Jumlah kawasan mandiri energi yang berbahan dasar kotoran ternak

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 46 Capaian Tujuan 2 : Meningkatkan Efisiensi Budidaya Peternakan dan Kelestarian Lingkungan

1. Jumlah kawasan mandiri energi yang berbahan dasar kotoran ternak

Sasaran utama kawasan mandiri energi yang berbasis biogas adalah sebagai berikut : 1 Desa Miskin, Desa Daerah Tertinggal, Desa Transmigrasi, Desa Pesisir, Desa Pulau Kecil dan Desa Daerah Perbatasan. 2 Ketergantungan masyarakat desa tertinggal terhadap bahan bakar minyak yang harganya cenderung terus meningkat. 3 Wilayah-wilayah padat ternak populasi ternaknya cukup banyak. 4 Wilayah yang masih belumkurang dijangkau listrik milik Negara. Pengembangan ternak terdapat di pedesaan karena lahan masih luas untuk mengembangkan ternak-ternaknya maka perlu adanya penerapan teknologi tepat guna yang berbasis pada sektor peternakan. Tabel 4.1. Pengukuran Capaian Tujuan 2 dua pada kawasan mandiri energi Pengukuran kinerja terhadap indikator tujuan ini menunjukkan capaian kinerja yang cukup baik, karena kawasan energi mandiri berbahan dasar kotoran ternak mencapai 1 satu kawasan atau dengan capaian sebesar 50 yaitu di kawasan mandiri energi sepaku. Namun capaian 2015 belum mencapai target. Tabel 4.2. Realisasi Kinerja Tahun 2014 dan 2015 pada kawasan mandiri energi Pada tahun 2014 kawasan mandiri energi terealisasi 2 kawasan yaitu 1 Kawasan Mandiri Energi Paser Belengkong dan 2 Kawasan Mandiri Energi Long Mesangat. Penetapan suatu kawasan disebut sebagai kawasan mandiri energi adalah apabila Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 47 kawasan tersebut memiliki minimal 30 unit biogas. Kawasan mandiri energi yang terealisasi pada tahun 2015 terdapat di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara PPU, dengan memiliki jumlah biogas sebanyak 30 unit di Desa Argo Mulyo dan Desa Semoi II dua. Kawasan ini disebut kawasan mandiri energi karena populasi ternak sapi cukup tinggi di Sepaku dengan sistem pemeliharaan intensif – semi intensif. Berdasarkan alokasi biogas dari tahun 2012-2015, kecamatan sepaku memiliki biogas 30 unit dengan jumlah populasi sapi kecamatan sepaku sebanyak 3.984 ekor dan kecamatan babulu memiliki 10 unit biogas dengan jumlah populasi sapi sebanyak 2.419 ekor. Sehingga sesuai kriteria kawasan mandiri energi memiliki 30 unit maka kecamatan sepaku merupakan kawasan mandiri energi. Selain itu, rata-rata keluarga miskin banyak di Sepaku, akses jalan kurang memadai, PLN belum sepenuhnya Sepaku, BBM masih sulit didapat serta harganya yang lumayan mahal Dari grafik 1 terlihat jumlah biogas di PPU yang paling banyak ada di Kecamatan Sepaku sebanyak 30 unit tersebar di Desa Argo Mulyo 20 unit dan Desa Semoi II sebanyak 10 unit. Artinya masyarakat terutama peternak mulai mengerti manfaat penggunaan biogas untuk keperluan sehari-hari dan sangat menguntungkan dari segi finansial, sehingga akan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak yang harganya cenderung terus meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan biogas sebagai sumber energi alternatif sangat dimanfaatkan oleh peternak. Tabel 4.3. Realisasi Kinerja dari tahun 2013 s.d 2015 pada kawasan mandiri energi Grafik 11. Jumlah Biogas di Penajam Paser Utara unit 10 30 Babulu Sepaku Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 48 Dari tabel di atas, terlihat bahwa kawasan mandiri energi terbentuk pada tahun 2014 menjadi 2 kawasan, namun pada tahun 2015 hanya ada 1 kawasan. Bila dibandingkan tahun 2013, terdapat peningkatan jumlah kawasan mandiri energi dari tidak adanya kawasan mandiri energi menjadi 2 kawasan sehingga hanya ada penambahan 1 satu kawasan dari tahun 2014 ke tahun 2015 atau kenaikan capaian sebesar 50. Permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian kawasan mandiri energi yang hanya terealisasi 1 satu kawasan disebabkan karena mayoritas peternak yang ada di perdesaan masih menggunakan pola pemeliharaan ekstensif karena tersedianya rumput alam yang berlimpah sebagai bahan pakan utama bagi ternak sapi dan tidak perlu mencarikan pakan. Hal inilah yang membuat beban para petanipeternak dapat terbantukan, dan sebagian peternak yang ada di Kalimantan Timur merupakan usaha sambilan dan belum menjadi usaha pokok mereka. Usaha pokok mereka adalah bertani, oleh sebab itu pola yang digunakan dalam pemeliharaan sapi masih ekstensif. Jika petanipeternak lebih disosialisasikan betapa pentingnya pola pemeliharaan intensif-semi intensif, maka petanipeternak akan berpindah pola pemeliharaannya dan membuat kandang dibelakang rumah dan mulai menanam HPT hijauan pakan ternak disekitar kandang, sehingga pada saat musim keringkemarau, pakan ternak masih tersedia untuk kebutuhan sapinya. Jika petanipeternak sudah memiliki kandang, maka target terbentuknya kawasan energi mandiri dapat tercapai, karena salah satu syarat dalam menerima manfaat dari pembangunan instalasi biogas adalah petanipeternak yang telah memiliki kandang dengan kepemilikan ternak 3-4 ekor sapi. Sesuai target akhir Renstra 2018 terbentuknya kawasan mandiri energi 10 kawasan di Kalimantan Timur, maka realisasi tahun 2015 belum tercapai. Sampai dengan tahun 2015, baru ada 3 kawasan mandiri energi. Sehingga masih diperlukan 7 kawasan untuk mencapai target akhir periode Renstra tahun 2018. Untuk itu, solusiupaya-upaya dalam mencapai target akhir periode Renstra tahun 2018 antara lain : 1 Penyediaan instalasi biogas yang diperlukan untuk pemanfaatan kotoran hewan sebagai sumber energi alternatif sebanyak 480 unit, 2 Pendistribusian komponennya biogas harus dalam satu tempat kawasan dan 3 Difokuskan pada daerah padat ternak sapikerbau yang dipelihara secara Intensif-Semi Intensif dengan kepemilikan ternak minimal 3-4 ekor untuk ternak sapi. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 49 2. Jumlah kelahiran hasil IB Indikator ini menjelaskan jumlah anak yang lahir dari jumlah induk yang diinseminasi apakah pada inseminasi pertama atau kedua dan seterusnya. Tabel 4.4. Pengukuran Capaian Tujuan 2 dua pada jumlah kelahiran hasil IB Tabel 4.5. Realisasi Kinerja Tahun 2014 dan 2015 pada jumlah kelahiran hasil IB Pengukuran kinerja terhadap indikator ini kurang baik, karena jumlah kelahiran hasil IB mencapai 1.462 ekor atau dengan capaian 59,67. Sedangkan jumlah kebuntingan hasil IB tahun 2015 sebanyak 2.050 ekor. Berarti ada 1.462 ekor sapi betina bunting yang sudah melahirkan di tahun 2015 dan sisa induk bunting yang belum melahirkan diharapkan dapat lahir semua atau minimal sebesar 80 dapat lahir di tahun 2016. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi kelahiran hasil IB dengan kebuntingan hasil IB berbanding lurus. Apabila jumlah kebuntingan hasil IB kecil, maka kelahiran hasil IB pun semakin kecil. Semakin banyak realisasi akseptor yang dapat di IB dan bunting, maka jumlah kelahiran hasil IB akan semakin meningkat. Pada tahun 2014, realisasi kelahiran hasil IB mencapai 731 ekor. Namun bila dibandingkan tahun 2015, terlihat adanya peningkatan jumlah kelahiran hasil IB sebanyak 731 ekor atau kenaikan kelahiran hasil IB 100. Hal ini menunjukkan bahwa target tahun 2015 belum tercapai mengingat usia kebuntingan sapi rata-rata selama 9 bulan 10 hari dan pelaporannya baru dapat dilihatdibaca pada tahun 2016. Umumnya ternak yang ada di Provinsi Kalimantan Timur pada kondisi reproduksi yang baik, karena program-program kesehatan hewan yang dilakukan Dinas telah optimal, terutama penanggulangan penyakit reproduksi Brucellosis dan peningkatan SDM berupa keahlian ATR Asisten Teknis Reproduksi terhadap petugas di lapangan. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 50 Grafik 12. Akseptor, Semen Beku, Kebuntingan dan Kelahiran Hasil IB Dari grafik di atas menunjukkan Jumlah kelahiran hasil IB berkaitan dengan kebuntingan hasil IB, semen beku yang digunakan untuk IB serta jumlah akseptor yang di IB. Jika akseptor IB berkurang, maka hasil kebuntingan dan kelahiran ternak hasil IB juga akan berkurang. Tabel 4.5. Realisasi Kinerja dari Tahun 2013 s.d 2015 pada jumlah kelahiran hasil IB Dari tabel tersebut terlihat bahwa jumlah kelahiran hasil IB setiap tahunnya bersifat fluktuatif. Untuk mencapai target 2016 tidak mudah karena dari kebuntingan hasil IB hanya 47,62 yang lahir dan sisanya lahir di tahun depan. Untuk itu, perlu sosialisasi tentang Inseminasi Buatan terhadap petanipeternak dan kelompok. Target jumlah kelahiran hasil IB di akhir periode Renstra tahun 2018 ada 15.196 ekor, namun jumlah kelahiran hasil IB terhadap akhir periode Renstra baru mencapai 4.439 ekor, sehingga masih diperlukan 10.757 ekor untuk mencapai target akhir Renstra tahun 2018. Untuk itu,upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mencapai target akhir periode Renstra adalah dengan meningkatkan jumlah akseptor dari Kawin Alam ke IB, terutama pada kelompok-kelompok taniternak yang mendapatkan bantuan ternak pada tahun-tahun sebelumnya dengan sasaran kelompok-kelompok ternak yang menggunakan kandang koloni pola pemeliharaan intensif - semi intensif. 10.000 20.000 30.000 Kelahiran 2.797 3.385 1.750 2.643 731 1.462 Kebuntingan 4.494 4.161 3.019 2.358 1649 2.050 Semen Beku 9.200 8.225 7.790 8.542 3.450 6.819 Akseptor 5.355 4.988 5.636 4.343 3.165 3.035 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 51 3. Daya Tampung Ternak Tabel 4.6. Pengukuran Capaian Tujuan 2 dua Daya Tampung Ternak Daya tampung ternak merupakan analisis kemampuan areal kebun rumput untuk dapat menampung sejumlah ternak, sehingga kebutuhan hijauan rumput dalam 1 tahun bagi makanan ternak tersedia dengan cukup. Pengukuran kinerja terhadap tujuan ini cukup baik, karena mencapai 7.234,70 ST dari target 11.848 ST atau dengan capaian 73,97. Daya tampung ternak sangat signifikan terhadap produksi pakan hijauan, apabila produksinya turun maka daya tampung ternak pun ikut turun. Penghitungan daya tampung ternak dapat dilihat dari produksi pakan hijauan ternak. Misal ternak dewasa BB 300 kg memerlukan pakan hijauan sebanyak 9 kg BKhari atau 3,285 ton BKtahun 9 kg x 365 hari. Produksi pakan hijauan tahun 2015 mencapai 23.766 tontahun maka daya tampung ternak dewasa tahun 2015 adalah 7.235 ST. Tabel 4.7. Realisasi Kinerja Tahun 2014 dan 2015 Pada tahun 2015, capaian daya tampung ternak sebesar 7.234,70 ST. Sehingga terjadi penurunan daya tampung ternak bila dibanding tahun 2015 sebesar 47,04 atau turun sebesar 6.426 ST. Hal ini menunjukkan bahwa target daya tampung ternak tahun 2015 tidak tercapai. Tidak tercapainya realisasi tahun 2015 disebabkan karena musim kemarau yang panjang menyebabkan rumput hijauan pakan ternak mengalami kekeringan sehingga mempengaruhi produksi hijauan pakan ternak. Tabel 4.8. Realisasi Kinerja dari Tahun 2013 s.d 2015 daya tampung ternak Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 52 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa capaian kinerja daya tampung ternak mengalami naik turun yang bersifat fluktuatif. Dibanding target 2016, maka daya tampung ternak tahun 2015 belum tercapai. Sedangkan target di akhir periode Renstra tahun 2018 sebesar 13.674 ST, sehingga daya tampung ternak masih kekurangan sebesar 6.439 ST untuk mencapai target di akhir periode Renstra. Belum tercapainya realisasi tahun 2015, diperlukan upaya-upaya untuk mencapai target tahun 2018 antara lain : 1 memfasilitasi penanaman padang penggembalaan