Potensi Minyak Atsiri Temu Kunci (Kaempferia pandurata) dan Komponennya sebagai Pelangsing Aromaterapi

i

POTENSI MINYAK ATSIRI TEMU KUNCI (Kaempferia
pandurata) DAN KOMPONENNYA SEBAGAI PELANGSING
AROMATERAPI

RAHMI NUR WAHIDAH

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Minyak Atsiri
Temu Kunci (Kaempferia pandurata) dan Komponennya Sebagai Pelangsing
Aromaterapi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Rahmi Nur Wahidah
NIM G44090062

i

ABSTRAK
RAHMI NUR WAHIDAH. Potensi Minyak Atsiri Temu Kunci (Kaempferia
pandurata) dan Komponennya sebagai Pelangsing Aromaterapi. Dibimbing oleh
IRMANIDA BATUBARA dan IRMA HERAWATI SUPARTO.
Temu kunci (Kaempferia pandurata) merupakan salah satu tanaman

aromatik Indonesia yang mengandung minyak atsiri. Penelitian ini bertujuan
memisahkan senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri temu kunci dan
menganalisis potensi senyawa aktifnya sebagai pelangsing aromaterapi. Minyak
atsiri diperoleh dari hasil distilasi uap rimpang temu kunci dan rendemen yang
diperoleh sebesar 0.5% (v/b). Minyak atsiri difraksionasi menggunakan
kromatografi kolom dan diperoleh 7 fraksi. Berdasarkan hasil analisis
kromatografi gas-spektrometer massa, komponen utama minyak atsiri temu kunci
adalah o-simena, sedangkan komponen utama pada fraksi 1 adalah limonena.
Fraksi 1, kamfor, dan minyak atsiri diuji aktivitasnya sebagai pelangsing
aromaterapi secara in vivo menggunakan tikus putih jantan dewasa Sprague
Dawley. Inhalasi kamfor dan minyak atsiri menunjukkan kecenderungan respons
peningkatan bobot badan tikus yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol
positif (pakan tinggi kolesterol). Kelompok tikus yang diinhalasi fraksi 1
memberikan respons peningkatan bobot badan terendah, yakni 47% (b/b). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa fraksi 1 berpotensi sebagai pelangsing
aromaterapi.
Kata kunci: inhalasi, pelangsing aromaterapi, temu kunci

ABSTRACT
RAHMI NUR WAHIDAH. Potential of Essential Oil and Components of

Kaempferia pandurata as Slimming Aromatherapy. Supervised by IRMANIDA
BATUBARA and IRMA HERAWATI SUPARTO.
Kaempferia pandurata is an Indonesian aromatic plant containing essential
oil. The objectives of the research were to separate constituents of K. pandurata
oil and to evaluate the active components as slimming aromatherapy. The
essential oil was collected by steam distillation method from the rhizomes, giving
0.5% (v/w) yield. The distillate was fractionated using column chromatography
resulting 7 fractions. Based on gas chromatography-spectrometer mass analysis,
the main component in essential oil of was o-cymene, and the major component in
fraction 1 was limonene. Fraction 1, camphor, and the essential oil were analyzed
for their activities as slimming aromatherapy by using adult male Sprague Dawley
rats. Inhalation of camphor and the essential oil showed a trend of higher response
on the body weight compared to the positive control (high cholesterol diet).
Animals treated with fraction 1 inhalation showed the lowest body weight gain
response, 47% (w/w). Therefore, based on these results, fraction 1 do have
potency as slimming aromatherapy agent.
Keywords: inhalation, K.pandurata, slimming aromatherapy

ii


POTENSI MINYAK ATSIRI TEMU KUNCI (Kaempferia
pandurata) DAN KOMPONENNYA SEBAGAI PELANGSING
AROMATERAPI

RAHMI NUR WAHIDAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul

Nama
NIM

: Potensi Minyak Atsiri Temu Kunci (Kaempferia pandurata) dan Komponennya
sebagai Pelangsing Aromaterapi
: Rahmi Nur Wahidah
: G44090062

