Pengetahuan gizi dan keamanan pangan jajanan serta kebiasaan jajan siswa sekolah dasar di Depok dan Sukabumi

(1)

PENGETAHUAN GIZI DAN KEAMANAN PANGAN JAJANAN SERTA

KEBIASAAN JAJAN SISWA SEKOLAH DASAR

DI DEPOK DAN SUKABUMI

REVIDA ROSA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

ABSTRACT

REVIDA ROSA. The Nutrition Food Safety Knowledge, and Snacking Habit of Elementary School Students in Depok and Sukabumi. Under Direction of SITI MADANIJAH.

The main purpose of this research are to identify and to analyze the nutrition food safety, and snacking habit of elementary school student in Depok and Sukabumi. This research use secondary data from Survey “National Monitoring and Verification Food Safety of Elementary Student Street-food 2008” by SEAFAST Center, LPPM IPB. The subjects of this research are 82 elementary students in Depok and 23 elementary students in Sukabumi. Analyzed of data has been done by descriptive and inferencial method. The correlation between variables were analyzed with Pearson correlation test, whereas the difference between variables were analyzed by Independent Sample T-Test and One-way Anova.

The results of this research are most of elementary students had moderate nutrition food safety knowledge. There are significant difference of nutrition food safety knowledge between the subjects which had been classified by location (p=0.079), accreditation status (p=0.020) and gender (p=0.078). Based on class and grade of age, more high of class and age, more high of nutrition knowledge subjects. Snacks were divided into four group, that were main dish, snack, drink, and fruit. Based on type of snacks, in Depok was more variation than Sukabumi and based on frequency, subjects in Depok was often consume of snacking than subjects in Sukabumi. Correlation test result shown that there is significant relation between the nutrition food safety knowledge with age (r=0.328, p=0.001) and class of subjects (r=0.197, p=0.044), and also significant relation between pocket money subjects with mother education (r=0.402, p=0.000).

Keyword: The nutrition food safety knowledge, Snacking habit, Elementary school student.


(3)

Jajan Siswa Sekolah Dasar di Depok dan Sukabumi. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH.

Tujuan umum penelitian adalah mengidentifikasi dan menganalisis pengetahuan gizi dan keamanan pangan jajanan serta kebiasaan jajan siswa sekolah dasar di wilayah Depok dan Sukabumi. Tujuan khususnya adalah mengidentifikasi karakteristik sampel, karakteristik orangtua sampel, pengetahuan gizi dan keamanan pangan, kebiasaan jajan sampel, serta menganalisis hubungan karakteristik sampel dan keluarga sampel dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan.

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Data yang digunakan merupakan data dari Survei “Montoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun 2008”, yang dilakukan oleh Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, LPPM IPB. Data penelitian ini dianalisis pada bulan Juni 2010. Populasi siswa berjumlah 905 di wilayah Depok dan 248 di wilayah Sukabumi, diambil sampel sebanyak 105 siswa, 82 dari Depok dan 23 Sukabumi.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, meliputi karakteristik siswa, karakteristik keluarga, data tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan, serta kebiasaan jajan yang meliputi frekuensi, jenis jajanan dan jumlah jenis selama satu minggu. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif dan statistik inferensial kemudian dianalisa dan diolah dengan program SPSS 16,0 for windows. Hubungan antara variabel diuji dengan uji korelasi Pearson, sedangkan uji beda dengan independent sampel t-test, dan uji one way Anova.

Sampel yang diteliti adalah siswa kelas 4, 5 dan kelas 6 dengan jumlah yang relatif sama antara laki-laki dan perempuan yang berumur 10-11 tahun di wilayah Depok dan Sukabumi, bersekolah di sekolah dengan status negeri dan swasta dimana sekolah tersebut berakreditasi A dan B. Sebagian besar uang saku siswa di Depok dan Sukabumi relatif tidak berbeda, umumnya pada Rp 1000 – Rp 4000. Pendidikan orangtua siswa yang terbanyak di kedua wilayah adalah SMA, pekerjaan ayah siswa di wilayah Depok dan Sukabumi sebagian besar adalah PNS/POLRI/TNI, sedangkan pekerjaan ibu sebagian besar adalah ibu rumah tangga. Besar keluarga Depok dan Sukabumi termasuk dalam keluarga sedang (5-7 orang).

Dari hasil analisis pengetahuan gizi, aspek tentang pengertian pangan jajanan paling tidak dimengerti oleh siswa, hanya 17.1% siswa yang menjawab dengan benar di kedua wilayah. Aspek tentang pangan jajanan yang sering menyebabkan sakit juga paling tidak dimengerti oleh siswa, hanya sebanyak 30.0% siswa yang menjawab dengan benar. Hal ini dapat diartikan masih kurangnya pengetahuan siswa tentang makanan jajanan. Aspek tentang minuman yang telah diberi bahan tambahan makanan, lebih banyak (57.32%) siswa di Depok menjawab dengan benar dibandingkan siswa di Sukabumi (26.1%).

Pengetahuan gizi dan keamanan pangan siswa di kedua wilayah secara keseluruhan termasuk dalam kategori sedang. Berdasarkan skor rata-rata pengetahuan gizi dan keamanan pangan, siswa di wilayah Depok lebih tinggi (68.4±12.8) dibandingkan wilayah Sukabumi (64.4±9.4). Hal tersebut dikarenakan


(4)

yang merupakan sebuah kabupaten di Jawa Barat. Berdasarkan hasil uji beda t-test menunjukkan adanya perbedaan (p=0.079) antara kedua wilayah.

Berdasarkan status sekolah, nilai rata-rata pengetahuan gizi siswa di sekolah swasta lebih tinggi (68.7±10.9) dibandingkan dengan negeri (66.9±12.7) dikarenakan sarana maupun prasarana yang disediakan oleh pihak sekolah untuk mendukung peningkatan pengetahuan siswa sudah baik. Berdasarkan mutu sekolah, siswa di sekolah akreditasi A memiliki skor rata-rata lebih tinggi (72.4±14.6) dibandingkan siswa di akreditasi B (66.6±11.6). Hal ini sesuai dengan hasil uji beda t-test menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p=0.0020).

Pengetahuan gizi dan keamanan pangan siswa berdasarkan tingkatan kelas, kelas 6 memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan kelas 4 dan 5. Hal ini sesuai hasil uji korelasi pearson menunjukkan adanya hubungan yang signifikan positif (p=0.044), artinya semakin tinggi tingkatan kelas maka pengetahuannya semakin baik. Berdasarkan jenis kelamin, nilai rata-rata skor siswa perempuan (69.5±10.0) lebih tinggi daripada laki-laki (65.4±13.8) dan hasil uji t-test menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p=0.078) antara keduanya. Hal yang sama berdasarkan tingkatan umur, semakin tinggi umur siswa, skor rata-rata pengetahuan gizinya semakin tinggi. Hal ini sesuai hasil uji korelasi pearson juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan positif (p=0.001). Namun hasil uji one way anova menunjukkan tidak ada perbedaan (p=0.154) antara umur dengan pengetahuan gizi. Jenis makanan jajanan yang dikonsumsi siswa meliputi makanan utama (sepinggan), makanan camilan (snack), minuman maupun buah, di wilayah Depok lebih bervariasi jika dibandingkan dengan wilayah Sukabumi. Berdasarkan jumlah jenis makanan jajanan di wilayah Depok diketahui bahwa jenis jajanan sepinggan, snack, minuman dan buah, persentase terbanyak pada 2 hingga 3 jenis jajanan per minggunya, sedangkan wilayah Sukabumi jumlah jenis makanan jajanan yang paling banyak (73.9%) dikonsumsi sampel adalah snack / camilan.

Dari frekuensi jajan, siswa di wilayah Depok sebagian besar (65.9%) sering mengkonsumsi jajanan, sedangkan di Sukabumi sebagian besar siswa (69.6%) hanya kadang-kadang mengkonsumsi jajanan. Hal ini didukung oleh lebih besarnya skor rata-rata uang saku siswa di Depok (Rp 3829.3) dibanding Sukabumi (Rp 3282.6). Berdasarkan hasil uji beda t-test terdapat perbedaan (p=0.004) antara frekuensi jajanan siswa di Depok dengan di Sukabumi.


(5)

REVIDA ROSA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(6)

Jajan Siswa Sekolah Dasar di Depok dan Sukabumi Nama : Revida Rosa

NIM : I14086020

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS. NIP. 19491130 197603 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 1987031 001


(7)

Sukisman dan Ibu Nurlaini. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Riwayat pendidikan penulis diawali pada tahun 1992 di Taman Kanak-Kanak Bhayangkari, Dumai. Selanjutnya pada tahun 1993-1999 penulis menjadi siswa Sekolah Dasar di SDN 01 Dumai Timur. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Dumai pada tahun 1999-2002. Pada tahun 2002 penulis diterima di SMU Negeri 2 Dumai dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2005. Pada tahun 2005 juga penulis diterima sebagai mahasiswa Politeknik Kesehatan Jurusan Gizi Departemen Kesehatan RI di Padang, Sumatera Barat dan lulus sebagai ahli madya pada tahun 2008, kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di program penyelenggaraan khusus Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.


(8)

hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan Jajanan serta Kebiasaan Jajan Siswa Sekolah Dasar di Depok dan Sukabumi” ini berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, masukan sehingga tulisan ini dapat terselesaikan.

2. dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ayah dan Ibu tercinta, Sukisman dan Nurlaini serta kakak dan adik-adik untuk do’a dan dukungan yang senantiasa diberikan.

4. Harisa Totelesi, Shinta Junita Fitri, Nuning Hidayati, Shelly Gita Perdani dan Hilma Syafly yang telah memberi dukungan selama 2 tahun terakhir.

