Analis Yuridis, Atas Peran Dan Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Lelang Kelas II

(1)

TESIS

Oleh

HENDRA KUSUMA

097011101/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HENDRA KUSUMA

097011101/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Muhammad Abduh, SH)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS) (Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Muhammad Abduh, SH, MS.

Anggota : 1. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS 2. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum 3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum


(5)

Nama : HENDRA KUSUMA

Nim : 097011101

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS, ATAS PERAN DAN KEDUDUKAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT LELANG KELAS II Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :HENDRA KUSUMA Nim :097011101


(6)

likudasi akan menjadi lebih efektif dan efisien. Karena lelang tersebut bersifat perdata yang merupakan jual beli di dalam KUHPerdata. Notaris ditunjuk sebagai Pejabat Lelang Kelas II karena Notaris memiliki pemahaman, pengetahuan dan keahlian hukum yang baik terutama dalam bidang Hukum Perdata.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kedudukan Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas II tidak bertentangan dengan Undang-undang Jabatan Notaris dan apakah semua Risalah Lelang yang dibuat Notaris sebagai Pejabat Lelang adalah Akta Otentik.

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris yaitu data dalam penelitian ini diperoleh dari studi kepustakaan dan wawancara kepada Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas II serta Pejabat KP2LN di Medan, sedangkan teknik analisis dilakukan secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Notaris untuk diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas II berdasarkan Pasal 6 Kepmenkeu Nomor 175/KMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang dan Permenkeu Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang adalah sehat jasmani dan rohani, memiliki kemampuan melaksanakan lelang dibuktikan dengan rekomendasi dari Kepala KP2LN setempat dan lulus ujian Profesi Pejabat Lelang dan Penilai, mengikuti diklat Profesi Pejabat Lelang dan Penilai atau Diklat Lelang III (Khusus), tidak pernah terkena sanksi administrasi, tidak pernah dijatuhi hukuman pidana, dan memiliki integritas yang tinggi yang dinyatakan dengan surat rekomendasi dari organisasi profesi Notaris dengan kriteria yang ada pada Kode Etik Profesi Notaris yaitu melaksanakan kode etik profesi dengan baik serta setia kepada organisasi profesi, adil, mandiri, jujur, dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak memihak.

Risalah Lelang yang dibuat oleh Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas II adalah akta otentik, karena sesuai dengan Pasal 1868 KUH Perdata yaitu dibuat menurut Undang-undang, dibuat oleh/atau dihadapan Pejabat lelang Kelas II, wilayah kerja Pejabat Lelang ditentukan oleh Menteri Keuangan. Artinya Risalah Lelang berguna sebagai alat bukti yang sempurna bagi para pihak yaitu penjual dan pembeli (pemenang lelang), hal ini untuk melindungi para pihak terhadap kemungkinan perbuatan hukum pihak ketiga.


(7)

and the auction of the assets of liquidated banks, for the auction is in civil matters which are stipulated in the Civil Code. A notary is appointed as an Auctioneer Class II because he has good understanding, knowledge, and judicial skill especially in the civil law.

The aim of the research was to know whether the position of a notary as an Auctioneer Class II was not contrary to the Law on Notarial and whether oil the Auction Deed written by a Notary as an Auctioneer are authentic.

The research used judicial empirical method which means that the data were obtained from library research and interviews with the Notary as the Auctioneer Class II and with KP2LN officials in Medan, and analyzed qualitatively.

The result of the research showed that some requirements which should be fulfilled by a Notary to be appointed to be an Auctioneer Class II, based on Article 6 of the Decree of the Ministry of Finance No. 175/KMK.06/2010 on the Auctioneer and the Decree of the Minister of Finance No. 93/PMK.06/2010 on the operational Manual of the Implementation of Auction. The requirements are as follows: the Notary must be physically and emotionally healthy, have the ability to carry out the auction with the Letter of Recommendation from the Head of local KP2LN, pass the examination of Auctioneer and Assessor, follow education and training for Auctioneer and Assessor or education and training for Auction III (Special), never be imposed on administrative sanction or imprisoned, and have high integrity recommended by Notarial Professional Organization with the criteria stipulated in Ethical Code of Notarial Profession, that is, he has to implement proper professional ethic code and be loyal to professional organization, just, independent, honest, responsible, and impartial.

The Auction Deed written by the Notary as the Auctioneer Class H is authentic because it is in line with Article 1868 of the Civil Code, according to law, made by/ before the Auctioneer Class II, and the working area of the Auctioneer is determined by the Finance Minister. It means that the Auction Deed is beneficial as the ultimate evidence for the parties concerned; the seller and the purchaser (the winner of the auction), and this will protect the parties concerned from the third party’s legal acts.


(8)

Pejabat Lelang Kelas II” ini dapat terlaksana. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan tesis ini, berbagai pihak telah banyak memberikan dorongan, bantuan serta masukan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik, oleh karena itu ucapan terima kasih dari lubuk hati yang terdalam dan setulus-tulusnya, penulis sampaikan secara khusus kepada: Bapak Prof. Muhammad Abduh, SH, Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS, Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum, selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan tulus dan ikhlas untuk kesempurnaan tesis ini, juga kepada Dosen Penguji Ujian TesisBapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, yang telah memberikan masukan terhadap kesempurnaan tesis ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan Universitas Sumatera Utara dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.


(9)

5. Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan ilmu yang sangat bermanfaat bagi Penulis selama mengikuti kegiatan proses belajar mengajar pada masa perkuliahan.

6. Seluruh Staff/Pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,Bu Fat, Winda, Sari, Lisa, Afni, Bang Aldi, Ken, Rizal, Hendri, yang dengan penuh kesabaran telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis, selama menjalani perkuliahan.

7. Sahabat-sahabatku Mahasiswa dan Mahasisiwi di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Angkatan Tahun 2009 :Kak Sere, Joe,Pak Azhar, Pak Mursil, Ade, Bang Zulkarnaen, Tommy, Rio, Andi, Mighdad, Kiki, Rini, Toni, Artha, Pak Bambang, Bang Arman, Pak Yono, Kak Sri, Kak Bekka, Moses, dan Richard, terima kasih untuk masukan juga dukungan dalam perkuliahan dan penyelesaian tesis ini, semoga setelah selesainya studi ini persahabatan kita bisa tetap terjalin meskipun kita tidak bersama-sama lagi.

8. Dengan penuh hormat dan Sayang atas kebersamaan, perhatian, terutama dukungan doa, moril dan materiil, yang tiada henti, kepada:

a. Kedua orangtuaku, Zulkifli (Alm) dan Astuti Sutarni yang telah membesarkan, merawat serta tiada hentinya selalu mencurahkan kasih sayang, nasehat, motivasi dan perhatiannya kepadaku, sehingga dapat menyelesaikan semua studiku dengan baik.

b. Istriku Tercinta Nur Aminah Siregar, SH dan Nur Raisah Kusuma serta M. Faiz Kusuma anak-anakku, yang selalu memberikan segala hal yang


(10)

semua bantuan, dan kebaikan yang telah diberikan, Penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa yang akan memberikan balasan yang setimpal, agar kita semua selalu diberikan rahmat dan karunia Nya. Penulisan tesis ini telah diupayakan semaksimal mungkin, namun Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karenanya kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat Penulis harapkan guna menyempurnakan tesis ini. Salam Sejahtera.

Medan, Mei 2012 Penulis


(11)

N a m a : HENDRA KUSUMA Tempat/Tgl Lahir : Bandung/19 Februari 1981 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Status : Menikah

Alamat : JL. Garuda Gg. PTP VIII No. 17 Medan Nama Istri : Nur Aminah Siregar, SH

Nama Anak : - Nur Raisah Aulia Kusuma

- - M. Faiz Kusuma

II. IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Zulkifli (Alm) Nama Ibu : Astuti Sutarni

III. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri No. 12757 Pandan dari tahun 1987 sampai tahun 1993. 2. SMP Negeri 3 Pandan dari tahun 1993 sampai tahun 1996.

3. SMA N 2 Plus Matauli Sibolga dari tahun 1996 sampai tahun 1999.

4. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara dari tahun 2000 sampai tahun 2005

5. Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dari tahun 2009 sampai tahun 2012


(12)

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Keaslian Penelitian ... 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 9

1. Kerangka Teori ... 9

2. Kerangka Konsepsi ... 34

G. Metode Penelitian ... 35

a. Spesifikasi Penelitian ... 35

b. Jenis dan Sumber Data ... 36

c. Alat Pengumpul Data... 37

d. Analisa Data... 37

BAB II KEDUDUKAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT LELANG KELAS II APAKAH BERTENTANGAN DENGAN UUJN ... 39

A. Notaris Sebagai Pejabat Lelang Kelas II ... 39

B. Akta Risalah Lelang ... 43

C. Tumpang Tindih Pengaturan Kewenangan Membuat Akta Risalah Lelang Antara Peraturan Lelang dan UUJN ... 51


(13)

BAB IV TUGAS NOTARIS DALAM MENGEMBANGKAN

PERANNYA SEBAGAI PEJABAT LELANG KELAS II ... 83

A. Notaris Sebagai Media Sosialisasi Lelang ... 83

B. Upaya Lain Yang Perlu Dilakukan ... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 101


(14)

likudasi akan menjadi lebih efektif dan efisien. Karena lelang tersebut bersifat perdata yang merupakan jual beli di dalam KUHPerdata. Notaris ditunjuk sebagai Pejabat Lelang Kelas II karena Notaris memiliki pemahaman, pengetahuan dan keahlian hukum yang baik terutama dalam bidang Hukum Perdata.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kedudukan Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas II tidak bertentangan dengan Undang-undang Jabatan Notaris dan apakah semua Risalah Lelang yang dibuat Notaris sebagai Pejabat Lelang adalah Akta Otentik.

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris yaitu data dalam penelitian ini diperoleh dari studi kepustakaan dan wawancara kepada Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas II serta Pejabat KP2LN di Medan, sedangkan teknik analisis dilakukan secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Notaris untuk diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas II berdasarkan Pasal 6 Kepmenkeu Nomor 175/KMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang dan Permenkeu Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang adalah sehat jasmani dan rohani, memiliki kemampuan melaksanakan lelang dibuktikan dengan rekomendasi dari Kepala KP2LN setempat dan lulus ujian Profesi Pejabat Lelang dan Penilai, mengikuti diklat Profesi Pejabat Lelang dan Penilai atau Diklat Lelang III (Khusus), tidak pernah terkena sanksi administrasi, tidak pernah dijatuhi hukuman pidana, dan memiliki integritas yang tinggi yang dinyatakan dengan surat rekomendasi dari organisasi profesi Notaris dengan kriteria yang ada pada Kode Etik Profesi Notaris yaitu melaksanakan kode etik profesi dengan baik serta setia kepada organisasi profesi, adil, mandiri, jujur, dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak memihak.