berupa bibit HMT dan pupuk baik dukungan dana APBD maupun APBN; 2 meningkatkan pengetahuan peternak melalui sosialisasi dan pembinaan agar peternak mengerti pakan ternak sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemeliharaan ternak dan memfasilitasi penyediaan pakan ternak dengan pemberian bibit rumput, pupuk; 3 peralatan yang menunjang ketersediaan pakan ternak. Capaian Tujuan 3 : Meningkatkan jaminan keamanan pangan produk peternakan Persentase Penurunan Kasus Pemalsuan Daging Kasus pemalsuan daging sapi dengan daging babi merupakan tindakan yang merugikan konsumen baik dari dari sisi kesehatan maupun dari sisi kehalalannya. Daging babi banyak mengandung agen penyakit seperti cacing. Selain itu kandungan lemak babi sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan kolesterol tinggi. Yang lebih utama dari segi hukum syariat agama, babi tergolong makanan haram untuk dikonsumsi umat muslim. Tabel 5.1. Pengukuran Capaian Tujuan 3 tiga Kasus Pemalsuan Daging Tabel 5.2. Realisasi Kinerja Tahun 2014 dan 2015 Kasus Pemalsuan Daging TARGET REALISASI CAPAIAN 1 2 3 4 5 6 1 Persentase penurunan kasus pemalsuan daging 4,5 3,55 121,11 NO INDIKATOR SATUAN TARGET 2015 Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 53 Pengukuran kinerja terhadap tujuan ini kurang baik, karena capaian kasus pemalsuan daging sebesar 3,55 atau dengan capaian sebesar 121,11. Ini menunjukkan bahwa dari 506 sampel yang diperiksa, maka dinyatakan positif pemalsuan daging ada 18 kasus. Pada tahun 2014 terjadi kasus pemalsuan daging sebanyak 3 kasus atau sebesar 4,5 kasus pemalsuan daging. Sehingga terdapat penurunan kasus pemalsuan daging sebesar 26,76. Tabel 5.3. Realisasi Kinerja dari Tahun 2013 s.d 2015 Kasus Pemalsuan Daging Dari tabel tersebut, persentase kasus pemalsuan daging mengalami penurunan setiap tahunnya. Capaian tahun 2015 terhadap target tahun 2016 tercapai, karena realisasi di bawah target, artinya semakin kecil realisasi capaian kinerja semakin baik kinerjanya. Sehingga diharapkan pencapaian target persentase kasus pemalsuan daging pada akhir periode Renstra tahun 2018 di bawah 3. Dari grafik di atas bahwa pemalsuan daging sapi dengan daging babi masih banyak terjadi di masyarakat setiap tahunnya, meskipun pada tahun 2014 telah mengalami penurunan kasus. Kejadian pemalsuan daging di tahun 2013 sebanyak 31 kasus atau sebesar 5, artinya dari 620 sampel yang diperiksa hasilnya positif ada 31 sampel. Sedangkan pada tahun 2015 terdapat 18 kasus atau sebesar 3,55 artinya dari 509 sampel yang diperiksa ada 18 sampel yang postif pemalsuan daging. Kejadian pemalsuan daging terjadi di Kubar 4 kasus, Samarinda 2 kasus, Bontang 7 kasus, Paser 2 kasus, Balikpapan 2 kasus dan Kutim 1 kasus. 31 3 18 2013 2014 2015 Grafik 13. Kasus Pemalsuan Daging Kasus Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 54 Permasalahan terjadinya kasus pemalsuan daging di Kalimantan Timur disebabkan mahalnya daging sapi dijadikan alasan oleh para pedagang yang curang untuk memalsukan daging sapi dengan daging babi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran pedagang untuk menyediakan produk yang ASUH terutama halal untuk dikonsumsi masih rendah. Untuk itu, solusi yang telah dilakukan untuk mencegah terjadinya pemalsuan daging antara lain : 1 sosialisasi kepada pelaku usaha dan konsumen membedakan daging sapi dan daging babi, 2 pembinaan dan penataan kios daging agar penggilingan daging sapi dan babi tidak boleh dicampur, 3 pengawasan terhadap unit usaha yang telah dibina dan melalui sidak langsung ke pasar-pasar tradisional dengan pengambilan sampel pangan asal ternak serta 4 melakukan surveilans terhadap pangan asal ternak yang merupakan salah satu perlindungan konsumen untuk tetap terjamin daging yang aman, sehat, utuh, dan halal