5. Seluruh teman-teman Program Penyelenggaraan Khusus Ilmu Gizi angkatan 02 yang telah memberikan dukungan pada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis berharap saran dan kritik dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Januari 2011


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Tujuan Umum ... 3

Tujuan Khusus ... 3

Hipotesis ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar ... 5

Pengetahuan Gizi ... 7

Keamanan Pangan Jajanan ... 8

Makanan Jajanan ... 9

KERANGKA PEMIKIRAN ... 12

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 15

Jumlah dan Cara Penarikan Sampel ... 15

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 16

Pengolahan dan Analisis Data ... 17

Definisi Operasional ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Sekolah Dasar yang Diteliti ... 22

Karakteristik Siswa ... 22

Status dan Mutu SD ... 22

Tingkatan kelas ... 23


(10)

Umur ... 24

Besar Uang Saku ... 24

Karakteristik Keluarga ... 25

Pendidikan Orangtua ... 25

Pekerjaan Orangtua ... 27

Besar Keluarga ... 28

Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan ... 29

Kebiasaan Jajan Siswa ... 35

Jenis Jajanan ... 35

Frekuensi Jajan ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

Kesimpulan ... 43

Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN ... 48


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Sebaran sampel berdasarkan wilayah, status dan mutu sekolah... 16

2 Kategori variebel penelitian ……….. ……….... 19

3 Sebaran SD berdasarkan status sekolah dan akreditasi……… 22

4 Sebaran siswa berdasarkan status, akreditasi ……… 22

5 Sebaran siswa berdasarkan tingkatan kelas……...…………... 23

6 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin………..………. 23

7 Sebaran siswa berdasarkan umur………..……….. 24

8 Sebaran siswa berdasarkan besar uang saku..………... 25

9 Sebaran orangtua siswa berdasarkan tingkat pendidikan……..…… 26

10 Hubungan tingkat pendidikan ibu dengan besar uang saku siswa.. 27

11 Sebaran orangtua siswa berdasarkan tingkat pekerjaaan…………. 27

12 Sebaran siswa berdasarkan besar keluarga.………... 28

13 Sebaran siswa berdasarkan jawaban yang benar tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan………. 29

14 Sebaran siswa berdasarkan pengetahuan gizi dan keamanan pangan menurut wilayah, status dan akreditasi sekolah……… 30

15 Sebaran siswa berdasarkan pengetahuan gizi dan keamanan pangan menurut kelas, jenis kelamin dan umur ………. 32

16 Sebaran siswa berdasarkan jenis makanan jajanan di Depok.……. 35

17 Sebaran siswa berdasarkan jenis makanan jajanan di Sukabumi.... 35

18 Sebaran jenis jajanan makanan sepinggan berdasarkan wilayah.... 37

19 Sebaran jenis jajanan camilan (snack) berdasarkan wilayah…….. 39

20 Sebaran jenis jajanan minuman berdasarkan wilayah……….. 40

21 Sebaran sampel berdasarkan frekuensi jajan menurut wilayah dan jenis kelamin ……… 41


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangkan pemikiran pengetahuan gizi dan keamanan pangan

jajanan dan kebiasaan jajan siswa SD di Depok dan Sukabumi... 14


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Pengetahuan gizi dan keamanan pangan wilayah

Depok……….. 50

2 Pengetahuan gizi dan keamanan pangan wilayah

Sukabumi……… 50

3 Sebaran siswa berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi dan keamanan

pangan menurut tingkatan kelas………. 51 4 Sebaran siswa di Depok berdasarkan jenis makanan jajajan

yang dikonsumsi... 52 5 Sebaran siswa di Sukabumi berdasarkan jenis makanan jajanan

yang dikonsumsi………. 54

6 Jenis makanan jajanan yang dikonsumsi siswa di


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, baik dari segi kesehatan maupun tingkat kecerdasannya. Menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas banyak faktor yang harus diperhatikan, antara lain faktor pangan (gizi), kesehatan, pendidikan, informasi, dan jasa pelayanan lainnya. Salah satu masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas SDM adalah masalah gizi. Masalah gizi pada hakikatnya adalah dampak negatif dari ketidakseimbangan antara kebutuhan dan konsumsi zat-zat gizi, terutama energi, protein dan lemak (Soekirman 1995).

Siswa SD merupakan SDM yang kelak akan meneruskan pembangunan di Indonesia. Sebagaimana generasi penerus tentunya harus selalu dipertahankan bahkan ditingkatkan kualitasnya dari segi kesehatan maupun tingkat kecerdasannya, sebagai golongan dalam masyarakat yang berada dalam masa peralihan antara lingkungan rumah dengan lingkungan sekolah dan masyarakat luas (Winarno 2004).

Dalam masa peralihan ini biasanya terjadi perubahan kebiasaan pangan pada golongan siswa sekolah, seperti kebiasaan jajan di luar yang dapat mempengaruhi konsumsi siswa tersebut. Dengan seringnya siswa jajan akan mengakibatkan siswa tidak mau lagi makan nasi di rumah ataupun jika mau jumlah porsi yang dihabiskan sedikit sekali (Moehji 2003). Pada umumnya siswa-siswa belum bisa memilih jajanan yang sehat dan aman sehingga orangtua harus selalu memperhatikan bahan-bahan yang digunakan dalam suatu produk (Nuraini 2007).

Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan dan selanjutnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Keadaan gizi yang rendah pada suatu wilayah akan menentukan tingginya angka prevalensi kurang gizi secara nasional. Pengetahuan gizi yang kurang atau kurangnya menerapkan pengetahuan gizi dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan masalah gizi.

Pengetahuan gizi berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan penentuan jumlah makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan gizi anak sangat berpengaruh terhadap pemilihan makanan jajanan. Pengetahuan anak dapat


(15)

diperoleh baik secara internal maupun eksternal. Pengetahuan secara internal yaitu pengetahuan yang berasal dari dirinya sendiri berdasarkan pengalaman hidup sedangkan secara eksternal yaitu pengetahuan yang berasal dari orang lain sehingga pengetahuan anak tentang gizi bertambah.

Menurut William (1983) diaju dalam Sukandar (2009) masalah yang menyebabkan gizi salah dan tidak cukupnya pengetahuan gizi serta kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang baik pada usia belasan masih sering dijumpai. Oleh karena itu, timbullah penyakit gizi salah yang merugikan kecerdasan dan produktivitas kerja. Hasil Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional tahun 2008 yang dilakukan oleh Southeast Asian Food and Agricultural and Technology (SEAFAST) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI menunjukkan bahwa pengetahuan gizi dan keamanan pangan penjaja PJAS di luar Jawa lebih baik dibandingkan di Jawa (Andarwulan 2009).

BPOM RI melaporkan bahwa makanan jajanan yang sering dijual di sekitar Taman Kanak-Kanak (TK) dan SD ternyata banyak yang tidak higienis dan memakai bahan kimia untuk makanan. Pada tahun 2005, BPOM RI telah melakukan pengujian terhadap 861 contoh makanan jajanan siswa sekolah di 195 SD di 18 kota, dimana hasil uji menunjukkan bahwa 39.9% (344 contoh) tidak memenuhi syarat keamanan pangan (BPOM 2005).

Hasil survei makanan jajanan siswa di 60 SD pada tahun 2009 menunjukkan bahwa keamanan jajanan di wilayah Depok masih banyak ditemukan pangan dan bahan tambahan pangan (BTP) yang berbahaya. Hal ini disebabkan masih rendahnya pengetahuan para penjaja makanan di wilayah tersebut. Penelitian lain (Yasmin 2010) menunjukkan pengetahuan penjaja makanan di wilayah Sukabumi lebih baik dibandingkan wilayah Jakarta. Meskipun demikian, kasus keracunan makanan pada siswa sekolah sering terjadi di Sukabumi, contohnya pada tahun 2008, terdapat kasus keracunan makanan dimana ratusan siswa SD dan TK di Pelabuhan Ratu mengalami mual, muntah setelah mengkonsumsi jajanan.

Hasil penelitian yang dilakukan Andarwulan et al (2010) tentang pengetahuan gizi siswa SD di 18 propinsi mengatakan bahwa pengetahuan gizi siswa di Jawa Barat termasuk kategori kurang dengan skor 56.3 sedangkan pengetahuan gizi siswa di Jakarta termasuk kategori sedang (65.4). Oleh karena itu peneliti tertarik


(16)

untuk mengadakan penelitian tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan dengan kebiasaan jajan siswa SD di wilayah Depok yang merupakan salah satu kota yang menjadi penopang dari ibu kota Jakarta sehingga akses teknologi dan informasi tentang pengetahuan gizi makanan jajanan siswa sekolah lebih cepat beredar jika dibandingkan dengan Sukabumi yang merupakan sebuah kabupaten di Jawa Barat.

Perumusan Masalah

Dipilihnya siswa SD pada penelitian ini karena pada hakikatnya siswa yang berusia 6 -12 tahun banyak menghabiskan waktunya di luar rumah. Aktivitas yang tinggi ini menyebabkan mereka cepat merasa lapar sehingga mendorong mereka untuk membeli jajanan yang ada disekitarnya (Nuraini 2007).

Tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan siswa berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan pangan jajanan yang dibeli. Kurangnya pengetahuan gizi siswa SD dapat berakibat konsumsi makan yang salah atau tidak sesuai dengan kebutuhan gizinya sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi prestasi siswa di sekolah. Penelitian ini secara umum ingin menjawab bagaimana pengetahuan gizi dan keamanan pangan jajanan dan kebiasaan jajan siswa di Depok dan Sukabumi. Secara khusus untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengetahuan gizi di dua wilayah tersebut jika dilihat dari status, mutu sekolah, jenis kelamin, kelas dan umur siswa.

Tujuan Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis pengetahuan gizi dan keamanan pangan jajanan serta kebiasaan jajan siswa SD di wilayah Depok dan Sukabumi.

Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi karakteristik siswa di Depok dan Sukabumi.

2. Mengidentifikasi karakteristik keluarga siswa di dua lokasi penelitian.

3. Mengidentifikasi perbedaan pengetahuan gizi dan keamanan pangan siswa di dua lokasi penelitian.


(17)

5. Menganalisis hubungan karakteristik siswa dan keluarga dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan di dua lokasi penelitian.

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Terdapat perbedaan pengetahuan gizi dan keamanan pangan pada siswa di wilayah Depok dan Sukabumi.

2. Terdapat hubungan antara karakteristik siswa dan karakteristik orangtua dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan.

3. Terdapat perbedaan frekuensi jajan siswa di wilayah Depok dan Sukabumi.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang jajanan dan keamanan pangan jajanan pada siswa maupun kepada orang tua dan pihak sekolah. Selain itu, diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak sekolah mengenai praktek keamanan pangan di sekolah.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Anak Sekolah Dasar

Hurlock (1999) mengelompokkan anak usia sekolah berdasarkan perkembangan psikologis yang disebut sebagai Late Childhood. Usia sekolah dimulai pada usia 6 tahun dan berakhir saat individu menunjukkan kematangan seksualnya antara usia 13 sampai 14 tahun. Usia sekolah merupakan awal seorang anak belajar bertanggung jawab terhadap sikap dan perilakunya.

Lee (1993) menyatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia sekolah relatif stabil jika dibandingkan dengan periode pra sekolah dan remaja. Pertumbuhan anak lambat dan stabil, tetapi asupan gizi yang cukup tetap dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, diantaranya: mencukupi kebutuhan energi untuk aktivitas, menjaga tubuh agar tetap tahan dari penyakit, menyediakan kebutuhan untuk pertumbuhan, menyediakan penyimpanan zat gizi yang cukup untuk membantu pertumbuhan pada periode dewasa.

Pada masa sekolah, pertumbuhan dan perkembangan anak akan mengalami proses percepatan pada usia 10-12 tahun. Secara umum, pada usia ini aktivitas fisik pada anak semakin tinggi dan memperkuat kemampuan motoriknya. Kemampuan kemandirian anak di lingkungan luar rumah, dalam hal ini adalah sekolah dirasakan cukup besar. Dimana beberapa masalah sudah mampu diatasi dengan sendirinya dan anak sudah mampu menunjukkan penyesuaian diri dengan lingkungan yang ada. Rasa tanggung jawab dan percaya diri dalam tugas mulai terwujud sehingga dalam menghadapi kegagalan maka anak seringkali dijumpai reaksi kemarahan atau kegelisahan (Hidayat 1994).

