Perbaikan Tingkat Illuminasi untuk Mengurangi Kelelahan Mata pada Operator Bagian Penyortiran Botol di PT. Sinar Sosro

(1)

PERBAIKAN TINGKAT ILLUMINASI UNTUK

MENGURANGI KELELAHAN MATA PADA OPERATOR

BAGIAN PENYORTIRAN BOTOL DI PT. SINAR SOSRO

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

RIRIN NOVRIANTI NIM. 060403034

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Sarjana ini. Tugas Sarjana ini ditulis untuk memenuhi persyaratan ujian sarjana dan bagian dari kurikulum untuk mendapat gelar sarjana teknik di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Penulis melaksanakan Tugas Sarjana pada PT. Sinar Sosro yang bergerak dalam pembuatan minuman ringan dengan judul penelitian “Perbaikan Tingkat Illuminasi untuk Mengurangi Kelelahan Mata pada Operator Bagian Penyortiran Botol di PT. Sinar Sosro.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, karena pengetahuan dan pengalaman penulis yang masih terbatas. Oleh karena itu penulis harapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan laporan ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan agar laporan Tugas Sarjana ini dapat memberikan manfaat baik bagi kita semua.

Universitas Sumatera Utara Medan, Desember 2010

Penulis

060403034 Ririn Novrianti


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam melaksanakan Tugas Sarjana sampai dengan selesainya laporan ini, banyak pihak yang telah membantu, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang,MSIE, selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penulisan laporan.

2. Ibu Ir.Nazlina,M.T, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penulisan laporan.

3. Ibu Ir.Rosnani Ginting, M.T selaku Ketua Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

4. Bapak Ir.Ukurta Tarigan, M.T selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik dan Koordinator Laboratorium Studio Audio Visual dan Menggambar Teknik serta selaku Dosen Pembanding III yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penulisan laporan. 5. Bapak Ir.Poerwanto,M.Sc, selaku Dosen Pembanding I yang telah

meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penulisan laporan. 6. Ibu Ir.Anizar,M.Kes, selaku Dosen Pembanding II yang telah meluangkan

waktunya untuk membimbing penulis dalam penulisan laporan. Lisa afdila nofia Amapd

7. Keluarga tercinta, Ayahanda Jusman dan Ibunda Ermiati serta kakak-kakak tercinta, Reni Febmita, Hengki Okmitoria,Amd, Lisa Afdila Nofia,AmaPd dan


(6)

Firmansyah Ade Putra,Amd dan tidak terlupakan keponakan-keponakan tersayang, Syifa Annisa, Muhammmad Kemal Husein dan Zidan Fatur Rahman yang telah banyak memberikan kasih sayang, perhatian, semangat dan dukungan baik materil maupun moril.

8. Spesial kepada Prasetya Ari Wardana yang sangat banyak memberikan kasih sayang dan perhatian dalam suka dan duka.

9. Bapak Ir. Sugiharto , MT dan Bapak Aulia Ishak.S.T,MT, selaku koordinator Tugas Akhir.

10.Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

11.Seluruh pegawai, staf dan karyawan Bagian Produksi PT. Sinar Sosro Medan yang telah membantu penulis dalam pengambilan data di lapangan.

12.Kepada Maya Triani, Ok Rahma Putri Maya Sari dan Yansen Siswanto atas kerjasamanya dalam menyelesaikan laporan ini.

13.Kepada teman-teman stambuk 2006 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas motivasi dan kerjasamanya.

14.Keluarga besar asisten Laboratorium Studio Audio Visual dan Menggambar Teknik Teknik Industri, Universitas Sumatera Utara.


(7)

ABSTRAK

Proses penyortiran botol merupakan salah satu proses produksi dalam pembuatan teh botol sosro di PT. Sinar Sosro. Penyortiran botol ini bertujuan untuk memeriksa botol yang cacat/ non standar (botol retak, botol kusam, botol kotor dan botol asing) setelah melewati proses pencucian botol. Selama ini, setelah proses penyortiran dilakukan masih dijumpai botol cacat yang tidak tersortir oleh selektor. Hal ini disebabkan karena selektor mengalami kelelahan mata pada saat melakukan pekerjaannya. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kelelahan mata selama melakukan pekerjaan. Faktor yang dipilih adalah faktor illuminasi (140 lux, 160 lux, 180 lux dan 200 lux), faktor interval waktu rotasi kerja (30 menit dan 45 menit) dan faktor shfit kerja (shift 1, shift 2 dan shift 3).

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data Flicker Fusion Frequency mata selektor dan data botol cacat yang tersortir dan tidak tersortir oleh selektor untuk setiap perlakuan eksperimen yang dikenakan. Data ini pertama kali diuji dengan Kolmogorov-Smirnov untuk membuktikan bahwa data berdistribusi normal. Setelah itu data ini kemudian diuji dengan menggunakan uji Bartlett

untuk membuktikan bahwa kelompok sampel tiap perlakuan memiliki variansi yang sama. Setelah diuji keseragaman, data ini diolah dengan menggunakan metode analisa variansi (ANAVA) untuk eksperimen faktorial 4 x 2 x 3 model III (dua faktor acak, satu faktor tetap).

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisa variansi, didapatkan bahwa ketiga faktor yang terlibat akan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai Flicker Fusion. Dan hasil dari perhitungan korelasi antara nilai Flicker Fusion Frequecy dengan persentase botol cacat yang tidak tersortir oleh selektor didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,0601. Nilai ini menunjukkan adanya hubungan yang lemah antara nilai Flicker Fusion Frequency

mata operator dengan persentase botol cacat yang tidak tersortir.

Dengan menggunakan illuminasi 160 lux dan interval waktu rotasi kerja selama30 menit tidak terjadi kelelahan mata dan dapat menurunkan persentase jumlah botol cacat sebesar 31,5 % dibandingkan dengan illuminasi 140 lux dan interval waktu rotasi kerja selama 30 menit yang selama ini diterapkan. Hal ini berarti akan dapat meningkatkan produktivitas pada PT. Sinar Sosro

Kata Kunci: illuminasi, interval waktu rotasi kerja, flicker fusion frequency,


(8)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR . ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH . ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL . ... xii

DAFTAR GAMBAR . ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian ... I-3 1.4. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-4 1.5. Manfaat Penelitian ... I-4 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana ... I-5


(9)

DAFTAR ISI (lanjutan)

BAB HALAMAN

II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Organisasi dan Manajemen. ... II-2 2.2.1. Struktur Organisasi ... II-2 2.3. Proses Produksi ... II-2 2.3.1. Bahan Produksi ... II-4 2.3.2. Uraian Proses Produksi ... II-5

III. LANDASAN TEORI . ... III-1 3.1. Teori ... III-1 3.1.1. Kelelahan ... III-1 3.1.2. Mekanisme Kelelahan ... III-2 3.1.3. Kelelahan Mata ... III-4 3.1.4. Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Mata ... III-5 3.1.4.1. Faktor Manusia ... III-5 3.1.4.2. Faktor Lingkungan ... III-5 3.1.4.3. Faktor Pekerjaan ... III-7 3.2. Defenisi Variabel Operasional ... III-7


(10)

DAFTAR ISI (lanjutan)

BAB HALAMAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN . ... IV-1 4.1. Jenis Penelitian ... IV-1 4.2. Lokasi Penelitian ... IV-1 4.3. Metodologi Penelitian ... IV-1 4.3.1. Pengumpulan Data ... IV-2 4.4. Instrumentasi Penelitian ... IV-3 4.5. Kerangka Konseptual... IV-4

V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test. V-1 5.2. Uji Homogenitas Varians dengan Uji Barlett ... V-6 5.2.1. Uji Bartlett terhadap Faktor Illuminasi ... V-7 5.2.2. Uji Bartlett terhadap Faktor Interval Waktu

Rotasi Kerja ... V-10 5.2.3. Uji Bartlett terhadap Faktor Shift Kerja ... V-12 5.3. Perhitungan Analisa Varian (ANAVA) ... V-14 5.4. Perhitungan Persentase Produk Non Standar ... V-21 5.5. Perhitungan Koefisien Korelasi... V-21


(11)

DAFTAR ISI (lanjutan)

BAB HALAMAN

VI. ANALISIS DAN EVALUASI . ... VI-1 6.1. Analisis. ... VI-1 6.2. Evaluasi. ... VI-7

VII. KESIMPULAN DAN SARAN . ... VII-1 7.1. Kesimpulan. ... VII-1 7.1. Saran. ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

5.1. Hasil Perhitungan Uji Kolmogorov-Smirnor untuk

Data Flicker Fusion Frequency ... V-3 5.2. Data Flicker Fusion Frequency untuk

Taraf Faktor Illuminasi ... V-8 5.3. Data Flicker Fusion Frequency untuk

Taraf Faktor Interval Waktu Rotasi Kerja ... V-10 5.4. Data Flicker Fusion Frequency untuk

Taraf Faktor Shift Kerja ... V-12 5.5. Data Flicker Fusion Frequency Faktorial 4 x 2 x 3 ... V-16 5.6. Daftar Faktorial a x b x c ... V-17 5.7. Daftar Faktorial a x b... V-17 5.8. Daftar Faktorial a x c ... V-18 5.9. Daftar Faktorial b x c... V-18 5.10. Daftar ANAVA Flicker Fusion Frequency untuk

Eksperimen Faktorial 4 x 2 x 3 ... V-20 5.11. Perhitungan Persentase Botol Non Standar yang

Tidak Tersortir ... V-22 5.12. Perhitungan Koefisien Korelasi Flicker Fusion

Frequency (Detik) dengan Persentase Botol Non Standar

yang Tidak Tersortir ... V-23 6.1. Perbandingan Kondisi Awal dengan Kondisi Usulan ... VI-8


(13)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT. Sinar Sosro Deli Serdang ... II-3 3.1. Sistem Penghambat dan Pergerakan Kelelahan ... III-2 4.1. Blok Diagram Metodologi Penelitian ... IV-2 4.2. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-4 6.1. Posisi Operator Aktual ... VI-3 6.2. Posisi Kerja Percobaan Aktual (Operator A) ... VI-4 6.3. Posisi Kerja Percobaan Aktual (Operator B) ... VI-5 6.4. Posisi Kerja Percobaan Aktual (Operator C) ... VI-6 6.5. Persentase Jumlah Botol Non Standar ... VI-9 6.6. Usulan Perbaikan Sortasi Botol dengan

Tingkat Illuminasi 160 Lux ... VI-10 6.7. Potongan a-a ... VI-11


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab pada PT.Sinar Sosro .. L-1 2. Pengumpulan Data ... L-6 3. Langkah-Langkah Pengolahan Uji Bartlet

dan Analisis Varian ... L-12 4. Tabel Nilai Kritis Uji Kolmogorov-Smirnov... L-22 5. Tabel Nilai Kritis Uji Bartlett ... L-23 6. Tabel Nilai Kritis Sebaran F untuk Uji ANAVA ... L-25


(15)

ABSTRAK

Proses penyortiran botol merupakan salah satu proses produksi dalam pembuatan teh botol sosro di PT. Sinar Sosro. Penyortiran botol ini bertujuan untuk memeriksa botol yang cacat/ non standar (botol retak, botol kusam, botol kotor dan botol asing) setelah melewati proses pencucian botol. Selama ini, setelah proses penyortiran dilakukan masih dijumpai botol cacat yang tidak tersortir oleh selektor. Hal ini disebabkan karena selektor mengalami kelelahan mata pada saat melakukan pekerjaannya. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kelelahan mata selama melakukan pekerjaan. Faktor yang dipilih adalah faktor illuminasi (140 lux, 160 lux, 180 lux dan 200 lux), faktor interval waktu rotasi kerja (30 menit dan 45 menit) dan faktor shfit kerja (shift 1, shift 2 dan shift 3).