untuk dikonsumsi. Namun untuk mencegah terjadinya kasus pemalsuan daging di kalimantan Timur, langkah-langkah ke depan yang harus dilakukan adalah : 1 melakukan surveilans pangan asal hewan secara rutin; 2 meningkatkan kewaspadaan melalui pengecekan langsung bila ada kecurigaan pemalsuan daging; 3 peningkatan pengawasan melalui evaluasi terhadap pelaku usaha yang sudah dibina; 4 pembinaan kepada pelaku usaha dan memberikan sanksi tegas apabila terbukti melakukan pemalsuan daging dengan cara menutup usaha yang bersangkutan; 5 peningkatan sosialisasi kepada pelaku usaha dan konsumen agar memperoleh daging yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal ASUH serta 6 fasilitasi peralatan pengolahan daging agar penggilingan daging sapi dan babi tidak dicampur pemakaiannya. Selain itu perlu programkegiatan melalui dukungan APBD dan APBN melalui kegiatan –kegiatan sebagai berikut : 1. Bimtek peningkatan kapasitas SDM pengawas kesmavet 2. Penguatan jejaring pengawas kesmavet 3. Pemutakhiran data pemotongan 4. Pengawasan zoonosis hewan qurban 5. Pembinaan unit usaha dalam proses sertifikat halal 6. Monitoring dan surveilans residu dan cemaran mikroba 7. Sosialisasi public awareness peduli ASUH dan Zoonosis 8. Penyebaran informasi public awareness pangan asal ternak melalui media massa Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 55 B.2. Capaian Kinerja Sasaran berdasarkan IKU Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2015 Capaian Sasaran Strategis 1 : Meningkatnya pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap produk pangan asal ternak daging dan telur Persentase Ketersediaan Lokal Daging dan Telur Tabel 6.1. Pengukuran Capaian Sasaran Strategis 1 satu ketersediaan lokal daging dan telur Permintaan daging sapi diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk, perbaikan ekonomi masyarakat, dan meningkatnya kesadaran akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani. Pengukuran kinerja terhadap sasaran ini terutama ketersediaan lokal daging baik, karena mencapai 68,09 dengan capaian 93,27. Namun untuk ketersediaan lokal telur cukup baik karena baru mencapai 51,72 dengan capaian 76,62. Tabel 6.2. Realisasi Kinerja 2014 dan 2015 ketersediaan lokal daging dan telur Pada tahun 2014, ketersediaan lokal daging mencapai 75,09 dan ketersediaan lokal telur mencapai 40,90. Hal ini menunjukkan bahwa ada penurunan ketersediaan lokal daging sebesar 9,32. Namun ketersediaan lokal terhadap telur mengalami peningkatan disebabkan karena peningkatan populasi ayam petelur 42,61 dan ayam buras 23,67. NO INDIKATOR SATUAN 2014 2015 KINERJA NAIKTURUN 1 2 3 4 5 6 1 Ketersediaan Lokal : - Daging Persen 75,09 68,09 -9,32 - Telur Persen 40,90 51,72 26,45 Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 56 Grafik 14. Produksi dan Konsumsi Daging dalam Ton 2014 2016 1 2 3 4 5 6 7 8 1 Ketersediaan Lokal : - Daging Persen 70,91 75,09 68,09 71 80 - Telur Persen 65,95 40,90 51,72 66,5 70 TARGET RPJMD NO INDIKATOR SATUAN REALISASI 2013 REALISASI 2014 REALISASI 2015 Tabel 6.3. Realisasi Kinerja dari tahun 2013 s.d 2015 ketersediaan lokal daging dan telur Pencapaian kinerja ketersediaan lokal daging dan telur dari tahun 2013 s.d 2015 terlihat fluktuatif. Namun capaian tahun 2015 ketersediaan lokal daging dan telur belum mencapai target kinerja pada akhir RPJMD pada tahun 2018 yaitu ketersediaan lokal daging sebesar 80 dan ketersediaan telur sebesar 70. Sedangkan realisasi tahun 2014 ketersediaan lokal daging 70,91 dan ketersediaan lokal telur 65,95. Pada grafik 14 terlihat adanya peningkatan produksi daging diiringi dengan peningkatan konsumsi daging. Hal ini menunjukkan bahwa adanya permintaan daging yang semakin meningkat setiap tahunnya sebagai akibat dari peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang berdampak pada peningkatan gizi disamping itu juga tumbuh dan berkembangnya perusahaan asing perusahaan pertambangan di Kalimantan Timur. Produksi daging secara keseluruhan pada tahun 2015 mencapai 61.493,5 ton sedangkan Konsumsi daging mencapai 64.089,4 ton, hal ini terdapat selisih dengan produksi daging sebesar 2.595,9 ton, kekurangan ini dipenuhi dengan pemasukan daging beku. Untuk konsumsi daging secara keseluruhan, kita mampu memasok dari lokal sebesar 68,09 dan dari luar Kaltim sebesar 31,91 . Namun, 0,00 20.000,00 40.000,00 60.000,00 80.000,00 Produksi Daging Konsumsi Daging Produksi Daging 47.593,80 51.158,50 58.656,40 59.707,50 61.493,50 Konsumsi Daging 49.848,60 52.883,10 61.491,20 66.767,80 64.089,40 2011 2012 2013 2014 2015 Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 57 Grafik 15. Produksi dan Konsumsi Telur dalam Ton jika dilihat dari kemampuan pasokan sapi potong lokal, kita baru mampu memasok sapi potong sebanyak 141.855 ekor atau 39,43 dari populasi ternak sapi kita tahun 2014 yaitu sebanyak 101.743 ekor Pada grafik 15 terlihat adanya peningkatan konsumsi telur dibandingkan produksi telur. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan telur meningkat setiap tahunnya sedangkan produksi telur menurun disebabkan karena total afkir ayam petelur pada tahun 2014 sejumlah 896.334 ekor dengan jumlah yang keluar kaltim 530.000 ekor dan jumlah yang dipotong 266.334 ekor serta kematian 4,38 atau sebanyak 52.339 ekor. Pada tahun 2015 produksi telur mencapai 9.722,80 ton atau 60,11 dari kebutuhan konsumsi. Kebutuhan konsumsi telur tahun 2015 sebesar 16.174,90 ton sehingga masih diperlukan pemasukan telur dari luar Kaltim sebesar 6.452,1 ton atau 39,89. Pemasukan telur berasal dari Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Pulau Jawa. Untuk konsumsi telur secara keseluruhan, kita mampu memasok dari lokal sebesar 51,72 dan dari luar Kaltim sebesar 48,28 . Permasalahan yang dihadapi dalam mencapai ketersediaan lokal daging dan telur adalah : 1 Ketersediaan lokal diperoleh melalui pemotongan sapi lokal, sedangkan populasi sapi lokal masih rendah. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan daging Prov.kaltim didatangkan dari luar. Selama ini untuk mencukupi kebutuhan daging lokal terbesar dipenuhi dari produksi daging ayam potong. 2 Para peternak banyak beralih usaha ke bidang ayam potong sehingga populasi ayam buras dan ayam petelur menurun signifikan. 0,00 5.000,00 10.000,00 15.000,00 20.000,00 25.000,00 Produksi Telur Konsumsi Telur Produksi Telur 13.284,50 14.112,60 16.072,20 9.286,20 9.722,80 Konsumsi Telur 21.335,00 18.822,10 20.925,80 21.765,50 16.174,90 2011 2012 2013 2014 2015 Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 58 Target persentase ketersediaan lokal daging dan telur di akhir periode Renstra tahun 2018 yaitu ketersediaan lokal daging sebesar 80 dan telur 70, namun realisasi tahun 2015 terhadap target akhir Renstra tahun 2018 ketersediaan lokal daging baru mencapai 68,09 dan ketersediaan lokal telur baru mencapai 51,72, sehingga untuk mencapai target di akhir periode Renstra tahun 2018 diperlukan upaya-upaya untuk memenuhi ketersediaan lokal daging dan telur antara lain : 1 meningkatkan kemampuan para peternak sapi potong dalam rangka meningkatkan produksi daging, serta 2 dilakukan pemasukan sapi potong siap potong untuk meningkatkan pemotongan sekaligus produksi daging sapi, serta 3 meningkatkan produksi daging ayam maupun telur dengan memberikan pelayanan serta pelatihan terhadap peternak agar dapat memelihara ternak mereka lebih baik. Tabel 6.4. Alternative Solusi pada sasaran 1 satu Dari tabel di atas terlihat bahwa tingkat efisiensi sasaran ini sangat baik. Hal ini menunjukkan sasaran sebesar 84,95 dapat tercapai dengan serapan anggaran sebesar 