Pada masa anak-anak, jumlah energi yang diperlukan tubuh tidak sebesar jumlah energi yang diperlukan pada masa remaja. Seiring pertambahan umur, jumlah energi tersebut akan semakin meningkat dan mencapai puncaknya pada masa dewasa. Namun, jumlah energi yang diperlukan oleh tubuh akan mengalami penurunan kembali pada saat lanjut usia (Suhardjo 1989).

Anak usia sekolah dasar berada pada usia pertumbuhan dan perkembangan. Walaupun tidak secepat pertumbuhan dan perkembangan pada anak remaja, namun anak usia sekolah tetap membutuhkan konsumsi makanan yang seimbang baik jenis dan jumlahnya. Pada umumnya mereka mempunyai kesehatan yang lebih


(19)

baik dibanding dengan kesehatan anak balita. Masalah-masalah yang timbul pada kelompok ini antara lain: berat badan rendah, defesiensi Fe (kurang darah), dan defesiensi vitamin E. Masalah ini timbul karena pada umur-umur ini anak sangat aktif bermain dan banyak kegiatan baik di sekolah maupun di lingkungan rumahnya. Dipihak lain, anak kelompok ini kadang-kadang nafsu makanan mereka menurun, sehingga konsumsi makanan tidak seimbang dengan energi yang dibutuhkan (Notoatmodjo 2003). Banyak penelitian melaporkan bahwa pada usia ini kebanyakan anak hanya mau makan satu jenis makanan selama berminggu-minggu (food jag), namun orangtua tidak perlu merasa kuatir kalau makanan itu dapat memenuhi kebutuhan gizi anak.

Anak-anak usia SD 6-12 tahun adalah kelompok yang memiliki interaksi yang intensif dengan lingkungan sekolah, teman, media massa dan program pemasaran perusahaan. Mereka pada dasarnya memiliki karakter yang sangat mudah terpengaruh oleh lingkungannya termasuk dalam memilih makanan. Anak-anak belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk memilih makanan yang baik bagi mereka, sehingga belum menjadi konsumen yang kritis dan bijaksana, mereka akan mudah menerima dan menyukai makanan yang juga disukai teman-temannya (Sumarwan 2007).

Anak pada umur ini suka mengkonsumsi minuman bersoda dan jarang mengkonsumsi susu sehingga mereka rentan untuk kekurangan kalsium dan vitamin D sesuai yang dianjurkan untuk mereka. Anak suka mengkonsumi jajanan seperti keripik, kue-kue, donat, makanan gorengan dan minuman bersoda. Dimana jajanan tersebut hanya menyuplai energi (Walker 2005). Alasan lain yang mendorong anak untuk mengkonsumsi makana jajanan adalah daya tarik seperti rasa, warna dan kemasan makanan tersebut,

Penelitian tentang kebiasaan mengkonsumsi makanan jajanan yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 2003, menyatakan terjadinya peningkatan konsumsi pada semua anak terhadap makanan jajanan yang terjadi antara tahun 1977 hingga tahun 2003 (Piernas 2003).

Gizi yang diperoleh seorang siswa melalui konsumsi makanan setiap hari berperan besar untuk kehidupan siswa tersebut. Agar dapat memenuhi dengan baik dan cukup, ternyata ada beberapa masalah yang berkaitan dengan konsumsi zat gizi untuk siswa. Seorang siswa juga dapat mengalami defisiensi zat gizi yang


(20)

berakibat pada berbagai aspek fisik maupun mental. Masalah ini dapat ditanggulangi secara cepat, jangka pendek, dan jangka panjang serta dapat dicegah oleh masyarakat sendiri sesuai dengan klasifikasi dampak defisiensi zat gizi antara lain melalui pengaturan makan yang benar (Santoso 2004).

Pengetahuan Gizi

Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Sukandar 2009).

Cicely William dalam Sukandar (2009) melaporkan studi di Afrika Barat bahwa gizi kurang tidak terjadi karena kemiskinan harta, akan tetapi disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang kesehatan gizi keluarga khususnya gizi pada anak-anak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nutrition Assesment Educational Project di Washington 1999 menyatakan bahwa rendahnya perhatian terhadap masalah gizi sebagian besar disebabkan oleh rendahnya pengetahuan atau pemahaman tentang gizi yang baik.

Penelitian yang telah dilakukan terhadap siswa SD di Bogor tahun 2010 tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan, sebanyak 63% siswa SD di kota maupun di kabupaten, memiliki pengetahuan gizi yang masih rendah meskipun masih ada yang tergolong baik hanya sebanyak 3.0% siswa dan sisanya tergolong sedang 34.0% (Adriani 2010). Sedangkan hasil penelitian Syarifah (2010) mengenai kebiasaan makanan jajanan anak sekolah di Bogor menyatakan bahwa secara umum pengetahuan gizi makanan jajanan anak hampir merata, baik yang tergolong kategori kurang, sedang maupun baik yang yakni masing-masing 30.0%, 35.0% dan 35.0%.

Hasil penelitian yang dilakukan Andarwulan (2009) tentang pengetahuan tentang gizi dan keamanan pangan secara nasional pada siswa SD, rata-rata skor pengetahuan gizi sekitar 63 atau termasuk cukup. Siswa di SD yang berakreditasi A memiliki tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang lebih baik dibandingkan dengan siswa di SD yang berakreditasi B, C, dan tidak terakreditasi. Sedangkan siswa di luar Jawa memiliki tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan lebih baik dibandingkan dengan siswa di Jawa.


(21)

Kelompok anak sekolah merupakan kelompok yang mudah menerima upaya pendidikan gizi melalui sekolahnya dan dapat dipergunakan untuk mempengaruhi pendapat keluarga mengenai hal ini (Sediaoetama 2008). Pengetahuan gizi berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan penentuan jumlah makanan yang dikonsumsi. Tingkat pengetahuan gizi berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu.

Keamanan Pangan Jajanan

Berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (Hardinsyah & Syarief 2000). Menurut World Health Organization (WHO), keamanan pangan adalah keadaan dimana pangan tidak akan membahayakan konsumen bila disiapkan sesuai ketentuan. Keamanan makanan berarti bahwa pada saat dikonsumsi, makanan tidak mengandung kontaminan dalam kadar yang dapat membahayakan kesehatan (WHO 2000).

Makanan jajanan (street food) telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi makanan jajanan diperkirakan akan terus meningkat, mengingat makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan adalah murah dan mudah didapat, serta cita rasanya enak dan cocok dengan selera kebanyakan orang (Saparinto 2006).

Meskipun memiliki beberapa keunggulan, makanan jajanan juga berisiko terhadap kesehatan. Hal ini disebabkan oleh penanganannnya yang sering tidak higienis. Akibatnya, peluang bagi mikroba untuk tumbuh dan berkembang cukup besar. Selain itu, dalam proses pembuatannya sering kali ditambahkan bahan tambahan makanan pangan yang tidak diizinkan (Saparinto 2006). Penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak dianjurkan dapat mengakibatkan kemunduran kerja otak. Tidak semua senyawa kimia yang ditambahkan dalam makanan mampu dicerna secara sinergis dengan komponen senyawa alami yang ada dalam tubuh kita.


(22)

Keamanan pangan tercermin dari angka keracunan pangan di suatu wilayah. Keracunan pangan adalah suatu penyakit yang disebabkan karena memakan makanan yang berbahaya atau terkontaminasi. Gejala yang paling umum adalah sakit perut, muntah-muntah dan diare (Gaman & Sherrington 1992).

Sebagai upaya melindungi konsumen, BPOM menguji makanan jajanan siswa di sekolah di 195 sekolah dasar di 18 provinsi diantaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar dan Padang dengan jumlah makanan 861 contoh. Hasil uji menunjukkan 39.9% (344 jajanan) tidak memenuhi syarat keamanan pangan seperti es sirup atau buah (48.2%) dan minuman ringan (62.5%) yang mengandung bahan berbahaya dan tercemar bakteri pathogen. Jenis lain yang tidak memenuhi syarat adalah saus dan sambal (61.5%) serta kerupuk (56.2%). Dari total jajaan itu, 10,45% mengandung pewarna yang dilarang yakni rhodamin B, methanol yellow dan amaranth. Sebagian contoh jajanan mengandung boraks, formalin, siklamat, sakarin, dan benzoat melebihi batas.

Frekuensi Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan pada anak di sekolah meningkat pada tahun 2004. Menurut Rahayu et al (2005) dalam Fitri (2007), terjadinya kasus keracunan atau gangguan kesehatan di lingkungan sekolah akibat keamanan pangan dikarenakan oleh: (1) ditemukannya produk pangan olahan di lingkungan sekolah yang tercemar bahan berbahaya (mikrobiologis dan kimia); (2) kantin sekolah dan pangan siap saji di sekolah yang belum memenuhi syarat higienitas; dan (3) donasi pangan yang bemasalah.

Makanan Jajanan

Makanan jajanan juga dikenal sebagai street foods adalah jenis makanan yang dijual di kaki lima, di lingkungan sekolah, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar, tempat pemukiman serta lokasi sejenis. Makanan jajanan banyak sekali jenisnya dan sangat bervariasi dalam bentuk, keperluan dan harga. Pada umumnya makanan jajanan dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu pertama adalah makanan sepinggan atau main dish contohnya nasi rames, nasi rawon, nasi pecel dan sebagainya, kelompok yang kedua adalah penganan atau snack contohnya kue-kue, onde-onde, pisang goreng, dan lain sebagainya dan kelompok yang ketiga adalah golongan minuman es teller, es buah, teh, kopi, dawet, jenang gendul dan lain


(23)

sebagainya, dan kelompok yang keempat adalah buah-buahan segar, seperti mangga, jeruk, pisang dan lain sebaginya (Winarno 2004).

Jenis makanan atau minuman yang disukai siswa-siswa adalah makanan yang mempunyai rasa manis, enak, dengan warna-warna yang menarik, dan bertekstur lembut. Jenis makanan seperti cokelat, permen, jeli biskuit dan snack merupakan produk makanan favorit bagi sebagian besar siswa-siswa. Kelompok produk minuman dikenal berbagai minuman warna-warni (air minuman dalam kemasan maupun es sirup tanpa label), minuman jeli, es susu, minuman ringan dan lain-lainnya (Nuraini 2007). Menurut Marotz (2005) makanan jajanan yang baik untuk siswa sekolah jajanan yang dapat memberikan kontribusi zat gizi yang cukup sesuai dengan kebutuhan siswa, namun kebanyakan makakan jajanan hanya mengandung gula dan lemak.

