan-Kesan dan Keserasian Al-Qur`an, (Jakarta:Lentera Hati, 2002), hal. 433. vol.2


(31)

4. Fasakh

Fasakh artinya mencabut atau menghapus, maksudnya ialah perceraian yang disebabkan oleh timbulnya hal-hal yang dianggap berat oleh suami atau isteri atau

keduanya sehingga mereka tidak sanggup untuk melaksanakan kehidupan suami isteri

dalam mencapai tujuannya.27

Jadi fasakh adalah diputuskannya hubungan perkawinan (atas permintaan salah

satu pihak) oleh Hakim Agama karena salah satu pihak menemukan celah pada pihak

lain atau merasa tertipu atas hal-hal yang belum diketahui sebelum berlangsungnya

perkawinan. Perceraian dalam bentuk Fasakh ini termasuk perceraian dengan proses

peradilan. Hakimlah yang memberikan keputusan tentang kelangsungan perkawinan

atau terjadinya perceraian, karena itu pihak penggugat dalam perkara Fasakh ini

haruslah mempunyai alat-alat bukti yang lengkap, yang dapat menimbulkan

keyakinan bagi hakim yang mengadilinya.28

5. Ta’lik talak

Menta’liqkan talak ialah menggantungkan thalaq dengan sesuatu, misalnya:

‖Engkau tertalak apabila engkau pergi dari rumah ini tanpa izin saya‖ atau ucapan lain yang semacam itu. Jika si isteri meninggalkan rumah tanpa izin suami maka

jatuhlah talaknya.

27

Kamal Muhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hal 194

28


(32)

Ketentuan diperbolehkannya ta’lik talak ini tercantum dalam firman Allah surat An-nisaa’ ayat 128 yaitu:

                                              

Artinya:‖Dan jika seorang wanita khawatir akan musyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya‖. (Q.S.An-nisa: 128).

6. Zihar,Ila’ dan Li’an

Tiga macam perbuatan hukum Zihar, Ila’ dan Li’an adalah perbuatan kata atau sumpah yang tidak secara langsung berisi ungkapan yang menyatakan putusnya

ikatan perkawinan tetapi oleh hukum berdampak memutuskannya. Zihar merupakan

kebiasaan orang jahiliyyah yang tidak lagi memfungsikan isterinya sebagai isteri

walaupun masih tetap diikat. Seperti pernyataan ‖kamu seperti punggung ibuku sendiri‖, sambil memulai sikap tidak bersedia lagi menggauli isterinya. Sedangkan

ila’ juga merupakan orang jahiliyyah yaitu pihak laki-laki bersumpah mengenai hubungannya sebagai suami terhadap isterinya sendiri bahwa ia tidak akan

menggaulinaya lagi.29

Adapun li’an ialah saling menyatakan bahwa bersedia dilaknat Allah setelah mengucapkan persaksian empat kali oleh diri sendiri yang dikuatkan oleh sumpah

dengan menyebut nama Allah yang dilakukan oleh suami isteri tersebut, karena salah

29


(33)

satu pihak bersikeras menuduh pihak yang lain melakukan perbuatan zina, atau suami

tidak mengakui anak yang sedang dikandung atau dilahirkan oleh isterinya sebagai

anaknya dan pihak yang lain menolak tuduhan tersebut, sedangkan masing-masing

pihak tidak mempunyai alat bukti yang dapat diajukan kepada hakim.30

Sebagaimana terdapat dalam firman Allah surat An-Nur ayat 6 yaitu:

                          

Artinya: ‖Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri. Maka persaksian orang itu empat kali bersumpah yang dikuatkan dengan menyebut nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang yang benar‖.(Q.S. An-Nuur:6).31 7. Murtad

Murtad ialah keluar dari agama Islam, baik pindah agama lain atau tidak

beragama. Sebagaimana halnya dengan agama-agama yang lain, maka agama Islam

menghadapi secara ekstrim orang-orang yang keluar dari agama Islam. Dan dapat

diancam dengan pidana mati, seandainya setelah keluar dari agama Islam mereka

berada dipihak orang yang menentang agama Islam. Murtad juga berakibat hukum,

yaitu perubahan kedudukan hukum suami isteri dalam perkawinan.

30

Achmad Khuzari, Nikah seagai ikatan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal 143.

31

Quraish, Shihab. Tafsir Al-Misbah, Kesan-Kesan dan Keserasian Al-Qur`an, (Jakarta:Lentera Hati, 2002), hal. 290. vol.9


(34)

B. Perceraian dalam Perundang-undangan dan KHI

1. Perceraian menurut UU Perkawinan No 1 Tahun 1974

Pada UU No. 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama secara khusus diatur hal

yang berkenaan dengan pemeriksaan sengketa perkawinan terutama yang

menyangkut sengketa perkara perceraian. Pada dasarnya hal tersebut telah diatur pada

UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan telah dilengkapi dengan aturan

pelaksana PP No 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang. Sebagai

gantinya, dituangkan dalam Pasal 73 UU No 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama.

Pengulangan tersebut dimaksudkan untuk menyesuaikan dinamika tata cara

pemeriksaan perkara perkawinan ke arah menjembatani tuntutan praktek dan

kesadaran masyarakat. Terutama untuk melindungi pihak isteri dalam

mempergunakan haknya mengajukan gugat perceraian, seperti yang diungkapkan

penjelasan Pasal 73 Ayat (1).32

Sebelum berlakunya UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, perceraian tidak

diatur dalam perundang-undangan, penyelesaiannya cukup dilaksanakan di Kantor

Urusan Agama Kecamatan. Perceraian baru diatur secara rinci dalam Peraturan

Pemerintah No 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan dalam bagian-bagian sendiri dengan sebutan ―Cerai Talak‖, demikian juga tentang Undang-undang No 7 Tahun 1989, Undang-undang No 3 Tahun 2006

tentang perubahan atas Undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

32

M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. (Jakarta : Sinar Grafika, 2003) hal 214.