58,32. Artinya untuk mencapai target sasarandiperlukan serapan anggaran yang tinggi. Namun hasilnya akan lebih optimal apabila pengadaan indukan sapi potong impor dapat terealisasi, sehingga dengan penambahan indukan sapi potong dapat meningkatnya ketersediaan lokal daging di Kaltim dan impactnya adalah adanya penambahan populasi sapi potong di Kaltim. Program yang sudah dilakukan oleh Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur untuk meningkatkan ketersediaan lokal daging dan telur pada tahun 2015 adalah : 1. Program Peningkatan Produksi Hasil Peternakan Program ini merupakan program prioritas indikator RPJMD Provinsi Kalimantan Timur. Capaian program outcome ini adalah jumlah produksi daging dan telur. Keterkaitan capaian outcome dengan sasaran adalah  Keterkaitan jumlah produksi daging dengan ketersediaan lokal daging adalah produksi daging sebesar 61.493,50 ton untuk memenuhi konsumsi daging Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 59 sebesar 64.089,40 ton maka kita mampu memasok dari lokal sebesar 68,09 artinya semakin tinggi tingkat konsumsi daging maka ketersediaan daging dari lokal pun semakin terpenuhi. Sehingga keterkaitan dengan capaian tujuan adalah semakin tinggi ketersediaan daging dari lokal maka populasi ternak di Kaltim juga semakin meningkat untuk memenuhi kebutuhan daging.  Keterkaitan jumlah produksi telur dengan ketersediaan lokal telur adalah produksi daging sebesar 9.722,80 ton untuk memenuhi konsumsi sebesar 16.174,90 ton maka kita mampu memasok dari lokal sebesar 51,72 artinya pemenuhan konsumsi telur hanya 50 saja dari lokal sehingga keterkaitan dengan capaian tujuan adalah populasi ayam buras dan petelur tidak mencapai target. 2. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Ternak Capaian program ini adalah peningkatan status wilayah kesehatan hewan terkait AI dan Jembrana. Capaian tahun 2015 adalah peningkatan status wilayah Jembrana sebesar 60 atau dengan capaian sebesar 75 dari target 80 karena kejadian kasus jembrana masih terjadi sebanyak 1 satu kasus di Berau. Pada tahun 2013, kejadian Jembrana 30 kasus terjadi di 2 kabupaten yaitu Balikpapan 8 kasus dan Kukar 22 kasus. Sedangkan pada tahun 2014 terjadi pada Kabupaten Penajam Paser Utara PPU sebanyak 9 kasus, sehingga dari 10 kabupatenkota hanya 6 kabupatenkota yang terbebas dari kasus Jembrana antara lain Kabupaten Kutim, Kubar, Paser, Samarinda, Mahakam Hulu dan Bontang. Capaian peningkatan status wilayah AI sebesar 20 atau dengan capaian 33,33 dari target 60 karena masih terjadi kasus AI sebanyak 1 satu kasus di PPU. Pada tahun 2013, kejadian AI 216 kasus terjadi di 6 kabupaten yaitu Kutim 1 kasus, Bontang 94 kasus, Berau 11 kasus, Kubar 22 kasus, Samarinda 24 kasus dan Kukar 54 kasus. Sedangkan pada tahun 2014 kejadian kasus AI 6 kasus terjadi di 3 kabupaten yaitu Samarinda 4 kasus, Bontang 1 kasus dan Balikpapan 1 kasus, sehingga dari 10 kabupatenkota di Kaltim hanya 2 kabupaten yang terbebas dari AI yaitu Paser dan Mahakam Hulu.  Keterkaitan peningkatan status wilayah keswan terkait jembrana adalah dengan kasus kejadian Jembrana dapat mempengaruhi ketersediaan lokal daging karena kasus kematian sapi akibat penyakit jembrana dapat mengurangi produksi daging lokal sehingga bila dikaitkan dengan capaian tujuan, kejadian jembrana juga akan menurunkan populasi sapi potong di Kaltim.  Selain itu, keterkaitan peningkatan status wilayah AI adalah kejadian AI dapat menurunkan produksi dan produktivitas unggas sehingga dapat menurunkan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 60 ketersediaan telur dari lokal dan bila dikaitkan dengan capaian tujuan, maka kejadian AI dapat menurunkan populasi unggas di Kaltim. 3. Program Pengembangan Kawasan dan Usaha Peternakan Program ini merupakan program prioritas indikator RPJMD Provinsi Kalimantan Timur.  