Disetujui oleh

Dr Irmanida Batubara MSi
Pembimbing I

Dr dr Irma Herawati Suparto, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus :

v

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul Potensi Minyak Atsiri Temu Kunci (Kaempferia
pandurata) dan Komponennya sebagai Pelangsing Aromaterapi. Skripsi ini
ditujukan sebagai salah satu persyaratan akademik dalam mencapai program
Strata-1 (S1) pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihakpihak yang telah membantu memberikan dorongan moril dan materil selama masa
penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada Dr. Irmanida Batubara MSi selaku
pembimbing pertama dan Dr. dr. Irma H Suparto MS selaku pembimbing kedua,
berkat bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dalam penelitian serta
penyusunan skripsi. Terima kasih kepada ayah, ibu, kakak, dan Wahyu Nugraha
SDs yang telah memberikan dorongan semangat dan kasih sayang kepada penulis
selama masa studi. Terima kasih juga kepada teman seperjuangan Fiqa Anissa,

Kimia 46, pegawai kimia analitik, serta pihak-pihak yang tak dapat disebutkan
satu persatu yang telah memberikan saran secara teknis selama penelitian. Akhir
kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang
berkepentingan.

Bogor, September 2013

Rahmi Nur Wahidah

vi

DAFTAR ISI
 

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
METODE

Alat dan Bahan
Lingkup kerja
Preparasi Sampel
Penentuan Kadar Air
Penentuan Kadar Abu
Isolasi Minyak Atsiri Temu Kunci dengan Distilasi Air
Pemilihan Eluen Terbaik
Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom
Penentuan Senyawa pada Distilat Kasar dan Fraksi Terpilih dengan GC-MS
Uji In-Vivo pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley
Uji Statistik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Kadar Abu
Isolasi Minyak Atsiri Temu Kunci
Penentuan Eluen Terbaik dengan Kromatografi Lapis Tipis
Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom
Analisis Minyak Atsiri Temu Kunci, Fraksi 1, dan Fraksi 7 dengan GC-MS
Efek Distilat Kasar dan Fraksi-Fraksi Terpilih Terhadap Hewan Uji
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii 
vii 
vii 





















11 
14 
14 
15 
15 
17
21 

vii

DAFTAR TABEL
1 Hasil fraksionasi minyak atsiri temu kunci menggunakan kromatografi kolom 9 

2 Konsentrasi terpenoid dalam minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 7

3 Rerata bobot badan, peningkatan bobot badan, dan konsumsi pakan hewan uji 12 
4 Rerata jumlah feses dan urin yang diekskresikan setiap kelompok perlakuan 13 
5 Bobot deposit lemak tubuh seluruh kelompok pada akhir perlakuan
13 

DAFTAR GAMBAR
1 Rimpang temu kunci
2 Minyak atsiri temu kunci hasil isolasi
3 Kromatogram lapis tipis minyak atsiri temu kunci dengan eluen tunggal
4 Kromatogram lapis tipis minyak atsiri temu kunci dengan eluen campuran
5 Senyawa dominan yang terdapat pada minyak atsiri temu kunci
6 Kromatogram GC-MS minyak atsiri temukunci dan fraksi 1
7 Rerata peningkatan bobot badan selama perlakuan pada kelima kelompok.





10 
11 
12 

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Diagram alir penelitian
Lembar persetujuan kode etik hewan IPB
Kadar air rimpang temu kunci
Kadar abu rimpang temu kunci
Komposisi pakan yang diberikan pada hewan uji
 