Risalah Lelang yang dibuat oleh Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas II adalah akta otentik, karena sesuai dengan Pasal 1868 KUH Perdata yaitu dibuat menurut Undang-undang, dibuat oleh/atau dihadapan Pejabat lelang Kelas II, wilayah kerja Pejabat Lelang ditentukan oleh Menteri Keuangan. Artinya Risalah Lelang berguna sebagai alat bukti yang sempurna bagi para pihak yaitu penjual dan pembeli (pemenang lelang), hal ini untuk melindungi para pihak terhadap kemungkinan perbuatan hukum pihak ketiga.


(15)

and the auction of the assets of liquidated banks, for the auction is in civil matters which are stipulated in the Civil Code. A notary is appointed as an Auctioneer Class II because he has good understanding, knowledge, and judicial skill especially in the civil law.

The aim of the research was to know whether the position of a notary as an Auctioneer Class II was not contrary to the Law on Notarial and whether oil the Auction Deed written by a Notary as an Auctioneer are authentic.

The research used judicial empirical method which means that the data were obtained from library research and interviews with the Notary as the Auctioneer Class II and with KP2LN officials in Medan, and analyzed qualitatively.

The result of the research showed that some requirements which should be fulfilled by a Notary to be appointed to be an Auctioneer Class II, based on Article 6 of the Decree of the Ministry of Finance No. 175/KMK.06/2010 on the Auctioneer and the Decree of the Minister of Finance No. 93/PMK.06/2010 on the operational Manual of the Implementation of Auction. The requirements are as follows: the Notary must be physically and emotionally healthy, have the ability to carry out the auction with the Letter of Recommendation from the Head of local KP2LN, pass the examination of Auctioneer and Assessor, follow education and training for Auctioneer and Assessor or education and training for Auction III (Special), never be imposed on administrative sanction or imprisoned, and have high integrity recommended by Notarial Professional Organization with the criteria stipulated in Ethical Code of Notarial Profession, that is, he has to implement proper professional ethic code and be loyal to professional organization, just, independent, honest, responsible, and impartial.

The Auction Deed written by the Notary as the Auctioneer Class H is authentic because it is in line with Article 1868 of the Civil Code, according to law, made by/ before the Auctioneer Class II, and the working area of the Auctioneer is determined by the Finance Minister. It means that the Auction Deed is beneficial as the ultimate evidence for the parties concerned; the seller and the purchaser (the winner of the auction), and this will protect the parties concerned from the third party’s legal acts.


(16)

1 A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu.

Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Jasa Notaris dalam proses pembangunan makin meningkat sebagai salah satu kebutuhan hukum masyarakat.

Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut UUJN). Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse


(17)

salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang.

Hubungan profesi notaris dengan masyarakat dan negara telah diatur dalam UUJN berikut peraturan perundang-undangan lainnya. Sementara hubungan profesi notaris dengan organisasi profesi notaris diatur melalui kode etik notaris yang ditetapkan dan ditegakkan oleh organisasi notaris. Keberadaan kode etik notaris merupakan konsekuensi logis dari dan untuk suatu pekerjaan yang disebut sebagai profesi. Bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa notaris sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan harus berpegang teguh tidak hanya pada peraturan perundang-undangan semata, namun juga pada kode etik profesinya, karena tanpa kode etik, harkat dan martabat dari profesinya akan hilang.

Terdapat hubungan antara kode etik dengan UUJN. Hubungan pertama terdapat dalam Pasal 4 UUJN mengenai sumpah jabatan. Notaris melalui sumpahnya berjanji untuk menjaga sikap, tingkah lakunya dan akan menjalankan kewajibannya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat dan tanggung jawabnya sebagai notaris, namun bagaimana halnya apabila Notaris diberikan tanggung jawab yang lain sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II.

Berdirinya Unit Lelang Negara dapat dikaitkan dengan lahirnya Vendu


(18)

Stbl. 1908 No. 190 (untuk selanjutnya disebut VI) yaitu pada bulan Februari 1908, sehingga diperkirakan pada saat itulah mulai berdirinya unit lelang Negara. Jumlah unit operasional di seluruh Indonesia (saat itu masi Hindia Belanda) pada saat itu juga tidak dapat diketahui secara pasti. Demikian halnya sampai saat terjadinya perubahan perubahan VR pada tahun 1940 dengan S.1940 No. 56 tidak diketahui jumlah operasional lelang.1

Sejak lahirnya VR tahun 1908, unit lelang di lingkungan Departemen keuangan dengan kedudukan dan tanggung jawab langsung di bawah Menteri Keuangan. Adapun struktur Organisasi pada masa itu yitu pada tingkat Pusat adalah Inspeksi Urusan Lelang. Sedangkan, di tingkat Daerah/unit operasional; kantor lelang negeri, pegawainya merupakan pegawai organik Departemen Keuangan dan Kantor Pejabat Lelang Kelas II yang dirangkap oleh Notaris, Pejabat Pemda Tingkat II (Bupati atau Walikota), tapi semenjak tahun 1983 seluruhnya dirangkap oleh Pejabat dari Direktorat Jenderal Pajak.

Sejarah lahirnya kelembagaan lelang Negara tersebut di atas menunjukkan bahwa Lembaga Lelang Negara di Indonesia sudah cukup lama namun pada kenyataannya lelang di Indonesia masih merupakan suatu kegiatan yang jarang dipergunakan secara sukarela oleh masyarakat. Orang berpandangan negatif tentang lelang disebabkan mereka mempunyai pemikiran bahwa lelang selalu berkaitan dengan eksekusi pengadilan, walaupun kenyataann dalam kenyataannya hal itu tidak

1Prof. Muhammad Abduh, SH, Materi Perkuliahan Pasca Sarjana Program Magister


(19)

dapat dipungkiri karena sebagian besar lelang dilaksanakan sebagai tindak lanjut pelaksanaan putusan pengadilan terhadap pihak yang kalah dalam perkara. Polderman memberikan pengertian lelang sebagai alat untuk mengadakan perjanjian atau persetujuan yang paling menguntungkan untuk si penjual dengan cara menghimpun para peminat. Syarat utamanya adalah menghimpun para peminat untuk mengadakan perjanjian jual beli yang paling menguntungkan si penjual.2

Lembaga lelang di Indonesia bukan hanya sebagai lembaga eksekusi pengadilan, dan diharapkan masyarakan dapat memanfaatkan lembaga ini untuk melakukan lelang secara sukarela, yaitu lelang di luar eksekusi, sebagai salah satu cara penjualan barang selain penjualan yang biasa terjadi.

Keberhasilan lelang sukarela ini kurang dikenal oleh masyarakat padahal dengan melakukan penjualan secara lelang ada beberapa manfaat yang akan dinikmati oleh masyarakat. Kekurangtahuan masyarakat mengakibatkan apa yang diharapkan pemerintah yaitu masyarakat memanfaatkan lembaga lelang kurang tercapai dan mengakibatkan kebaikan atau manfaat lelang tidak dapat pula dirakasan oleh masyarakat.

Lelang atau penjualan di muka umum, memberikan beberapa manfaat atau kebaikan dibanding dengan penjualan yang lainnya, yaitu adil, cepat, aman mewujudkan harga yang tinggi dan memberikan kepastian hukum.

2Rohmat Soemitro, Peraturan dan Instruksi Lelang, PT. Eresco, Bandung 1987, hal.


(20)

Di dalam pelaksanaan lelang ada beberapa pihak yang terlibat, yaitu Pembeli, Penjual, dan Pejabat Lelang (dulu disebut juru lelang), dan pengawas lelang (dulu disebutSuperintendent).

Pada saat lelang dilaksanakan, jalannya acara lelang menjadi tanggung jawab seorang juru lelang, untuk selanjutnya dalam tesis ini disebut sebagai Pejabat Lelang, Pejabat Lelang ini terdiri dari 2 (dua), yaitu pejabat lelang kelas I yang bertugas di Kantor Lelang Negara (KLN) sekarang disebut Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN), dan Pejabat Lelang kelas II yang bertugas diluar KP2LN, yaitu di Kantor Lelang Kelas II atau Balai Lelang.

Pejabat Lelang kelas I berdasarkan pasal 4 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan (selanjutnya disebut Kepmenkeu) Nomor 347/KMK.01/2008 tentang pejabat lelang Kelas I adalah pegawai Direktorat Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) yang telah diangkat sebagai Pejabat Lelang. Pejabat Lelang keas II berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II (selanjutnya akan disebut juga sebagai PMK tentang Pejabat Lelang Kelas II) adalah orang-orang tertentu yang berasal dari Notaris, Penilai, Lulusan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan yang diselenggarakan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan atau Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di DJPLN diutamakan yang perna menjadi Pejabat Lelang Kelas I.

Peraturan tersebut dapat diartikan, bahwa seorang Notaris dapat menjadi Pejabat Lelang Kelas II, ini berarti bahwa Notaris tidak hanya menjalankan tugas


(21)

sebagai seorang Notaris, tetapi juga dapat sekaligus menjalankan tugas sebagai seorang Pejabat Lelang.

Terjadinya krisis moneter yang melanda dunia, tidak terkecuali Indonesia, membuat dunia usaha dan bisnis di ambang kehancuran. Banyak perusahaan yang gulung tikar karena krisis tersebut. Aset-aset yang mereka miliki dijual untuk menambah modal, ada juga yang dijual untuk membayar utang-utangnya. Ketika berinvestasi, baik itu untuk membeli tanah, gedung atau investasi lainnya, tidak sedikit uang yang dikeluarkan. Sekarang ketika dana sangat dibutuhkan barang-barang tersebut tidak mungkin di jual begitu saja dengan harga berapa saja asal cepat menjadi uang. Lelang merupakan cara yang tepat untuk menjual barang-barang tersebut dengan harga yang tinggi dan dana yang cepat cair. Balai lelang adalah tempat yang tepat untuk mengajukan permohonan lelang karena pelayanan yang mereka berikan profesional dengan harga bersaing.