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data Flicker Fusion Frequency mata selektor dan data botol cacat yang tersortir dan tidak tersortir oleh selektor untuk setiap perlakuan eksperimen yang dikenakan. Data ini pertama kali diuji dengan Kolmogorov-Smirnov untuk membuktikan bahwa data berdistribusi normal. Setelah itu data ini kemudian diuji dengan menggunakan uji Bartlett

untuk membuktikan bahwa kelompok sampel tiap perlakuan memiliki variansi yang sama. Setelah diuji keseragaman, data ini diolah dengan menggunakan metode analisa variansi (ANAVA) untuk eksperimen faktorial 4 x 2 x 3 model III (dua faktor acak, satu faktor tetap).

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisa variansi, didapatkan bahwa ketiga faktor yang terlibat akan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai Flicker Fusion. Dan hasil dari perhitungan korelasi antara nilai Flicker Fusion Frequecy dengan persentase botol cacat yang tidak tersortir oleh selektor didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,0601. Nilai ini menunjukkan adanya hubungan yang lemah antara nilai Flicker Fusion Frequency

mata operator dengan persentase botol cacat yang tidak tersortir.

Dengan menggunakan illuminasi 160 lux dan interval waktu rotasi kerja selama30 menit tidak terjadi kelelahan mata dan dapat menurunkan persentase jumlah botol cacat sebesar 31,5 % dibandingkan dengan illuminasi 140 lux dan interval waktu rotasi kerja selama 30 menit yang selama ini diterapkan. Hal ini berarti akan dapat meningkatkan produktivitas pada PT. Sinar Sosro

Kata Kunci: illuminasi, interval waktu rotasi kerja, flicker fusion frequency,


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Produktivitas kerja karyawan merupakan faktor penting bagi perusahaan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja karyawan salah satunya adalah lingkungan kerja yang ideal. Suatu lingkungan kerja dikatakan ideal apabila seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan tepat, aman serta mendapatkan nilai produktivitas yang baik.

Selain produktivitas, kualitas produk juga harus diperhatikan oleh perusahaan, karena percuma apabila produktivitas tinggi tapi kualitas dari produk yang dihasilkan rendah. Kualitas produk yang rendah akan membuat konsumen akan meninggalkan produk dan beralih ke produk lain sejenis dengan kualitas yang lebih baik.

PT. Sinar Sosro merupakan perusahaan yang memproduksi minuman teh dalam kemasan, baik kemasan genggam maupun kemasan botol. Untuk kemasan botol, melalui proses pemilihan botol, pencucian botol, penyortiran botol yang sudah dicuci, memasukkan teh kedalam botol, memasang tutup botol, dan menyusun ke dalam krat. Pada proses penyortiran botol yang sudah dicuci sering terjadi kesalahan kerja sehingga lolosnya botol tidak layak pakai saat penyortiran. Kriteria botol tidak layak pakai yaitu masih terdapatnya kotoran pada botol baik sedikit maupun banyak.


(17)

Pada penelitian sebelumnya (Velino,2010) telah didesain beberapa perlakuan pada pekerja yakni illuminasi sebesar 110 lux dan 140 lux, waktu interval rotasi kerja yaitu 15 menit, 30 menit dan 45 menit yang di teliti pada setiap shif kerja. Hasil penelitiannya adalah desain illuminasi 140 lux dengan interval waktu rotasi kerja 15 menit. Karena pada desain tersebut jumlah botol yang tidak layak pakai lolos saat penyortiran paling sedikit sebanyak 52 botol. Sedangkan desain penelitian dengan illuminasi 110 lux dan waktu interval rotasi kerja 45 menit adalah desain dengan jumlah botol yang tidak layak pakai paling besar sebanyak 136 botol.

Banyaknya jumlah botol yang tidak tersortir disebabkan karena operator mengalami kelelahan khususnya kelelahan mata. Obyek gambar yang berupa garis maupun bidang, apabila dilihat dengan penerangan yang tidak memadai akan menyebabkan otot iris mengatur pupil sesuai dengan intensitas penerangan yang ada. Kekurangan intensitas penerangan menyebabkan otot iris memaksa pupil untuk melihat objeknya dan apabila dilakukan terlalu lama akan menyebabkan kelelahan mata. Pada penelitian ini standar dari tingkat illuminasi yang akan jadi acuan adalah sebesar 200 lux berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 261 Tahun 1998.

Riski Cahya Aryanti, 2006 meneliti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara penerangan dengan kelelahan mata dimana intensitas cahaya yang kurang akan meningkatkan daya akomodasi mata. Peningkatan daya akomodasi ini akan berdampak secara langsung terhadap kelelahan mata.


(18)

Fathoni Firmansyah, 2010 juga meneliti pengaruh intensitas penerangan terhadap kelelahan mata pada pekerja bagian pengepakan PT.IKAPHARMINDO PUTRAMAS JAKARTA TIMUR. Hasil penelitiannya adalah terdapat pengaruh yang signifikan antara intensitas penerangan terhadap kelelahan mata pekerja.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dengan judul “Perbaikan Tingkat Illuminasi untuk Mengurangi Kelelahan Mata pada Operator Bagian Penyortiran Botol di PT. Sinar Sosro, agar didapat tingkat illuminasi yang tepat untuk mengurangi jumlah botol tidak layak pakai lolos saat penyortiran oleh pekerja pada bagian penyortiran botol.

1.2. Perumusan Masalah

Masalah adalah kesenjangan antara hasil yang terjadi dengan yang diharapkan. Pada penelitian ini yang merupakan masalah adalah

a. Tingkat Illuminasi yang kurang. b. Cepat terjadinya kelelahan mata.

Berdasarkan latar belakang masalah maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah melihat pengaruh tingkat illuminasi terhadap kelelahan mata.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah memperbaiki tingkat illuminasi yang tepat untuk operator bagian penyortiran pos II pada PT.Sinar Sosro agar jumlah botol yang tidak layak pakai dapat diturunkan atau dikurangi.


(19)

1.4. Batasan Masalah dan Asumsi

Adapun batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan pada pekerja bagian penyortiran botol pos II di PT. Sinar Sosro.

2. Penelitian dibatasi pada pembahasan mengenai tingkat illuminasi untuk mengurangi terjadinya kelelahan mata sehingga terjadi penurunan jumlah botol yang tidak layak pakai lolos saat penyortiran. Sehingga faktor lingkungan kerja lainnya seperti suhu dan kebisingan diusahakan tetap normal.

Adapun asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mesin dan peralatan kerja berada dalam kondisi tidak rusak. 2. Proses produksi berlangsung secara terus menerus.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berkut:

1. Memberi masukan bagi perusahaan dalam perbaikan tingkat illuminasi yang tepat bagi pekerja.

2. Memberikan kesempatan bagi penulis untuk menambah pengalaman secara nyata serta dapat menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di perkuliahan.

3. Sebagai pedoman bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan penelitian ini.


(20)

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana

Untuk memudahkan penulisan dan pembahasan Tugas Sarjana ini, maka dalam pembuatannya akan dibagi menjadi beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I. Pendahuluan

Menjelaskan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan dan asumsi, manfaat serta sistematika penulisan. BAB II. Gambaran Umum Perusahaan

Menguraikan secara singkat sejarah perusahaan, organisasi, dan proses produksi.

BAB III. Landasan Teori

Memaparkan teori-teori dasar yang diperoleh dari studi literatur guna menyelesaikan permasalahan dalam penelitian.

BAB IV. Metodologi Penelitian

Menampilkan langkah-langkah dan tahapan penelitian dimulai dari awal sampai akhir penelitian, meliputi data primer dan data sekunder. BAB V. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Mengidentifikasi seluruh data yang diperlukan dalam pemecahan masalah meliputi data primer dan data sekunder dan dilanjutkan pada pengolahan data.

BAB VI. Analisis dan Evaluasi

Menganalisa dan mengevaluasi hasil pengolahan data untuk mendapatkan pemecahan masalah.


(21)

BAB VII. Kesimpulan dan Saran

Memberikan hasil analisis dari keseluruhan penelitian sehingga dapat memberikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat bagi perusahaan.


(22)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Pabrik yang dimiliki Keluarga Sosrodjojo ini memulai usaha dengan menjual teh wangi pada tahun 1940 di Slawi, Jawa Tengah. Pada tahun 1965 keluarga Sosrodjojo melakukan pengembangan usaha ke Jakarta, awalnya pengembangan usaha ini terlihat tidak menguntungkan. Tetapi pada tahun 1969 usaha ini mulai memperlihatkan hasilnya. Sehingga pada tahun 1974 pabrik sosro pertama didirikan. Perusahaan yang berdiri dengan filosofi keluarga Sosrodjojo yakni niat baik bagi lingkungan dengan proses pengolahan dan limbah yang tidak merusak lingkungan dan bagi konsumen dengan tidak membahayakan kesehatan karena tidak mengandung pemanis, pewarna dan pengawet, hingga kini telah berkembang hingga 7 pabrik

PT.Sinar Sosro Deli Serdang merupakan salah satu dari 7 pabrik Sosro Group. Pengoperasian pabrik ini diresmikan tanggal 28 Juli 1984 dengan nama PT. Toba Sosro. Pada tanggal 2 Januari 1995, perusahaan berganti nama menjadi PT. Reksobudi Adijaya karena adanya pergantian mesin, tetapi nama ini hanya dipegang selama 5 tahun. Tahun 2000 terjadi penggabungan untuk memperkuat aset dan bisnis guna menghadapi era perdagangan bebas. Pengembangan cita rasa, target segmen, benefit dan kemasan menjadikan produk PT. Sinar Sosro merambah ke internasional.