17 
18 
19 
19 
20 

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kegemukan atau obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal
atau berlebihan yang dapat menimbulkan risiko individual. Selain dapat
mengganggu penampilan, obesitas merupakan faktor risiko yang dapat
menyebabkan penyakit kronis, seperti diabetes, jantung, dan kanker (Lean et al.
2006). Masyarakat yang mengalami obesitas melakukan berbagai cara untuk
menurunkan bobot badannya dengan berbagai motivasi, baik untuk tetap menjaga
penampilan maupun untuk menjaga kesehatan.
Cara-cara yang dapat digunakan untuk menurunkan bobot badan, antara lain
adalah berolah raga, memakan makanan yang rendah kalori, dan meminum obat
pelangsing tubuh (Dachriyanus et al. 2007). Saat ini, masyarakat Indonesia lebih
menyukai obat-obatan tradisional, termasuk obat pelangsing, karena diharapkan
memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan obat moderen. Selain
biaya yang lebih murah, obat tradisional juga diharapkan dapat memberikan rasa
bugar pada tubuh.
Obat pelangsing umumnya diminum secara oral, sedangkan metode lainnya
seperti metode aromaterapi sedang dikembangkan. Metode aromaterapi ini
memanfaatkan komponen minyak atsiri pada tumbuhan herbal. Komponen aroma
dari minyak atsiri akan menstimulasi sistem olfactory saat dihirup dan
memengaruhi saraf otonom yang berhubungan dengan lipolisis, produksi panas,
nafsu makan, dan pada akhirnya dapat mempengaruhi bobot badan (Batubara et al.
2013). Anggraeni (2010) mengemukakan bahwa β-elemenona yang merupakan
senyawa dominan pada minyak atsiri temulawak dapat menurunkan bobot deposit
lemak pada tikus. Wulandari (2011) melaporkan bahwa inhalasi fraksi dengan
rendemen terbanyak senyawa sabinena dan fraksi 4- terpineol minyak atsiri
bangle pada tikus Sprague- Dawley berpengaruh terhadap penurunan berat badan
tikus. Minyak atsiri daun sirih merah yang mengandung golongan monoterpena
dan seskuiterpena juga dapat menurunkan bobot badan pada tikus (Utami 2011).
Eksplorasi tumbuhan herbal yang mengandung minyak atsiri dan berpotensi
sebagai pelangsing aromaterapi perlu dilakukan, misalnya temu kunci. Temu
kunci (Kaempferia pandurata) (Gambar 1) merupakan salah satu tanaman herbal
yang memiliki aroma yang khas. Rimpangnya mengandung minyak atsiri sebesar
1% (Hayani 2007). Temu kunci dapat digunakan sebagai sebagai obat batuk, obat
sakit perut, serta obat diuretik (Hariana 2007). Yun et al. (2006) melaporkan
panduratin A yang terdapat pada temu kunci berpotensi sebagai antikanker. Selain
itu, Kim et al. (2012) menyatakan bahwa rimpang temu kunci dapat dijadikan
sebagai obat antiobesitas dengan cara mengaktivasi protein kinase teraktivasiAMP.

2

Gambar 1 Rimpang temu kunci
Kajian minyak atsiri temu kunci sebagai pelangsing aromaterapi belum
dipelajari secara luas. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memisahkan
senyawa yang terdapat pada minyak atsiri temu kunci serta menganalisis senyawa
aktifnya sebagai pelangsing aromaterapi secara in vivo pada tikus Sprague Dawley
jantan dewasa.

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, oven, tanur listrik, neraca
analitik, pembakar Bunsen, distilator stahl, corong pisah, bejana kromatografi,
kolom pipa kapiler, instrumen GC-MS (Shimadzu-QP-5050A), dan kandang
hewan uji berukuran 20x20x30 cm3 yang dilengkapi tabung inhalator yang berisi
minyak atsiri dan akuades.
Bahan-bahan yang digunakan adalah rimpang temu kunci, tikus putih jantan
galur Sprague-Dawley sebagai hewan uji yang diperoleh dari Laboratorium Uji
Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor, pakan tikus standar, pakan
kolesterol, akuades.
Lingkup kerja
Metode penelitian yang akan dilakukan mengikuti diagram alir (Lampiran
1) yang meliputi preparasi sampel, isolasi minyak atsiri temu kunci dengan
distilasi air, penentuan eluen terbaik dengan KLT (Kromatografi Lapis Tipis),
fraksionasi minyak atsiri dengan eluen terbaik menggunakan kromatografi kolom,
pemantauan analisis fraksi menggunakan KLT sehingga diperoleh fraksi dengan
jumlah noda paling banyak dan noda paling sedikit. Selanjutnya, analisis senyawa
yang terkandung dalam minyak atsiri kasar, fraksi dengan jumlah noda paling
banyak, dan noda paling sedikit dengan GC-MS, kemudian inhalasi minyak atsiri,
fraksi dengan jumlah noda paling banyak dan farksi noda dengan jumlah paling
sedikit selama 5 minggu terhadap hewan uji yang telah melewati masa adaptasi
selama 2 minggu. Pada minggu ke-7, lemak hewan uji dikeluarkan dari tubuhnya

3

untuk diamati bobot lemaknya. Seluruh perlakuan pada hewan uji telah disetujui
oleh Komisi Etik Hewan IPB dengan nomer 04-2013 IPB (Lampiran 2)

Preparasi Sampel (Muchtaridi et al. 2003)
Rimpang temu kunci dicuci dan dibersihkan, kemudian dikeringudarakan.
Selama dikeringudarakan, rimpang temu kunci harus terhindar dari sinar matahari
agar minyak atsiri yang terkandung di dalamnya tidak menguap. Setelah itu,
rimpang temu kunci diiris halus.