Pertumbuhan ekonomi dunia, mempengaruhi Indonesia, terutama invesasi yang semakin besar, Lembaga Lelang di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh tersebut, dengan makin besarnya peluang untuk pelaksanaan lelang. Hal ini akan menyulitkan KLN yang pada waktu itu berjumlah 30 berada di 27 Propinsi.3 Untuk mengantisipasi keadaan tersebut pada tahun 1996 Pemerintah melalui Menteri Keuangan mengeluarkan peraturan berupa Kepmenkeu Nomor 47/KMK.01/1996 tentang Balai Lelang, yang mengijinkan berdirinya balai Lelang Swasta. Dengan

3Rian Sudiarto, Bisnis Balai Lelang Swasta Cepat dan Murah, Majalah Swa 06/XIV/19


(22)

peraturan tersebut mulailah berdiri beberapa Balai Lelang, yang pada saat itu masih berupa Balai Lelang dari Luar Negeri yang mendirikan cabang di Indonesia dengan ijin Operasional dan Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara (BUPLN) Departemen Keuangan, tapi hanya berupa Penyelenggaraan Pelelangan.4Pengetahuan lelang di Indonesia masih kurang sehingga perlu belajar dari Balai Lelang luar negeri tersebut.

Terdapat masalah mengenai Lelang di Indonesia, yaitu Pemerintah Republik Indonesia bertujuan mengembangkan lelang sebagai sarana perdagangan, tetapi masyarakat mempunyai konotasi yang buruk terhadap lelang, selain itu kurang mengenai lembaga lelang yang merupakan lembaga perdagangan Sedangkan Masyarakat Indonesia masih menggunakan Hukum Adat. Ditambah lagi sekarang dalam melaksanakan lelang masyarakat dapat menghubungi atau mengajukan permohonan lelang ke beberapa lembaga, yaitu KP2LN, Balai Lelang atau Kantor Pejabat lelang Kelas II. Hal ini membingungkan masyarakat, karena masyarakat tidak mengetahui lembaga mana yang harus dipilih apabila akan menjual barang miliknya secara langsung karena keterbatasan informasi dan pengetahuan yang dimiliki.

Penanggulangannya adalah perlu adanya peran aktif dari Notaris untuk mengidentifikasi hambatan atau kesulitan-kesulitan sebagai pejabat lelang dan mengembangkan perannya sebagai Notaris yang menjadi Pejabat Lelang dalam masyarakat sehingga masyarakat dapat mengerti dan dapat menggunakan jasa Notaris sebagai suatu kebutuhan dalam dunia perekonomian.


(23)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan Uraian-Uraian di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Lelang Kelas II Apakah Bertentangan Dengan UUJN ?

2. Apakah Kendala yang dihadapi Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas II ?

3. Bagaimanakah Notaris dapat mengembangkan perannya sebagai Pejabat Lelang Kelas II ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka tujuan penelitiannya adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah ketentuan kewenangan membuat Akta Risalah Lelang yang dalam Undang-undang Jabatan Notaris tidak bertentangan dengan Peraturan Lelang ?

2. Untuk mengetahui Apakah Kesulitan yang dihadapi oleh Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas II

3. Untuk mengetahui Bagaimana Notaris dapat mengembangkan perannya sebagai Pejabat Lelang Kelas II .

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :


(24)

Diharapkan dengan penelitian ini dapat member manfaat dalam bidang ilmu pengetahuan hukum khususnya bidang keperdataan terutama mengenai Notaris Sebagai Pejabat Lelang Kelas II.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan (input) bagi

semua pihak, yaitu bagi masyarakat pada umumnya dan bagi pemerintah khususnya, dalam pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas II yang sesuai dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia.

E. Keasilian Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun sedang dilakukan, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang membahas mengenai Analisis Yuridis Atas Peran dan Kedudukan Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas II.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori digunakan untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada


(25)

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.5 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan penulis dibidang hukum.6 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.7 Kata lain dari kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.8

1.1. Pengertian Lelang

Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa latin Auctio yang berarti

peningkatan harga secara bertahap. Para ahli menemukan di dalam literatur Yunani bahwa lelang telah dikenal sejak 450 tahun sebelum Masehi. Beberapa jenis lelang yang populer pada saat itu antara lain adalah lelang karya seni, tembakau, kuda, budak dan sebagainya.9

Di Indonesia, sejarah kelembagaan lelang sudah cukup lama dikenal. VR (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl. 1940 Nomor 56) yang masih berlaku sebagai dasar hukum lelang, menyatakan :10

“Penjualan di muka umum ialah pelelangan dan penjualan barang, yang diadakan di muka umum dengan penawaan harga yang makin meningkat,

5 JJJ M. Wuismen,Penelitian Ilmu Sosial, Jilid 1, Penyunting M. Hisman, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, halaman. 203.

6 M.Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju Bandung 1994, halaman 27. 7 Burhan Ashshofa,Metode Penelitian Hukum,Rineka Cipta Jakarta, 1998, halaman 23. 8 M.Solly Lubis,Op.Cit.halaman 23.

9

FX.Ngadijarno,Badan Lelang; Teori dan Praktek,Jakarta: Departemen Keuangan Republik Indonesia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, 2008, hal.3.


(26)

dengan persetujuan harga yang makin menurun atau dengan pendaftaran harga, atau dimana orang-orang yang di undang atau sebelumnya sudah diberi tahu tentang pelelangan atau penjualan, atau kesempatan yang diberikan kepada orang-orang yang berlelang atau membeli untuk menawar harga, menyetujui harga atau mendaftarkan”

Bachtiar Sibarani menyatakan dalam Jurnal Keadilan bahwa Penjualan Lelang pada hakekatnya adalah penjualan barang kepada orang banyak atau dimuka umum melaui mekanisme lelang, pada dasarnya menghasilkan penjualan dengan harga tinggi dan wajar, oleh karena itu penggunaan mekanisme lelang sebagaimana mekanisme pasar telah direstui dan diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.11

Pasal 1 ayat 1 Kepmenkeu nomor 93 /PMK.06/2010 Petunjuk Pelaksanaan Lelang, untuk selanjutnya disebut Juklak Lelang dikatakan

“ Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik secara langsung maupun melalui media elektronik dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan peminat”.

Menurut tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Lelang Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara Biro Hukum Sekretariat Jendral Departemen Keuangan Pengertian Lelang adalah cara penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran secara kompetisi yang didahului dengan pengumuman lelang dan atau upaya mengumpulkan peminat.12

Pengertian lelang yang telah disebutkan di atas, Unsus Pokoknya yaitu :

11

Bachtiar Sibarani, Masalah Hukum Privatisasi Lelang,Jurnal Keadilan Vol.4 No.1 (2006) hal. 18.

12 DR. Purnama T. Sianturi, SH, M.Hum, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang


(27)

1. Saat dan tempat tertentu.

2. Dilakukan di depan umum dengan mengumpulkan peminat melaui cara pengumuman.

3. Dilaksanakan dengan cara penawaran yang khusus, yaitu tertulis dan atau lisan. 4. Penawaran tertinggi dinyatakan sebagai pemenang.

5. Dilakukan di hadapan pejabat Lelang

Perubahan dalam pengertian lelang pada Kepmenkeu No. 93 /PMK.06/2010 tentang Juklak Lelang adalah pada saat sekarang Lelang dapat dilakukan dengan menggunakan media elektronik.

1.2. Jenis Lelang

Jenis Lelang dibedakan berdasarkan sebab barang di jual dan penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang. Sifat lelang ditinjau dari sudut sebab barang dilelang dibedakan antara lelang eksekusi dan lelang non eksekusi. Lelang eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau dokumen yang dipersamakan dengan itu sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Lelang non eksekusi adalah lelang selain lelang eksekusi yang meliputi lelang non eksekusi wajib dan lelang nen eksekusi sukarela. Sifat lelang ditinjau dari sudut penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang, dibedakan antara lelang yang sifatnya wajib, yang menurut peraturan perundang-undangan wajib melalui kantor lelang dan lelang yang sifatnya sukarela atas permintaan masyarakat. Lelang non eksekusi wajib adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik


(28)

negara/daerah dan kekayaan negara yang dipisahkan sesuai peraturan yang berlaku. Lelang Non Eksekusi sukarela adalah lelang untuk melaksanakan kehendak perorangan atau badan untuk menjual barang miliknya.13

a. Lelang yang bersifat Eksekusi dan Wajib.

1) Lelang Eksekusi Panitia Urusan Putang Negara (PUPN)

Lelang Eksekusi PUPN adalah pelayanan lelang yang diberikan kepada PUPN/BUPLN dalam rangka proses penyelesaian pengurusan piutang Negara atas barang jaminan/sitaan milik penanggung hutang yang tidak membayar hutangnya kepada negara berdasarkan Undang-undang No. 49 Prp tahun 1960 tentang Panitia Pengurusan Piutang Negara.

2) Lelang Eksekusi Pengadilan Negeri (PN)/Pengadilan Agama (PA)

Lelang Eksekusi Pengadilan Negeri (PN)/Pengadilan Agama (PA) adalah lelang yang diminta oleh panitera PN/PA untuk melaksanakan keputusan hakim pengadilan yang telah berkekuatan pasti khususnya dalam rangka perdata, termasuk lelang hak tanggungan, yang oleh pemegang hak tanggungan telah diminta fiat eksekus kepada ketua pengadilan.

3) Lelang Barang temuan dan sitaan, rampasan Kejaksaan/penyidik

Lelang barang temuan dan sitaan, rampasan Kejaksaan/Penyidik adalah Lelang yang dilaksanakan terhadap barang temuan dan lelang dalam kerangka acara pidana sebagaimana diatur dalam KUHAP yang antara lain meliputi lelang


(29)

eksekusi barang yang telah diputus dirampas untuk Negara, termasuk dalam kaitan itu adalah lelang eksekusi pasal 45 KUHAP yaitu lelang barang bukti yang mudah rusak, busuk dan memerlukan biaya penyimpanan tinggi.

Barang temuan adalah barang-barang yang ditemukan oleh penyidik dan telah diumumkan dalam jangka waktu tertentu tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya. Barang temuan kebanyakan berupa hasil hutan yang disita oleh penyidik tetapi tidak ditemukan tersangkanya dan telah diumumkan secara patut, tetapi tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya. Lelang barang rampasan adalah lelang eksekusi barang yang telah diputus dirampas untuk negara. Dalam lelang barang rampasan pemohon lelang sekaligus sebagai penjual adalah Kepala Kejaksaan Negeri, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kejaksaan mengenai pelelangan/penjualan barang rampasan. Lelang barang sitaan adalah lelang terhadap barang-barang yang disita sebagai barang bukti sitaan perkara pidana yang karena pertimbangan sifatnya cepat rusak/busuk, berbahaya atau biaya penyimpanannya terlalu tinggi dijual mendahului keputusan pengadilan berdasarkan pasal 45 KUHP . lelang atas barang bukti sitaan telah disita yang sifatnya cepat rusak/busuk dan biaya penyimpanan tinggi, maka Kejaksaan Negeri yang menangani perkara permohonan lelang kekantor lelang. Lelang barang buki sitaan memerliukan izin dari ketua pengadilan tempat perkara berlangsung. Uang hasil lelang dipergunakan sebagai bukti dalam perkara.