(23)

PT. Sinar Sosro Deli Serdang, Sumatera Utara ini memiliki wilayah pendistribusian antara lain wilayah Sumatera Utara, NAD serta sebagian Sumbar dan Riau.

2.2. Organisasi dan Manajemen 2.2.1. Struktur Organisasi

PT. Sinar Sosro dalam mencapai tujuannya menggunakan stuktur organisasi berbentuk fungsional dan staf dimana wewenang dan kebijakan menurut spesialisasi tugas. Kepala bagian fungsional bertanggung jawab kepada CEO yang menggabungkan keputusan dan tindakan dari sudut pandang perusahaan secara keseluruhan. Tugas dan wewenang dapat dilihat pada lampiran. Struktur Organisasi PT. Sinar Sosro dapat dilihat pada Gambar 2.1 dihalaman berikut:

2.3. Proses Produksi

Adapun produk yang diproduksi di PT. Sinar Sosro adalah Fruit Tea

kemasan botol dan genggam, Prim-A, dan Teh botol sosro. Dalam melakukan proses produksi di lantai produksi PT. Sinar Sosro menggunakan 2 lini produksi yang terdiri dari lini 2, dan lini 3 serta 5 tipe formasi kerja yang terdiri dari formasi A, B, C, D dan E. Setiap formasi kerja lebih kurang terdiri dari 20 orang pekerja yang bekerja sebagai operator dan selektor.

Lini 1 terdiri dari 1 shift kerja yaitu shift 1 dengan jam kerja mulai dari pukul 08.00-16.00 WIB. Produk yang diproduksi pada lini 1 adalah air mineral


(24)

Prim-A dan Fruit Tea genggam. Lini 2 terdiri 3 shift kerja yaitu shift 1 dengan jam kerja pukul 00.00-08.00 WIB, shift 2 dengan jam kerja pukul 08.00-16.00 WIB dan shift 3 dengan jam kerja pukul 16.00-24.00 WIB. Produk yang diproduksi pada lini 2 adalah teh botol sosro. Formasi kerja yang bekerja pada lini 2 adalah formasi A, B dan C. Lini 3 terdiri 2 shift kerja yaitu shift 1 dengan jam kerja pukul 00.00-08.00 WIB, shift 3 dengan jam kerja pukul 16.00-24.00 WIB. Produk yang diproduksi pada lini 3 adalah Fruit Tea kemasan botol. Formasi kerja yang bekerja pada lini 3 adalah formasi D dan E.

2.3.1. Bahan Produksi

Adapun bahan yang digunakan dalam proses produksi di PT. Sinar Sosro ini terbagi atas tiga jenis yaitu bahan baku, bahan penolong, dan bahan tambahan. a. Teh Botol

Bahan baku yang digunakan adalah teh wangi (hasil blending antara teh hijau, bunga melati, dan bunga gambir), gula industri, dan air. Bahan penolong yang digunakan adalah pasir kuarsa, karbon, dan softener pada saat proses water treatment. Bahan tambahan yang digunakan adalah botol kaca, dan tutup botol (crown cock).

b. Fruit Tea Kemasan Botol dan Genggam

Bahan baku yang digunakan adalah teh hitam, gula industri, air, dan konsentrat sari buah. Bahan penolong yang digunakan adalah pasir kuarsa, karbon, dan softener pada saat proses water treatment. Bahan tambahan yang


(25)

digunakan adalah botol kaca, tetrapack, kardus untuk pengepakan kemasan

tetrapack, tutup botol, dan sedotan. c. Prim-A

Bahan baku yang digunakan adalah air. Bahan penolong yang digunakan adalah pasir kuarsa, karbon, dan softener pada saat proses water treatment.

2.3.2. Uraian Proses Produksi

Uraian proses produksi untuk masing-masing produk, yakni Teh Botol,

Fruit Tea, dan air mineral Prim-A adalah sebagai berikut: a. Teh Botol

Uraian prosesnya adalah sebagai berikut. Air tanah yang diambil dari kedalaman ± 200 m kemudian disterilkan melalui proses water treatment, yakni air disaring dengan pasir kuarsa di tanki 1, kemudian dimasukkan ke tanki 2 yang berisi karbon, setelah itu dimasukkan ke tanki 3 yang berisi

softener. Kemudian air dipanaskan hingga 100oC. Air panas tersebut dialirkan ke tanki teh untuk menyeduh teh wangi yang telah dimasukkan ke dalam tanki. Lalu secara bersamaan air panas tersebut juga dialirkan ke tanki gula industri untuk melarutkan gula menjadi sirup gula. Setelah diseduh, teh dialirkan ke tanki filtrox untuk memisahkan ekstrak teh dari ampas teh. Dari tanki filtrox ekstrak teh dialirkan ke tanki pencampuran. Sirup gula juga kemudian dialirkan ke tanki pencampuran. Hasil campuran antara ekstrak teh dan sirup gula dinamakan teh manis cair. Kemudian teh manis cair dialirkan ke mesin filler. Botol yang telah selesai dicuci dan disterilkan serta telah


(26)

diperiksa oleh mesin EBI (optiscan) dan operator, dibawa ke mesin filler

dengan belt conveyor. Kemudian teh manis cair diisi ke dalam botol dengan standar volume ± 3 ml dari head botol. Botol yang telah diisi langsung ditutup dengan crown cock yang telah disterilkan dengan penyinaran ultra violet. Setelah ditutup, botol dipindahkan ke dalam crate dan dipindahkan ke kamar karantina. Setelah selesai karantina, produk siap dipasarkan.

b. Fruit Tea

Uraian prosesnya adalah sebagai berikut. Air tanah yang diambil dari kedalaman ± 200 m kemudian disterilkan melalui proses water treatment, yakni air disaring dengan pasir kuarsa di tanki 1, kemudian dimasukkan ke tanki 2 yang berisi karbon, setelah itu dimasukkan ke tanki 3 yang berisi

softener. Kemudian air dipanaskan hingga 100oC. Air panas tersebut dialirkan ke tanki teh untuk menyeduh teh hitam yang telah dimasukkan ke dalam tanki. Lalu secara bersamaan air panas tersebut juga dialirkan ke tanki gula industri untuk melarutkan gula menjadi sirup gula. Kemudian sirup gula ditambahkan dengan konsentrat sari buah sesuai dengan jenis Fruit Tea yang hendak diproduksi. Setelah diseduh, teh dialirkan ke tanki filtrox untuk memisahkan ekstrak teh dari ampas teh. Dari tanki filtrox ekstrak teh dialirkan ke tanki pencampuran. Sirup gula juga kemudian dialirkan ke tanki pencampuran. Hasil campuran antara ekstrak teh dan sirup gula dinamakan teh manis cair. Kemudian teh manis cair dialirkan ke mesin filler. Botol yang telah selesai dicuci dan disterilkan serta telah diperiksa oleh mesin EBI (optiscan) dan operator, dibawa ke mesin filler dengan belt conveyor. Kemudian teh manis


(27)

cair diisi ke dalam botol dengan standar volume ± 3 ml dari head botol. Botol yang telah diisi langsung ditutup dengan crown cock yang telah disterilkan dengan penyinaran ultra violet. Setelah ditutup, botol dipindahkan ke dalam

crate dan dipindahkan ke kamar karantina. Setelah selesai karantina, produk siap dipasarkan.

c. Prim-A

Uraian prosesnya adalah sebagai berikut. Pada bagian mesin filling AMDK, botol/galon dibersihkan bagian luar. Kemudian dimasukkan ke ruang pencucian galon bagian dalam. Pada bagian dapur, air diproses dengan dimasukkan ke tanki 1 yang berisi pasir kuarsa, kemudian tanki 2 yang berisi karbon, kemudian tanki 3 yang berisi softener. Pada tanki 4 merupakan tanki buffer 1 yang berisi air karbon. Pada tanki 5 merupakan buffer 2 dimana air mengalami demineralisasi. Pada tanki 6 merupakan buffer 3 yang berisi karbon dan softener. Setelah selesai air dimasukkan ke mesin ozonator untuk menambah ozon ke dalam air. Kemudian dimasukkan ke final filler tank dan air diisi ke dalam galon. Galon yang telah berisi ditutup dan operator letakkan segel ke atas tutup botol. Kemudian mesin mengepres segel sehingga segel menempel rapat pada tutup botol. Setelah itu galon disusun ke rak galon untuk memeriksa ada tidaknya kebocoran.


(28)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Teori 3.1.1. Kelelahan

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot, sedangkan kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni (pekerjaan yang sifatnya monoton), intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, kondisi mental dan psikologis, status kesehatan, dan gizi (Grandjean, 1993).

Pada kelelahan umum (general fatigue), gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa mengantuk.

Kelelahan umum biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik,


(29)

keadaan dirumah, sebab- sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka, 2004: 107).

3.1.2. Mekanisme Kelelahan

Keadaan dan perasaan kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu korteks serebri, yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis yang dapat merangsang peralatan dalam tubuh kearah bekerja, berkelahi, melarikan diri dan sebagainya.

Gambar 3.1. Sistem Penghambat dan Penggerak Kelelahan (Suma’mur, 1996: 192)


(30)

Maka keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung kepada hasil kerja diantara dua sistem antagonis dimaksud. Apabila sistem penghambat lebih kuat seseorang dalam keadaan lelah. Sebaliknya manakala sistem aktivitas lebih kuat seseorang dalam keadaaan segar untuk bekerja. Konsep ini dapat dipakai menjelaskan peristiwa-peristiwa sebelumnya yang tidak jelas. Misalnya peristiwa seseorang dalam keadaan lelah, tiba-tiba kelelahan hilang oleh karena terjadi peristiwa yang tidak diduga sebelumnya atau terjadi tegangan emosi. Dalam keadaan ini, sistem penggerak tiba-tiba terangsang dan dapat mengatasi sistem penghambat. Demikian pula peristiwa dalam monotoni, kelelahan terjadi oleh karena hambatan dari sistem penghambat, walaupun beban kerja tidak begitu berat.

Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan berakibat terjadinya kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja pada sore hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan kadang-kadang sebelumnya. Perasaan lesu tampak sebagai suatu gejala. Gejala-gejala psikis ditandai dengan perbuatanperbuatan anti sosial dan perasaan tidak cocok dengan sekitarnya, sering depresi, kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif. Tanda-tanda psikis ini sering disertai kelainan-kelainan psikolatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan pencernaan, tidak dapat tidur dan lain-lain.

Kelelahan kronis demikian disebut kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan tingkat absentisme akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalami


(31)

konflikkonflik mental atau kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja memungkinkan faktor penting dalam sebab ataupun akibat (Suma’mur, 1996: 191-192).

3.1.3. Kelelahan Mata

Astenopia adalah gejala yang diakibatkan oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan. Istilah-istilah lain yang yang juga dipakai untuk tujuan yang sama adalah Eye Strain, Visual Discomfort dan Ocular Fatigue

atau disebut juga mata lelah.