Penentuan Kadar Air (AOAC 2006)
Cawan porselin dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 ˚C selama 60 menit.
Selanjutnya cawan didinginkan dalam eksikator selama 30 menit, kemudian
ditimbang bobot kosongnya. Sebanyak 3 g sampel dimasukkan ke dalam cawan
dan dikeringkan di dalam oven selama 3 jam pada suhu 105 ˚C. Setelah itu, cawan
didinginkan dalam eksikator sekitar 30 menit kemudian ditimbang sampai
diperoleh bobot konstan. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak 3 kali ulangan
(triplo).
Kadar air (%)
%
Keterangan:
A= bobot bahan sebelum dikeringkan (g)
B= bobot bahan setelah dikeringkan (g)

Penentuan Kadar Abu (AOAC 2006)
Penentuan kadar abu rimpang temu kunci menggunakan metode
gravimetrik. Cawan porselin dikeringkan ke dalam tanur untuk menghilangkan
sisa-sisa kotoran yang menempel, kemudian cawan didinginkan dalam eksikator
dan ditimbang. Sebanyak 2 g contoh rimpang temu kunci yang telah dipotong
kecil dimasukkan ke dalam cawan dan dipanaskan dengan nyala bunsen sampai
tidak berasap lagi. Cawan dimasukkan ke dalam tanur dengan temperatur 600 ˚C
selama 2 jam sampai diperoleh abu, kemudian didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang. Penentuan kadar abu dilakukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo). Kadar
abu contoh dihitung dengan persamaan
%
Kadar abu (%)
Keterangan:
A= bobot contoh awal (g)
B= bobot abu (g)

4

Isolasi Minyak Atsiri Temu Kunci dengan Distilasi Uap ( Muchtaridi et al.
2003)
Sebanyak 3 kg rimpang temu kunci yang telah diiris halus dimasukkan ke
dalam distilator stahl. Sebanyak 1 kg irisan tersebut dimasukkan ke dalam
dandang besar lalu ditambahkan akuades dengan perbandingan sampel dan
akuades adalah 1:2 (b:v). Setelah itu, dilakukan proses distilasi uap selama 6 jam
dengan suhu yang berkisar 100-105 ˚C. Distilat yang diperoleh kemudian
didiamkan selama 24 jam dan minyak yang terdapat dalam distilat dipisahkan
menggunakan corong pisah. Kemudian minyak dimasukkan ke dalam botol dan
disimpan di dalam refrigerator untuk dianalisis pada tahap selanjutnya.

Pemilihan Eluen Terbaik
Silika gel G60F254 digunakan sebagai pelat kromatografi lapis tipis. Pada
pelat KLT, minyak atsiri temu kunci yang diperoleh ditotolkan sebanyak 25 kali.
Elusi langsung dilakukan dalam bejana kromatografi yang telah berisi eluen yang
telah dijenuhkan ketika totolan sudah kering. Pertama, proses elusi minyak atsiri
temukunci dilakukan dengan menggunakan enam jenis pelarut, yaitu n-heksana,
aseton, metanol, kloroform, dietil eter, dan etil asetat. Noda yang dihasilkan dari
masing-masing eluen diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254
dan 366 nm. Eluen yang menghasilkan noda paling banyak dan terpisah secara
baik dipilih sebagai eluen terbaik. Jika terdapat lebih dari satu eluen terbaik, maka
eluen tersebut dicampurkan dengan perbandingan 9:1 hingga 1:9 sehingga
diperoleh campuran eluen terbaik untuk pemisahan pada pelat KLT.

Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom (Rouessac & Rouessac 1994)
Sebanyak 60 g silika gel dikemas dalam kolom dengan diameter dan tinggi
kolom secara berturut-turut, yaitu 2 cm dan 60 cm untuk melakukan fraksionasi
pemisahan 4 ml minyak. Jumlah silika gel adalah 15-20 kali jumlah ekstrak
dengan perbandingan tinggi adsorben dan diameter kolom adalah 8:1. Minyak
atsiri temukunci dilarutkan dalam eluen terbaik. Komponen ini akan dipisahkan
dengan kromatografi kolom sistem elusi step gradient (peningkatan kepolaran)
menggunakan eluen campuran. Eluat ditampung dalam tabung reaksi yang diberi
nomor dan diuji kembali menggunakan KLT. Noda pemisahan dideteksi di bawah
lampu UV 254 nm dan 366 nm. Eluat yang memiliki faktor retensi (Rf) dan pola
KLT yang sama digabungkan sebagai satu fraksi.