(30)

Lelang Sita Pajak adalah lelang atas sitaan pajak sebagai tindak lanjut penagihan piutang pajak kepada negara baik pajak pusat maupun pajak daerah. Dasar hukum dari pelaksanaan lelang ini adalah Undang-undang Nomor 19 tahun 1997.

5) Lelan Eksekusi barang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Barang tak bertuan) Lelang Barang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat diadakan terhadap barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai Negara dan barang yang menjadi milik Negara. Direktorat Bea dan Cukai telah mengelompokkan barang menjadi tiga, yaitu barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yand dikuasai Negara dan barang yang menjadi milik Negara. Lelang barang tak bertuan dimaksudkan untuk menyebut lelang yang dilakukan terhadap barang yang dalam jangka waktu yang ditentukan tidak dibayar bea masuknya.

6) Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT)

Lelang eksekusi yang dilakukan berdasarkan pasal 6 UUHT, yang memberikan hak kepada pemegang Hak tanggungan pertama untuk menjual sendiri secara lelang terhadap objek hak tanggungan apabila cidera janji. Pelaksanaan Lelang Eksekusi hak tanggungan didasarkan pasal 6 UUHT.

7) Lelang Eksekusi Fidusia

Lelang eksekusi fidusia adalah lelang terhadap Objek fidusia karena debitor cidera janji, sebagaimana diatur Undang-undang fidusia. Parate eksekusi fidusia, kreditor tidak perlu memnta fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri apabila


(31)

akan menjual secara lelang barang agunan kredit yang diikat fidusia, jika debitor cedera janji.

b. Lelang Non Eksekusi Wajib

Lelang barang inventaris instansi pemerintah pusat/pemerintah daerah adalah lelang yang dilakukan dalam rangka penghapusan barang milik/dikuasai negara, termasuk dalam pengertian barang milik/dikuasai negara adalah aset pemerintah pusat/daerah, ABRI maupun sipil. Barang yang dimiliki negara adalah barang yang pengadaannya bersumber dari dana yang berasal dari APBN, APBD serta sumber-sumber lainnya atau barang yang dinyata-nyata dimiliki negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak termasuk kekayaan Negara yang dipisahkan. Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasa 48 ayat

(1) Penjualan benda milik negara/daerah dilakukan dengan cara lelang, kecuali dalam hal-hal tertentu.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. INPRES No. 9 Tahun 1970 tentang penjualan dan atau pemindahtanganan barang-barang yagn dimiliki/dikuasai Negara, mengatur barang milik/kekayaan Negara/Daerah harus dijual secara Lelang.

c. Lelang Secara Sukarela 1) Lelang Sukarela/Swasta


(32)

Lelang Sukarela/Swasta adalah jenis pelayanan lelang atas permohonan masyarakat secara sukarela. Jenis pelayanan lelang ini sedang dikembangkan untuk dapat bersaing dengan berbagai bentuk jual beli Individual/jual beli biasa yang di kenal di masyarakat. Lelang sukarela yang saat ini sudah berjalan antara lain lelang barang-barang milik kedutaan/korps diplomatik, lelang barang seni seperti carpet dan lukisan, lelang sukarela yang diadakan oleh Balai Lelang. 2) Lelang Sukarela BUMN (Persero)

Pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1998 tentang Perusahan Perseroan (Persero) mengatur, bagi persero tidak berlaku Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1970 tentang penjualan dan atau pemindahtanganan barang-barang yang dimiliki/dikuasai Negara, yang harus melalui kantor lelang. Dalam penjelasan pasal 37 dinyatakan guna memberikan keleluasaan pada Persero dan Persero terbukadalam melaksanakan usahanya maka penjualan dan pengalihan barang yang dimiliki/dikuasai Negara, dinyatakan tidak berlaku. Persero tidak wajib menjual barangnya melalui Lelang atau dapat menjua asetnya tanpa melalui Lelang. Jika Persero memilih cara penjualan lelang, maka lelang tersebut termasuk jenis lelang sukarela.

1.3. Pihak Dalam Lelang

Lelang pada dasarnya merupakan jual beli, hanya cara penjualannya dilakukan dengan cara yang khusus seperti disebutkan dalam pengertian lelang, tidak seperti jual beli di pasar.


(33)

Pihak dalam jual beli adalah Penjual dan Pembeli, yang melakukan perjanjian, terjadi pada saat pejabat lelang untuk kepentingan si penjual menunjuk penawar yang tertinggi dan mencapai harga limit sebagai pembeli lelang.14 serta harus dilakukan di hadapan Pejabat Lelang.

Berdasarkan pasal 1a VR yang menyatakan :

“Menurut ketentuan dalam ayat berikut dan pasal ini penjualan di muka umum tidak boleh diadakan kecuali di depan juru lelang. Dengan peraturan pemerintah dapat dilakukan penjualan di muka umum dibebaskan dari campur tangan juru lelang. Seorang yang berbuat bertentangan dengan ketentuan dalam pasal ini, didenda paling banyak sepuluh ribu rupiah; perbuatannya yang dapat dipidana dipandang sebagai pelanggaran”.

Bachtiar sibarani dalam Jurnal Hukum Bisnis menyatakan bahwa:15 1. Lelang yang dilakukan di hadapan Pejabat Lelang antara lain:

a. Lelang eksekusi Pengadilan b. lelang eksekusi BUPLN

c. Lelang barang milik Pemerintah Pusat/Daerah d. Lelang milik BUMN/D

2. Lelang yang dibebasan dari campur tangan Pejabat Lelang, antara lain adalah : a. Lelang ikan segar (stb 1908;642)

b. Lelang yang dilaksanakan oleh Perum Pegadaian (stb. 1926;133, 1921;29, 1933;341, 1935;453).

14 Purnama T. Sianturi, “Tanggung Jawab Kantor Lelang Negara, Penjual, Pembeli dan

Balai Lelang Dalam Penjualan Aset Badan Penyehatan Perbankan Nasional (Studi Kasus di Kantor Lelang Negara Medan Kurun Waktu 1999-2000)”, Tesis Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, hal. 102.

15Bachtiar Sibarani, Kendala dan Prospek Lelang Negara; Sebuah Tinjauan Hukum,Jurnal


(34)

c. Lelang kayu kecil (Stb. 1912;128, 1914;397, 1935;453)

d. Lelang hasil perkebunan atas biaya penduduk Indonesia di tempat-tempat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan (Stb.1915, 1943;63, 1938;371 dan 464) e. Lelang hewan-hewan tangkapan polisi (Stb.1918;125, 1925;34, 1934;56) f. Lelang harta peninggalan anggota tentara yang tidak mempunyai anggota

keluarga (Stb. 1872;208, 1874;147, pasal 12)

g. Lelang buku-buku perpustakaan yang dilakukan oleh anggotanya (Stb. 1914;56)

h. Lealng yang dilakukan oleh juru sita berkenaan dengan eksekusi hukuman sesuai HIR Pasal 200 ayat (2) /Rbg Pasal 215 ayat (2).

i. Lelang cengkeh yang dilakukan oleh KUD berdasarkan Keppres no. 8/1980 Jo Kepmenperdag Nomor 29/KP/1/1980.

j. Lelang aset-aset bank di Bawah BPPN berdasarkan Surat Edaran DJPLN Nomor SE-03/PL/2003 tentang Pengecualian Alas Penyelenggaraan Lelang yang Dilakukan Sendiri Oleh BPPN Jo PP nomor 17/1999 tentang BPPN Jo UU Nomor 71/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 10/1998 Pasal 37 A.

Dalam Jual beli secara Lelang para pihak adalah : 1. Penjual

Pasal 1 ayat 8 Kepmenkeu No. 93 /PMK.06/2010 tentang Juklak Lelang menyatakan Penjual adalah perseorangan, badan atau instansi yang berdasarkan


(35)

peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang melakukan penjualan secara lelang.

2. Pembeli

Pasal 1 ayat 9 Kepmenkeu Nomor 93 /PMK.06/2010 tentang Juklak Lelang menyatakan Pembeli adalah orang atau badan yang mengajukan penawaran tertinggi yang mencapai atau melampaui nilai limit yang disahkan sebagai pemenang lelang oleh pejabat lelang.

Berdasarkan Pasal 40 Kepmenkeu Nomor 93 /PMK.06/2010 tentang Juklak Lelang dikatakan bahwa pejabat Lelang, Pejabat Penjual, Pemandu Lelang, Hakim, Jaksa, Panitera, Juru Sita, Pengacara/Advokat, Notaris, PPAT, Penilai dan Pegawai DJPLN, yang terkait dengan pelaksanaan lelang dilarang menjadi Pembeli.

3. Pejabat Lelang

Pasal 1 ayat (5) Kepmenkeu Nomor 93 /PMK.06/2010 tentang Juklak Lelang memberikan pengertian Pejabat Lelang ( Vendumeester sebagaimana dimaksud

dalam VR) adalah orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri keuangan untuk melaksanakan Penjualan barang secara lelang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pejabat Lelang merupakan salah satu pihak yang harus hadir dalam pelaksanaan Lelang, karena jika lelang dilaksanakan tanpa kehadiran Pejabat Lelang,


(36)

kecuali untuk lelang tertentu seperti lelang ikan dan lelang Perum Pegadaian, Pelaksanaan Lelang tersebut dapat dikenakan sankasi berupa pembatalan penjualan.

Pelaksanaan Penjualan secara Lelang diawasi seorang Pengawas Lelang berdasarkan pasal 1 ayat 7 Kepmenkeu Nomor 93 /PMK.06/2010 tentang Juklak Lelang, Pengertian Pengawas Lelang adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk mengawasi pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang, yaitu Kepala Kantor, yang bertanggung jawab atas dipatuhinya peraturan-peraturan lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana Pelaksana lelang dalam acara Lelang. Pengawasan yang dilakukan meliputi pengawasan administratif, keuangan dan bertindak sebagai pemutus bila terlibat perselisihan.16

1.4. Tata Cara Lelang

Pasal 5 ayat 1 dan 2 VR menetapkan

“ Seorang yang menghendaki mengadakan penjualan di muka umum, memberitahukan hal itu pada Juru Lelang atau di tempat-tempat ang dalam kantor ada pemegang buku, pada pemegang buku, dengan menyampaikan pada dan atau hari-hari kapan penjualan ingin diadakan. Permintaan ditulis dalam daftar dari mana yang berkepentingan atas permintaannya dapat melihatnya”

Pasal 2 ayat (1) Kepmenkeu Nomor 93 /PMK.06/2010 tentang Juklak Lelang menyatakan setiap Penjual yang bermaksud melakukan penjualan secara lelang mengajukan permohonan lelang secara tertulis disertai dengan dokumen yang disyaratkan kepada kepala kantor lelang.