(35)

lebih mempertegas lagi tentang keberadaan cerai talak ini. Jadi Peraturan Pemerintah

No 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan merupakan tonggak sejarah dimana cerai talak ini secara resmi diatur

dalam peraturan tersendiri.33

Dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 18 Peraturan Pemerintah No 9 Tahun

1975 tentang pelaksanaan UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dikemukakan

bahwa seorang suami yang hendak menceraikan isterinya berdasarkan perkawinan

menurut agama Islam, mengajukan permohonan ke pengadilan berdasarkan tempat

tinggalnya. Permohonan tersebut berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud

menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasan serta meminta kepada pengadilan

agama agar membuka sidang untuk keperluan tersebut. Pengadilan yang

bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud dan dalam waktu

selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari memanggil suami isteri untuk didengar keterangannya

dalam persidangan, serta mendengar keputusan majlis hakim apakah permohonan

talak itu beralasan atau tidak. Pengadilan agama hanya memutuskan untuk memberi

izin ikrar talak jika alasan-alasan yang diajukan oleh suami terbukti secara nyata

dalam persidangan, itupun setelah majlis hakim berusaha semaksimal mungkin untuk

merukunkan kembali dan majlis hakim berpendapat bahwa antara suami isteri

tersebut tidak mungkin lagi untuk didamaikan dan menjadi rukun lagi dalam suatu

rumah tangga.34

33

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Islam di Indonesia, hal 17

34


(36)

Cerai Gugat Menurut Kompilasi Hukum Islam Khulu’ adalah perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan memberikan tebusan atau Iwadl kepada dan atas

persetujuan suaminya. Jadi dengan demikian Khulu’ termasuk kategori cerai gugat.35 Gugatan adalah suatu upaya atau tindakan unuk menuntuk hak atau memaksa pihak

lain untuk melaksanakan tugas atau kewajibannya. Sementara Prof, DR. Sudikno

Mertokusumo mengemukakan bahwa gugatan adalah tuntutan hak yaitu tindakan

yang bertujuan memberikan perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk

mencegah perbuatan main hakim sendiri (eigenrighting).36

Menurut Kompilasi Hukum Islam (Pasal 1 Huruf i) Khulu’ adalah perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan memberikan tebusan atau iwadl kepada dan atas persetujuan suaminya. Gugatan dalam perkawinan menurut agama Islam dapat

berupa gugatan karena suami melanggar ta’lik talak, gugatan karena syiqaq, gugatan karena fasakh, dan gugatan karena alasan-alasan sebagaimana tersebut dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.37

Adapun syarat untuk melakukan cerai gugat yaitu sebagai tersebut :

35

Ahmad Rofiq, HukumIslam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2003), hal 301

36

Abndul Manan, Penerapan Hukum acara perdata di lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2000), hal 1

37


(37)

a. Adanya kerelaan dan persetujuan dari kedua belah pihak

Sepakat ahli-ahli fikih bahwa khulu’ dapat dilakukan berdasarkan kerelaan dan persetujuan dari suami isteri, asalkan kerelaan dan persetujuan tersebut

tidak merugikan pihak lain. Apabila suami tidak mengabulkan permintaan khulu’ (cerai gugat) dari isterinya, sedangkan pihak isteri masih merasa dirugikan haknya sebagai seorang isteri, maka ia dapat mengajukan gugatan

cerai kepada pengadilan. Hakim hendaknya memberi keputusan perceraian

antara suami isteri tersebut selama ada alat-alat bukti yang bisa dijadikan

dasar-dasar gugatan oleh pihak isteri.38

b. Isteri yang dikhulu’

Sepakat para ahli fikih bahwa isteri yang dapat dikhulu’ ialah isteri yang mukallaf dan telah terikat dengan akad nikah yang sah dengan suaminya.

Adapun isteri-isteri yang tidak atau belum mukallaf, yang berhak mengadakan

atau mengajukan permintaan khulu’ kepada pihak suami adalah walinya.

c. Iwadl

Iwadl (pengganti) merupakan ciri has dari khulu’. Selama iwadl belum diberikan oleh pihak isteri kepada pihak suaminya, maka selama itu pula

tergantungnya perceraian. Akan tetapi setelah iwadl diserahkan dari pihak isteri

kepada pihak suami barulah terjadi perceraian. Dan mengenai jumlah iwadl

dilakukan atas persetujuan suami isteri tersebut.

38


(38)

d. Waktu menjatuhkan khulu’

Sepakat para ahli fiqih bahwa khulu’ boleh dijatuhkan pada masa haidh, pada masa nifas, pada masa suci yang belum dicampurinya dan sebagainya, atau

dengan kata lain, khulu’ dapat dilakukan kapan saja.39

C. Akibat Perceraian

Perkawinan dalam Islam adalah ibadah dan Mitsaqan Ghalidha (perjanjian

suci). Oleh karena itu, apabila perkawinan putus atau terjadi perceraian, tidak begitu

saja selesai urusannya, akan tetapi ada akibat hukum yang perlu diperhatikan oleh

pihak-pihak yang bercerai.

Dalam Kompilasi Hukum Islam, disebutkan akibatkan putusnya Perkawinan,

dari segi timbulnya masa iddah:

1. Karena talak ialah timbulnya masa iddah dan selamanya masa iddah, isteri

boleh dirujuk.