Penentuan Senyawa pada Distilat Kasar dan Fraksi Terpilih dari Minyak
Atsiri Temu Kunci dengan GC-MS
Distilat kasar, fraksi dengan jumlah noda terbanyak, dan fraksi dengan
jumlah noda sedikit yang diperoleh dari minyak atsiri temu kunci diinjeksikan ke
dalam injektor GC-MS dengan gas pembawa helium. Identifikasi senyawa

5

dilakukan dengan membandingkan spektrum massa yang terdapat dalam library
index MS Wiley Library. Komposisi persentase dihitung dari luas puncak
kromatogram ion total hasil analisis dengan GC.

Uji In-Vivo pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley
Tahap adaptasi
Tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang digunakan sebanyak 30 ekor
tikus yang dibagi ke dalam 5 kelompok dan masing-masing kelompok berisi 6
ekor tikus. Setiap kelompok tikus dibagi menjadi dua kelompok lagi sehingga
masing-masing kandang berisi 2 ekor tikus. Adaptasi fisiologis, nutrisi, dan
lingkungan selama 2 minggu. Semua hewan mendapatkan makan dan minum
dalam jumlah yang sama, yakni 20 g/ekor/hari dan minum secara ad libitum.
Kelompok tikus tersebut tidak diberi perlakuan inhalasi selama masa adaptasi.
Tahap perlakuan aromaterapi
Uji inhalasi distilat kasar minyak temu kunci, kamfor, dan fraksi 1 secara in
vivo dilakukan selama 5 minggu. Seluruh hewan uji memperoleh pakan standar
atau pakan tinggi kolesterol sebanyak 20 g/ekor/hari sesuai kelompok
perlakuannya dan minum secara ad libitum. Kelompok I merupakan kelompok
tikus yang diberi pakan standar dan tanpa inhalasi sehingga dijadikan kontrol
negatif. Tikus kelompok II dijadikan kontrol positif dan diberi pakan kolesterol
tinggi serta tanpa inhalasi. Tikus kelompok III, IV, dan V diberi pakan kolesterol
tinggi dan diberi inhalasi minyak yang berbeda. Minyak atsiri temu kunci kasar
diberikan kepada kelompok 3, inhalasi fraksi 1 diberikan kepada tikus kelompok
4, dan kamfor diberikan pada tikus kelompok 5, masing-masing kelompok
diinhalasi dengan dosis 0.1% (b/v). Setiap kelompok tikus yang memperoleh
pakan kolesterol tinggi diberikan PTU (propiltiourasil) dengan konsentrasi 0.1%
dalam air minumnya. Bobot badan masing-masing tikus semua kelompok
ditimbang setiap 1 minggu sekali. Sisa bobot pakan yang dikonsumsi ditimbang
setiap hari. Bobot feses dan urin ditimbang setiap 3 hari sekali hingga akhir
perlakuan.
Penentuan Bobot Deposit Lemak Hewan Uji (Wresdiyati et al. 2006)
Setelah masa perlakuan (minggu ke-7), masing-masing tikus dari setiap
kelompok perlakuan dibius dengan ketamin HCl (80 mg/kg bobot badan) dan
xylazine (10 mg/kg bobot badan) secara intraperitoneal. Setelah hewan terbius,
darah diambil sebanyaknya (eksanguinis) sampai hewan mati. Konfirmasi hewan
mati dengan tidak ada denyut jantung dan pernapasan. Lemak tubuh dikumpulkan
dari daerah sekitar samping perut dan kedua testiskuler kemudian ditimbang
bobotnya.