(37)

Tata cara lelang ditetapkan Direktur Piutang dan Lelang Negara dalam keputusan Nomor 38/PL/2002 tentang Tata Cara Administrasi dan Lelang Negara yang meliputi tahapan :

1. Persiapan Lelang

Dalam persiapan lelang terdapat beberapa hal yang harus dilaksanakan guna kelancaran pelaksanaan lelangnya. Hal ini untuk menghindari kemungkinan adanya sengketa hukum di kemudian hari. Beberapa kegiatan antara lain persiapan-persiapan, kelengkapan dokumen, jadwal waktu pengumuman, persyaratan-persyaratan hukum sebagai dasar hukum pelaksanaan lelang itu sendiri dan sebagainya. Adapun proses yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

A. Permohonan lelang

Permohonan lelang diajukan secara tertulis kepada Pejabat Lelang Kelas II disertai dokumen persyaratan lelang bersifat umum dan khusus.

B. Waktu dan Tempat Lelang Waktu Lelang

1. Setelah permohonan lelang diteliti kelengkapan dokumen dan keabsahannya, waktu lelang ditetapkan.

2. Penetapan hari dan tanggal lelang memperhatikan jadwal dari pejabat lelang dan keinginan si penjual


(38)

4. Lelang di luar jam dan hari kerja harus dengan seijunSuperintenden (Pasal 8

KMK No. 304/KMK.01/2002) Tempat Lelang

1. Lelang barang bergerak dilaksanakan di tempat barang itu berada

2. Lelang barang tidak bergerak dilaksanakan ditempat yang dikehendaki penjual, dengan ketentuan tetap harus memperhatikan wilayah kerja dan jabatan Pejabat Lelang Kelas II.

3. Lelang barang bergerak atas contoh dapat dilaksanakan tidak ditempat barang itu berada tetapi harus dengan persetujuan Superintenden. Terhadap barang

contoh tersebut harus dibubuhi segel KP2LN.

4. Bila objek lelang tersebar diwilayah kerja beberapa KP2LN, selanjutnya akan dilelang di satu KP2LN, perlu ijinSuperintended.

5. Lelang non eksekusi dapat dilaksanakan di luar wilayah kerja tempat barang berada, setelah mendapat persetujuan ;

i. Direktur Jendral untuk barang-barang yang berada dalam wilayah antar Kantor Wilayah DJPLN; atau

ii. Kepala Kantor Wilayah DJPLN setempat untuk barang –barang yang berada dalam wilayah kantor wilayah DJPLN setempat.

6. Dalam hal lelang dilaksanakan di luar wilayah kerja tempat Pejabat Lelang Kelas II berada, maka pejabat lelang yang melaksanakan lelang membukukan hasil lelangnya namun tidak mempengaruhi pencapaian target. KP2LN


(39)

tersebut kemudian membuat laporan yang ditujukan kepaad KP2LN tempat barang berada dengan tembusan kepada Direktur Jenderal c.q. Direktur Lelang Negara dan Kpala Kantor Wilayah pelaksanaan lelang selambat-lambatnya 10 hari setelah pelaksanaan lelang. Hasil lelang akan diperhitungkan sebagai kompensasi pencapaian target dari KP2LN yang melaksanakan lelang kepada KP2LN tempet barang berada.

7. Dalam hal Lelang Eksekusi, KP2LN dapat mensyaratkan kepada Penjual untuk menggunakan tempat dan fasilitas lelang yang disediakan oleh DJPLN. Pelaksanaan Lelang di Luar Hari dan Jam Kerja.

Untuk Pelaksanaan lelang di luar hari dan Jam kerja, penjual harus mengajukan permohonan dispensasi pelaksanaan lelang di luar hari dan jam kerja secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah dalam hal pelaksanaan lelang dilakukan oleh Pejabat Lelang. Terhada permohonan tersebut, Kepala Kantor Wilayah dapat memberikan atau menolak permohonan lelang diluar hari dan jam kerja yang disampaikan oleh penjual.

Lelang di Luar Wilayah Kerja

Untuk pelaksanaan lelang di luar wilayah kerja Pejabat lelang, penjual mengajukan permohonan persetujuan lelang di luar wilayah kerja secara tertulis kepada KP2LN untuk barang-barang yang berada dalam wilayah antar Kantor Wilayah setempat.


(40)

KP2LN dapat memberikan atau menolak permohonan lelang di luar wilayah kerja tersebut yang disampaikan kepada penjual.

Syarat Lelang

Syarat-syarat umum dalam setiap pelaksanaan lelang pada prinsipnya adalah : 1. Dilakukan di hadapan Pejabat Lelang atau ditutup dan disahkan oleh Pejabat

Lelang dalam hal lelang internet.

2. Terbuka untuk umum yang dihadiri oleh penjual dan 1 (satu) orang peserta atau lebih

3. Pengunguman Lelang.

4. Harga Lealgn dibayarkan secara tunai selambat-lambatnya 3 (tiga) hari Kerja setelah pelaksanaan lelang.

Penjual dapat mengajukan syarat-syarat khusus secara tertulis kepada Pejabat Lelang dengan ketentuan tidak boleh bertentangan dengan peraturan umum lelang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun syarat-syarat tambahan lelang tersebut antara lain :

1. Jadwal penjelasan lelang kepada peserta lelang sebelum pelaksanaan lelang (Aanwidjzing).

2. Jangka waktu bagi calon pembeli untuk melihat dan meneliti secara fisik barang yang akan dilelang.

3. Jangka waktu pembayaran harga lelang.


(41)

Tata Cara Pengumuman Lelang

Setiap penjualan secara lelang harus didahului dengan Pengumuman Lelang yang dilakukan oleh penjual. Pada prinsipnya, pengumuman lelang harus dilakukan melalui surat kabar harian, selebaran, atau tempelan yang mudah dibaca oleh umum dan/atau melalui media elektronik termasuk internet di wilayah kerja tempat baran akan di jual. Dalam hal tidak ada surat kabar harian, maka pengumuman lelang diumumkan dalam yang terbit di tempat yang terdekat dan beredar diwilayah kerja Pejabat Lelang tempat barang akan dijual. Sejauh mungkin pengumuman lelang tersebut dimuat di surat kabar harian yang memiliki peredaran luas dan diperkirakan dibaca oleh kalangan bisnis.

Adapun maksud diadakan pengumuman lelang ini adalah :

a. Agar dapat diketahui oleh masyarakat luas, sehingga bagi yang berminat dapat menghadiri pelaksanaan lelang (menghimpun peminat lelang/aspek publikasi). b. Memberikan kesempatan kepada pihak ketiga yang merasa dirugikan untuk

mengajukan sanggahan/Verzet(aspek legalitas).

c. Sebagai Shock Therapy bagi masyarakat agar menimbulkan efek jera, sehingga

diharapkan Debitur yang tadinya bermalas-malasan memenuhi kewajibannya akan timbul kesadaran untuk melunasi kewajiban-kewajibannya karena takut barang miliknya bisa saja dilelang sebagai bagian pelunasan hutang-hutangnya.17

17 F.X. Sutardjo, Prospek Dan Tantangan Lelang Di Era Globalisasi, Makalah Perkuliahan


(42)

Tata cara pengumuman lelang telah diatur dalam surat Keputusan Menteri Keuangan No. 304/KMK.01/2002 tentang petunjuk pelaksanaan lelang.

Pengumuman lelang sekurang-kurangnya memuat : a. Identitas penjual

b. Hari, tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan lelang dilaksanakan. c. Jenis dan jumlah barang .

d. Lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan ada/tidak adanya bangunan, khusus untuk barang tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan.

e. Jumlah, dan jenis/Spesifikasi, khusus untuk barang bergerak. f. Jangka waktu melihat barang yang akan dilelang.

g. Uang jaminan penawaran lelang meliputi besaran, jangka waktu, cara dan tempat penyetoran, dalam hal dipersyaratkan adanya uang jaminan penawaran lelang. h. Jangka waktu pembayaran harga lelang dan

i. Harga limit, sepanjang hal itu diharuskan dalam peraturan perundang-undangan atau atas kehendak penjual/pemilik barang.

C. Pelaksanaan Lelang

Pada prinsipnya prosedur lelang cukup sederhana dan tidak berbelit-belit, Adapun urutan-urutannya yaitu sebagai berikut :

1. Siapapun yang berminat untuk melakukan penjualan barang secara lelang harus mengajukan permohonan lelang kepada pejabat lelang kelas II setempat. Setiap permohonan lelang harus dilengkapi dengan dokumen yang berkaitan dengan


(43)

barang yang akan dilelang, serta bukti-bukti kewenangan menjual dari permohonan lelang, dan harus sudah diserahkan ke Pejabat Lelang Kelas II paling lambat 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan lelang.

2. Permohonan lelang dapat menentukan syarat-syarat lelang asalkan persyaratan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan lelang yang berlaku dan harus diserahkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan lelang.

3. Setelah Pejabat lelang kelas II meneliti permohonan lelang beserta kelengkapan dokumen dan memperoleh keyakinan atas legvalisasi subyek dan obyek lelang, maka dengan memperhatikan keinginan Pemohon Lelang/Penjual.

Pemohon lelang wajib mengumumkan lelang barang-barang yang akan dilelang di surat kabar harian dan atau media cetak elektronik lainnya.

Pada tahap pelaksanaan lelang hal-hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :18

1. Pejabat Lelang mengecek peserta Lelang/Kuasanya, kehadirannya, keabsahannya sebagai peserta lelang dengan bukti setoran uang jaminan.

2. Pejabat Lelang memimpin lelang dengan memulai pembacaan kepala risalah Lelang. Pembacaan tersebut diikuti dengan tanya jawab tentang pelaksanaan lelang antara peserta lelang, pejabat penjual dan pejabat lelang. Pertanyaan yang mengenai barang dijawab oleh penjual, sedang pertanyaan yang mengenai pembayaran, surat-surat penting dan lain-lainnya dijawab oleh pejabat lelang.