2. Kompilasi Hukum Islam pasal 153 (1): Bagi seorang isteri yang putusnya

perkawinannya berlaku masa iddah, kecuali qobla al-dukhul dan

perkawinanya putus bukan kematian suami.

3. Kompilasi Hukum Islam pasal 155: Waktu iddah bagi wanita yang putus

perkawinanya karena khulu’, fasakh dan lian berlaku iddah talak.40 Dalam hal nafkah, Kompilasi Hukum Islam pasal 149 menyebutkan:

39

Ibid, hal 172

40

A. Rahman I. Doi, Penjelasan lengkap Hukum-Hukum Allah (syari’ah), (Jakarta: RajaGrafindo Persada 2002), Cet, Ke-1, h.225.


(39)

1. Memberikan Mut’ah yang layak kepada bekas isterinya baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al-dukhul.

2. Memberi nafkah, maskah dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah,

kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak bain atau nusyyuz dan dalam keadaan

tidak hamil.

3. Melunasi mahar yang masih berhitung seluruhnya, dan separuh apabila qabla

al-dukhul

4. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai

umur 21 tahun.41

Jika perceraian tersebut karena Khulu’, maka seperti yang tertera di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 161, akan mengurangi jumlah talak dan tidak dapat

dirujuk. Dan apabila karena lian maka perkawinan itu putus untuk selamanya dan

anak yang dikandung dinasabkan kepada ibunya, sedangkan suaminya terbebas dari

kewajiban memberi nafkah (KHI Pasal 162).

Adapun dalam hal pemeliharaan anak akibat putusnya sebuah perkawinan

karena perceraian yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 156 adalah:

1) Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhnah dari ibunya

kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukanya digantikan

oleh:

a. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu

41

Kompilasi Hukum Islam. Tim Redaksi Nuansa Aulia,(Bandung: Nuansa Aulia. 2008), cet.


(40)

b. Ayah

c. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah

d. Saudara perempuandari anak yang bersangkutan

e. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah

2) Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah

dari ayah atau ibunya.

3) Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan

jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi

maka atas permitaan kerabat yang bersangkutan Peradilan Agama dapat

memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak

hadhanah pula.

4) Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah

menurut kemampuanya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa

dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).

5) Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhnah dan nafkah anak,

Pengadilan Agama memberikan putusanya berdasarkan huruf (a), (b), (c), (d).

6) Pengadilan Agama dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya

menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang

tidak turut padanya.42

42


(41)

BAB III

PROSEDUR CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA

A. Prosedur Cerai Gugat

Tata cara penyelesaian cerai gugat diatur sebagai berikut:

1. Gugatan Cerai diajukan kepada Pengadilan Agama

a. Cerai Gugat diajukan oleh seorang isteri yang melakukan perkawinan

menurut agama Islam (penjelasan Pasal 20 PP No.9/1975 tentang

pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).

b. Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan Agama (Pasal 40 ayat (1)

jo pasal 63 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).43

2. Surat gugatan cerai

a. Surat gugatan cerai memuat :

1) Nama, umur dan tempat kediaman penggugat yaitu isteri, dan

tergugat yaitu suami.

2) Alasan-alasan yang menjadi dasar perceraian

3) Petitum perceraian

b. Gugatan cerai dapat diajukan berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang

diatur dalam penjelasan pasal 39 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974, pasal

19 PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No 1

43

Mukti Arto, Peraktek Perkara Perdata Pada Pengadilan agama, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), Cet. Ke-1, hal.219.


(42)

Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 116 dan Kompilasi Hukum

Islam.44

3. Kewenangan Relatif Pengadilan Agama

a. Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya kepada Pengadilan

Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat,

kecuali dalam hal:

1) Penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama

tanpa izin Tergugat, maka gugatan cerai diajukan kepada Pengadilan

Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.

2) Penggugat bertempat kediaman diluar negeri, maka gugatan perceraian

juga diajukan kepada Pengadilan Agama daerah hukumnya meliputi

tempat kediaman Tergugat.

3) Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman diluar negeri, maka

gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya

meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada

Pengadilan Agama Jakarta Pusat (pasal 73 Undang-undang Nomor 7

Tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang

Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama).45

44

Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama,hal.219.

45


(43)

b. Gugatan cerai diproses di Kepaniteraan gugatan dan dicatat dalam register

induk perkara gugatan.46

4. Pemanggilan pihak-pihak

a. Setiap kali diadakan sidang pengadilan yang memeriksa gugatan

perceraian, baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka akan

dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut (Peraturan Pemerintah No.9

Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan).

b. Pemanggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan, apabila

yang bersangkutan tidak dapat dijumpainya, panggilan disampaikan

melalui lurah atau yang dipersamakan dengan itu.47

5. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majlis Hakim

selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya berkas surat gugatan;

b. Dalam menetapkan waktu mengadakan sidang pemeriksaan gugatan

perceraian perlu diperhatikan tenggang waktu pemaggilan dan diterimanya

panggilan tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka.48

46

Mukti Arto, Peraktek Perkara Perdata Pada Pengadilan agama, hal.220.

47

Abdul Manan dan Fauzan, Pokok-pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, (Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Cet. Ke-5, hal.63.

48

Abdul Manan dan Fauzan, Pokok-pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, hal. 66.