Keluhan dapat diklarifikasi sebagai berikut.

1. Okular, misalnya mata terasa pegal, berat, cepat lelah, pedas, panas, tak nyaman atau sakit sekitar mata.

2. Visual, misalnya penglihatan menjadi kabur, rangkap atau penglihatan warna berkurang.

3. Referal, misalnya sakit kepala, bahu, dan punggung.

Astenopia dapat terjadi baik pada orang yang tergolong normal ataupun dengan adanya faktor-faktor di atas. Keluhan ini lebih banyak dijumpai pada umur lebih dari 40 tahun, para pemakai kacamata dan mereka yang bekerja mempergunakan penglihatan dekat dalam waktu yang lama. Wanita lebih sering menderita Astenopia daripada laki-laki.

Astenopia terjadi karena gangguan yang kompleks dan saling mempengaruhi pada proses sistem penglihatan seperti berikut :


(32)

1. Cahaya yang masuk ke mata dari benda yang tidak dilihat tidak cukup. 2. Pemusatan cahaya pada retina mata tidak sempurna.

3. Mekanisme pembangunan bayangan (fusi) oleh sistem penglihatan yang lebih sentral (otak) dan upaya untuk mempertahankannya tidak memadai.

3.1.4. Faktor Yang Mempengaruhi Kelelahan Mata 3.1.4.1. Faktor Manusia

a. Umur

Semakin tua seseorang, lensa semakin kehilangan kekenyalan sehingga daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan mata. Hal ini disebabkan setiap tahun lensa semakin berkurang kelenturannya dan kehilangan kemampuan untuk menyesuaikan diri.

b. Pengaruh Obat Obatan

Jenis obat midiatrik seperti atropine, homotropin, dan schopolamin dapat melumpuhkan otot siliar, jenis obat penenang sedetif jika dimakan teratur mempunyai efek dapat mengurangi produksi air mata yang dihasilkan oleh kelenjar laktimal, akibatnya mata menjadi kering dan mengalami iritasi.

3.1.4.2. Faktor Lingkungan.

a. Penerangan

Penerangan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan mata, akan tetapi penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan.


(33)

Penerangan yang memadai bisa mencegah terjadinya Astenopia (kelelahan mata) dan mempertinggi kecepatan dan efisien membaca. Penerangan yang kurang bukannya menyebabkan penyakit mata tetapi menimbulkan kelelahan mata. Penerangan di tempat kerja ditentukan oleh faktor sebagai berikut : 1) Kuantitas Cahaya

Intensitas penerangan yang dibutuhkan tergantung dari tingkat ketelitian yang diperlukan, bagian yang akan diamati, warna dari objek dan kemampuan dari objek tersebut untuk memantulkan cahaya yang jatuh padanya, serta brightness dari sumber objek.

2) Kualitas

Kualitas penerangan ditentukan oleh ada tidaknya kesilauan di tempat kerja, baik kesilauan langsung atau kesilauan karena pantulan cahaya dari permukaan yang menkilap dan bayangan. Kesilauan didefinisikan setiap “brightness” yang berada dalam lapangan penglihatan yang menyebabkan ketidaknyamanan, gangguan (annoyance), kelelahan mata dan atau gangguan penglihatan.

b. Suhu Udara

Seorang tenaga kerja akan bekerja secara efisien dan produktif bila tenaga kerja berada dalam tempat yang nyaman (comfort) atau dapat dikatakan efisiensi kerja yang optimal dalam daerah yang nikmat kerja, yaitu suhu yang sesuai, tidak dingin dan tidak panas. Bagi orang Indonesia suhu udara yang dirasa nyaman adalah berada antara 24 °C – 26 °C serta toleransi 2-3 °C di atas atau di bawah suhu nyaman.


(34)

3.1.4.3. Faktor Pekerjaan.

a. Lama Kerja

Waktu kerja bagi seorang tenaga kerja menentukan efisiensi dan produktivitasnya. Lamanya tenaga kerja bekerja sehari secara baik umumnya 6-8 jam. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbul kelelahan, penyakit dan kecelakaan kerja.

b. Beban Kerja

Beban kerja adalah pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga kerja baik berupa beban fisik maupun beban mental yang menjadi tanggung jawabnya.

3.2. Defenisi Variabel Operasional

Variabel yang merupakan terjemahan tertentu masih sering memiliki pengertian yang bersifat umum. Oleh karena itu, suatu penelitian harus mempunyai batas pengertian yang jelas dan mudah diukur, sehingga perlu dijelaskan arti setiap variabel tersebut dalam suatu definisi operasional.

a. Illuminasi

Iluminasi merupakan flux-flux yang berpendar dari suatu sumber cahaya yang dipancarkan pada suatu luas permukaan per luas permukaan. Illuminasi ini diukur dengan alat Lux Meter. Variabel ini dipengaruhi oleh sumber cahaya, cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda disekitar dan besar ruang kerja.


(35)

b. Jam Kerja

Semakin lama atau tinggi waktu kerja seorang pekerja dapat menunjukkan seberapa besar tingkat kelelahan yang dialaminya melalui perubahan waktu kecepatan reaksi. Jam kerja merupakan lamanya seorang pekerja melakukan pekerjaannya sebelum beristirahat dan digantikan oleh pekerja berikutnya. c. Kelelahan Mata

Kelelahan mata ini ditunjukkan dengan menurunnya kecepatan melihat rangsangan cahaya selama melakukan pekerjaan. Sehingga banyak botol tidak layak pakai pakai (cacat) yang tidak terlihat oleh operator juga merupakan indikasi bahwa telah terjadi kelelahan mata. Kelelahan mata diukur dengan menggunakan alat Flicker Fusion Tester.

Penelitian eksperimen ini melibatkan beberapa variabel yang dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Variabel Bebas (Independent Variable = X)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah illuminasi dan jam kerja.

b. Variabel Terikat (Dependent Variable = Y)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kelelahan mata.


(36)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (quasi experimental) yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang perkiraan besaran yang dapat digunakan sebagai representasi dari informasi yang diperoleh melalui eksperimen sungguhan sehubungan dengan faktor kesulitan dalam melakukan eksperimen. Penelitian ini mendekati percobaan sesungguhnya dimana tidak mungkin mengadakan kontrol/memanipulasikan semua variabel yang relevan. Penelitian ini bersifat treatment by subject design

yaitu desain penelitian eksperimental dimana jenis atau variasi perlakuan diberikan

secara berturut-turut kepada sekelompok subjek yang sama

.

4.2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Sinar Sosro yang berlokasi di Jalan Medan Tanjung Morawa Km. 14,5 Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara.

4.3. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yaitu kerangka kerja atau rencana untuk melakukan penelitian yang akan digunakan sebagai pedoman dalam mengumpulkan dan menganalisis data. Adapun metodologi penelitian yang diterapkan adalah sebagai berikut :


(37)

Studi Lapangan

(Peninjauan ke Pabrik) Studi Literatur

Identifikasi Permasalahan

Perumusan Masalah

Penetapan Tujuan

Pemilihan Operator

Persiapan Alat dan Bahan

Pengumpulan Data

• Data Flicker Fusion Frequency untuk setiap kondisi perlakuan eksperimen • Data jumlah botol cacat yang tidak

tersortir untuk setiap kondisi perlakuan eksperimen

Pengolahan Data

1. Uji Kenormalan Dara dengan Kolmogorov-Smirnov Test

2. Uji Homogenitas dengan Uji Barlett

3. Perhitungan Analisis Varian

4. Perhitungan Persentase Produk Non Standar 5. Peritungan Koefisien Korelasi

Kesimpulan dan Saran

Analisis :

• Membandingkan Kondisi Aktual dengan Kondisi Usulan

Evaluasi

• Usulan Perbaikan Alat :

- Flicker Fusion Tester - Lux Meter

Wawancara

Gambar 4.1. Blok Diagram Metodologi Penelitian

4.3.1. Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yaitu sebagai berikut:


(38)

a. Data Primer

Merupakan data yang dikumpulkan melalui pengamatan, wawancara atau eksperimen. Data primer yang dikumpulkan berupa:

a. Jam kerja

b. Illuminasi di tempat kerja. c. Umur pekerja dan jenis kelamin d. Jumlah botol nonstandar

e. Waktu respon kecepatan melihat rangsangan kedipan cahaya

b. Data Sekunder

Merupakan data yang dikumpulkan dengan mencatat data dan informasi dari laporan-laporan perusahaan yang ada. Data sekunder yang dikumpulkan adalah:

a. Melakukan studi literatur/studi kepustakaan tentang teori dan hal yang berhubungan dengan kelelahan mata, pencahayaan dan waktu kerja. b. Hal-hal lain yang dianggap perlu dalam pembuatan laporan penelitian

ini.

4.4. Instrumentasi Penelitian

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Luxmeter

Luxmeter digunakan untuk menentukan tingkat illuminasi dalam desain eksperimen.


(39)

2. Flicker Fusion Tester

Fliker fusion tester digunakan untuk menghitung waktu respon kecepatan melihat rangsangan kedipan cahaya.

Prosedur penggunaan fliker fusion tester adalah sebagai berikut:

1. Alat dihidupkan (ON). Subjek melihat cahaya yang ada didalam alat dengan menempelkan mata pada tempat yang disediakan.

2. Subjek melihat cahaya yang berkedip sampai cahaya tersebut sudah tidak berkedip lagi atau sudah menjadi titik, maka subjek langsung menekan tombol STOP. Setelah itu peneliti mencatat waktu yang tertera pada

display.

4.5. Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini peneliti ingin memperbaiki tingkat illuminasi yang tepat agar mengurangi jumlah botol yang tidak standar lolos saat penyortiran. Adapun kerangka konseptual yang digunakan adalah sebagai berikut :

TINGGINYA JUMLAH BOTOL TIDAK LAYAK PAKAI LOLOS

SAAT PENYORTIRN

OPERATOR

PENURUNAN JUMLAH BOTOL TIDAK LAYAK PAKAI LOLOS SAAT PENYORTIRAN ILLUMINASI YANG TEPAT

Gambar 4.2. Kerangka Konseptual Penelitian

Operator yang bekerja dengan illuminasi yang kurang tepat akan menimbulkan peningkatan jumlah botol tidak layak pakai lolos saat penyortiran. Tetapi dengan penggunaan illuminasi yang tepat maka jumlah botol yang tidak layak lolos saat penyortiran akan menurun.


(40)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test

Dalam uji kenormalan data dengan Kolmogorov-Smirnov Test ini yang diperbandingkan adalah distribusi frekuensi kumulatif hasil pengamatan dengan distribusi frekuensi kumulatif yang diharapkan. Dalam hal ini akan dilakukan pengujian distribusi data hasil pengukuran Flicker Fusion Frequency dari operator penyortiran botol pada PT. Sinar Sosro untuk menentukan apakah data

berdistribusi normal.