(44)

3. Peserta lelang mengajukan penawaran lelang, yang dilakukan setelah pejabat lelang membacakan kepala risalah lelang.

4. Cara penawaran.

a. Penawaran Lisan dilakukan dengan cara

i. Pejabat Lelang mulai menawarkan barang mulai dari nilai Limit.

ii. Melaksanakan penawaran dengan harga naik-naik dengan kelipatan kenaikan ditetapkan oleh pejabat lelang.

iii. Penawar tertinggi yang telah mencapai atau melampaui nilai limit ditetapkan sebagai pembeli oleh pejabat lelang.

b. Penawaran tertulis dilakkan dengan cara

i. Formulir penawaran lelang yang disediakan oleh kantor lelang, dibagikan kepada peserta lelang.

ii. Setelah Pejabat Lelang membacakan kepala Risalah Lelang, Peserta Lelang diberi kesempatan untuk mengisi dan mengajukan penawaran tertulis kepada pejabat lelang sesuai waktu yang telah ditentukan.

iii. Pejabat lelang menerima amplop yang berisikan nilai limit dari pejabat penjual dan menunjukkan amplop tersebut kepada peserta lelang. Penyerahan harga limit dari pejabat penjual kepada pejabat lelang dalam amplop tertutup. Hal ini tidak berlaku, jika nilai limit telah diketahui terlebih dahulu.


(45)

iv. Pejabat lelang membuka surat penawaran bersama-sama dengan pejabat penjual.

v. Pejabat lelang dan pejabat penjual membubuhkan paraf masing-masing pada surat penawaran yang disaksikan oleh peserta lelang dan penawaran tersebut dicatat dalam daftar rekapitulasi penawaran lelang.

vi. Jika penawaran belum mencapai nilai limit, maka lelang dilanjutkan dengan cara penawaran lisan dengan harga naik-naik, jika tidak ada penawar yang bersedia menaikkan penawaran secara lisan naik-naik, maka lelang dinyatakan ditahan, barang tidak terjual.

vii.Jika terdapat dua atau lebih penawaran tertinggi yang sama dan telah mencapai nilai limit, maka untuk menentukan pemenang lelang, para penawar yang mengajukan penawaran tertinggi yang sama tersebut dilakukan penawaran kembali secara lisan untuk menaikkan penawaran lisannya sehingga terdapat satu orang penawar tertinggi. Penawar tertinggi tersebut ditunjuk sebagai pemenang lelang/pembeli lelang.

Setelah proses penawaran lelang selesai, risalah lelang ditutup dengan ditandatangani oleh pejabat lelang. Pejabat penjual. Dalam hal barang yang dilelang barang tetap. Pembeli turut menandatangani risalah lelang, tetapi untuk barang bergerak pembeli tidak perlu menandatangani risalah lelang.


(46)

3. Tahap Pasca Lelang

Pasca Lelang menyangkut pembayaran harga lelang, penyetoran hasil lelang dan pembuatan risalah lelang. Pada tahap pelaksanaan lelang hal-hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :19

1. Pembayaran harga lelang. Waktu pembayaran menurut ketentuan 3 x 4 jam setelah lelang. Bea lelang pemberi dipungut sesuai peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2003 dan uag miskin berdasarkan pasal 18 VR. Atas pembayaran tersebut pembeli lelang berdasarkan bukti pelunasan yang diterbitkan kantor lelang meminta dokumen kepemilikan barang yang dibelinya ke Penjual.

2. Penyetoran hasil lelang. Pejabat lelang setelah menerima hasil lelang melakukan penyetoran hasil lelang kepada yang berhak. Bea lelang, uang miskin, pajak penghasilan disetor ke kas Negara, sedang harga lelang dikurang bea lelang penjual disetorkan kepada penjual.

3. Pembuatan Risalah Lelang. Pejabat lelang membuat risalah lelang berupa minut, salinan, petikan dan grose risalah lelang, pejabat lelang memberikan petikan lelang kepada pembeli lelang beserta kuitansi lelang. Etikan risalah lelang khusus barang tetap diberikan kepada pembeli, setelah pembeli menunjukkan bukti pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

4. Pengembalian uang jaminan peserta lelang yang tidak menang, uang jaminan lelang dari peserta yang tidak ditunjuk sebagai pemenang/pembeli lelang. Harus


(47)

dikembalikan kepada penyetor yang bersangkutan selambat-lambatnya satu hari kerja sejak dilengkapinya persyaratan permintaan penembalian uang jaminan dari peserta lelang.20

5. Biaya-biaya Yang Dikeluarkan Dalam Lelang

Di dalam pelaksanaan lelang ada biaya-biaya yang dikenakan baik kepada penjual maupun kepada pembei sebagai pemasukan untuk kas Negara, sebagai dana rutin. Biaya yang dikeuarkan oleh pembeli dan atau Penjual adalah :

1. Bea Lelang10 VR menyatakan bahwa mengenai penjualan dimuka umum Bea Lelang dihitung menurut peraturan yang ditentukan dengan peraturan pemerintah. Pasal 1 ayat 14 Kepmenkeu No. 93 /PMK.06/2010 tentang Juklak Lelang memberi pengertian Bea Lelang adalah pungutan negara atas pelaksanaan lelang berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang Bea Lelang

2. Uang Miskin

Pasa 18 VR menyatakan

“ untuk orang-orang miskin dikurangkan uang miskin kecuali ketentuan dalam ayat keempat dari pasal ini, uang miskin berjumlah untuk penjualan barang-barang disebut dalam ayat pertama dari pasal 6, empat perseribu dari jumlah yang diserahkan. Untuk penjualan barang-barang bergerak lain daripada yang dimaksud dalam pasal ini, uang miskin berjumlah tujuh perseribu dari jumlah diserahkan. Jika barang dimaksud dalam ayat kedua dari pasal ini dijual dalam satu bagian dengan barang-barang dimaksud dalam ayat keiga dari pasal ini, untuk semuanya harus dibayar uang miskin dimaksud dalam ayat ketiga dari pasal ini”


(48)

Pasal 1 ayat 15 Kepmenkeu No. 93 /P MK.06/2010 tentang Juklak Lelang memberi pengertian Uang miskin adalah uang yang dipungut dari pembeli lelang sebagai penerimaan negara bukan pajak yang disetor ke kas Negara. Uang miskin ini oleh pemerintah dialokasikan untuk masyarakat yang memerlukan melalui Dinas Sosial.

3. Pajak

Pasal 19 VR menyatakan :

“ Pajak lelang, sejak tentang hal itu dalam pasal 10 dimaksud dalam peraturan pemerintah tidak ditentukan sebaliknya, dibayar oleh penjual. Uang miskin dibayar oleh pembeli, kecuali jika diperlukan bahwa pembayaran harga pembelian tidak akan dilakukan oleh pemerintah, dalam hal mana uang miskin dibayar oleh penjual. Jika atau sejauh bea lelang yang harus dibayar tidak daat diperhitungkan dengan cara ditentukan dalam pasal 34, pajak lelang harus seperti uang miskin yang harus dibayar oleh penjual, dibayar dalam delapan hari sesudah penjualan. Jika penjual tidak membayar dalam jangka waktu tersebut, didenda seperti apa yang harus dibayar menurut ketentuan pasal 23”

Berdasarkan pasal 42 ayat (2) Kepmenkeu No. 93 /PMK.06/2010 tentang Juklak Lelang pajak yang dibayar adalah pajak penghasilan (PPn), dan berdasarkan pasa 35 keputusan DJPLN nomor PER-03/KN/2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang, pajak yang dikenakan kepada pembeli adalah BPHTB karena pada saat pengambilan Risalah Lelang Pembeli harus menunjukkan bukti setoran pelunasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yaitu pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan21di mana

21

Pasal ayat (1) UU Nomor 20/2000 tentang perubahan atas UU Nomor 21/1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.


(49)

pemindahan hak melalui penunjukan pembeli dalam lelang merupakan objek BPHTB.

4. Bea Materai

Pasal 38 ayat 4 VR menyatakan bahwa Bea Materai untuk minut Berita Acara menjadi beban penjual. Pasal 34 keputusan DJPLN Nomor PER-03/KN/2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang menyatakan Bea Materai Untuk Minut Risalah Lelang dibebankan kepada pembeli, dan salinan Risalah Lelang kedua, ketiga dan seterusnya dibebankan kepada penjual.

2. Kerangka Konsepsi

Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Jika masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep sebenarnya adalah defenisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu, “Oleh karena itu konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan adanya hubungan empiris diantara variable-variable yang diteliti”.22

Analisis Yuridis adalah suatu tinjauan terhadap pelaksanaan suatu peraturan perundang-undangan (Statute Approach) yang berhubungan dengan permasalahan

yang diteliti.

22

koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hlm.21


(50)

Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini (pasal 1 UUJN).

Pejabat Lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang (pasal 1 angka 1 PMK tentang pejabat lelang kelas II).

Pejabat Lelang kelas II adalah Pejabat Lelang swasta yang berwenang melaksanakan Lelang Non Eksekusi Sukarela (pasal 1 angka 2 PMK tentang Pejabat Lelang Kelas II).

Notaris dapat merangkap jabatan sebagai Pejabat Lelang Kelas II. Pengaturan hukum bagi Notaris yang ditetapkan dan diangkat menjadi Pejabat Lelang Kelas II diatur dalam peraturan lelang (Vendu Reglement) dan pasal 7 Instruksi Lelang (Vendu

Instructie) juncto pasal 4 ayat (3) Keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 451/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang juncto Peraturan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II.

G. Metode Penelitian a) Spesifikasi Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat penelitian ini deskriptif analitis, yaitu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain.23

23Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada Jakarta, 2001,


(51)

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah yuridis normatif yaitu

penelitian dengan melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ronald Dworkin menyebut metode penelitian Yuridis Normatif tersebut juga sebagai penelitian doktrinal atau doctrinal research, yaitu suatu penelitian yang

menganalisis baik hukum sebagailaw is it written in the bok,maupun hukum sebagai

law as it is decided by the judge through judicial process.24

b) Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian hukum, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku sampai dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah.25

Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan, yaitu :

a) Bahan-bahan hukum primer, yaitu berhubungan dengan Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Pelelangan.

24Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum.

Disampaikan pada dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003, hal.2

25

Soerjono Soekanto dan Sri Mamdji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 23.