(44)

6. Kumulasi perkara

a. Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri dan harta

bersama suami isteri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan

perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan

hukum tetap (pasal 86 (1) Undang-undang Peradilan Agama);

b. Tata cara pemerikasaan kumulasi perkara ini sama dengan dalam perkara

cerai talak. Apabila Tergugat mengajukan rekonpensi maka diselesaikan

menurut tata cara rekonpensi.49

7. Upaya perdamaian

a. Upaya perdamaian dalam perkara gugatan cerai dilakukan sama seperti

dalam perkara cerai talak.

b. Dalam sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, hakim berusaha

mendamaikan kedua belah pihak.

8. Gugat provisionil

a. Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan Penggugat

atau Tergugat atau berdasarkan pertimbangan berbahaya yang mungkin

ditumbuhkan, Pengadilan dapat mengizinkan suami isteri tersebut untuk

tidak tinggal dalam satu rumah (pasal 77 Undang-undang Peradilan

Agama pasal 24 Peratutan Pemerintah No.9/1975 tentang Pelaksanaan

Perkawinan);

49

Mukti Arto, PraktekPperkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), h.221


(45)

b. Permohonan tersebut dapat diajukan dalam persidangan dicatat dalam

Berita Acara Persidangan. Izin untuk tidak tinggal dalam satu rumah

diberikan oleh hakim dalam persidangan dan dicatat dalam Berita Acara

Persidangan;

c. Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan Penggugat,

pengadilan dapat :

1) Menentukan nafkah yang ditanggung oleh suami

2) Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan

pendidikan anak.

3) Menentukan hal-hal yang perlu menjamin terpeliharanya

barang-barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau barang-barang-barang-barang

yang menjadi hak isteri (pasal 78 Undang-undang Peradilan Agama,

pasal 24 PP No.9/1975 tentang Pelaksanaan Perkawinan).

d. Gugatan tersebut di atas merupakan gugatan provisionil dan karenanya

diselesaikan menurut tata cara gugatan provisionil.50

B. Perkara Cerai Gugat Di Pengadilan Agama

Beberapa contoh cerai gugat oleh sebab pelanggaran taklik talak sebagai

berikut :

50

Mukti arto, PraktekPperkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar 1996), h. 222.


(46)

1. Perkara cerai gugat di Pengadilan Agama kota Bogor No 532/Pdt.G/2008/PA.bgr

Oki Agustina, Umur 26 tahun yang kemudian disebut sebagai penggugat

dengan Sigit Purnomo, Umur 31 tahun yang kemudian disebut sebagai tergugat.

Telah melangsungkan pernikahan pada tanggal 2 Agustus 2008 di Kantor Urusan

Agama Kecamatan Tanah Sereal, sebagaimana kutipan Akta Nikah Nomor

749/07/VIII/2003, tanggal 4 Agustus 2003, bermaksud mengajukan gugatan

kepada Ketua Pengadilan Agama Bogor tertanggal 20 November 2008 yang telah

didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama tersebut pada Register Nomor:

532/Pdt.G/2008/PA-Bgr, tanggal 20 November 2008.51 Yang pada pokoknya

mengajukan hal-hal sebagai berikut :

a. Bahwa penggugat telah melangsungkan pernikahan dengan tergugat pada

tanggal 2 Agustus 2003, di KUA Kecamatan Tanah Sereal, sebagaimana

kutipan Akta Nikah Nomor : 749/07/VIII/2003.

b. Bahwa penggugat dan tergugat selama pernikahan telah dikaruniai dua anak

dan pada gugatan ini diajukan penggugat dalam keadaan hamil lima bulan,

serta anak yang dilahirkan masih di bawah umur. Sesuai dengan Kutipan Akta

Lahir Nomor : 3331/2004 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Catatan Sipil

Kota Bogor, dan Kutipan Akta Kelahiran Nomor : 4210/2006 yang

dikeluarkan oleh Kepala Kantor Catatan Sipil Kota Bogor. Masing-masing

lahir anak pertama tanggal 20 Mei 2004 dan anak kedua tanggal 17 Juni 2006.

51


(47)

c. Bahwa penggugat dan tergugat selama pernikahan cukup baik dan harmonis,

akan tetapi mulai 2007 sampai dengan gugatan ini diajukan sering terjadi

percekcokan terus menerus yang disebabkan oleh :

1) Bahwa tergugat mempunyai kecurigaan yang berlebihan terhadap

penggugat walaupun penggugat meyakinkan tergugat.

2) Bahwa tergugat selalu bertingkah dan bertindak yang bersifat emosional

bahkan melakukan suatu tindakan ringan tangan terhadap penggugat.

3) Bahwa tergugat sebagai kepala rumah tangga selalu mengutarakan

kata-kata yang tidak sopan dan tidak pantas diucapkan oleh seorang suami

terhadap istri (penggugat).

4) Bahwa berdasarkan bukti-bukti yang cukup menurut hukum telah terjadi

percekcokan yang terus menerus antara penggugat dan tergugat dan tidak

ada lagi harapan untuk rukun kembali, sehingga penggugat berkesimpulan

lebih baik mengakhiri (bercerai) dengan tergugat.

Berdasarkan hal-hal di atas, penggugat memohon kepada Ketua Pengadilan

Agama Bogor untuk memutuskan sebagai berikut :

1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.

2. Menjatuhkan talak bain sughra dari tergugat kepada penggugat

3. Memerintahkan kepada panitera atau pejabat yang diajukan untuk mengirim

putusan ini kepada KUA Kecamatan Sereal, Kota Bogor di tempat

pernikahan ini didaftarkan dan dilaksanakan agar putusan perceraian tersebut


(48)

4. Menetapkan penggugat sabagai wali dan hak asuh terhadap anak yang masih

dibawah umur.