6

Uji Statistik
Data bobot pakan yang dikonsumsi, bobot feses dan urin yang dihasilkan,
bobot badan, bobot deposit lemak, serta bobot hati hewan uji yang diperoleh
dianalisis menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dan ANOVA
(Analysis of Variance) pada taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan
Duncan’s multiple range test menggunakan program Statistica 6 (USA).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Kadar Abu
Penentuan kadar air pada rimpang tanaman temu kunci dilakukan untuk
mengetahui kandungan air yang terdapat pada rimpang dan masa simpan sampel.
Kadar air yang diperoleh pada rimpang temu kunci segar adalah 88.46%
(Lampiran 3). Kadar air yang relatif besar menyebabkan sampel tidak dapat
disimpan lama. Sampel dapat bertahan lama apabila kadar airnya kurang dari 10%
(Kepmenkes 1994).
Penentuan kadar abu juga dilakukan. Kadar abu menunjukkan besarnya
kandungan mineral dalam suatu bahan. Kadar abu yang terdapat pada rimpang
temu kunci segar adalah 1.84% berdasarkan bobot segar (Lampiran 4). Kadar abu
yang relatif kecil menandakan bahwa kandungan mineral dalam rimpang ini
cukup rendah sehingga dapat dikonsumsi sebagai obat herbal.

Isolasi Minyak Atsiri Temu Kunci
Minyak atsiri temu kunci diisolasi dengan distilasi uap. Rimpang segar temu
kunci diuapkan dengan uap air pada suhu 100-105 ˚C. Uap yang terbentuk
didinginkan oleh kondensor dan tertampung pada labu penampung. Pemisahan
minyak dan air dilakukan berdasarkan perbedaan densitas minyak dan air.
Menurut Miksusanti (2008), densitas minyak atsiri temu kunci berkisar 0.8660.897 g/ml, sehingga fase minyak akan terdapat di atas lapisan air yang memiliki
densitas lebih besar, yakni 1 g/ml. Untuk memperoleh 15 ml minyak atsiri temu
kunci dibutuhkan sampel segar sebanyak 3 kg sehingga rendemen minyak atsiri
yang diperoleh adalah 0.5% (v/b). Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang
didapatkan oleh Wahyuningsih (2005) bahwa temu kunci mengandung minyak
atsiri sebesar 0.6%. Distilat yang dihasilkan berwarna kekuningan (Gambar 2) dan
memiliki aroma yang khas. Minyak atsiri hasil distilasi difraksionasi dengan
kromatografi kolom menggunakan eluen terbaik yang diperoleh dari hasil KLT.

7

Gambar 2 Minyak atsiri temu kunci hasil isolasi

Penentuan Eluen Terbaik dengan Kromatografi Lapis Tipis
Penentuan eluen terbaik dilakukan menggunakan pelat silika G60F254 sebagai
fase diam dan kromatogramnya diamati pada λmaks 254 nm. Eluen tunggal yang
digunakan adalah n-heksana, kloroform, etil asetat, dietil eter, aseton, dan metanol.
Pelarut yang digunakan sebagai eluen tunggal memiliki tingkat kepolaran yang
berbeda. Profil kromatogram disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Kromatogram lapis tipis minyak atsiri temu kunci pada silika gel
dengan eluen tunggal (kiri ke kanan) (n-heksana; kloroform; aseton;
dietil eter; metanol; etil asetat
Masing-masing eluen tunggal tidak menghasilkan pemisahan yang cukup
baik sehingga eluen campuran dengan tingkat kepolaran yang berbeda
dicampurkan untuk mendapat pemisahan yang lebih baik dibandingkan eluen
tunggal. Eluen terbaik adalah eluen yang menghasilkan spot terbanyak dan
terpisah (Skoog et al. 2004). Menurut Harborne (1987), eluen yang umum
digunakan dalam pemisahan minyak atsiri adalah campuran n-heksana : kloroform
(3:2), kloroform : metanol (99:1), dan dietil eter : kloroform : etil asetat (2:2:1).
Campuran n-heksana dan kloroform menghasilkan spot yang banyak akan
tetapi kurang terpisah. Oleh karena itu, digunakan campuran n-heksana dan etil
asetat yang menghasilkan pemisahan spot yang lebih baik walaupun spot yang
dihasilkan lebih sedikit dari campuran n-heksana dengan kloroform (Gambar 4).
Campuran n-heksana dengan etil asetat sering digunakan dalam pemisahan
minyak atsiri. Wahyuningrum (2011) menggunakan campuran ini dalam

8

pemisahan minyak atsiri Mentha cordifolia. Perbandingan campuran n-heksana
dengan etil asetat yang digunakan adalah 7:0.25. Perbandingan campuran ini
diperoleh dengan cara memvariasikan rasio campuran n-heksana dengan etil asetat.
Campuran eluen ini menghasilkan 7 spot dengan pemisahan yang cukup baik.
Eluen ini digunakan untuk fraksionasi menggunakan kromatografi kolom dengan
sistem peningkatan kepolaran.