Hasil penelitian secara nasional tahun 2009 menunjukkan bahwa pangan jajanan yang paling banyak dijual di lingkungan sekolah adalah kelompok makanan ringan 54.1%, dibandingkan kelompok minuman 26.0% dan makanan utama 2.0%. Rata-rata konsumsi pangan harian siswa adalah 455.0 g/kap/hari yang mengandung 1220 kkal dan protein sebesar 27.4 g. Makanan jajanan dapat menyumbang 31.5% energi dan 34.4% protein dari konsumsi pangan harian. Konsumsi pangan harian, tingkat konsumsi energi sebesar 71.4% dan tingkat konsumsi protein 65.8%. Data ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan harian siswa masih dibawah kecukupan yang dianjurkan (Andarwulan et al 2009).

Makanan jajanan dan anak sekolah merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan. Makanan jajanan mampu memberikan kontribusi energi dan protein untuk anak-anak. Kebiasaan jajan yang baik tentunya dapat memberikan pengaruh yang positif bagi kesehatan anak dan sebaliknya. Kebiasaan jajan yang sehat adalah dimana anak mampu memilih makanan jajanan yang sehat dan tidak tercemar baik secara kimia maupun mikrobiologi (Andarwulan et al 2009).

Pada umumnya siswa SD lebih menyukai jajanan di warung maupun di kantin sekolah daripada makanan yang telah tersedia di rumah. Kebiasaan jajan sebenarnya memiliki beberapa manfaat/keuntungan antara lain sebagai upaya memenuhi kebutuhan energi, mengenalkan siswa pada diversifikasi jenis makanan dan dapat meningkatkan gengsi siswa di mata teman-temannya. Namun jajan yang terlalu sering dan menjadi kebiasaan akan berakibat negatif antara lain nafsu makan


(24)

menurun, makanan yang tidak higienis akan menimbulkan berbagai penyakit, salah satu penyebab terjadinya obesitas pada siswa dan kurang gizi sebab kandungan gizi pada jajanan belum tentu terjamin (Irianto 2006).

Kebiasaan anak yang sering menonton televisi dapat mempengaruhi kebiasaan jajan anak. Penelitian yang dilakukan di Washington DC pada tahun 1993 hingga tahun 1995 menunjukkan bahwa siswa-siswa yang sering menghabiskan waktunya lebih banyak menonton televisi memiliki intik konsumsi daging, sayur, buah dan jus lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang sedikit menghabiskan waktu di depan televisi (Coon 2001).

Penyajian makanan jajanan yang baik, penting untuk mendukung keadaan gizi anak sekolah karena jajanan berperan besar pada pertumbuhan anak. Pada tahun 1977 hingga 1996, energi yang didapat dari konsumsi jajanan anak sekolah meningkat sebanyak 120 kkal per harinya (Marmonier 2010).


(25)

KERANGKA PEMIKIRAN

Pengetahuan siswa akan menentukan makanan jajanan yang baik dan yang tidak baik bagi tubuh untuk dikonsumsi. Semakin baik pengetahuan siswa diharapkan dapat mempengaruhi dalam mengkonsumsi makanan jajanan yang baik untuk tubuhnya. Pengetahuan gizi siswa yang diteliti memiliki hubungan dengan beberapa hal yaitu karakteristik siswa maupun karakteristik keluarga. Artinya semakin tinggi karakteristik siswa yang diteliti seperti tingkatan kelas, dan umur siswa diharapkan pengetahuan gizinya juga akan semakin baik. Begitu juga hubungannya dengan karakteristik orangtua seperti tingkat pendidikan maupun pekerjaaan orangtua, diharapkan semakin tinggi pendidikan dan pekerjaaan maka tingkat pengetahuan anaknya akan semakin baik.

Karakteristik siswa yang diteliti yaitu jenis kelamin, umur, kelas dan besar uang saku. Karakteristik keluarga yang diteliti yaitu pekerjaan orangtua, pendidikan orangtua dan besar keluarga. Kemungkinan terdapat hubungan antara karakteristik keluarga dengan karakteristik siswa, seperti pekerjaan dan pendidikan orangtua dengan besar uang saku siswa. Artinya semakin tinggi pendidikan atau pekerjaan yang ditandai dengan semakin besar pendapatan keluarga, maka memungkinkan untuk memberikan uang saku yang besar kepada anak. Selain pengetahuan gizi dan karakteristik siswa maupun keluarga, kebiasaan jajan siswa juga diteliti.

Kebiasaan jajan adalah salah satu bentuk kebiasaan makan. Suhardjo (1989) menyebutkan bahwa kebiasaan jajan merupakan istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan jajan dan makanan jajanan seperti frekuensi jajan, jenis makanan jajanan, kepercayaan terhadap makanan jajanan, preferensi terhadap makanan jajanan, dan cara pemilihan makanan jajanan. Kebiasaan jajan yang diteliti pada penelitian ini meliputi jenis makanan jajanan, jumlah jenis jajanan dan frekuensi jajan.

Tingginya frekuensi anak mengkonsumsi makanan jajanan secara tidak langsung dapat mempengaruhi konsumsi pangan anak dikarenakan anak lebih suka jajan daripada makan di rumah. Makanan jajanan yang penanganannya tidak bersih dan higienis dapat menyebabkan timbulnya penyakit pada anak dan jika berkelanjutan dapat mempengaruhi status gizi anak tersebut.


(26)

Namun faktor-faktor seperti konsumsi pangan siswa maupun infeksi penyakit yang ditimbulkan akibat makanan jajanan tidak diteliti dalam penelitian ini, begitu juga dengan status gizi siswa. Secara lebih jelas pengetahuan gizi dan kebiasaan siswa dapat dilihat pada Gambar 1.


(27)

Keterangan :

: Hubungan yang dianalisis

: Hubungan yang tidak dianalisis

Gambar 1. Pengetahuan gizi dan keamanan pangan jajanan dan kebiasaan jajan siswa SD

Variabel yang diteliti Variable yang tidak diteliti

Karakteristik siswa

Karakteristik Keluarga

Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan Jajanan

Kebiasaan Jajan

Konsumsi pangan

Status gizi

Infeksi penyakit Kelas

Jenis kelamin Umur

Besar uang saku

Pekerjaan orangtua Pendidikan orangtua Besar keluarga

Jenis jajanan Jumlah jenis jajanan Frekuensi jajan


(28)

METODE PENELITIAN

Desain, dan Waktu

Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional study yaitu mengumpulkan informasi dengan satu kali survei. Penelitian ini mengkaji pengetahuan gizi dan keamanan pangan jajanan dan kebiasaan jajan para siswa dan merupakan bagian dari Survei “Montoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun 2008”, yang dilakukan oleh SEAFAST Center, LPPM IPB. Analisis data penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010.

Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel secara nasional disarikan dari “Laporan Montoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun 2008” yang dilaksanakan pada 4500 SD di 79 kabupaten/kota yang tersebar di 18 propinsi di seluruh Indonesia. Pemilihan SD yang menjadi lokasi survei dilakukan secara stratified random sampling dengan memperhatikan beberapa hal antara lain: (1) sebaran geografis populasi SD, (2) tingkat pekerekonomian masyarakat, (3) aksesiblitas, (4) mutu SD dan (5) status sekolah. Penentuan jumlah SD yang akan disurvei di tingkat nasional dihitung berdasarkan formula tertentu sehingga didapat jumlah 4500 SD.

Dari 18 propinsi, penelitian ini mengkhususkan pada wilayah Depok dan Sukabumi dengan total populasi siswa SD di Depok sebanyak 905 siswa dan Sukabumi sebanyak 248 siswa. Kemudian dilakukan proportional stratified random sampling sehingga sampel dalam penelitian ini hanya sebanyak 105 siswa dimana 82 siswa di wilayah Depok dan 23 di Sukabumi. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas 4, 5 dan 6 yang bersekolah di sekolah negeri dan swasta dengan mutu sekolah A dan B dimana jumlah siswa laki-laki dan perempuannya sama pada tiap kelas yaitu 18 siswa di setiap sekolah dengan 9 siswa laki-laki dan 9 perempuan. Cara penarikan sampel dapat dilihat seperti Gambar 2 dan Tabel 1 :


(29)

Gambar 2. Cara penarikan sampel

Tabel 1 Sebaran sampel berdasarkan wilayah, status, dan mutu sekolah

Ket

Depok

Total

Sukabumi

total Total

Negeri Swasta Negeri Swasta

A B A B A B A B

Kelas 4 2 15 2 8 27 1 6 0 1 8 35 Kelas 5 2 15 2 8 27 0 6 0 1 7 34 Kelas 6 3 15 2 8 28 1 6 0 1 8 36

Total 7 45 6 24 82 2 18 0 3 23 105

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui data Survei “Montoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun 2008. Data tersebut meliputi karakteristik sampel (jenis kelamin, umur, kelas, besar uang saku) dan karakteristik keluarga yang meliputi data pekerjaan orangtua, data pendidikan orangtua, data besar keluarga. Data pengetahuan gizi dan keamanan pangan serta data tentang kebiasaan jajan siswa.

Pengukuran pengetahuan gizi dan keamanan pangan dilakukan dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda (multiple choice test) sebanyak lima belas pertanyaan. Data tentang kebiasaan jajan sampel meliputi jenis makanan jajanan, jumlah jenis jajanan dan frekuensi jajan selama satu minggu yang diukur dengan menggunakan FFQ (Food Frequency Questionaire).

Depok (905 siswa)

Sukabumi (248 siswa)

Kelas 4 301 siswa

Kelas 5 301 siswa

Kelas 6 303 siswa

27 siswa 27 siswa 28 siswa

Kelas 4 83 siswa

Kelas 5 82 siswa

Kelas 6 83 siswa


(30)

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan selama penelitian dientri menggunakan Microsoft Excel For Windows. Proses pengolahan dimulai dari editing dan analisa data. Data dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensial dengan program SPSS (Statistical Program for Social Science) versi 16.0 for windows dan dipaparkan secara deskriptif dan pengkategorian serta disajikan dalam bentuk tabel.

Data karakteristik siswa disajikan secara deskriptif yang meliputi data jenis kelamin sampel yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, data umur yang meliputi 8-9 tahun, 8-9-10 tahun, 10-11 tahun dan 11-12 tahun. Kategori kelas meliputi kelas 4, 5 dan 6, sedangkan data besar uang saku siswa dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi rendah, sedang dan tinggi yang didapat dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Slamet 1993):

IK = NT – NR ∑ Kategori Keterangan :

IK = Interval kelas NT = Nilai tertinggi NR = Nilai terendah

Data karakteristik keluarga yang disajikan meliputi: data pendidikan orangtua yang dikelompokkan menjadi tidak sekolah, SD, SMP, SMA, dan PT. Data pekerjaan orangtua dikelompokkan menjadi PNS/POLRI/TNI, swasta, petani/buruh tani, wiraswasta, ibu rumah tangga dan lainnya. Data besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga yaitu keluarga kecil (≤4 orang, keluarga sedang (5-7 orang) dan keluarga besar (≥8 orang).

Data pengetahuan gizi dan keamanan pangan siswa diukur dengan lima belas pertanyaan, dimana masing-masing pertanyaan diberi skor 1 jika siswa menjawab benar dan skor 0 jika menjawab salah. Kemudian total skor dijumlahkan dan dikelompokkan menjadi tiga kategori tingkat pengetahuan yaitu baik apabila skor >80%, sedang apabila skor 60-80%, kurang apabila <60% (Khomsan 2000).