5. Menghukum tergugat untuk membayar biaya hidup isteri, biaya persalinan,

biaya pemeliharaan anak dan pendidikan anak sampai dengan dewasa.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dalam hal ini Majlis Pengadilan

Agama Kota Bogor dengan Hakim Ketua dan Hakim Anggota I dan II, pada

sidang yang terbuka untuk umum serta dibantu oleh panitera yang dihadiri oleh

penggugat dan kuasa tergugat pada tanggal 20 januari 2009 bertepatan dengan

tanggal 23 Muharram 1430 mengadili :

1. Mengabulkan gugatan penggugat

2. Menjatuhkan talak satu bain sughra dari tergugat pada penggugat

3. Menetapkan anak tergugat dan penggugat berada di bawah hadhanah

penggugat.

4. Menghukum tergugat untuk memberikan kepada penggugat :

a. Biaya hidup penggugat selama belum menikah

b. Biaya perawatan sampai persalinan anak,dan

c. Biaya hadhanah anak.


(49)

2. Perkara Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 63/Pdt.G/2009/PA.JT

Ening Wardayanti, Umur 54 tahun, agama Islam, pendidikan SMA,

pekerjaan ibu rumah tangga, bertempat tinggal di Jl. E No. 35 RT. 005 RW. 008

Kelurahan Klender, Kecamatan Duren Sawit, Kota Jakarta Timur yang

selanjutnya disebut penggugat, pada Tanggal 7 Januari 2009 mengajukan

gugatan cerai kepada Pengadilan Agama Jakarta Timur dengan Nomor Registrasi

63/Pdt.G/2009/PAJT. Penggugat bermaksud menggugat suaminya yaitu C.H.B.

Kuncoro, Umur 55 tahun, agama Islam, pendidikan SMA, pekerjaan pensiunan,

bertempat tinggal di Jl. Tirta Sari Surya No. D5 RT. 005 RW. 003, Kelurahan

Utan Kayu Selatan Kecamatan Matraman, Kota Jakarta Timur selanjutnya

disebut tergugat.52

Dalam surat gugatan yang diajukan oleh penggugat pada pokoknya

mengemukakan hal-hal sebagai berikut :

Pada hari sabtu tanggal 8 Desember 1982, telah berlangsung pernikahan

antara penggugat dan tergugat, di hadapan Pejabat PPN Kantor Urusan Agama

Kecamatan Matraman, Jakarta Timur dengan Akta Nikah Nomor 782/42/1982

Tanggal 18 Desember 1982. Setelah menikah mereka hidup rukun sebagaimana

layaknya suami isteri dengan baik, telah berhubungan badan dan keduanya

bertempat tinggal bersama di Jl. Tirta Sari Surya No. D5 RT. 005 RW. 003

52


(50)

Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Kota Jakarta Timur selama

25 tahun dan dikaruniai 3 orang anak bernama :

a. Anton Kuntarto, lahir 23 Desember 1983

b. Nico Febrianto, lahir Tanggal 09 Februari 1986

c. Riska Artanti, lahir Tanggal 27 Oktober 1991

Lalu kehidupan rumah tangga mereka mulai goyah dan terjadi perselisihan

dan pertengkaran secara terus menerus yang sulit diatasi sejak bulan Januari

tahun 2000. Perselisihan dan pertengkaran tersebut semakin tajam dan

memuncak terjadi pada bulan Mei 2007. Sebab-sebab terjadinya perselisihan dan

pertengkaran tersebut karena :

a. Antara penggugat dan tergugat sudah tidak ada kecocokan lagi dalam

membina rumah tangga.

b. Tergugat tidak bisa menjadi imam yang baik dalam keluarga karena beliau

tidak pernah menjalankan sholat lima waktu dan lebih mempercayai hal-hal

yang bersifat ghoib.

c. Tergugat tidak jujur dalam hal keuangan

d. Tergugat tiap kali bertengkar selalu memaki penggugat dengan kata-kata

kasar yang membuat penggugat sakit hati.

Akibat dari perselisihan dan pertengkaran tersebut, ahirnya pada bulan Mei

tahun 2007 hingga waktu kurang lebih 1 tahun 8 bulan, penggugat dan tergugat


(51)

bersama yang mana dalam pisah rumah tersebut saat ini penggugat telah

bertempat tinggal di Jl. Tirta Sari Surya No. D5 Utan Kayu Selatan.

Sejak berpisah penggugat dan tergugat selama 1 Tahun 8 Bulan, maka hak

dan kewajiban suami isteri tidak terlaksana sebagaimana mestinya karena sejak

itu tergugat tidak lagi melaksanakan kewajibannya sebagai suami terhadap

penggugat.

Kemudian penggugat telah berupaya mengatasi masalah tersebut dengan

jalan atau cara bermusyawarah dengan tergugat secara baik-baik tetapi tidak

berhasil. Dengan sebab-sebab tersebut maka penggugat merasa rumah tangga

antara penggugat dan tergugat tidak bisa dipertahankan lagi, karena perselisihan

dan pertengkaran secara terus menerus yang berkepanjangan dan sulit diatasi dan

tidak ada harapan untuk rukun lagi. Maka penggugat berkesimpulan lebih baik

bercerai dengan tergugat.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dalam hal ini Majlis Pengadilan

Agama Jakarta Timur dengan Hakim Ketua dan Hakim Anggota I dan II, pada

sidang yang terbuka untuk umum serta dibantu oleh Panitera yang dihadiri oleh

penggugat pada tanggal 7 Januari 2009 mengadili :

a. Mengabulkan gugatan penggugat

b. Menjatuhkan talak bain sughra tergugat terhadap penggugat


(52)

3. Perkara Cerai Gugat di Peradilan Agama Serang Nomor

81/Pdt.G/2007/PA.Srg

Sarniyah binti Sakim, Umur 30 tahun, agama Islam, pekerjaan tidak

bekerja, bertempat tinggal di Kampung Calung, RT 11/04, Desa Pulo,

Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang yang kemudian disebut sebagai penggugat.