Langkah-langkah yang diperlukan dalam pengujian ini adalah :

1. Data Flicker Fusion Frequency dari hasil pengamatan diurutkan dari yang terkecil sampai terbesar.

2. Nilai-nilai pengamatan kemudian disusun membentuk distribusi frekuensi kumulatif relatif dan dinotasikan dengan Fa(X).

data total

data nomor )

X (

Fa =

Misalnya, data no 1 jumlah datanya 72, maka :

0139 , 0 72

1 )

(X = =

Fa

3. Hitung nilai Z dengan rumus :

σ X X


(41)

Diketahui : 9583 , 35 72 589 . 2 )

( =

=1 = =

n xi X

n

i ; Xi = 33

(

)

(

)

(

)

88723 , 1 1 72 9583 , 35 40 ... 9583 , 35 33 1 2 2 1 2 = − − + + − = − − =

= n X X i i i σ

Maka 1,56755

88723 , 1 9583 , 35

33− =

= Z

4. Hitung distribusi frekuensi kumulatif teoritis (berdasarkan kurva normal) dan notasikan dengan Fe(X).

Untuk nilai Z = -1,56755 (dibulatkan menjadi –1,57), maka pada tabel distribusi normal didapat Z -1,57 = 0,0582. Nilai ini dinotasikan dengan Fe (X).

5. Hitung selisih nilai Fa(X) dengan Fe(X) dan diberi tanda mutlak, serta notasikan dengan D.

Fa(X) = 0,0139 dan Fe(X) = 0,0582, maka : D = |Fa(X) – Fe(X)|

= |0,0139 - 0,0582| = 0,0443

6. Setelah mendapatkan semua nilai D, maka cari Dmaks dan bandingkan

dengan nilai Dα yang didapatkan dari tabel nilai D untuk Uji

Kolmogorov-Smirnovdengan besar nilai α = 0,01. Kriteria pengambilan keputusannya adalah:


(42)

Dmaks untuk data Flicker Fusion Frekuency adalah 0,1349, d an Dα untu k

n = 72 d an α = 0 ,01 adalah 0,1892, maka : Dmaks ≤ Dα, menunjukkan Ho

diterima.

Dari langkah-langkah diatas, hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut:

Tabel 5.1. Hasil Perhitungan Uji Kolmogorov-Smirnov untuk Data

Flicker Fusion Frequency

No

Flicker Fusion Frequency

(Detik)

X Fa (x) σ Z Fe (x) D

1 33 35,9583 0,0139 1,88723

-1,56755 0,0582 0,0443

2 33 35,9583 0,0278 1,88723

-1,56755 0,0582 0,0304

3 33 35,9583 0,0417 1,88723

-1,56755 0,0582 0,0165

4 33 35,9583 0,0556 1,88723

-1,56755 0,0582 0,0026

5 33 35,9583 0,0694 1,88723

-1,56755 0,0582 0,0112

6 33 35,9583 0,0833 1,88723

-1,56755 0,0582 0,0251

7 33 35,9583 0,0972 1,88723

-1,56755 0,0582 0,0390

8 33 35,9583 0,1111 1,88723

-1,56755 0,0582 0,0529

9 33 35,9583 0,1250 1,88723

-1,56755 0,0582 0,0668


(43)

1,03768

11 34 35,9583 0,1528 1,88723

-1,03768 0,1429 0,0099

12 34 35,9583 0,1667 1,88723

-1,03768 0,1429 0,0238

13 34 35,9583 0,1806 1,88723

-1,03768 0,1429 0,0377

14 34 35,9583 0,1944 1,88723

-1,03768 0,1429 0,0515

15 34 35,9583 0,2083 1,88723

-1,03768 0,1429 0,0654

16 34 35,9583 0,2222 1,88723

-1,03768 0,1429 0,0793

17 34 35,9583 0,2361 1,88723

-1,03768 0,1429 0,0932

Tabel 5.1. Hasil Perhitungan Uji Kolmogorov-Smirnov untuk Data

Flicker Fusion Frequency (Lanjutan)

No

Flicker Fusion Frequency

(Detik)

X Fa (x) σ Z Fe (x) D

18 34 35,9583 0,2500 1,88723 -1,03768 0,1429 0,1071 19 34 35,9583 0,2639 1,88723 -1,03768 0,1429 0,1210 20 34 35,9583 0,2778 1,88723 -1,03768 0,1429 0,1349 21 35 35,9583 0,2917 1,88723 -0,5078 0,3050 0,0133 22 35 35,9583 0,3056 1,88723 -0,5078 0,3050 0,0006 23 35 35,9583 0,3194 1,88723 -0,5078 0,3050 0,0144 24 35 35,9583 0,3333 1,88723 -0,5078 0,3050 0,0283


(44)

25 35 35,9583 0,3472 1,88723 -0,5078 0,3050 0,0422 26 35 35,9583 0,3611 1,88723 -0,5078 0,3050 0,0561 27 35 35,9583 0,3750 1,88723 -0,5078 0,3050 0,0700 28 35 35,9583 0,3889 1,88723 -0,5078 0,3050 0,0839 29 36 35,9583 0,4028 1,88723 0,022078 0,5120 0,1092 30 36 35,9583 0,4167 1,88723 0,022078 0,5120 0,0953 31 36 35,9583 0,4306 1,88723 0,022078 0,5120 0,0814 32 36 35,9583 0,4444 1,88723 0,022078 0,5120 0,0676 33 36 35,9583 0,4583 1,88723 0,022078 0,5120 0,0537 34 36 35,9583 0,4722 1,88723 0,022078 0,5120 0,0398 35 36 35,9583 0,4861 1,88723 0,022078 0,5120 0,0259 36 36 35,9583 0,5000 1,88723 0,022078 0,5120 0,0120 37 36 35,9583 0,5139 1,88723 0,022078 0,5120 0,0019 38 36 35,9583 0,5278 1,88723 0,022078 0,5120 0,0158 39 36 35,9583 0,5417 1,88723 0,022078 0,5120 0,0297

Tabel 5.1. Hasil Perhitungan Uji Kolmogorov-Smirnov untuk Data

Flicker Fusion Frequency (Lanjutan)

No

Flicker Fusion Frequency

(Detik)

X Fa (x) σ Z Fe (x) D

40 36 35,9583 0,5556 1,88723 0,022078 0,5120 0,0436 41 36 35,9583 0,5694 1,88723 0,022078 0,5120 0,0574 42 36 35,9583 0,5833 1,88723 0,022078 0,5120 0,0713 43 36 35,9583 0,5972 1,88723 0,022078 0,5120 0,0852 44 36 35,9583 0,6111 1,88723 0,022078 0,5120 0,0991 45 37 35,9583 0,6250 1,88723 0,551955 0,7123 0,0873 46 37 35,9583 0,6389 1,88723 0,551955 0,7123 0,0734


(45)

47 37 35,9583 0,6528 1,88723 0,551955 0,7123 0,0595 48 37 35,9583 0,6667 1,88723 0,551955 0,7123 0,0456 49 37 35,9583 0,6806 1,88723 0,551955 0,7123 0,0317 50 37 35,9583 0,6944 1,88723 0,551955 0,7123 0,0179 51 37 35,9583 0,7083 1,88723 0,551955 0,7123 0,0040 52 37 35,9583 0,7222 1,88723 0,551955 0,7123 0,0099 53 38 35,9583 0,7361 1,88723 1,081832 0,8621 0,1260 54 38 35,9583 0,7500 1,88723 1,081832 0,8621 0,1121 55 38 35,9583 0,7639 1,88723 1,081832 0,8621 0,0982 56 38 35,9583 0,7778 1,88723 1,081832 0,8621 0,0843 57 38 35,9583 0,7917 1,88723 1,081832 0,8621 0,0704 58 38 35,9583 0,8056 1,88723 1,081832 0,8621 0,0565 59 38 35,9583 0,8194 1,88723 1,081832 0,8621 0,0427 60 38 35,9583 0,8333 1,88723 1,081832 0,8621 0,0288 61 38 35,9583 0,8472 1,88723 1,081832 0,8621 0,0149

Tabel 5.1. Hasil Perhitungan Uji Kolmogorov-Smirnov untuk Data

Flicker Fusion Frequency (Lanjutan)

No

Flicker Fusion Frequency

(Detik)

X Fa (x) σ Z Fe (x) D

62 38 35,9583 0,8611 1,88723 1,081832 0,8621 0,0010 63 38 35,9583 0,8750 1,88723 1,081832 0,8621 0,0129 64 38 35,9583 0,8889 1,88723 1,081832 0,8621 0,0268 65 38 35,9583 0,9028 1,88723 1,081832 0,8621 0,0407 67 38 35,9583 0,9306 1,88723 1,081832 0,8621 0,0685 68 39 35,9583 0,9444 1,88723 1,61171 0,9474 0,0030 69 39 35,9583 0,9583 1,88723 1,61171 0,9474 0,0109


(46)

70 39 35,9583 0,9722 1,88723 1,61171 0,9474 0,0248 71 39 35,9583 0,9861 1,88723 1,61171 0,9474 0,0387 72 39 35,9583 1,0000 1,88723 1,61171 0,9474 0,0526

5.2. Uji Homogenitas Varians dengan Uji Barlett

Uji Bartlett digunakan untuk memeriksa apakah data hasil pengukuran

Flicker Fusion Frequency pada operator penyortiran botol di PT. Sinar Sosro memenuhi asumsi kehomogenan varians (ragam). Uji ini perlu dilakukan sebelum mengalisis ragam dengan menggunakan ANAVA.

Dalam penelitian ini hipotesis nol adalah variansi-variansi yang dilakukan seragam dan hipotesis alternatifnya adalah tidak semua variansi sama, dengan taraf nyata 0,01, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ho : S12 = S22 = S32

Hi : Tidak semua variansi sama

α = 0,01.

Adapun langkah-langkah dalam uji Bartlett adalah sebagai berikut: a. Perhitungan nilai rata-rata

n xi X

n

i

= = 1 ) (

b. Perhitungan variansi

(

)

1 1 1

2

2

− − =

=

n X X S

i i

c. Penentuan daerah kritis / btabel


(47)

d. Perhitungan variansi gabungan

(

)

k N S n S i i i p i − − =

=1

2 2

1

dimana, N = populasi k = taraf faktor S2 = varians n = jumlah sampel e. Perhitungan nilai b / bhitung.