(52)

b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian, artikel, buku-buku referensi, media informasi lainnya.

c) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, berupa kamus hukum, kamus umum, dan jurnal.

c. Alat Pengumpul Data

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui alat pengumpul data dengan cara Study kepustakaan (library

research), yaitu pengumpulan data dengan melakukan penelaahan kepada bahan

pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

d. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan para ahli, jurnal-jurnal hukum serta tulisan-tulisan pada Blog Internet hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.

Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta dievaluasi. Kemudan data dikelompokkan atas data yang sejenis, untuk kepentingan


(53)

analisis, sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif.26Kesimpulan adalah merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

26 Sutansyo Wigjosoebroto,Apakah Sesungguhnya Penelitian Itu, Kertas Kerja, Universitas


(54)

BAB II

KEDUDUKAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT LELANG KELAS II APAKAH BERTENTANGAN DENGAN UUJN

A. Notaris Sebagai Pejabat Lelang Kelas II

Notaris Merupakan Jabatan tertentu yang menjalani profesi dalam pelayanan hukum kepada Masyarakat, perlu mendapat perlindungan dan Jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Jasa Notaris dalam proses pembangunan makin meningkat sebagai salah satu kebutuhan hukum Masyarakat.27

Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk menyimpan akta, memberikan grosse salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang perbuatan akta-akta itu tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang (pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004).

Pejabat Lelang (Vendumeester Sebagaimana dimaksud dalamVendureglemen)

adalah orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan Penjualan Barang secara lelang berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

27R. Soegondo Notodisoerjo,Hukum Notariat di Indonesia ; Suatu Penjelasan,Raja Grafindo


(55)

Notaris diangkat sebagai Pejabat Lelang dasar hukumnya adalah pasal 3 VR yang menyatakan Pebajat Lelang dibedakan dalam 2 (dua) tingkatan dan Gubernur Jendral (sekarang Menteri Keuangan) menentukan orang-orang dalam jabatan mana yang termasuk dalam masing-masing tingkatan dan tempat kedudukannya. Pasal 7 VI memberikan penjelasan orang-orang yang termasuk dalam tiap tingkatan pejabat lelang.

Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut di atas Pejabat Lelang Kelas yang dapat diangkat salah satunya adalah Notaris. Pengangkatan Pejabat Lelang Kelas II didasarkan pada pertimbangan bahwa di wilayah tersebut, biasanya kota kecil, tidak terdapat Pejabat Lelang Kelas I tetapi ada kegiatan lelang yang dilakukan oleh masyarakat seperti lelang tanah dan atau bangunan atau inventaris perusahaan dalam rangka penghapusan inventaris perusahaan.

Untuk menghindarkan pelanggaran peraturan lelang yang menyatakan pelelangan harus dilakukan di hadapan Pejabat Lelang kecuali dengan Peraturan Pemerintah atau peraturan perundang-undangan dibebaskan dan campur tangan Pejabat Lelang apabila tidak akan mengakibatkan pembatalan penjualan, ditunjuk dan diangkatlah Notaris sebagai Pejabat Lelang. Pengangkatan Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas II adalah dengan pertimbangan mempunyai kemampuan dan pengetahuan lelang yang cukup serta tempat kedudukan dan wilayah kerjanya mencakup atau meliputi tempat lelang akan diselenggarakan, sehingga tidak melanggar aturan mengenai wilayah kerja Notaris.


(56)

Pengangkatan Notaris sebagai Pejabat Lelang diatur dalam Kepmenkeu Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II dan Keputusan DJPLN Nomor 36/PL/2002 tentang Juknis Pejabat Lelang. di dalam keputusan-keputusan tersebut dinyatakan bahwa Notaris termasuk orang-orang khusus yang dapat diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas II dengan tempat kedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II atau di Balai Lelang.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Kepmenkeu Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II yang dimaksud dengan Pejabat Lelang kelas II adalah :

“ Orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang atas permohonan balai lelang selaku kuasa dari pemilik barang yang berkedudukan di kantor pejabat lelang kelas II”.

Notaris yang diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas II oleh Menteri Keuangan dilakukan pengawasan oleh Pengawas Lelang yaitu DJPLN/ Kanwil/Kepala KP2LN di dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai Notaris, diadakan pengawasan oleh Majelis Pengawas, dan dalam menjalankan jabatannya sebagai Pejabat Lelang Kelas II pengawasan dilakukan oleh DJPLN/Kanwil/Kepala KP2LN, jadi pengawasan terhadap Notaris yang merangkap jabatan sebagai Pejabat Lelang dilakukan oleh beberapa pihak, yaitu Majelis Pengawas dan DJPLN/Kanwil/Kepala KP2LN, selain itu juga oleh organisasi profesi karena bertanggung jawab telah memberikan surat rekomendasi untuk pengangkatan Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas D.

Organisasi profesi yang bertanggung jawab atas pemberian rekomendasi bagi Notaris adalah INI (Ikatan Notaris Indonesia) dengan mengingat Kepmenkeh dan


(57)

HAM Nomor M- 1.HT.03.01 tahun 2003 Pasal 1 ayat (11) yang menyatakan bahwa organisasi Notaris adalah Ikatan Notaris Indonesia sebagai satu-satunya organisasi pejabat umum yang profesional yang telah disahkan sebagai badan hukum.

Penunjukan Notaris sebagai salah satu dan orang-orang tertentu yang dapat diangkat sebagai Pejabat Lelang, diasumsikan karena Notaris mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai perjanjian, pengalihan hak dan pembuatan akta otentik, karena dalam lelang ada perjanjian jual beli, pengalihan hak yang dibuktikan dengan akta otentik berupa Risalah Lelang, selain itu juga karena Notaris dalam menjalankan jabatannya harus memiliki sifat dan sikap jujur, adil, tidak memihak atau independent dan menjunjung tinggi martab at Sifat dan sikap yang ada pada Notaris tersebut juga harus dimiliki oleh Pejabat Lelang, karena Pejabat Lelang harus adil dan tidak memihak serta menjunjung tinggi martabat sebagai Pejabat Lelang.

Tujuan Notaris diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas II adalah agar jual beli yang dilakukan masyarakat dengan cara Lelang, dimana mernurut aturannya harus dilakukan di depan Pejabat Lelang tetapi karena di daerah tersebut tidak ada Pejabat Lelang Kelas I atau KP2LN tetap terlaksana tetapi tidak melanggar peraturan Lelang yang ada, sehingga diangkatlah Pejabat Lelang Kelas II di antaranya Notaris untuk melaksanakan lelang di daerah tersebut.

Notaris diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas II dengan pertimbangan mempunyai pengetahuan yang cukup karena semasa pendidikan notariat telah diberi pengetahuan lelang dengan adanya mata kuliah lelang, sehingga dianggap


(58)

mengetahui tata cara pelaksanaan lelang yang sesuai men unit peraturan Lelang yang berlaku.

Pejabat Lelang telah mempunyai organisasi profesi yang bernama IPLI yaitu Ikatan Pejabat Lelang Indonesia yang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya tengah disusun. Berkaitan dengan organisasi profesi tersebut, orang-orang mengajukan permohonan pengangkatan sebagai Pejabat Lelang Kelas II harus menyerahkan bukti telah menutup asuransi profesi, tentunya yang dimaksud adalah asuransi profesi sebagai Pejabat Lelang, tetapi berdasarkan keterangan dan orang-orang yang telah diangkat sebagai Pejabat Lelang asuransi profesi itu sampai sekarang belum pernah dilaksanakan atau dengan kata lain belum pernah ada tagihan dan organisasi profesi Pejabat Lelang agar para anggotanya membayar asuransi profesi, sehingga persyaratan untuk menutup asuransi profesi harus ditinjau ulang atau ditindaklanjuti dengan dimulainya pembayaran asuransi profesi tersebut.

B . Akta Risalah Lelang

Risalah Lelang merupakanLegal Outputdari Pejabat Lelang kelas II. Menurut

pasal 1868 Jo Pasal 37,38 dan 39 VR, Risalah Lelang termasuk akta otentik. Selanjutnya menurut pasal 1870 akta otentik merupakan bukti yang sempurna.28 Risalah lelang juga merupakan salah satu bentuk perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, “ Persetujuan-persetujuan itu tidak

28

R. Subekti, R.Tjitrosudibio,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1990. Hal. 15.


(59)

dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak dan persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

Pasal 35 VR mengatur Risalah Lelang sama artinya dengan “Berita Acara” Lelang. Berita Acara Lelang merupakan landasan otentifikasi penjualan lelang, berita acara lelang mencatat segala peristiwa yang terjadi pada penjualan lelang.29 Menurut pasal 35 VR mengatakan

“ Tiap penjualan di muka umum oleh juru lelang atau kuasanya dibuat berita acara tersendiri yang bentuknya ditetapkan seperti dimaksud dalam pasal 37, 38 dan 39 VR”

Namun dalam perkembangannya istilah berita acara lelang tersebut berubah menjadi risalah lelang. Sejak kapan penggunaan risalah lelang tersebut resmi belum diketahui akan tetapi istilah risalah lelang itu menurut Pedoman Administrasi Umum Departemen Keuangan dapat diartikan sebagai berikut :

a. Berita acara adalah risalah mengenai suatu peristiwa remsi dan kedinasan yang disusun secara teratur dimaksudkan untuk mempunyai kekuatan bukti tertulis bilamana diperlukan sewaktu-waktu. Berita acara ini ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

b. Risalah adalah laporan mengenai jalannya suatu pertemuan yang disusun secara teratur dan dipertanggungjawabkan oleh si pembuat dan/atau pertemuan itu sendiri, sehingga mengikat sebagai dokumen resmi dari kejadian/peristiwa yang disebutkan didalamnya.

29M. Yahya Harahap,Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata,PT. Gramedia,


(60)

Dari kedua pengertian tentang berita acara dan risalah tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa risalah lelang adalah :

“ Berita acara yang merupakan dokumen resmi dari jalannya penjualan dimuka umum atau lelang yang disusun secara teratur dan dipertanggungjawabkan oleh pejabat lelang dan para pihak (penjualan dan pembelian sehingga pelaksanaan lelang yang disebut didalamnya mengikat”. Pasal 37 VR yaang selanjutnya diatur dalam pasal 43 Permenkeu Nomor 40/PMK.07/2006, mengatur lebih teknis hal-hal yang harus tercantum dalam risalah lelang, yang diberi nomor urut tersendiri, adapun risalah lelang terdiri dari:

a. Bagian Kepala. b. Bagian Badan dan c. Bagian Kaki

Selanjutnya pasal 44, 46, dan 47, mengatur bagian kepala risalah lelang memuat sekurang-kurangnya :

a. Hari, tanggal, dan jam lelang ditulis dengan huruf dan angka

b. nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal/domisili dari pejabat lelang. c. Nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal/domisili penjual.

d. Nomor/tanggal surat permohonan lelang. e. Tempat pelaksanaan lelang.

f. Sifat barang yang dilelang dan alasan barang tersebut dilelang.

g. Dalam hal yang dilelang barang-barang tidak bergerak berupa rumah atau tanah dan bangunan harus disebutkan:


(61)

2. Surat keterangan tanah dari kantor pertanahan, dan. 3. Keterangan lain yang membebani tanah tersebut.

h. Cara bagaimana lelang tersebut telah diumumkan oleh penjual, dan. i. Syarat-syarat umum lelang.