Bermaksud mengajukan gugatan cerai pada Pengadilan Agama Serang terhadap

suaminya yaitu, A. Rohani bin Dulgani, Umur 31 tahun, agama Islam, pekerjaan

tidak bekerja, bertempat tinggal di Kampung Bolang Beji, Desa Teras Bending,

Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, selanjutnya disebut tergugat.53

Bahwa penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 13 Maret 2007 yang

terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Serang dengan Perkara Nomor

81/Pdt.G/2007/PA.Srg telah mengemukakan hal-hal dihadapan sidang yang pada

pokoknya sebagai berikut :

1. Bahwa, penggugat adalah isteri sah tergugat yang menikah pada tanggal

24 November 2003 dengan bukti Duplikat Kutipan Akta Nikah Nomor

KK.06/PW.01/24/III/2007 tanggal 12 Maret 2007 yang dikeluarkan oleh

Kantor Urusan Agama Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang.

2. Bahwa, penggugat dan tergugat setelah menikah membina rumah tangga

di rumah orang tua penggugat di Cinanggung selama kurang lebih 3

bulan, sudah rukun, namun belum dikaruniai anak.

53


(1)

Atau : apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-

Bahwa, pada hari sidang yang telah ditentukan Penggugat telah hadir sendiri dipersidangan, sedangkan Tergugat telah tidak hadir dan tidak menyuruh orang lain untuk hadir dipersidangan sebagai kuasanya yang sah, meskipun Tergugat telah dipanggil dengan patut dan tenyata ketidak hadirannya itu tanpa ada alasan yang sah menurut hukum ; ———————— ———————————————————————

Bahwa Majelis Hakim telah berupaya untuk memberikan nasehat kepada Penggugat agar bersabar dan kembali berumah tangga lagi dengan Tergugat, akan tetapi upaya tersebut tidak berhasil; ——————

——————:———————————

Bahwa selanjutnya perkara ini diperiksa dimulai dengan pembacaan surat gugatan yang ternyata isinya tetap dipertahankan oleh Penggugat; ——————————— Bahwa, Penggugat untuk memperkuat dalil-dalil gugatannya, Penggugat telah mengajukan bukti-bukti berupa surat-surat: ———— ———————————————

1. 1 (satu) Duplikat Buku Kutipan Akta Nikah No.Kk. Kk.06/Pw.01/24/III/2007 tanggal 12 Maret 2007 yang di keluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang, ( bukti P-l);—————————————

2. Photo copy KTP. No.20.06.2003.00000/0001195 tanggal 14 September 2003 yang dikeluarkan oleh Camat Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang (bukti P-2); ——-—Bahwa, Penggugat selain mengajukan ssurat-surat bukti juga telah menghadirkan keluarga sebagai saksi, yaitu : ———— —————————————

1. NAJIB bin DELIMAN, umur 40 tahun, Agama Islam, pekerjaan tani,

bertempat tinggal di Kampung calling, Desa Pulo, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang, ; —————————

Bahwa, saksi dihadapan sidang telah memberikan keterangan dibawah

sumpahnya yang pada pokoknya sebagai berikut: ————————————————

> Bahwa, saksi kenal dengan Penggugat dan Tergugat, karena saksi adalah tetangga dekat Penggugat;————————————————————————————

> Bahwa, sepengetahuan saksi mereka adalah suami isteri sah karena saksi rnengetahuan pernikahan mereka;———————————————-———————— >

Bahwa, sepengetahuan saksi setelah menikah, Penggugat dan Tergugat membina rumah tangga di rumah orang tua Penggugat di Cinanggung selama kurang labih 3 bulan, belum dikaruniai anak; ——

—————————

> Bahwa, sepengetahuan saksi rumah tangga Penggugat dan Tergugat semula rukun dan harmonis, namun kernudian rumah tangga mereka tidak harmonis,


(2)

disebabkan Penggugat berangkat kerja di Saudi Arabia atas izin Tergugat selama kurang lebih 2 tahun dan Penggugat pernah kirim uang kepada Tergugat sebesar Rp 7.000.000,00 yang katanya uang tersebut untuk dibelikan tanah sawah atau lainnya yang berharga, namun oleh Tergugat tidak dibelikan barang apapun ; ——

> Bahwa, Penggugat 1 bulan yang lalu datang dari Arab ke rumah orang tuanya dan bertemu dengan Tergugat menyatakan kiriman uang tersebut, namun terjadi rebut mempermasalahkan kiriman Penggugat sebesar Rp.7.000.000,00 oleh Tergugat tidak dibelikan barang apapun, lalu Penggugat minta uangnya dikembalikan dan sejak Penggugat pulang dari

Arab kurang lebih 1 bulan sampai sekarang mereka tetap berpisah dan tidak pemah kumpul lagi, masing-masing berada dirumah orang tuanya; — > Bahwa, saksi sebagai tetangga dekat dan juga keluarga yang lain telah berusaha untuk mendamaikan Penggugat dan Tergugat agar kembali berumah tangga lagi, tetapi tidak berhasil, karena Penggugat tetap ingin menghendaki cerai dan nampaknya rumah tangga Penggugat dengan Tergugat sudah sulit untuk disatukan lagi; ——— 2. ASURI bin KARTA, umur 45 tahun, agama Islam, pekerjaan tani, bertempat tinggal di Kampung calung, Desa Pulo, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang; ——