Gambar 4 Kromatogram lapis tipis minyak atsiri temu kunci pada silika gel dengan
eluen campuran n-heksana:kloroform dengan berbagai perbandingan (kiri
ke kanan) (n-heksana : kloroform 3:1, n-heksana : kloroform 6:1, nheksana : kloroform 4:1, n-heksana : kloroform 7:3, n-heksana : etil asetat
5:0.25, n-heksana : etil asetat 7:0.25).
Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom
Fraksionasi dengan kromatografi kolom dilakukan menggunakan sistem
tingkat kepolaran yang berbeda. Pemisahan dengan sistem peningkatan kepolaran
diharapkan dapat membawa komponen dalam sampel lebih cepat keluar kolom
(Harvey 2000). Sebanyak 2 ml minyak atsiri kasar temu kunci segar difraksionasi
menggunakan campuran n-heksana : etil asetat dengan berbagai perbandingan.
Fraksi yang telah terpisahkan ditampung dalam vial-vial sebanyak 3 ml kemudian
dianalisis menggunakan KLT dengan eluen terbaiknya n-heksana:etil asetat
(7:0.25) sebagai fase geraknya dan pelat silika sebagai fase diamnya. Vial-vial
yang mempunyai pola spot yang sama digabungkan menjadi satu fraksi sehingga
menghasilkan fraksi sebanyak 7 fraksi (Tabel 1).

9

Tabel 1 Hasil fraksionasi minyak atsiri temu kunci menggunakan kromatografi
kolom
Fraksi
Jumlah
Rendemen
Rf (retention factor)
kenoda
(% b/v)
1
2
3
4
5
6
7

0.13;0.22;0.30;0.42;0.63;0.80;0.91
0.23; 0.38; 0.49; 0.60; 0.74
0.21; 0.37; 0.49
0.26; 0.42
0.13; 0.25; 0.26; 0.58
0.09; 0.16; 0.23
0.28

7
5
3
2
4
3
1

26.23
16.57
2.29
12.63
2.16
2.85
7.82

Keterangan: H:EA = n-heksana : etil asetat

Fraksi dengan jumlah spot terbanyak dan fraksi dengan jumlah spot sedikit
dipilih untuk uji in vivo dan selanjutnya komponen yang terkandung di dalamnya
dianalisis menggunakan GC-MS. Fraksi 1 dan fraksi 7 dipilih karena fraksi 1
mengandung jumlah spot terbanyak, yakni 7 spot, sedangkan fraksi 7 dipilih
karena memiliki jumlah spot paling sedikit, yakni 1 spot. Selain jumlah spot,
fraksi 1 dipilih karena memiliki rendemen paling banyak dibandingkan fraksi
lainnya, yakni sebesar 26.23% (%b/b). Fraksi-fraksi yang dipilih beserta minyak
atsiri kasar temu kunci selanjutnya dianalisis menggunakan GC-MS.

Analisis Minyak Atsiri Temu Kunci, Fraksi 1, dan Fraksi 7 dengan GC-MS
Distilat temu kunci, fraksi 1, dan fraksi 7 dianalisis kandungannya
menggunakan GC-MS. Masing-masing fraksi dan distilat kasar memiliki senyawa
yang berbeda (Tabel 2).
Tabel 2 Konsentrasi terpenoid dalam minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 7
Golongan
Monoterpena

Monoterpena
alcohol

Nama senyawa
Kamfena
p-simena
Limonena
Trisiklena
β-mirsena
α-pinena
o-simena
β-pinena
Kamfor
1,8-sineol
Geraniol
Nerol
Borneol
α-terpineol
Trans-linalol
Oleil alkohol

Minyak Kasar (%)
8.00
31.79
6.38
18.32
24.07
-

Fraksi 1 (%)
31.21
9.47
44.94
0.91
2.91
2.64
-

Fraksi 7 (%)
0.24
0.41
1.43
50.88
0.97
11.11
19.88
1.32
2.83

Berdasarkan hasil analisis, komponen utama minyak atsiri temu kunci
terbagi menjadi 2 golongan, yakni golongan monoterpena (kamfena, o-simena, β-