Data jenis makanan jajanan yang dikelompokkan menjadi empat yaitu makanan sepinggan, snack, minuman dan buah diukur dengan menghitung berapa banyak jenis jajajan tersebut yang dikonsumsi siswa di kedua wilayah penelitian. Sedangkan data jumlah jenis makanan jajanan dihitung dari berapa banyak


(31)

jumlahnya yang dikonsumsi, yaitu meliputi (1) <2 jenis, (2) 2-3 jenis, (3) 4-5 jenis, (5) 6-7 jenis dan (6) >7 jenis makanan jajanan. Data frekuensi jajan dihitung dari berapa kali siswa mengkonsumsi makanan jajanan selama satu minggu penelitian.

Hubungan antara karakteristik siswa (umur, jenis kelamin, kelas, besar uang saku), karakteristik keluarga (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua dan besar keluarga) dengan pengetahuan gizi siswa dianalisis dengan korelasi Pearson. Mengetahui perbedaan rata-rata skor pengetahuan gizi dan keamanan pangan berdasarkan berdasarkan status sekolah, mutu sekolah dan wilayah sekolah dianalisis dengan uji independent sampel t-test. Uji One-way Anova digunakan mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan berdasarkan kelas, dan umur sampel. Tingkat kepercayaaan (α) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10%. Lebih jelasnya, pengkategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.


(32)

Tabel 2 Kategori variabel penelitian

No. Variabel Kategori Sumber

1. Jenis kelamin • Laki-laki • Perempuan 2. Kelas • Kelas 4

• Kelas 5 • Kelas 6 3. Umur sampel • 8-9 tahun

• 9-10 tahun • 10-11 tahun • 11-12 tahun

4. Besar uang saku • Rendah (Rp 1000 - Rp 4000) • Sedang (>Rp 4000 - Rp 7000) • Tinggi (>Rp 7000 - Rp 10000)

Slamet (1993) 5. Besar keluarga • Kecil (≤4 orang)

• Sedang (5-7 orang) • Besar (≥8 orang)

Hurlock (1999)

6. Pekerjaan orang tua • PNS/POLRI/TNI • Swasta

• Petani/Buruh tani • Wiraswasta • Ibu rumah tangga • Lainnya

7. Pendidikan orang tua • Tidak Sekolah

• SD

• SMP

• SMA

• Perguruan Tinggi 8. Pengetahuan gizi dan

keamanan pangan

• Baik (>80%) • Sedang (60-80%) • Kurang (<60%)

Khomsan (2000)

9. Kebiasaan jajan a. Jenis

b. Frekuensi jajan

c. Jumlah jenis makanan jajanan per minggu

• Makanan utama • Snack

• Minuman • Buah-buahan • Sering

• Kadang-kadang • Tidak pernah jajan • < 2 jenis

• 2-3 jenis • 4-5 jenis • 6-7 jenis • > 7 jenis


(33)

Definisi Operasional

Sampel adalah siswa laki-laki dan perempuan kelas 4,5 dan 6 di Depok dan Sukabumi yang diambil secara acak.

Karakteristik siswa adalah ciri-ciri dan keadaan umum siswa yang meliputi umur, jenis kelamin, besar uang saku dan merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa sekolah dasar yang berhubungan dengan pengetahuan dan kebiasaan jajan siswa.

Besar uang saku adalah besarnya uang yang diterima sampel setiap hari yang dialokasikan untuk jajan, transportasi, membeli peralatan sekolah.

Karakteristik keluarga adalah kondisi keluarga yang mencakup pendidikan, pekerjaan orangtua serta besar keluarga.

Pendidikan orangtua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh ayah dan ibu sampel yang ditandai dengan adanya tanda tamat/ijazah.

Pekerjaaan orangtua adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh orangtua untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan dikategorikan menjadi PNS, POLRI/TNI, swasta, petani/buruh tani, wiraswasta, ibu rumah tangga dan lainnya.

Besar keluarga adalah banyaknya individu yang tinggal bersama dalam satu atap dan bergantung pada sumber pengehidupan yang sama.

Pengetahuan siswa tentang gizi dan keamanan pangan adalah hal-hal yang diketahui oleh siswa SD mengenai gizi dan makanan jajanan yang diukur dari skor jawaban pertanyaaan. Tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan dihitung dalam persentase serta dikategorikan menjadi baik, sedang dan kurang.

Makanan jajanan adalah semua jenis makanan dan minuman yang dibeli dan siap dikonsumsi ataupun lebih dahulu diolah/dimasak oleh penjual jajanan. Makanan jajanan dikelompokkan ke dalam empat golongan yaitu makanan utama, penganan, minuman dan buah-buahan.

Makanan utama/sepinggan adalah makanan jajanan berupa makanan yang mengenyangkan dan biasanya dijual dalam bentuk porsi.

Makanan camilan (snack) adalah makanan jajanan berupa makanan tunggal dan dijual dalam bentuk satuan.


(34)

Minuman adalah makanan jajanan dalam bentuk cair dan biasanya dijual dalam satuan gelas atau plastik.

Kebiasaan jajan adalah cara contoh dalam memilih dan mengkonsumsi makanan jajanan yang meliputi jenis, jumlah jenis, frekuensi.

Jenis jajanan adalah jenis makanan jajanan yang dikonsumsi sampel yang meliputi makanan sepinggan, snack/camilan, minuman dan buah.

Frekuensi jajanan adalah berapa kali siswa mengkonsumi jajanan dalam waktu seminggu.


(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sekolah Dasar yang diteliti

Jumlah SD yang diteliti pada data sekunder “Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun 2008” yaitu sebanyak 4500 SD yang tersebar pada kota dan kabupaten di 18 propinsi penelitian. Dalam penelitian ini jumlah sekolah yang dianalisis sebanyak 65 SD, dimana 51 SD di wilayah Depok dan 14 SD di Sukabumi. Sebagian besar SD di kedua wilayah berstatus negeri dan berakreditasi B. Sebaran SD berdasarkan status dan mutu sekolah disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran SD berdasarkan status sekolah dan akreditasi

Kategori SD Depok Sukabumi

Negeri

• Akreditasi A • Akreditasi B

32 3 29

12 1 11 Swasta

• Akreditasi A • Akreditasi B

19 4 15

2 0 2

Karakteristik Siswa Status dan Mutu SD

Sampel adalah siswa SD yang bersekolah di sekolah negeri dan swasta dengan akreditasi A dan B di wilayah Depok dan Sukabumi, sebaran siswa berdasarkan status dan mutu sekolah dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran siswa berdasarkan status, dan mutu (akreditasi) sekolah menurut wilayah

Kategori Sekolah

Wilayah

Total (n=105)

Depok Sukabumi

n % n % n %

Status

Negeri 52 63.4 20 86.9 72 68.6

Swasta 30 36.6 3 13.1 33 31.4

Total 82 100.0 23 100.0 105 100.0

Mutu (akreditasi)

A 13 15.8 2 8.7 15 14.3

B 69 84.2 21 91.3 90 85.7


(36)

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa di wilayah Depok maupun Sukabumi berada pada sekolah yang berstatus negeri. Jika dilihat berdasarkan akreditasi sekolah, sebagian besar siswa bersekolah di sekolah yang berakreditasi B.

Tingkatan Kelas

Siswa yang diteliti dalam penelitian ini adalah siswa kelas 4, 5 dan 6, sebaran siswa berdasarkan kelas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran siswa berdasarkan tingkatan kelas

Kelas Depok Sukabumi Total

n % n % n %

Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6 27 27 28 32.9 32.9 34.2 8 7 8 34.8 30.4 34.8 35 34 36 33.3 32.4 34.3

Total 82 100.0 23 100.0 105 100.0

Jenis kelamin

Menurut Hurlock (1999), jenis kelamin anak mempengaruhi perkembangan secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung terjadi sebelum dan sesudah lahir, sedangkan yang tidak langsung hanya terjadi sesudah lahir. Pengaruh langsung berasal dari kondisi hormon. Kondisi hormon inilah yang mempengaruhi timbulnya perbedaan dalam perkembangan fisik dan psikologis anak perempuan dan laki-laki. Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin

Depok Sukabumi Total

n % n % n %

Laki-laki Perempuan 41 41 50.0 50.0 11 12 47.8 52.2 52 53 49.5 50.5

Total 82 100.0 23 100.0 105 100.0

Berdasarkan jenis kelamin, terdapat perbedaan komposisi tubuh antar laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki-laki-laki memiliki lebih banyak massa otot tubuh (lean body mass) per centimeter tinggi badan dibanding anak perempuan. Sedangkan anak perempuan memiliki persentase berat lemak lebih tinggi dari pada laki-laki, tetapi perbedaan keduanya tidak nampak signifikan sampai mereka memasuki usia remaja. Asupan energi dalam masa pertumbuhan pada umur yang sama dan jenis kelamin yang sama tergantung pada aktivitas yang dilakukan. Pada anak laki-laki


(37)

umur 9 tahun dan anak perempuan umur 12.5 tahun yang mendekati masa pubertas, memiliki perbedaan faktor determinan yang signifikan terhadap kebutuhan energi meskipun berada pada kategori usia menurut angka kecukupan gizi yang sama (Lucas 2004).

Umur

Umur mempengaruhi kematangan seorang anak untuk masuk sekolah dasar, kita ketahui bahwa golongan umur anak sekolah belum mencapai dewasa dan merupakan generasi yang perlu mendapatkan perhatian dalam konsumsi pangannya. Pola makan pada saat ini perlu mendapat perhatian khusus, karena pola konsumsi saat ini akan terbawa terus sampai dewasa. Sebaran umur siswa dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan umur Umur

(thn)

Depok Sukabumi Total

n % n % n %

8-9 9-10 10-11 11-12

19 22 31 10

23.2 26.8 37.8 12.2

3 9 9 2

13.0 39.1 39.1 8.8

22 31 40 12

21.0 29.5 38.1 11.4

Total 82 100.0 23 100.0 105 100.0

Rata-rata 10.39 10.43 10.40

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa pada penelitian ini umur siswa di Depok dan di Sukabumi berada pada umur 10-11 tahun sebanyak 37.8% di wilayah Depok dan 39.1% Sukabumi. Berdasarkan rata-rata umur, dapat diketahui umur siswa di Depok dan Sukabumi relatif sama.

Besar Uang saku

Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu, seperti harian, mingguan, atau bulanan. Perolehan uang saku sering menjadi suatu kebiasaan, anak akan menggunakan uang yang diperolehnya untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk barang atau jasa tertentu. Dalam penelitian ini, uang saku diberikan kepada siswa perhari. Uang saku siswa dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah (Rp 1000-Rp 4000), sedang (>Rp 4000-Rp 7000), dan tinggi (>Rp 7000-Rp 10000). Sebaran siswa berdasarkan uang saku dapat dilihat pada Tabel 8.


(38)

Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan besar uang saku Besar uang

saku/hari

Depok Sukabumi Total

n % n % n %

Rendah Sedang Tinggi

44 37 1

53.7 45.1 1.2

19 3 1

82.6 13.0 4.4

63 40 2

60.0 38.1 1.9

Total 82 100.0 23 100.0 105 100.0

Rata-rata Rp 3829.3 Rp 3282.6 Rp 3709.5

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa di Depok maupun Sukabumi mempunyai besar uang saku dengan kategori kurang yaitu sebanyak 53.7% di wilayah Depok dan 82.6% wilayah Sukabumi. Berdasarkan nilai rata-rata, besar uang saku di wilayah Depok lebih besar (Rp 3829.3) dibandingkan wilayah Sukabumi (Rp 3282.6). Ada beberapa faktor yang memungkinkan lebih besarnya uang saku siswa di Depok daripada siswa di Sukabumi, diantaranya keadaan sosial ekonomi keluarga siswa di Depok lebih baik dibandingkan di Sukabumi sehingga orangtua memberikan uang saku yang lebih besar pula kepada anaknya. Faktor lainnya adalah tingkat pendidikan orangtua yang merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan siswa, cara mendidik anak dan cara pengambilan keputusan anak.

Hal ini sesuai dengan penelitian Andarwulan et al (2009) yang menyatakan besar uang saku siswa yang tinggal di kota lebih tinggi dibanding dengan siswa di kabupaten. Semakin besar uang saku siswa, maka semakin besar peluang untuk membeli jajanan di sekolah dan di luar sekolah.

Karakteristik Keluarga

Pendidikan Orangtua

Tingkat pendidikan orangtua sangat berpengaruh pada kehidupan di dalam keluarga, khususnya tingkat pendidikan ibu yang mempunyai pengaruh lebih besar. Hal ini dikarenakan ibu mempunyai peran dan tanggung jawab lebih besar pada pengasuhan dan perawatan anak serta keluarga. Pada umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang lebih murah tetapi memiliki kandungan gizi tinggi sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suhardjo 1989).


(39)

Rendahnya pendidikan dapat berakibat pada rendahnya pengetahuan kesehatan dan dapat menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya masalah kesehatan. Selain itu, tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin besar (Engel et al 1994). Sebaran orangtua siswa berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran orangtua siswa berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan

Depok Sukabumi

Ayah Ibu Ayah Ibu

n % n % n % n %

Tidak sekolah 1 1.2 1 1.2 0 0.0 0 0.0 SD SMP SMA Perguruan tinggi 4 18 30 29 4.8 22.0 36.6 35.4 7 17 34 23 8.5 20.7 41.5 28.0 1 4 14 4 4.3 17.4 60.9 17.4 3 4 14 2 13.0 20.0 60.9 8.7 Total 82 100.0 82 100.0 23 100.0 23 100.0 Pendidikan orangtua pada Tabel 9 dibedakan atas pendidikan ayah dan pendidikan ibu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orangtua siswa sebagian besar adalah SMA di kedua wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan orangtua siswa masih tergolong sedang. Namun tingkat pendidikan orangtua yang PT lebih banyak terdapat di wilayah Depok dibandingkan Sukabumi. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan orangtua siswa di Depok sudah lebih baik dibanding orangtua siswa di Sukabumi.

Hasil uji korelasi pearson menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara besar uang saku siswa dengan tingkat pendidikan ibu. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin besar jumlah uang saku siswa. Hal tersebut dapat diketahui dari Tabel 10, dimana terdapat kecenderungan persentase besar uang saku siswa menjadi lebih besar seiring meningkatnya tingkat pendidikan ibu. Seperti pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan SMA dan PT, dapat dilihat ibu sudah memberikan uang saku yang lebih besar kepada siswa jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan lainnya. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan adanya pengaruh tingkat pendidikan ibu dengan pemberian besar uang saku kepada anaknya, dan memungkinkan tingkat ekonomi keluarga di Depok sudah lebih baik dibandingkan dengan keluarga di Sukabumi.


(40)

Tabel 10 Hubungan pendidikan ibu dengan besar uang saku siswa

Pendidikan ibu

Besar uang saku

Total

Uji

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

Tidak sekolah 1 100.0 0 .0 0 .0 1 100.0

r=0.363 p=0.000 SD 8 80.0 2 20.0 0 .0 10 100.0

SMP 17 77.3 5 22.5 0 .0 22 100.0 SMA 31 64.6 16 33.3 1 2.1 48 100.0 PT 6 25.0 17 70.8 1 4.2 24 100.0 Total 63 60.0 40 38.1 2 1.9 105 100.0

Bila pendidikan tinggi memungkinkan mendapatkan pendapatan yang lebih banyak pula, tingkat pendidikan orangtua siswa merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi dan status gizi. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Pendidikan yang baik akan mempengaruhi sikap gizi seseorang. Hal tersebut sangat penting karena sikap gizi orangtua akan sangat mempengaruhi kesukaan dan ketidaksukaan anak terhadap makanan pada usia sekolah (Rodiah 2010).

Pekerjaan Orangtua

Pekerjaan orangtua siswa pada penelitian ini dibagi menjadi enam kategori yaitu PNS/POLRI/TNI, swasta, petani/buruh tani, wiraswasta, ibu rumah tangga dan lainnya ini dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran orangtua siswa berdasarkan jenis pekerjaan

Pekerjaan

Depok Sukabumi

Ayah Ibu Ayah Ibu

n % n % n % n %

PNS/POLRI/TNI Swasta Petani/Buruh tani Wiraswasta 29 23 3 18 35.4 28.0 3.6 22.0 11 4 0 3 13.4 4.9 0.0 3.7 9 1 2 5 39.1 4.3 8.7 21.7 5 0 0 1 21.7 0.0 0.0 4.3 Ibu rumah tangga 0 .0 64 78.0 0 .0 17 73.9 Lainnya 9 11.0 0 .0 6 26.1 0 .0 Total 82 100.0 82 100.0 23 100.0 23 100.0

Pada penelitian ini, persentase terbesar ayah siswa di kedua wilayah bekerja sebagai PNS/POLRI/TNI, sedangkan pekerjaan ibu sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah tangga (IRT) baik di wilayah Depok maupun Sukabumi. Hal ini dapat


(41)

diartikan walaupun Depok merupakan kota dan Sukabumi hanya kabupaten secara geografis, namun hal tersebut tidak berpengaruh terhadap jenis pekerjaan pada orangtua siswa. Semakin baik pekerjaan seseorang maka jumlah pendapatan yang diterima pun semakin meningkat. Meningkatnya pendapatan seseorang lebih lanjut dapat mempengaruhi asupan makanan karena dapat menyediakan makanan yang memadai baik kualitas maupun kuantitas bagi keluarganya.

Besar Keluarga

Besar keluarga ditentukan dengan cara mendata jumlah anggota keluarga. Ukuran besarnya keluarga berkaitan erat dengan kejadian masalah gizi dan kesehatan. Dengan pendapatan yang sama, maka pada rumah tangga yang memiliki jumlah anggota keluarga untuk menyediakan makanan dan pelayanan kesehatan adalah lebih rendah daripada rumah tangga yang jumlah anggota keluarganya lebih sedikit. Hal ini akan meningkatnya risiko terjadinya gizi kurang atau gizi buruk yang lebih besar pada rumah tangga yang jumlah anggota keluarganya lebih banyak. Kategori besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran siswa berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga Depok Sukabumi Total

n % n % n %

Kecil (≤4 orang)

Sedang (5-7 orang) Besar (≥8 orang)

39 40 3

47.6 48.8 3.6

11 12 0

47.8 52.2 0.0

50 52 3

47.6 49.5 2.9

Total 82 100.0 23 100.0 105 100.0

Rata-rata 4.67 4.43 4.61

Pada umumnya baik di wilayah Depok maupun di Sukabumi termasuk dalam keluarga sedang (5-7 orang) sebanyak 49.5%. Namun terdapat sebanyak 3.6% keluarga dengan kategori keluarga besar di Depok. Berdasarkan rata-rata besar keluarga, di Depok lebih banyak (4.67 orang) dibandingkan dengan rata-rata Sukabumi (4.43 orang). Namun hal ini tidak berpengaruh terhadap tingkat pendidikan maupun tingkat pekerjaan orangtua, dimana di wilayah Depok tingkat pendidikan orangtua sudah lebih baik dibandingkan di wilayah Sukabumi. Begitu juga terhadap pemberian uang saku kepada siswa, walaupun di Depok rata-rata keluarga lebih besar dibandingkan di Sukabumi, namun rata-rata uang saku yang diberikan di Depok lebih besar daripada di Sukabumi.


(42)

Menurut Suhardjo (2003) bahwa kurang energi dan protein berat akan sedikit dijumpai bila jumlah anggota keluarganya lebih kecil. Hal ini terjadi karena jika besar keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orangtua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sedang tumbuh memerlukan pangan relatif lebih tinggi daripada golongan yang lebih tua.

Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan

Pengetahuan gizi sangat erat hubungannya dengan baik buruknya kualitas gizi dari makanan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang benar mengenai gizi, maka orang akan tahu dan berupaya untuk mengatur pola makanannya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak kekurangan dan tidak berlebihan. Sebaran siswa di wilayah Depok maupun Sukabumi berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan pengetahuan gizi yang diajukan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran siswa berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan

No Pengetahuan gizi dan keamanan pangan Jajanan

Depok (n=82) Sukabumi (n=23) Total (n=105)

n % n % n %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Pangan (makanan dan minuman) yang bergizi Pangan (makanan dan minuman) yang tercemar Jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh

Pentingnya makan aneka ragam makanan setiap hari

Susunan menu makanan yang baik dan bergizi Fungsi protein

Jenis makanan sumber protein Pengertian pangan jajanan

Makanan yang tidak habis dimakan, jika akan dimakan lagi maka

Di dalam ditemukan sehelai rambut pada minuman, maka

Akibat pangan jajanan yang tidak bersih dan tidak sehat

Minuman yang diberi bahan tambahan makanan Pangan jajanan yang sering menyebabkan sakit Jika es batu terbuat dari air mentah

Kebiasaan mencuci tangan

76 50 55 58 78 33 67 13 52 68 72 47 25 68 79 92.7 61.0 67.1 70.7 95.1 40.0 81.7 15.9 63.4 82.9 87.8 57.3 30.0 82.9 96.3 21 10 18 21 23 10 13 5 17 19 13 6 7 16 23 91.3 42.5 78.3 91.3 100 43.0 56.5 21.7 73.9 82.6 56.5 26.1 30.0 69.6 100.0 97 60 73 79 101 43 80 18 69 87 85 53 32 84 102 92.4 57.1 69.5 75.2 96.2 41.0 76.2 17.1 65.7 82.8 81.0 50.5 30.0 80.0 97.1


(43)

Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa aspek tentang pengertian pangan jajanan paling tidak dimengerti oleh siswa, hal tersebut ditunjukkan sedikitnya siswa yang menjawab dengan benar yaitu hanya sebanyak 17.1%. Aspek tentang pangan jajanan yang sering menyebabkan sakit juga paling tidak dimengerti oleh siswa, hanya sebanyak 30.0% siswa yang menjawab dengan benar. Hal ini berarti masih kurangnya pengetahuan siswa tentang pangan jajanan. Oleh karena itu, para guru hendaknya lebih memberikan pelajaran tentang gizi khususnya tentang pangan jajanan. Namun aspek tentang bahan tambahan makanan yang dalam minuman, siswa di Sukabumi sebagian besar tidak mengerti jika dibandingkan dengan siswa di Depok. Hal ini ditunjukkan lebih sedikitnya (26.1%) siswa di Sukabumi yang menjawab dengan benar, sedangkan di Depok sebanyak 57.3% siswa yang menjawab benar.

Aspek tentang kebiasaan mencuci tangan, hampir semua siswa sudah menjawab dengan benar di Depok yaitu sebanyak 96.3% sedangkan di Sukabumi 100% siswanya menjawab dengan benar. Begitu juga aspek tentang makanan yang bergizi, hampir semua siswa menjawab dengan benar. Hal ini dapat diartikan bahwa siswa di kedua wilayah sudah mengerti tentang hal tersebut. Sebaran siswa berdasarkan pengetahuan gizi dan keamanan pangan menurut wilayah, status dan akreditasi sekolah dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Sebaran siswa berdasarkan pengetahuan gizi dan keamanan pangan menurut wilayah, status dan akreditasi sekolah

Ket

Pengetahuan gizi dan keamanan pangan Skor rata-rata

St. Deviasi Kurang Sedang Baik Total

n % n % n % n %

Wilayah Depok Sukabumi 23 10 28.0 43.5 52 13 63.4 56.5 7 0 8.6 0.0 82 23 100.0 100.0 68.4 64.4 12.8 9.4 Total 33 31.4 65 61.9 7 6.7 105 100.0 p=0.079 Status Negeri

Swasta 25 8 34.7 24.2 43 22 59.7 66.7 4 3 5.6 9.1 72 33 100.0 100.0 66.9 68.7 12.7 10.9 Total 33 31.4 65 61.9 7 6.7 105 100.0 p=0.242 Akreditasi (mutu) Akreditasi A Akreditasi B 3 30 20.0 33.3 8 57 53.3 63.3 4 3 26.7 3.4 15 90 100.0 100.0 72.4 66.6 14.6 11.6 Total 33 31.4 65 61.9 7 6.7 105 100.0 p=0.020 Tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan siswa berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan pangan yang dibeli, dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang baik, diharapkan siswa akan memilih pangan yang aman dan bergizi (Andarwulan et al 2009). Berdasarkan Tabel 14


(44)

diketahui pengetahuan gizi dan keamanan pangan berdasarkan wilayah yaitu Depok dan Sukabumi sebagian besar siswa berpengetahuan sedang. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Adhistiana (2009) di Bogor yang juga dilakukan pada anak sekolah dasar, sebanyak 60.0% anak sekolah memiliki tingkat pengetahuan gizi sedang, selebihnya masing-masing 20.0% tinggi dan rendah.

Tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan dengan kategori baik, wilayah Depok memiliki 8.6% sedangkan Sukabumi tidak memiliki siswa dengan kategori baik. Hal ini berarti siswa yang berada di wilayah Depok dalam penelitian ini tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangannya sudah lebih baik dibandingkan dengan siswa di wilayah Sukabumi. Hal tersebut dikarenakan Depok yang merupakan salah satu kota yang menjadi penopang dari ibu kota Jakarta sehingga akses teknologi dan informasi tentang pengetahuan gizi makanan jajanan siswa sekolah lebih cepat beredar dibandingkan dengan Sukabumi yang merupakan sebuah kabupaten di Jawa Barat. Oleh karena itu, siswa yang berada di wilayah Sukabumi khususnya kepada para guru hendaknya lebih banyak memberikan pelajaran kepada tentang pengetahuan gizi karena tinggi rendahnya pengetahuan gizi seseorang dapat mempengaruhi kebiasaan makan (food habit) sehari-hari. Dinas kesehatan setempat juga dapat memberikan penyuluhan gizi baik itu tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan maupun tentang kebersihan, sanitasi makanan kepada para guru dan kepada para orangtua siswa.

Nilai skor rata-rata pengetahuan gizi dan keamanan pangan siswa berdasarkan wilayah, Depok (68.4±12.8) lebih tinggi dibandingkan Sukabumi (64.4±9.4). Hasil uji beda t-test pada taraf kepercayaan 10% menunjukkan terdapat perbedaaan (p=0.079) pengetahuan gizi dan keamanan pangan siswa di Depok dengan di Sukabumi. Jika dilihat dari hasil pengetahuan gizi siswa menurut propinsi, Jawa Barat termasuk kategori kurang (56.3). Namun pada penelitian ini, Kota Depok yang merupakan wilayah Jawa Barat sudah termasuk dalam kategori sedang dimana nilai skor rata-rata pengetahuan gizi siswanya sudah lebih baik dibandingkan nilai skor propinsi. Hal ini kemungkinan dapat diakibatkan karena Kota Depok lebih dekat dengan Jakarta dimana tingkat pengetahuan gizi siswanya sudah termasuk kategori sedang (65.4).


(45)

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui tingkat pengetahuan gizi yang baik, siswa di sekolah swasta lebih banyak dibandingkan dengan sekolah negeri. Dapat diartikan bahwa siswa di sekolah yang swasta memiliki tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang sudah lebih baik dibandingkan dengan sekolah negeri walaupun berdasarkan hasil uji beda t-test, tidak adanya perbedaan (p=0.242) yang nyata. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sekolah swasta biasanya mempunyai kelebihan baik dari segi sarana maupun prasarana yang sudah lebih baik jika dibandingkan dari sekolah negeri pada umumnya untuk mendukung tambahan wawasan siswa tentang pentingnya pengetahuan gizi demi kesehatan siswa tersebut.

Dilihat lebih detail, analisis pengetahuan gizi dan keamanan pangan setiap wilayah menujukkan bahwa di wilayah Depok terdapat siswa dengan kategori pengetahuan yang kurang sebanyak 30.6%, yaitu pada siswa yang bersekolah di sekolah negeri, sedangkan pada sekolah swasta hanya 23.3%. Di wilayah Sukabumi, siswa dengan pengetahuan gizi yang kurang lebih banyak pada sekolah swasta (66.7%) dibandingkan siswa di sekolah negeri (40.0%). Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

Tingkat pengetahuan gizi berdasarkan mutu sekolah, kategori baik lebih banyak pada siswa di sekolah akreditasi A dibandingkan akreditasi B. Berdasarkan skor rata-rata, siswa di sekolah dengan akreditasi A lebih tinggi jika dibandingkan dengan akreditasi B. Hasil uji beda t-test menunjukkan ada perbedaan (p=0.020) pengetahuan gizi dan keamanan pangan siswa pada sekolah akreditasi A dan akreditasi B, dapat diartikan bahwa sekolah dengan akreditasi A sudah sangat baik dilihat dari segi-segi penilaian yang dilakukan oleh tim pengawas. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Andarwulan et al (2009) yang menyatakan siswa di SD yang berakreditasi A memiliki tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang lebih baik dibandingkan dengan siswa di SD yang berakreditasi B, C, dan tidak terakreditasi.

Dari hasil analisis lebih detail tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan di wilayah Depok. Terdapat sebanyak 15.4% siswa yang bersekolah di akreditasi A dengan pengetahuan yang baik, sedangkan siswa di akreditasi B hanya 7.3%. Di wilayah Sukabumi tidak ada siswa yang tingkat pengetahuan gizinya dengan kategori baik.


(46)

Perilaku makan seseorang ditentukan antara lain oleh pengetahuan pangan dan gizi yang dimilikinya. Anak yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan lebih mampu memilih makanan yang sesuai dengan kebutuhan. Pada Tabel 15 dapat dilihat sebaran pengetahuan gizi dan keamanan pangan berdasarkan tingkatan kelas, jenis kelamin dan tingkatan umur.

Tabel 15 Sebaran siswa berdasarkan pengetahuan gizi dan keamanan pangan menurut kelas, jenis kelamin dan umur

Keterangan

Pengetahuan gizi dan keamanan pangan Skor rata-rata

St.d Uji Kurang Sedang Baik Total

n % n % n % n % Kelas 4

5 6 14 12 7 40.0 35.3 19.4 18 20 27 51.4 58.8 75.0 3 2 2 8.6 5.9 5.6 35 34 36 100.0 100.0 100.0 64.9 66.6 70.7 13.5 11.7 10.7 r=0.197 p=0.044 Total 33 31.4 65 61.9 7 6.7 105 100.0 p=0.366

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 22 11 42.3 20.8 26 39 50.0 73.6 4 3 7.7 5.6 52 53 100.0 100.0 65.4 69.5 13.8 10.0 r=0.173 p=0.078 Total 33 31.4 65 61.9 7 6.7 105 100.0 p=0.078

Umur (tahun) 9 10 11 12 10 12 10 1 45.5 38.7 25.0 8.3 11 17 27 10 50.0 54.8 67.5 83.3 1 2 3 1 4.5 6.5 7.5 8.3 22 31 40 12 100.0 100.0 100.0 100.0 61.5 65.6 70.5 73.3 14.4 12.5 9.5 9.8 r=0.328 p=0.001 Total 33 31.4 65 61.9 7 6.7 105 100.0 p=0.154

Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkatan kelas siswa, semakin tinggi nilai skor rata-rata pengetahuan gizi dan keamanan pangannya. Artinya siswa yang berada di kelas 6, pengetahuan gizinya lebih baik daripada kelas lainnya. Secara keseluruhan terlihat adanya peningkatan pengetahuan gizi dan keamanan pangan siswa kelas 4 sampai siswa kelas 6. Hal ini dikarenakan pada siswa kelas 6 sudah mendapat pelajaran maupun wawasan tentang pengetahuan gizi yang lebih banyak jika dibandingkan dengan dua kelas lainnya. Hasil uji korelasi Pearson juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan positif antara kelas dengan pengetahuan siswa. Namun hasil uji one way Anova menunjukkan tidak ada perbedaan rata-rata skor pengetahuan antar kelas (p=0.366).