————— Bahwa, Saksi dihadapan sidang telah memberikan keterangan dibawah sumpahnya yang pada

pokoknya sebagai berikut:-

> Bahwa, saksi kenal dengan Penggugat dan Tergugat, karena saksi adalah tetangga dekat Penggugat dan mereka adalah suami isteri sah karena saksi mengetahuan pernikahannya;—————————— —————————————————————————

> Bahwa, sepengetahuan saksi setelah menikah, Penggugat dan Tergugat membina rumah tangga di rumah orang tua Penggugat di Cinanggung selama kurang labih 3 bulan, belum dikaruniai anak; ———— ————————————— > Bahwa, sepengetahuan saksi semula rumah tangga Penggugat dan Tergugat rukun dan harmonis, namun kemudian Penggugat berangkat kerja ke Saudi Arabia atas izin Tergugat selama kurang lebih 2 tahun dan Penggugat pemah kirim uang kepada Tergugat sebesar Rp 7.000.000,00 yang katanya uang tersebut untuk dibelikan tanah sawah atau lainnya yang berharga, namun oleh Tergugat tidak dibelikan barang apapun; —————————————————— > Bahwa, Penggugat 1 bulan yang lalu datang dari Arab ke rumah orang tuanya dan setelah bertemu dengan Tergugat menanyakan kiriman uang tersebut, namun terjadi ribut mempeamasalahkan kiriman uang Penggugat sebesar Rp.7.000,000,00 oleh Tergugat tidak dibelikan barang apapun, lalu Penggugat minta uangnya dikembalikan


(3)

dan sejak Penggugat pulang dari Arab Saudi sampai sekarang mereka tetap berpisah

dan tidak pernah kumpul lagi, masing-masing berada dirumah orang tuanya;

————

> Bahwa, saksi sebagai tetangga dekat dan juga keluarga yang lain telah berusaha

untuk mendamaikan Penggugat dan Tergugat agar kembali berumah tangga lagi,

tetapi tidak berhasil, karena Penggugat tetap ingin menghendaki cerai dan nampaknya

rumah tangga Penggugat dengan Tergugat sudah sulit untuk disatukan lagi;

————

————————————————————————

Bahwa,

Penggugat

membenarkan

keterangan saksi tersebut dan tidak

mengajukan tambahan keterangan dan bukti/saksi lagi dan Penggugat telah

menyampaikan kesimpulan secara lisan yang pada pokoknya tetap pada

pendiriannya dan mohon agar perkaranya segera diputus ;

———————————

Bahwa, untuk mempersingkat uraian putusan ini selanjutnya menunjuk kepada berita acara persidangan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari putusan ini; ———

PERTIMBANGAN HUKUMNYA

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah

sebagaimana tersebut diatas ;

——————————————————————————

Menimbang, bahwa Penggugat pada hari-hari persidangan yang telah ditentukan

datang menghadap sendiri dipersidangan dan telah menyampaikan keterangan dan

penjelasan atas gugatannya serta telah meneguhkan dalil-dalil gugatannya dengan

menghadirkan saksi-saksi dan surat-surat bukti;

—————————————————

Menimbang, bahwa Tergugat tidak pemah hadir di persidangan dan tidak pula menyuruh orang lain sebagai kuasanya untuk datang di persidangan, meskipun Pengadilan telah memanggil Tergugat dengan patut dan ternyata ketidak hadirannya tersebut tidak ada aksan yang sah menurut hukum, karena itu Tergugat harus dinyatakan dalam keadaan tidak hadir dan pemeriksaan perkara ini dilakukan tanapa hadirnya Tergugat, sebagaiamana ketentuan pasal 125 HIR; —————————————————————————————————— Menimbang, bahwa Tergugat tidak hadir dipersidangan dan tidak mengajukan jawaban, dengan demikian Tergugat tidak hendak membantah dalil-dalil gugatan Penggugat dan dengan senditinya dalil-dalil gugatan Penggugat tersebut telah menjadi fakta hukum yang Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan Penggugat yang dikuatkan oleh keterangan para saksi antara Penggugat dan Tergugat harus dinyatakan terbukti telah terikat oleh perkawinan yang sah sebagaimana bukti P-l (Duplikat Kutipan Akta. Nikah Nomor : Kk.28.01.01/Pw.01/12/2007 tanggal 01 Pebruari 2007 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Serang, Kabupaten Serang ) ; —————————————————————— Menfmbang, bahwa gugatan Penggugat tersebut didasarkan pada dalil yang pada pokoknya sebagai berikut : ——————————————————————————————————————


(4)

• Bahwa, rumah tangga Penggugat dan Tergugat selama 3 bulan pertama rukun dan harmonis, namun kemudian Penggugat meminta izin kepada Tergugat selaku suami untuk bekerja di Saudi Arabia dan Tergugat mengizinkannya dan sejak bulan ke 4 Penikahan Penggugat dengan Tergugat pisah tempat tinggal karena Penggugat bekerja di Arab, sedangkan Tergugat pulang kerumah orang tuanya di Kragilan; —

• Bahwa, setelah Penggugat bekerja selama 6 bulan, Penggugat mengirim uang kepada Tergugat sebesar kurang lebih Rp 7.000.000,00 ( tujuh juta rupiah ) dengan tujuan untuk dipergunakan membeli sawah atau barang lainnya agar hasil kerja Penggugat ada manfaatnya/buktinya ; —————————:————————————

