Latar Belakang Gambaran Tingkat Kelelahan pada Radar Controller di Salah Satu Bandara Internasional di Indonesia Tahun 2016.

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor transportasi menjadi salah satu tolok ukur dalam menentukan perkembangan sebuah negara. Sektor transportasi harus memiliki sistem manajemen yang sangat baik agar dapat melayani kebutuhan masyarakat penggunanya, sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat jika alat transportasi yang dipilihnya merupakan alat transportasi yang aman dan nyaman. Salah satu mode transportasi yang diminati oleh masyarakat adalah transportasi udara. Pesawat terbang merupakan alat transportasi komersial yang dapat menampung hingga ratusan penumpang Nurina, 2012. Menurut Eichenberger 1995 dalam Nurina 2012, alat transportasi udara ini dapat menjangkau berbagai wilayah yang jauh dengan waktu yang relatif singkat apabila dibandingkan menggunakan alat transportasi darat maupun laut. Badan Pusat Statistik BPS mencatat jumlah penumpang udara di sejumlah Bandara di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 72,6 juta orang, naik 5,6 persen dari tahun 2013 sebanyak 68,5 juta orang, jumlah penumpang angkutan udara domestik periode Januari - Desember 2014 mencapai 58,9 juta orang, meningkat 5,81 persen dari tahun 2013 sebanyak 55,7 juta orang. Jumlah penumpang terbanyak di Bandara Soekarno - Hatta sebanyak 20,3 juta orang atau 34,40 persen dari seluruh penumpang domestik diikuti Bandara Juanda Surabaya 7 juta oarang atau 11,86 persen. Sementara Penumpang di Bandara Kualanamu Medan 3,134 juta orang, Ngurah Rai Bali 4,516 juta. Untuk penumpang internasional baik yang menggunakan penerbangan nasional maupun asing mencapai 13,7 juta orang, meningkat 5,41 persen dari tahun 2013 sebanyak 13 juta orang Dirjen Perhubungan Udara, 2015. 2 Hal tersebut merupakan hal yang positif dalam industri penerbangan. Namun seiring dengan bertambahnya jumlah pesawat terbang, tentunya diperlukan pengawasan, pemanduan dan pengontrolan yang ketat terhadap pergerakan pesawat- pesawat tersebut. Mengawasi, memandu, dan mengontrol pergerakan pesawat di udara hingga mendarat di bandara tujuan merupakan tugas dari pemandu lalu lintas penerbangan atau dikenal sebagai Air Traffic Controller ATC. Bandar udara internasional tersebut merupakan salah satu bandar udara yang sibuk di Indonesia. Hal tersebut terjadi karena bandara tersebut berada di kepulauan yang merupakan destinasi pariwisata tidak hanya bagi wisatawan domestik, namun juga bagi wisatawan internasional. Terdapat dua bagian controller pesawat yaitu, di bagian tower yang bertugas untuk mengatur pesawat yang terpantau di jarak pandang tower, serta bagian radar control bertugas mengontrol lalu lintas pergerakan semua pesawat di luar jarak pandang tower ATC. Dalam menjalankan tugasnya, para petugas pengatur lalu lintas udara memantau pergerakan pesawat dari alat radar control Haeny, 2009. Sudah barang tentu, tanggung jawab terhadap keselamatan jiwa penumpang merupakan beban tersendiri yang harus dipikul oleh setiap petugas ATC. Terjadinya miskomunikasi antara ATC dan pilot akan menjadi penyebab terjadinya insiden penerbangan. Jumlah radar controller di bandara internasional tersebut adalah 25 orang dibagi dalam 4 shift, yaitu shift pagi, siang, malam 1 dan malam 2. Di masing-masing shift, petugas yang bekerja sebanyak 5-6 orang. Penerbangan yang biasa dilayani mencapai 25 pesawat perjam. Namun pada jam sibuk jumlah penerbangan yang dilayani dapat mencapai 48 pesawat perjam. Hal tersebut menyebabkan beban kerja radar controller menjadi lebih tinggi. Karena dituntut untuk memiliki konsentrasi yang tinggi dalam 3 mengatur, mengawasi, dan mengontrol pesawat, agar penerbangan yang diawasi terhindar dari insiden kecelakaan di udara. Beban yang dipikul oleh ATC akan meningkat jika terjadi sesuatu hal, diantaranya cuaca yang buruk untuk penerbangan, peralatan navigasi dan komunikasi yang tidak berfungsi dengan baik, serta sistem rotasi shift yang tidak sesuai atau tidak berjalan sebagaimana mestinya. Di samping itu, petugas ATC harus duduk dengan durasi yang cukup lama dan hanya memandangi layar monitor serta hanya berkomunikasi dengan pilot, juga akan menciptakan kondisi lingkungan kerja yang membosankan sehingga dikhawatirkan dapat menurunkan tingkat kewaspadaan terhadap tugas yang dilaksanakannya. Walaupun jam kerja sudah diatur, namun, tiap rutinitas pasti memiliki titik jenuh Widodo, dkk., 2015. Dengan beban kerja yang tinggi tersebut, tentunya akan menyebabkan terjadinya kelelahan pada petugas ATC khususnya radar controller. Kelelahan merupakan hal yang umum dialami banyak orang. Semakin banyak aktivitas seseorang, maka kemungkinan seseorang mengalami kelelahan semakin tinggi. Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar tubuh terhindar dari kerusakan sehingga terjadi pemulihan setelah melakukan istirahat. Masing-masing individu menunjukkan kondisi atau tingkat kelelahan yang berbeda, yang berakibat pada berkurangnya efisiensi kerja dan kapasitas kerja hingga ketahanan tubuh. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan yaitu faktor umur, jenis kelamin, lama bekerja, status kesehatan, shift kerja, waktu kerja, dan pola tidur. Menurut Suma’mur 2009, faktor-faktor yang berasal dari beban tambahan dapat mempengaruhi terjadinya kelelahan yaitu faktor fisik seperti cahaya, kebisingan, dan cuaca kerja. Kemudian faktor kimia seperti debu, faktor biologis seperti virus, dan 4 binatang pengganggu, faktor fisiologis meliputi sikap dan cara kerja, serta faktor psikologis meliputi suasana kerja, stres kerja maupun hubungan dengan rekan kerja. Faktor jenis kelamin memiliki pengaruh terhadap kejadian kelelahan, hasil penelitian yang dilakukan Cruz, dkk., dalam Serber, dkk. 2010, bahwa ada perbedaan gender diantara petugas ATC. ATC wanita dilaporkan memiliki kelelahan yang kronis dibandingkan dengan ATC laki-laki. ATC wanita juga lebih banyak tidur pada hari- hari libur mereka, ini menunjukkan bahwa mereka memiliki hutang tidur yang lebih besar pada akhir pekan atau lebih banyak memerlukan waktu tidur. Namun, penelitian ini tidak mengukur jumlah capaian waktu tidur individu dengan shift kerja mereka. Menurut Costa dalam Serber, dkk. 2010, beberapa studi terkait umur menunjukkan, bahwa ATC kurang tahan terhadap stres dan lebih rentan terhadap kelelahan karena mereka mengalami gangguan circadian rhythm. Dalam survei yang dilakukan FAA Federal Aviation Administration selama tahun 2010, sebanyak 3.268 personil ATC di Amerika Serikat menyelesaikan secara online “NASA ATC Fatigue Factors Survey.” Berdasarkan actigraphy and sleep logs hasil survei petugas ATC rata-rata memperoleh waktu tidur selama 5,8 jam per malam selama seminggu. Terkait shift kerja, 78 survei responden yang telah teridentifikasi, bahwa shift kerja merupakan penyebab kelelahan pada petugas ATC. Orasanu, dkk., 2012

1.2. Rumusan Masalah