Bagian Badan risalah lelang memuat sekurang-kurangnya : a. Banyaknya penawaran lelang yang masuk dan sah. b. Nama barang yang dilelang.

c. Nama pekerjaan dan alamat pembeli, sebagai pembeli atas nama sendiri atau sebagai kuasa atas nama orang lain.

d. Bank Kreditor sebagai pembeli untuk orang atau badan hukum atau badan usaha yang akan ditunjuk namanya (dalam hal bank kreditor sebagai pembeli lelang). e. Harga lelang dengan angka dan huruf, dan.

f. Daftar barang yang laku terjual/ditahan memuat nilai, nama, alamat pembeli. Bagian Kaki Risalah Lelang memuat sekurang-kurangnya :

a. Banyaknya barang yang ditawarkan/dilelang dengan angka dan huruf. b. Jumlah nilai barang-barang yang telah terjual dengan angka dan huruf.

c. Banyaknya surat-surat yang sudah dilampirkan pada risalah lelang dengan angka dan huruf.

d. Jumlah nilai barang-barang yang ditahan dengan angka dan huruf.

e. Jumlah perubahan yang dilakukan (catatan, tambahan, coretan dengan penggantinya).


(62)

f. Tandatangan pejabat lelang, penjual/kuasa penjual dalam hal lelang barang tidak bergerak, atau.

g. Tandatangan pejabat lelang, penjual/kuasa penjual dan pembeli/kuasa pembeli lelang hal lelang barang tidak bergerak.

Sebagai suatu akta, maka penandatanganan risalah lelang dilakukan oleh pejabat lelang, penjual/kuasa pembeli/kuasa pembeli dalam hal lelang barang tidak bergerak. Apabila penjual tidak menghendaki menandatangani risalah lelang atau tidak hadir setelah risalah lelang ditutup, hal ini dinyatakan oleh pejabat lelang sebagai tanda tangan, pihak yang berkepentingan dapat memperoleh salinan/petikan/grosse yang otentik dari minut risalah lelang yaitu : pembeli, penjual, instansi pemerintah untuk kepentingan dinas, kantor lelang. Grosse risalah lelang yang berkepala “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa:, dapat diberikan atas permintaan pembeli atau kuasananya.

Risalah Lelang sebagai perjanjian yang mengikat para pihak dalam lelang. Klausul risalah lelang yang merupakan hukum khusus yang berlaku bagi para pihak dalam lelang yang berfungsi sebagai perjanjian baku, perjanjian baku atau standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrok ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, syarat-syarat baku adalah:


(1)

dilakukan dengan diadakannya seminar, lokakarya atau simposium mengenai lembaga lelang dan lain-lain, sehingga sosialisasi yang dilaksanakan akan lebih efektif hasilnya.

B. SARAN

1. Pejabat lelang sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan adalah pihak yang paling berwenang dalam pembuatan risalah lelang. Hal ditegaskan dengan penggunaan azas hukum lex specialist derogat lex generalis, dimana Peraturan Menteri Keuangan nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang, berkedudukan sebagai peraturan yang lebih khusus dan spesifik dalam peraturan mengenai pembuatan risalah lelang. Menilai fakta-fakta hukum tersebut, maka dibutuhkan adanya keseriusan dari pembuat undang-undang untuk dengan segera mengakhiri tumpang tindih semacam ini. Adanya konflik dengan Undang-Undang mengenai Jabatan Notaris membuat penulis memberikan solusi atau saran untuk supaya Undang-Undang tsb diadakan sebuah revisi mengenai kewenangan notaris dalam membuat risalah lelang dengan menambah atau mengadopsi satu klausul sebagaimana yang tertera dalam Peraturan yang lebih khusus. Sehingga dengan demikian, segala proses pembentukan hingga kedudukan risalah lelang dapat memiliki satu kepastian norma hukum. Segala kesimpang-siuran dan konflik norma dapat tereduksi dengan baik.


(2)

perlu lagi mengikuti diklat Pejabat Lelang dan hendaknya Proses pelelangan lebih disederhanakan sehingga masyarakat tidak lagi takut untuk melakukan penjualan barang melalui pelelangan, dengan melakukan Penjualan secara Online Misalnya dan menyederhanakan mekanisme Pembayaran sehingga tidak merepotkan sebagian masyarakat yang memiliki mobilitas yang tinggi.

3. Organisasi profesi Notaris mengadakan kerjasama dengan instansi yang terkait dengan lelang misalnya dengan Balai Lelang, sehingga dapat turut berpartisipasi dalam mensosialisasikan lelang di masyarakat dan kewajiban untuk membuat laporan frekuensi penggalian potensi lelang apabila Notaris menjadi Pejabat Lelang dapat dilaksanakan. Media sosialisasi yang dipilih hendaknya menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan jaman seperti sekarang, dengan menggunakan Media Internet, atau mengiklankan di TV mengenai proses, persyaratan dan keuntungan melakukan Jual Beli Secara Lelang.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku – Buku

Amri Syamsuddin, Pro dan Kontra Pengaturan Kewenangan Notaris Sebagai Pejabat Lelang, amrisyamsuddin.blogspot.com, Senin 16 Maret 2009.

Adi Rianto,Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum,Granit, Jakarta 2004

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada Jakarta, 2001.

Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum. Disampaikan pada dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003.

Bachtiar Sibarani, Kendala dan Prospek Lelang Negara; Sebuah Tinjauan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, 2003, Vol.22 No.3.

---, Masalah Hukum Privatisasi Lelang, Jurnal Keadilan Vol.4 No.1 (2006).

Burhan Ashshofa,Metode Penelitian Hukum,Rineka Cipta Jakarta, 1998. Effendi Parangin-Angin, SH,Peraturan Lelang,Jakarta, Esa Study Club, 1994. FX.Ngadijarno, Badan Lelang; Teori dan Praktek, Jakarta: Departemen Keuangan

Republik Indonesia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, 2008.

F.X. Sutardjo, Prospek Dan Tantangan Lelang Di Era Globalisasi, Makalah Perkuliahan Peraturan Lelang, Universitas Indonesia, Depok, 2006.

---. Lelang Dalam Rangka Pemberesan Boedel Pailit, Makalah Pada Pelatihan Intensif Lima Hari Tentang Hukum Kepailitan Khusus Hakim Niaga Baru Angkatan Tahun 2004, Bogor, 2004.

JJJ M. Wuismen, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid 1, Penyunting M. Hisman, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996.


(4)

DR. Purnama T. Sianturi, SH, M.Hum, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang,Mandar Maju, Bandung. ---, “Tanggung Jawab Kantor Lelang Negara, Penjual, Pembeli

dan Balai Lelang Dalam Penjualan Aset Badan Penyehatan Perbankan Nasional (Studi Kasus di Kantor Lelang Negara Medan Kurun Waktu 1999-2000)”, Tesis Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta, 1997.

M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, PT. Gramedia, Jakarta, 1994.

Mariam Darus Badrulzaman,KUH Perdata Buku III Tentag Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Bandung, 1996.

Onong Uchjana Efendy,Kamus Komunikasi,CV. Mandar Maju, Bandung, 1989. Rohmat Soemitro, Peraturan dan Instruksi Lelang, PT. Eresco, Bandung 1987. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju Bandung 1994.

R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia ; Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

R. Subekti, R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1990.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamdji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.

Sutansyo Wigjosoebroto, Apakah Sesungguhnya Penelitian Itu, Kertas Kerja, Universitas Erlangga, Surabaya.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1986.

S. Montayborbir, SH,MH. Imam Jauhari, SH, MH, Hukum Lelang Negara Di Indonesia,Pustaka Bangsa, Jakarta, 2003.


(5)

Jurnal dan Blog Internet

Prof. Muhammad Abduh SH, Materi Perkuliahan Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan,Universitas Sumatera Utara, September 2009.

Fitri Anggraini, Mafia Lelang Dalam Pelelangan Aset-Aset Negara, http://fitriaanggraini.wordpress.com, 27 April 2011

Megapolitan Pos.com, Notaris Tidak Berwenang Membuat Akta Lelang , Kamis, 17 Maret 2011 15:09

Media Kekayaan Negara,Sales Means Auction,Edisi No. 6 Tahun II/2011

Rian Sudiarto, Bisnis Balai Lelang Swasta Cepat dan Murah, Majalah Swa 06/XIV/19 Maret _ 1 April 1998.

Contoh sosialisasi lelang melalui media massa adalah di Marian Media Indonesia tanggal 27 Maret 1995 dengan judul “Persyaratan Tidak Boleh Hambar Peserta Lelang”,tanggal 19 Juni 1995 berupa judul “Mengamankan barang-barang Pemerintah Melalui Lelang”, tanggal 17 Juli 1995 dengan judul “Mengenai Pejabat lelang, Peranan dan Fungsinya”, tanggal 14 Agustus 1995 dengan judul “Penjualan Secara Lelang dalam Tinjauan Islam”, dan tanggal 18 September 1995 dengan judul “Rank Garansi dan Kartu Kredit Cara Pembayaran dalam Lelang”.

Peraturan Perundang-Undangan

- Undang – Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004 - Vendu Reglemen Staatsblad 1908 Nomor 189.

- Vendu Instructie Staasblad 1908 Nomor 190.

- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

- Peraturan Menteri Keuangan No. 175/PMK.06/2010 Tentang Pejabat Lelang Kelas II

- Keputusan Menteri KeuanganNo. 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang. - Keputusan Menteri Keuangan Nomor 306/KMK.01/2002 tentang Balai


(6)

WAWANCARA

- Penelusuran Data di KP2LN Wilayah II Medan, 25 Januari 2012.

- Notaris Aslely Asrol, SH. Jl. Hindu (Pejabat Lelang Kelas II Wilayah Medan) - Dra. Sondang Anna Sitohang,SH.Mkn, Jl. Letda Sujono (Pejabat Lelang