( )

( )

( )

[

]

2 1 2 2 2 1 1 1 2 1 1 ... p k N n i n n S S S S b

i− −

− −

=

f. Penarikan kesimpulan : Terima Ho jika bhitung > b tabel Tolak Ho jikabhitung < b tabel

5.2.1. Uji Barlett terhadap Faktor Illuminasi

Pengelompokan data Flicker Fusion Frequency untuk taraf faktor illuminasi dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut.

Tabel. 5.2. Data Flicker Fusion Frequency untuk Taraf Faktor Illuminasi 140 LUX 160 LUX 180 LUX 200 LUX

38 36 38 34 38 36 39 36 38 38 37 38 38 35 38 36 38 39 38 35 37 36 37 39 36 36 36 36 36 37 38 35 36 37 36 36 37 38 39 38 36 37 37 39 36 38 38 36 34 33 35 34 34 34 35 35 34 33 34 33 34 34 35 34 33 33 33 33 33 33 35 34


(48)

∑ = 645 ∑ = 642 ∑ = 644 ∑ = 657

Berikut adalah contoh perhitungannya, selengkapnya akan dapat dilihat pada lampiran.Dari data Tabel 5.2 dapat dihitung :

a. Perhitungan nilai rata-rata

83333 , 35 18 645

1= =

X

b. Perhitungan nilai variansi :

(

) (

)

1 18

) 8333 , 35 33 ( ... 8333 , 35 36 8333

, 35

38 2 2 2

2

1

− + + −

+ −

=

S

147059 ,

4

2 1 =

S

c. Penentuan daerah kritis:

n1 = 18, n2 = 18, n2 = 18, n2 = 18 dan k = 4

btabel = b4(α; n) btabel = b4 (0,01; 18)

btabel = 0,8429


(49)

(

)

(

)

(

)

(

)

50634 , 3 4 72 088235 , 3 1 18 124183 , 3 1 18 647059 , 3 1 18 147059 , 4 1 18 2 = − − + − + − + − = p S

e. Perhitungan bhitung

[

(

) (

) (

) (

)

]

50634 , 3 088235 , 3 124183 , 3 647059 , 3 147059 ,

4 72 4

1 1 18 1 18 1 18 1

18− − − −

= b

(

) (

) (

) (

)

50634 , 3 ] 088235 , 3 124183 , 3 647059 , 3 147059 , 4

[ 0,25 0,25 0,25 0,25

= b

(

)(

)(

)(

)

50634 , 3 3256461 , 1 3294871 , 1 3819289 , 1 4270364 , 1 = b

b=0,99123913=0,9912

f.Kesimpulan: bhitung > b tabel = 0,9912 > 0,8429

Terima Ho, artinya variansi hasil pengukuran Flicker Fusion Frequency

untuk keempat taraf faktor illuminasi seragam.

5.2.2. Uji Barlett terhadap Faktor Interval Waktu Rotasi Kerja

Pengelompokan data Flicker Fusion Frequency untuk taraf faktor interval waktu rotasi kerja dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut.

Tabel. 5.3. Data Flicker Fusion Frequency untuk Taraf Faktor Interval Waktu Rotasi Kerja

30 MENIT 45 MENIT


(50)

38 38 34 38 36 37 33 39 38 39 33 37 36 37 33 38 38 34 35 36 36 36 34 35 37 38 34 36 36 36 33 38 38 35 33 39 37 39 33 36 38 36 34 35 36 37 34 35 38 35 34 35 37 38 34 34 37 36 33 35 36 38 33 34

∑ = 1301 ∑ = 1287

Berikut adalah contoh perhitungannya, selengkapnya akan dapat dilihat pada lampiran. Dari data Tabel 5.3 dapat dihitung :

a.Perhitungan nilai rata-rata

13889 , 36 36 1301

1= =

X

b.Perhitungan variansi :

(

) (

)

1 36

) 13889 , 36 35 ( ... 13889 , 36 36 13889

, 36

38 2 2 2

2

1

− + + −

+ −

=

S

60873 , 3 2 1 =

S

c. Penentuan daerah kritis: n1 = 36, n2 = 36, dan k = 2

btabel = b2(α; n) btabel = b2 (0,01; 36)

btabel = 0,90658


(51)

(

)

(

)

3,567523 2 72 335714 , 3 1 36 60873 , 3 1 36 2 = − − + − = p S

e. Perhitungan bhitung

[

(

) (

)

]

567523 , 3 335714 , 3 60873 ,

3 72 2

1 1 36 1

36− −

= b

(

) (

)

567523 , 3 ] 335714 , 3 60873 , 3

[ 0,5 0,5

= b

(

)(

)

567523 , 3 8263937 , 1 8996658 , 1 = b

b=0,97253407=0,9725

f. Kesimpulan: bhitung > b tabel = 0,9725 > 0,90658

Terima Ho, artinya variansi hasil pengukuran Flicker Fusion Frequency

untuk kedua taraf faktor waktu rotasi kerja seragam.

5.2.3. Uji Barlett terhadap Faktor Shift Kerja

Pengelompokan data Flicker Fusion Frequency untuk taraf faktor interval waktu rotasi kerja dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut.

Tabel. 5.4. Data Flicker Fusion Frequency untuk Taraf Faktor Shift Kerja SHIFT KERJA

1 2 3

38 36 34

38 38 34


(52)

36 36 33

36 37 33

36 37 33

38 34 35

37 38 34

38 35 33

36 36 34

36 36 33

37 39 33

38 36 34

38 35 34

37 36 33

36 37 34

37 38 34

36 38 33

39 36 35

38 36 35

37 39 35

38 35 35

39 38 34

38 36 34

∑ = 895 ∑ = 881 ∑ = 812

Berikut adalah contoh perhitungannya, selengkapnya akan dapat dilihat pada lampiran. Dari data Tabel 5.4 dapat dihitung :

a.Penentuan nilai rata-rata

29167 , 37 24 895

1= =

X

b.Penentuan nilai variansi

(

) (

)

1 24 ) 29167 , 37 38 ( ... 29167 , 37 38 19167 , 37

38 2 2 2

2 1 − + + − + − = S 99818841 , 0 2 = S


(53)

c. Penentuan daerah kritis

n1 = 24, n2 = 24, n3 = 24 dan k = 3

btabel < b3(α; n) btabel < b3 (0,01; 24)

btabel < 0,8728

d.Perhitungan variansi gabungan

(

)

(

)

(

)

177536 , 1 3 72 57971014 , 0 1 24 95471014 , 1 1 24 99818841 , 0 1 24 2 = − − + − + − = p S

e. Penentuan nilai bhitung

[

(

) (

) (

)

]

177536 , 1 5791014 , 0 95471014 , 1 99818841 ,

0 72 3

1 1 24 1 24 1

24− − −

= b

(

) (

) (

)

177536 , 1 ] 5791014 , 0 95471014 , 1 99818841 , 0

[ 0,33 0,33 0,33

= b

(

)(

)(

)

177536 , 1 83504335 , 0 2475478 , 1 99940181 , 0 = b

b=0,88416263=0,8842

e. Kesimpulan: bhitung < b tabel = 0,8842 < 0,8728

Terima Ho, artinya variansi hasil pengukuran Flicker Fusion Frequency

untuk ketiga taraf faktor shift kerja seragam.

5.3. Perhitungan Analisis Varian (ANAVA)

Hasil dari pengumpulan data, akan diolah dengan menggunakan metode analisa varian (ANAVA) yang nantinya akan digunakan sebagai dasar acuan untuk melakukan pengujian hipotesa yang telah ditetapkan sebelumnya.


(54)

Untuk mempermudah, ketiga faktor yang digunakan dalam eksperimen dibuat dalam simbol A, B, dan C dimana :

A : Menunjukkan faktor illuminasi, yang terdiri dari 4 taraf faktor : a1 : 140 lux

a2 : 160 lux

a3 : 180 lux

a4 : 200 lux

B : Menunjukkan faktor interval waktu rotasi kerja yang terdiri dari 2 taraf faktor :

b1 : 30 menit

b2 : 45 menit

C : Menunjukkan faktor shift kerja, yang terdiri dari 3 taraf faktor : c1 : shift I (Pukul 00.00-08.00 WIB)

c2 : shift II (Pukul 08.00-16.00 WIB)

c3 : shift III (Pukul 16.00-24.00 WIB)

Model linear yang digunakan dalam desain eksperimen faktorial yang terdiri dari 3 buah faktor adalah

Yijkl = µ + Ai + Bj + ABij + Ck + ACik + BCjk + ABCijk + El(ijk)

i = 1,2,...,a j = 1,2,...,b k = 1,2,...,c l = 1,2,...,n


(55)

Yijkl = variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke i faktor A, taraf ke j

faktor B dan taraf ke k faktor C yang terdapat pada observasi ke-l

µ = efek rata-rata yang sebenarnya berharga konstan Ai = efek sebenarnya dari taraf ke i faktor A

Bj = efek sebenarnya dari taraf ke j faktor B

Ck = efek sebenarnya dari taraf ke k faktor C

ACik = efek sebenarnya dari interaksi antara taraf ke i faktor A dengan taraf ke k

faktor C

ABij = efek sebenarnya dari interaksi antara taraf ke i faktor A dengan taraf ke j

faktor B

BCjk = efek sebenarnya dari interaksi antara taraf ke j faktor B dengan taraf ke k

faktor C

ABCijk = efek sebenarnya terhadap variabel respon yang disebabkan oleh interaksi

antara taraf ke i faktor A, taraf ke j faktor B dan taraf ke k faktor C El(ijk) = efek sebenarnya daripada unit eksperimen ke l dikarenakan kombinasi

perlakuan(ijk)

Model analisa variansi (ANAVA) disain eksperimen faktorial 4 x 2 x 3 terhadap data Flicker Fusion Frequency dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut.

Tabel 5.5. Data Flicker Fusion Frequency Faktorial 4 x 2 x 3

PERLAKUAN EKSPERIMEN

SHIFT KERJA (C) 1 (c1) 2 (c2) 3 (c3) I

L L U M

140 LUX

(a1)

ROTASIKERJA (B)

30 Menit

(b1)

38 36 34

38 38 34

38 39 33

TOTAL 114 113 101


(56)

I N A S I (A) Menit

(b2) 36 37 33

36 37 33

TOTAL 108 110 99

160 LUX (a2) 30 Menit (b1)

38 34 35

37 38 34

38 35 33

TOTAL 113 107 102

45 Menit

(b2)

36 36 34

36 36 33

37 39 33

TOTAL 109 111 100

180 LUX (a3) 30 Menit (b1)

38 36 34

38 35 34

37 36 33

TOTAL 113 107 101

45 Menit

(b2)

36 37 34

37 38 34

36 38 33

TOTAL 109 113 101

200 LUX (a4) 30 Menit (b1)

39 36 35

38 36 35

37 39 35

TOTAL 114 111 105

45 Menit

(b2)

38 35 35

39 38 34

38 36 34

TOTAL 115 109 103

Kemudian untuk menghitung jumlah kuadrat (JK) tiap sumber variasi, maka dibuat daftar a x b x c , daftar a x b, daftar a x c dan daftar b x c. Berturut-turut keempat daftar itu dapat dilihat dalam Tabel 5.6 sampai Tabel 5.9 berikut.