10

pinena,dan kamfor) dan golongan monoterpena alkohol (1.8-sineol). Senyawa
dominan pada minyak temu kunci adalah o-simena karena memiliki rendemen
terbesar, yakni sebesar 31.79%. Fraksi 1 hanya mengandung golongan
monoterpena (kamfena, p-simena, limonena, trisiklena, β-mirsena, dan α-pinena)
dengan limonena sebagai senyawa dominan. Fraksi 7 mengandung senyawa
monoterpena alkohol (1,8-sineol, geraniol, nerol, borneol, α-terpineol, translinalool, dan oleil alkohol) dan sedikit monoterpena (kamfena dan o-simena).
Senyawa dominan pada fraksi ini adalah geraniol dengan konsentrasi 50.88%.
Miksusanti (2008) juga menyebutkan komponen mayor minyak atsiri temu kunci,
yaitu α-pinena, kamfena, o-simena, kamfor, geraniol, 1,8-sineol, dan eukaliptol.
Struktur senyawa dominan yang terkandung dalam minyak atsiri temu kunci dan
fraksi-fraksinya disajikan pada Gambar 5.

Kamfor

Limonena

β-Pinena

Geraniol

Kamfena

1,8-Sineol

o-Simena

Gambar 5 Senyawa dominan yang terdapat pada minyak atsiri temu kunci
Senyawa-senyawa dominan yang terdapat pada minyak atsiri temu kunci
memiliki kepolaran dan titik didih yang berbeda. Senyawa yang memiliki titik
didih lebih rendah akan lebih mudah menguap sehingga memiliki waktu retensi
yang lebih cepat dibandingkan senyawa lainnya yang memiliki titik didih lebih
tinggi. Hasil analisis GC-MS senyawa tersebut ditunjukkan dalam bentuk
kromatogram ion total yang merupakan hubungan waktu retensi dengan intensitas
(Gambar 6).

11

Intensitas

Waktu retensi (menit)
(a)
Intensitas

Waktu retensi (menit)

(b)
Gambar 6 Kromatogram GC-MS (a) fraksi 1 dan (b) minyak atsiri temukunci
.
Minyak atsiri temu kunci dan fraksi terpilih diinhalasi terhadap hewan uji
untuk mengetahui aktivitasnya sebagai pelangsing aromaterapi. Fraksi terpilih
yang diinhalasikan pada hewan uji adalah fraksi 1 dan kamfor. Pemilihan kamfor
dikarenakan rendemen kamfor yang terkandung pada minyak atsiri temu kunci
cukup besar sehingga efek inhalasi distilat temu kunci, fraksi 1 yang tidak
mengandung kamfor, dan kamfor dapat diketahui serta diharapkan memberikan
respon yang berbeda.

Efek Distilat Kasar dan Fraksi-Fraksi Terpilih Terhadap Hewan Uji
Distilat kasar, fraksi 1, dan kamfor diinhalasikan terhadap tikus dewasa
jantan jenis Sprague Dawley dengan konsentrasi 0.1% selama 5 minggu. Sebelum
perlakuan, hewan uji diadaptasi terlebih dahulu selama 2 minggu guna

12

mengondisikan lingkungan, nutrisi, dan fisiologis dari hewan uji. Efek inhalasi
terhadap peningkatan bobot badan dan konsumsi pakan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Rerata bobot badan, peningkatan bobot badan dan konsumsi pakan kelompok
perlakuan hewan uji
Kelompok
Standar (I)
Kolesterol (II)
Kolesterol+distilat
kasar (III)
Kolesterol+fraksi 1
(IV)
Kolesterol+kamfor
(V)

Rerata bobot
badan (g)
awal perlakuan
167.00 ± 14.28a
170. 67± 12.54a
183.83± 9.45a

Rerata bobot
badan (g)
akhir perlakuan
206.67 ± 15.41a
222.50 ± 13.56a
237.67 ± 14.01a

159.50 ± 5.78a

206.67 ± 7.17a

47.17a

142.10 ± 7.67a

179.75± 11.51a

238.00 ± 15.23a

58.25a

161.70 ± 2.80b

Rerata
peningkatan
bobot badan(%)
39.67a
51.83a
53.84a

Rerata
konsumsi pakan
(g)/ekor/minggu
138.83 ± 5.72a
157.7 ± 1.17b
158.20 ± 6.3b

Angka yang diikuti oleh huruf superscripts yang sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji (P