Jumlah kebuntingan hasil IB Ekor

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 65 masyarakat di perdesaan terutama petanipeternak sangat memerlukan bantuan tersebut.

2. Jumlah kebuntingan hasil IB Ekor

Tabel 8.1. Pencapaian Sasaran Strategis 1 satu pada sasaran 2.2 Tabel 8.2. Realisasi Kinerja 2014 dan 2015 pada sasaran 2.2 Indikator ini menjelaskan bahwa banyaknya Inseminasi Buatan IB yang dilakukan pada sapi betina sampai ternak tersebut berhasil bunting. Pengukuran kinerja terhadap sasaran ini cukup baik, karena jumlah kebuntingan hasil IB mencapai 2.050 ekor dengan capaian 79,67 dari target 2.573 ekor. Kebuntingan hasil IB tergantung jumlah akseptor yang di IB. Namun keberhasilan kebuntingan hasil IB sangat dipengaruhi jumlah partus induk sapi yang diukur dengan seberapa besar SC dan CR pada sapi. SC atau Service per conception adalah banyaknya perkawinan atau inseminasi buatan yang dilakukan hingga ternak menjadi bunting, sedangan CR atau Conception Rate adalah angka persentase sapi betina yang bunting pada perkawinan pertama. Pada tahun 2014, jumlah kebuntingan hasil IB mencapai 1.750 ekor. Bila dilihat dari capaian 2015 menunjukkan adanya peningkatan jumlah kebuntingan hasil IB sebanyak 300 ekor atau kenaikan sebesar 17,14. Tabel 8.3.Realisasi Kinerja dari tahun 2013 s.d 2015 pada sasaran 2.2 Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 66 Dari tabel di atas, terlihat jumlah kebuntingan hasil IB fluktuatif setiap tahunnya. Bila dibanding capaian tahun 2013 dan 2014 terlihat adanya penurunan kebuntingan hasil IB sebanyak 608 ekor. Sedangkan pada tahun 2015, terlihat adanya peningkatan jumlah kebuntingan hasil IB sebanyak 300 ekor karena dari akseptor IB 3.035 ekor yang berhasil bunting 67,55 atau sebanyak 2.050 ekor dan sapi yang di IB pada bulan oktober sampai dengan desember 2015 maka baru dapat diketahui kebuntingannya 3 – 4 bulan setelah pelaksanaan IB, sehingga kebuntingan hasil IB dapat diketahui pada tahun berikutnya. Angka kebuntingan hasil IB merupakan hasil dari pelaksanaan IB dari Bulan Januari sampai dengan Oktober tahun 2014. Kolektif laporan dari kabupatenkota kurang maksimal karena petugas di lapangan tidak memiliki pencatatan yang baik. Dari data kebuntingan hasil IB pada tahun 2011 4.161 ekor, 2012 3.019 ekor dan 2013 2.358 ekor tahun 2014 1.750 ekor serta tahun 2015 2.050 ekor menunjukkan bahwa kebuntingan hasil IB mengalami penurunan setiap tahunnya karena jumlah akseptor IB yang juga menurun. Banyak faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah akseptor IB, yakni masih kurangnya pemahaman petani terhadap ternak yang birahi sehingga terlambat melaporkan ke petugas IB, sedangkan jangkauan wilayah inseminator cukup luas dengan medan yang berat sehingga petugas tdak mendapatkan waktu yang baik untuk melaksanakan IB. Hal tersebut membuat pelaksanaan IB terhambat, dan akseptor IB banyak yang beralih menjadi akseptor kawin alam. 20 40 60 CR 20 29 39 48,08 47,62 SC 2,8 3,62 2,56 2,48 2,1 2011 2012 2013 2014 2015 Pada grafik diatas, nilai SC tiap tahunnya belum baik yakni masih menunjukkan angka diatas 2, padahal nilai SC yang paling baik berkisaran antara 1,6 - 2. Apabila SC rendah, maka nilai kesuburan sapi betina semakin tinggi dan apabila nilai SC Grafik 17. Nilai SC dalam rasio dan CR dalam persen Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 67 tinggi, maka semakin rendah tingkat kesuburan sapi betina tersebut. Berarti perlu menggunakan 2-3 strawsemen beku untuk dapat membuntingkan satu ekor sapi betina produktif, sehingga produktivitas ternak dianggap rendah, padahal banyak faktor yang mempengaruhi tingginya angka SC, yaitu : 1 Kurangnya ketersediaan N2 Cair di lapangan sehingga straw yang digunakan untuk melaksanakan IB sampai ke lapangan sudah terjadi penurunan kualitas strawsemen beku, kebanyakan petugas di lapangan melakukan thawing proses pengenceran semen beku di pos IBDepo Straw dan bukan di lokasi IB. Sehingga strawsemen beku yang digunakan dalam kondisi kualitas yang kurang baik sperma di dalam semen banyak yang mati. 2 Peternak terlambat mendeteksi saat berahi atau terlambat melaporkan berahi sapinya kepada inseminator, 3 Adanya kelainan pada alat reproduksi induk sapi, 4 Inseminator kurang terampil, 5 Fasilitas pelayanan inseminasi yang terbatas, 6 Kurang lancarnya transportasi. Keberhasilan IB dapat juga dilihat dari nilai CR Conception Rate. Angka CR dari tahun 2011 – 2015 di bawah 60-80 yaitu 47,62. Ini menunjukkan bahwa angka konsepsinya rendah dikarenakan tingginya jumlah sapi yang di IB sampai dengan bunting lebih dari satu kali, sehingga mempengaruhi angka konsepsinya. Hal tersebut banyak dipengaruhi beberapa faktor seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Besarnya angka konsepsi juga dapat dipengaruhi oleh tingkat kesuburan ternaksapi betina. Peningkatan keterampilan petugas inseminator, keterampilan peternak dalam mendeteksi berahi ternaknya, penanganan semen beku handling straw di pos IBDepo IB dan kemudahan sarana komunikasi maupun prasarana jalan dan peralatan IB yang lengkap adalah solusi yang dapat dilakukan untuk perbaikan manajemen IB di Lapangan. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan IB yaitu : 1 Jangkauan wilayah yang masih relatif luas dengan jumlah tenaga teknis yang masih sedikit; 2 Ketersediaan sarana operasional kendaraan roda 2 masih terbatas; 3 Masih adanya rangkap jabatan petugas dan alih fungsi petugas dilapangan; 4 Masih adanya perbedaan-perbedaan persepsi antara kabupatenkota dengan provinsi. 5 Sumber N2 cair yang jauh dan hanya didominasi oleh satu perusahaan yang berada di Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara sehingga jarak yang ditempuh untuk penyediaan N2 Cair pada 5 KabKota Kutim, PPU, Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 68 Paser, Kubar, Bontang cukup sulit, membuat harga N2 cair masih relatif mahal dan perlu ada bantuan untuk biaya tambahan transportasi. 6 Tenaga Inseminator swadaya masih terbatas. 7 Kurangnya pelaporanpetugas recording di KabKota dan Kurang berjalannya sistem pelaporan yang baik dari tingkat petugas inseminator, kabupaten hingga ke provinsi; 8 Pola pemeliharaan sapi yang di adopsi masyarakat peternak di kalimantan timur secara ekstensif dan semi intensif yakni di gembalakan di kebun kelapa sawit dan perkebunan lainnya, sehingga pengontrolan ternak berahi jarang dilakukan dan biasanya kawin secara alami. Padahal potensi betina produktifnya sangat besar mengingat sapi yang digembalakan di perkebunan memiliki kondisi tubuh yang baik; 9 Peternakan di Provinsi Kalimantan Timur merupakan peternak konvensional, dimana mutu bibit, penggunaan teknologi dan keterampilan peternak relatif masih rendah terlebih dalam mendeteksi sapi yang berahi. Sehingga sapi banyak terjadi kawin alam, sedangkan pejantan yang digunakan memiliki mutu genetik yang kurang baik dan berdarah campuran dengan sapi lokal dan silsilahnya hampir tidak di ketahui. Maka keturunan yang akan dihasilkan akan semakin kurang baik; 10 Calving interval akseptor IB di masyarakat semakin panjang akibat pelaksanaan IB dengan cara di silangkan antara sapi lokal dengan sapi ras eropa yang memiliki bobot badan lebih besar. Sehingga menurunkan target akseptor setiap tahunnya. Peternak lebih memilih sapi eksotik karena bobot badan yang cukup baik. 11 Belum berjalannya kawin suntik secara swadaya, dan masih terus di subsidi, sehingga belum membuka kesadaran para petani untuk mengeluarkan biaya kawin suntik, sehingga petugas dilapangan kekurangan dana operasional mengingat medan dan jarak antara peternak yang satu dengan yang lain cukup jauh; Beberapa langkah yang dipersiapkan dan sedang dilakukan dalam peningkatan pelaksanaan dan pengembangan Inseminasi Buatan di Provinsi Kalimantan Timur adalah : 1 Mengusahakan penambahan Inseminator melalui pelatihan baik itu di BIB Lembang maupun di BPPT Batu; 2 Mengintensifkan koordinasi dengan KabupatenKota dan melakukan pertemuan koordinasi petugas inseminator di KabKota; Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 69 3 Mengusulkan penambahan kendaraan operasional melalui APBN, APBD I maupun APBD II; 4 Membuka ULIB-ULIB baru khususnya pada daerah-daerah yang padat ternak dan potensial untuk dilakukan IB dengan penyediaan sarana dan prasarana IB berupa Container Depo, Distribusi dan container lapangan; 5 Mengupayakan penambahan tenaga Inseminator swadaya KADER; 6 Memberikan pelatihan recording untuk petugas di KabKota; 7 Merangsang peternak agar membuat kandang di belakang rumah, dengan cara membangun biogas melalui dana APBD I maupun II, agar para peternak dapat menerapkan pola pemeliharaan secara intensif; 8 Sosialisasi penggunaan bibitstraw pejantan yang sejenis dengan sapi yang akan dikawinkan sebagai langkah pemurnian sapi-sapi yang berada di masyarakat dan membuat buku petunjuk teknisposterleaflet guna meningkatkan para peternak dalam mengidentifikasi ternak yang berahi; 9 Alokasi operasional bagi petugas inseminator di lapangan dengan membuktian hasil pekerjaan berupa laporan kegiatan inseminasi buatan; Target jumlah kebuntingan hasil IB di akhir periode Renstra tahun 2018 ada 15.957 ekor, namun realisasi tahun 2013 s.d 2015 baru mencapai 6.158 ekor, sehingga masih diperlukan kebuntingan hasil IB 9.799 ekor sapi untuk mencapai target akhir Renstra tahun 2018. Untuk itu Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur perlu melakukan upaya-upaya untuk mencapai target akhir periode Renstra adalah sebagai berikut : 1 Meningkatkan Kinerja dan Sinergi Kelembagaan Inseminasi Buatan antara KabupatenKota dan Provinsi atau antara SPIB II dengan SPIB I; 2 Membuat sistem pelaporan online yang lebih efektif dengan memaksimalkan fungsi jaringan internet; 3 Meningkatkan motivasi dan Brainstroming para inseminator atau petugas lapanganSDM yang telah terlatih untuk melakukan Inseminasi Buatan pada Ternak yang ada di KabupatenKota; 4 Membuat perencanaan kerja yang jelas dan terorganisir bagi masing-masing SPIB, baik SPIB I maupun SPIB II yang ada di KabupatenKota. Program yang sudah dilakukan oleh Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur untuk meningkatkan jumlah kebuntingan hasil IB adalah Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 70 1. Program Peningkatan Teknologi Peternakan melalui Kegiatan Pengembangan Teknologi Peternakan Tepat Guna. Program ini merupakan dukungan dari APBD. Indikator outcome dari program ini adalah service per conception SC dan CR conception Rate. Capaian outcome tahun 2015 adalah SC 2,10 dan CR 47,62. Keterkaitan capaian outcome dengan capaian sasaran adalah nilai SC dan CR rendah mempengaruhi keberhasilan kebuntingan sehingga dari 3.035 akseptor hanya 2.050 ekor sapi yang berhasil bunting. Bila dilihat dari capaian tujuan, dari 2.050 ekor sapi yang bunting hasil IB terdapat kelahiran hasil IB 1.462 ekor atau sebesar 71,32 dari kebuntingan hasil IB, sehingga sapi yang bunting pada bulan mei ke atas kelahirannya di tahun depan. 2. Program pemenuhan pangan asal ternak dan agribisnis peternakan rakyat melalui kegiatan peningkatan produksi ternak. Program ini merupakan dukungan APBN. Capaian dari program ini adalah tersedianya distribusi semen beku dan operasional IB, tersedianya N2 cair, penguatan manajemen IB serta penyediaan sarana dan peralatan IB. Capaian ini merupakan dukungan terhadap capaian sasaran sehingga diharapkan dapat meningkatkan jumlah kebuntingan hasil IB.

3. Jumlah peternak yang memanfaatkan teknologi pakan KK