Tabel 5.6. Daftar Faktorial a x b x c PERLAKUAN

EKSPERIMEN

C

JUMLAH c1 c2 c3


(57)

b2 108 110 99 317

a2

b1 113 107 102 322 b2 109 111 100 320

a3

b1 113 107 101 321 b2 109 113 101 323

a4

b1 114 111 105 330 b2 115 109 103 327 TOTAL 895 881 812 2588

Tabel 5.7. Daftar Faktorial a x b

B A JUMLAH

a1 a2 a3 a4

b1 328 322 321 330 1301

b2 317 320 323 327 1287

TOTAL 645 642 644 657 2588

Tabel 5.8. Daftar Faktorial a x c

C A JUMLAH

a1 a2 a3 a4

c1 222 222 222 229 895

c2 223 218 220 220 881

c3 200 202 202 208 812

TOTAL 645 642 644 657 2588

Tabel 5.9. Daftar Faktorial b x c


(58)

b1 b2

c1 454 441 895

c2 438 443 881

c3 409 403 812

TOTAL 1301 1287 2588

Dengan bantuan tabel data di atas, kemudian dihitung jumlah kuadrat dari semua data yang ada, dilambangkan dengan Y, yaitu :

∑∑∑∑

= = = = = A i B j C k n l l k j i Y Y

1 1 1 1 , , , 2

2 , dengan dk = ABCn = 4 x 2 x 3 x 3 = 72

∑∑∑∑

= = = = = A i B j C k n l l k j i Y Y

1 1 1 1 , , , 2 2 2 2 2 2 2 2 34 35 ... 34 36

38 + + + +

= ΣY 270 . 93 2 = ΣY

Kemudian menghitung nilai Ry sebagai berikut:

abcn Y Ry A i B j C k n l l k j i 2

1 1 1 1 , , , 2      

=

∑∑∑∑

= = = = , dengan dk = 1 3 3 2 4 ) 34 35 ... 34 36 38 ( 2 × × × + + + + + = Ry 2 , 024 . 93 = Ry

Selanjutnya menghitung nilai jumlah dari tabel-tabel di atas, yaitu Jabc, Jab,

Jac, Jbc serta nilai terhadap perlakuan yang ada yaitu Ay, By, Cy, ABy, ACy, BCy,

ABCy dan nilai kekeliruan Ey. Berikut adalah contoh perhitungannya,


(59)

(

)

∑∑∑

= = = − = A i B j C k k j

i n Ry

J Jabc

1 1 1 , , 2 / 2 , 024 . 93 3 103 ... 110 113

1142 2 2 2

− + + + + = Jabc 111 , 203 = Jabc

Setelah nilai-nilai diatas diperoleh, maka dapat dihitung nilai RJK (Rata-Rata Jumlah Kuadrat) untuk tiap sumber variasi dan rasio F. Perhitungan nilai rasio F didasarkan pada model yang dipakai yaitu : eksperimen faktorial a x b x c model III (dua faktor acak, satu faktor tetap). Faktor Illuminasi (A) dan interval waktu rotasi kerja (B) merupakan faktor acak, sedangkan faktor shift kerja (C) merupakan faktor tetap. Berikut adalah contoh perhitungannya, selengkapnya akan dapat dilihat pada lampiran.

2 , 024 . 93 1 2 , 024 . 93 = = = Ry Ry Ry dk JK RJK 55056 , 1 64815 , 1 55556 , 2 = = = AB A A RJK RJK F

Jika nilai-nilai di didapat disusun dalam daftar ANAVA, maka diperoleh seperti pada Tabel 5.10 berikut.

Tabel 5.10. Daftar ANAVA Flicker Fusion Frequency untuk Eksperimen Faktorial 4 x 2 x 3

Sumber

Variasi Dk JK RJK Fhitung Fuji

Rata-Rata 1 93.024,2 93.024,2

Perlakuan

A 3 7,66667 2,55556 1,55056 29,46

B 1 2,72222 2,72222 1,65168 34,12


(60)

AB 3 4,94444 1,64815 2,78125 4,234

AC 6 6,58333 1,09722 0,67139 8,47

BC 2 6,86111 3,43056 2,09915 10,92

ABC 6 9,80556 1,63426 2,75781 3,222

Kekeliruan 48 42,6667 0,59259

Jumlah 72 93.270 Keterangan :

A : Faktor illuminasi

B : Faktor interval waktu rotasi kerja C : Faktor shift kerja

AB : Interaksi faktor illuminasi dengan interval waktu rotasi kerja AC : Interaksi faktor illuminasi dengan shift kerja

BC : Interaksi faktor interval waktu rotasi kerja dengan shift kerja

ABC : Interaksi faktor illuminasi, interval waktu rotasi kerja dan shift kerja

5.4. Perhitungan Persentase Produk Non Standar

Perhitungan persentase produk nonstandar yang tidak tersortir pada pos II akan dapat diketahui pada pos III. Kriteria botol nonstandar pada pos III adalah botol yang sudah terisi air teh tetapi masih kotor pada bagian dalamnya akibat adanya botol kosong non standar yang tidak tersortir oleh operator pada pos penyortiran botol yang sudah dicuci (pos II). Hal ini secara langsung dapat berakibat pada berkurangnya jumlah produksi teh botol sosro.


(61)

Sebagai contoh adalah perhitungan persentase botol cacat yang tidak tersortir untuk perlakuan illuminasi 140 lux, waktu interval rotasi 30 menit dan shift kerja 1 adalah sebagai berikut :

% 100 Nonstandar

Botol Semua Jumlah

Tersortir Tidak

yang Nonstandar Botol

Jumlah Tersortir

Tidak yang Nonstandar Botol

Persentase = ×

% 100 406

28 Tersortir Tidak

yang Nonstandar Botol

Persentase = ×

Persentase botol nonstandar yang tidak tersortir = 6,89655172 %

Dari langkah-langkah diatas hasil yang didapatkan dapat dilihat pada tabel 5.11 pada halaman berikut:

5.5. Perhitungan Koefisien Korelasi

Perhitungan koefisien korelasi dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan antara Flicker Fusion Frequency (Detik) dengan persentase botol nonstandar yang tidak tersortir oleh operator pada PT. Sinar Sosro. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai koefisien korelasi ini adalah rumus koefisien korelasi pearson. Perhitungan koefisien korelasi pearson antara Flicker Fusion Frequency dengan persentase botol Non Standar yang tidak tersortir dapat dilihat pada Tabel 5.12 sebagai berikut:

Tabel 5.12. Perhitungan Koefisien Korelasi Flicker Fusion Frequency (Detik) dengan Persentase Botol Non Standar yang Tidak Tersortir

No Perlakuan

X Y

X2 Y2 XY

Flicker Fusion Frequency

(Detik)

Persentase Botol Non Standar yang Tidak


(62)

(%)

1 a1b1c1 38 6,9 1444 47,61 262,2

2 a1b1c2 38 12 1444 144 456

3 a1b1c3 34 2,04 1156 4,1616 69,36

4 a1b2c1 36 4,96 1296 24,6016 178,56

5 a1b2c2 37 2,85 1369 8,1225 105,45

6 a1b2c3 33 7,2 1089 51,84 237,6

7 a2b1c1 38 1,73 1444 2,9929 65,74

8 a2b1c2 37 2,85 1369 8,1225 105,45

9 a2b1c3 34 2,01 1156 4,0401 68,34

10 a2b2c1 36 3,98 1296 15,8404 143,28

11 a2b2c2 37 4,39 1369 19,2721 162,43

12 a2b2c3 33 7,17 1089 51,4089 236,61

13 a3b1c1 38 3 1444 9 114

14 a3b1c2 36 4,95 1296 24,5025 178,2

15 a3b1c3 34 4,49 1156 20,1601 152,66

16 a3b2c1 36 6,06 1296 36,7236 218,16

17 a3b2c2 38 5,1 1444 26,01 193,8

18 a3b2c3 34 3,75 1156 14,0625 127,5

19 a4b1c1 38 4,58 1444 20,9764 174,04

20 a4b1c2 37 5,98 1369 35,7604 221,26

21 a4b1c3 35 4,5 1225 20,25 157,5

22 a4b2c1 38 5,03 1444 25,3009 191,14

23 a4b2c2 38 4 1444 16 152

24 a4b2c3 34 4,43 1156 19,6249 150,62

Total 867 113,95 31395 650,3839 4121,9

Dari Tabel 5.12 dapat dihitung nilai koefisien korelasi pearson dengan rumus sebagai berikut :

              −               −             − =

= = = = = = = 2 1 2 1 2 1 2 1 1 1 1 n i i n i i n i i n i i n i i n i i n i i i Y Y n X X n Y X Y X n r


(63)

( )(

) ( )(

)

( )(

) ( )

[

2

]

[

( )(

) (

)

2

]

95 , 113 384

, 650 24 867 31395

24

95 , 113 867 9

, 4121 24

− −

− =

r

0604 , 0 =


(64)

BAB VI

ANALISIS DAN EVALUASI

6.1. Analisis

Jumlah botol nonstandar yang tersortir pada pos 3 dapat digunakan untuk melihat produktivitas kerja operator pos 2, dimana semakin banyak jumlah botol nonstandar yang disortir pada pos 3 maka semakin menurun tingkat produktivitas pos 2, hal ini juga akan menyebabkan produktivitas perusahaan menurun karena botol nonstandar yang tidak tersortir ini secara langsung akan berakibat pada penurunan kapasitas produksi yang telah ditargetkan oleh perusahaan karena diketahui setelah proses pengisian air teh ke dalam botol (filler).

Berdasarkan Tabel 5.11, diketahui bahwa terdapat perbedaan persentase botol non standar yang tidak tersortir pada setiap perlakuan eksperimen. Nilai persentase botol nonstandar yang tidak tersortir pada perlakuan illuminasi160 lux, interval waktu rotasi kerja 30 menit, dan pada ketiga shift kerja lebih kecil dibandingkan perlakuan dengan illuminasi 140 lux, interval waktu rotasi kerja 30 untuk setiap shift kerja.

Hal ini disebabkan karena pada illuminasi 140 lux mata harus berakomodasi lebih maksimal pada saat mulai bekerja agar dapat melihat kotoran pada botol, dan dilakukan selama interval waktu rotasi kerja. Sedangkan pada illuminasi 160 lux mata berakomodasi secara normal pada saat mulai bekerja. Dan pada illuminasi 180 lux dan 200 lux, cahaya yang diterima mata lebih terang sehingga menimbulkan kotoran yang ada pada botol tidak tampak. Kelelahan pada


(65)

mata dapat ditandai dengan penurunan ketajaman mata dan peningkatan persentase botol non standar lolos penyortiran pada pos 2.