• Bahwa, ternyata Tergugat telah tidak bertanggung jawab dan tidak memanfaatkan hasil usaha Penggugat dan Tergugat tidak mempergunakan uang tersebut sebaik mungkin, tetapi telah menggunakannya dengan tidak jelas untuk apa?; ———————

• Bahwa, setelah 2 tahun Penggugat bekerja selama 2 tahun di Saudi Arabia, Penggugat pulang kerumah orang tua Penggugat dan Penggugat meminta Tergugat datang ke rumah orang tua Penggugat, namun ia tidak pernah mau datang, sehingga Penggugat menyusulnya beberapa kali dan setelah Penggugat bertemu dengan Tergugat, Penggugat menanyakan tentang uang yang pernah dikirim Penggugat, namun Tergugat hanya diam, lalu Penggugat meminta untuk dikembalikan, namun hanaya dapat memberikan sebesar Rp 3.460.000,00 itupun setelah ribut terlebih dahulu; ——————————————————————— ————

Menimbang, bahwa Penggugat telah mengajukan saksi saksi yaitu : NAJIB bin DELIMAN dan ASURI bin KARTA, kedua orang saksi tersebut telah menyampaikan kesaksian dibawah sumpahnya yang dihubungkan bersama sama atau satu sama lain pada pokoknya menunjukan bahwa adanya fakta yang memperkuat dalil —dalil gugatan Penggugat; — ————————————————

Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah berusaha memberikan nasehat kepada Penggugat dengan sungguh-sungguh bahkan dari pihak keluarga juga telah berusaha dan menyatakan sudah tidak sanggup mendamaikan mereka lagi sebagaimana yang diamanatkan pasal 39 Undang undang Nomor 1 tahun 1974 ayat(l)jopasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo pasal 70 ayat(l) Undang-undang nomor 7 tahun 1989 jo pasal 131 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, namun usaha perdamaian tersebut tidak berhasil;—————————— ———

Menimbang, bahwa Penggugat dipersidangan secara tegas menyatakan bahwa dia tidak bersedia hidup rukun lagi sebagai suami isteri dan tetap menghendaki perceraian, hal mana meriipakan petunjuk bahwa antara Penggugat dan Tergugat


(5)

tidak ada harapan akan hidup rukun dalam rumah tangga, bahkan kini telah berpisah tempat tinggalnya , sehingga tujuan perkawinan sebagaimana ketentuan pasal 1 Undang undang Nomor 1 tahun 1974 jo pasal 3 Kompilasi Hukum Islam tidak mungkin terwujud ; ———— Menimbang, sejak terjadinya pertengkaran dan perselisihan tersebut sampai dengan akhir proses persidangan, ternyata tidak terjadi perubahan sikap diantara para pihak untuk rukun kembali. Hal tersebut cukup dapat dijadikan sebagai petunjuk/dalil oleh Majelis Hakim, bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus ; ———— —————————————————————————:— Menimbang, bahwa berdasarkan fakta fakta

tersebut diatas dan sikap Penggugat tersebut cukup dijadikan petunjuk/bukti bahwa perkawinan Penggugat dan Tergugat benar benar telah pecah dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi sebagai suami isteri, sehingga Majelis Hakim berkesimpulan bahwa satu satunya cara yang dapat ditempuh secara adil adalah perceraian ;—————————————

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan pertimbangan tersebut diatas maka gugatan Penggugat dipandang telah mempunyai cukup alasan dan telah memenuhi ketentuan pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, oleh karenanya gugatan Penggugat patut dikabulkan; -

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 maka biaya perkara ini dibebankan kepada Penggugat;——

Mengingat segala ketentuan perundang undangan yang berlaku dan Hukum Islam yang berkaitan dengan perkara ini; ———————————————————————

MENGADILI

1. Menyatakan, bahwa Tergugat yang telah dipanggil dengan patut untuk datang menghadap dipersidangan, tidak hadir; ——————————————————————

2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek ;____________________________________ 3. Menjatuhkan talak satu ba'in shugro Tergugat ( A.ROHANI bin DULGANI) terhadap Penggugat ( SARNIYAH binti SAKIM); ———————————————

4. Menghukum kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara yang hingga Kini diperhitungkan sebesar Rp 306.000,00 (tiga ratus enam ribu rupiah ); ————— Demikian putusan ini dijatuhkan di Pengadilan Agama Serang pada hari


(6)

SELASA tanggal 10 APRIL 2007 Masehi bertepatan dengan tanggal 22 RABIUL AWWAL 1428 Hijriyah oleh kami YASYHURI,S.Ag selaku Ketua Majelis, Dra. NURHAYATI dan Drs. A.BAKHRI SYAMS masing masing selaku HakimAnggota dan didampingi oleh HAMID SAFI,S.Ag. sebagai Panitera Pengganti, yang pada hari itu juga putusan tersebut diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dengan dihadiri oleh Penggugat tanpa hadirnya Tergugat; —— ——————————————————

HAKIM ANGGOTA, KETUA MAJELIS ttd. Ttd. Dra. NURHAYATI

YASYHURI,S.Ag HAKIM ANGGOTA PANITERA PENGGANTI,

Ttd. Ttd. Drs. A. BAKAHRI SYAMS HAMID SAFLS.Ag Perincian biava perkara:

Administrasi,... Rp 50.000,00 APP,... Rp 100.000,00 Panggilan Penggugat...Rp. 50.000,00 Panggilan Tergugat... Rp 100.000,00 Materai,... Rp 6.000.00

J u m 1 a h... Rp 306.000,00 (tiga ratus enam ribu rupiah) CATATAN:

ini diberitahukan kepada Tergugat tanggal 1. Putusan

2. Putusan ini mempunyai i kekuatan hukuni tetap tanggal