d. Analisis konfirmasi
Hasil deteksi yang telah dilakukan dengan metode TLC kemudian dikonfirmasi menggunakan metode HPLC. Pada metode HPLC terdiri atas 3 tahap,
yakni tahap derivatisasi, analisis, serta perhitungan. Metode HPLC yang digunakan adalah fase terbalik reversed phase dengan fase gerak akuabides : methanol grade
: asam asetat glacial = 65 : 15 : 20 yang telah melalui proses vacuum filtering dengan sonikator.
Sebanyak 1 mL ekstrak sampel diderivatisasi dengan menambahkan 50 µL TFA dan 200 µL n-heksana lalu didiamkan selama 15 menit di ruang asam.
Selanjutnya sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu ±50°C selama 10 menit. Kemudian sampel dilarutkan dalam 1 mL fase gerak dan diinjeksikan ke dalam
HPLC. Hasil analisis kemudian ditampilkan dalam bentuk kromatogram.
B. Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk tabel. Pengolahan data seperti penyeragaman satuan dalam bentuk satuan ppb part per billion dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan
perbandingan hasil dari masing-masing penelitian.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Produksi Aflatoksin Metode Davis et al. 1966
Penelitian yang dilakukan oleh N. D. Davis, U. L. Diener, dan D. W. Eldridge di Alabama bertujuan untuk melihat bagaimana kondisi kultur mempengaruhi produksi
aflatoksin B
1
dan G
1
yang dihasilkan oleh Aspergillus flavus ditumbuhkan pada medium cair yang mengandung sucrose yeast extract dalam kultur tetap dan membandingkan kemampuan
dalam menghasilkan aflatoksin oleh beberapa isolat A. flavus. Dalam penelitian dilihat bagaimana pengaruh konsentrasi sukrosa, konsentrasi ekstrak khamir, penggunaan bahan
tambahan, variasi pH, waktu inkubasi, dan berbagai isolat terhadap produktivitas aflatoksin. Pengukuran berat miselia kering dilakukan dengan tujuan mengevaluasi pertumbuhan
kapang.
Tabel 6. Pengaruh konsentrasi sukrosa pada produksi aflatoksin oleh A. flavus pada media
mengandung 2 ekstrak khamir
a
Sukrosa Berat miselia
kering g100mL Aflatoksin
c
ppb
b
B
1
G
1
Total B
1
+ G
1
0.3 1,000
1,000 2,000
1 1.0
5,000 7,000
12,000 5
1.6 7,000
9,000 16,000
10 3.0
14,000 17,000
31,000 15
3.0 27,000
35,000 62,000
20 2.8
28,000 36,000
64,000 30
3.2 27,000
23,000 50,000
50 3.2
26,000 20,000
46,000
a
Sumber Davis et al. 1966
b
part per billion
c
data diolah
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa total aflatoksin terbesar terjadi pada media yang mengandung 15 dan 20 sukrosa dengan besaran 62,000 sampai 64,000 ppb. Total
aflatoksin yang terendah terjadi pada medium tanpa tambahan sukrosa sama sekali. Hal ini menunjukkan bagaimana kandungan nutrisi dalam medium mempengaruhi produksi
aflatoksin. Sukrosa dan ekstrak khamir merupakan nutrisi yang dibutuhkan untuk menghasilkan aflatoksin. Namun pada jumlah sukrosa yang lebih besar terjadi penurunan
total aflatoksin. Pada YES medium yang sudah mengandung 20 sukrosa merupakan media yang cukup baik untuk menumbuhkan Aspergillus flavus dan menghasilkan aflatoksin.