Pada interval waktu rotasi kerja 30 menit berarti setiap operator bekerja memeriksa botol selama 60 menit dan istirahat 30 menit. Pada interval waktu rotasi kerja 45 menit berarti setiap operator bekerja memeriksa botol selama 90 menit dan istirahat 45 menit. Lamanya waktu rotasi kerja menyebabkan mata juga akan lama berakomodasi secara maksimal. Akomodasi yang dilakukan mata pada interval waktu rotasi kerja 45 menit lebih besar dibandingkan dengan interval waktu rotasi kerja 30 menit, sehingga otot siliaris akan lebih cepat mengalami kelelahan pada interval waktu rotasi kerja 45 menit dibandingkan dengan interval waktu rotasi kerja 30 menit. Impuls lelah dari otot siliaris akan disampaikan ke sistem syaraf pusat, kemudian sistem syaraf pusat akan memerintahkan sistem syaraf motorik melambat sehingga ketajaman dan kecepatan mata dalam memeriksa botol akan menurun.

Untuk kondisi aktual dengan menggunakan lampu yang terletak dibelakang botol, kondisi ini cocok untuk setiap operator dengan tinggi badan rendah atau tinggi. Tapi dengan menambahkan lampu dibagian atas pada kondisi usulan maka lampu ini akan menimbulkan kesilauan untuk operator yang tinggi badannya dibawah 160 cm. Karena operator yang memiliki tinggi badan dibawah 160 cm maka posisi mata berada dibawah lampu sehingga cahaya lampu yang keluar dari kaca penutup tetap akan menimbulkan silau pada mata. Hal ini akan mengganggu kinerja operator yang secara tidak langsung akan menimbulkan penurunan produktivitas.


(66)

Adapun gambar dari lampu dalam kondisi aktual adalah sebagai berikut.


(67)

Adapun gambar dari posisi lampu saat percobaan adalah sebagai berikut.

Gambar 6.2. Posisi Kerja Percobaan Aktual (Operator A)

Berdasarkan percobaan untuk operator A yang memiliki tinggi badan 158 cm diketahui posisi lampu tambahan terlalu tinggi untuk operator. Maka penambahan lampu pada bagian atas botol menimbulkan kesilauan pada mata, hal ini akan mengganggu kinerja operator A yang akan berakibat pada penurunan produktivitas.


(68)

Gambar 6.3. Posisi Kerja Percobaan Aktual (Operator B)

Berdasarkan percobaan untuk operator B yang memiliki tinggi badan 167 cm, maka penambahan lampu pada bagian atas botol tidak menimbulkan kesilauan pada mata, hal ini tidak mengganggu kinerja operator B .


(69)

Gambar 6.4. Posisi Kerja Percobaan Aktual (Operator C)

Berdasarkan gambar untuk operator C yang memiliki tinggi badan 174 cm, maka penambahan lampu pada bagian atas botol tidak menimbulkan kesilauan pada mata, hal ini tidak akan mengganggu kinerja operator C.


(70)

Untuk menghindari kesilauan yang dirasakan operator pada pos II karena penambahan lampu, dapat dilakukan dengan membuat kriteria operator pada pos II memiliki tinggi badan antara 165-175 cm, hal ini digunakan untuk mencegah penurunan produktivitas pada pos II diakibatkan karena operator merasa silau.

Selain itu dapat mengganti atau merubah bangku operator pos II menjadi bangku yang dapat dirubah ketinggiannya, tetapi hal ini malah akan mengganggu kerja operator karena tinggi operator untuk setiap grup kerja berbeda, lain halnya apabila setiap grup memiliki tinggi yang hampir sama, maka penyetelan tinggi bangku dapat dilakukan pada saat mulai bekerja saja.

Atau, juga dapat membuat bantalan tambahan pada kursi operator khusus untuk operator yang memiliki tinggi badan dibawah 165 cm yang dapat dilepas. Hal ini dapat mempermudah operator saat pergantian rotasi kerja.

Selain itu juga dapat membuat plat untuk menutupi cahaya lampu yang keluar dari kaca agar operator yang memiliki tinggi badan dibawah 160 cm tidak merasakan kesilauan. Hal ini lebih mudah dilakukan

6.2. Evaluasi

Illuminasi pada stasiun kerja penyortiran botol kosong (pos II) lebih kecil dari illuminasi yang diusulkan, oleh sebab itu untuk menambah illuminasi agar menjadi 160 lux adalah dengan menambah lampu pada pos II. Posisi lampu diharapkan sama dengan pos III yaitu diatas botol yang akan disortir dan dilapisi dengan kaca sehingga cahaya yang keluar dapat diatur dengan menyesuaikan ketebalan kaca. Posisi ini dapat membantu operator melihat benda asing atau


(71)

kotoran yang berada di dasar botol. Karena dengan memposisikan lampu diatas botol maka cahaya yang dikeluarkan langsung mengarah ke dasar botol. Selain itu cahaya yang mengarah ke bawah ini juga membantu operator melihat mulut botol yang gumpil sehingga mengurangi jumlah botol pecah pada saat pengisian teh kedalam botol atau mengurangi jumlah botol dengan tutup tidak rapat.

Dengan menerapkan usulan illuminasi 160 lux dan interval waktu rotasi kerja 30 menit maka dapat dilihat peningkatan produktivitas kerja operator yang ditandai dengan penurunan persentase jumlah non standar yang lolos saat penyortiran. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6.1. Perbandingan Kondisi Awal dengan Kondisi Usulan

Shift Kerja Persentase Jumlah Botol Non Standar yang Tidak Tersortir Kondisi Awal Kondisi Usulan

Shift 1 6,8965 1,7326

Shift 2 12 2,8469

Shift 3 2,0366 2,0120

Rata-Rata 6,9777 2,1972

Sumber : Hasil Pengolahan

Dari Tabel 6.1 diatas, dapat dibuat kedalam bentuk diagram untuk dapat melihat penurunan persentase botol non standar yang tidak tersortir oleh operator seperti pada Gambar 6.5 berikut.


(72)

Gambar 6.5. Persentase Jumlah Botol Non Standar

Berdasarkan Gambar 6.5 diatas dapat dilihat bahwa terdapat penurunan persentase jumlah botol non standar yang tidak tersortir oleh operator pada kondisi awal dengan kondisi usulan sebesar 31,5 % selama 3 shift kerja. Penurunan persentase jumlah botol non standar yang tidak tersortir oleh operator ini akan meningkatkan jumlah output yang dihasilkan selama 3 shift kerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada kondisi usulan (illuminasi 160 lux dengan interval waktu rotasi kerja selama 30 menit) terjadi peningkatan produktivitas perusahaan bila dibandingkan dengan kondisi awal (illuminasi 140 lux dengan interval waktu rotasi kerja selama 30 menit).


(73)

Adapun gambar usulan perbaikan pada pos II adalah sebagai berikut :

Gambar 6.6. Usulan Perbaikan Sortasi Botol dengan Tingkat Illuminisi 160 Lux


(74)

Berdasarkan hasil analisis terhadap penambahan lampu pada pos II, maka untuk mengatasi kesilauan pada mata dapat dilakukan dengan membuatkan bantalan tambahan untuk operator yang memiliki tinggi badan dibawah 165 cm atau menambahkan plat penghalang pada lampu yang dapat dilihat pada gambar potongan berikut :


(1)

59259 , 0 48 6667 , 42 = = = Ey Ey Ey dk JK RJK 55056 , 1 64815 , 1 55556 , 2 = = = AB A A RJK RJK F 65168 , 1 64815 , 1 72222 , 2 = = = AB B B RJK RJK F 78125 , 2 59259 , 0 64815 , 1 = = = E AB AB RJK RJK F 67139 , 0 63426 , 1 09722 , 1 = = = ABC AC AC RJK RJK F 09915 , 2 63426 , 1 43056 , 3 = = = ABC BC BC RJK RJK F 75781 , 2 59259 , 0 63426 , 1 = = = E ABC ABC RJK RJK F

Tabel Nilai Kritis Uji Kolmogorov-Smirnov

n α = 0,20 α = 0,10 α = 0,05 α = 0,02 α = 0,01 1 0,900 0,950 0,975 0,990 0,995 2 0,684 0,776 0,842 0,900 0,929 3 0,565 0,636 0,708 0,785 0,829 4 0,493 0,565 0,624 0,689 0,734 5 0,447 0,509 0,563 0,627 0,669 6 0,410 0,468 0,519 0,577 0,617 7 0,381 0,436 0,483 0,538 0,576 8 0,359 0,410 0,454 0,507 0,542 9 0,339 0,387 0,430 0,480 0,513


(2)

10 0,323 0,369 0,409 0,457 0,486 11 0,308 0,352 0,391 0,437 0,468 12 0,296 0,338 0,375 0,419 0,449 13 0,285 0,325 0,361 0,404 0,432 14 0,275 0,314 0,349 0,390 0,418 15 0,266 0,304 0,338 0,377 0,404 16 0,258 0,295 0,327 0,366 0,392 17 0,250 0,286 0,318 0,355 0,381 18 0,244 0,279 0,309 0,346 0,371 19 0,237 0,271 0,301 0,337 0,361 20 0,232 0,265 0,294 0,329 0,352 21 0,226 0,259 0,287 0,321 0,344 22 0,221 0,253 0,281 0,314 0,337 23 0,216 0,247 0,275 0,307 0,330 24 0,212 0,242 0,269 0,301 0,323 25 0,208 0,238 0,264 0,295 0,317 26 0,204 0,233 0,259 0,290 0,311 27 0,200 0,229 0,254 0,284 0,305 28 0,197 0,225 0,250 0,279 0,300 29 0,193 0,221 0,246 0,275 0,295 30 0,190 0,218 0,242 0,270 0,290 35 0,177 0,202 0,224 0,251 0,269 40 0,165 0,189 0,210 0,235 0,252 45 0,156 0,179 0,198 0,222 0,238 50 0,148 0,170 0,188 0,211 0,226 55 0,142 0,162 0,180 0,201 0,216 60 0,136 0,155 0,172 0,193 0,207 65 0,131 0,149 0,166 0,185 0,199 70 0,126 0,144 0,160 0,179 0,192 75 0,122 0,139 0,154 0,173 0,185 80 0,118 0,135 0,150 0,167 0,179 85 0,114 0,131 0,145 0,162 0,174 90 0,111 0,127 0,141 0,158 0,169 95 0,108 0,124 0,137 0,154 0,165 100 0,106 0,121 0,134 0,150 0,161


(3)

(4)

(5)

(6)