Capaian program ini adalah jumlah kawasan peternakan yang terealisasi sebanyak 6 kawasan di Paser Kabupaten Paser yaitu 1.Longkali 1.382 ekor; 2.Long ikis 9.154 ekor; 3.Kuaro 3.242 ekor; 4.Pasir Belengkong 2.854 ekor; 5.Batu Engau 1.113 ekor; 6 Muara Komam 754 ekor.  Sedangkan realisasi tahun 2014 juga terbentuk 6 kawasan peternakan di Kabupaten Kutai Timur yaitu yaitu 1 Kecamatan Rantau Pulung 1.873 ekor; 2 Kecamatan Kaliorang 2.118 ekor; 3 Kecamatan Long Mesangat 1.452 ekor; 4 Bengalon 783 ekor 5 Muara Wahau 1.039 ekor 6 Kongbeng 1.194 ekor. Dengan demikian jumlah ternak di 6 kecamatan tersebut sebanyak 8.459 ekor, sehingga berdasarkan kriteria kawasan peternakan telah memenuhi lebih 3.000 ekor sapi, maka Kutai Timur dijadikan sebagai kawasan peternakan.  Target jumlah kawasan peternakan di akhir periode Renstra Tahun 2018 sebanyak 25 kawasan peternakan sedangkan dari tahun 2013 sampai dengan 2015 sudah terbentuk kawasan peternakan sebanyak 12 kawasan. Sehingga masih diperlukan 13 kawasan untuk mencapai akhir periode Renstra. Untuk itu Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur perlu melakukan upaya- upaya untuk mencapai target akhir periode Renstra tahun 2018 adalah dengan penyebaran ternak melalui dana bantuan Pemerintah Daerah maupun Pusat, pendataan dan pengawasan perkembangan ternak bantuan pemerintah secara intensif baik oleh Provinsi maupun Kabupatenkota.  Keterkaitan jumlah kawasan peternakaan ketersediaan lokal daging adalah dengan terbentuknya kawasan peternakan 12 kawasan di Kaltim, maka untuk memenuhi konsumsi daging dari lokal dapat terpenuhi dan keterkaitan dengan capaian tujuan adalah bahwa dengan terbentuknya 12 kawasan peternakan maka jumlah populasi sapi potong di Kaltim semakin meningkat. Artinya populasi sapi potong berkembang di kawasan peternakan. 4. Program Penanggulangan Kemiskinan Bidang Peternakan.  Program ini merupakan program prioritas indikator RPJMD Provinsi Kalimantan Timur. Capaian outcome program ini adalah jumlah masyarakat miskin yang beternak kambing KK. Sesuai reviu Renstra bahwa target indikator jumlah masyarakat miskin yang beternak kambing tidak ada karena Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 61 Kepala Keluarga KK miskin baru dilatih di tahun 2015 sebanyak 75 KK, sehingga KK tersebut akan menerima ternak kambing di tahun 2016. Pelatihan budidaya ternak kambing sebanyak 75 KK di Kutai Timur terdiri dari 55 KK di Kecamatan Rantau Pulung desa tanjung labu 20 KK, desa tepian makmur 15 KK dan desa margo mulyo 20 KK dan 20 KK di Kecamatan Bengalon desa tepian langsat.  Keterkaitan jumlah masyarakat miskin yang beternak kambing dengan ketersediaan lokal daging adalah bahwa masyarakat miskin yang telah diberi pelatihan budidaya dan beternak kambing akan meningkatkan ketersediaan daging dari lokal. Sehingga dampaknya bagi capaian tujuan adalah apabila ketersediaan daging dari lokal terpenuhi, maka tentunya populasi ternak kambing di Kaltim juga semakin meningkat. Selain itu, programkegiatan yang mendukung tercapainya ketersediaan lokal daging dan telur melalui dukungan APBN yaitu Program pemenuhan pangan asal ternak dan agribisnis peternakan rakyat melalui kegiatan peningkatan produksi ternak. Salah satu kegiatannya adalah pengembangan indukan sapi potong melalui integrasi sapi sawit sebanyak 1.926 ekor indukan sapi Brahman Cross BC impor dan pengadaan sapi lokal sebanyak 674 ekor. Diharapkan dapat menambah dan meningkatkan populasi sapi potong di Kalimantan Timur. Capaian Sasaran Strategis 2 : Meningkatnya penerapan teknologi peternakan tepat guna dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan sumber daya alam terbarukan Indikator pada capaian sasaran 2 dua ini adalah : 1 Jumlah masyarakat yang memanfaatkan biogas KK