Begitu juga berdasarkan umur, semakin tinggi umur siswa, tingkat pengetahuan gizinya juga semakin baik. Berdasarkan Tabel 15 juga dapat diketahui nilai skor rata-rata pengetahuan gizi dan keamanan pangan berdasarkan tingkatan umur siswa dimana semakin tinggi umur siswa skornya semakin baik. Hasil uji korelasi pearson menunjukkan hubungan yang signifikan positif (p=0.001) antara


(1)

Lampiran 4 Sebaran siswa di Depok berdasarkan jenis makanan jajanan

yang dikonsumsi

No Sampel Sepinggan Snack Minuman Buah 001 7 kali 7 kali 6 kali 5 kali 002 3 kali 4 kali 3 kali 2 kali 003 3 kali 7 kali 1 kali 2 kali 004 5 kali 8 kali 3 kali 1 kali 005 1 kali 1 kali 1 kali 2 kali 006 5 kali 10 kali 7 kali 3 kali 007 2 kali 3 kali 3 kali 2 kali 008 1 kali 2 kali 1 kali 1 kali 009 1 kali 3 kali 2 kali 1 kali 010 4 kali 7 kali 4 kali 0 kali 011 0 kali 4 kali 4 kali 3 kali 012 3 kali 3 kali 4 kali 1 kali 013 4 kali 2 kali 6 kali 4 kali 014 3 kali 21 kali 5 kali 0 kali 015 4 kali 2 kali 4 kali 4 kali 016 2 kali 4 kali 2 kali 2 kali 017 5 kali 4 kali 7 kali 4 kali 018 3 kali 7 kali 2 kali 4 kali 019 0 kali 0 kali 1 kali 2 kali 020 1 kali 4 kali 5 kali 0 kali 021 0 kali 5 kali 4 kali 4 kali 022 1 kali 4 kali 2 kali 3 kali 023 6 kali 9 kali 5 kali 6 kali 024 3 kali 4 kali 4 kali 5 kali 025 2 kali 4 kali 4 kali 2 kali 026 1 kali 1 kali 0 kali 1 kali 027 3 kali 3 kali 1 kali 2 kali 028 1 kali 4 kali 4 kali 5 kali 029 2 kali 5 kali 3 kali 4 kali 030 4 kali 5 kali 3 kali 2 kali 031 1 kali 2 kali 0 kali 3 kali 032 2 kali 4 kali 3 kali 1 kali 033 3 kali 3 kali 1 kali 3 kali 034 3 kali 4 kali 3 kali 1 kali 035 3 kali 1 kali 4 kali 3 kali 036 1 kali 7 kali 4 kali 3 kali 037 5 kali 1 kali 4 kali 2 kali 038 5 kali 7 kali 4 kali 1 kali 039 3 kali 3 kali 3 kali 2 kali 040 6 kali 6 kali 6 kali 5 kali 041 2 kali 2 kali 2 kali 1 kali 042 1 kali 1 kali 1 kali 2 kali 043 3 kali 5 kali 2 kali 3 kali 044 0 kali 4 kali 2 kali 0 kali 045 1 kali 1 kali 11 kali 3 kali 046 1 kali 2 kali 1 kali 4 kali


(2)

Lampiran 4 (Lanjutan)

No Sampel Sepinggan Snack Minuman Buah 047 7 kali 8 kali 6 kali 2 kali 048 1 kali 1 kali 1 kali 3 kali 049 1 kali 1 kali 2 kali 2 kali 050 5 kali 11 kali 4 kali 1 kali 051 4 kali 6 kali 10 kali 5 kali 052 0 kali 0 kali 4 kali 3 kali 053 2 kali 1 kali 3 kali 3 kali 054 2 kali 2 kali 1 kali 1 kali 055 3 kali 0 kali 0 kali 3 kali 056 3 kali 5 kali 1 kali 1 kali 057 2 kali 4 kali 2 kali 2 kali 058 1 kali 2 kali 2 kali 1 kali 059 2 kali 5 kali 3 kali 3 kali 060 5 kali 10 kali 5 kali 5 kali 061 1 kali 1 kali 0 kali 2 kali 062 3 kali 7 kali 7 kali 3 kali 063 0 kali 1 kali 2 kali 0 kali 064 2 kali 1 kali 7 kali 4 kali 065 2 kali 2 kali 2 kali 1 kali 066 3 kali 4 kali 4 kali 5 kali 067 2 kali 2 kali 3 kali 6 kali 068 6 kali 14 kali 8 kali 5 kali 069 0 kali 1 kali 3 kali 1 kali 070 1 kali 8 kali 2 kali 2 kali 071 0 kali 3 kali 2 kali 1 kali 072 0 kali 2 kali 1 kali 2 kali 073 2 kali 3 kali 5 kali 5 kali 074 1 kali 3 kali 3 kali 3 kali 075 1 kali 3 kali 4 kali 3 kali 076 3 kali 6 kali 4 kali 3 kali 077 1 kali 4 kali 1 kali 1 kali 078 1 kali 2 kali 2 kali 1 kali 079 2 kali 5 kali 1 kali 2 kali 080 0 kali 0 kali 0 kali 1 kali 081 2 kali 3 kali 1 kali 3 kali 082 1 kali 8 kali 3 kali 2 kali


(3)

Lampiran 5 Sebaran siswa di Sukabumi berdasarkan jenis makanan jajanan

yang dikonsumsi

No Sampel Sepinggan Snack Minuman Buah 083 1 kali 3 kali 3 kali 0 kali 084 1 kali 10 kali 8 kali 2 kali 085 0 kali 11 kali 3 kali 3 kali 086 4 kali 9 kali 4 kali 4 kali 087 5 kali 14 kali 6 kali 2 kali 088 0 kali 9 kali 5 kali 3 kali 089 5 kali 15 kali 8 kali 5 kali 090 4 kali 17 kali 9 kali 4 kali 091 2 kali 7 kali 5 kali 1 kali 092 3 kali 5 kali 3 kali 1 kali 093 2 kali 8 kali 1 kali 3 kali 094 1 kali 7 kali 2 kali 2 kali 095 6 kali 16 kali 13 kali 7 kali 096 3 kali 9 kali 5 kali 1 kali 097 2 kali 9 kali 3 kali 1 kali 098 7 kali 11 kali 2 kali 0 kali 099 2 kali 10 kali 5 kali 3 kali 100 3 kali 7 kali 8 kali 6 kali 101 1 kali 10 kali 7 kali 3 kali 102 1 kali 7 kali 3 kali 2 kali 103 2 kali 9 kali 2 kali 1 kali 104 4 kali 15 kali 2 kali 3 kali 105 3 kali 8 kali 7 kali 1 kali


(4)

Lampiran 6 Jenis makanan jajanan yang dikonsumsi siswa di Depok dan Sukabumi

Jenis

Makanan Jajanan

Depok Sukabumi

Nama Makanan Jajanan Nama Makanan Jajanan Makanan sepinggan Bakso Batagor Bubur ayam Gado-gado Ketoprak Ketiew goreng Nasi kuning Nasi uduk Sate ayam Bihun telur Lontong sayur Mie ayam Mie goreng Mie rebus Mpek-pek Nasi goreng Siomay Soto Spageti Bakso Bubur ayam Lontong sayur Mie ayam Mie goreng Mie rebus Nasi goreng Nasi uduk Siomay Bihun telur

Snack Bakwan goreng Beng-beng Better Biskuat Oreo Bolu Brownies Cakwe Chiki Cimol Cilok Cireng Coklat Combro Donat Gery Kacang sukro Kentang goreng Keripik singkong Kue cucur Lays Lemper Lopis Lumpia Martabak Mie gelas Momogi Nugget Opak Pastel Permen Pilus Pisang goreng Pizza Pop mie Stik nabati Bakwan goreng Beng-beng Better Biskuat Bolu Chiki Cilok Cimol Cireng Coklat Combro Donat Gery Kacang sukro Keripik kentang Keripik singkong Lays Lemper Martabak Momogi Nugget Permen Pilus Pisang goreng Stik nabati Roti Sosis Tahu goreng Tahu isi


(5)

Lampiran 6 (lanjutan)

Jenis

Makanan Jajanan

Depok Sukabumi

Nama Makanan Jajanan Nama Makanan Jajanan Snack Roti

Rolade Rujak Sosis Tahu goreng Tahu isi Usus goreng

Taro Telur dadar Tempe goreng Timtam Toya Tango

Tempe goreng Usus goreng Tango Keroket Kornet Pastel Taro Minuman Ale-ale

Coca-cola Es buah Es campur Es dawet Es cincau Es coklat Es doger Es jeruk

Es kelapa muda Es kiko

Es mambo Es sirup Es teh Fanta Teh gelas Teh apel

Es krim Frutang Jas-jus Jus alpokat Jus jambu Jus mangga Jus melon Jus sirsak Jus strobery Mountea Pocari sweat Pop ice Segar sari Sprite Susu Top ice Es kacang ijo

Ale-ale Coca-cola Es buah Es campur Es dawet Es cincau Es doger Es jeruk

Es kelapa muda Es mambo Es sirup Es teh Fanta Es krim Frutang Jas-jus Jus alpokat

Jus jambu Jus mangga Jus melon Mountea Pop ice Segar sari Sprite Susu Top ice


(6)

Lampiran 6 (lanjutan)

Jenis Makanan Jajanan

Depok Sukabumi

Nama Makanan Jajanan Nama Makanan Jajanan

Buah-buahan

Alpokat Anggur Apel Belimbing Durian Jambu Jeruk Jagung Kedondong Kelengkeng Mangga Ubi

Manggis Melon Nangka Pear Pepaya Pisang Salak Semangka Singkong Sirsak Strabery Timun suri

Anggur Apel Jambu Jeruk Jagung Kelengkeng Mangga Manggis Melon Pear Pepaya Pisang

Salak Semangka Strabery


Dokumen yang terkait

Kebiasaan Makan Pagi dan Jajan serta Status Gizi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor

0 10 76

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Jajan Dan Makanan Jajanan Pada Mu Bekerja Dan Tidak Bekerja Dengan Kebiasaan Jajan Anak Sekolah Dasar

0 10 103

Perilaku Penjaja Pangan Jajanan Anak Sekolah Tentang Gizi Dan Keamanan Pangan Di Lingkungan Sekolah Dasar Kota Dan Kabupaten Bogor

4 18 151

Kebiasaan jajan, aktifitas fisik, status gizi dan kesehatan serta hubungannya dengan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor

0 5 132

Analisis Hubungan Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan serta Konsumsi Pangan dengan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar

0 4 4

Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan serta Kebiasaan Jajan Anak di SD Negeri Sukadamai 03 Bogor dan SD Negeri Situgede 04 Bogor.

0 2 46

Pengaruh program keamanan pangan di sekolah terhadap pengetahuan penjaja pangan jajanan dan siswa Sekolah Dasar

0 3 26

HUBUNGAN PENGETAHUAN MEMILIH MAKANAN JAJANAN DAN KEBIASAAN JAJAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SEKOLAH DASAR DI Hubungan Pengetahuan Memilih Makanan Jajanan Dan Kebiasaan Jajan Dengan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Di SDN Karangasem 3 Surakarta.

0 1 15

PENDAHULUAN Hubungan Pengetahuan Memilih Makanan Jajanan Dan Kebiasaan Jajan Dengan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Di SDN Karangasem 3 Surakarta.

0 1 5

HUBUNGAN PENGETAHUAN MEMILIH MAKANAN JAJANAN DAN KEBIASAAN JAJAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SEKOLAH Hubungan Pengetahuan Memilih Makanan Jajanan Dan Kebiasaan Jajan Dengan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Di SDN Karangasem 3 Surakarta.

0 1 13